Penatalaksanaan
Dispepsia dan lnfeksi Helicobacter pylori
Editor:
Marcellus Simadibrata K
Dadang Makmun
MurdaniAbdullah
Ari FahrialSyam
Achmad Fauzi
Kaka Renaldi
Hasan Mauleha
Amanda P Utari
2014
-xilt-
l. Pendahuluan
Dispepsia merupakan keluhan yang umum ditemui dalam praktik sehari-
hari dan telah dikenal sejak lama dengan definisi yang terus berkembang,
mulai dari semua gejala yang berasal dari saluran cerna bagian atas, sampai
diekklusinya gejala refluks hingga ke definisiterkiniyang mengacu kepada
kriteria Roma lll.1
.tnfeki Helicobacter pylori (Hp) saat ini dipandang sebagai salah satu
fakior penting dalam menangani dispepsia, baik organik maupun fungsional,
sehingga pembahasan mengenai dispepsia perlu dihubungkan dengan
penanganan infeksi Hp. Berbagai studi meta-analisis menunjukkan adanya
hubungan antara infeksi Hp dengan penyakit gastroduodenal yang ditandai
keluhan/gejala dispepsia.l3
Prevalensi infeksi Hp di Asia cukup tinggi, sehingga perlu diperhatikan
dalam pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan dispepsia. Eradikasi Hp
telah terbukti efektif dalam menghilangkan gejala dispepsia organi( tetapi
untuk dispepsia fungsional masih diperlukan penelitian lebih lanjut.4
Konsensus ini disusun untuk memberikan panduan pada dokter umum,
spesialis dan konsultan dalam penatalaksanaan dispepsia. Konsensus ini
menggabungkan penatalaksanaan dispepsia dan infeksi Hp, sehingga akan
dicapai hasilyang lebih baik. ::
ll. Definisi
Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah
'beberapa gejala
satu atau berikut yaitu: nyeri epigastrium, rasa terbakar di
epigastrium, rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada
saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa.s Untuk dispepsia fungsional,
keluhan tersebut di atas harus berlangsung setidaknya selama tiga bulan
terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
0
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan lnfeki Herto btrtet pyloil I f
I
l!!. Epidemiologi
Prevalensi pasien dispepsia di pelayanan kesehatan mencakup 30olo
dari pelayanan dokter umum dan 50% dari pelayanan d6kter spesialis
gastroenterologi.
Mayoritas pasien Asia dengan dispepsia yang belum diinvestigasi dan
tanpa tanda bahaya merupakan dispepsia fungsional. Berdasarkan hasil
penelitian di negara-negara Asia (Cina, Hong Kong, lndonesia, Korea, Malaysia,
Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam) didapatkan 43-79,5o/o pasien
dengan dispepsia adalah dispepsia fungsional.s r
Dari hasil endoskopi yang dilakukan pada 550 pasien dispepsia dalam
beberapa senter di lndonesia pada Januari 2003 sampai April 2004rdidapatkan
44,7 Vo kasus kelainan minimal pada gastritis dan duodenitis; 6,570 kasus
dengan ulkus gaster; dan normal pada8,2o/o kasus.6
Di lndonesia, data prcvalensi infeki Hp pada pasien ulkus peptikum
(tanpa riwayat pemakaian obat-obatan anti-inflamasi non-steroid/OA|Ns)
bervariasi dari 90-100Yo dan untuk pasien dispepsia fungsional,sebanyak 20-
40% dengah.berbagai metode diagnostik (pemeriksaan serologi, kultur, dan
histopatologi).7 "-' :
dan Surabaya tahun 2013 (23,5a/o), serta prevalensi terendah di Jakarta (8olo).
