Anda di halaman 1dari 51

STUDI PENGUKURAN GAS BERACUN HASIL PELEDAKKAN DI PT .

AGINCOURT RESOURCES , BATANG TORU , TAPANULI SELATAN ,

SUMATERA UTARA

I. LATAR BELAKANG

Peledakan merupakan fase kedua dalam siklus operasi tambang

setelah pemboran, dimana peledakan bertujuan untuk memecah /

memberai batuan berukuran besar menjadi batuan berukuran lebih kecil

sehingga mempermudah dalam proses pengambilan dan pengolahan

material. Terlebih lagi pada bahan galian berupa mineral yang memiliki

struktur batuan yang kompak, sehingga untuk mempermudah pengambilan

material dilakukan peledakan.

Setiap kali proses peledakkan dilakukan , akan menghasilkan gas

berbahaya hasil peledakkan yang umumnya mengandung gas NOx dan

CO. Gas hasil peledakkan yang mengandung NOx dan CO sangat

berbahaya apabila terhirup langsung oleh makhluk hidup , oleh karena itu

setelah peledakkan selesai dilakukan , area peledakkan dibiarkan aman

sampai gas tersebut hilang dalam jangka waktu tertentu . Oleh karena itu ,

kandungan bahan peledak dibuat sedemikian mungkin agar tercapai

kondisi Zero Oxygen Balance , yang artinya gas hasil peledakkan tidak

mengandung gas berbahaya seperti NOx dan CO.

PT.AGINCOURT RESOURCES merupakan perusahaan

pertambangan emas yang sudah cukup lama beroperasi , bila tanah yang

mengandung mineral pirit terkena udara dan air , maka dapat berpotensi

1
menimbulkan kebakaran , selain itu dapat menyebabkan terbentuknya

sulfat. Hal ini memiliki konsekuensi serius bagi bahan peledak tertentu

yang digunakan pada operasi peledakkan ,selain berbahaya karena dapat

terbakar , pirit juga dapat menimbulkan emisi gas berbahaya Sulfur

Dioksida (SO2). Untuk mengetahui kandungan gas berbahaya maka

digunakan gas detector yang akan diamati melalui drone .

II. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja kandungan gas berbahaya hasil peledakkan di PT.Agincourt

Resources Martabe ?

2. Bagaimana cara mengukur kandungan gas hasil peledakkan ?

3. Bagaimana cara menciptakan keadaan Zero Oxygen Balance di

PT.Agincourt Resources Martabe ?

III. TUJUAN PENELITIAN.

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kandungan gas berbahaya hasil peledakkan di

PT.Agincourt Resources Martabe dengan menggunakan gas detector.

2. Mengukur kandungan gas berbahaya hasil peledakkan menggunakan

gas detector dan drone.

3. Mengetahui cara mencipatakan keadaan Zero Oxygen Balance hasil

peledakkan di PT.Agincourt Resources Martabe.

2
IV. MANFAAT PENELITIAN

Adapun berikut manfaat dari kegiatan penelitian tugas akhir ini:

1. Bagi Mahasiswa

Dapat meningkatkan wawasan mahasiswa terhadap kondisi nyata

perusahaan, dan dapat menambah kemampuan, serta keyakinan akan

teori yang diperoleh dari perkuliahan.

2. Bagi Perguruan Tinggi

Tercipta hubungan yang baik dengan perusahaan tempat mahasiswa

melaksanakan Tugas Akhir mengenai berbagai persoalan yang

muncul untuk kemudian di cari solusi bersama yang lebih baik.

3. Bagi Perusahaan

Adanya masukan bermanfaat yang dapat digunakan untuk

meningkatkan produktivitas perusahaan serta meningkatkan K3

sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan mahasiswa selama

melaksanakan Tugas Akhir.

