Anda di halaman 1dari 20

Surveilance

Secara garis besar ruang lingkup surveilans K3 terbagi dua, yaitu :

1. Surveilans Efek Kesehatan dan Keselamatan

Pengumpulan, analisis & diseminasi/komunikasi data kesehatan (data penyakit) dan


data keselamatan (data kecelakaan) spesifik untuk populasi pekerja berisiko dengan cara
sitematik dan berksinabungan yang dapat digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja

2. Surveilans Hazard Kesehatan dan Keselamatan

Identifikasi hazard, pengukuran pajanan, analisis dan diseminasi atau komunikasi hazard
kesehatan dan keselamatan yang spesifik bagi populasi pekerja berisiko dengan cara
sistematik dan berkesinambungan digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja

3. Metode Surveilans K3

Dalam rangka pemantauan hazard dan risiko yang ada di tempat kerja, maka hal penting
yang harus dilakukan adalah melakukan Surveilans Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Surveilans K3 terdiri dari strategi-strategi dan metode untuk mendeteksi dan menilai
secara sistematis dampak dari suatu pekerjaan terhadap kesehatan dan keselamatan
pekerja. Dengan surveilans maka dilakukanlah pengumpulan, analisis, interpretasi data,
dan penyebaran informasi agar dapat diambil tindakan segera yang diyakini dapat
mencegah pekerja dari penyakit dan kecelakaan.

langkah awal dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan rekognisi faktor risiko,
kemudian melakukan analisis, dan komunikasi yang nantinya diharapkan dapat
dikembangkannya sistem pengumpulan, analisis dan diseminasi serta komunikasi data
kesehatan dan keselamatan di tempat kerja

Kegiatan Program meliputi rekognisi, analisis data kesehatan seluruh pekerja berisiko,
dan komunikasi pada seluruh pihak yang berkepentingan.
Metode yang digunakan untuk pelaksanaan Program Occupational Health surveilans
adalah dengan melakukan identifikasi faktor risiko di tempat kerja dan identifikasi
pekerja di populasi yang berisiko

 Data Faktor Risiko Lingkungan Kerja


 Data Pemantauan Higiene Industri
 Data Pemantauan Ergonomi
 Data Pemantauan Stres Kerja
 Data Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Bekerja, Berkala, Khusus, Return to Work,
PHK/Pensiun
 Analisis & Komunikasi Trend Faktor Risiko & Status Kesehatan, Hubungan Antara
Faktor Risiko & Efek Kesehatan

Objek Surveilans Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut;

 Pekerja
 Lingkungan kerja
 Pekerjaan

Pengukuran Pajanan pada Pekerja

 Noise dosimeter
 Personal dust sampler
 Pengukuran dengan Spirometer
 Pengukuran logam berat di urine & darah

Pengukuran Pajanan pada Lingkungan Kerja

 Kebisingan di lingkungan kerja


 Debu di lingkungan kerja
 Temperatur di lingkungan kerja
 Logam berat di lingkungan kerja

Berdasarkan pekerjaan, tergantung lama pajanan orang pada pekerjaan tersebut,


dijelaskan dalam bentuk hitungan atau fungsi dari pajanan dan tahun;
pajanan x tahun = person-years

Adapun pengukuran Pajanan juga ada dua macam, yakni

 Pajanan sesaat
 Pajanan kumulatif

Pajanan rata2 berdasarkan:

 Sampel area
 Sampel individu (toksikan, BEI mis: azide iodide pd urine krn
karbondisulfida asam t-t mukonat dalam urine karena benzene)

Persyaratan dan Teknik Pelaksanaan

Persyaratan untuk Mengadakan Surveilans K3 di Tempat Kerja adalah sebagai berikut.

1. Ada penyakit maupun cedera yang dapat diidentifikasi atau adanya dampak negatif
pada pekerja lain yang dinilai dapat merugikan
2. Efek penyakit dan/atau cedera tersebut terkait dengan eksposur/pajanan di
tempat kerjanya.
3. Ada kemungkinan atau probability bahwa efek penyakit dan/atau cedera tersebut
berpotensi dapat terjadi
4. Ada beberapa teknik yang berlaku untuk mendeteksi indikasi dari efek penyakit
dan/atau cedera tersebut.

