Anda di halaman 1dari 33

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Proses terbentuknya kerak atau sering disebut pengerakan (scaling) merupakan salah
satu masalah yang sangat merugikan dan sering dihadapi oleh dunia industri saat ini. Proses
pengerakan ini umumnya ditemukan pada peralatan proses industri seperti industri gas,
minyak, industri yang menggunakan proses destilasi, industri yang menggunakan ketel, serta
industri kimia (Badr dan Yassin, 2007; Lestari, 2004). Dalam industri perminyakan kerak
dapat ditemukan pada lubang sumur, rangkaian pompa dalam sumur, flow line, mulut pipa,
separator, tangki, dan peralatan produksi lainnya (Syahri dan Sugiharto, 2008). Pengerakan
juga dapat terjadi pada alat-alat seperti pendingin, penukar panas, dan kondensor
(Jamaialahmadih and Muller-Steinhagen, 2007). Perusahaan minyak di Indonesia dapat
menghabiskan sekitar 6-7 juta dolar untuk mengganti pipa pada bagian geotermal setiap 10
tahun sekali hanya untuk mengatasi masalah kerak (Suharso et al., 2010).
Proses pengerakan merupakan proses alami yang terjadi karena reaksi kimia antara
senyawa-senyawa anorganik pembentuk kerak yang terdapat dalam air (Weijnen et al.,1983
and Maley, 1999). Apabila senyawa-senyawa pembentuk kerak tersebut terdapat di dalam
air dengan jumlah yang melebihi kelarutannya dalam keadaan kesetimbangan, maka dapat
memperkecil diameter dan memperlambat aliran fluida pada sistem saluran pipa.
Terganggunya aliran fluida menyebabkan perpindahan panas terhambat dan apabila tidak
segera diatasi akan terjadi overheating yang akan menurunkan efisiensi. Selain itu, tekanan
pada pipa juga meningkat sehingga kemungkinan pipa akan rusak dan pecah (Asnawati,
2001). Senyawa dengan unsur alkalin, kalsium, klorida, sulfat, nitrat, besi, seng, tembaga,
fosfat, dan aluminium merupakan senyawa yang sering menyebabkan terjadinya proses
pengerakan. Faktor lain yang dapat menyebabkan pengerakan adalah kondisi lewat jenuh,
laju alir, temperatur, dan adanya pengotor serta aditif (Muryanto et al., 2012).
Metode yang paling efektif untuk menghambat laju pertumbuhan kerak yang sedang
dikembangkan saat ini adalah dengan menginjeksikan bahan-bahan kimia pencegah kerak
(scale inhibitor) ke dalam air formasi (Cowan, 1976). Metode pencegahan pembentukan
kerak dengan inhibitor terus dikembangkan karena lebih efektif, murah, dan aman. Salah
satu tanaman yang berpotensi sebagai sumber inhibitor alami adalah eceng gondok. Selain

1
jumlahnya yang selalu melimpah dan sering menjadi permasalahan pada lingkungan
perairan, tanaman eceng gondok telah diketahui juga mengandung unsur inhibitor, seperti
ditunjukkan oleh hasil penelitian Rorong dan Suryanto (2010), bahwa daun, batang dan akar
dari eceng gondok mengandung fenolik (asam galat), flavonoid (kuersitin) dan tanin, dan
memiliki potensi serta mampu berperan sebagai sensitizer alami dalam fotoreduksi ion
logam besi. Begitupula dengan hasil penelitian Wijaya, dkk. (2015), yang menunjukkan
bahwa hasil uji fitokimia pada daun eceng gondok mengindikasikan adanya steroid, tanin
dan flavonoid. Selain itu, tanaman eceng gondok dapat digunakan sebagai inhibitor
sebagaimana ditunjukkan oleh Indriyani (2016) bahwa ekstrak eceng gondok dapat
mencegah korosi yang terjadi pada baja karbon SS400 dengan lingkungan air atau basa.
Rancang bangun ekstraktor dan evaporator daun eceng gondok belum pernah
dilakukan untuk membuat ekstrak dalam skala produksi. Hasil penelitian Rorong dan
Suryanto (2010) hanya sebatas skala laboratorium dengan tujuan untuk menganalisis
kandungan total fenolik, flavonoid dan tanin dalam tumbuhan eceng gondok yang akan
digunakan sebagai sensitizer alami dalam fotoreduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Begitupula dengan
hasil penelitian Hasanah, Rizkyah dan Amelia (2016) hanya dalam skala laboratorium dengan
menggunakan maserator, seperangkat alat destilasi vakum dan rotary evaporator untuk
melakukan uji antioksidan dari daun eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms) pada
ekstrak etanol dan berbagai fraksi dari pelarut dengan berbagai tingkat kepolaran, dengan
proses pengerjaan dan mudah dan sederhana, sehingga diketahui potensi antioksidan dari
daun eceng gondok, dan pelarut yang menghasilkan fraksi dengan antioksida terbaik.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Indrayani (2016) dalam skala laboratorium bertujuan
untuk mempelajari perilaku inhibisi ekstrak eceng gondok. Kandungan kimia eceng gondok
adalah selulosa dan lignin. Lignin bersifat oksidator. Penelitian ini menggunakan baja karbon
SS400 dan dilihat pengaruh ekstarak eceng gondok terhadap korosi.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penting dilakukan penelitian yang lebih
mendalam terhadap potensi ekstrak eceng gondok sebagai inhibitor pembentukan kerak
CaCO3 dan CaSO4. Penelitian mengenai rancang bangun ekstraktor daun eceng gondok
sebagai bahan inhibitor alami dalam pembentukan kerak CaCO3 dan CaSO4 belum pernah
dilakukan, sehingga terdapat potensi novelty dan roadmap yang sangat besar dalam

2
penelitian ini. Efektifitas inhibitor ekstrak eceng gondok dalam menghambat pertumbuhan
kerak CaCO3 dan CaSO4 dapat diketahui dengan metode unseeded experiment. Sedangkan
morfologi CaCO3 dan CaSO4 dapat dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan
distribusi ukuran partikelnya akan diukur dengan Particle Size Analyzer (PSA).
B. Rumusan Permasalahan
Bagaimana merancang bangun ekstraktor daun eceng gondok yang akan digunakan
sebagai inhibitor alami pembentukan kerak CaCO3 dan CaSO4?

