Anda di halaman 1dari 18

HAK PASIEN DAN KELUARGA (HPK)

RUMAH SAKIT JUANDA

KUNINGAN

Elemen Penilaian 1.2

 Panduan Pelayanan Sesuai Dengan Kebutuhan Privasi Pasien


 SK Tentang Kebutuhan Privasi Pasien
 SOP Kebutuhan Privasi Pasien
 Formulir Permintaan Privasi

RUMAH SAKIT JUANDA KUNINGAN


Jl. Ir. H. Juanda No 207 Kuningan Jawa Barat – Indonesia
Telp. 0232 876433 – 877005 Fax. 0232 876433
Website : www.rsjuanda.com Email : info@rsjuanda.com

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa
atas segala Rahmat dan Karunia Nya yang telah diberikan kepada penyusun sehingga
Panduan Pelaksanan Hak pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Juanda Kuningan ini dapat
selesai disusun.

Buku ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang memberikan pelayanan
kepada pasien di Rumah Sakit Juanda Kuningan

Dalam panduan ini diuraikan tentang pengertian dan tatalaksana, bagaimana


panduan ini ditetapkan dalam memberikan pelayanan kepada pasien khsusnya tentang
pelaksanan Hak pasien dan Keluarga bisa dilaksanakan.

Tidak lupa penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya atas
bantuan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Pedoman Pelaksanan Hak
pasien dan Keluarga Rumah Sakit Juanda Kuningan

Besar harapan kami dengan adanya panduan yang sederhana ini dapat membantu
meningkatkan pelayanan terhadap pasien dirumah sakit yang kita cintai ini.

Kuningan ,

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia secara umum memiliki tingkatan interaksi atau keterbukaan yang
dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Ruang personal
(personal space) adalah batas- batas yang tidak jelas antara seseorang dengan orang
lain, dan berdekatan dengan diri sendiri.
Isu etika administratif rumah sakit menjadi potensi pertama terkait dengan
kepemimpinan dan manajemen rumah sakit. Potensi isu etika administrative yang
sering muncul adalah tentang privasi pasien, privasi menyangkut hal-hal
konfidensial tentang pasien, seperti rahasia pribadi, kelainan atau penyakit yang
diderita, keadaan keuangan, dan terjaminnya pasien dari gangguan terhadap
kesendirian yang menjadi haknya.
Kewajiban etis rumah sakit untuk menjaga dan melindungi privasi dan
kerahasiaan pasien, harus diakui bahwa hal itu tidak selalu mudah. Misalnya
kerahasiaan rekam medis pasien sukar dijaga, karena rumah sakit modern data dan
informasi yang terdapat didalamnya terbuka bagi begitu banyak petugas yang
memiliki wewenang atas akses terhadap dokumen tersebut. Dapat juga terjadi
dilema etika administrative, persetujuan tindakan medis (informed consent) bisa
menjadi masalah ketika hal itu tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya yaitu
informed consent dilaksanakan oleh pasien yang kompeten pada dokter untuk
melakukan tindakan medis tertentu pada dirinya, setelah diberi informasi yang
lengkap dan dimengerti oleh pasien tentang semua dampak dan resiko yang
mungkin terjadi sebagai akibat tindakan medis tersebut. Dalam berbagai hal
memang tidak berdampak pada masalah etika ketika tindakan medis yang dilakukan
berjalan aman dan outcome klinis sesuai dengan yang diharapkan semua pihak.
Isu etika biomedis dirumah sakit menyangkut persepsi dan perilaku
professional dan institusional terhadap hidup dan kesehatan manuasia terhadap
hidup dan kesehatan manusia dari sejak sebelum kelahiran, pada saat sejak lahir,
selama pertumbuhan, jika terjadi cedera atau penyakit, menjadi tua sampai saat
menjelang akhir hidup, kematian dan beberapa waktu setelah itu. Dari kesemuanya
diatas membutuhkan perilaku menjaga privasi pasien sesuai dengan kebutuhan.
Perilaku tenaga medis menyebar informasi secara sengaja ataupun tidak
sengaja melalui media sosial berupa gambar, kondisi pasien, dan data identitas
pasien merupakan hal yang diluar menjaga privasi pasien dan perlu dilakukan
pengontrolan karena akan menjadi potensi isu administratif dan isu bioetik.