Teknik Surveilans kesehatan harus:

 Sensitif
 Spesifik
 Mudah untuk dilakukan dan diinterpretasikan
 Aman
 Non-invasif
 Dapat diterima
Data yang tersedia atau didapat, digunakan untuk mengatasi masalah K3 berdasarkan
evidence, dengan menyusun upaya promotif, prevetif, kebijakan, perencanaan program
antara lain seperti berikut.

1. Mengolah data sebagai alat/metode guna pemantauan penyakit atau masalah K3 di


wilayah setempat
2. Memantau kemajuan pelayanan K3 dan cakupan indikator K3 secara teratur
(bulanan) dan terus menerus.
3. Menilai kesenjangan pelayanan K3 terhadap standar pelayanan K3.
4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator K3 terhadap target yang
ditetapkan, antara lain seperti beriku.

a. Konsentrasi debu, pelarut organik, pestisida, uap logam atau bahan kimia lainnya
di udara lingkuan kerja dibandingkan dengan nilai ambang batas yang
diperkenankan
b. Tingkat pajanan bising, panas, atau getaran pada individu kelompok pekerja
berisiko dibandingkan dengan nilai ambang batas yang diperkenankan.
c. Hasil pantauan biomarker timah hitam, benzene, aseton, inhibitor
kolinesterase atau bahan kimia lainnya dalam spesimen cairan tubuh pekerja
dibandingkan dengan indeks pajanan biologik
d. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan absenteisme yang terekam
dibandingkan dengan standar atau target yang ditetapkan
e. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan kecelakaan yang terekan dibandingkan
dengan stanar atau target yang ditetapkan

5. Menilai Prevalens dan insiden penyakit spesifik yang diduga berkaitan dengan
pajanan hazard di tempat kerja
6. Menentukan sasaran individu, kelompok kerja, jenis pekerjaan dan wilayah
prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
7. Menilai keberhasilan pencapaian target, mengevaluasi dan menyusun strategi
perbaikan secara terus menerus

Persiapan Pelaksanaan Surveillans Kesehatan Kerja


1. Penilaian risiko kesehatan atau HRA yang dilakukan berdasarkan hazard yang
teridentifikasi oleh tim HI. Apabila belum ada, proses identifikasi hazard dan penilaian
risiko serta HRA dilakukan oleh tim multidisiplin yang anggotanya terdiri dari wakil
pimpinan dan pelaksana dari unit kerja terkait bagian kesehatan, keselamatan, HI
ataupun lingkungan dan ergonomis.

2. Perencanaan program

Setelah mendapatkan HRA, penaggungjawab surveilans Kesja yang adalah Dokter


Kesehatan kerja Dan HI yang akan menyusun program awalan hingga menetapkan
pekerja yang berisiko, penetapan jenis hazard dan efek kesehatan.

3. Penetapan pekerja yang beresiko

4. Penetapan jenis Hazard dan efek kesehatan yang dipantau

Tabel 1 Cara penyajian data mengenai jenis Hazard yang dipantau.

Aktivitas Hazard Hazard yang Antisipasi efek


Teridentifikasi dipantau kesehatan
Survei dan Racun flora fauna Racun flora Iritasi kulit
pembukaan
Debu dari kerak Debu Pneumokoniosis
hutan
bumi
Vibrasi Gangguan syaraf
Vibrasi kendaraan tepi
Bising
Bising kendaraan Penurunan
Postur Janggal
pendengaran
Ergonomik
CTD
Pengupasan Debu Pneumokoniosis
kerak bumi
Vibrasi Gangguan syaraf
tepi
Bising
Postur janggal Penurunan
pendengaran

CTD

5. Penetapan Jenis pemeriksaan kesehatan

Tabel 2. Contoh Jenis pemeriksaan kesehatan berdasarkan hazard spesifik

Hazard Jenis pemeriksaan


Bising Audiometri, kuesioner
Debu Spirometri. Foto toraks dan kuesioner
Ultra Violet Mata dan kuit
Virus Hepatitis B HBsAg, HBcAg, SGOT dan SGPT
Pelarut organik Nerologic, iritasi mata dan saluran pernafasan, fungsi
ginjal dan hati, spirometri, dan pemantauan biologic

Tabel 3. Contoh Jenis pemeriksaan kesehatan berdasarkan hazard spesifik

Jabatan Jenis pemeriksaan


Pengguna Fungsi paru
respirator
Off shore Audiogram, Fungsi paru, drugs dan alcohol
Supir Visus, audiogram, drugs dan alcohol
Welders Urinalisis dan Biomonitoring
Fire fighter Audiogram dan fungsi paru
6. Komunikasi untuk mendapatkan dukungan dan komitmen

Melibatkan seluruh pemangku kepentingan khusunya pemimpin tertinggi dan pekerja.