C. Tujuan Penelitian
Untuk merancang bangun ekstraktor daun eceng gondok yang akan digunakan
sebagai inhibitor alami pembentukan kerak CaCO3 dan CaSO4.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan metode pembuatan alat ekstraktor
untuk menghasilkan inhibitor alami dari ekstrak eceng gondok yang tepat dan berdaya guna.
Manfaat lainnya dari penelitian ini adalah:

a. Penelitian dosen yang akan berkelanjutan (roadmap) di bidang ilmu rekayasa, khususnya
teknik kimia mineral.
b. Pemanfaatan hasil penelitian untuk penyelesaian permasalahan industri, khususnya
dalam proses industri kimia yang sering menghadapi permasalahan pembentukan kerak.
c. Pemanfaatan hasil penelitian untuk penyelesaian proses tugas akhir mahasiswa yaitu
penelitian di bidang ilmu rekayasa, khususnya ilmu teknik kimia.

E. Perkembangan Penelitian
Pencapaian pelaksanaan kegiatan penelitian saat ini adalah:
1. Pengujian pendahuluan preparasi bahan baku berupa daun eceng gondok
2. Pengujian pendahuluan skala laboratorium pembuatan ekstrak eceng gondok
3. Perancangan alat ekstraktor-evaporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan
4. Konstruksi alat ekstraktor-evaporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. State of the Art
Beberapa kajian yang berkaitan dengan potensi hasil ekstrak tanaman eceng
gondok menjadi inhibitor adalah hasil penelitian Rorong dan Suryanto (2010), yang
menunjukkan bahwa daun, batang dan akar dari eceng gondok mengandung fenolik
(asam galat), flavonoid (kuersitin) dan tanin, dan memiliki potensi serta mampu berperan
sebagai sensitizer alami dalam fotoreduksi ion logam besi. Begitupula dengan hasil
penelitian Wijaya, dkk. (2015), yang menunjukkan bahwa hasil uji fitokimia pada daun
eceng gondok mengindikasikan adanya steroid, tanin dan flavonoid. Selain itu, tanaman
eceng gondok dapat digunakan sebagai inhibitor sebagaimana ditunjukkan oleh Indriyani
(2016) bahwa ekstrak eceng gondok dapat mencegah korosi yang terjadi pada baja
karbon SS400 dengan lingkungan air atau basa. Hasil penelitian lainnya Hisbulloh dkk.,
(2016) menunjukkan bahwa hasil ekstrak daun Eceng gondok mengandung senyawa non
polar dari senyawa golongan steroid dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 223,0 nm.
B. Kerak
Kerak adalah tumpukan keras dari bahan anorganik terutama pada permukaan
perpindahan panas yang disebabkan oleh pengendapan partikel mineral dalam air
(Bhatia, 2003). Kerak didefinisikan sebagai suatu deposit dari senyawa-senyawa anorganik
yang terendapkan dan membentuk timbunan kristal pada permukaan suatu substansi
(Kemmer, 1979). Kerak terbentuk karena tercapainya keadaan larutan lewat jenuh. Dalam
keadaan larutan lewat jenuh beberapa molekul akan bergabung membentuk inti kristal,
inti kristal ini akan terlarut kembali jika ukurannya lebih kecil dari ukuran partikel kritis
sementara itu kristal-kristal akan berkembang bila ukurannya lebih besar dari partikel
kritis. Apabila ukuran inti kristal menjadi lebih besar dari inti kritis, maka pertumbuhan
kristal akan dimulai dari kristal yang berukuran kecil membentuk kristal dengan ukuran
yang lebih besar (penebalan lapisan kerak). Kristal-kristal yang terbentuk mempunyai
muatan ion lebih rendah dan cenderung untuk menggumpal sehingga terbentuklah kerak
(Lestari, 2008; Hasson and Semiat, 2005).

4
Kerak juga dapat terbentuk karena campuran air yang digunakan tidak sesuai.
Campuran air tersebut tidak sesuai saat air berinteraksi secara kimia dan mineralnya
mengendap jika dicampurkan. Contoh tipe air yang tidak sesuai adalah air laut dengan
konsentrasi SO42- formasi dengan konsentrasi SO42- tinggi dan konsentrasi Ca2+ rendah dan
air sangat rendah namun konsentrasi Ca2+ tinggi. Campuran air ini menyebabkan
terbentuknya endapan CaSO4 (Badr and Yassin, 2007).