V. METODOLOGI PENELITIAN

Adapun metodologi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Kegiatan ini dilakukan dengan mencari dan mempelajari bahan pustaka

yang menunjang penelitian. Bahan pustaka tersebut diperoleh dari

instansi terkait, buku, jurnal, laporan penelitian terdahulu, dll.

3
2. Pengambilan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung melalui

pengamatan di lapangan. Data sekunder adalah data yang diperoleh

tanpa harus dilakukan pengamatan secara langsung di lapangan.

3. Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul , maka akan dilakukan pengolahan data

dengan sotware shotplus.

4. Analisis dan Pembahasan

Analisis dan pembahasan dilakukan secara kualitatif untuk menentukan

warna gas dan kuantitatif untuk memperoleh kadar gas beracun.

5. Kesimpulan dan Saran

Memberi hasil kesimpulan dari hasil analisis dan merekomendasikannya

kepada pihak perusahaan.

4
Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Primer
Data Sekunder
- Hasil pengukuran gas
(menggunakan Gas Detector - Peta topografi
dan Drone)
- Geometri peledakan rencana
- Geometri peledakan aktual
- Komposisi bahan peledak
- Kondisi lingkungan dan cuaca
sebelum dan setelah

Analisa kualitatif dan kuantitatif

Penentuan proses pengukuran yang tepat


dilihat dari perbandingan hasil pengukuran

Kesimpulan dan saran

Gambar 5.1.

Bagan Alir Penelitian

5
VI. LOKASI PENELITIAN

Kegiatan penelitian untuk tugas ahir ini berlokasi di PT. AGINCOURT

RESOURCES . Batang Toru , Tapanuli Selatan , Sumatera Utara . Peta

lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 6.1

Sumber: Google Earth

Gambar 6.1. Lokasi Penelitian

Sumber: Google Earth

Gambar 6.2. Tampak Atas Lokasi Penelitian

6
VII. WAKTU PELAKSANAAN

Adapun waktu pelaksanaan tugas akhir dapat dirincikan sebagai berikut:

Tabel 7.1. Waktu dan Rencana Kegiatan Penelitian Tugas Akhir

Feb - 2018 Mar – 2018 April – 2018


No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Studi literatur

2 Orientasi lapangan

3 Pengambilan data

4 Pengolahan data

5 Analisis data

Kesimpulan dan
6
rekomendasi

VIII. TINJAUAN PUSTAKA

8.1 Definisi dan Tujuan Kegiatan Peledakan

Peledakan merupakan suatu kegiatan pemecahan atau pembongkaran

batuan atau mineral dengan menggunakan bahan peledak. Kegiatan peledakan

dilakukan untuk membongkar atau membuat rekahan pada batuan. Kegiatan

peledakan diawali dengan kegiatan pengeboran untuk pembuatan lubang ledak

pada suatu massa batuan untuk selanjutnya diisi oleh bahan peledak yang

kemudian akan diledakkan. Di sektor penambangan kegiatan peledakan digunakan

7
untuk memecah batuan yang sudah tidak mampu digali secara langsung oleh

peralatan gali muat misalnya excavator.

8.2 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kegiatan Peledakan


Kegiatan peledakan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor rancangan

yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable variable) dan faktor rancangan yang

dapat dikendalikan (controllable variable), dapat dilihat pada Gambar 9.1

Gambar 8.1

Ilustrasi Data Input dan Output Rancangan Peledakan (Hustrulid, 1999)

8
8.2.1 Faktor – Faktor Yang Tidak Dapat Dikendalikan

Faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan adalah faktor – faktor yang

berpengaruh terhadap kegiatan pengeboran dan peledakan dan tidak dapat

dikendalikan oleh kemampuan manusia. Yang termasuk faktor – faktor ini adalah

karakteristik massa batuan, struktur geologi, pengaruh air tanah dan kondisi cuaca.

