Anda di halaman 1dari 81

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyusun penerapan
model praktik keperawatan professional. Dalam proses penyusunan ini, penulis
banyak menemui kesulitan dan hambatan. Puji Tuhan atas bantuan dari semua
pihak, akhirnya makalah ini dapat penulis selesaikan. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. ……………………………., selaku Direktur RS Mardi Rahayu Kudus.
2. …………………………………, selaku Kepala Seksi Bidang Keperawatan
Rawat Inap RS Mardi Rahayu Kudus
3. …………………………………., selaku Koordinator Staf manajemen RS
Mardi Rahayu Kudus
4. Ilham Setyo Budi, S.Kp, M.Kes selaku Ketua STIKES Cendekia Utama
Kudus
5. ……………………………., selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
STIKES Cendekia Utama Kudus
6. ………………………………, selaku Dosen Mata Kuliah ………………..
program studi S1 Keperawatan STIKES Cendekia Utama Kudus
7. Dwi Haryanto, AMK, selaku Kepala Ruang Kana di RS Mardi Rahayu Kudus
8. Seluruh staf perawat dan karyawan di ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan analisa jurnal ini masih jauh
dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan analisa jurnal ini. Semoga
analisa makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik dimasa kini maupun
masa yang akan datang bagi pembaca umumnya khususnya tenaga kesehatan
khususnya.

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajemen pada dasarnya berfokus pada perilaku manusia untuk
mencapai tingkat tertinggi dari produktivitas pada pelayanan di suatu
kegiatan. Pada suatu instansi membutuhkan seorang manajer yang terdidik
dalam pengetahuan dan ketrampilan tentang perilaku manusia untuk
mengelola kegiatan. Manajemen merupakan serangkaian aktivitas (termasuk
perencanaan, pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia,
financial, fisik dan informasi) dengan maksud mencapai tujuan organisasi
secara efisien dan efektif (Griffin, 2004).
Manajemen keperawatan merupakan pelaksanaan pelayanan keperawatan
melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien. Manajemen mengandung tiga prinsip pokok yang menjadi ciri utama
penerapannya yaitu efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya, efektif dalam
memilih alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, dan rasional
dalam pengambilan keputusan manajerial. Penerapan manajemen
keperawatan memerlukan peran tiap orang yang terlibat di dalamnya untuk
menyikapi posisi masing-masing melalui fungsi manajemen (Muninjaya,
2004).
Rumah sakit merupakan sebuah institusi perawatan kesehatan profesional
yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli
kesehatan lainnya (Sabarguna, 2008). Suatu rumah sakit memerlukan
pengorganisasian untuk melancarkan jalan sukses. Organisasi rumah sakit
memiliki pemimpin dan staf-staf yang bergerak dibidangnya agar organisasi
di rumah sakit mampu mejalankan pelayanan yang optimal.
Pengorganisasian dalam manajemen keperawatan mempunyai banyak
aktifitas penting, antara lain bagaimana asuhan keperawatan dikelola secara
efektif dan efisien untuk sejumlah pasien di rumah sakit dengan jumlah staf

2
keperawatan dan fasilitas yang ada. Untuk diperlukan pembagian tugas, kerja
sama, dan koordinasi sehingga semua pasien mendapatkan pelayanan yang
optimal. Oleh karena itu menejer keperawatan perlu menetapkan kerangka
kerja, yaitu dengan cara: mengelompokan dan membagi kegiatan yang harus
dilakukan, menentukan jalinan hubungan kerja antara tenaga dan
menciptakan hubungan antara kepala-staf melalui penugasan, delegasi dan
wewenang.
Dalam model pengembangan praktik keperawatan profesional peran dan
fungsi ruang Kana merupakan hal yang sangat penting sehingga kompetensi
kepemimpinan dan manajemen yang mutlak dibutuhkan karena kemampuan
itu manajer ruang Kana akan diuji untuk menata pengorganisasian staf dan
menentukan sistem pemberian asuhan keperawatan kepada pasien sebagai
refleksi pelaksanaan praktik keperawatan profesional.
Dalam menjalankan fungsi manajerial, ruang Kana di RS Mardi Rahayu
Kudus belum melaksanakan secara normatif. Hal ini terlihat pada fungsi
perencanaan seperti belum melakukan pre conference, post conference,
kebutuhan tenaga staf keperawatan, dalam fungsi kepemimpinan ruang Kana
tidak melakukan pemeriksaan dokumen asuhan keperawatan dan tidak
melakukan pemeriksaan daftar hadir anggota staf. Hal Ini terlihat dalam
observasi selama 1 bulan di RS Mardi Rahayu Kudus.
Berdasarkan pandangan penulis diatas yang menyebutkan bahwa ruang
Kana belum melaksanakan tugasnya dengan maksimal maka mendorong
penulis untuk melakukan penelitian tentang Pengelolaan Ruang Kana tentang
Pelaksanaan Fungsi Manajerial di RS Mardi Rahayu Kudus.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka permasalahanya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana pengelolaan ruang Kana di RS Mardi Rahayu Kudus tentang
pelaksanaan fungsi manajerial ?

3
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana pengelolaan ruang Kana tentang pelaksanaan
fungsi manejerial di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengelolaan ruang Kana tentang pelaksanaan
fungsi perencanaan di RS Mardi Rahayu Kudus
b. Untuk mengetahui pengelolaan ruang Kana tentang pelaksanaan
fungsi pengorganisasian di RS Mardi Rahayu Kudus
c. Untuk mengetahui pengelolaan ruang Kana tentang pelaksanaan
fungsi pengaturan staf di RS Mardi Rahayu Kudus
d. Untuk mengetahui pengelolaan ruang Kana tentang pelaksanaan
fungsi kepemimpinan di RS Mardi Rahayu Kudus
e. Untuk mengetahui pengelolaan ruang Kana tentang pelaksanaan
fungsi pengendalian di RS Mardi Rahayu Kudus
D. Manfaat Penelitian
1. Direktur rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam kebijakan
rumah sakit terkait SOP kegiatan timbang terima pasien di ruang rawat
inap secara umum dan khususnya di ruang rawat inap Kana, sehingga
dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan dapat meningkatkan
mutu pelayanan di rumah sakit.
2. Bidang keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi bidang
keperawatan dalam mengembangkan SOP timbang terima di ruang rawat
inap Kana dalam upaya meningkatkan manajemen pelayanan
keperawatan terutama di ruang rawat inap sehingga asuhan keperawatan
dapat diberikan secara optimal terhadap pasien. Dan juga dapat dijadikan
sebagai acuan bagi Bidang Keperawatan dalam memilih metode asuhan
keperawatan yang tepat berdasarkan kondisi ruangan Kana saat ini.

4
3. Perawat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dasar keterlibatan dan
tolok ukur kepala ruangan serta staf keperawatan lainnya dalam
mengoptimalkan komunikasi efektif saat timbang terima untuk
meningkatkan keselamatan dan kesembuhan pasien.
4. Akademik/teoritis/keilmuan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dan penguat
terhadap teori keperawatan tentang manajemen keperawatan terutama
berkaitan dengan kegiatan timbang terima pasien.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen
1. Definisi Manajemen
Manajemen melibatkan orang-orang sebagai upaya untuk bekerja
dan mengelola suatu pekerjaan untuk memperoleh hasil dan mencapai
tujuan yang telah ditentukan (Herujito, 2001).
“to manage” adalah kata kerja yang sering digunakan mengandung
arti “control” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
mengelola, menangani atau mengendalikan.
Manajemen menggunakan manusia maupun sumber daya lainnya
untuk mencapai sebuah tujuan melalui proses yang meliputi: planning,
organizing actuating and controlling (Terry, 1997 dalam Herujito, 2001)
Terry, 1997 dalam Herujito, 2001 membagi fungsi-fungsi pokok
manajemen ke dalam empat proses, yaitu:
a. Planning
Planning merupakan kegiatan untuk mengetahui penyebab dan
tujuan dalam melakukan tindakan-tindakan selanjutnya.
b. Organizing
Organizing merupakan pembagian pekerjaan antar sesama anggota
kelompok dan membuat ketentuan yang berlaku.
c. Actuating
Kegiatan memotivasi setiap anggota kelompok untuk melakukan
pekerjaan berdasarkan tugas yang ditetapkan.
d. Controlling
Penyesuaian rencana yang sudah dibuat dengan pelaksanaannya.
2. Manajemen Kesehatan
Manajemen kesehatan menempatkan rumah sakit sebagai tempat
dimana perawat mampu mengaplikasikan pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu perawat harus memahami konsep dan aplikasinya.

6
Konsep yang dimaksud dalam hal ini menurut Arwani, 2005 adalah
konsep manajemen keperawatan, dimana dilakukan perencanaan,
pengumpulan data, analisa dan menyusun langkah-langkah perencanaan,
melakukan pengendalian, pengawasan dan pelaksanaan model
keperawatan profesional.
Sebuah pelayanan keperawatan disebut profesional apabila tim
keperawatan mengelola dan menjalankan empat fungsi dalam
manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan
motivasi (Nursalam, 2000).

B. Manajemen Keperawatan
1. Konsep Manajemen Keperawatan
a. Defenisi
Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi
dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan
proses manajemen untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan
keperawatan dan pelayanan keperawatan (Huber, 2000). Kelly dan
Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen keperawatan dapat
didefenisikan sebagai suatu proses dari perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai
tujuan. Proses manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu
perencanaan, pengorganisasian, kepersonaliaan, pengarahan dan
pengendalian (Marquis dan Huston, 2010). Swanburg (2000)
menyatakan bahwa manajemen keperawatan adalah kelompok dari
perawat manajer yang mengatur organisasi dan usaha keperawatan
yang pada akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses dimana
perawat manajer menjalankan profesi mereka.
Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi
pekerjaan perawat pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan.
Suyanto (2009) menyatakan bahwa lingkup manajemen keperawatan
adalah manajemen pelayanan kesehatan dan manajemen asuhan

7
keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan adalah pelayanan
di rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga
tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang
keperawatan), manajemen menegah (kepala unit pelayanan atau
supervisor), dan manajemen bawah (kepala ruang perawatan).
Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh
manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya.
Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap perawat
untuk memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien.
Tugas manager keperawatan adalah merencanakan, mengatur,
mengarahkan dan mengawasi keuangan yang ada, peralatan dan
sumber daya manusia untuk memberikan pengobatan yang efektif
dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 2000).
b. Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan
Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen
keperawatan untuk memberikan perawatan kepada pasien. Swanburg
(2000) menyatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen keperawatan
sebagai berikut:
1. Manajemen keperawatan adalah perencanaan
2. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif
3. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan
4. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah
urusan manajer perawat
5. Manajemen keperawatan adalah suatu perumusan dan
pencapaian tujuan sosial
6. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian
7. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau
tingkat sosial, disiplin, dan bidang studi
8. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan,
dari lembaga, dan lembaga dimana organisasi itu berfungsi
9. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan

8
10. Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin
11. Manajemen keperawatan memotivasi
12. Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif
13. Manajemen keperawatan adalah pengendalian / pengevaluasian.
c. Fungsi-Fungsi Manajemen Keperawatan
Manajemen memerlukan peran orang yang terlibat di dalamnya
untuk menyikapi posisi masing-masing sehingga diperlukan fungsi-
fungsi yang jelas mengenai manajemen (Suarli dan Bahtiar, 2009).
Fungsi manajemen pertama sekali diidentifikasi oleh Henri Fayol
(1925) yaitu perencaanaan, organisasi, perintah, koordinasi, dan
pengendalian. Luther Gulick (1937) memperluas fungsi manajemen
fayol menjadi perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), personalia (staffing), pengarahan (directing),
pengkoordinasian (coordinating), pelaporan (reporting), dan
pembiayaan (budgeting) yang disingkat menjadi POSDCORB.
Akhirnya, fungsi manajemen ini merujuk pada fungsi sebagai proses
manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
ketenagaan, pengarahan, pengawasan (Marquis dan Huston, 2010).
Fungsi manajemen menurut G.R. Terry adalah planning, organizing,
actuating, dan controlling, sedangkan menurut S.P. Siagian fungsi
manajemen terdiri dari planning, organizing, motivating, dan
controlling (Suarli dan Bahtiar, 2009).
1) Perencanaan kegiatan keperawatan di ruang rawat inap
Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen.
Perencanaan adalah koordinasi dan integrasi sumber daya
keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk
mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan
(Huber, 2000). Perencanaan adalah usaha sadar dan
pengambilan keputusan yang diperhitungkan secara matang
tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang akan datang
oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah

9
ditetapkan (Siagian, 1992). Suarli dan Bahtiar (2009)
menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu keputusan dimasa
yang akan datang tentang apa, siapa, kapan, dimana, berapa, dan
bagaimana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu
yang dapat ditinjau dari proses, fungsi dan keputusan.
Perencanaan memberikan informasi untuk mengkoordinasikan
pekerjaan secara akurat dan efektif (Swanburg, 2000).
Perencanaan yang adekuat dan efektif akan mendorong
pengelolaan sumber yang ada dimana kepala ruangan harus
mengidentifikasi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek serta melakukan perubahan (Marquis dan Huston, 2010).
Suarli dan bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan
sangat penting karena mengurangi ketidakpastian dimasa yang
akan datang, memusatkan perhatian pada setiap unit yang
terlibat, membuat kegiatan yang lebih ekonomis,
memungkinkan dilakukannya pengawasan.
Fungsi perencanaan pelayanan dan asuhan keperawatan
dilaksanakan oleh kepala ruang. Swanburg (2000) menyatakan
bahwa dalam keperawatan, perencanaan membantu untuk
menjamin bahwa klien akan menerima pelayanan keperawatan
yang mereka inginkan. Perencanaan kegiatan keperawatan di
ruang rawat inap akan memberi petunjuk dan mempermudah
pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan pelayanan
dan asuhan keperawatan kepada klien. Perencanaan di ruang
rawat inap melibatkan seluruh personil mulai dari perawat
pelaksana, ketua tim dan kepala ruang. Tanpa perencanaan yang
adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal
(Marquis dan Huston, 2010).
2) Pengorganisasian keperawatan di ruang rawat inap
Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan.
Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan,

10
menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan,
menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian
wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai
tujuan (Muninjaya, 2004). Huber (2000) menyatakan bahwa
pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya manusia
dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi,
dapat juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu
dengan yang lain. Pengorganisasian dapat dilihat secara statis
dan dinamis. Secara statis merupakan wadah kegiatan
sekelompok orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara
dinamis merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja
yang teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan tertentu
(Suarli dan Bahtiar, 2009).
Manfaat pengorganisasian untuk penjabaran secara terinci
semua pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan,
pembagian beban kerja sesuai dengan kemampuan
perorangan/kelompok, dan mengatur mekanisme kerja antar
masing-masing anggota kelompok untuk hubungan dan
koordinasi (Huber, 2000). Marquis dan Huston (2010)
menyatakan bahwa pada pengorganisasian hubungan ditetapkan,
prosedur diuraikan, perlengkapan disiapkan, dan tugas
diberikan.
Prinsip-prinsip organisasi saling ketergantungan dan
dinamis. Kepala ruangan dapat menciptakan lingkungan yang
meransang dalam praktik keperawatan. Prinsip-prinsip
pengorganisasian menurut Swanburg (2000) adalah:
a) Prinsip rantai komando
Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk
memuaskan anggota efektif secara ekonomi dan berhasil
dalam mencapai tujuan. Komunikasi cenderung ke bawah
dan satu arah. Pada organisasi keperawatan, rantai komando