Komponen khas kerak yang sering dijumpai adalah sebagai berikut (Lestari, 2008;
Nunn, 1997) : (i) Kalsium sulfat (CaSO4), (ii) Kalsium karbonat (turunan dari kalsium
bikarbonat), (iii) Kalsium dan seng fosfat, (iv) Kalsium fosfat, sejumlah besar kalsium dan
ortofosfat. Biasanya dikarenakan air terlalu sering dirawat, (v) silika dengan konsentrasi
tinggi, (vi) besi dioksida, senyawa yang disebabkan oleh kurangnya kontrol korosi atau
alami berasal dari besi yang teroksidasi, (vii) besi fosfat, senyawa yang disebabkan karena
pembentukkan lapisan film dari inhibitor fosfat, (viii) mangan dioksida, mangan
teroksidasi tingkat tinggi, (ix) magnesium silika, silika dan magnesium pada konsentrasi
tinggi dengan pH tinggi, (x) magnesium karbonat, magnesium dengan konsentrasi tinggi
dan pH tinggi serta CO2 tinggi.
C. Eceng Gondok
Pertumbuhan eceng gondok (Eichornia crassipes) yang cepat dan tak terkendali
dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok yang tumbuh di perairan dalam jumlah
besar dapat mempercepat proses pendangkalan, karena eceng gondok yang telah mati
atau busuk akan turun ke dasar perairan. Tertutupnya permukaan air oleh eceng gondok
menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus perairan dan dapat berdampak
buruk terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan tumbuhan di dalam air. Banyaknya
eceng gondok yang tumbuh di daerah aliran sungai juga menjadikan sungai sempit dan
dangkal. Upaya pengendalian terhadap laju pertumbuhan eceng gondok yang sering
dilakukan adalah dengan cara diangkat dan dibuang ke daratan Eceng gondok juga dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman pengabsorbsi perairan yang tercemar karena eceng
gondok memiliki akar yang baik untuk penyerapan. Namun pertumbuhan eceng gondok
yang berlebihan tersebut perlu adanya kajian lebih lanjut terkait laju pertumbuhannya.
Selain itu, belum optimalnya pemanfaatannya juga menjadi perhatian (Indriyani, 2016).

5
Eceng gondok setelah diteliti mengandung beberapa senyawa dengan aktivitas
farmakologi sebagai antioksidan. Senyawa yang memiliki pengaruh tersebut adalah
senyawa golongan lignin, lignin mempunyai antioksidan yang tinggi. Lignin merupakan
biopolimer heterogen dan senyawa kimia yang merupakan bagian integral dari dinding sel
tanaman yang memberikan kekuatan mekanik tanaman selulosa (Ebrahim A, 2011). Lignin
dibentuk dari jenis monomer coniferyl alkohol dengan polimerisasi enzimatik dan
membentuk sebuah ruang bangun molekul tiga dimensi.

Antioksidan bisa diperoleh dari bahan alam, tanaman yang banyak terdapat di
Indonesia, dan berpotensi sebagai antioksidan alami salah satunya adalah eceng gondok
(Eichhornia crassipes(Mart.)Solms.). Daun, batang dan akar tumbuhan eceng gondok yang
diekstrak dengan pelarut polar yaitu air dan metanol memiliki kandungan fenolik, flavonid
dan tanin (Edi, 2010). Ekstrak etanol dari eceng gondok segar (Eichhornia crassipes(Mart.)
Solms.) dilaporkan baik sebagai antioksidan, dari penelitian uji ekstrak dalam mereduksi
Fe3+ menjadi Fe2+ dan uji penghambatan difenilpikrilhidrazil (P. Lalitha & Jayanthi, 2012).

D. Inhibitor Kerak

Inhibitor kerak pada umumnya merupakan bahan kimia yang sengaja ditambahkan
untuk mencegah atau menghentikan terbentuknya kerak bila ditambahkan dengan
konsentrasi kecil ke dalam air (Halimatuddahliana, 2003). Penggunaan bahan kimia sangat
menarik, karena dengan dosis yang sangat rendah dapat mencukupi untuk mencegah
kerak dalam periode yang lama (Cowan et al., 1976). Prinsip kerja dari inhibitor kerak
adalah pembentukan senyawa kompleks (kelat) antara inhibitor dengan unsur-unsur
penyusun kerak. Senyawa kompleks yang terbentuk larut dalam air sehingga menutup
kemungkinan pertumbuhan kristal yang besar dan mencegah kristal kerak untuk melekat
pada permukaan pipa (Patton, 1981). Biasanya, penggunaan bahan kimia tambahan untuk
mencegah pembentukan kerak didukung dengan penggunaan bola-bola spons untuk
membersihkan secara mekanis permukaan bagian dalam pipa.

Terdapat beberapa syarat yang harus dimiliki senyawa kimia sebagai inhibitor kerak yaitu:

1. Menunjukkan kestabilan termal yang cukup efektif untuk mencegah terbentuknya air
sadah dari pembentukan kerak;

6
2. Merusak struktur kristal dari padatan tersuspensi lain yang mungkin akan terbentuk;
3. Memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam penggunaannya sehingga tidak
menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi lingkungan (Al- Deffeeri, 2006).

Mekanisme kerja inhibitor kerak terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Inhibitor kerak dapat mengadsorpsi pada permukaan kristal kerak pada saat mulai
terbentuk. Inhibitor merupakan kristal yang besar yang dapat menutupi kristal yang
kecil dan menghalangi pertumbuhan selanjutnya;
2. Dalam banyak hal bahan kimia dapat dengan mudah mencegah menempelnya suatu
partikel-partikel pada permukaan padatan (Suharso et al., 2007).

Pada umumnya inhibitor kerak yang digunakan di ladang-ladang minyak atau pada
peralatan industri dibagi menjadi dua macam yaitu inhibitor kerak anorganik dan inhibitor
kerak organik. Senyawa anorganik fosfat yang umum digunakan sebagai inhibitor adalah
kondesat fosfat dan dehidrat fosfat. Pada dasarnya bahan-bahan kimia ini mengandung
grup P-O-P dan cenderung untuk melekat pada permukaan kristal. Sedangkan inhibitor
kerak organik yang biasa digunakan adalah organofosfonat, organofosfat ester dan
polimer-polimer organik (Asnawati, 2001). Inhibitor kerak yang pernah digunakan yaitu
polimer-polimer yang larut dalam air dan senyawa fosfonat.