A. Karakteristik Massa Batuan

Karakteristik massa batuan yang perlu diperhatikan dalam kaitannya

dengan fragmentasi batuan yaitu kekerasan batuan, kekuatan batuan, elastisitas

batuan, abrasivitas batuan, dan kecepatan perambatan gelombang pada batuan,

serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang akan diledakkan.

B. Kekerasan Batuan

Kekerasan (hardness) dianggap sebagai ketahanan dari sebuah permukaan

lapisan yang akan digores oleh bagian lain yang lebih keras. Kekerasan dipakai

untuk mengukur sifat-sifat teknis dari material batuan dan dapat juga dipakai

untuk menyatakan kerusakan pada batuan. Prinsip utama pada kekerasan batuan

adalah ketahanan yang harus diatasi selama pengeboran, karena sekali bit bisa

melakukan penetrasi, maka operasi selanjutnya akan mudah. Berdasarkan tingkat

kekerasannya, batuan dapat diklasifikasikan dengan skala (Friedrich Mohs, 1882).

Dapat lihat pada Tabel 8.1

9
Tabel 8.1

Hubungan Antara Kekerasan dan Kuat Tekan Batuan

Classification Mohs Scale of Hardness Compressive Strength (Mpa)

Very Hard +7 +200

Hard 6-7 120-200

Medium Hard 4,5-6 60-120

Medium Soft 3-4,5 30-60

Soft 2-3 10-30

Very Soft 1-2 0-10

Sumber: Jimeno et al, 1995

C.Kekuatan Batuan

Kekuatan batuan adalah suatu sifat kekuatan untuk melawan

kerusakan terhadap gaya luar, baik itu kekuatan statik maupun dinamik.

Kekuatan dinyatakan dengan nilai kuat tekan (compressive strength). Nilai

kuat tekan batuan menjadi kriteria penting didalam memilih jenis dan

jumlah bahan peledak yang digunakan, peledakan batuan dengan level

energi yang rendah pada batuan yang memiliki nilai kuat tekan yang tinggi

akan menghasilkan fragmentasi yang buruk, nilai kuat tekan uniaksial

dapat mencerminkan seberapa mudah terciptanya suatu rekahan didalam

batuan. Semakin tinggi nilai dari kuat tekan dan kuat tarik dari batuan,

maka batuan tersebut akan semakin susah untuk dihancurkan (Brady &

Brown, dalam Bhandari, 1997).

10
D. Elastisitas Batuan

Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali ke

bentuk atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada batuan tersebut

dihilangkan. Elastisitas batuan biasanya dideskripsikan dalam Modulus Young,

Modulus Young didefinisikan sebagai perbandingan dari beda tegangan dan

regangan aksial pada kurva tegangan-regangan secara umum batuan memiliki sifat

Elastis Fragile yaitu batuan dapat dihancurkan apabila mengalami regangan yang

melewati batas elastisitasnya. Akan sulit bagi gas hasil peledakan menekan dan

meregangkan batuan apabila Modulus Young dari batuan tersebut tinggi, sehingga

tekanan gas minimal harus 5% lebih kecil dari Modulus Young untuk peledakan

yang efisien (Bhandari, 1997).

E. Abrasivitas Batuan

Abrasivitas batuan merupakan suatu parameter batuan yang

mempengaruhi keausan (umur) dari mata bor dan batang bor yang digunakan

untuk melakukan pengeboran pada suatu batuan. Abrasivitas batuan tergantung

kepada mineral penyusun batuannya, kandungan kuarsa (SiO2) dari suatu batuan

dianggap dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui tingkat abrasivitas dari suatu

batuan.