B. Tujuan Panduan Pelayanan Sesuai dengan Kebutuhan Privasi


1. Tujuan Umum:
Sebagai Panduan bagi manajemen RS Juanda Kuningan untuk dapat
melaksanakan Pelayanan Sesuai dengan kebutuhan Privasi pasien dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
2. Tujuan Khusus:
a. Sebagai acuan yang jelas bagi manajemen RS Juanda Kuningan didalam
pelayanan sesuai kebutuhan privasi pasien
b. Sebagai acuan bagi para dokter, perawat, bidan dan staf rumah sakit untuk
dapat menjaga privasi pasien.
c. Terlaksananya program pelayanan sesuai dengan kebutuhan privasi pasien
secara sistematis dan terarah.

BAB II

PELAYANAN SESUAI DENGAN KEBUTUHAN PRIVASI PASIEN

A. Pengertian Privasi
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki
seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan yang diinginkan itu
menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk
berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya
sukar dicapai orang lain. Adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai
kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan memperoleh pilihan-pilihan
atau kemampuan untuk menjaga interaksi seperti yang diinginkan.
Privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara
fisik terhadap pihak-pihak lain dalam rangka menyepi saja.
1. Faktor-faktor privasi
a. Faktor personal
Ada perbedaan jenis kelamin dalam privasi, dalam suatu penelitian pria
lebih memilih ruangan yang terdapat tiga orang sedaangkan wanita tidak
mempermasalahkan isi dalam ruangan. Menurut Maeshall perbedaan dalam
latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan privasi.
b. Faktor situasional
Kepuasan akan kebutuhan privasi sangat berhubungan dengan seberapa
besar lingkungan mengijinkan orang orang didalamnya untuk mandiri.
c. Faktor budaya
Pada penelitian tiap-tiap budaya tidak ditemukan perbedaan dalam
banyaknya privasi yang diinginkan tetapi berbeda dalam cara bagaimana
mereka mendapatkan privasi. Misalnya rumah orang jawa tidak terdapat
pagar dan menghadap ke jalan, tinggal dirumah kecil dengan dinding dari
bambu terdiri dari keluarga tunggal anak ayah dan ibu.

B. Pengertian Ruang Personal


Istilah personal space pertama kali digunakan oleh Katz pada tahun 1973
dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karna istilah ini
juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi dan arsitektur. Beberapa definisi
ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-hasil penelitian, antara lain :
pertama, ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang
dengan orang lain. Kedua, ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri
sendiri. Ketiga, pengaturan ruang personal merupakan proses dinamis yang
memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai perubahan situasi. Keempat, ketika
seseorang melanggar ruang personal orang lain, maka dapat berakibat kecemasan,
stres dan bahkan perkelahian. Dengan inti definisi ruang personal sebagai batas
yang tak terlihat yang mengelilingi kita, dimana orang lain tidak dapat
melanggarnya. Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-
hasil penelitian, antara lain:
1. Ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang dengan
orang lain.
2. Ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri.
3. Pengaturan ruang personal mempakan proses dinamis yang memungkinkan diri
kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi.
4. Ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, maka dapat berakibat
kecemasan, stress dan bahkan perkelahian.
5. Ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar
manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain: berhadapan, saling
membelakangi, dan searah.