11
ini datar, dengan garis manajer dan staf teknis serta
administrasi yang mendukung perawat pelaksana.
b) Prinsip kesatuan komando
Prinsip kesatuan komando menyatakan bahwa seorang
perawat pelaksana mepunyai satu pemimpin dan satu
rencana. Keperawatan primer dan manajemen kasus
mendukung prinsip prinsip kesatuan komando ini.
c) Prinsip rentang Kontrol
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap perawat harus dapat
mengawasi secara efektif dalam hal jumlah, fungsi, dan
geografi. Pada prinsip ini, makin kurang pengawasan yang
diperlukan untuk perawat. Perawat harus memiliki lebih
banyak pengawasan untuk menghindari terjadinya
kesalahan. Kepala ruangan harus lebih banyak
mengkoordinasikan.
d) Prinsip spesialisasi
Prinsip spesialisasi menyatakan bahwa setiap orang harus
menampilkan satu fungsi kepemimpinan tunggal, sehingga
ada devisi kerja atau pembagian tugas yang membentuk
departement.
3) Ketenagaan keperawatan di ruang rawat inap
Pengaturan staf dan penjadwalan adalah komponen utama
dalam manajemen keperawatan. Swanburg (2000) menyatakan
bahwa pengaturan staf keperawatan merupakan proses yang
teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk menentukan jumlah
dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada standar yang ditetapkan
sebelumnya. Manajer bertanggung jawab dalam mengatur
sistem kepegawaian secara keseluruhan (Gillies, 2000).
Ketenagaan adalah kegiatan manajer keperawatan untuk
merekrut, memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan

12
perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi
(Marquis dan Huston, 2010). Ketenagaan juga memastikan
cukup atau tidaknya tenaga keperawatan yang terdiri dari
perawat yang profesional, terampil, dan kompeten. Kebutuhan
ketenagaan dimasa yang akan datang harus dapat diprediksi dan
suatu rencana harus disusun secara proaktif untuk memenuhi
kebutuhan.
Manager harus merencanakan ketenagaan yang memadai
untuk memenuhi kebutuhan asupan pasien. Upaya harus
dilakukan untuk menghindari kekurangan dan kelebihan
personalia saat ada fluktuasi jumlah dan akuitas pasien.
Kebijakan prosedur ketenagaan dan penjadwalan harus tertulis
dan dikomunikasikan kepada semua staf. Kebijakan dan
penjadwalan tidak boleh melanggar undang-undang
ketenagakerjaan atau kontrak pekerja. Kebijakan ketenagaan
harus yang ada harus diteliti secara berkala untuk menentukan
apakah memenuhi kebutuhan staf dan organisasi. Upaya harus
terus dilakukan agar dapat menggunakan metode ketenagaan
dengan inovatif dan kreatif (Marquis dan Huston, 2010).
4) Pengarahan keperawatan di ruang rawat inap
Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer
berusaha memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik,
kerja sama, dan negosiasi (Marquis dan Huston, 2010).
Pengarahan adalah fungsi manajemen yang memantau dan
menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber yang efektif dan
efisien mencapai tujuan (Huber, 2000). Pengarahan yang efektif
akan meningkatkan dukungan perawat untuk mencapai tujuan
manajemen keperawatan dan tujuan asuhan keperawatan
(Swanburg, 2000). Motivasi sering disertakan dengan kegiatan
orang lain mengarahkan, bersamaan dengan komunikasi dan
kepemimpinan (Huber, 2006).

13
5) Pengendalian keperawatan di ruang rawat inap
Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari
manajemen keperawatan yang terjadi selama perencanaan,
pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan (Swanburg, 2000).
Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian rencana,
proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan
yang telah ditetapkan (Huber, 2006). Selama fase pengendalian,
kinerja diukur menggunakan standar yang telah ditentukan dan
tindakan diambil untuk mengoreksi ketidakcocokan antara
standar dan kinerja (Marquis dan Huston, 2010). Fungsi
pengawasan bertujuan agar penggunaan sunber daya lebih
efisien dan staf dapat lebih efektif untuk mencapai tujuan
program (Muninjaya, 2004).
Prinsip pengawasan yang harus diperhatikan manager
keperawatan dalam menjalankan fungsi pengendalian
(Muninjaya, 2004) adalah:
1. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staf dan
hasilnya mudah diukur
2. Pengawasan merupakan kegiatan penting dalam upaya
mencapai tujuan organisasi
3. Standar untuk kerja harus dijelaskan kepada semua staf.

2. Peran kepala ruangan dalam manajemen keperawatan


a. Defenisi
Peran adalah kumpulan norma untuk perilaku seseorang dalam
suatu posisi khusus seperti ibu, anak, dokter, perawat dan sebagainya
(Maramis, 2006). Soekanto (1990) menyatakan bahwa peran adalah
aspek dinamis dari kedudukan (status) dan apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
maka dia menjalankan suatu peran.

14
Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional
yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola
kegiatan pelayanan keperawatan di satu ruang rawat (Depkes, 1994).
Kepala ruangan secara administratif dan fungsional bertanggung
jawab kepada kepala bidang perawatan, secara teknis medis
operasional bertanggung jawab kepada dokter penanggung jawab
atau dokter yang berwenang.
b. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat
inap yang dilaksanakan oleh kepala ruangan melibatkan seluruh
personil mulai dari perawat pelaksana, ketua tim, dan kepala
ruangan. Sebelum melakukan perencanaan terlebih dahulu dianalisa
dan dikaji sistem, strategi organisasi, sumber-sumber organisasi,
kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritas (Swanburg,
2000). Kepala ruangan harus melibatkan seluruh individu dan unit
organisasi terkait perencanaan (Marquis dan Huston, 2010).
Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi
perencanaan kebutuhan tenaga dan penugasan tenaga,
pengembangan tenaga, kebutuhan logistik ruangan, program kendali
mutu yang akan disusun untuk pencapaian tujuan jangka pendek,
menengah dan panjang. Disamping itu kepala ruang merencanakan
kegiatan di ruangan seperti pertemuan dengan staf pada permulaan
dan akhir minggu.Tujuan pertemuan adalah untuk menilai atau
mengevaluasi kegiatan perawat sudah sesuai dengan standar atau
belum, sehingga dapat dilakukan perubahan-perubahan atau
pengembangan dari kegiatan tersebut (Swanburg, 2000).
Unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan menurut Suarli dan
Bahtiar (2009), yaitu:
1. Meramalkan (forecasting), misal memperkirakan kecenderungan
masa depan (peluang dan tantangan)

15
2. Menetapkan tujuan (estabilishing objektive), menyusun acara
yang urutan kegiatannya menurut skala prioritas
3. Menyusun jadwal pelaksanaan (scheduling), misal menetapkan /
memperhitungkan waktu dengan tepat
4. Menyusun anggaran (budgeting), misal mengalokasikan sumber
yang tersedia (uang, alat, manusia) dengan memperhitungkan
waktu dengan tepat
5. Mengembangkan prosedur, misal menentukan tata cara yang
paling tepat
6. Menafsirkan dan menetapkan kebijakan (interpreting and
estabilishing policy), misalnya menafsirkan kebijakan atasan
dan menetapkan kebijakan operasional.
Peran kepemimpinan yang berhubungan dengan hierarki
perencanaan menurut Marquis dan Huston (2010), yaitu:
1. Mengkaji lingkungan eksternal dan internal
2. Berpikir kreatif dan inovatif dalam perencanaan
3. Mempengaruhi dan menginspirasi anggota agar aktif terlibat
dalam perencanaan jangka panjang
4. Secara periodik melakukan klarifikasi nilai untuk meningkatkan
kesadaran diri
5. Mengarahkan untuk mendengarkan aktif dan memberikan
umpan balik
6. Mengkomunikasikan tujuan organisasi kepada anggota
7. Memotivasi anggota untuk terlibat aktif dalam mengambil
keputusan
8. Terbuka untuk ide baru dan berbagai ide
9. Menjadi model peran dalam menetapkan metode perencanaan
c. Fungsi Pengorganisasian
Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasi
kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan di ruang rawat inap
(Swanburg, 2000) meliputi :

16
1. Struktur organisasi
Struktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari : struktur,
bentuk dan bagan. Berdasarkan keputusan Direktur rumah sakit
dapat ditetapkan struktur organisasi ruang rawat inap untuk
menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan
baik vertikal maupun horizontal. Juga dapat dilihat posisi tiap
bagian, wewenang dan tanggung jawab serta jalur tanggung
gugat. Bentuk organisasi disesuaikan dengan pengelompokan
kegiatan atau sistem penugasan.
2. Pengelompokam kegiatan
Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang
harus diselesaikan untuk mencapai tujuan. Kegiatan perlu
dikumpulkan sesuai dengan spesifikasi tertentu. Pengelompokan
kegiatan dilakukan untuk memudahkan pembagian tugas pada
perawat sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang
mereka miliki serta disesuaikan dengan kebutuhan klien. Ini
yang disebut dengan metoda penugasan keperawatan. Metoda
penugasan tersebut antara lain : metode fungsional, metode
alokasi klien/keperawatan total, metode tim keperawatan,
metode keperawatan primer, dan metode moduler.
3. Koordinasi kegiatan
Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan
kerjasama yang selaras satu sama lain dan saling menunjang
untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif. Selain itu perlu
adanya pendelegasian tugas kepada ketua tim atau perawat
pelaksana dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap.
4. Evaluasi kegiatan
Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai
apakah pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala ruang
berkewajiban untuk memberi arahan yang jelas tentang kegiatan

17
yang akan dilakukan. Untuk itu diperlukan uraian tugas dengan
jelas untuk masing-masing staf dan standar penampilan kerja.
5. Kelompok kerja
Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerjasama antar staf
dan kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan
motivasi kerja dan perasaan keterikatan dalam kelompok untuk
meningkatkan kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan
asuhan keperawatan.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala ruangan sebagai
manajemen yang terintegrasi dalam pengorganisasin menurut
Marquis dan Huston (2010) yaitu:
1. Kepala ruangan memandang struktur organisasi sebagai
peta yang memberi jalan kepada siapa mereka harus
berkomunikasi dan siapa yang memiliki kewenangan
2. Kepala ruangan memiliki pemahaman personal tentang
rancanagan organisasi yang lebih besar
3. Kepala ruangan memahami kesulitan yang menyertai setiap
struktur, sehingga dapat memberi dukungan.
4. Kepala ruangan harus memiliki pengetahuan tentang
budaya organisasi, meningkatkan pengembangan budaya
yang konstruktif, menjelaskan serta mengkomunikasikan
pengembangan budaya tersebut kepada perawat pelaksana.
5. Kepala ruangan berpikir kritis dan memiliki perilaku model
peran yang baik untuk menyelesaikan masalah
6. Kepala ruangan menahan diri untuk tidak menghakimi dan
mendukung semua anggota untuk ikut berpartisipasi dan
berkontribusi
7. Kepala ruangan memahami organisasi dan mengenali apa
yang dapat dibentuk, diubah, dan yang tetap.

18
d. Fungsi Ketenagaan
Ketenagaan mengerjakan perekrutan, wawancara, mengontrak,
dan orientasi staf. Keberhasilan perekrutan tergantung pada sumber
daya alam, jumlah tenaga perawat yang memadai, gaji yang
kompetitif, reputasi organisasi, daya tarik lokasi, dan status ekonomi.
Manajer bertanggung jawab dalam merekrut perawat (Swanburg,
2000).
Hubungan kepala ruangan dengan perekrut harus bersifat
kolaboratif. Kepala ruangan terlibat dalam perekrutan, wawancara,
dan pemilihan pegawai. Keterlibatan kepala ruangan tergantung pada
besar institusi, adanya departemen personalia yang terpisah, adanya
perekrut perawat organisasi tersebut dan penggunaan manajemen
keperawatan yang sentralisasi dan desentralisasi. Merekrut perawat
dilakukan dengan wawancara sebagai metode seleksi penerimaan
perawat (Marquis dan Huston, 2010).
Wawancara dapat dijadikan sebafai landasan untuk memilih
orang untuk berbagai posisi. Hal yang paling penting dalam
perektutan adalah mengawasi staf baru selama proses (Swanburg,
2000). Program orientasi yang dipersiapkan dan dilaksanakan
dengan baik mengajarkan perawat baru mengenai perilaku yang
sesuai dengan tujuan organisasi. Orientasi perawat baru yang
berhasil akan mengurangi terjadinya gesekan (Marquis dan Huston,
2010).
Peran kepala ruangan dalam ketenagaan meliputi perencanaan
untuk keperluan ketenagaan selanjutnya dan perubahan di dunia
keperawatan. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam penyusunan
sistem kepegawaian (Gillies, 2000). Kepala ruangan sangat berperan
dalam penjadwalan, pengembangan perawat, sosialisai perawat,
mengadakan pelatihan untuk perawat (Marquis dan Huston, 2010).
Manager harus mengetahui jumlah jabatan yang diatur pada setiap

19
klasifikasi kerja temasuk jabatan yang kosong. Anggaran keuangan
angan memperlihatkan pekerja apa yang dibutuhkan (Gillies, 2000).
Penjadwalan yang dilakukan sendiri memberikan kesempatan
dan tanggung jawab kepada perawat untuk membuat jadwal kerja
sendiri (Marquis dan Huston, 2010). Gillies (2000) menyatakan
bahwa dalam hal penjadwalan kepala ruangan harus mengatur
tentang pola-pola perputaran jawdal, jadwal-jadwal liburan, dan
praktek-praktek lembur. Alat dan metode yang digunakan untuk
menentukan kebutuhan kepersonaliaan perlu ditinjau ulang secara
berkala. Tanggung jawab fiskal dan etis adalah fungsi yang
menyertai ketenagaan (Marquis dan Huston, 2010).
Berdasarkan pada filosofi para kepala ruangan dalam hal
mengembangkan fungsi ketenagaan menurut Gillies (2000) adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan seorang staf perawat yang profesional secara
keseluruhan dalam ruangan
2. Memberikan staf yang tepat dengan perbandingan perawat 1:1
dengan pasien untuk setiap jam kerja
3. Tenaga kesehatan lain dengan perbandingan 2:1 dengan pasien
setiap ruangan
4. Melibatkan seluruh staf perawat dalam menyusun program
ketenagaan
5. Membagi tenaga perawat secara merata dalam hal jadwal libur,
jam kerja,waktu putaran, waktu istirahat.
6. Bertanggung dalam perencanaan ketenagaan
7. Membuat jadwal perawat paling cepat jadwal 2 bulan
8. Mengerti akan kebutuhan staf dalam hal istirahat, liburan
9. Memberikan penghargaan kepada perawat berprestasi.
e. Fungsi Pengarahan
Fungsi pengarahan selalu berkaitan erat dengan perencanaan
kegiatan keperawatan di ruang rawat inap dalam rangka menugaskan

20
perawat untuk melaksanakan mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Kepala ruangan dalam melakukan kegiatan pengarahan melalui:
saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah,
melakukan pendelegasian, menggunakan komunikasi yang efektif,
melakukan kolaborasi dan koordinasi (Swanburg, 2000). Memotivasi
adalah menunjukkan arah tertentu kepada perawat atau staf dan
mengambil langkah yang perlu untuk memastikan mereka sampai
pada tujuan (Soeroso, 2003).
Kepala ruangan haruslah menunjukkan bahwa ia memiliki
kemampuan bekerja yang harmonis, bersikap objektif dalam
menghadapai persoalan dalam pelayanan keperawatan melalui
pengamatan, dan objektif juga dalam menghadapi tingkah laku
stafnya. Kepala ruangan harus peka akan kodrat manusia yang punya
kelebihan dan kekurangan, memerlukan bantuan orang lain, dan
mempunyai kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial (Muninjaya,
2004).
Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan komunikasi
interpersonal yang baik. Kepala ruangan setiap hari berkomunikasi
dengan pasien, staf, dan atasan setiap hari (Nursalam, 2012).
Komunikasi membentuk inti kegiatan manajemen dan melewati
semua proses manajemen (Marquis dan Huston, 2010).
Prinsip komunikasi manajer keperawatan menurut Nursalam (2012),
yaitu:
1. Manajer harus mengerti struktur organisasi, siapa yang terkena
dampak dari keputusan yang dibuat. Jaringan komunikasi formal
dan informal perlu dibangun antara manajer dan staf
2. Komunikasi bukan hanya sebagai perantara, tetapi sebagai
proses yang tak terpisahkan dalam organisasi
3. Komunikasi harus jelas, sederhana, dan tepat.
4. Perawat profesional adalah mampu berkomunikasi dengan
secara adekuat, lengkap dan cepat.