Sebelum penyusunan proposal program, hendaknya dilakukan komunikasi berjenjang.

7. Pembentukan tim surveilans

Profesi utama yang bertanggungjawab dalah doketr, perawat kesja, HI dan ergonomis.
Dan membutuhkan keterlibatan manajer SDM untuk menentukan penempatan SDM.
Supervisor untuk mengawas hazard dan pekerja serta memastikan pekerja terlibat aktif
dalam surveilans kesehatan kerja.

8. Hasil pemeriksaan kesehatan dan informed concern

Tahapan Pelaksanaan Surveillans Kesehatan Kerja

1. Tahap pengumpulan data

a. Data Faktor Risiko

Dikumpulkan dengan survey jalan selintas, interview, chemical inventory, tinjauan


dokumen seperti safet data sheet.

b. Data gangguan kesehatan

Dikumpulkan dengan survey jalan selintas, notulen rapat P2K3 dan data pemeriksaan
kesehatan pekerja.

c. Data pemantauan biologic

Biasanaynya data ini didapat dari HI atau pengukuran dengan melibatkan Laboratorium
Provider. Sedangkan Informasi penanda kimia didapat dari ACGIH dan NIOSH

2. Tahap analisis data dan surveilans PAK


Dilakukan analisis trend dan interaksi pajanan, hasil pemantaun biologic dan efek
kesehatan yang ditimbulkan, baik perorangan maupun kelompok.

Analisis hasil surveilans hazard adalah membandingkan dengan nilai ambang batas.

Analisi hasil surveilans efek kesehatan akan didapat apa, siapa, di mana,
bilamana gangguan kesehatan terjadi sehingga didapat data distribusi frekuensi
penyakit berdasarkan beberapa factor risiko.

Surveilans hazard kesehatan di lingkungan dapat menjawab intensitas, pajanan dan


surveilans efek kesehatan pada pekerja menyediakan data status kesehatan pekerja.

Menggabungkan data surveilans hazard dan surveilans efek kesehatan dapat dilakukan
analisis epidemiologi untuk menjelaskan mengapa danbagaiman suatu gangguan
kesehatan timbul.

Lebih lanjut dapat dilakukan pebandigan risiko relative pada pekerja terpajan dan tidak
terpajan maka akan lebih jelas hubungan atau asosiasi antara factor risiko dan efek yang
ditimbulkan.

3. Tahap pelaporan dan pemanfaatan hasil surveilans untuk perbaikan

Pelaporan ini dilakukan pada forum yang melibatkan semua manajemen.

Hasil analisis dikomunikasikan dalam bentuk agregat dengan kode etik dan menjunjung
privasi.

Penyampaian manfaat yang tinggi dan menguntungkan banyak pihak harus dilakukan

untuk kesuksesan pelaksanaan rekomendasi, terkait program kesehatan yang


diencanakan.
A. Bahaya Fisik di Tempat Kerja dan Dampaknya Terhadap Kesehatan

1. Pengertian Lingkungan Kerja Fisik


Menurut Sedarmayanti (2007) lingkungan kerja fisik adalah semua yang terdapat
disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak
langsung”.
Menurut Sarwono (2005) Lingkungan kerja fisik adalah tempat kerja pegawai
melakukan aktivitasnya. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat dan emosi kerja
para karyawan. Faktor-faktor fisik ini mencakup suhu udara di tempat kerja, luas ruang kerja,
kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-faktor fisik ini sangat mempengaruhi tingkah
laku manusia.
Menurut Robbins (2002) Lingkungan kerja fisik juga merupakan factor penyebab
stress kerja pegawai yang berpengaruh pada prestasi kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja fisik adalah: suhu kebisingan, penerangan, dan mutu udara.