F. Kecepatan Perambatan Gelombang

Distribusi dari tegangan yang dibebankan pada batuan akibat dari detonasi

bahan peledak dikarenakan oleh kecepatan perambatan gelombang tegangan di

dalam batuan (Johansson & Persson, dalam Bhandari, 1997). Kecepatan

perambatan gelombang pada setiap batuan berbeda - beda didalam kondisi

11
normal, batuan yang bersifat keras mempunyai kecepatan rambat gelombang yang

tinggi dan sebaliknya kecepatan perambatan gelombang akan menurun seiring

dengan penurunan kekuatan batuan. Sehingga semakin tinggi kecepatan

perambatan gelombang didalam batuan maka untuk mendapatkan ukuran

fragmentasi yang baik dapat digunakan bahan peledak dengan kecepatan detonasi

yang tinggi pula (Hagan & Harries, dalam Bhandari, 1997).

G. Struktur Geologi

Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan peledakan adalah

struktur rekahan (kekar) dan struktur perlapisan batuan. Adanya bidang diskontinu

ini dapat mempengaruhi distribusi energi ledakan (Gambar 8.2), radius pengaruh

dari setiap lubang ledak akan berkurang karena :

 Rekahan radial yang terbentuk tidak akan dapat melewati pembatas

yang dihasilakan oleh struktur rekahan

 Tekanan gas yang tinggi dapat mengalami sirkulasi singkat karena

keberadaan rekahan, sehingga menyebabkan gas peledakan hilang

melalui sistem rekahan yang ada.

Gambar 8.2

Pengaruh Struktur Rekahan Pada Proses Peledakan

(Hustrulid, 1999)

12
Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil peledakan, apabila

arah peledakan yang dibuat berlawanan dengan arah perlapisan, maka akan

menghasilkan fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang lebih

baik bila dibandingkan dengan lubang ledak yang dibuat searah dengan bidang

perlapisan. Secara teoritis, bila arah peledakan berlawanan dengan arah

kemiringan bidang pelapisan, maka pada posisi demikian kemungkinan terjadinya

backbreak akan sedikit, lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi hasil

peledakan akan seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh.

Sedang jika arah peledakan searah dengan arah kemiringan bidang

perlapisan, maka kemungkinan yang terjadi adalah timbul backbreak lebih besar,

lantai jenjang rata, fragmentasi batuan tidak seragam dan batu akan terlempar jauh

serta kemungkinan terhadap terjadinya longsoran akan lebih besar, sedangkan

massa batuan yang mempunyai bidang lemah paralel dengan muka jenjang

umumnya mempunyai hasil peledakan yang paling baik dari pada massa batuan

dengan orientasi lain (Gambar 8.3). Hal ini dikarenakan bidang bebas peledakan

yang sejajar dengan muka jenjang memberikan pantulan gelombang kejut yang

optimal sehingga energi yang terpakai untuk memecah batuan menjadi lebih

efisien. Dengan demikian dapat dihasilkan muka jenjang yang relatif rata

dibandingakan peledakan dalam suatu massa batuan dengan orientasi bidang

diskontinuiti searah atau berlawanan arah terhadap bidang perlapisan.

13
Gambar 8.3

Arah Peledakan Pada Bidang Perlapisan

(Hustrulid, 1999)

H. Cuaca

Kondisi cuaca sangat mempengaruhi aktifitas penambangan tidak

terkecuali kegiatan peledakan, khususnya pada peledakan tambang terbuka.

Apabila sistem inisiasi peledakan menggunakan metode listrik, adanya arus liar

yang masuk kedalam rangkaian peledakan akibat petir dapat menimbulkan

ledakan yang tidak terkontrol atau premature blasting.

I.Pengaruh Air

Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat mempengaruhi

stabilitas kimia bahan peledak yang sudah diisikan kedalam lubang ledak terutama

bahan peledak ANFO (Gambar 8.4). Kerusakan sebagian isian bahan peledak

dapat mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak sehingga akan mengurangi

energi peledakan, atau bahkan isian akan gagal meledak (missfire). Untuk

mengatasi pengaruh air, digunakan bahan peledak yang mempunyai ketahanan

terhadap air contohnya emulsion dan penggunaan linner atau plastik untuk bahan

peledak pada lubang ledak yang terisi oleh air.