Salah satu inhibitor kerak dari polimer-polimer yang larut dalam air yaitu polifosfat.
Polifosfat merupakan inhibitor kerak yang murah namun keefektifannya terbatas.
Keunggulan polifosfat sebagai inhibitor kerak kalsium karbonat (CaCO3) antara lain karena
kemampuannya untuk menyerap pada permukaan kristal yang mikroskopik, menghambat
pertumbuhan kristal pada batas konsentrasi rendah dan strukturnya yang mampu
merusak padatan tersuspensi. Hal ini dapat mencegah pertumbuhan kristal lebih lanjut,
atau setidaknya memperlambat proses pertumbuhan kerak. Namun, polifosfat memiliki
kelemahan utama yaitu mudah terhidrolisis pada temperatur di atas 90°C menghasilkan
ortofosfat. Penggunaan senyawa-senyawa anorganik, asam amino, polimer-polimer yang
larut dalam air seperti poliaspartat, polifosfat dan senyawa-senyawa lain seperti fosfonat,
karboksilat (Al-Deffeeri, 2006), dan sulfonat telah diketahui sangat efektif sebagai
inhibitor endapan kalsium karbonat (CaCO3).

7
BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan pada Laboratorium Kimia Terapan Teknik Kimia
Mineral, Jurusan Teknik Kimia Mineral, Kampus Politeknik ATI Makassar Jln. Sunu No. 220
Makassar.

B. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada:
1. Bulan Mei hingga Juni 2018, yaitu waktu pengambilan sampel eceng gondok.
2. Bulan Juni hingga Juli 2018, yaitu waktu pelaksanaan pembuatan larutan dan
maserasi sampel.
3. Bulan Juli hingga Agustus 2018, yaitu waktu pembuatan alat ekstraksi-evaporasi.

C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah rekayasa dalam bentuk:
1. Rancang bangun alat,
2. Eksperimental laboratorium.
3. Analisis kimia.
4. Analisis morfologi.
5. Analisis distribusi ukuran partikel.

D. Bahan
1. Bahan baku:
a. Daun eceng gondok
b. Batang eceng gondok
c. Methanol p.a
d. Ethanol p.a
e. Methanol 20%, 40%, dan 60%
f. Ethanol 20%, 40%, dan 60%
g. Aquadest panas

8
2. Bahan pembantu:
a. Kertas saring whatman
b. Kertas alumunium foil
c. Aquadest
d. Air PDAM

E. Alat dan Peralatan


1. Pengujian pendahuluan preparasi bahan baku berupa daun eceng gondok:
a. Karung 40 cm × 70 cm digunakan sebagai wadah saat mengambil eceng gondok di
kanal.
b. Pisau yang digunakan untuk memotong dan memisahkan batang eceng gondok.
c. Pengait yang digunakan untuk mengambil tanaman eceng gondok.
d. Blender bumbu digunakan untuk menghaluskan daun eceng gondok
e. Baskom bulat diameter 25 cm digunakan sebagai wadah hasil penggilingan eceng
gondok.
f. Instrument Sieving 40 mesh digunakan untuk mengayak eceng gondok agar
berukuran seragam.
g. Oven digunakan untuk menghilangkan sebagian besar air yang terkandung pada
sampel.
2. Pengujian pendahuluan skala laboratorium pembuatan ekstrak eceng gondok:
a. Gelas kimia 1000 mL digunakan sebagai wadah aquadest.
b. Labu ukur 100 mL dan 500 mL digunakan sebagai wadah larutan pengenceran.
c. Pipet volume 50 mL digunakan untuk memindahkan larutan volume 50 mL.
d. Pipet skala 10 mL digunakan untuk memindahkan larutan dengan volume 10 mL.
e. Pipet skala 2 mL digunakan untuk memindahkan larutan dengan volume 2 mL.
f. Erlenmeyer 250 mL dan 500 mL digunakan sebagai wadah maserasi bahan dengan
pelarut serta wadah penyimpanan hasil maserasi.
g. Batang pengaduk digunakan untuk menghomogenkan bahan dengan pelarut.
h. Thermometer digunakan pada alat destilasi untuk menjaga suhu.
i. Wadah penyimpan dan peralatan pendukung lainnya.

9
3. Perancangan alat ekstraktor-evporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan

a. Ekstraktor
b. Evaporator
c. Kondensor

4. Konstruksi alat ekstraktor-evaporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan:

a. Kerangka struktur penopang alat ekstraktor-evaporator dari besi dan baja

a. Tabung atau tangki dari material stainless steel.

F. Teknik Pengambilan Data


1. Pengujian pendahuluan preparasi bahan baku berupa daun eceng gondok:
a. Pengambilan sampel. Sampel berupa daun eceng gondok yang diperoleh dari salah
satu kanal di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan (terlampir). Bagian daun
eceng gondok memiliki potensi yang lebih besar menghasilkan zat inhibitor
dibandingkan dengan bagian lainnya.
b. Pengeringan. Proses pengeringan bertujuan agar kadar air pada daun eceng
gondok dapat diminimalkan. Pengeringan dilakukan di bawah matahari selama 2
hari kemudian dilanjutkan pengeringan dengan udara kering (oven). Terlampir
c. Selanjutnya dilakukan penggilingan sampel yang sudah kering. Proses penggilingan
bertujuan untuk memperkecil ukuran sampel yang dalam hal ini berupa serbuk
halus. Hal ini dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam blender bumbu.
Terlampir.
d. Selanjutnya sieving (pengayakan). Proses pengayakan ini dilakukan agar ukuran
sampel yang digunakan seragam yakni 40 mesh. Oleh karena itu sampel yang
berupa serbuk dimasukkan ke dalam instrument sieving dengan pengayak
berukuran 40 mesh. Terlampir.
2. Pengujian pendahuluan skala laboratorium pembuatan ekstrak eceng gondok:
a. Pelarut methanol 20%. Memipet methanol p.a sebanyak 100,5 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL lalu membolak-balikkan labu ukur untuk
menghomogenkan larutan yang dibuat.