2. Klasifikasi Bahaya
a. Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang dapat memberi
pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan orang yang terpajan.
b. Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi faktor Kimia, Biologi, Fisika, Fisiologi dan
Psikologi

3. Bahaya Fisik di Tempat Kerja


Lingkungan kerja yang tidak sehat sering kali mengganggu para pekerja dan dapat
mengurangi keefektifitasan dari pekerja itu sendiri. Dibawah ini akan diuraikan beberapa
lingkungan kerja yang tidak sehat dan juga mengganggu kinerja dari pekerja itu sendiri.
Bahaya ini seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin bising kurang penerangan
getaran yang berlebihan radiasi dan sebagainya, Keadaan tempat kerja yang terlalu panas
mengakibatkan karyawan cepat lelah karena kehilangan cairan. Bila panas di lingkungan ini
berlebihan suhu tubuh akan meningkat yang menimbulkan gangguan kesehatan, pada
keadaan berat suhu tubuh sangat tinggi yang mengakibatkan pingsan sampai kematian,
keadaan yang terlalu dingin juga akan menyebabkan karyawan sering sakit sehingga akan
menurunkan daya tahan tubuhnya.

4. Macam-Macam Bahaya Fisik ditempat Kerja dan Dampaknya bagi Kesehatan


a. Temperatur
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar adalah jika perubahan
temperatur luar tubuh tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk
kondisi dingin. Semua ini dari keadaan normal tubuh. Dalam keadaan normal anggota tubuh
manusia mempunyai temperatur berbeda-beda, seperti bagian mulut sekitar 37ºC, dada
sekitar 35ºC, dan kaki sekitar 28ºC.
Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri karena memiliki
kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan jika terjadi
kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya. Menurut penyelidikan untuk berbagai
tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut
 ± 49ºC : Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh di atas tingkat kemampuan
fisik dan mental.
 ± 30ºC : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk dalam
pekerjaan, serta menimbulkan kelelahan fisik.
 ± 24ºC : Kondisi optimum.
 ± 10ºC : Kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul.
Dari suatu penelitian diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia
akan mencapai tingkat paling tinggi pada temperatur sekitar 24ºC sampai 27ºC.

b. Kelembaban (Humidity)
Yang dimaksud kelembaban di sini adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara
(dinyatakan dalam %). Kelembaban ini dipengaruhi oleh temperatur udara. Suatu keadaan
dimana temperatur udara sangat panas dan kelembabannya tinggi, akan menimbulkan
pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistim penguapan, dan pengaruh
lain ialah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai
keseimbangan antara panas tubuhnya dengan suhu disekitarnya.

c. Sirkulasi Udara (Ventilation)


Seperti kita ketahui udara di sekitar kita mengandung sekitar 21% Oksigen, 0,03%
Karbondioksida dan 0,9% gas lainnya (campuran). Oksigen terutama merupakan gas yang
dibutuhkan oleh makhluk hidup terutama untuk menjaga kelangsungan hidupnya (proses
metabolisme). Udara di sekitar kita dikatakan kotor bila kadar oksigen di udara telah
berkurang dan bercampur dengan gas-gas lain yang berbahaya bagi kesehatan. Jika kita
menghirup udara kotor kita akan marasa sesak dan akan lebih cepat merasa lelah. Sirkulasi
udara dengan memberikan ventilasi yang cukup akan menggantikan udara yang kotor dengan
udara yang bersih. Demikian juga dengan menaruh tanaman akan mampu membantu
memberi kebutuhan akan oksigen yang cukup.

d. Pencahayaan (Lighting)
Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek secara
jelas dan cepat tanpa melakukan kesalahan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan
pekerja mudah lelah karena mata akan berusaha melihat dengan cara membuka lebar-lebar.
Lelahnya mata akan mengakibatkan pula kelelahan mental dan lebih jauh bisa merusak mata.
Kemampuan mata untuk melihat objek dengan jelas akan ditentukan oleh ukuran objek,
derajat kontras antara objek dengan sekelilingnya, luminensi (brightness) serta lamanya
waktu untuk melihat objek tersebut. Untuk menghindari silau (glare) karena letak dari sumber
cahaya yang kurang tepat, maka sebaiknya mata tidak secara langsung menerima cahaya dari
sumbernya akan tetapi cahaya tersebut harus mengenai objek yang akan dilihat yang
kemudian dipantulkan oleh objek tersebut ke mata kita.

e. Kebisingan (Noise)
Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita,
karena dalam waktu panjang bunyi-bunyian tersebut dapat mengganggu ketenangan kerja,
merusak pendengaran dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi. Ada 3 aspek yang
menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan
tingkat gangguan pada manusia yaitu:
a. Lama waktu bunyi tersebut terdengar.
b. Intentitas biasanya diukur dalam satuan desibel (dB) yang menunjukan besarnya arus energi
per satuan luas.
c. Frekuensi suara yang menunjukan jumlah dari gelombang-gelombang suara yang sampai ke
telinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Hz).