6,8-10
lV. Patofsiologi
Patofisiologi ulkus peptikum yang disebabkan oleh Hp dan obat-obatan
anti-inflamasi non-steroid (OAINS) telah banyak diketahui.r Dispepsia
fungsional disebabkan oleh beberapa faktor utama, antara lain gangguan
motilitas gastroduodenal, infeksi Hp, asam lambung, hipersensitivitas viseral,
dan faktor psikologis. Faktor-faktor lainnya yang dapat berperan adalah
genetik gaya hidup, lingkungan, diet dan riwayat infeksi gastrointestinal
sebelumnya.lrr2
I
1V.1. Peranan gangguan motilitas gastroduodenal
Gangguan motilitas gastroduodenal terdiri dari penurunan kapasitas
lambung dalam menerima makanan (impoired gaslric accommodation),
inkoordinasi antroduodenal, dan perlambatan pengosongan lambung.
Gangguan motilitas gastroduodenal merupakan salah satu mekanisme
utama dalam patofisiologi dispepsia fungsional, berkaitan dengan perasaan
begah setelah makan, yang dapat berupa distensi abdomen, kembung, dan
t
rasa penuh.5,r2
I
Penanda biologis seperti ghrelin dan leptin , serta perubahan ekpresi
muscle-specific micro0NAs berhubungan dengan proses patofisiologi
dispepsia fungsional, yang masih perlu diteliti lebih lanjut.s,r:
V. Diagnosis
V.1. Dlagnosis Dispepsia
Dispepsia yang telah diinvestigasi terdiri dari dispepsia organik dan
fungsional. Dispepsia organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenr.6m,
gastritis erosi, gastritis, duodenitis dan proses keganasan. Dispepsia
fungsional mengacu kepada kriteria Roma lll.Kriteria Roma lll belurn divalidasi
di lndonesia. Konsensus Asia-Pasifik (2012) memutuskan untuk mengikuti
konsep dari kriteria diagnosis Roma lll dengan penambahan gejala berupa
kembung pada abdomen bagian atas yang umum ditemui sebagai gejala
dispepsia fungsional.5
Dispepsia menurut kriteria Roma lll adalah suatu penyakit dengan satu
atau lebih gejala yang berhubungan dengan gangguan di gastroduodenal:
. Nyeriepigastrium
. Rasa terbakar di epigastrium
. Rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan
. Rasa cepat kenyang
Gejala yang dirasakan harus berlangsung setidaknya selama tiga bulan
terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
Kriteria Roma lll membagidispepsia fungsional menjadi2 subgrup, yakni
epigastric pain syndrome dan postprandioldistress syndrome. Akan tetapi, bukti
terkini menunjukkan bahwa terdapat tumpang tindih diagnosis dalam dua
pertiga pasien dispepsia.t
- Dispepsia organik
- Ulkus peptikurtr
- Gastritis erosif
- Gastritis sedang-berat
- Kanker lambung
Evaluasi tanda bahaya harus selalu menjadi bagian dari evaluasi pasien-
pasien yang datang dengan keluhan dispepsia. Tanda bahaya pada dispepsia
yaitu:
. Penurunan berat badan (unintended)
. Disfagia progresif
KonsensusNasionalPenatalaksanaanDispepsiadanlnfeksiHe//coiaatWAri,l
5
V.2. Dlagnosis infeksi Hp'a
Tes diagnosis infeksi Hp dapat dilakukan secara langsung melalui
endoskopi (ropid urease test, histologi, kultur dan PCR) dan secara tidak
langsung tanpa endoskopi (i.rrea breoth test, stool test, urine test, dan
serologi). Urea breath test saat ini sudah menjadi 'gold standord untuk
pemeriksaan Hp, salah 'satu ureo breoth test yang ada antara lain r3CO,
breath analyzer.syarat untukmelakukan pemeriksaan Hp,yaitu harusbebas
antibiotik dan PPI (proton-pumpinhibitor) selama 2 minggu. Ada beberapa
faktor yang fedu dipertimbangkan: situasi klinis, prevalensi infeksi,
prevalensi infeksi dalam populasi, probabilitas infeki prates, perbedaan
dalam performa tes, dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil tes,
seperti penggunaan terapi antisekretorik dan antibiotik.
