Identifikasi hazard, pengukuran pajanan, analisis dan diseminasi atau komunikasi hazard
kesehatan dan keselamatan yang spesifik bagi populasi pekerja berisiko dengan cara
sistematik dan berkesinambungan digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja
3. Metode Surveilans K3
Dalam rangka pemantauan hazard dan risiko yang ada di tempat kerja, maka hal penting
yang harus dilakukan adalah melakukan Surveilans Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Surveilans K3 terdiri dari strategi-strategi dan metode untuk mendeteksi dan menilai
secara sistematis dampak dari suatu pekerjaan terhadap kesehatan dan keselamatan
pekerja. Dengan surveilans maka dilakukanlah pengumpulan, analisis, interpretasi data,
dan penyebaran informasi agar dapat diambil tindakan segera yang diyakini dapat
mencegah pekerja dari penyakit dan kecelakaan.
langkah awal dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan rekognisi faktor risiko,
kemudian melakukan analisis, dan komunikasi yang nantinya diharapkan dapat
dikembangkannya sistem pengumpulan, analisis dan diseminasi serta komunikasi data
kesehatan dan keselamatan di tempat kerja
Kegiatan Program meliputi rekognisi, analisis data kesehatan seluruh pekerja berisiko,
dan komunikasi pada seluruh pihak yang berkepentingan.
Metode yang digunakan untuk pelaksanaan Program Occupational Health surveilans
adalah dengan melakukan identifikasi faktor risiko di tempat kerja dan identifikasi
pekerja di populasi yang berisiko
Pekerja
Lingkungan kerja
Pekerjaan
Noise dosimeter
Personal dust sampler
Pengukuran dengan Spirometer
Pengukuran logam berat di urine & darah
Pajanan sesaat
Pajanan kumulatif
Sampel area
Sampel individu (toksikan, BEI mis: azide iodide pd urine krn
karbondisulfida asam t-t mukonat dalam urine karena benzene)
1. Ada penyakit maupun cedera yang dapat diidentifikasi atau adanya dampak negatif
pada pekerja lain yang dinilai dapat merugikan
2. Efek penyakit dan/atau cedera tersebut terkait dengan eksposur/pajanan di
tempat kerjanya.
3. Ada kemungkinan atau probability bahwa efek penyakit dan/atau cedera tersebut
berpotensi dapat terjadi
4. Ada beberapa teknik yang berlaku untuk mendeteksi indikasi dari efek penyakit
dan/atau cedera tersebut.
Sensitif
Spesifik
Mudah untuk dilakukan dan diinterpretasikan
Aman
Non-invasif
Dapat diterima
Data yang tersedia atau didapat, digunakan untuk mengatasi masalah K3 berdasarkan
evidence, dengan menyusun upaya promotif, prevetif, kebijakan, perencanaan program
antara lain seperti berikut.
a. Konsentrasi debu, pelarut organik, pestisida, uap logam atau bahan kimia lainnya
di udara lingkuan kerja dibandingkan dengan nilai ambang batas yang
diperkenankan
b. Tingkat pajanan bising, panas, atau getaran pada individu kelompok pekerja
berisiko dibandingkan dengan nilai ambang batas yang diperkenankan.
c. Hasil pantauan biomarker timah hitam, benzene, aseton, inhibitor
kolinesterase atau bahan kimia lainnya dalam spesimen cairan tubuh pekerja
dibandingkan dengan indeks pajanan biologik
d. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan absenteisme yang terekam
dibandingkan dengan standar atau target yang ditetapkan
e. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan kecelakaan yang terekan dibandingkan
dengan stanar atau target yang ditetapkan
5. Menilai Prevalens dan insiden penyakit spesifik yang diduga berkaitan dengan
pajanan hazard di tempat kerja
6. Menentukan sasaran individu, kelompok kerja, jenis pekerjaan dan wilayah
prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
7. Menilai keberhasilan pencapaian target, mengevaluasi dan menyusun strategi
perbaikan secara terus menerus
2. Perencanaan program
CTD
Profesi utama yang bertanggungjawab dalah doketr, perawat kesja, HI dan ergonomis.
Dan membutuhkan keterlibatan manajer SDM untuk menentukan penempatan SDM.
Supervisor untuk mengawas hazard dan pekerja serta memastikan pekerja terlibat aktif
dalam surveilans kesehatan kerja.
Dikumpulkan dengan survey jalan selintas, notulen rapat P2K3 dan data pemeriksaan
kesehatan pekerja.
Biasanaynya data ini didapat dari HI atau pengukuran dengan melibatkan Laboratorium
Provider. Sedangkan Informasi penanda kimia didapat dari ACGIH dan NIOSH
Analisis hasil surveilans hazard adalah membandingkan dengan nilai ambang batas.
Analisi hasil surveilans efek kesehatan akan didapat apa, siapa, di mana,
bilamana gangguan kesehatan terjadi sehingga didapat data distribusi frekuensi
penyakit berdasarkan beberapa factor risiko.
Menggabungkan data surveilans hazard dan surveilans efek kesehatan dapat dilakukan
analisis epidemiologi untuk menjelaskan mengapa danbagaiman suatu gangguan
kesehatan timbul.
Lebih lanjut dapat dilakukan pebandigan risiko relative pada pekerja terpajan dan tidak
terpajan maka akan lebih jelas hubungan atau asosiasi antara factor risiko dan efek yang
ditimbulkan.
Hasil analisis dikomunikasikan dalam bentuk agregat dengan kode etik dan menjunjung
privasi.