C. Pengertian Teritorial
Pembentukan kawasan teritorial adalah mekanisme perilaku lain untuk
mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan
dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antar dirinya dengan orang lain
maka peda teritorial batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relatif tetap.
Menurut holahan teritorialitas adalah suatu pola perilaku yang ada hubungannya
dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok orang atas sebuah lokasi
geografis tertentu. Pola perilaku ini mencangkup personalisasi dan pertahanan
terhadap gangguan dari luar. Menurut Altman, teritorialitas itu individu yang
tinggal di daerah tersebut dapat mengontrol daerah tempat tinggalnya.
1. Elemen Teritorialitas
Ada empat elemen teritorialitas, yaitu :
a. Kepemilikan atau hak dari suatu tempat, misalnya surat-surat tanah menjadi
bukti hak untuk tinggal di atas tanah tersebut.
b. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu, misalnya nomer yang
terdapat di setiap rumah menjadi suatu penandaan atau ciri tertentu.
c. Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar misalnya KTP menjadi
suatu hak tanda bukti kita sebagai WNI.
d. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar
psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan estetika.
Misalnya kegiatan gotong royong warga di suatu kecamatan sehingga
menimbulkan lingkungan yang asri dan sehat.

2. Altman Membagi Teritorialitas Menjadi Tiga, Yaitu:


a. Teritorial Primer
Teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya.
Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan
teritori utama ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadap aspek
psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.
b. Territorial Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengotrolan oleh
perorangan, dapat digunakan oleh orang lain yang masih di dalam kelompok
atau pun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu
c. Territorial Umum
Teritori ini dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-
aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada
dan digunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.
Berdasarkan pemakaiannya, territorial umum dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu: Hubungan Antara Privasi, Ruang Personal Dan Teritorialitas
Dari ke 3 hal teresebut semua saling berhubungan semua ini adalah
contoh yang ada dalam setiap diri masing masing individu ke 3 hal ini
membentuk karakter individu dan mempengaruhi prilaku seseorang yang
menjadi ke arah positif maupun negative semua tergantung bagaimana kita
menyikapinya. Antara privasi ruang lingkup maupun teritorialitas. Hal ini
juga dapat menggambarkan hubungan antara individu dengan dunia luar,
bagaimana cara dia berinteraksi dengan orang lain dan dapat menjalani
hubungan baik. Dari 3 hal ini karakter setiap individu akan terlihat secara
natural karna secara tidak langsung mereka menceritakan hal apa saja yang
di shared kepada publik dan yang tidak, bagaimana ruang gerak mereka
dalam ruang personalnya, maupun daerah kekuasaan teritorialitasnya. Karna
daerah itu tidak lebih kalah pentingnya dengan privasi.

D. Hak Privasi Pasien


Hak adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki seseorang atau badan
hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu. Sedang
kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. Dalam buku Manajemen Mutu
Pelayanan Kesehatan (Joko Wiyono, 2000), hak pasien yaitu hak pribadi yang
dimiliki setiap manusia sebagai pasien.

Hak-hak pasien antara lain:

1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit.
2. Memperoleh pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3. Memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi
kedokteran, kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
4. Memperoleh asuhan keperawatan setara sesuai dengan keinginannya dan sesuai
peraturan di rumah sakit
5. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginan dan peraturan di
rumah sakit.
6. Dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan
pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
7. Meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut
(second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang
merawat.
8. Berhak atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang dideritanya termasuk data-
data mediknya.
9. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:
a. Penyakit yang dideritanya.
b. Tindakan medik apa yang hendak dilakukan
c. Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk
mengatasinya.
d. Alternatif terapi lainnya.
e. Prognosanya
f. Perkiraan biaya pengobatan.
10. Pasien berhak menyetujui atau memberikan izin tindakan yang akan dilakukan
oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang diderita.
11. Pasien berhak menolak tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggungjawab sendiri setelah
memperoleh informasi yang jelas dalam keadaan kritis.
12. Pasien berhak didampingi keluarga dalam keadaan kritis.
13. Berhak atas menjalankan ibadah.
14. Berhak atas keamanan dan keselamatan diri.
15. Berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap
dirinya.
16. Berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
17. Pasien berkewajiban mentaati segala peraturan dan tata tertib di rumah sakit
18. Pasien wajib mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam perawatan.
19. Pasien wajib memberikan informasi dengan jujur dan lengkap tentang penyakit
kepada dokter yang merawat.
20. Pasien wajib melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau
dokter.
21. Pasien wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah
dibuatnya.

