Panduan Privasi Pasien
Panduan Privasi Pasien
KUNINGAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa
atas segala Rahmat dan Karunia Nya yang telah diberikan kepada penyusun sehingga
Panduan Pelaksanan Hak pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Juanda Kuningan ini dapat
selesai disusun.
Buku ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang memberikan pelayanan
kepada pasien di Rumah Sakit Juanda Kuningan
Tidak lupa penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya atas
bantuan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Pedoman Pelaksanan Hak
pasien dan Keluarga Rumah Sakit Juanda Kuningan
Besar harapan kami dengan adanya panduan yang sederhana ini dapat membantu
meningkatkan pelayanan terhadap pasien dirumah sakit yang kita cintai ini.
Kuningan ,
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia secara umum memiliki tingkatan interaksi atau keterbukaan yang
dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Ruang personal
(personal space) adalah batas- batas yang tidak jelas antara seseorang dengan orang
lain, dan berdekatan dengan diri sendiri.
Isu etika administratif rumah sakit menjadi potensi pertama terkait dengan
kepemimpinan dan manajemen rumah sakit. Potensi isu etika administrative yang
sering muncul adalah tentang privasi pasien, privasi menyangkut hal-hal
konfidensial tentang pasien, seperti rahasia pribadi, kelainan atau penyakit yang
diderita, keadaan keuangan, dan terjaminnya pasien dari gangguan terhadap
kesendirian yang menjadi haknya.
Kewajiban etis rumah sakit untuk menjaga dan melindungi privasi dan
kerahasiaan pasien, harus diakui bahwa hal itu tidak selalu mudah. Misalnya
kerahasiaan rekam medis pasien sukar dijaga, karena rumah sakit modern data dan
informasi yang terdapat didalamnya terbuka bagi begitu banyak petugas yang
memiliki wewenang atas akses terhadap dokumen tersebut. Dapat juga terjadi
dilema etika administrative, persetujuan tindakan medis (informed consent) bisa
menjadi masalah ketika hal itu tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya yaitu
informed consent dilaksanakan oleh pasien yang kompeten pada dokter untuk
melakukan tindakan medis tertentu pada dirinya, setelah diberi informasi yang
lengkap dan dimengerti oleh pasien tentang semua dampak dan resiko yang
mungkin terjadi sebagai akibat tindakan medis tersebut. Dalam berbagai hal
memang tidak berdampak pada masalah etika ketika tindakan medis yang dilakukan
berjalan aman dan outcome klinis sesuai dengan yang diharapkan semua pihak.
Isu etika biomedis dirumah sakit menyangkut persepsi dan perilaku
professional dan institusional terhadap hidup dan kesehatan manuasia terhadap
hidup dan kesehatan manusia dari sejak sebelum kelahiran, pada saat sejak lahir,
selama pertumbuhan, jika terjadi cedera atau penyakit, menjadi tua sampai saat
menjelang akhir hidup, kematian dan beberapa waktu setelah itu. Dari kesemuanya
diatas membutuhkan perilaku menjaga privasi pasien sesuai dengan kebutuhan.
Perilaku tenaga medis menyebar informasi secara sengaja ataupun tidak
sengaja melalui media sosial berupa gambar, kondisi pasien, dan data identitas
pasien merupakan hal yang diluar menjaga privasi pasien dan perlu dilakukan
pengontrolan karena akan menjadi potensi isu administratif dan isu bioetik.
BAB II
A. Pengertian Privasi
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki
seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan yang diinginkan itu
menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk
berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya
sukar dicapai orang lain. Adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai
kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan memperoleh pilihan-pilihan
atau kemampuan untuk menjaga interaksi seperti yang diinginkan.
Privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara
fisik terhadap pihak-pihak lain dalam rangka menyepi saja.