21
5. Manajer harus meminta umpan balik apakah komunikasi dapat
diterima
6. Menjadi pendengar yang baik adalah komponen penting dalam
komunikasi.
Konflik sering terjadi dalam tatanan asuhan keperawatan.
Konflik yang terjadi antar staf dengan staf, staf dengan pasien, staf
dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter (Swanburg,
2000). Manajer memiliki interaksi dengan staf yang memiliki nilai,
keyakinan, latar belakang dan tujuan berdeda yang menjadi sumber
terjadinya konflik (Marquis dan Huston, 2010). Sebagai manajer
keperawatan, kepala ruangan memiliki asumsi bahwa konflik suatu
hal yang dapat dihindari dan jika konflik tidak dikelola dengan baik,
maka dapat menghasilkan penyelesaian yang kreatif dan berkualitas.
Kepala ruangan menggunakan konflik yang konstruktif dalam
menciptakan lingkungan yang produktif (Nursalam, 2012).
Pengarahan akan mencapai tujuannya jika dikerjakan dengan
baik. Dauglas dalam Swansburg (2000) mengatakan bahwa ada dua
belas aktivitas teknis yang berhubungan dengan pengarahan pada
manajemen, yaitu:
1. Merumuskan tujuan perawatan yang realistis untuk pelayanan
keperawatan, pasien dan perawat pelaksana
2. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan klien sehubungan
dengan tugas-tugas perawat pelaksana
3. Melaksanakan koordinasi untuk efisiensi pelayanan
4. Mengidentifikasi tanggung jawab dari perawat pelaksana
5. Memberikan perawatan yang berkesinambungan
6. Mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas dari
perawat pelaksana
7. Memberikan kepemimpinan untuk perawat dalam hal
pengajaran, konsultasi, dan evaluasi
8. Mempercayai anggota

22
9. Menginterpretasikan protokol
10. Menjelaskan prosedur yang harus diikuti
11. Memberikan laporan ringkas dan jelas
12. Menggunakan proses kontrol manajemen
f. Fungsi Pengendalian
Ukuran kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan dengan
indikator proses yaitu nilai dokumentasi keperawatan, indikator out
put yaitu tingkat kepuasan klien, tingkat kepuasan perawat, lama hari
rawat. Untuk kegiatan mutu yang dilaksanakan kepala ruang
meliputi: Audit dokumentasi proses keperawatan tiap dua bulan
sekali, survei kepuasan klien setiap kali pulang, survei kepuasan
perawat tiap enam bulan, survei kepuasan tenaga kesehatan lain, dan
perhitungan lama hari rawat klien, serta melakukan langkah-langkah
perbaikan mutu dengan memperhitungkan standar yang ditetapkan
(Swanburg, 2000).
Tambahan peran manajer dalam pengendalian adalah
menentukan seberapa baik staf melakukan tugas yang diberikan. Hal
ini dilakukan dengan penilaian kinerja. Proses penilaian kinerja staf
dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai
untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang tinggi (Nursalam,
2012). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa penilaian
kinerja membuat staf mengetahui tingkat kinerja mereka.
Dalam melaksanakan penilaian kinerja, manajer perlu
menetapkan orang yang bertanggung jawab mengevaluasi setiap staf.
Idealnya supervisor mengevaluasi rekan terdekatnya, dimana satu
orang mengevaluasi kerja rekannya secara akurat (Nursalam, 2012).
Staf harus dilibatkan dalam proses penilaian kinerja dan memandang
penilaian ini sebagai hal yang akurat dan adil (Marquis dan Huston,
2010).
Peran Manajer dapat mempengaruhi faktor motivasi dan
lingkungan. Tetapi faktor lain yang mungkin mempengaruhi

23
tergantungnya tugas, khususnya bagaimana manajer bekerja dalam
suatu organisasi. Secara umum peran manajer dapat dinilai dari
kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan staf.
Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik,
psikis, dimana kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui
peran manajer dalam memperlakukan stafnya. Hal ini dapat
ditanamkan kepada manajer agar diciptakan suasana keterbukaan
dan memberikan kesempatan kepada staf untuk melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya (Marquis dan Huston, 2010).

3. Timbang Terima
a. Definisi
Timbang terima memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah
itu diantaranya handover, handoffs, shift report, signout, signover
dan cross coverage. Handover adalah komunikasi oral dari informasi
tentang pasien yang dilakukan oleh perawat pada pergantian shift
jaga. Friesen (2008) menyebutkan tentang definisi dari handover
adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggungjawab dan
tanggunggugat) selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan
yang mencakup peluang tentang pertanyaan, klarifikasi dan
konfirmasi tentang pasien. Handoffs juga meliputi mekanisme
transfer informasi yang dilakukan, tanggungjawab utama dan
kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke perawat yang akan
melanjutnya perawatan.
Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu cara
dalam menyampaikan sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan
keadaan klien. Handover adalah waktu dimana terjadi perpindahan
atau transfer tanggungjawab tentang pasien dari perawat yang satu
ke perawat yang lain. Tujuan dari handover adalah menyediakan
waktu, informasi yang akurat tentang rencana perawatan pasien,

24
terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan
antisipasinya.
b. Tujuan Timbang Terima
1. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data
fokus).
2. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam
asuhan keperawatan kepada klien.
3. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti
oleh dinas berikutnya.
4. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Timbang terima (handover) memiliki tujuan untuk mengakurasi,
mereliabilisasi komunikasi tentang tugas perpindahan informasi
yang relevan yang digunakan untuk kesinambungan dalam
keselamatan dan keefektifan dalam bekerja.
Timbang terima (handover) memiliki 2 fungsi utama yaitu:
a. Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan
mengekspresikan perasaan perawat.
b. Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam
penetapan keputusan dan tindakan keperawatan.
c. Langkah-langkah dalam Timbang Terima
1. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.
2. Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang
akan disampaikan.
3. Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung
jawab shift selanjutnya meliputi:
a. Kondisi atau keadaan pasien secara umum
b. Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan
c. Rencana kerja untuk dinas yang menerima laporan
4. Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan secara jelas
dan tidak terburu-buri.

25
5. Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara
langsung melihat keadaan pasien. (Nursalam, 2002)
d. Prosedur dalam Timbang Terima
1. Persiapan
a. Kedua kelompok dalam keadaan siap.
b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.
2. Pelaksanaan
Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima kepada masing-
masing penanggung jawab:
a. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift atau
operan.
b. Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan
timbang terima dengan mengkaji secara komprehensif yang
berkaitan tentang masalah keperawatan klien, rencana
tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal
penting lainnya yang perlu dilimpahkan.
c. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian
yang lengkap sebaiknya dicatat secara khusus untuk
kemudian diserah terimakan kepada perawat yang
berikutnya.
d. Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima
adalah :
1) Identitas klien dan diagnosa medis.
2) Masalah keperawatan yang kemungkinan masih
muncul.
3) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum
dilaksanakan.
4) Intervensi kolaborasi dan dependen.
5) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan
dalam kegiatan selanjutnya, misalnya operasi,
pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang

26
lainnya, persiapan untuk konsultasi atau prosedur
lainnya yang tidak dilaksanakan secara rutin.
e. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan
klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap
hal-hal yang kurang jelas Penyampaian pada saat timbang
terima secara singkat dan jelas
f. Lama timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5
menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan
penjelasan yang lengkap dan rinci.
g. Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung
pada buku laporan ruangan oleh perawat. (Nursalam, 2002)
Timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu:
a. Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan
melimpahkan tanggungjawab. Meliputi faktor informasi
yang akan disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya.
b. Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan
pulang dan datang melakukan pertukaran informasi. Waktu
terjadinya operan itu sendiri yang berupa pertukaran
informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah
antara perawat yang shift sebelumnya kepada perawat shift
yang datang.
c. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang
tentang tanggung jawab dan tugas yang dilimpahkan.
Merupakan aktivitas dari perawat yang menerima operan
untuk melakukan pengecekan data informasi pada medical
record atau pada pasien langsung.
e. Metode dalam Timbang Terima
1. Timbang terima dengan metode tradisional
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kassesan dan Jagoo
(2005) di sebutkan bahwa operan jaga (handover) yang masih
tradisional adalah:

27
a. Dilakukan hanya di meja perawat.
b. Menggunakan satu arah komunikasi sehingga tidak
memungkinkan munculnya pertanyaan atau diskusi.
c. Jika ada pengecekan ke pasien hanya sekedar memastikan
kondisi secara umum.
d. Tidak ada kontribusi atau feedback dari pasien dan
keluarga, sehingga proses informasi dibutuhkan oleh pasien
terkait status kesehatannya tidak up to date.
2. Timbang terima dengan metode bedside handover
Menurut Kassean dan Jagoo (2005) handover yang
dilakukan sekarang sudah menggunakan model bedside
handover yaitu handover yang dilakukan di samping tempat
tidur pasien dengan melibatkan pasien atau keluarga pasien
secara langsung untuk mendapatkan feedback.
Secara umum materi yang disampaikan dalam proses
operan jaga baik secara tradisional maupun bedside handover
tidak jauh berbeda, hanya pada handover memiliki beberapa
kelebihan diantaranya:
a. Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil
keputusan terkait kondisi penyakitnya secara up to date.
b. Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara
pasien dengan perawat.
c. Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada
kondisi pasien secara khusus.
Bedside handover juga tetap memperhatikan aspek tentang
kerahasiaan pasien jika ada informasi yang harus ditunda terkait
adanya komplikasi penyakit atau persepsi medis yang lain
3. Timbang terima Menggunakan Tape recorder
Melakukan perekaman data tentang pasien kemudian
diperdengarkan kembali saat perawat jaga selanjutnya telah
datang. Metode itu berupa one way communication.

28
4. Timbang terima Menggunakan komunikasi Oral atau
spoken
Melakukan pertukaran informasi dengan berdiskusi.
5. Timbang terima Menggunakan komunikasi tertulis –written
Melakukan pertukaran informasi dengan melihat pada medical
record saja atau media tertulis lain.
Berbagai metode yang digunakan tersebut masih relevan untuk
dilakukan bahkan beberapa rumah sakit menggunakan ketiga metode
untuk dikombinasi. Menurut Joint Commission Hospital Patient
Safety, menyusun pedoman implementasi untuk timbang terima,
selengkapnya sebagai berikut:
1. Interaksi dalam komunikasi harus memberikan peluang untuk
adanya pertanyaan dari penerima informasi tentang informasi
pasien.
2. Informasi tentang pasien yang disampaikan harus up to date
meliputi terapi, pelayanan, kodisi dan kondisi saat ini serta yang
harus diantipasi.
3. Harus ada proses verifikasi tentang penerimaan informasi oleh
perawat penerima dengan melakukan pengecekan dengan
membaca, mengulang atau mengklarifikasi.
4. Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat penyakit,
termasuk perawatan dan terapi sebelumnya.
5. Handover tidak disela dengan tindakan lain untuk
meminimalkan kegagalan informasi atau terlupa.
f. Faktor-faktor dalam Timbang Terima
1. Komunikasi yang objective antar sesama petugas kesehatan.
2. Pemahaman dalam penggunaan terminology keperawatan.
3. Kemampuan menginterpretasi medical record.
4. Kemampuan mengobservasi dan menganalisa pasien.
5. Pemahaman tentang prosedur klinik.

29
g. Efek Timbang Terima dalam Shift Jaga
Timbang terima atau operan jaga memiliki efek-efek yang sangat
mempengaruhi diri seorang perawat sebagai pemberi layanan kepada
pasien. Efek-efek dari shift kerja atau operan adalah sebagai berikut:
1. Efek Fisiologi
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur malam,
banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk
menebus kurang tidur selama kerja malam. Menurunnya
kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan
lelah. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
2. Efek Psikososial
Efek ini berpengeruh adanya gangguan kehidupan keluarga,
efek fisiologis hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk
berinteraksi dengan teman, dan mengganggu aktivitas kelompok
dalam masyarakat. Saksono (1991) mengemukakan pekerjaan
malam berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang
biasanya dilakukan pada siang atau sore hari. Sementara pada
saat itu bagi pekerja malam dipergunakan untuk istirahat atau
tidur, sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan
tersebut, akibat tersisih dari lingkungan masyarakat.
3. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan
oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja
dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang
berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti
kualitas kendali dan pemantauan.
4. Efek Terhadap Kesehatan
Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini
cenderung terjadi pada usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat
menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam
darah bagi penderita diabetes.

30
5. Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Survei pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja yang dilakukan Smith et. Al (dalam Adiwardana, 1989),
melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi
pada akhir rotasi shift kerja (malam) dengan rata-rata jumlah
kecelakaan 0,69 % per tenaga kerja. Tetapi tidak semua
penelitian menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan
industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan
bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift pagi
dan lebih banyak terjadi pada shift malam.
h. Dokumentasi dalam Timbang Terima
Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam
komunikasi keperawatan. Hal ini digunakan untuk memvalidasi
asuhan keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan, dan
merupakan dokumen pasien dalam pemberian asuhan keperawatan.
Ketrampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat
untuk mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan
menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan oleh
perawat. Yang perlu di dokumentasikan dalam timbang terima antara
lain:
a. Identitas pasien.
b. Diagnosa medis pesien.
c. Dokter yang menangani.
d. Kondisi umum pasien saat ini.
e. Masalah keperawatan.
f. Intervensi yang sudah dilakukan.
g. Intervensi yang belum dilakukan.
h. Tindakan kolaborasi.
i. Rencana umum dan persiapan lain.
j. Tanda tangan dan nama terang.
Manfaat pendokumentasian adalah:

31
a. Dapat digunakan lagi untuk keperluan yang bermanfaat.
b. Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga kesehatan
lainnya tentang apa yang sudah dan akan dilakukan kepada
pasien.
c. Bermanfaat untuk pendataan pasien yang akurat karena berbagai
informasi mengenai pasien telah dicatat. (Suarli & Yayan B,
2009)
i. Skema Timbang Terima

Pasien

Diagnosa Diagnosa
medis keperawatan
masalah
Rencana
tindakan

Yang telah Yang akan


dilakukan dilakukan
Perkembangan
keadaan pasien

Masalah:
teratasi
Belum
Sebagian
Baru
Skema timbang terima (Nursalam, 2008)
Untuk dapat melaksanakan pernyataan diatas, perlu adanya klasifikasi
pasien dan perencanaan tenaga keperawatan, baik jumlah maupun klasifikasi
tenaga keperawatan sesuai dengan sistem pengelolaan tenaga keperawatan
yang ada.