Hak dan Kewajiban Dokter

1. Berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan


profesinya.
2. Berhak untuk bekerja menurut standar profesi serta berdasar hak otonomi.
3. Berhak menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
4. Menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien.
5. Berhak atas privasi (berhak menuntut apabila nama baiknya tercemarkan oleh
pasien).
6. Berhak mendapatkan informasi secara lengkap dari pasien.
7. Berhak memperoleh informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi
pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya.
8. Berhak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun pasien.
9. Berhak mendapatkan imbalan jasa berdasarkan peraturan di rumah sakit.
10. Dokter wajib mematuhi peraturan di rumah sakit.

Hak dan Kewajiban Pemberi Pelayanan Kesehatan (Provider)


1. Provider berhak membuat peraturan-peraturan sesuai dengan kondisi yang ada
(Hospital By Laws).
2. Berhak mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan rumah sakit.
3. Berhak mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang
diberikan dokter kepadanya.
4. Berhak memilih tenaga dokter yang akan bekerja di rumah sakit melalui panitia
kredensial.
5. Berhak menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk
pasien, pihak ketiga, dll).
6. Berhak mendapatkan perlindungan hukum.
7. Wajib mematuhi perundangan dan aturan-aturan yang dikeluarkan pihak
pemerintah.
8. Wajib memberikan pelayanan kepada pasien tanpa membedakan suku, ras,
agama, sex dan status sosial pasien.
9. Wajib merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas
perawatan (duty of care).
10. Wajib menjaga mutu keperawatan dengan tidak membedakan kelas perawatan
(quality of care).
11. Wajib memberikan pertolongan pengobatan di UGD tanpa meminta jaminan
materi terlebih dahulu.
12. Wajib menyediakan sarana dan prasarana umum yang dibutuhkan.
13. Wajib menyediakan sarana peralatan medik sesuai dengan standar.
14. Menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai
(ready for use).
15. Wajib merujuk kepada rumah sakit yang lain jika rumah sakit tersebut tidak
memiliki sarana dan prasarana yang lengkap.
16. Mengusahakan adanya sistem sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana.
17. Wajib melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum
jika dokter tersebut mendapatkan tuntutan hukum dari pasien atau keluarga.
18. Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter.
19. Membuat standar dan prosedur tetap baik untuk pelayanan medik, penunjang
medik dan non medik.

The Medical Records Institute merumuskan hak-hak pasien tersebut seperti berikut
ini:

1. Hak dan Kewajiban Pasien


a. Hak privasi-pasien memiliki hak untuk menjaga kerahasiaan
informasi kesehatan mereka. Informasi yang terkandung dalam berkas rekam
medis harus dijaga kerahasiaan dan keamanannya. Penggunaan rekam medis
berbasis komputer/ elektronik selayaknya harus lebih terjaga kerahasiaan dan
keamanannya dibandingkan dengan rekam medis berbasis kertas.
b. Hak untuk mengakses/melihat informasi kesehatan pribadi.
Meskipun perdebatan tentang kepemilikan rekam medis masih sering
diperdebatkan, namun secara umum telah mulai disepakati bahwa pihak
provider (rumah sakit, klinik, dll) berhak atas kepemilikan rekam medis
secara fisik. Fisik atau media rekam medis ini dapat berupa lembaran berkas
atau media penyimpanan di komputer. Isi/kandungan informasi dari rekam
medis dimiliki secara bersama oleh pihak provider dan pasien. Beberapa
provider mungkin belum siap untuk mengizinkan pasiennya
melihat/mengakses berkas rekam medisnya atau melayani permintaan
fotokopi untuk itu. Namun secara umum, pihak provider akan melayani
kebutuhan hak pasien ini. Jadi, pasien berhak melihat, mengakses, atau
meminta fotokopi/salinan dari berkas rekam medis mereka. Tentu saja hal ini
akan berkaitan dengan konsekuensi adanya biaya penggantian fotokopi dan
pengelolaannya. Hak untuk memasukkan/menambahkan catatan dalam rekam
medis pelaksanaan hak ini tentu melalui prosedur dan alur yang telah
ditentukan oleh pihak provider, misalnya melalui unit atau komite yang
bersangkutan. Pasien memiliki hak untuk menambahkan catatan atau
menambahkan penjelasan kedalam berkas rekam medis mereka.
c. Hak untuk tidak mencantumkan identitas (anonim)
Hak ini berlaku apabila pasien tersebut membayar sendiri biaya pelayanan
kesehatannya (tidak melalui penjaminan atau asuransi). Dalam hal ini pasien
berhak untuk menutup/menjaga informasi dirinya selama pelayanan
kesehatan (termasuk juga rencana kesehatannya). Beberapa informasi hanya
boleh dibuka untuk kepada dokter atau pihak tertentu saja dengan pernyataan
tertulis dan spesifik dari pasien yang bersangkutan.
d. Hak untuk mendapatkan riwayat kehidupan medis yang baru
Beberapa pasien akan merasa terperangkap dalam diagnosis medis tertentu
atau catatan tertentu dalam rekam medis mereka, misalnya saja pasien
kesehatan mental. Pasien memiliki hak untuk memulai kehidupan medis yang
baru dengan mulai membuat rekam medis yang baru. Kaidah turunan moral
bagi tenaga kesehatan adalah privacy, confidentiality, fidelity dan veracity.
Privacy berarti menghormati hak privacy pasien, confidentialty berarti
kewajiban menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia, fidelity berarti
kesetiaan, dan veracity berarti menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.