10
b. Pelarut methanol 40%. Memipet methanol p.a sebanyak 200 ml kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL lalu membolak-balikkan labu ukur untuk
menghomogenkan larutan yang dibuat.
c. Pelarut methanol 60%. Memipet methanol p.a sebanyak 300 ml kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL lalu membolak-balikkan labu ukur untuk
menghomogenkan larutan yang dibuat.
d. Mesarasi dengan methanol 20%, 40%, 60% dan aquadest panas. Sampel eceng
gondok ditimbang sebanyak 5 gram di dalam Erlenmeyer 250 mL menggunakan
neraca digital. Selanjutnya merendam sampel dengan cara menambahkan pelarut
methanol 20% sebanyak 100 mL yang kemudian ditutup dengan kertas aluminium
foil lalu disimpan selama 1 × 24 jam. Langkah ini juga dilakukan untuk pelarut
methanol 40%, methanol 60%, dan aquadest panas. (terlampir)
e. Mesarasi dengan methanol p.a 450 mL dan 400 mL. Ditimbang sampel eceng
gondok yang telah halus sebanyak 100 gram untuk Erlenmeyer 1 dan 2.
Selanjutnya dilakukan perendeman terhadap kedua sampel tersebut yakni dengan
penambahan methanol p.a sebanyak 450 mL untuk Erlenmeyer 1 dan 400 mL
untuk Erlenmeyer 2. Selanjutnya sampel ditutup dengan kertas aluminium foil dan
didiamkan selama 3 × 24 jam. (terlampir)
f. Selanjutnya setiap sampel disaring menggunakan kertas saring, penyaringan
dilakukan untuk memisahkan filtrat yang merupakan ekstrak kasar eceng gondok
dengan residu yang merupakan ampas eceng gondok yang dalam penelitian ini
tidak digunakan. (terlampir)
g. Selanjutnya ekstrak kasar eceng godok didestilasi untuk memisahkan pelarut dan
ekstrak eceng gondok.
3. Perancangan alat ekstraktor-evporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan:

a. Daun eceng gondok dimasukkan ke dalam tangki ekstraktor (1) dan dilakukan
perendaman dalam kurun waktu tertentu.
b. Hasil ekstraksi daun eceng gondok dan pelarut yang dihasilkan kemudian dialirkan
ke dalam tangki evaporator (2).

11
c. Ekstrak daun eceng gondok selanjutnya dipisahkan dengan pelarutnya di dalam
evaporator dengan proses penguapan.
d. Hasil pemisahan berupa ekstrak daun eceng gondok kemudian ditampung ke
dalam wadah penampung.
e. Hasil penguapan dari tangki evaporator selanjutnya dikondensasi di tangki
kondensor (3) untuk dikembalikan ke dalam tangki ekstraktor.

(3)

(1)

(2)

Gambar 1. Rancang Bangun Ekstraktor-Evaporator

4. Konstruksi alat ekstraktor-evaporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan:

a. Pembuatan kerangka struktur penopang alat ekstraktor-evaporator yang terbuat


dari besi dan baja

b. Pembuatan material penyusun tangki ekstraktor, evaporator dan kondensor yang


terbuat dari stainless steel.

G. Analisis Data
1. Pembentukan larutan kerak dianalisis dengan metode unseeded experiment.
2. Morfologi CaCO3 dan CaSO4 dianalisis dengan Scanning Electron Microscopy (SEM).
3. Distribusi ukuran partikelnya akan diukur dengan Particle Size Analyzer (PSA).

12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengujian pendahuluan preparasi bahan baku berupa daun eceng gondok
a. Bobot eceng gondok yang diambil dari kanal adalah 10 kg dan setelah
pengeringan dan pengayakan adalah 3 kg.
b. Ukuran partikel setelah pengayakan sebesar 40 mesh.
2. Pengujian pendahuluan skala laboratorium pembuatan ekstrak eceng gondok
a. Lama dan suhu perendaman (maserasi)? Perbandingan pelarut dan eceng
gondok?
 Mesarasi dengan methanol p.a
 Waktu yang digunakan untuk mesarasi pada proses ini adalah 3×24 jam.
 Suhu yang digunakan adalah suhu kamar (28˚C).
 Perbandingan pelarut dan eceng gondok adalah 4,5 : 1 dan 4 : 1.
 Mesarasi dengan methanol 20%, 40%, 60%, dam aquadest panas.
 Waktu yang digunakan untuk mesarasi pada proses ini adalah 1×24 jam.
 Suhu yang digunakan adalah suhu kamar (28˚C).
 Perbandingan pelarut dan eceng gondok adalah 100 : 5.
b. Kepekatan larutan hasil evaporasi adalah sangat pekat dikarenakan hampir
semua pelarut habis menguap.
3. Perancangan alat ekstraktor-evaporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan
a. Kekurangan selama proses destilasi adalah suhu pada proses destilasi tidak
sesuai untuk mendapatkan hasil ekstrak yang diinginkan sehingga menyebabkan
hasil ekstrak hangus. Adapun suhu destilasi yang digunakan adalah 70-80˚C.
b. Rendeman masih belum efektif dihasilkan dari proses destilasi. Diakibatkan oleh?
4. Konstruksi alat ekstraktor-evaporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan

a. Dibutuhkan kerangka struktur penopang alat ekstraktor-evaporator yang terbuat


dari besi dan baja

13
b. Dibutuhkan material penyusun tangki ekstraktor, evaporator dan kondensor
yang terbuat dari stainless steel.