32
a. Perhitungan Tenaga Kerja
Menurut Departemen Kesehatan RI No. 262/Men.Kes/Per/VII/2003,
tentang standar tenaga keperawatan di Rumah Sakit menyatakan bahwa
kebutuhan tenaga keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit dapat
diperhitungkan berdasarkan pendekatan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Klasifikasi Pasien
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐉𝐚𝐦 𝐏𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭𝐚𝐧
𝐉𝐚𝐦 𝐊𝐞𝐫𝐣𝐚 𝐄𝐟𝐞𝐤𝐭𝐢𝐟 𝐩𝐞𝐫 𝐒𝐡𝐢𝐟𝐭
Untuk perhitungan jumlah tenaga tersebut, perlu ditambah untuk
mengatasi adanya tenaga lepas dinas dan jumlah tenaga keperawatan
yang mengerjakan tugas non keperawatan, yaitu :
a) Hari libur/Cuti/Hari Besar (Loss Day)
(𝐉𝐦𝐥 𝐌𝐢𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝟏 𝐓𝐚𝐡𝐮𝐧 + 𝐂𝐮𝐭𝐢 + 𝐇𝐚𝐫𝐢 𝐁𝐞𝐬𝐚𝐫)𝐱𝐉𝐦𝐥 𝐏𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭
𝐉𝐚𝐦 𝐊𝐞𝐫𝐣𝐚 𝐄𝐟𝐞𝐤𝐭𝐢𝐟
b) Jumlah tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas non
keperawatan
2. Berdasarkan Tingkat ketergantungan Pasien
Contoh penghitungan tenaga perawat berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑥 𝐿𝑜𝑠𝑠 𝐷𝑎𝑦 𝑥 25
100
Rata-rata
Jumlah Jam Jumlah Jam
No Kategori Jumlah
perawatan/hari Perawatan/hari
Pasien/hari
1 Min Care
2 Partial Care
3 Total Care
Total

33
Menurut Douglas (1984 dalam Swanburg, 2012) tingkat
ketergantungan pasien dibagi menjadi 3 instrumen penilaian, yaitu :
1) Perawatan minimal (1-2 jam/24 Jam)
a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
b) Makan dan minum dilakukan sendiri
c) Ambulasi dengan pengawasan
d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap pergantian jaga
e) Pengobatan minimal, status psikologis stabil
f) Perawatan luka sederhana
2) Perawatan Intermediate / Partial (3-4 jam / 24 Jam)
a) Kebersihan diri, makan dan minum dibantu
b) Observasi TTV tiap 4 Jam
c) Ambulasi dibantu
d) Pengobatan dengan injeksi
e) Terpasang kateter urine
f) Terpasang infus
g) Observasi dengan balance ketat
3) Perawatan maksimal / total (5-6 jam / 24 Jam)
a) Semua kebutuhan pasien dibantu
b) Perubahan posisi, observasi TTV tiap 2 jam
c) Makan melalui selang NGT
d) Pemakaian suction
e) Pasien gelisah atau diorientasi
f) Perawatan luka kompleks
Catatan :
a) Dilakukan 1 x sehari pada waktu yang sama dan sebaiknya
dilakukan oleh perawat yang sama selama 2 hari
b) Setiap perawat minimal 3 kriteria berdasarkan klasifikasi pasien
c) Bila hanya memenuhi 1 kriteria, maka pasien dikelompokan pada
klasifikasi diatasnya.

34
b. Standar Tenaga Perawat Menurut Depkes RI (2005)
1) BOR (Bed Occupacy Ratio = Angka Penggunaan Tempat Tidur)
Menurur Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian
tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indicator ini memberi
gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah
sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60 – 85 %
Rumus :
(𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐏𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐝𝐢 𝐑𝐒)𝐱 𝟏𝟎𝟎 %
(𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭 𝐓𝐢𝐝𝐮𝐫 𝐱 𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐇𝐚𝐫𝐢 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐚𝐭𝐮 𝐩𝐞𝐫𝐢𝐨𝐝𝐞)
2) ALOS
Menurut Depkes RI (2005) rata-rata lama rawat seorang pasien.
Rata-rata LOS tiap 6-9 hari. Indicator ini disamping memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis
tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih lanjut .
Rumus
(𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐝𝐢𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭)
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐏𝐚𝐬𝐢𝐞𝐧 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫 (𝐇𝐢𝐝𝐮𝐩 + 𝐌𝐚𝐭𝐢)
3) TOI (Turn Over Interval = Tenggang Perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari, dimana tempat
tidur tidak ditempati dan telah diisi ke saat terisi berikutnya.
Indicator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan
tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran
1-2 hari
Rumus
(𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭 𝐭𝐢𝐝𝐮𝐫 𝐱 𝐩𝐞𝐫𝐢𝐨𝐝𝐞) − 𝐡𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭𝐚𝐧
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐏𝐚𝐬𝐢𝐞𝐧 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫 (𝐇𝐢𝐝𝐮𝐩 + 𝐌𝐚𝐭𝐢)
c. Money
Money atau uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan.
Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar kecilnya hasil
kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan
terutama dalam Rumah Sakit. Oleh karena itu uang merupakan alat
(tools) yang penting untuk mencapai tujuan, karena itu uang harus

35
diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa
uang yang harus disediakan untuk membiayai alat-alat yang dibutuhkan
dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi
(Satrianegara, M. Faiz, 2010)
d. Pengendalian Infeksi Nosokomial
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan
tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik local maupun sistemik.
Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di Rumah Sakit
dan mulai menunjukan suatu gejala selama seorang itu dirawat atau
setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomil (Inos) adalah infeksi yang didapat atau timbul
pada waktu pasien dirawat di rumah sakit. Rumah sakit merupakan suatu
tempat dimana orang dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat
dekat. Ditempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk agar
mendapat kesembuhan. Akan tetapi, rumah sakit dapat juga merupakan
tempat bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita
maupun pengunjung yang berstatus pembawa (carier). Kuman penyakit
ini dapat hidup dan berkembang dilingkungan rumah sakit seperti udara,
air, lantai, makanan, dan benda-benda medis maupun non medis. Mulai
tahun 2001 Depkes RI telah memasukan pengendalian infeksi
nosokomial sebagai salah satu tolak ukur kreditas rumah sakit (Nursalam,
2011).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak tenaga kesehatan untuk
mencegah terjadinya infeksi nosokomial, salah satunya upayanya adalah
penerapan universal precaution (perlindungan diri). Akan tetapi
peningkatan kejadian infeksi nosokomial tetap terjadi.
1) Faktor penyebab terjadinya infeksi nosokomial
a) Agen infeksi
Pasien akan terkena berbagai macam microorganism selama
dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai
macam microorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala

36
klinis, karena banyaknya faktor lain yang tidak selalu
menyebabkan terjadinya infkesi nosokomial. Kemungkinan
terjadinya infeksi tergantung pada :
(1) Karakteristik microorganisme
(2) Resistensi terhadap zat-zat antibiotika
(3) Tingkat virulensi
(4) Banyaknya materi infeksius
b) Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan
respon tubuh pasien dalam hal ini adalah :
(1) Usia
(2) Status imunitas penderita
(3) Penyakit yang diderita
(4) Obesitas dan malnutrisi
(5) Orang yang menggunakan obat-obatan
(6) Imunosupresan dan steroid
(7) Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan
diagnose dan terapi
c) Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung
Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak
langsung dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat
melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus.
Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum
suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrument kedokteran,
makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil
menggunakan tangan yang tidak steril yang menyebabkan
terjadinya infeksi silang
d) Patient Safety
Patient safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem
yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih
aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan

37
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Tujuan patient
safety antara lain :
(1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
(2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien
dan masyarakat
(3) Menurunnya KTD di Rumah sakit
(4) Terlaksananya program-program pencegahan, sehingga
tidak terjadi pengulangan KTD
Program keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk
menurunkan angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang
sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit,
sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak
rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi yang
kurang tepat, penggunaan sarana kurang tepat dan lain
sebagainya (Nursalam, 2011)
Indicator keselamatan pasien (IPS) bermanfaat untuk
mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan
pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, misalnya untuk
menunjukan :
(1) Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu
(2) Bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi
standar klinik atau terapi sebagaimana yang diharapkan
(3) Tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi
pelayanan
(4) Ketidaksepadanan antara unit pelayanan keehatan (Yankes)
misalnya Pemerintah dengan swasta maupun urban dengan
nural
Keselamatan pasien sangat utama bagi pelayanan kesehatan,
yaitu meliputi :

38
Resiko jatuh
Pasien dapat dikategorikan beresiko jatuh, apabila pasien
mempunyai satu atau lebih faktor beresiko jatuh pada saat
pengkajian :
(1) Faktor resiko intrinsic, antara lain :
(a) Karakteristik pasien dan fungsi fisik umum
(b) Diagnosis / perubahan fisik
(c) Mediasi dan interaksi obat
(2) Faktoe ekstrinsik, antara lain :
(a) Tingkat pencahayaan
(b) Permukaan lantai
(c) Furniture
(d) Ketinggian tempat tinggi, kunci tempat tidur
(e) Call bell
(f) Penggunaan alat bantu
(g) Lama dirawat

39
BAB III
PENGKAJIAN RUANGAN

A. Analisa Situasi Ruangan


Di ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus sudah terbentuk struktur organisasi.
Bagan struktur organisasi tersebut adalah sebagai berikut :

Kepala Ruang
Dwi Haryanto, AMK

Clinical Instruktur
Ns. Dyah Ratnawati, S.Kep

Administrasi Perawatan
Wahyu Setyorini

Ka. Tim 1 Ka. Tim II


1. Rusmiyati, AMK 1. Wiyarsih, AMK
2. Ratna Dewi J, AMK 2. Linda Susiloowati, AMK
3. Fitria Susanti, AMK 3. Ester KD, AMK
4. Sabta Cahyani, AMK 4. Widi Atmini, AMK
5. Sunarsih, AMK
Anggota Tim II
Anggota Tim I 1. Ns. Medya Ayu, S.Kep
1. Nika Apridiani, AMK 2. Rina Kusumadewi, AMK
2. Andika W, AMK 3. Herlina Oktaviani, AMK
3. Firdiansyah A, AMK 4. Erni Endarwati, AMK
4. Aveline Idwi, AMK 5. Kristini, AMK
5. Kezia Agustina, AMK 6. Ayu Kaloka, AMK
6. Ni Luh Putu, AMK

Pekarya
1. Sri Puji Rahayu
2. Aasrokah
3. Nuning

40
Berdasarkan bagan struktur organisasi di ruang Kana di RS Mardi
Rahayu Kudus tersebut sudah baku dalam pelaksanaan dan pembagian tugas.
Struktur kepegawaian di RS Mardi Rahayu Kudus khususnya Ruang Kana
masih menggunakan metode Tim, dimana ketua ruang Kana Dwi Haryanto,
AMK, sedangkan Clinical Instruktur ruang Kana Ns. Dyah Ratnawati, S.Kep,
untuk administrasi keperawatan Wahyu Setyorini, Ka Tim I yang
beranggotakan 5 orang membawahi anggota Tim I sejumlah 6 orang. Begitu
juga dengan Ka. Tim II yang beranggotakan 4 orang membawahi anggota
Tim II sejumlah 6 orang. Untuk pekarya beranggotakan 3 orang.
1. Jumlah tenaga di Ruang Kana
a) Komponen Tenaga Keperawatan
No Kualifikasi Pendidikan Jumlah Status
1 Ners 2 KTY : 2
2 D3 Keperawatan 22 KTY : 22
JUMLAH 27
Sumber : Data Kepegawaian Ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat 2 orang
tenaga tetap yayasan yang memiliki kualifikasi pendidikan Ners.
Tenaga Keperawatan yang kualifikasi pendidikan D3 Keperawatan
terdapat 25 orang dengan perincian Tenaga Tetap Yayasan
berjumlah 22 orang dan Tenaga Honorer / magang berjumlah 3
orang.
b) Komponen Tenaga Non Keperawatan
No Status Kepegawaian Jumlah
1 Pekarya 3
2 Administrasi 1
JUMLAH 4
Sumber : Data Kepegawaian Ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa tenaga non Keperawatan di
Ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus hanya terdapat 1 orang
administrasi dengan tingkat pendidikan SMA dan 3 orang pekarya
dengan tingkat pendidikan SMA.

41
c) Komponen berdasarkan pelatihan
Pendidikan
No Pelatihan Jumlah
Ners D III
1 PPGD 1 1
2 K3 2 21 23
3 S3 1 18 19
JUMLAH 3 42 45
Sumber : Data Kepegawaian Ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus
Berdasarkan tabel diatas bahwa perawat di Ruang Kana dengan
kualifikasi pendidikan Ners telah mengikuti
d) Komponen Berdasarkan Masa Kerja
No Masa Kerja Jumlah
1 >5 Tahun 10
2 < 5 Tahun 14
JUMLAH 24
Sumber : Data Kepegawaian Ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa jumlah keseluruhan tenaga di
ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus, Tenaga Keperawatan yang
memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun sebanyak 10 orang, sedangkan
tenaga keperawatan yang memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun
sebanyak 14 orang
2. Tingkat Kebutuhan Tenaga Keperawatan
a) Departemen Kesehatan
Rata-rata jam
Jenis Rata-rata Jumlah
No perawatan/
Kategori pasien/hari perawatan/hari
pasien/hari
Penyakit
1
dalam
Penyakit
2
bedah
Penyakit
3
syaraf
Penyakit
4
paru
Pasien
5
gawat
Sumber : Data ruangan Kana RS Mardi Rahayu Kudus

42
 Berdasarkan tabel diatas, jumlah tenaga keperawatan yang
diperlukan dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐣𝐚𝐦 𝐩𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭𝐚𝐧
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐫𝐣𝐚 𝐞𝐟𝐞𝐤𝐭𝐢𝐟 𝐩𝐞𝐫 𝐬𝐡𝐢𝐟𝐭
𝟖𝟖. 𝟓
=
𝟕
= 𝟏𝟐, 𝟔 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭
Dibulatkan menjadi 13 perawat
 Penghitungan lose day (Hari libur/Cuti/Hari Besar) dengan rumus
sebagai berikut :
(𝐉𝐦𝐥 𝐌𝐢𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝟏 𝐓𝐚𝐡𝐮𝐧 + 𝐂𝐮𝐭𝐢 + 𝐇𝐚𝐫𝐢 𝐁𝐞𝐬𝐚𝐫) 𝐱 𝐉𝐦𝐥 𝐏𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭
𝐉𝐚𝐦 𝐊𝐞𝐫𝐣𝐚 𝐄𝐟𝐞𝐤𝐭𝐢𝐟
(𝟓𝟐 + 𝟏𝟐 + 𝟏𝟒) 𝐱 𝟐𝟑
=
𝟐𝟑𝟔
= 𝟕, 𝟔𝟎
 Penghitungan tenaga keperawatan yang mengerjakan tugas-tugas
non keperawatan dengan rumus sebagai berikut :
(𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐧𝐚𝐠𝐚 𝐤𝐞𝐩𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭𝐚𝐧 + 𝐥𝐨𝐬𝐬 𝐃𝐚𝐲) 𝒙 𝟐𝟓 %
= (𝟐𝟑 + 𝟕, 𝟔𝟎) 𝒙 𝟐𝟓 %
= 𝟕, 𝟔𝟓
Jadi jumlah tenaga kerja yang diperlukan adalah :
𝐓𝐞𝐧𝐚𝐠𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐢𝐚 + 𝐅𝐚𝐤𝐭𝐨𝐫 𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢
= 𝟐𝟑 + 𝟕, 𝟔𝟎 + 𝟕, 𝟔𝟓
= 𝟑𝟖, 𝟐𝟓 𝐝𝐢𝐛𝐮𝐥𝐚𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝟑𝟖
Berdasarkan penghitungan tersebut, diketahui bahwa jumlah tenaga
perawat berdasarkan aturan Depkes RI adalah 38 orang. Sedangkan di
Ruang Kana, tenaga keperawatan saat ini adalah 23 orang perawat
sehingga ada kekurangan sekitar 15 perawat, dan tenaga administrasi
terdapat 1 orang, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah tersebut
sudah melebihi kebutuhan perawat di ruangan.
b) Money
Sumber dana yang didapat di ruang Kana bersumber dari Rumah
Sakit, sehingga ruangan tidak memerlukan anggaran sendiri.