Menurut Permenkes RI No. 269 tentang rekam medis pasal 10, hal yang harus
diperhatikan bagi profesional MIK dalam pengelolaan informasi pasien
adalah :
1. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya
oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan
pimpinan sarana pelayanan kesehatan
2. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :
a. Untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum perintah pengadilan;
c. Permintaan dan / atau persetujuan pasien sendiri;
d. Permintaan institusi atau lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan dan;
e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang
tidak menyebutkan identitas pasien.

Aturan yang mengatur privasi yang ketat adalah kode etik administrator
perekam medis dan informasi kesehtan (PORMIKI,2006) adalah :

1. Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang
terkandung di dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen,
ketetapan pimpinan institusi dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas informasi
pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial.
3. Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan
yang menyimpang dari kode etik profesi
BAB III

PRIVASI DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT

A. PROSEDUR PROSEDUR YANG MEMBUTUHKAN PRIVASI PASIEN


Prosedur pesedur yang dilakukan dalam pelayanan di rumah sakit
beberapa memang menimbulkan isu etika biomedis dirumah sakit menyangkut
persepsi dan perilaku professional dan institusional terhadap hidup dan kesehatan
manuasia terhadap hidup dan kesehatan manusia dari sejak sebelum kelahiran,
pada saat sejak lahir, selama pertumbuhan, jika terjadi cedera atau penyakit,
menjadi tua sampai saat menjelang akhir hidup, kematian dan beberapa waktu
setelah itu.
Dari kesemuanya diatas membutuhkan perilaku menjaga privasi pasien
sesuai dengan kebutuhan. Privasi pasien penting, khususnya pada waktu
wawancara klinis, pemeriksaan, prosedur / tindakan, pengobatan, dan transportasi.
Pasien mungkin menghendaki privasi dari staf lain, dari pasien yang lain, bahkan
dari keluarganya. Mungkin mereka juga tidak bersedia difoto, direkam atau
berpartisipasi dalam wawancara survei akreditasi. Meskipun ada beberapa cara
pendekatan yang umum dalam menyediakan privasi bagi semua pasien, setiap
individu pasien dapat mempunyai harapan privasi tambahan atau yang berbeda dan
kebutuhan berkenaan dengan situasi, harapan dan kebutuhan ini dapat berubah dari
waktu ke waktu. Jadi, ketika staf memberikan pelayanan kepada pasien, mereka
perlu menanyakan kebutuhan dan harapan pasien terhadap privasi dalam kaitan
dengan asuhan atau pelayanan. Komunikasi antara staf dan pasien membangun
kepercayaan dan komunikasi terbuka dan tidak perlu didokumentasi.