B. Pembahasan

1) Pengujian pendahuluan preparasi bahan baku berupa daun eceng gondok


a. Bobot eceng gondok yang diambil dari kanal adalah 10 kg. Hal ini disebabkan
oleh eceng gondok masih dalam keadaan basah bercampur dengan air dari kanal
sehingga bobot eceng gondok masih besar
b. Bobot eceng gondok setelah pengeringan dan pengayakan adalah 3 kg. Hal ini
disebabkan oleh adanya proses pengeringan yang bertujuan untuk
menghilangkan kadar air yang terkandung dalam eceng gondok.
2) Pengujian pendahuluan skala laboratorium pembuatan ekstrak eceng gondok
a. Ekstrak yang dihasilkan dalam bentuk padatan, namun tidak bisa ditimbang
karena melengket pada dinding labu alas bulat. Hal ini disebabkan oleh: pada
proses destilasi digunakan suhu yang tidak sesuai dalam hal ini suhu terlalu tinggi
serta labu alas bulat yang berisi sampel berkontak langsung dengan sumber
panas menyebabkan sampel menjadi kering atau berbentuk padatan yang
menempel pada dinding labu alas bulat seiring menguapnya pelarut yang lama-
kelamaan akan habis.
b. Hasil evaporasi berupa larutan berwarna kecoklatan dimana semula sebelum
didestilasi berwarna Hijau. Hal ini disebabkan oleh sampel yang teroksidasi
akibat adanya pembentukan radikal-radikal bebas yang salah satunya dipercepat
oleh panas faktor lain yang mempengaruhi terjadinya oksidasi yaitu adanya
antioksidan.
3) Perancangan alat ekstraktor-evaporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan
a. Kekurangan selama proses destilasi adalah suhu pada proses destilasi tidak
sesuai untuk mendapatkan hasil ekstrak yang diinginkan sehingga menyebabkan
hasil ekstrak hangus.

14
Gambar 2. Perancangan alat ekstraktor-evaporator

b. Rendeman masih belum efektif dihasilkan dari proses destilasi.


Alat dan peralatan yang dibutuhkan adalah:
1) Tabung SS CAP 15 liter
2) Tabung SS CAP 10 liter
3) Heater
4) Sensor temperatur tekanan
5) Kondensor
6) Dinamo Agitator
7) Bak air untuk pendinginan (condensor)
8) Pompa sirkulasi
4) Konstruksi alat ekstraktor-evaporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan

a. Dibutuhkan kerangka struktur penopang alat ekstraktor-evaporator yang terbuat


dari besi dan baja (dalam tahap konstruksi)

b. Dibutuhkan material penyusun tangki ekstraktor, evaporator dan kondensor yang


terbuat dari stainless steel (dalam tahap konstruksi)
1) Tabung SS CAP 15 liter digunakan untuk proses maserasi
2) Tabung SS CAP 10 liter (2) digunakan untuk proses evaporasi

15
3) Heater (3) digunakan sebagai pemanas
4) Sensor temperatur tekanan (4) digunakan sebagai pengatur suhu dan tekanan
5) Kondensor (5) digunakan sebagai pengatur dan pengganti suhu panas
6) Dinamo Agitator (6) digunakan sebagai pengaduk
7) Bak air untuk pendinginan (condensor) (7) digunakan sebagai bahan pendingin
8) Pompa sirkulasi (8) digunakan untuk mensirkulasikan bahan

16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengujian pendahuluan preparasi bahan baku berupa daun eceng gondok


menunjukkan bobot basah 10 kg menghasilkan 3 kg bobot kering.
2. Pada pengujian ini, ekstrak yang dihasilkan dalam bentuk cairan pekat karena
hampir semua pelarut di uapkan untuk mendapatkan ekstrak yang pekat.
3. Hasil evaporasi berupa larutan berwarna kecoklatan dimana semula sebelum
didestilasi berwarna Hijau. Hal ini disebabkan oleh sampel yang teroksidasi akibat
adanya pembentukan radikal-radikal bebas yang salah satunya dipercepat oleh
panas faktor lain yang mempengaruhi terjadinya oksidasi yaitu adanya antioksidan.

4. Perancangan alat ekstraktor-evaporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan


a. Kekurangan selama proses destilasi adalah suhu pada proses destilasi tidak
sesuai untuk mendapatkan hasil ekstrak yang diinginkan sehingga menyebabkan
hasil ekstrak hangus.
b. Rendeman masih belum efektif dihasilkan dari proses destilasi.
Alat dan peralatan yang dibutuhkan adalah:
1) Tabung SS CAP 15 liter
2) Tabung SS CAP 10 liter
3) Heater
4) Sensor temperatur tekanan
5) Kondensor
6) Dinamo Agitator
7) Bak air untuk pendinginan (condensor)
8) Pompa sirkulasi
c. Konstruksi alat ekstraktor-evaporator berdasarkan hasil pengujian pendahuluan

Dibutuhkan kerangka struktur penopang alat ekstraktor-evaporator yang


terbuat dari besi dan baja (dalam tahap konstruksi)

17
d. Dibutuhkan material penyusun tangki ekstraktor, evaporator dan kondensor yang
terbuat dari stainless steel (dalam tahap konstruksi)
9) Tabung SS CAP 15 liter digunakan untuk proses maserasi
10) Tabung SS CAP 10 liter (2) digunakan untuk proses evaporasi
11) Heater (3) digunakan sebagai pemanas
12) Sensor temperatur tekanan (4) digunakan sebagai pengatur suhu dan tekanan
13) Kondensor (5) digunakan sebagai pengatur dan pengganti suhu panas
14) Dinamo Agitator (6) digunakan sebagai pengaduk
15) Bak air untuk pendinginan (condensor) (7) digunakan sebagai bahan pendingin
16) Pompa sirkulasi (8) digunakan untuk mensirkulasikan bahan

A. Saran
Adapun saran pada pengujian ini yaitu pada proses ektraksi sebaiknya dengan
menggunakan alat evaporator agar hasil ekstraksi yang diinginkan tidak teroksidasi
ataupun rusak karena suhu yang digunakan terlalu tinggi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Al-Deffeeri, N. S. 2006. Heat Transfer Measurement as a Criterion For Performance


Evaluation of Scale Inhibition in MSF Plants in Kuwait. Desalination. (204): 423-436.

Antika, M. 2015. Pemanfaatan Senyawa Ekstrak Kulit Manggis (G. Mangostana L.) Sebagai
Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Dengan Metode Seeded Experiment. Skripsi.
Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Lampung. Lampung.