43
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala ruang anggaran dana di
ruang Kana diperoleh dari :
1) Biaya rawat inap pasien
2) Obat-obatan
Apabila ruangan memerlukan peralatan yang dibutuhkan, maka
sebelumnya usul kepada bagian sarana prasarana rumah sakit melalui
kepala ruang.
3. Methode
a) Ronde keperawatan
Jika ada kasus emergency (darurat), maka dilakukan audit
keperawatan yang dihadiri oleh DPJP (Dokter Penanggung Jawab
Pasien), Dokter jaga IGD, Dokter Spesialis penyakit yang
bersangkutan, Kepala ruang, Wakil kepala ruang dan perawat jaga,
namun hal ini jarang dilakukan karena kasus darurat jarang ditemui di
Ruang Kana.
Analisa : Ronde keperawatan merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilakukan oleh
perawat disamping melibatkan pasien untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus
dilakukan oleh perawat dan atau konselor, kepala ruang, perawat
asosiate yang perlu juga seluruh anggota tim kesehatan (Nursalam,
2009). Namun dalam ruang Kana, ronde keperawatan tidak terlaksana,
karena pihak ruangan memperoleh kesulitan dalam mengumpulkan
semua tenaga medis, yang meliputi dokter, ahli gizi dan ahli
fisioterapi dalam satu waktu tertentu.
b) Sentralisasi Obat
Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruang yang
didelegasikan kepada perawat yang bertugas dalam setiap shift.
Alurnya dimulai dari pemberin resep oleh dokter kemudian resep
dibawa ke apotek rawat inap. Apotek rawat inap lalu memberikan obat

44
sesuai resep ke ruangan, diterima oleh perawat dan dipilah antara obat
oral dan injeksi dan disimpan ke ruang khusus obat.
Gambar alur :

Resep Dokter

Perawat Ruangan

Apotek Rawat Inap

Perawat ruangan
menerima obat

Pengelolaan obat
oleh perawat ruang

Analisa : pada pemberian obat perawat masih jarang melibatkan


keluarga dalam pemberian obat ke pasien. Pemberian informasi
mengenai obat hanya dilakukan saat pasien akan pulang atau saat ada
beberapa obat mahal yang membutuhkan persetujuan keluarga serta
obat yang harus ditebus diluar apotek rumah sakit.
c) Supervise
Kepala ruangan tidak pernah melakukan supervise internal di
ruangan. Namun kepala ruang selalu mengamati saat timbang terima
pasien pada pagi hari. Supervisi eksternal dilakukan setiap kepala
keperawatan secara bergilir ke seluruh ruangan di RS Mardi Rahayu
Kudus pada siang atau malam hari sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
Analisa : Tidak ada supervisi internal di Ruang Kana RS Mardi
Rahayu Kudus yang dilakukan oleh Kepala ruang membuat pelayanan
kurang optimal. Hal ini menyebabkan kepala ruang tidak bisa secara

45
penuh menilai tanggungjawab, kemampuan, dan kepatuhan perawat
dalam melaksanakan tugas.
d) Timbang terrima
Timbang terima dilakukan setiap hari setiap pergantian shift. Pada
shift pagi timbang terima dipimpin oleh perawat penanggungjawab
shift dihadiri oleh kepala ruang, kepala perawat jaga pagi, perawat
yang shift malam dan perawat yang shift pagi. Timbang terima
dilakukan di ruang keperawatan (nurse station) dimulai perawat
penanggungjawab shift malam membacakan jumlah pasien awal dan
akhir, adanya pasien baru, rekapitulasi tindakan atau program yang
akan dilaksanakan shift pagi dan beberapa tambahan informasi lain
oleh kepala ruang maupun perawat. Timbang terima dilakukan secara
lisan dengan memakai buku timbang terima yang berisi asuhan
keperawatan secara singkat.
Setelah pre conference di nurse station, lalu dilakukan validasi
dengan keliling ke masing-masing ruangan pasien dipimpin perawat
penanggungjawab shift dengan membacakan kondisi pasien. Namun
interaksi perawat dengan pasien masih kurang yaitu perawat jarang
menanyakan bagaimana kondisi pasien saat ini dan memberitahukan
keluarga bahwa terjadi pergantian shift jaga perawat shift.
Analisa : Timbang terima dilakukan tiap pergantian shift pagi,
sore dan malam, namun validasi dengan mengunjungi ruangan pasien
hanya dilakukan saat pergantian shift saja. Pada pergantian shift pagi
ke siang dan pergantian shift dari siang ke malam timbang terima
hanya dilakukan di nurse station dengan tetap mengelilingi ruang
pasien. Setelah melakukan timbang terima perawat yang shift
sebelumnya keluar ruangan perawat (nurse station).
e) Discharge planning
Discharger planning di ruang Kana sudah dilakukan dengan baik.
Setiap pasien yang akan pulang diberikan surat control berupa resume
medis pasien pulang yang berisi waktu control, diagnose pasien,

46
pengkajian pasien secara ringkas, terapi atau obat yang didapatkan
setelah rawat inap, dan hasil pemeriksaan penunjang lainnya seperti
Foto thorax, hasil CT-Scan, Pemeriksaan laboratorium maupun USG.
Analisa : Pada saat pasien pulang perawat jarang memberikan
pendidikan kesehatan mengenai perawatan lanjutan di rumah. Leaflet
dan brosur yang sesuai dengan penyakit pasien juga tidak diberikan
pada waktu akan pulang.
f) Rapat ruangan
Dari hasil wawancara dengan kepala ruang Kana RS Mardi
Rahayu didapatkan hasil bahwa rapat ruang diadakan setiap 1 bulan
sekali dipimpin oleh kepala ruang dan diikuti oleh seluruh perawat di
ruang Kana. Adapun agenda yang dirapatkan diantaranya adalah
masalah perihal fasilitas kesehatan terkait ruang rawat inap serta
mendiskusikan rencana dalam perbaikan fasilitas layanan, dan
membahas apa yang seharusnya dibahas. Di ruang Kana tidak terdapat
ruang yang tidak memadai untuk dilakukan rapat. Rapat biasanya
diadakan di ruang istirahat perawat dan tidak terdapat meja dan kursi.
Analisa : Rapat ruangan bertujuan untuk memberikan penjelasan
kepada para anggota tentang kebijaksanaan yang diambil oleh
pemimpin organisasi tentang prosedur kerja dan tata cara kerja baru
untuk mendapatkan keseragaman kerja. Di ruang Kana diadakan rapat
secara non formal, yang diadakan tidak berdasarkan suatu
perencanaan formal, dapat terjadi setiap saat, kapan saja, dimana saja,
dan dengan siapa saja. Menurut jangka waktunya rapat di ruang Kana
menggunakan metode rapat bulanan, yang dimana diadakannya rapat
pada 1 bulan sekali.
g) Delegasi
Delegasi di ruang Kana dilakukan oleh kepala ruang kepada
kepada jaga, lalu memberikan delegasi kepada perawat pelaksana
untuk mengerjakan beberapa tugas yang akan dilaksanakan pada hari
tersebut. Contoh pada saat shift pagi terdapat 4 perawat, kepala ruang

47
memberikan delegasi kepada perawat pelaksana untuk mengikuti
setiap ada dokter yang melakukan visite ke pasien. Kemudian perawat
tadi mendelegasikan kepada rekan-rekan perawat untuk melaksanakan
sesuai perintah dokter tersebut.
Analisa : Menurut Marquiz dan Huston (2012) delegasi yaitu
penyelesaian suatu pekerjaan melalui orang lain atau juga dapat
diartikan sebagai pelimpahan suatu tugas kepada seseorang atau
kelompok dalam menyelesaikan tujuan organisasi. Pendelegasian
dalam ruang Kana menggunakan metode pelimpahan tugas dari kepala
ruang ke perawat ruangan dengan cara lisan maupun tertulis,
tujuannya adalah agar organisasi berjalan lebih efisien
4. Mutu (M5)
a. Kualitas pelayanan keperawatan
Pasien yang dirawat inap di ruang Kana banyakan berasal dari
Kota Kudus, akan tetapi banyak juga yang berasal dari luar kota
seperti Demak, Jepara dan Pati. Rata-rata pasien yang dirawat di ruang
Kana berpendidikan SMA. Selain pendidikan, pekerjaan pasien
menjadi salah satu tingkat perawatan di ruang Kana. Kebanyakan
pasien yang dirawat di Kana rata-rata orang yang sudah berhenti
bekerja pegawai negeri sipil (pension) ataupun wiraswasta.
Usaha yang dilakukan untuk melakukan pelayanan dan
meningkatkan mutu pelayanan pasien dengan cara memberikan
pelayanan yang optimal kepada pasien yaitu seperti mendengarkan
keluhan pasien di setiap operan (timbang terima) jaga pagi, siang
maupun malam, dan perawat harus bersifat empati dan selalu
menanggapi keluhan pasien ketika pasien membutuhkan serta selalu
tanggap dengan keadaan pasien.
b. Keselamatan pasien (Patient Safety)
Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan suatu variabel
untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatn
yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan sejak mal praktek

48
menggema di seluruh belahan bumi melalui berbagai media baik cetak
maupun elektronik, hingga ke jurnal-jurnal ilmiah ternama, dunia
kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi terhadap issue
keselamatan pasien (Nursalam, 2015)
Sedangkan keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah
suatu sistem, dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi assessment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisa insiden, kemampuan belajar dan insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
resiko (Departemen Kesehatan RI, 2006)
Program keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk
menurunkan angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering
terjadi pada pasien selama di rawat di rumah sakit, sehingga sangat
merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak rumah sakit. KTD
bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara lain beban kerja perawat
yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat, penggunaan sarana
kurang tepat dan lain sebagainya.
Indikator Keselamatan Pasien (IPS) bermanfaat untuk
mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan
dan perbaikan lebih lanjut, misalnya untuk menunjukan adanya
penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu, suatu area yang
ternyata tidak memenuhi standar klinik dan tidak sesuai yang
diharapkan, tingginya variasi antara rumah sakit dan antara pemberi
pelayanan serta ketidaksepadanan antara unit pelayanan kesehatan
(Nursalam, 2015).
Keselamatan Pasien (patient safety) di RSU Mardi Rahayu Kudus
di Ruang Kana mempunyai standart operasional pelayanan (SOP)
yaitu 6 sasaran keselamatan pasien, diantaranya :
1) Ketepatan identifikasi pasien
2) Peningkatan komunikasi yang efektif

49
3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi
5) Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6) Pengurangan resiko jauh.
Analisa : Perawat di ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus sudah
melakukan tahapan yang sesuai dengan 6 sasaran keselamatan pasien,
yaitu : Ketepatan identifikasi pasien, Peningkatan komunikasi yang
efektif, Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, Kepastian
tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi, Pengurangan
resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, Pengurangan resiko jatuh.
Akan tetapi pada lembar observasi tentang pengurangan infeksi di
tahapan cuci tangan dan penggunaan APD didapatkan hasil bahwa
kebanyakan perawat sudah melakukan lima moment cuci tangan yang
sudah diterapkan di rumah sakit tetapi masih ada beberapa perawat
yang menggunakan APD yang belum sesuai contohnya, menggunakan
handscoon saat tindakan ganti balut dan handscoon untuk beberapa
pasien.
Analisa : Dari hasil observasi yang didapatkan di ruang Kana dapat
disimpulkan bahwa kepatuhan petugas kesehatan sudah baik, akan
tetapi pada moment cuci tangan sebelum kontak dengan pasien
kebanyakan petugas kesehatan belum melaksanakan.

B. Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial (inos) adalah infeksi yang didapat atau timbul pada
waktu pasien dirawat di rumah sakit. Ditempat ini pasien mendapatkan terapi
dan perawatan untuk agar mendapat kesembuhan. Akan tetapi, rumah sakit
dapat juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari
penderita maupun dari pengunjung yang berstatus pembawa (carier). Kuman
penyakit ini dapat hidup dan berkembang dilingkungan rumah sakit seperti
udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis.
Infeksi rumah sakit (nosokomial) merupakan masalah penting diseluruh dunia

50
dan terus meningkat setiap tahunnya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pihak tenaga kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial, salah
satunya adalah penerapan universal precaution (perlindungan diri). Akan
tetapi peningkatan kejadian infeksi nosokomial tetap terjadi. Penerapan
universal precaution merupakan bagian pengendalian infeksi yang tidak
terlepas dari peran masing-masing pihak (Nursalam, 2015).
Tenaga kesehatan bertanggungjawab dalam menggunakan sarana yang
disediakan dengan baik dan benar (Kemenkes, 2014). Perawat adalah tenaga
profesional yang perannya tidak dapat dikesampingkan, hal tersebut
disebabkan karena perawat merupakan petugas yang kontak langsung dengan
pasien selama 24 jam (Nursalam, 2015).
Pencegahan infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1) Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah proses atau penanganan untuk membuat
perangkat, medis atau permukaan medis menjadi aman digunakan.
Transmisi penyakit infeksi dapat diminimalisir dengan menjaga
kebersihan tangan, tapi dalam kenyataan hal tersebut sulit untuk
diaplikasikan. Berdasarkan data dari PPI mengenai pengurangan resiko
infeksi yang berhubungan dengan kepatuhan petugas dalam
melaksanakan cuci tangan di ruang Betani A, dimana masih banyak
petugas yang tidak patuh dalam melaksanakan cuci tangan adalah 54,29
%, sedangkan petugas yang patuh hanya 45,71%.
Analisa : Kontaminasi atau penyebaran infeksi dapat dicegah
dengan cara kebersihan tangan, di ruang Betani A sudah ada sosialisasi
mengenai moment-moment cuci tangan, akan tetapi perawat belum
melaksanakan dengan benar. Hal tersebut dikarenakan itu tidak adanya
sabun cuci tangan cair di ruangan tersebut, sehingga menurunkan
semangat perawat untuk melakukan cuci tangan sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan.