Penyampaian manfaat yang tinggi dan menguntungkan banyak pihak harus dilakukan
2. Klasifikasi Bahaya
a. Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang dapat memberi
pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan orang yang terpajan.
b. Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi faktor Kimia, Biologi, Fisika, Fisiologi dan
Psikologi
b. Kelembaban (Humidity)
Yang dimaksud kelembaban di sini adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara
(dinyatakan dalam %). Kelembaban ini dipengaruhi oleh temperatur udara. Suatu keadaan
dimana temperatur udara sangat panas dan kelembabannya tinggi, akan menimbulkan
pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistim penguapan, dan pengaruh
lain ialah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai
keseimbangan antara panas tubuhnya dengan suhu disekitarnya.
d. Pencahayaan (Lighting)
Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek secara
jelas dan cepat tanpa melakukan kesalahan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan
pekerja mudah lelah karena mata akan berusaha melihat dengan cara membuka lebar-lebar.
Lelahnya mata akan mengakibatkan pula kelelahan mental dan lebih jauh bisa merusak mata.
Kemampuan mata untuk melihat objek dengan jelas akan ditentukan oleh ukuran objek,
derajat kontras antara objek dengan sekelilingnya, luminensi (brightness) serta lamanya
waktu untuk melihat objek tersebut. Untuk menghindari silau (glare) karena letak dari sumber
cahaya yang kurang tepat, maka sebaiknya mata tidak secara langsung menerima cahaya dari
sumbernya akan tetapi cahaya tersebut harus mengenai objek yang akan dilihat yang
kemudian dipantulkan oleh objek tersebut ke mata kita.
e. Kebisingan (Noise)
Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita,
karena dalam waktu panjang bunyi-bunyian tersebut dapat mengganggu ketenangan kerja,
merusak pendengaran dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi. Ada 3 aspek yang
menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan
tingkat gangguan pada manusia yaitu:
a. Lama waktu bunyi tersebut terdengar.
b. Intentitas biasanya diukur dalam satuan desibel (dB) yang menunjukan besarnya arus energi
per satuan luas.
c. Frekuensi suara yang menunjukan jumlah dari gelombang-gelombang suara yang sampai ke
telinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Hz).
g. Bau Bauan
Adanya bau-bauan yang dalam hal ini juga dipertimbangkan sebagai polusi akan dapat
mengganggu konsentrasi orang bekerja. Temperatur dan kelembaban merupakan dua faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Oleh karena itu pemakaian Air
Conditioning yang tepat merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk
menghilangkan bau-bauan yang mengganggu sekitar tempat kerja.
h. Warna
Yang dimaksud disini adalah warna tembok ruangan dan interior yang ada disekitar
tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek,
juga memberikan pengaruh yang lain seperti :
a. Warna merah bersifat merangsang.
b. Warna kuning memberikan kesan luas, terang dan leluasa.
c. Warna hijau atau biru memberikan sejuk, aman dan menyegarkan.
d. Warna gelap memberikan kesan sempit.
e. Warna terang memberikan kesan leluasa.
Dengan adanya sifat-sifat itu maka pengaturan warna ruangan tempat kerja perlu
diperhatikan dalam arti harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya. Dalam keadaan dimana
ruangan terasa sempit maka pemilihan warna yang sesuai dapat menghilangkan kesan
tersebut. Hal ini secara psikologis akan menguntungkan karena kesan sempit cenderung
menimbulkan stres.
5. Pembebanan Kerja Fisik
a. Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan
derajat kesehatan.
b. Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam
jangka waktu 8 jam sehari.
c. Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila
mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut
harus disesuaikan.
d. Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang
digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di
atas denyut nadi sebelum bekerja.
e. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan
bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
f. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.
Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari
berbagai faktor, antara lain :
faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang
digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri
faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan,
yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun
hasil akhir
faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang
melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik
maupun psikis.
A. Kesimpulan
Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-
gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan
intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai,
getaran, radiasi.
Salah satu bahan kimia yang termasuk kategori bahan berbahaya adalah
bahan-bahan yang mempunyai sifat racun.
Jelas bahwa kecelakaan kerja menelan biaya yang luar biasa tinggi. Dari segi biaya saja
dapat dipahami, bahwa terjadinya kecelakaan dalam kerja harus dicegah. Pencegahan
kecelakaan berdasarkan tentang penyebab kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan yang
terjadi di perusahaan diketahuai dengan mengadakan analisis setiap kecelakaan yang
terjadi. Selai dengan analisis, sangat penting dilakukan adanya identifikasi bahaya yang
terdapat dan dapat menimbulkan insiden kecelakaan diperusahaan serta mengasses
(assesment) besar risiko bahaya. Resiko kecelakaan kerja adalah perpaduan antara
kemungkinan terjadinya kecelakaan (probabiltas) danakibat (konsekuensi, keparahan.
Baik kemungkinan maupun akibat dapat dinyatakan dan dibuat kategori kualitatif
ataupun kuantitatif. Contoh kategori kualitatif kemungkinan dari yang paling rendah ke
kategori paling tinggi adalah :
1. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu
topi pengaman (safety helmet) topi atau tudung kepala, tutup kepala
4. Tangan dan jari: sarung tangan ( sarung tangan dengan ibujari terpisah), sarung
tangan biasa ( gloves) pelindung telapak tanga (hand pad) dan sarung tangan yang
menutupi pergelanan tangan sampai lengan (sleeve).
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
3. Kurniawidjaja LM. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI Press: 2010.
4. Ridley, John. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga;
2008. h. 39-144.
8. Team ILO-IPEC Programme kesehatan dan lingkungan di sector informal alas kaki
dan pia markkannen. Meningkatkan keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja
di sector informal alas kaki. Kantor pemburuhan Internasional. 2005.
Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi 1. Institusi
Teknologi Sepuluh November : Surabaya Sritomo
Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya Jakarta : 2000
http://id.shvoong.com/business-management/management/2134354-lingkungan-kerja-
fisik