14
Gambar 8.4

Pengaruh Air Terhadap Performa ANFO (Konya, 1990)

8.2.2. Faktor-Faktor Yang Dapat Dikendalikan

Faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia dalam

merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil peledakan yang diharapkan.

Adapun faktor-faktor tersebut adalah :

A. Geometri Pemboran

1. Diameter Lubang Ledak

Menurut (Jimeno, 1995) ukuran diameter lubang ledak ditentukan oleh :

a. Sifat massa batuan yang diledakkan.

b. Tinggi jenjang dan tingkat fragmentasi yang dikehendaki.

c. Kapasitas alat muat dan alat angkut yang digunakan.

d. Biaya dari peralatan pengeboran dan peledakan.

Ketika diameter lubang ledak kecil maka biaya pengeboran, priming,

inisiasi akan tinggi dan pengisian bahan peledak, stemming akan lebih

15
sulit. Ketika diameter lubang ledak besar, pola pengeboran secara

langsung akan membesar dan distribusi ukuran yang dijumpai tidak

dapat diterima dengan baik jika bidang-bidang diskontinu tersebar

secara luas (Gambar 8.5).

Gambar 8.5

Pengaruh Pola Pengeboran dan Diskontinuitas Terhadap Fragmentasi Peledakan

(Jimeno et al, 1995)

2. Kemiringan Lubang Ledak (Hole Inclination)

Kemiringan pengeboran secara teoritis ada dua, yaitu pengeboran tegak

dan pengeboran miring. Menurut Mc Gregor K. (1967), kemiringan

lubang ledak antara 100 – 200 dari bidang vertikal yang biasanya

digunakan pada tambang terbuka telah memberikan hasil yang baik.

Adapun kerugian dan keuntungan dari penggunaan kedua sistem

tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.2 dan Tabel 8.3.

16
Tabel 8.2

Keuntungan dan Kerugian Lubang Ledak Tegak

Keuntungan Kerugian

Pengeboran lebih akurat Bagian atas sisi jenjang terganggu

sehingga menyebabkan backbreak

Pengeboran dapat dilakukan lebih Kemungkinan terjadinya tonjolan

dekat dengan dinding jenjang pada lantai lebih besar

Pengeboran lebih mudah Fragmentasi kurang seragam

Sumber : Gregor , 1967 dalam Dwihandoyo Marmer 2014

Tabel 8.3

Keuntungan dan Kerugian Lubang Ledak Miring

Keuntungan Kerugian

Fragmentasi yang dihasilkan baik Panjang lubang ledak dan waktu

lebih panjang

Dinding jenjang relatif rata Pada pengeboran lubang ledak dalam

, sudut yang dibentuk semakin besar

Powder Factor lebih efisien Penempatan alat bor sulit

Mengurangi terjadinya backbreak Dibutuhkan Pengawasan lebih ketat

Memperkecil bahaya longsor Pengisian bahan peledak sulit

Sumber : Gregor , 1967 dalam Dwihandoyo Marmer 2014

17
3. Pola Pengeboran

Berdasarkan letak lubang ledak maka pola pengeboran dibedakan

menjadi dua macam, yaitu pola pengeboran sejajar (paralel pattern) dan

pola pengeboran selang-seling (staggered pattern).

a) Pola pengeboran sejajar (paralel pattern) merupakan pola

pengeboran dengan lubang ledak sejajar terhadap baris lubang ledak yang

lainnya , berdasarkan perbandingan antara jarak burden dan spasi pola

pengeboran sejajar terbagi menjadi dua, yaitu :

i. Square pattern, pola ini besarnya jarak burden dan spasi sama

ii. Rectangular pattern, pola ini besarnya jarak spasi dalam satu baris

lebih besar daripada jarak burden

b) Pola pengeboran selang-seling (staggered pattern), lubang ledak

antar satu baris dengan baris yang lainnya tidak saling sejajar (Gambar

8.6).

