Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia
HIPERBILIRUBINEMIA
DEFINISI
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang tinggi di dalam darah, yaitu >13 mg/dl
yang dapat menyebabkan bayi kelihatan kuning (ikterik). Bilirubin adalah pigmen empedu
utama, merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua, proses
konjugasinya berlangsung dalam hati dan diekskresi kedalam empedu.5
EPIDEMIOLOGI
Menurut kepustakaan frekuensi bayi yang menunjukkan ikterus pada hari pertama
sesudah lahir ialah 50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi prematur.Di Amerika Serikat,
dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang
dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir
mengalami ikterus pada minggu pertama.1,5
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan.
Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional
Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir
sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12
mg/dL pada minggu pertama kehidupan. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal
(8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia. 1,5
ETIOLOGI 3,4
• Kelainan kongenital
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat
langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.
FAKTOR RESIKO1,2,4
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus :
a. Faktor Maternal
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
- ASI
b. Faktor Perinatal
- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
- Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c. Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetik
- Polisitemia
- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia
PATOFISIOLOGI
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin
heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau.
Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini dikombinasikan
dengan albumin membentuk kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati.
Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek, tidak larut
dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Didalam sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin
dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran
empedu.( 2)
Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan eritrosit yang terlalu banyak,
kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks
bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran empedu
menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia
dengan manifestasi klinis berupa ikterus. (2)
4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik yang
bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik.
Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional maupun
obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin
terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga
menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih
sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat di sertai
bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe alkali dalam
serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam
darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia
terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.
Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi
obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang
merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel
hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra hepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati ).
Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan niokimia yang sama
Menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa
dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
DIAGNOSIS3
1.Visual
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:
- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan
dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah
kulit dan jaringan subkutan.
- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang
tampakkuning.
2. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan
ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.
Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total.
4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan
mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang
rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas.
Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan
kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi
tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan
lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin
dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran
konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks
produksi bilirubin.
1. Ikterus Fisiologis
Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari
pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari
ke sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan
tidak memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya
penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan Ikterus dengan kemungkinan besar
menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain :
- Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama
- Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari
- Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan
- Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur
- Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama
- Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap waktu.
- Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin,
infeksi,atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.
2. Ikterus Patologis
3. Ikterus Hemolitik
Ikterus Hemolitik pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut
Erythroblastosis foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the
new born ). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh Inkompatibilitas golongan
darah ibu dan bayi.
a) Inkompatibilitas Rhesus
Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di negeri
barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di
Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota
besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian,
kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi dengan ikterus karena
antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan campuran darah denagan orang asing
pada susunan keluarga orang tuanya.
Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala klinik pada
waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin
berat ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila mana
sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan oedema
umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien ( hydropsfoetalis ).
b) Inkompatibitas ABO
Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO lebih
sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada
neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena Inkompatibilitas ABO.
Ikteru dapat terjadi pada hari pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi
tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat
menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga
transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus.
4. Ikterus Obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam hepar dan di luar hepar.
Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung dan bilirubin langsung.
Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1mg%, maka harus curiga akan terjadi hal-hal
yang menyebabkan obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pyelonephritis, atau obstruksi
saluran empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun kadar
bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan
patologik.
Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati.
Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat.
Dalam 100 ml plasma, kurang lebih 25 mg bilirubin dapat di ikat erat oleh albumin pada tapak
dengan afinitas tinggi. Bilirubin jumlahnya berlebihan hanya terikat secara longgar dan
karenanya mudah terlepas serta berdisfusi kedalam jaringan.
Sejumlah senyawa seperti antibiotik dan beberapa obat lainnya bersaing dengan bilirubin untuk
dapat berikatan pada tapak pengikatan dengan afinitas tinggi pada albumin. Jadi senyawa –
senyawa ini dapat menggeser bilirubin dan memberikan efek klinis yang bermakna..
Di hati bilirubin dilepaskan dari bilirubindari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid
hepatosit qleh sistem dapat jenuh( saturable) yang diperantarai oleh zat pembawa.Sistem
pangangkutan yang difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar sehingga sekalipun
pada keadaan patologik,sistem tersebut tampaknya tidak membatasi kecepatannya dalam
metabolisme bilirubin.
Aktifitas UDP glukuronosiltransferase dapat diinduksi oleh sejumlahobat yang berkasiat dalam
klinik,termasuk preparat fenobarbital.
Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu.
Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu terjadi melalui mekanisme pengangkutan yang
aktif,yang mungkin bersifat membatasi kecepatan bagi keseluruh proses metabolisme bilirubin
hepatik.Pengangkutan hepatik bilirubin terkonjugasi kedalam empedu bisa diinduksi oleh obat
yang sama yang mampu menginduksi konjugasi bilirubin.Jadi sistem konjugasi dan ekskresi bagi
bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.
Normalnya, sebagaian besar urobilinogen tidak berwarna yang terbentuk di dalam kolon
oleh flora feses akan teroksidasi disana menjadi urobilin ( senyawa berwarna ) dan diekskresikan
ke dalam feses. Warna feses berubah menjadi lebih gelap ketika dibiarkan terpajan udara
disebabkan oleh oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.
TATALAKSANA
1. Ikterus Fisiologis 6
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum
kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil.
Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:
Minum ASI dini dan sering
Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan kontrol lebih
cepat (terutama bila tampak kuning).
Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin, tentukan
golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan terapi
sinar.
Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar
Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab hemolisis atau
bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila
memungkinkan.
Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar, lakukan
terapi sinar.
Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:
Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar hemoglobin <
13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.
Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes
Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL
(hematokrit < 40%).
Persiapkan transfer.
Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar.
Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan
terapi apa yang akan diterima bayi.
Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup
bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.
Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab.
Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan
rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila
memungkinkan.
Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.
PENCEGAHAN
Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat
inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa
langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:
1. Primer
AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan
dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk
menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama. Rendahnya
asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat
menimbulkan ikterus. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan
kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang
kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik. 7
AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun
dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah
terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.7
2. Sekunder
Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang
memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.
DAFTAR PUSTAKA