51
2) Instrument yang sering digunakan di rumah sakit / pemakaian APD
Lebih dari 50 % suntikan yang dilakukan di Negara berkembang
tidak aman. Penggunaan APD dengan baik dan tepat akan mengurai
terjadinya infeksi nosokomial. Data dari PPI menunjukan bahwa perawat
yang bekerja di ruang Betani A sudah benar dalam pemakaian APD.
Analisa : Penggunaan APD yang tepat dan benar akan mengurangi
INOS, diruang Betani A pemakaian APD sudah tepat dan benar. Perawat
masih menggunakan 1 handscoon untuk injeksi semua pasien dan 1
handscon untuk melakukan hal lainnya, disebabkan karena kurangnya
efesiensi waktu.
3) Mencegah penularan dari lingkungan Rumah Sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk memastikan rumah
sakit benar-benar bersih dan steril dari kuman penyakit. Hal tersebut
disebabkan karena 90 % kotoran mengandung kuman. Pembersihan di
ruang Betani A dilakukan oleh petugas Clining Service, dimana jadwal
bersih-bersih ruangan adalah pagi, siang dan malam.
Analisa : Pembersihan rutin sudah dilakukan di ruang Betani A,
semua ruangan di Betani A di jaga kebersihannya termasuk kamar
pasien.
4) Ruang isolasi
Penyebaran INOS juga dapat dicegah dengan membuat pemisahan
pasien terutama pasien TBC dan TB MDR. Di ruang Betani A khusus
pasien infeksi atau ruang isolasi belum ada, tapi sudah disediakan ruang
semi isolasi (kohort) untuk penyakit TBC. Maka dari itu untuk TB MDR
RS merujuk ke RS yang mempunyai fasilitas isolasi lebih memadai.
Analisa : Penempatan pasien di ruang Betani A belum baik karena tidak
adanya ruang khusus isolasi sesuai dengan standart yang ditetapkan.
Sistem Pengelolaan Linen
Penempatan linen di ruang Betani A sudah tertata rapi dan sesuai
label nama linen, serta dalam penggunaan atau pengambilan linen sudah

52
sesuai dengan prinsip Pengambilan sesuai nama dan jenis penyakit yang
diderita pasien. Hal ini akan mengurangi infeksi nosokomial
Analisa : sistem pengelolaan linen sudah sesuai dengan prosedur
5) Sistem Pengelolaan Sampah
Pembuangan sampah di ruang Betani A sudah baik, karena sudah
dibedakan antara sampah infeksius dan non infeksius. Sampah infeksius
ditempatkan di plastic warna kuning, sedangkan sampah non infeksius di
tempatkan di plastic warna hitam. Selain itu sudah ada tempat
pembuangan jarum suntik yaitu safety box, tetapi masih ada sebagian
perawat yang tidak membuang sampah jarum suntik di safety box, akan
tetapi di buang di tempat sampah khusus infeksius. Pembuangan sampah
di Betani A dilakukan oleh petugas kebersihan, dimana sampah akan
diambil pada pagi, siang dan malam setiap hari. Sampah dikirim ke
insulator. Sampah yang infeksius dilakukan pengolahan, sedangkan
sampah non infeksius diambil oleh mobil sampah Kabupaten Kudus
Analisa : sistem pembuangan sampah di ruang Betani A sudah baik
dan benar.
Alur pembuangan sampah :

Di kirim ke TPA rumah sakit oleh


Ruang Betani
Klining Service
A

Di sorting (dipisahkan)

Sampah non infeksius Sampah infeksius

TPA Kabupaten Kudus Diolah kembali

6) Kepuasan Pasien

53
Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari
perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk
dengan harapannya. Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu
pelayanan rumah sakit (Nursalam, 2015). Menurut Arifin & Yeni (2013)
kepuasan pasien merupakan indicator pertama dan standart suatu rumah
sakit dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Ada beberapa cara
untuk mengukur kepuasan pelanggan / pasien (Nursalam, 2015), yaitu :
a) Survey kepuasan pelanggan
b) Sistem keluhan dan saran
c) Pembeli bayangan
d) Analisis kehilangan pelanggan
Menurut Leonard L barry dan Pasuraman “Marking service competin
through quality (New York Freeprees, 1991 dalam Nursalam (2015))
mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh
pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa layanan, antara lain tangible
(Kenyataan) meliputi Tanggap, Cepat, Keandalan, Empati dan Kepastian.
Survey kepuasan yang kami lakukan di unit rawat inap khususnya di
ruang Betani A, semua pasien diberi angket pernyataan-pernyataan yang
menjelaskan tentang tingkat kepuasan pasien di ruang Betani A. Tingkat
kepuasan pasien ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri
dari 30 pertanyaan yang meliputi prosedur pelayanan, persyaratan
pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, kemampuan petugas pelayanan,
tanggungjawab petugas, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya
pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, kenyamanan lingkungan,
keamanan pelayanan. Dari semua item pernyataan tersebut diatas
hasilnya menunjukan hampir 98 % merasa sangat puas, 2% tidak puas.
Dapat dilihat pada grafik tingkat kepuasan dibawah :

54
TINGKAT KEPUASAN PASIEN

Analisa : Kuesioner tingkat kepuasan terdiri nilai 4 sangat puas, nilai


3 puas , nilai 2 cukup puas, dan nilai 1 tidak puas. Dari hasil kuesioner
tersebut didapatkan hasil dari 28 pasien yang berada di ruang Betani A
menyatakan bahwa pelayanan di ruangan sangat baik. Sebanyak 98 %
pasien menyatakan pelayanan di ruang Betani A sangat baik, 2 % pasien
menyatakan tidak baik. Pasien sebanyak 2 % yang menyatakan
pelayanan tidak baik mengeluh mengenai kenyamanan yang ada di
ruangan. Pasien mengeluh perihal sarana prasarana kamar mandi ruangan
yang sering mampet. Berdasarkan standar kepuasan 90 %, sedangkan
diruang Betani A pasien yang mengatakan puas sebanyak 98 %. Hal
tersebut menunjukan target kepuasan ruangan Betani A sudah tercapai,
maka perlu dipertahankan pelayanan di ruang Betani A, agar pasien yang
dirawat di Betani A merasa puas, sesuai target RS.

55
56
B. Rumusan Masalah
No Analisis SWOT Bobot Rating Bobot x rating
1 MAN
Strength
1. Adanya sistem pengembangan staf berupa pelatihan dan sebanyak 96 % perawat telah 0,3 3 0,9
mengikuti pelatihan (PPGD, K3, S3) S-W =
2. Jumlah Ketenagaan 0,3 3 0,9 3,4 – 3,0 = 0,4
Ners :2
D3 Keperawatan ; 22
Pekarya :3
Administrasi :1
3. Masa Kerja 0,2 4 0,8
> 5 tahun : 10
< 5 tahun : 14
4. Perawat ruangan dengan klasifikasi Pendidikan Ners maupun D3 Keperawatan semua 0,2 4 0,8
mengikuti pelatihan. Pelatihan yang diikuti berupa PPGD, K3 dan S3
TOTAL 1,0 3,4
Weakness
1. Beban kerja perawat di ruangan cukup tinggi 0,5 4 2,0
2. Tidak adanya tenaga logistik di ruang kana 0,5 2 1,0
TOTAL 1,0 3,0
Opportunity
1. Adanya program pelatihan untuk tenaga keperawatan dalam meningkatkan skill 0,3 3 0,9 O-T =
2. Adanya program dalam meningkatkan pendidikan bagi tenaga keperawatan 0,3 2 0,6 3,1 – 3,0 = 0,1
3. Adanya kesempatan bagi tenaga keperawatan dalam kenaikan jabatan 0,4 4 1,6
TOTAL 1,0 3,1
Threath
1. Pegawai dengan kualifikasi masa kerja yang lama, harus senantiasa dalam meningkatkan 0,6 3 1,8
kemampuan
2. Adanya tuntutan tinggi dari masyarakat untuk meningkatkan pelayanan yang lebih 0,4 3 1,2
profesional
TOTAL 1,0 3,0

57
2 MONEY
Strength
1. Sumber dana / sistem keuangan yang didapat di ruang Kana bersumber dari Rumah Sakit 0,3 4 1,2
S-W =
2. Ruangan tidak memerlukan anggaran sendiri 0,3 2 0,6
3. Adaanya petugas administrasi di ruangan Kana yang mengurusi segala kebutuhan 0,4 2 0,8 2,6 – 2,6 = 0
peralatan di ruangan serta keuangan
TOTAL 1,0 2,6
Weakness
1. Jika ruangan membutuhkan peralatan yang dibutuhkan, maka untuk pengajuan pembelian 0,4 2 0,8
peralatannya membutuhkan waktu yang cukup lama
2. Anggraran ruangan semua bersumber pada Rumah Sakit, sehingga ruangan tidak 0,6 3 1,8
mengeluarkan dana sendiri
TOTAL 1,0 2,6
Opportunity
1. Semua kebutuhan dana / keuangan di ruangan diperoleh dari Rumah sakit 0,4 2 0,8 O-T =
2. Bantuan Jaminan pembayaran pasien yaitu berupa BPJS, ASKES, JAMPERSAL 0,2 3 0,6 3,0 – 3,0 = 0
3. Pengeluaran sebagian besar dibiayai Rumah Sakit 0,4 4 1,6
TOTAL 1,0 3,0
Threath
1. Anggaran ruangan bersumber dari Rumah sakit, sehingga ruangan tidak memiliki 1,0 3 3,0
kebijakan untuk mengeluarkan dana sendiri
TOTAL 1,0 3,0
3 METODE
1. Penerapan Model Keperawatan
a. Internal Faktor (IFAS)
Strength
1) Sudah ada model keperawatan yang digunakan ruang Kana yaitu metode semi 0,3 2 0,6
keperawatan primer (MPKP)
2) Mempunyai standar asuhan keperawatan 0,25 2 0,5 S-W =
3) Model yang digunakan cukup efektif dan efisien 0,25 2 0,6 2,2 – 1,0 = 1,2
4) Terlaksananya komunikasi yang adekuat antar profesi 0,3 2 0,6
TOTAL 1,0 2,2
Weakness

58
1) Sebagian besar pegawai lulusan D3 0,5 1 0,5
2) Job yang kadang-kadang tidak sesuai dengan lulusan akademik yang berbeda 0,5 1 0,5
tingkatannya (kurang jelas)
TOTAL 1,0 1,0
b. Eksternal Faktor (EFAS)
Opportunity
1) Kepercayaan dari pasien dan masyarakat cukup baik 0,5 2 1,0
2) Adanya mahasiswa yang praktik S1 Manajemen di Ruangan 0,5 2 1,0
TOTAL 1,0 2,0 O-T =
Treath 2,0 – 1,75 = 0,25
1) Persaingan dengan rumah sakit baik negeri maupun swasta semakin ketat 0,25 3 0,75
2) Adanya tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap peningkatan pelayanan 0,25 2 0,5
keperawatan yang lebih profesional
3) Semakin tinggi akan kesadaran masyarakat tentang hukum 0,25 1 0,25
4) Kebebasan pers mengakibatkan mudahnya penyebaran informasi di ruangan ke 0,25 1 0,25
masyarakat
TOTAL 1,0 1,75
2. Dokumentasi keperawatan
a. Faktor Internal (IFAS)
Strength
1) Tersedianya sarana dan prasarana dokumentasi perawat dan penunjang 0,2 3 0,6
2) Sudah ada format asuhan keperawatan 0,2 1 0,2
S-W =
3) Adanya kesadaran perawat tentang tanggungjawab dan tanggung gugat 0,2 2 0,4
4) Sebanyak 77 % perawat sudah dilengkapi semua dokumentasi asuhan keperawatan 0,4 1 0,4 1,6 - 1,8 = - 0,2
dengan benar dan tepat
TOTAL 1,0 1,6
Weakness
1) Sistem pendokumentasian masih dilakukan secara manual 0,1 3 0,3
2) Catatan medis yang diisi oleh dokter banyak yang tidak lengkap 0,3 1 0,3
3) Pengawasan terhadap sistematika pendokumentasian belum dilaksanakan secara 0,6 2 1,2
maksimal
TOTAL 1,0 1,8
b. Faktor Eksternal (EFAS)

59
Opportunity
1) Adanya mahasiswa praktik manajemen keperawatan 0,3 2 0,6
2) Peluang perawat untuk meningkatkan pendidikan (pengembangan SDM) 0,3 2 0,6 O-T =
3) Kerjasama yang baik antara perawat dan mahasiswa 0,4 2 0,8 2,0– 2,0 = 0
TOTAL 1,0 2,0
Treath
1) Tingkat kesadaran masyarakat akan tanggungjawab dan tanggung gugat 0,5 2 1,0
2) Persaingan RS dalam pemberian pelayanan perawatan 0,5 2 1,0
TOTAL 1,0 2,0
3. Ronde Keperawatan
a. Fakrot Internal (IFAS)
Strength
1) Adanya beberapa kasus yang memerlukan perhatian khusus 0,25 2 0,5
2) Adanya beberapa tenaga medis seperti Dokter, Perawat, dan Ahli gizi 0,25 2 0,5
3) Pernah dilakukan audit keperawatan di ruang Kana pada Kasus tertentu 0,5 3 1,5 S-W =
TOTAL 1,0 2,5 2,5 – 2,0 = 0,5
Weakness
1) Ronde keperawatan belum pernah dilakukan di ruangan 0,25 1 0,25
2) Jumlah tenaga tidak seimbang dengan jumlah tingkat ketergantungan pasien 0,5 3 1,5
3) Sulitnya mengumpulkan tenaga lain dalam satu waktu seperti Dokter, perawat, ahli 0,25 1 0,25
gizi, fisioterapi dan keluarga
TOTAL 1,0 2,0
b. Faktor Eksternal (EFAS)
Oppoturnity
1) Adanya seminar tentang manajemen keperawatan oleh mahasiswa praktikan 0,5 3 1,5
2) Adanya kesempatan dari kepala ruang untuk melakukan ronde keperawatan kepada 0,5 3 1,5 O-T =
mahasiswa praktik dan perawat 3,0 – 3,0 = 0
TOTAL 1,0 3,0
Treath
1) Adanya tuntutan yang lebih tinggi dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan 0,5 3 1,5
yang profesional
2) Persaingan antar ruang semakin kuat dalam pemberian pelayanan 0,5 3 1,5
TOTAL 1,0 3,0

60
4. Sentralisasi Obat
a. Faktor Internal (IFAS)
Strength S-W =
1) Adanya sarana dan prasarana untuk pengelolaan sentralisasi obat (ruang obat) 0,5 3 1,5 3,0 – 2,0 = 1,0
2) Adanya catatan pemberian obat per pasien 0,5 3 1,5
TOTAL 1,0 3,0
Weakness
1) Pelaksanaan sentralisasi obat belum optimal 0,5 2 1,0
2) Teknik sentralisasi obat belum jelas 0,5 2 1,0
TOTAL 1,0 2,0
b. Faktor Eksternal (EFAS)
Opportunity
1) Kerjasama yang baik antara perawat dan mahasiswa praktikan dalam pemberian 0,5 2 1,0
obat O-T =
2) Adanya keterlibatan keluarga pasien dalam pemberian obat 0,5 4 2,0 3,0 – 2,0 = 1,0
TOTAL 1,0 3,0
Threath
1) Adanya tuntutan akan pelayanan yang profesional 0,5 2 1,0
2) Makin tinggi kesadaran masyarakat akan hukum 0,5 2 1,0
TOTAL 1,0 2,0
5. Supervisi
a. Faktor Internal (IFAS)
Strength
1) Supervisi dilakukan kepala ruang secara tidak langsung saat timbang terima 0,5 2 1,0 S-W =
2) Evaluasi dilakukan pada pasien 0,5 2 1,0 2.0 – 2.0 = 0
TOTAL 1,0 2,0
Weakness
1) Kepala ruang belum melakukan supervisi internal di ruang Kana 0,25 2 0,5
2) Belum mempunyai format yang baku dalam pelaksanaan supervisi 0,25 2 0,5
3) Supervisi belum terstruktur dan tidak ada formulir penilaian yang tetap 0,25 2 0,5
4) Kurangnya program pelatihan dan sosialisasi tentang supervisi 0,25 2 0,5
TOTAL 1,0 2,0
b. Faktor Eksternal (EFAS)

61
Opportunity
1) Adanya mahasiswa yang praktik manajemen 0,5 2 1,0
2) Adanya teguran dari kepala ruang, jika tidak melaksanakan tugas dengan baik 0,5 2 1,0 O-T =
TOTAL 1,0 2,0 2.0 – 1,0 = 1.0
Treath
1) Tuntutan pasien untuk mendapatkan pelayanan profesional 1,0 1 1,0
TOTAL 1,0 1,0
6. Timbang Terima
a. Faktor Internal (IFAS)
Strength
1) Adanya laporan jaga setiap shift oleh perawat jaga 0,25 3 0,75
2) Semua perawat paham hal-hal yang perlu dipersiapkan saat timbang terima 0,25 3 0,75
3) Adanya buku khusus untuk pelaporan timbang terima 0,35 3 1,05
4) Adanya kemauan perawat untuk melakukan timbang terima 0,15 3 0,45
TOTAL 1,0 3,0 S-W =
Weakness 3,0 – 1,5 = 1,5
1) Timbang terima tidak dibuka oleh kepala ruang 0,1 3 0,3
2) Timbang terima yang dilakukan belum sesuai dengan SOP rumah sakit 0,3 3 0,9
3) Data hanya ditulis di secarik kertas sehingga mudah hilang 0,2 4 0,8
4) Masalah keperawatan lebih focus ke diagnose medis 0,1 3 0,3
5) Pelaksanaan timbang terima dengan keliling ke ruangan, hanya dilakukan pada 0,3 4 1,2
pergantian tiap shift
TOTAL 1,0 1,5
b. Faktor Eksternal (EFAS)
Opportunity
1) Adanya mahasiswa yang praktik manajemen keperawatan 0,3 2 0,6
2) Adanya kerjasama yang baik antara perawat dan mahasiswa 0,5 2 1,0
3) Sarana dan prasarana penunjang cukup tersedia 0,2 2 0,4
TOTAL 1,0 2,0 O-T =
Treath 2,0 – 3,4 = - 1,4
1) Adanya tuntutan lebih tinggi dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang 0,5 2 1,0
lebih profesional
2) Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang tanggungjawab dan tanggung gugat 0,5 4 2,0