f. Getaran Mekanis (Mechanical Vibration)


Gerakan mekanis dapat diartiakn sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-
alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-
akibat yang kurang baik untuk tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas,
frekuensi, getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia
juga memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi
getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara lain :
a. Mempengaruhi konsentrasi kerja
b. Mempercepat datangnya kelelahan
c. Gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti : mata, syaraf, oto-otot, dll.

g. Bau Bauan
Adanya bau-bauan yang dalam hal ini juga dipertimbangkan sebagai polusi akan dapat
mengganggu konsentrasi orang bekerja. Temperatur dan kelembaban merupakan dua faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Oleh karena itu pemakaian Air
Conditioning yang tepat merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk
menghilangkan bau-bauan yang mengganggu sekitar tempat kerja.

h. Warna
Yang dimaksud disini adalah warna tembok ruangan dan interior yang ada disekitar
tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek,
juga memberikan pengaruh yang lain seperti :
a. Warna merah bersifat merangsang.
b. Warna kuning memberikan kesan luas, terang dan leluasa.
c. Warna hijau atau biru memberikan sejuk, aman dan menyegarkan.
d. Warna gelap memberikan kesan sempit.
e. Warna terang memberikan kesan leluasa.
Dengan adanya sifat-sifat itu maka pengaturan warna ruangan tempat kerja perlu
diperhatikan dalam arti harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya. Dalam keadaan dimana
ruangan terasa sempit maka pemilihan warna yang sesuai dapat menghilangkan kesan
tersebut. Hal ini secara psikologis akan menguntungkan karena kesan sempit cenderung
menimbulkan stres.
5. Pembebanan Kerja Fisik
a. Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan
derajat kesehatan.
b. Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam
jangka waktu 8 jam sehari.
c. Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila
mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut
harus disesuaikan.
d. Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang
digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di
atas denyut nadi sebelum bekerja.
e. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan

bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut.

f. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya


kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian
yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.

Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian


kepada :

 manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan

 properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin

 lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan

 kualitas produk barang dan jasa

 nama baik perusahaan.

Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui


pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-
upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi.

Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari
berbagai faktor, antara lain :

 faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang
digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri
 faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan,
yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun
hasil akhir

 faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang
melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik
maupun psikis.

A. Kesimpulan
Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-
gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan
intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai,
getaran, radiasi.

KIMIA TERHADAP LINGKUNGAN


Berdasarkan Kepmen 187 tahun 1999 bahan kimia berbahaya adalah
bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran yang berdasarkan sifat
kimia dan atau campuran yang berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan
atau toksikologi berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.

Salah satu bahan kimia yang termasuk kategori bahan berbahaya adalah
bahan-bahan yang mempunyai sifat racun.

Lingkungan kimia yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan


kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat
memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui
: inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran
pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi
kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan
kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya
acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam TUBUH.
Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
a) Korosi
· Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem
pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.
· Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
b) Iritasi
· Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak.
Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi
pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas,
peradangan dan oedema ( bengkak )
· Contoh :
o Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .
o Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide,
phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
c) Reaksi Alergi
· Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi
pada kulit atau organ pernapasan
· Contoh :
o Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti
chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.
o Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde,
nickel.
d) Asfiksiasi
· Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer
yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah.
Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5%
volume udara.
· Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada
darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.
· Contoh :
o Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
o Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen
cyanide, hidrogen sulphide
e) Kanker
· Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah
terbukti pada manusia.
· Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara
jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan .
· Contoh :
o Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride (
liver angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih
); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);
o Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon
tetrachloride, dichromates, beryllium
f) Efek Reproduksi
· Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari
seorang manusia.
· Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan
pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh
:aborsi spontan.
· Contoh :
o Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari
ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide,
lead, thalidomide, pelarut.
g) Racun Sistemik
· Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ
atau sistem tubuh.
· Contoh :
o Otak : pelarut, lead, mercury, manganese
o Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon
disulphide
o Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
o Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
o Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )

Bahan-bahan beracun dalam industri dapat digolongkan dalam beberapa


golongan, yakni:
a. Senyawa logam dan metaloid
b. Bahan pelarut
c. Gas-gas beracun
d. Bahan karsinogenik
e. Pestisida