Gambar 8.6

Pola Pengeboran (Hustrulid, 1999)

Penentuan pola pengeboran yang baik untuk digunakan dalam suatu

rancangan, harus mempertimbangkan cakupan energi yang efektif dari

volume batuan yang diledakkan, Pola pengeboran staggered pattern

18
dengan S/B = 1,15 mempunyai cakupan energi yang paling optimal

(AECI 1978, dalam William Hustrulid 1999) lihat Gambar 8.7.

Gambar 8.7

Pengaruh Energi Ledakan Pada Pola Pengeboran (Hustrulid, 1999)

B. Geometri Peledakan

Geometri peledakan erat kaitannya dengan hasil peledakan. Teori

coba-coba (Rules of Thumb) merupakan dasar sehingga para ahli atau

produsen bahan peledak dapat mengeluarkan standar perhitungan untuk

geometri peledakann. Rules of Thumb dikemukakan para ahli misalnya

Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash (1963), Langefors (1978),

Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990), Rustan (1990). Geometri

peledakan sangat berpengaruh dalam mengontrol hasil peledakan, karena

jika geometri peledakannya baik akan menghasilkan fragmentasi batuan

yang sesuai dengan ukuran alat peremuk, tanpa terdapat adanya bongkah,

kondisi jenjang yang lebih stabil, serta keamanan alat – alat mekanis dan

keselamatan para pekerja yang bekerja lebih terjamin. Cara yang

19
diterapkan untuk menentukan geometri peledakan adalah dengan metode

yang dikemukakan CJ Konya adalah sebagai berikut:

1. Burden (B)

Burden merupakan jarak tegak lurus terpendek antara lubang ledak yang

diisi bahan peledak dengan bidang bebas atau kearah mana batuan hasil

peledakan akan terlempar. Untuk mencari nilai Burden digunakan rumus

berikut :

B = 3,15 x De x 3√𝑆𝐺𝑒/𝑆𝐺𝑟 ..........................................(8.1)

Dimana : B = Burden (ft)

De = diameter lubang ledak (inch)

SGe = berat jenis bahan peledak yang dipakai

SGr =berat jenis batuan yang akan dibongkar

2. Spasi (S)

Nilai spasi ditentukan dari sistem peledakan yang menggunakan serentak

(instantaneous) atau beruntun (delay). Jika ledakan serentak dalam satu

baris lubang ledak (instantaneous) / (row by row) :

S = 2 B ….....................................................................(8.2)

Jika ledakan beruntun dalam tiap baris lubang ledak (Delay) :

S = 1,4 B .......................................................................(8.3)

20
Dimana: S = Stemming

B = Burden

3. Stemming (T)

Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor, yang

letaknya di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar

terjadi keseimbangan tekanan dalam lubang ledak dan mengurung gas –

gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan energi yang

maksimal. Stemming yang cukup panjang dapat mengakibatkan

terbentuknya bongkah apabila energi ledak tidak mampu untuk

menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut. Sedangkan stemming

yang terlalu pendek dapat mengakibatkan timbulnya batuan terbang

(flying rock) dan pecahnya batuan akan menjadi kecil. Untuk penentuan

tinggi stemming digunakan rumus seperti di bawah ini :

Untuk batuan massive :

T = B ..........................................................................(8.4)

Untuk batuan berlapis :

T = 0,7B .....................................................................(8.5)

4. Sub Drilling (J)

Subdrilling merupakan bagian dari panjang lubang ledak yang terletak

lebih rendah dari lantai jenjang. Subdrilling diperlukan agar batuan dapat

meledak secara keseluruhan dan terbongkar tepat pada batas lantai jenjang,

21
sehingga tonjolan – tonjolan pada lantai jenjang dapat dihindari. Rumusan

yang digunakan adalah :

J = Kj x B ...........................................................(8.6)

Dimana : Kj = subdrilling ratio ( 0,3)