1. Faktor-faktor privasi
a. Faktor personal
Ada perbedaan jenis kelamin dalam privasi, dalam suatu penelitian pria
lebih memilih ruangan yang terdapat tiga orang sedaangkan wanita tidak
mempermasalahkan isi dalam ruangan. Menurut Maeshall perbedaan dalam
latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan privasi.
b. Faktor situasional
Kepuasan akan kebutuhan privasi sangat berhubungan dengan seberapa
besar lingkungan mengijinkan orang orang didalamnya untuk mandiri.
c. Faktor budaya
Pada penelitian tiap-tiap budaya tidak ditemukan perbedaan dalam
banyaknya privasi yang diinginkan tetapi berbeda dalam cara bagaimana
mereka mendapatkan privasi. Misalnya rumah orang jawa tidak terdapat
pagar dan menghadap ke jalan, tinggal dirumah kecil dengan dinding dari
bambu terdiri dari keluarga tunggal anak ayah dan ibu.
C. Pengertian Teritorial
Pembentukan kawasan teritorial adalah mekanisme perilaku lain untuk
mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan
dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antar dirinya dengan orang lain
maka peda teritorial batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relatif tetap.
Menurut holahan teritorialitas adalah suatu pola perilaku yang ada hubungannya
dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas sebuah lokasi
geografis tertentu. Pola perilaku ini mencangkup personalisasi dan pertahanan
terhadap gangguan dari luar. Menurut Altman, teritorialitas itu individu yang
tinggal di daerah tersebut dapat mengontrol daerah tempat tinggalnya.
1. Elemen Teritorialitas
Ada empat elemen teritorialitas, yaitu :
a. Kepemilikan atau hak dari suatu tempat, misalnya surat-surat tanah menjadi
bukti hak untuk tinggal di atas tanah tersebut.
b. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu, misalnya nomer yang
terdapat di setiap rumah menjadi suatu penandaan atau ciri tertentu.
c. Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar misalnya KTP menjadi
suatu hak tanda bukti kita sebagai WNI.
d. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar
psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan estetika.
Misalnya kegiatan gotong royong warga di suatu kecamatan sehingga
menimbulkan lingkungan yang asri dan sehat.
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit.
2. Memperoleh pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3. Memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi
kedokteran, kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
4. Memperoleh asuhan keperawatan setara sesuai dengan keinginannya dan sesuai
peraturan di rumah sakit
5. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginan dan peraturan di
rumah sakit.
6. Dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan
pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
7. Meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut
(second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang
merawat.
8. Berhak atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang dideritanya termasuk data-
data mediknya.
9. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:
a. Penyakit yang dideritanya.
b. Tindakan medik apa yang hendak dilakukan
c. Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk
mengatasinya.
d. Alternatif terapi lainnya.
e. Prognosanya
f. Perkiraan biaya pengobatan.
10. Pasien berhak menyetujui atau memberikan izin tindakan yang akan dilakukan
oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang diderita.
11. Pasien berhak menolak tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggungjawab sendiri setelah
memperoleh informasi yang jelas dalam keadaan kritis.
12. Pasien berhak didampingi keluarga dalam keadaan kritis.
13. Berhak atas menjalankan ibadah.
14. Berhak atas keamanan dan keselamatan diri.
15. Berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap
dirinya.
16. Berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
17. Pasien berkewajiban mentaati segala peraturan dan tata tertib di rumah sakit
18. Pasien wajib mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam perawatan.
19. Pasien wajib memberikan informasi dengan jujur dan lengkap tentang penyakit
kepada dokter yang merawat.
20. Pasien wajib melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau
dokter.
21. Pasien wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah
dibuatnya.
The Medical Records Institute merumuskan hak-hak pasien tersebut seperti berikut
ini:
Menurut Permenkes RI No. 269 tentang rekam medis pasal 10, hal yang harus
diperhatikan bagi profesional MIK dalam pengelolaan informasi pasien
adalah :
1. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya
oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan
pimpinan sarana pelayanan kesehatan
2. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :
a. Untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum perintah pengadilan;
c. Permintaan dan / atau persetujuan pasien sendiri;
d. Permintaan institusi atau lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan dan;
e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang
tidak menyebutkan identitas pasien.
Aturan yang mengatur privasi yang ketat adalah kode etik administrator
perekam medis dan informasi kesehtan (PORMIKI,2006) adalah :
1. Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang
terkandung di dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen,
ketetapan pimpinan institusi dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas informasi
pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial.
3. Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan
yang menyimpang dari kode etik profesi
BAB III
2. PEMBERIAN TERAPI
Kode Etik Rumah Sakit (Kodersi) dalam kaitannya manajemen informasi
kesehatan :
a. Pasal 9 : Rumah sakit harus mengindahkan hak- hak asasi pasien
b. Pasal 10 : Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita
pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan
c. Pasal 11 : Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien (informed
consent) sebelum melakukan tindakan medis
Semua terapi pengobatan, tindakan medis dan informasi medis yang
berkaitan pada status kesehatan pasien harus dikomunikasikan dengan pasien
terutama penjelasan apa yang diderita dan tindakan yang hendak dilakukan.
Dan meminta persetujuan pasien (informed consent) untuk tindakan medis
yang akan dilakukan pada pasien tersebut. Semua tindakan medis ataupun
terapi wajib dirahasiakan sesuai dengan ”Declaration on the Rights” of the
Patients yang dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan
sebagai berikut
1) Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien,
kondisi medis, diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua
informasi lain yang sifatnya pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan
setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien mungkin mempunyai
hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan mengenai
resiko kesehatan mereka.
2) Informasi rahasia hanya boleh dibeberkan jika pasien memberikan ijin
secara eksplisit atau memang bisa dapat diberikan secara hukum kepada
penyedia layanan kesehatan lain hanya sebatas “apa yang harus diketahui”
kecuali pasien telah mengijinkan secara eksplisit.
Semua data pasien harus dilindungi. Perlindungan terhadap data harus
sesuai selama penyimpanan. Substansi manusia dimana data dapat diturunkan
juga harus dilindungi. Dalam kasus dimana pasien tidak kompeten dalam
membuat keputusan medis, orang lain harus diberi informasi mengenai pasien
tersebut agar dapat mewakili pasien tersebut dalam membuat keputusan.
Dokter secara rutin menginformasikan kepada anggota keluarga pasien yang
sudah meninggal tentang penyebab kematian. Pembeberan terhadap
kerahasiaan ini dibenarkan namun harus tetap dijaga seminimal mungkin, dan
bagi siapa yang mendapatkan informasi rahasia tersebut harus dipastikan sadar
untuk tidak mengatakannya lebih jauh lagi dari pada yang diperlukan untuk
kebaikan pasien. Jika mungkin pasien harus diberitahu bahwa telah terjadi
pembeberan.
3. TRANSPORTASI PASIEN
Transportasi merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien. Pada
tindakan ini pemindahan pasien dilakukan oleh dua sampai tiga orang perawat.
Membicarakan metode yang akan ditempuh dan kerja sama yang baik
merupakan suatu keharusan, baik bagi pasien maupun bagi perawat. Untuk
dapat melakukan metode mengangkat dengan baik berlaku ungkapan : ”latihan
yang terus-menerus melahirkan seni”.
Pemindahan ini dapat dari tempat tidur ke brankar atau dari satu tempat
tidur ke tampat tidur lain. Pemindahan ini biasanya dilakukan pada pasien yang
tidak dapat atau tidak boleh melakukan pemindahan sendiri
Pada waktu mengangkat atau memindahkan pasien dari satu tempat
ketempat lainnya maka kita menggunakan otot-otot tungkai atas, panggul dan
bahu. Bila kita mengangkat dengan kedudukan tulang belakang tidak
menggunakan cara yang tepat maka akan timbul keluhan-keluhan mengenai
tulang belakang.
Ketentuan mengangkat atau memindahkan pasien
1) Jelaskan kepada pasien prosedur kerja dan apa yang akan terjadi
2) Sediakan pakaian penutup bagi pasien
3) Siapkan tempat di mana pasien akan dipindahkan (misalnya kereta
dorong, brankar dan kursi)
4) Perhatikan bagian-bagian tubuh pasien yang terdapat rasa nyeri
5) Tempatkan kaki anda (perawat) dengan jarak satu telapak tangan satu
sama lainnya
6) Menjaga privasi pasien dengan cara menyelimuti pasien
hingga bagian dada.
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan Pelayanan Sesuai Kebutuhan Privasi Pasien Rumah Sakit Juanda Kuningan
ini telah disesuaikan dengan kebijakan dan panduan menurut Undang – Undang dan
Permenkes yang ditetapkan. Bila diperlukan akan dilakukan revisi sesuai ketentuan yang
berlaku.