62
sebagai pemberi asuhan keperawatan
TOTAL 1,0 3,4
7. Discharge Planning
a. Faktor Internal (IFAS)
Strength
1) Tersedianya sarana dan prsarana discharge planning untuk pasien pulang 0,25 2 0,5
2) Adanya surat control yaitu bagi pasien BPJS dengan resume medis pasien pulang 0,5 3 1,5
3) Perawat memberikan pendidikan kesehatan secara informal kepada pasien atau 0,25 3 0,75 S-W =
keluarga selama dirawat dirumah 2,75 – 2,0 = 0,75
TOTAL 1,0 2,75
Weakness
1) Pelaksanaan perencanaan dixchange planning belum optimal 0,25 2 0,5
2) Tidak tersedianya brosur atau leaflet saat pasien pulang 0,25 3 0,75
3) Pemberian pendidikan kesehatan dilakukan hanya secara lisan 0,25 2 0,5
4) Pendokumentasian discharge planning belum optimal 0,25 1 0,25
TOTAL 1,0 2,0
b. Faktor Eksternal (EFAS)
Opportunity
1) Adanya mahasiswa yang melakukan praktik manajemen keperawatan 0,25 2 0,5
2) Adanya kerja sama yang baik antara perawat dan mahasiswa 0,25 2 0,5
3) Kerja sama yang baik antar pasien atau keluarga terhadap anjuran perawat 0,5 3 1,5
TOTAL 1,0 2,5 O-T =
Treath 2,5 – 2,5 = 0
1) Adanya tuntutan masyarakat akan pelayanan keperawatan yang lebih profesional 0,25 3 0,75
2) Semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan 0,25 1 0,25
3) Persaingan rumah sakit yang semakin besar 0,5 3 1,5
TOTAL 1,0 2,5
8. Rapat ruangan
a. Faktor Internal (IFAS)
Strength
1) Agenda rapat dilakukan tiap sebulan sekali 0,2 2 0,4
2) Evaluasi tindakan selama beberapa bulan yang lalu 0,2 2 0,4
3) Merencanakan kegiatan untuk bulan-bulan berikutnya 0,6 3 1,8
S-W =
2,6 – 2,25 = 0,35

63
TOTAL 1,0 2,6
Weakness
1) Agenda rapat tidak dilakukan sesuai jadwal yang ditentukan 0,25 3 0,75
2) Adanya perkembangan teknologi saat ini rapat hanya dilaksanakan via chat group 0,75 2 1,5
TOTAL 1,0 2,25
b. Faktor Eksternal (EFAS)
Opportunity
1) Adanya maasalah khusus yang perlu dibahas dalam rapat ruangan 0,5 3 1,5
2) Terselesainya masalah dengan melibatkan semua perawat yang ada di ruangan 0,5 4 2,0
TOTAL 1,0 3,5
Treath O–T=
1) Tidak semua perawat mengerti tentang masalah yang dibahas dari pembahasan 0,5 3 1,5 3,5 – 2,5 = 1,0
hingga penyelesaian masalah selesai
2) Masalah terlalu lama untuk diselesaikan 0,5 2 1,0
TOTAL 1,0 2,5
4 MATERIAL
Strength
1) Mempunyai sarana dan prasarana untuk pasien dan tenaga kesehatan 0,4 4 1,6
2) Tersedianya nurse station 0,3 3 0,9
3) Penggunaan alat untuk satu pasien satu alat 0,1 1 0,1 S-W =
4) Setiap ruangan sudah mempunyai penncahayaan ruang yang cukup 0,2 2 0,4 3,0 – 2,7 = 0,3
TOTAL 1,0 3,0
Weakness
1) Terdapat beberapa bed yang rusak 0,3 2 0,6
2) Terdapat penempatan alat yang tidak sesuai dengan tempatnya 0,2 2 0,4
3) Penempatan selimut, sprei, sloop di almari linen tidak sesuai tempatnya 0,4 4 1,6
4) Tidak adanya petugas logistik 0,1 1 0,1
TOTAL 1,0 2,7
Opportunity
1) Adanya kesempatan untuk menempatkan peralatan dengan ruangan 0,5 2 1,0 O–T=
2) Adanya kesempatan untuk memanfaatkan ruang atau tempat yang masih kurang 0,5 2 1,0 2,0 - 2,4 = - 0,4
TOTAL 1,0 2,0
Threat

64
1) Adanya ketidak seimbangan antara daftar investaris alat dengan nama ruangan 0,2 2 0,4
2) Dapat terjadi kesalahan pengambilan alat, karena tidak sesuai dengan ruangan 0,3 3 0,9
3) Dapat memperlambat tindakan ke pasien karena penempatan alat yang tidak sesuai 0,4 3 1,2
ruangan 1,0 2,4
TOTAL
5 MUTU
Strength
1) Diruang Kana angka kejadian infeksi nosokomial memiliki angka yang rendah 0,2 3 0,6
2) Sistem pengelolaan sampah sudah terkelola dengan baik 0,2 4 0,8
3) Pasien dengan jenis kelamin yang sama ditempatkan dalam satu kamar 0,2 4 0,8
4) Dokter dan perawat yang bertugas di ruang Kana sudah menerapkan 5 moment cuci 0,2 3 0,6
tangan
5) Tingkat kebersihan lingkungan di ruang Kana sudah bersih dan dibersihkan setiap hari 0,2 4 0,8
sesuai jam shift jaga
TOTAL 1,0 3,6 S-W =
Weakness 3,6 – 3,3 = 0,3
1) Setiap pasien baru tidak diberikan pendidikan kesehatan terkait program pengendalian 0,4 3 1,2
infeksi, salah satunya yaitu 6 langkah cara mencuci tangan yang baik dan benar
2) Setiap pasien baru tidak diberikan penjelasan tentang tujuan dari penggunaan gelang 0,3 4 1,2
pasien
3) Penggunaan APD ysng kurang tepat yaitu perawat saat melakukan tindakan ganti balut 0,3 3 0,9
tidak memakai handscoon 1 kali pakai, tetapi 1 handscoon untuk beberapa pasien.
TOTAL 1,0 3,3
Opportunity
1) Loker sesuai dengan kamar pasien dan identitasnya dapat menaruh obat pasien sesuai 0,5 2 1,0 O-T =
tempatnya masing-masing 2.5 – 3,0 = - 0,5
2) Mengikuti pelatihan soft skill untuk meningkatkan mutu pelayanan pada pasien 0,5 3 1,5
TOTAL 1,0 2,5
Threat
1) Infekso nosokomial 0,5 3 1,5
2) Ketepatan identifikasi pasien 0,5 3 1,5
TOTAL 1,0 3,0

65
RUMUSAN MASALAH
1. MAN
Kurangnya tenaga keperawatan dan non keperawatan di Ruang Kana

2. MONEY
Jika ruangan membutuhkan peralatan yang dibutuhkan, maka untuk
pengajuan pembelian peralatannya membutuhkan waktu yang cukup lama

3. METHOD
a. Proses timbang terima di ruang Kana belum sesuai SOP di rumah sakit
dan dalam buku Nursalam (2014)
b. Kelengkapan dokumentasi di ruang Kana yaitu 77 %, hal ini masih belum
memenuhi standart Dokumentasi menurut Depkes yang seharusnya 50 %

4. MATERIAL
a. Belum adanya label keterangan alat
b. Terdapat handscrubs di beberapa ruangan dalam keadaan kosong

c. Frekwensi kalibrasi alat medis yang tidak sesuai penjadwalan

5. MUTU

a. Setiap pasien baru yang masuk, ada beberapa yang belum diberikan
pendidikan kesehatan terkait program pengendalian infeksi, salah satunya
yaitu 6 langkah cara mencuci tangan yang baik dan benar
b. Terdapat beberapa pasien yang belum mengetahui mengenai fungsi dari
gelang identitas pasien dan ada beberapa pasien yang melepas gelang
identitasnya.

66
BAB IV
PERENCANAAN

Sesuai prioritas masalah yang ada di Ruang Kana RS Mardu Rahayu Kudus, maka
kami membuat perencanaan sebagai berikut :
1. MAN
Intervensi
Memberikan informasi kepada kepala ruang tentang kurangnya tenaga
keperawatan dan logistik di ruang Kana

2. MONEY
Intervensi
Memberikan informasi tentang lamanya pengadaan barang-barang kepada
kepala ruang

3. METHODE
Intervensi
a. Memberikan informasi/sosialisasi kepada kepala ruang mengenai
timbang terima yang sesuai dengan SOP di buku Nursalam tahun 2014.
b. Memberikan informasi mengenai kelengkapan dokumentasi kepada
perawat ruang Kana.

4. MATERIAL
Intervensi
a. Melengkapi label tempat di almari linen
b. Melengkapi tempat handcrub dan handwash yg belum lengkap dan tertata
c. Melakukan kalibrasi alat medis sesuai jadwal yang ditentukan

5. MUTU
Intervensi
a. Memberikan penyuluhan tentang pentingnya cuci tangan 6 langkah
kepada keluarga pasien

67
b. Memberikan saran mengenai penggunaan APD sesuai SOP
c. Pemberian informasi mengenai tujuan penggunaan gelang identitas
kepada pasien dan keluarga pasien

68
BAB V
IMPLEMENTASI

Setelah melakukan pengkajian 5M (Man, Money, Methode, Material dan Mutu)


serta merancang rencana implementasi pada ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus
yaitu sebagai berikut :
1. Man (Melakukan sosialisasi Kebutuhan Tenaga Kerja)
Berdasarkan penghitungan kebutuhan tenaga kerja keperawatan menurut
Depkes RI didapatkan hasil bahwasanya tenaga keperawatan di Ruang Kana,
masih dalam kategori kurang, selain itu juga belum adanya tenaga logistik di
ruang tersebut. Oleh karena itu perlu adanya penginformasian terhadap kepala
ruang mengenai penghitungan tersebut. Media yang digunakan dalam
pernginformasian tersebut adalah berita acara dan penghitungan kebutuhan
tenaga kerja. Implementasian mengenai penghitungan tenaga keperawatan
tersebut, lambat laun kebutuhan tenaga keperawatan dan tenaga logistik dapat
terpenuhi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan

2. Money (Memberikan informasi mengenai lamanya pengadaan alat dan barang


kepada kepala ruang)
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan mengenai keuangan di ruangan
dengan observasi ditemukan bahwa untuk ruangan Kana, jika membutuhkan
peralatan, maka pengajuan pembelian peralatannya akan membutuhkan
waktu. Oleh karenaitu penulis memberikan informasi pada kepala ruang Kana
mengenai lamanya pengadaan alat dan barang-barang serta menyarankan
untuk meminimalkan waktu untuk pembelian alat medis yang dibutuhkan.

3. Methode (Melakukan sosialisasi timbang terima)


Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan
keadaan pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefektif mungkin
dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan

69
mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan
perkembangan pasien saat itu. Timbang terima dilakukan oleh kepala jaga
keperawatan kepada perawat pelaksana (penanggungjawab) dinas sore atau
dinas malam secara tertulis dan lisan (Nursalam, 2015).
Prosedur timbang terima pertama kali dipimpin oleh kepala ruang dan
selanjutnya kepala ruang mempersilahkan perawat jaga untuk menyampaikan
jumlah, kondisi dan tindakan keperawatan yang sudah atau belum dilakukan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan timbang terima yaitu
informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis ddan
menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan, semua hal
terkait diagnose medis, keperawatan, keluhan dan hasil pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang sebaiknya diinformasikan di nurse station, dan
waktu di bed pasien hanya menyapa pasien, menanyakan keadaan, dan
validasi keluhan pasien (Nursalam, 2015)
Di ruang Kana pelaksanaan timbang terima belum sesuai dengan SOP di
rumah sakit dan buku Nursalam (2014). Sebelum sosialisasi dilakukan,
terlebih dahulu meminta ijin kepada kepala ruang dan menjelaskan alasan
diadakan sosialisasi timbang terima. Selain itu juga menyiapkan berita acara
yang akan ditandatangani oleh kepala ruang serta CI ruangan sebagai bukti
bahwa telah menyelesaikan sosialisasi timbang terima.
Sosialisasi timbang terima berlangsung selama ± 45 menit dan
didapatkan hasil berupa respon kepala ruang dan perawat yang mengikuti
sosialisasi adalah baik dan antusias. Kepala ruang menyatakan bahwa selama
ini timbang terima belum sesuai SOP, karena sudah menjadi kebiasaan
terutama dalam hal pembukaan yang tidak dilakukan oleh kepala ruang serta
tidak adanya tahap post conference. Alasannya adalah agar perawat terbiasa
mandiri dalam membuka atau memimpin suatu diskusi dengan perawat lain.
Setelah sosialisasi timbang terima kemudian dilakukan observasi selama 3
hari untuk menilai ada perubahan atau tidak. Hasilnya setelah 3 hari
pelaksanaan masih belum sesuai SOP dan visitasi ruangan masih dilakukan
saat penggantian shift malam ke shift pagi saja.

70
4. Material (Penempelan stiker nama pada alat-alat, pengisian handscrub
penjadwalan kalibrasi alat)
Material merupakan sarana prasarana yang ada di ruangan untuk mendukung
pelayanan. Setelah dilakukan pengkajian dengan wawancara petugas logistik
dan observasi ruangan, hasilnya menunjukkan di ruang Betani A memiliki
masalah tentang pemberian label alat yang belum ada, sehingga kadang sulit
untuk pencatatan inventaris. Pengisian handscurb yang sering kali terlambat
memicu penularan penyakit lain bisa lebih besar. Kalibrasi alat yang sering
terlambat membuat hasil yang didapatkan kurang valid. Oleh karena itu
kelompok melakukan penempelan nama alat, pengisian handscrub dan
kalibrasi rutin pada alat medis yang digunakan.

5. Mutu (Pendidikann kesehatan 6 langkah cuci tangan ke pasien dan keluarga)


Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis, baik local maupun sistemik. Sedangkan
infeksi nosokomial (INOS) adalah Infeksi yang didapat atau timbul pada
waktu pasien dirawat di rumah sakit, karena rumah sakit juga merupakan
tempat bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun
dari pengunjung yang berstatus pembawa (carier). Banyaknya penyakit
menular inilah mulai tahun 2001, Depkes RI telah memasukan pengendalian
infeksi nosokomial sebagai salah satu tolak ukur kreditas rumah sakit
(Nursalam, 2011). Infeksi nosokomial dapat dicegah dengan berbagai cara,
dan salah satu cara yang mudah yaitu dengan melakukan cuci tangan. Cuci
tangan yang benar dilakukan dalam 5 moment yaitu sebelum kontak dengan
pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah meninggalkan lingkungan
pasien. Teknik cuci tangan yang benar adalah dengan cara 6 langkah cuci
tangan (RSU Mardi Rahayu, Kudus, 2016)
Hasil pengkajian sebelumnya didapatkan beberapa pasien baru tidak
dilakukan pendidikan kesehatan mengenai cuci tangan yang benar, karena
kurangnya tenaga perawat dan banyaknya dokumentasi yang harus dikerjakan

71
untuk melengkapi pengkajian serta data mengenai pasien dan mengobservasi
keadaan pasien. Oleh karena itu, kami melakukan pendidikan kesehatan
mengenai 6 langkah cuci tangan yang benar kepada pasien dan keluarga
pasien, dan kegiatan pendidikan kesehatan sudah sesuai SOP yang ada.
Pasien dan keluarga pasien yang dilakukan pendidikan kesehatan menyimak
penjelasan perawat dan mengikuti demonstrasi 6 langkah cuci tangan dengan
menggunakan handscrub. Dari hasil pemberian pendidikan kesehatan ke
keluarga pasien dapat disimpulkan jika ada pasien baru, maka dianjurkan
untuk dilakukan pendidikan kesehatan 6 langkah cuci tangan yang benar, agar
pasien mengetahui dan menerapkan sehingga terhindar dari penyakit menular
dan mencegah infeksi nosokomial.