1. PELAKSANAAN ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK


Salah satu keterampilan yang paling penting saat berhadapan dengan
pasien adalah kemampuan anamnesa dan melakukan pemeriksaan fisik,
sehingga bisa menyingkirkan different diagnosis (dd) yang kemudian
menegakkan diagnosis. Ketidakmampuan dalam mencari informasi ketika
menganamnesa pasien membuat kita tidak bisa menentukan pemeriksaan fisik
yang diperlukan untuk menyingkirkan different diagnosis.
Kesalahan mendiagnosis juga berarti kesalahan melakukan terapi yang
tepat. Perlu diingat lagi bahwa keterampilan anamnesa sudah memenuhi 70%
dalam penegakan diagnosis. Untuk itu buat sejawat yang bekerja di perifer
dengan keterbatasan alat pemeriksaan penunjang, ada baiknya mempelajari lagi
bagaimana menganamnesa pasien yang baik dan bagaimana melakukan
pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk menyingkirkan different diagnosis.
Beberapa hal yag perlu sejawat persiapkan ketika melakukan anamnesa
kepada pasien adalah sebagai berikut:
 Identitas Pasien, sebelum memulai anamnesa kepada seorang pasien,
pastikan bahwa identitasnya sesuai dengan catatan medis yang sejawat
bawa. Sebenarnya hal ini dianggap ringan, tetapi sering terjadi kesalahan
fatal dan terkadang berakhir ke meja hijau karena melakukan tindakan
medis kepada orang yang salah. Ada baiknya juga sejawat memperkenalkan
diri, walau hal ini jarang dilakukan oleh dokter di Indonesia.
 Privasi, Pasien yang berhadapan dengan sejawat merupakan orang
terpenting saat itu. Oleh karena itu, pastikan bahwa anamnesa dilakukan
ditempat yang tertutup dan menjaga kerahasiaan pasien. Terlebih ketika
sejawat melakukan pemeriksaan fisik pada bagian tertentu.
 Pendamping, hadirkan pendamping pasien dan pendamping sejawat
(paramedis). Hal ini dibutuhkan untuk menghindari hal - hal yang mungkin
kurang baik untuk pasien dan juga untuk sejawat terutama ketika dokter dan
pasiennya berlainan jenis kelamin. Selain itu, pendamping pasien juga bisa
membantu memperjelas informasi yang sejawat butuhkan (terutama pasien
lansia dan anak-anak yang susah diajak berkomunikasi).
Aseptic dan disinfeksi, tangan dokter adalah perantara penularan kuman
dari satu pasien ke pasien yang lain. Untuk itu, sebaiknya sejawat mencuci
tangan sebelum atau sesudah memeriksa seorang pasien agar tidak terjadi
penularan antar pasien. Pastikan juga stetoskop dan pakaian, seperti jas dokter,
didisinfeksi secara teratur.

2. PEMBERIAN TERAPI
Kode Etik Rumah Sakit (Kodersi) dalam kaitannya manajemen informasi
kesehatan :
a. Pasal 9 : Rumah sakit harus mengindahkan hak- hak asasi pasien
b. Pasal 10 : Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita
pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan
c. Pasal 11 : Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien (informed
consent) sebelum melakukan tindakan medis
Semua terapi pengobatan, tindakan medis dan informasi medis yang
berkaitan pada status kesehatan pasien harus dikomunikasikan dengan pasien
terutama penjelasan apa yang diderita dan tindakan yang hendak dilakukan.
Dan meminta persetujuan pasien (informed consent) untuk tindakan medis
yang akan dilakukan pada pasien tersebut. Semua tindakan medis ataupun
terapi wajib dirahasiakan sesuai dengan ”Declaration on the Rights” of the
Patients yang dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan
sebagai berikut
1) Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien,
kondisi medis, diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua
informasi lain yang sifatnya pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan
setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien mungkin mempunyai
hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan mengenai
resiko kesehatan mereka.
2) Informasi rahasia hanya boleh dibeberkan jika pasien memberikan ijin
secara eksplisit atau memang bisa dapat diberikan secara hukum kepada
penyedia layanan kesehatan lain hanya sebatas “apa yang harus diketahui”
kecuali pasien telah mengijinkan secara eksplisit.
Semua data pasien harus dilindungi. Perlindungan terhadap data harus
sesuai selama penyimpanan. Substansi manusia dimana data dapat diturunkan
juga harus dilindungi. Dalam kasus dimana pasien tidak kompeten dalam
membuat keputusan medis, orang lain harus diberi informasi mengenai pasien
tersebut agar dapat mewakili pasien tersebut dalam membuat keputusan.
Dokter secara rutin menginformasikan kepada anggota keluarga pasien yang
sudah meninggal tentang penyebab kematian. Pembeberan terhadap
kerahasiaan ini dibenarkan namun harus tetap dijaga seminimal mungkin, dan
bagi siapa yang mendapatkan informasi rahasia tersebut harus dipastikan sadar
untuk tidak mengatakannya lebih jauh lagi dari pada yang diperlukan untuk
kebaikan pasien. Jika mungkin pasien harus diberitahu bahwa telah terjadi
pembeberan.