I
PCR . Sensitif dan spesifik
. Tidak terstandarisasi
. Sampel diambildariantrum dan
korpus
. Terhitunq ekperimental
Tanoa endoskopi
SerologiELlSA 85-92o/o 79-83Vo . Kurang akurat dan tidak
' menggambarkan infeksi aktif
. Prediktor infeksi yang handal
di negara berkembang dengan
prevalensi tinggi
. Tidak direkomendasikan setelah
terapi
. Murah dan tersedia
13C urea 95o/o 960/o . Direkomendasikan untuk
breath test diagnosis Hp sebelum terapila
(UBT) misal: . Tes terpilih untuk konfirmasi
l3Carbreath eradikasi
analyzer . Pasien tidak boleh
mengkonsumsi PPldan
antibiotik selama 2 minggu
sebelum pemeriksaan
dilakukant5x6
. Ketersediaan bervariasi
Antigen feses 95o/o 94o/o Tidak sering digunakan meskipun
sensitivitas dan spesifi sltas tinggi,
sebelum dan sesudah terapi
Serologi Sangat buruk dan tidak dapat
finqer-stick menvamai serolooi ELISA
Antibodidi Saat ini urine test belum tersedia
urin: di lndonesia :
*
Vl. Tata laksana
Tata lakana dispepsia dimulai dengan usaha untuk'identifi kasi patofi siologi
dan faktor penyebab sebanyak mungkin.l' Terapi dispepsia sudah dapat
dimulai berdasarkan sindroma klinis yani dominan (belum diinvestigasi) dan
dilanjutkan sesuai hasil investigasi.
I
Tabel 2. Regimen Terapi Eradikasi Hpt+'zr
Obat Dosis Durasi
i{l''ia '$td..l
PPI* 2x1 7-14hari
Amoksisilin 1000 mg (2xl )
Klaritromisin 500 mq (2x1)
iiriiitctJritromisin
i
'j'":*I I
':'
PPI* 2x1 7-14hari
Bismut subsalisilat 2x2 tablet
Metronidazole 500 mg (3x1)
Tetrasikilin 250 mq (4x1)
PPI* 2x1 7-14hari
Amoksisilin 1000 mg (2xl)
Levofloksasin 500 mq (2x'l)
l
Pada daerah dengan resistensi klaritromisin tinggi, disarankan untuk
melakukan kultur dan tes resistensi (melalui sampel endoskopi) sebelum
memberikan terapi.Tes molekular juga dapat dilakukan untuk mendeteksi Hp
dan reslstensi klaritromisin dan/atau fluorokuinolon secara langsung melalui
blopsllambung.
Setelah pemberian terapi eradikasi, maka pemeriksaan konfirmasi harus
dllakukan dengan menggunakan UBT atau H. pyloristool antigen monaclonal
tcrtPemerlksaan dapat dilakukan dalam waktu paling tidak4 minggu setelah
akhlr darl terapi yang diberikan. Untuk HpSA, ada kemungkinan hasil false
posltlve.
J
Vll: Lampiran
Lampiran 1. Algoritme Tata Laksana Dispepsia di Berbagai Tingkat
Kesehatan5
W
ffi
*Tanda bahaya: penurunan berat badan (unintended), disfagia progresif,
muntah rekuren/persisten, perdarahan saluran cerna, anemia, demam, massa
daerah abdomen bagian atas, riwayat keluarga kanker lambung, dispepsia
awitan baru pada Pasien >45 tahun.
PF: pemeriksaan fisik, SCBA: saluran cerna bagian atas, PPK-1: Pemberi
Petayanan KesehatanTingkat Pertama, PPK-2-3: Pemberi Pqlayanan Kesehatan
Tingkat Kedua dan Ketiga.