Asnawati. 2001. Pengaruh Temperatur Terhadap Reaksi Fosfonat dalam Inhibitor Kerak pada
Sumur Minyak. Jurnal Ilmu Dasar. (2): 20-26.

Badr, A., and M. A. A.Yassin. 2007. Barium Sulfate Scale Formation in Oil Reservoir During
Water Injection at High-Barium Formation Water. Journal of Applied Sciences. 7(17):
2393-2403.

Bakhtiar, A. 1991. Manfaat Tanaman Gambir. Makalah pada Penataran Petani dan Pedagang
Pengumpul Gambir di Kabupaten 50 Kota (Sumatera Barat) 29-30 November 1991.
Royal Society of Chemistry. Cambridge.

Bhatia, A. 2003. Cooling Water Problems and Solutions. Continuing Education and
Development, Inc. 9 Greyridge Farm Court Stony Point, NY 10980.

Cowan, J. C. and D. J. Weintritt. 1976. Water Formed Scale Deposit. Houston. Texas. Gulf
Publishing Co. p 484.

Aknarzadeh, Ebrahim et. al. 2011. Corrosion Inhibition of Mild Steel in Near Neutral Solution
by Kraft and Soda Lignins Extracted from Oil Palm Empty Fruit Bunch. International
Journal of Electrochemical

Science. Publication at: https://www.researchgate.net/publication/235653308

Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale Pada Proses Produksi Minyak Bumi.
Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hasson, D. and R. Semiat. 2005. Scale Control in Saline and Wastewater Desalination. Israel
Journal of Chemistry. (46): 97-104.

19
Hisbulloh, IS., Maulana, IT., dan Dasuki, UA. 2016. Isolasi Senyawa Nonpolar dari Daun Eceng
Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms). Prosiding Farmasi ISSN: 2460-6472.
Volume 2 Nomor 1, tahun 2016. Pp 113-120.

Indriyana, NL. 2016. Studi Pengaruh Ekstrak Eceng Gondok sebagai Inhibitor Korosi untuk
Pipa Baja SS400 pada Lingkungan Air. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. Vol. 4, No. 2 Agustus
2016. Pp 47-56.

Jamialahmadi, M., and M. Muller-Steinhagen. 2007. Heat Exchanger Fouling and Cleaning in
The Dihydrate Process for The Production of Phosphoric Acid. Chemical Engineering
Research Design. Pp 245-255.

Kemmer, F. N. 1979. The Nalco Water Hand Book. Nalco Chemical Co. Mc Graw Hill Book CO.
New York. (20): 1-19.

Lestari, D. E., G. R. Sunaryo, Y. E. Yulianto, S. Alibasyah, dan S. B. Utomo.

Muryanto, S., A. P. Bayuseno, W. Sediono,W. Mangestiyono, and W. Sutrisno. 2012.


Development of a Versatile Laboratory Project for Scale Formation and Control.
Education for Chemical Engineers. p 7.

Nunn, R. G. 1997. Water Treatment Essentials far Boiler Plant Operation. Mc Graw Hill. New
York. Capillary Zone Electrophoresis. Journal of A Chromatography. (934): 113-122.

Oktaviani, AM. 2012. Studi Penggunaan Senyawa TDMACMKR dan Ekstrak Gambir Sebagai
Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Dengan Metode Unseeded
Experiment. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Lampung. Lampung.

Patton, C. 1981. Oilfield Water System.2 ed. Cambeel Petroleum Series. Oklahoma. Pp 49-79.

P. Lalitha, T. and Jayanthi, P. 2012. Study of antioxidant activity of ethanolic extract of fresh
Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Der pharmacia sinica, 3(2), 271 – 277.

Rorong, JA., dan Suryanto, E. 2010. Analisis Fitokimia Enceng Gondok (Eichhornia crassipes)
dan Efeknya sebagai Agen Photoreduksi Fe. Chem. Prog. Vol. 3, No. 1. Mei 2010. Pp 33-
41.

20
Rorong, JA., dkk. 2008. Sintesis metil ester asam lemak dari minyak kelapa hasil pemanasan.
Chem. Prog. Vol. 1, No. 1. 2008. hal: 9.

Rizkyah , M., dkk. 2016. Potensi Antioksidan ekstrak dan fraksi daun eceng gondok (Eichornia
crassipes solms) yang berasal dari salah satu rawa di palembang, Indonesia. Jurnal
Penelitian Sains Vol. 18, No.3. September 2016.

Suharso, Buhani, S. Bahri and T. Endaryanto. 2010. The Use of Gambier Extracts from West
Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale Formation. Asian Journal
Research Chemistry. 1(3): 183-187.

Suharso, Buhani, T. Suhartati, dan L. Aprilia. 2007. Sintesis C- Metil-4,10,16,22 Tetrametoksi


Kaliks[4]Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium
Karbonat (CaCO3). Laporan Akhir Program Insentif. Unversitas Lampung. Bandar
Lampung.

Suherdi, A., Denian, Syamsu. 1991. Budidaya dan Pasca Panen Gambir serta
Permasalahannya. Biro Bina Pengembangan Sarana Perekonomian. Dati I Sumbar.
Padang.

Syahri, M., dan B. Sugiharto. 2008. Scale Treatment pada Pipa Distribusi Crude Oil Secara
Kimiawi. Prosiding Seminar Nasional Teknoin. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi
Industri UPN. Yogyakarta.

Wijaya, D., Purnama P., SetyaR., dan Rizal M. 2015. Screening Fitokimia dan Aktivitas
Antioksidan Daun Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia, 1(1), Mei 2015, 65-69.

Weijnen, M. P. C., W. G. J. Marchee, and G. M. V. Rosmalen. 1983. A Quantification of The


Effectiveness of An Inhibitor on The Growth Process of A Scalant. Desalination. (47):
81-92.