Untuk pengendalian faktor kimiawi terhadap aneka pendekatan teknis yang


biasanya cukup handal sebagai cara pengendalian terhadap resiko terjadinya
ganguaan kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja. Teknik dan
teknologi pengendalian faktor kimiawi tersebut antara lain:
1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih berbahaya dengan bahan
yang kurang bahayanya atau tidak berbahaya sama sekali, misalnya
karbontetraklorida diganti dengan triklor etilen.
2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan
kedalam ruang tempat kerja agar kadar zat kimia berbahaya oleh
masuknya udara ini menjadi lebih rendah dari pada kadar yang
membahayakan yaitu dibawah kadar nilai ambang batas (NAB).
3. Ventilasi keluar setempat (local exhausters) ialah instalasi yang mengisap
udara disuatu tempat kerja tertentu melalui kanopi, agar zat-zat kimia dari
tempat tertentu yang membahayakan dihisap dan dialirkan keluar ruang
tempat kerja.
4. Isolasi, yaitu mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang
membahayakan. Misalnya isolasi mesin yang sangat hiruk pikuk, agar
intensitas kebisingan tidak menjadi gangguan lagi.
5. Pakaian pelindung sesuai dengan keperluannya, misalnya massker,
kacamata, sarung tangan, sepatu, topi, pakaian kerja dan lain-lain biasanya
sangat berguna untuk melindungi kesehatan dan keselamatan tenaga kerja
serta memungkinkan tenaga kerja dapat dengan aman melakukan
pekerjaan sehingga produktif oleh karena dilindungi oleh alat pelindung
diri (APD) yang dipakainya.

Jelas bahwa kecelakaan kerja menelan biaya yang luar biasa tinggi. Dari segi biaya saja
dapat dipahami, bahwa terjadinya kecelakaan dalam kerja harus dicegah. Pencegahan
kecelakaan berdasarkan tentang penyebab kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan yang
terjadi di perusahaan diketahuai dengan mengadakan analisis setiap kecelakaan yang
terjadi. Selai dengan analisis, sangat penting dilakukan adanya identifikasi bahaya yang
terdapat dan dapat menimbulkan insiden kecelakaan diperusahaan serta mengasses
(assesment) besar risiko bahaya. Resiko kecelakaan kerja adalah perpaduan antara
kemungkinan terjadinya kecelakaan (probabiltas) danakibat (konsekuensi, keparahan.
Baik kemungkinan maupun akibat dapat dinyatakan dan dibuat kategori kualitatif
ataupun kuantitatif. Contoh kategori kualitatif kemungkinan dari yang paling rendah ke
kategori paling tinggi adalah :

1. Kemungkinan tidak terjadi

2. Kemungkinan terjadi tapi sangat kecil

3. Kemungkinan terjadi kadang-kadang saja


4. Kemungkinan terjadi pasti tetapi jarang

5. Dan kemungkinan terjadi berulang

Pencegahan ditujukan kepda lingkungan, mesin,peralatan kerja, perlenglapan kerja, dan


terutama faktor manusia. Lingkuan harus memenuhi syarat lingkuan kerja yang aman
serta memenuhi persyaratan keselamatan, penyelenggaraan kerumahtanggan yang baik,
kondisi gedung yang memenuhi syrat keselamatan, dan perencanaan yang sepenuhnya
memperhatikan faktor keselamatan, syarat-syarat lingkungan kerja meliputi higene
umum, sanitasi, ventilasi udara, pencahayaan dan penerangan ditempat kerja, dan
pengaturan suhu udara diruang kerja. Setiap upaya pencegehaan kecelakaan denagn cara
menghilangkan atau mengurangi sebab-musababnya selalu akan disertai menurunnya
angka frekuensi kecelakaan (injury frequency rate) yaitu jumlah kecelakaan yang
membawa korban dikalikan 1.000.000 (sejuta) dibagi dengan jumlah jam orang yang
bekerja dalam perusahaan yang bersangkutan dan angka keparahan kecelakaan (injury
severity rate) yaitu jumlah hari kerja yang hilang dialikan 1.000 dibagi dengan sejumlah
jam orang yang bekerja dalam perusahaan yang bersangkutan. Selain itu keberhasialan
upaya pencegahan dapat dinilai dari panjangya waktu tidak terjadinya kecelakaan
misalnya yang tidak menyebabkan hilangnya hari kerja (zero accident). Namu pada
sewaktu-waktu penurunan angka kecelakaan ni tidak terjadi demikian pesat, tidak
speerti penurunan pada keadaan awal program. Penyebab dari tidak pesatnya angak
kecelakaan tersebut ialah faktor manusia yang tidak dapat dikoreksi labih jauh lagi.