3. TRANSPORTASI PASIEN
Transportasi merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien. Pada
tindakan ini pemindahan pasien dilakukan oleh dua sampai tiga orang perawat.
Membicarakan metode yang akan ditempuh dan kerja sama yang baik
merupakan suatu keharusan, baik bagi pasien maupun bagi perawat. Untuk
dapat melakukan metode mengangkat dengan baik berlaku ungkapan : ”latihan
yang terus-menerus melahirkan seni”.
Pemindahan ini dapat dari tempat tidur ke brankar atau dari satu tempat
tidur ke tampat tidur lain. Pemindahan ini biasanya dilakukan pada pasien yang
tidak dapat atau tidak boleh melakukan pemindahan sendiri
Pada waktu mengangkat atau memindahkan pasien dari satu tempat
ketempat lainnya maka kita menggunakan otot-otot tungkai atas, panggul dan
bahu. Bila kita mengangkat dengan kedudukan tulang belakang tidak
menggunakan cara yang tepat maka akan timbul keluhan-keluhan mengenai
tulang belakang.
Ketentuan mengangkat atau memindahkan pasien
1) Jelaskan kepada pasien prosedur kerja dan apa yang akan terjadi
2) Sediakan pakaian penutup bagi pasien
3) Siapkan tempat di mana pasien akan dipindahkan (misalnya kereta
dorong, brankar dan kursi)
4) Perhatikan bagian-bagian tubuh pasien yang terdapat rasa nyeri
5) Tempatkan kaki anda (perawat) dengan jarak satu telapak tangan satu
sama lainnya
6) Menjaga privasi pasien dengan cara menyelimuti pasien
hingga bagian dada.

BAB IV

PENUTUP

Buku panduan pelayanan sesuai dengan kebutuhan privasi pasien di RS Juanda


Kuningan disusun untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan pelayanan privasi
mengutamakan hak pasien dan keluarga di RS Juanda Kuningan, sehingga dapat tercipta
pelayanan kebutuhan privasi pasien yang tepat sesuai kebutuhan pasien di RS Juanda
Kunigan
Buku panduan ini merupakan panduan bagi seluruh staf rumah sakit, dan bukan
buku standar yang bersifat mutlak oleh karena itu untuk pelaksanaan dilapangan dapat
dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing – masing di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Katz 1973 dalam Personal Space


Joko Wiyono 2000 dalam Buku Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan
Permenkes RI No 269 Tentang Rekam Medis pasal 10
LEMBAR PENGESAHAN

Buku Panduan Pelayanan Sesuai Kebutuhan Privasi Pasien Rumah Sakit Juanda Kuningan
ini telah disesuaikan dengan kebijakan dan panduan menurut Undang – Undang dan
Permenkes yang ditetapkan. Bila diperlukan akan dilakukan revisi sesuai ketentuan yang
berlaku.

Dibuat dan disetujui untuk dilaksanakan sepenuhnya.


Kuningan, Juli 2018
Direktur Rumah Sakit Juanda Kuningan

dr. Herman Joyo


NIK.RSJ0030915

Anda mungkin juga menyukai