21
22
LAMPIRAN 1. REKAPITULASI ANGGARAN PENELITIAN

a. Biaya Penelitian:
No Jenis Pengeluaran Usulan (Rp)
1 Belanja Bahan 1.774.500
2 Belanja Jasa Profesi 100.000
Total 1.874.500
Tabel 1. Biaya Penelitian
b. Rincian Anggaran Penelitian:
No Komponen Rincian (Rp) Jumlah (Rp)
Belanja Bahan
a. Penggandaan 0
b. ATK 0
Belanja Bahan:
a. 3 Liter Water One
b. 1 Liter Alkohol 96%
c. 2,5 Liter Methanol (p.a)
d. 2 Liter Ethanol (p.a)
e. 2 Liter Aquadest Steril 1.774.500
f. Na2CO3 (p.a)
1 0
g. CaCl2 (p.a)
h. Na2SO4 (p.a)
i. FeSO4 (p.a)
Belanja Peralatan:
a. Tangki perebusan
b. Tangki pengaduk
c. Penggiling kasar 0
d. Pemanas Listrik
Jasa Analisis laboratorium:
a. Rendemen

23
b. Nilai pH
c. Kadar air 0
d. Kadar abu
e. Viskositas
f. Kekuatan gel
Belanja Jasa Profesi:
a. Praktisi 0
2 0
b. Narasumber 0
c. Kelebihan Jam Peneliti 0
Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting dalam Kota:
Makassar-Jakarta (3 orang) dalam rangka interim report:
a. Tiket PP (1 orang, 1 tujuan) 0
b. Uang Harian (1 orang, 3 hari) 0
c. Taksi Bandara (pp, 1 orang) 0
3 0

Makassar-Jakarta (3 orang) dalam rangka interim report:


a. Tiket PP (3 orang, 1 tujuan) 0
b. Uang Harian (3 orang, 3 hari) 0
c. Taksi Bandara (pp, 3 orang) 0
Total 0
Tabel 2. Rincian Anggaran

24
LAMPIRAN 2. PEMBUATAN DAN MODIFIKASI ALAT EKSTRAKTOR
1. Pengambilan Dan Persiapan Sampel:

Gambar 3. Proses Pengambilan Sampel

25
Gambar 4. Pengeringan di bawah sinar matahari

26
Gambar 5. Sieving (pengayakan)

2. Pembuatan Ekstrak Eceng Gondok

27
Gambar 6. mesarasi menggunakan pelarut methanol 20%, 40%, 60%, dan aquadest panas.

Gambar 7. mesarasi menggunakan pelarut methanol p.a dengan volume 400 mL dan 450 mL.

28
Gambar 8. Penyaringan hasil mesarasi menggunakan methanol 40% dan 60%

Gambar 9. Penyaringan hasil mesarasi menggunakan methanol p.a

29
2. Rancang Bangun dan Modifikasi Alat Ekstraktor:

30
LAMPIRAN 3. EVALUASI KEMAJUAN PENELITIAN

1. CAPAIAN PELAKSANAAN PENELITIAN:

No Capaian Pelaksanaan Penelitian Tahun 2018


05 06 07 08 09 10
1. Proposal Penelitian
2. Studi Pustaka
3. Persiapan Alat Modifikasi
4. Persiapan Bahan Konstruksi
5. Persiapan Rancang Bangun
6. Interim Report
7. Pembuatan dan analisis data gelatin
8. Laporan Hasil Penelitian
9. Presentasi

2. PERMASALAHAN PENELITIAN:

Tujuan: Evaluasi Tujuan:


Alat laboratorium dan peralatan analisis karakteristik
Permasalahan yang menghambat
fisik dan kimia dari bahan pangan
Perlunya perbaikan sarana dan prasarana laboratorium
Evaluasi permasalahan yang memenuhi standar dalam menganalisis
karakteristik fisik dan kimia dari gelatin
Rancang bangun, pengadaan dan modifikasi alat dan
Perbaikan permasalahan
peralatan produksi gelatin

3. CAPAIAN TUJUAN PENELITIAN

Tujuan: Evaluasi Tujuan:

31
Tujuan dalam penelitian ini adalah merancang bangun alat
produksi gelatin yang dapat mengolah limbah tulang ayam
Tujuan yang tertulis di Usul Penelitian broiler menjadi produk gelatin dan memodifikasi proses
pembuatan gelatin sehingga menghasilkan proses yang
tepat dan efektif dalam menghasilkan produk gelatin.
Rancang bangun alat, preparasi, analisis data dan
Tujuan yang telah dicapai
pembuatan cangkang kapsul dan edible film

Tujuan yang belum dicapai Uji Parameter Kualitas Cangkang Kapsul dan Edible Film

4. PRODUK PENELITIAN:

Produk penelitian: Peluang dan potensi produk penelitian:


Sinergitas dengan bahan ajar dosen, penelitian dan
Kemanfaatan penelitian Tugas Akhir (TA) mahasiswa dan pelaksanaan kegiatan
Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM)
Pilihan publikasi hasil penelitian Jurnal Nasional dan Internasional
Seminar nasional hasil penelitian dan publikasi dalam
Pilihan diseminasi hasil penelitian
prosiding
Prototipe hasil penelitian Penemuan alat proses produksi yang efektif dan efisien
Paten (HAKI) Paten alat dan proses produksi gelatin halal

5. ROADMAP PENELITIAN:

Tahun
No. Kegiatan
2018 2019 2020 2021 2022

1. Eksperimental laboratorium dan rancang


bangun ekstraktor daun eceng gondok
terhadap proses pengerakan CaCO3 dan
CaSO4

32
2. Riset inhibitor dan tambahan additif lainnya
terhadap proses pengerakan peralatan
industri.
3. Riset inhibitor dan tambahan additif
terhadap proses pengaratan oleh ion besi.

4. Riset inhibitor dan tambahan additif


terhadap proses pengaratan oleh ion besi
pada peralatan industri.

5. Skala proses produksi inhibitor

33

Anda mungkin juga menyukai