BAB VI
EVALUASI

72
Setelah melakukan pengkajian 5M (Man, Money, Methode, Material dan Mutu)
maka dapat melakukan evaluasi pada ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus yaitu
sebagai berikut :
1. Man (Melakukan sosialisasi Kebutuhan Tenaga Kerja)
Saat dilakukan informasi kebutuhan tenaga kerja di ruang Kana yang kurang.
Kepala ruang dan kepala jaga menyadari memang tenaga perawat di
ruangannya kurang dan akan berusaha untuk mengusulkan hal tersebut agar
kebutuhan tenaga kerja di ruang Kana terpenuhi sesuai dengan standart yang
ada. Sehingga seimbang antara kebutuhan asuhan keperawatan ke pasien
dengan tenaga yang tersedia untuk memaksimalkan pelayanan

2. Money (Memberikan informasi mengenai lamanya pengadaan alat dan barang


kepada kepala ruang)
Setelah dilakukan pemberian informasi kepada kepala ruang Kana mengenai
lamanya pengadaan alat dan saran untuk meminimalkan waktu pembelian
alat. Kepala ruang menerima saran diberikan. Sedangkan dalam pembelian
alat medis kepala ruang tiak menjamin, karena dalam pembelian alat medis aa
bagian lain yang mengurusi pembeliannya, yaitu bagian pengadaan barang
dan jasa, ruangan hanya melaporkan alat medis yang dibutuhkan atau alat-alat
yang sedang rusak

3. Method (Melakukan sosialisasi timbang terima)


Saat dilakukan implementasi tentang sosialisasi tentang timbang terima yang
dihadiri oleh Kepala Ruang, Kepala jaga dan perawat yang shift pagi
didapatkan hasil bahwa pelaksanaan timbang terima memang belum sesuai
prosedur rumah sakit. Setelah sosialisasi kemudian dilakukan observasi
selama 3 hari dan hasilnya adalah setiap timbang terima shift malam ke pagi
sudah dibuka oleh kepala ruang. Namun untuk tahap pre conference masih
belum dilakukan, karena beberapa perawat jaga malam sudah terlanjut pulang
dengan alasan jam kerja sudah selesai. Visitasi ruangan juga masih dilakukan
saat pergantian shift.

73
4. Material (Penempelan stiker nama pada alat-alat, pengisian handscrub
penjadwalan kalibrasi alat)
Setelah dilakukan implementasi penempelan stiker nama alat, pengisian
handscurb dan kalibrasi alat. Hasilnya didapatkan lebih mudah dalam
pencatatan inventaris alat, tidak ada penularan penyakit karena tertib cuci
tangan 6 langkah dengan handscrub, hasil dari alat medis yang dikalibrasi
lebih valid.

5. Mutu (Pendidikann kesehatan 6 langkah cuci tangan ke pasien dan keluarga)


Setelah dilakukan implementasi pendidikan kesehatan mengenai 6 langkah
cuci tangan yang benar ke pasien dan keluarganya, maka pasien dan
keluarganya mampu melakukan 6 langkah cuci tangan yang baik dan benar
dan dapat menerapkan cuci tangan yang benar selama perawatan di rumah
sakit atau saat di rumah. Pasien mengetahui jenis cuci tangan yaitu handscrub
dan handwas. Selain cara cuci tangan yang benar paasien dari keluarga dapat
mengetahui pentingnya cuci tangan yang baik dan benar untuk menghindari
penyakit menular serta salah satu upaya menjaga kesehatan

BAB VII
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

74
Berdasarkan implementasi di ruang Kana RS Mardi Rahayu Kudus, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa :
1) Perlunya penambahan dari jumlah perawat, logistic yang sesuai dengan
buku pedoman keperawatan.menurut Depkes RI
2) Dalam hal keuangan, dalam pengadaan barang, agar cepat dan sesuai
keinginan di ruang Kana, maka perlu tiap ruang diberi anggaran,
sehingga tidak perlu menunggu lama
3) Proses timbang terima harus sesuai SOP di rumah sakit dan ada
dokumentasinya baik secara lisan dan tertulis, dan dilakukan di nurse
station.
4) Perlu adanya loker yang sesuai dengan jumlah pasien dan kamar,
sehingga akan terlihat rapi dan tertata
5) Perlunya pendidikan kesehatan tentang 6 langkah menjaga kesehatan
khususnya cuci tangan, baik dilakukan saat pasien masih dirawat maupun
pada keluarga saat pasien sudah pulang, sehingga tidak akan terkena
infeksi lagi

B. Saran
Sebagai penulis, maka kami memberikan saran untuk ruang Kana RS Mardi
Rahayu Kudus sebagai berikut :
1) Segera dilakukan evaluasi dan penambahan jumlah perawat khususnya
pengadaan karyawan yang menangani logistic
2) Dalam pengadaan barang harus sesuai SOP yang ada di rumah sakit dan
tidak harus menunggu lama-lama
3) Dalam timbang terima harus diupayakan adanya dokumentasi tertulis,
sehingga ada bukti adanya timbang terima, dan pada waktu timbang
terima harus diadakan supervise tiap kamar pasien
4) Harus adanya loker yang ada namanya dan kamarnya, sehingga akan
kelihatan rapi dalam menatanya
5) Tiap pasien yang sudah sembuh harus diberi pendidikan kesehatan
tentang cara cuci tangan yang betul, dan tiap pasien harus diberi leaflet

75
tentang penyakit yang akan timbul apabila tidak menjalankan pendidikan
kesehatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

76
Arwani, Heru Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Asmadi. 2008. Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC.
Basford, L. 2006. Teori dan Praktik Keperawatan Pendekatan Integral pada
Asuhan Pasien. Jakarta: EGC.
Bastable, Susan B. 2002. Perawat sebagai Pendidik: Prinsip-prinsip Pengajaran
dan Pendidik. Jakarta: EGC.
Brunner, L dan Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Creswell J.W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed (Edisi Ketiga). Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
DepKes RI. 2006. Pedoman Kegiatan Perawat Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas. Jakarta: Direktoral Bina Pelayanan Keperawatan.
Dharma Kusuma, Kelana. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info
Media.
Dwidiyanti, Meidiana. 1998. Aplikasi Model Konseptual Keperawatan.
Semarang: Akper Depkes Semarang.
Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press.
Herujito, Yayat M. 2001. Dasar- Dasar Manajemen. Jakarta: Grasindo.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika. . 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik (Cetakan II).
Jakarta: Salemba Medika.
Kozier, Barbara. 2004. Fundamental of Nursing. (Seventh Edition, Vol.2).
Jakarta: EGC.
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta: EGC. 115
Moleong, L.J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
________ . 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mubarak, Wahid Iqbal & Chayatin, Nurul. 2009. Keperawatan Komunitas:
Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba medika
Nanda International. 2009. NANDA International Nursing diagnosis: Definition &
classification 2009-2011. Herdman, T.H. Editor (First edition). USA:
Blackwell Publishing.
Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

77
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Kosep dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika.
________. 2002. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
________. 2007. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.
________. 2009. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam dan Efendi, Ferry. (2008). Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta:
Salamba Medika.
Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan (Volume 1, Edisi 4) Jakarta:
EGC.
. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. (Volume 2, Edisi 4). Jakarta: EGC.
Saam, Zulfan dan Wahyuni, Sri. 2012. Psikologi Keperawatan. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sarosa, Samiaji. 2012. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks.
Smeltzer, Suzzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth. Alih bahasa, Agung Waliyo. Jakarta: EGC. 116
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Susanto, Azhar. 2004. Sistem Informasi Manajemen. Bandung: Linggar Jaya.
Swanburg, C Russel. 2000. Pengantar Kepempinan & Manajemen Keperawatan
Untuk Perawat Klinis. Jakarta: EGC.

Jurnal/Skripsi/Internet:
Alfianti, Vivi & Yosafianti, Dera. 2010. Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Persiapan Pasien Pulang terhadap Kepuasan Pasien tentang Pelayanan
Keperawatan Di RS Romani Semarang. Diakses pada 2 Juli 2016 dari
http://jurnal.unimus.ac.id.
Amelia, Rina. 2008. Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Perawat
dalam Asuhan Keperawatan Pasien. Diakses pada 28 April 2016 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18360/1/mn-mar2009-42%
20(8).pdf.
Ardiyanti, Fanita. 2014. Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat
pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga. Diakses pada tanggal
5 Mei 2016 dari http://repository.uksw.edu/handle/123456789/5321.
DepKes. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2013). Diakses tanggal 28
Januari 2016 dari www.depkes.go.id/resources/ download/.. ./Hasil%20
Riskesdas%202013.pdf.

78
Dessy, Ni Wayan, dkk. 2011. Peran Perawat Dalam Memberikan Discharge
Planning Pada Pasien Hipertensi Di RSUD Dr. M. Soewandhi Surabaya.
Surabaya: Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surabaya. Diakses
pada 10 Juni 2016 dari digilib.poltekkesdepkessby.ac.id/view.php?id=235
[Serial on line]
DinKes Jateng. 2014. Profil kesehatan Jawa Tengah 2014. Diakses pada tanggal
15 Januari 2016 dari www.dinkesjatengprov.go.id/.../2014/...Saku2014/pdf.
Discharge Planning Association. 2008. Discharge Planning. Diakses pada tanggal
4 Juni 2016 dari http://www.dischargeplanning.org.au/index.htm.117
Fagerstrom. 2009. Evidence-based human resource management: a study of nurse
leaders’ resource allocation. Journal of Nursing Management.17: 415-425.
Fhitrishia, Febby. 2008. Peran Keluarga Dalam Proses Pengobatan. Fakultas Ilmu
Sosial & Ilmu Politik Universitas Andalas. Diakses pada 20 Juni 2016 dari
y.unand.ac.id/17230/1/Peranan_Keluarga_Dalam_ Roses_Pengobatan.pdf.
Firmansyah, David. 2016. Peran Perawat Dalam Imformed consent pasien Pre
Operasi Di Bangsal Bedah RSUD DR Soehadi Prijonegoro Sragen. Diakses
pada 25 Agustus 2016 dari http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/
files/disk1/30/01-gdl-davidfirma-1459-1-skripsi-p.pdf .
Gillies, D. A., (1994), Nursing management: A system approach, Third edition,
Philadelphia: WB. Saunders Company.
Hamida, Fajar. 2016. Hubungan Antara Lama Kerja Dengan Kinerja Bidan Dalam
Pelayanan Antenatal Care (ANC) di Wilayah Surakarta. Diakses pada 24
Agustus 2016 dari https://www.academia.edu/7189070/Bab_2_lama_kerja.
Hariyati, Sri Tutik., Afifsh, Efi., dan Handiyani, Hanny. 2008. Evaluasi Model
Perencanaan Pulang yang Berbasis Teknologi Informasi. Vol 12 No.2.
Diakses tanggal 15 Januari 2016 dari https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahU
KEwiyxvu5o6POAhUEPo8KHRppCYwQFgg1MAM&url=http%3A%2F%
2Fopac.unisayogya.ac.id%2F245%2F1%2FANA%2520MARIA%2520SH
OFIANA_201010201142_NASKAH%2520PUBLIKASI.pdf&usg=AFQjC
NG5nKEL362XjjJIVNCmc1xlC7DJyA&bvm=bv.128617741,d.c2l.
Herniyatun, Nurlaila dan Sudaryani. 2009. Efektivitas Program Discharge
Planning Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Kebumen Tahun 2009. Diakses pada tanggal 28 Juni
2016 dari http://ejournal.stikesmuhgombong.ac.id/index.php/JIKK/article/
view/46.
Huber, Diane L. (2000). Leadership and Nursing Care Management, third
edition. Philadelphia: W.B Saunders Company. 118
Isnaeni. 2014. Gambaran Peran Perawat Puskesmas dalam Pelaksanaan Perawatan
Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) di Kota Salatiga Tahun 2013. Diakses
pada 8 Juli 2016 dari http://repository.uksw.edu/handle/ 123456789/5322.

79
Karing dan Rosario, Kalista. 2013. Persepsi Perawat Terhadap Perannya Sebagai
Advokator pada Pelayanan Rawat Inap di Ruang Cempaka RSUD Salatiga.
Diakses pada 5 Juli 2016 dari http://repository.uksw.edu/handle/
123456789/6728.
Khairina, A. 2013. Employee Relations Dalam Membina Kinerja Karyawan: Studi
Kasus Pada Pt. Asha Ramas Anugerah Surabaya. Diakses pada 24 Agustus
2016 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37472/4/Chapter
%20II.pdf
National Council of Social Service/NCSS. (2006). Care and discharge planning:
A guide for service providers. Serial No:032/SDD19/DEC06. Singapore:
National Council of Social Service.
Nugroho, Adi, dkk. 2008. Studi Korelasi Karakteristik Dengan Perilaku Keluarga
Dalam Upaya Penanggulangan Malaria Di Kecamatan Kintap Kabupaten
Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan Periode September-Desember
Tahun 2007. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3/no.1/ anuari 2008.
Tanah Laut: PSKM FK Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan
Selatan. Diakses pada 15 Juni 2016 dari ejournal.undip.ac.id/index.php
/jpki/article/.../2255 [Serial on line].
Setyowati T. (2011). Pelaksanaan Discharge Planning oleh perawat Pada pasien di
ruang syaraf dan Bedah Syaraf Gedung Kemunig Rumah Sakit Umum Pusat
dr.Hasan Sadikin Bandung. Skripsi Dipubikasikan.Bandung: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Borromeus. Diakses pada 2 Februari 2016 dari
http://ejournal.stikesborromeus.ac.id/.
Smith, Claudia M. dan Frances A. Maurer. 2000. Community Health Nursing
Theory and Practice Second Edition. United States: Saunders.
Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
Diakses pada 30 Januari 2016 dari www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/
1600.pdf. 119
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Diakses pada 28 Januari 2016 dari http://www.balitbangham.go.id/.../
peraturan-perundang-undangan?...uu-no-23.
Undang-Undang No 23 tahun 1992 Tentang Peran Perawat. Diakses pada 2 Maret
2016 dari http://perawat77.blogspot.co.id/2010/05/definisi peran fungsi-dan-
tugas-perawat.html.
Widyaningtyas. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas serta
dampaknya pada kepuasan konsumen dalam menggunakan jasa kereta api
harina (studi pada PT. Kereta Api Indonesia DAOP IV Semarang).
Semarang: Universitas Diponegoro. Diakses pada tanggal 23 Juli 2016 dari
http://eprints.undip.ac.id/23464/.
Yuliana, Lina. 2013. Karya Tulis Ilmiah Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang
Discharge Planning Pasien Di Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung.

80
Diakses tanggal 26 Januari 2016 dari http://ejournal.stikesborromeus.ac.id/
file/karya%20tuli%20ilmiah%20lina %20yuliana.pdf.

81

Anda mungkin juga menyukai