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Dispepsia dan lnfeksi Heil ,oinrt", eVtori '13
|
t
Lampiran 2. AlgoritmeTata Laksana Dlspcpsla Fungsionalt
I
Dispepsia dan lnf€ksi I'telicobdctetpylori
14 I Konsensus Nasional Penatalaksanaan
I
I
Daftar Pustaka
8. Hldrylri Pt lswan Abba! Nusl lA Malmunah U. Hubungan Seroporitivitas CagA H.pylori dengan Deraiat Keparahan Gastritis
pada Paslen Dispepsla. Dlvisl Gastrcnterohepatologi Depanemen llmu Penyakit Dalam FK UNAIR -RSU Dr Sctomo
Surabaya;2ol3. (Unpubllshed manuKrlpt). '
9. Jumlatrdata Helicobacter pylorl posltil RSUD Or Moewardl Surakarta; 2008. (Unpublished raw data). t
to. Par€wangl AML Jumlah data Helicobact€r pylori posltlf di Makassar. Makassari RSUP dr Wahldin Sudkohusodo; 2011.
(Unpubliahrd raw data).
'll.FutagamltShlmpukuM,YlnYetal.Pathophysiologyoffundionoldyspepsia.JNipPonMedSch20ll;78280-5.
12. ChoungRtTalleyNJ.Novelmechanlsmslnfundlonaldyspepsla.WorldJGanroenterol2006;12673-7.
1 3.
Harmon RC, Peura DA, Evaluation and managerrent of dyspePsia. Th€rap Adv Gastroenterol 201 0;3:87-98.
I 4.
Hunt RH, Xlro SD, Megraud F. et al. Hellcobacter pylorl ln developing countrles. World Gastroenterology Organisation Global
Guldellne. J Gastrcintesdn Ltoer Dis 201 1;20:29$304.
15. Altschuler S, PeuE DA, Helicobacter pylorl and peptic ulcer dis€ase. ln: McNally PR, ed. Gl/Livet s€<rets Plus.4th ed.
Phlladelphla, Pa: Elsevier Mosby; 201o:chap 1 l.
16. Chey WD, Woo& M, Schelman JM, Nostrant I-L Del Valle J. Lansopmzole and ranitidine affed the accura(y of the l4c-urea
bmth t€st by a pH dapendcnt mechanism. Am J Gas$oenterol, 1gg7;92t44645o.
17. Nguyen LI, UchldaT,TrulamotoV et al. Evaluatlon of rapid urine testfor the detection of Hellcobacter pylori infection in the
Vlctnamese populatlon. Dlg Dls Scl 201 0;55:89-93.
'18. Leodolter A Vak, q Bazoll F, et al. European multlcentre validatlon trlal of two new non"invasive tests for the detection of
Hellcobactcr pylorl lntibodles: urine-based EUSA and npid urinetest. Allment Pharma€olTher 2003;18;927-31.
19. Demlray curbuz E Gon€n C, Bekmen N, et al. The dlagnostic accuracy of urlne lgc antibody tesB for the detection of
Heli(obact€r pylorl lnfedlon inTurkish dy5peptlc patlents,TurkJ Ga5tro€nterol 201?23:753'8.
20. Malferth.ln€r e Megraud F, OMoraln CA, et al. Manag?ment of Hellcobacter pylori infection-th€ Maastrlcht lV/ Florence
Consensus Repolt Gut 20'l 2;6 :646-64.
1
21. Utla |( Syam AF, Slmadlbrata M, s€tiatl S, Manan C. Clinlcal evaluatlonof dyspepsia in patlents with functional dyspepsia,
with the history of Helicobacter pylorl eradication therapy in Clpto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Acta Med lndones
2010;42:86-93.
22. Syam AF, Abdullah M, Rani AA et al. A comparlson of 5 or 7 days of rabeprazole triple therapy fot eradication of Helicobacter
pylori. Med J lndones 2010:1 13-7.
23. Chey WD, Wong BC, kactlce ParameteE Committee of the Am€flan College of G. Amerlcan College of Gastoenterology
guideline on the management ofHellcobacter pylorl infection. Am J Gastloenterol 2007;'102:1808.25.
KonsensusNasionalPemtalaksanaanDispepsiadanlnfeksiHe/lcobacterpyloti
16 I
I