Alat Pelindung Diri

Perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya teknis pengamanan tempat,


mesin,peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan, namun kadang-kadang risiko
terjadinya kecelakaan masih belum spenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan
alat pelindung diri (alat proteksi diri) (personal protective device) . jadi penggunaan APD
adalah alternatif terakhir yaitu oerlengkapan dari sgenap upaya teknis pencegahan
kecelakaan. APD harus memenuhi persyratan :

1. Enak (nyaman) dipakai

2. Tidak menggangu pelaksanaan pekerjaan

3. Memberingan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi


Pakaian kerja harus dianggap sebagai lat perlindungan terhadap nahaya kecelkaan.
Pakaian kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlangan pendek, pas (tidak
longgar) pada dada atau pungguan, tidak ada dasi tidak ada lipatan atau kerutan yang
mungkin mendatangka bahaya. Wanita sebaiknya mengenakan celana panjang, jala atau
ikat rambut, baju yang pas dan tidak mengenakan perhiasan. Pakaian kerja sintetis hanya
baik terhadap bahan kimia korosif, tetapi justru bahaya pada lingkunan kerja dengan
bahan yang dapat meledak oleh aliran listrik statis.Alat proteksi diri beaneka ragam. Jika
digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis alat proteksi diri
dapat dilihat pada daftar sbb :

1. Kepala : pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai jenis yaitu
topi pengaman (safety helmet) topi atau tudung kepala, tutup kepala

2. Mata : kacamata pelindung (protective goggles)

3. Muka : Pelindung muka (face shields)

4. Tangan dan jari: sarung tangan ( sarung tangan dengan ibujari terpisah), sarung
tangan biasa ( gloves) pelindung telapak tanga (hand pad) dan sarung tangan yang
menutupi pergelanan tangan sampai lengan (sleeve).

5. Kaki : sepatu pengaman (safety shoes)

6. Alat pernafasan: Respirator, masker alat bantu pernafasan.

7. Telinga : Sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff)

8. Tubuh : pakaian kerja menurut keperluan yaitu pakaian kerja yang


tahan panasm tahan dingin, pakaian kerja lainnya

9. Lainnya : sabuk pengaman1

PENUTUP

KESIMPULAN

perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan


serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja,
serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja disektor kesehatan tidak
terkecuali dirumah sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya
ditempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling
berat tergantung jenis pekerjaannya. Dan meningkatnya absensi dan kecelakaan kerja
karena penurunan kesehatan kerja dapat dilakukan pemeriksaan assesement.

DAFTAR PUSTAKA

1. R.K, Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: CV


Sagung Seto; H. 272-579.
2. Escuderol, H.G., Chen, M.L., Leo, Y.S. Surveillance of Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) in the Postoutbreak Period. Singapore Medical Journal. 2005:
165.

3. Kurniawidjaja LM. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI Press: 2010.

4. Ridley, John. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga;
2008. h. 39-144.

5. Lauwerys, R.R., Hoet, P. Industrial Chemical Exposure Guidelines for Biological


Monitoring 3rd Edition. USA: CRC Press LLC; 2001.

6. Suardi R. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen


Risiko. Jakarta: Penerbit PPM; 2007. h. 1,8,88-90.

7. M Soeripto. Higiene Industri: Pengenalan Bahaya Faktor Kimia di Lingkungan


Kerja. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 28.

8. Team ILO-IPEC Programme kesehatan dan lingkungan di sector informal alas kaki
dan pia markkannen. Meningkatkan keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja
di sector informal alas kaki. Kantor pemburuhan Internasional. 2005.

9. Kesehatan kerja. 12 Oktober 2012. Diunduh dari: http://prodia.co.id/layanan-


khusus/cup-okupasi.

Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi 1. Institusi
Teknologi Sepuluh November : Surabaya Sritomo

Suma’mur, 1989, “Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja”, PT Temprint: Jakarta


Cermin Dunia Kedokteran No. 154, 2007

Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya Jakarta : 2000

http://id.shvoong.com/business-management/management/2134354-lingkungan-kerja-
fisik

Anda mungkin juga menyukai