J = subdrilling (meter)

B = burden (meter)

5. Kedalaman lubang Ledak (H)

Kedalaman lubang ledak dapat ditentukan berdasarkan produksi yang

diinginkan dan tinggi jenjang yang ada. Kedalaman lubang ledak tidak

boleh lebih kecil dari ukuran burden untuk menghindari terjadinya

overbreak dan cratering. Kedalaman lubang ledak dapat dicari dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

(𝐿+𝐽)
H= ...................................................................(8.7)
𝑆𝑖𝑛 𝛼

Keterangan : H = Kedalaman lubang ledak (m)

L = Tinggi lereng (m)

J = Subdrill (m)

α = Kemiringan lubang ledak (o)

22
6. Panjang Kolom Isian (PC)

Panjang kolom isian (charge length) merupakan panjang kolom lubang

ledak yang akan diisi bahan peledak. Panjang kolom isisan dapat

ditentukan dengan mengurangi kedalaman lubang ledak dengan tinggi

stemming, atau dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :

PC = H – T .................................................................(8.8)

Keterangan : PC = Panjang kolom isian (m)

H = Kedalaman lubang ledak (m)

T = Stemming (m)

7. Loading Density (de)

Dalam menentukan jumlah bahan peledak yang digunakan dalam setiap

lubang ledak maka terlebih dahulu ditentukan loading density. Loading

density adalah berat bahan peledak (lb) yang diisikan kedalam lubang

ledak berbentuk silinder persatuan tinggi (ft). Adapun persamaan loading

density sebagai berikut :

de = 0,508 x Sge x De2 ..............................................(8.9)

Keterangan : de = Loading density (kg/m)

De = Diameter lubang ledak (inchi)

SGe = Berat jenis bahan peledak yang dipakai

23
8. Powder Factor (PF)

Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan banyaknya bahan

peledak yang digunakan untuk meledakkan atau membongkar sejumlah

batuan. Kondisi batuan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah bahan

peledak yang digunakan.

E PC x de x n
PF = V = ..........................................(8.10)
V

Keterangan : PF = Powder factor (kg/m³)

V = Volume batuan yang diledakkan (m³)

n = Jumlah lubang ledak

PC = Panjang muatan per lubang ledak (m)

de = Loading density (kg/m)

9. Delay Time

Waktu tunda digunakan untuk melakukan peledakan secara beruntun.

Keuntungan peledakan dengan menggunakan waktu tunda antara lain

dapat mengurangi timbulnya getaran tanah (ground vibration) dan

menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya. Bila waktu tunda antar

baris terlalu pendek maka beban muatan pada baris depan menghalangi

pergeseran baris berikutnya, material pada baris kedua akan terbongkar ke

arah vertikal dan membentuk tumpukan. Tetapi bila waktu tundanya

terlalu lama, maka produk hasil bongkaran akan terlempar jauh ke depan

24
serta kemungkinan besar akan mengakibatkan flyrock. Hal ini dikarenakan

tidak ada dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan lemparan batuan

di belakangnya. Persamaan di bawah ini dapat digunakan untuk

menentukan besarnya waktu tunda antar baris, dimana konstanta waktu

antar baris dan hasil yang diberikan dapat dilihat dari Tabel 8.4.

tr = Tr x B ................................................................(8.11)

Keterangan : tr = Interval waktu antar baris (ms)

Tr = Konstanta waktu antar baris

B = Burden (m)

Tabel 8.4

Interval Waktu Antar Baris

TR Constan (ms/ft) Result

2 Violet,excessive air blast,backbreak,etc

2-3 High pile close to face , moderate air blast , bacbreak

3-4 Average pile height , air blast and backbreak

4-14 Scattered pile with minimum backbreak

Sumber : Konya , 1990 dalam Charles Barnhart 2012

C. Pola Peledakan

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang

ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada baris berikutnya ataupun

antara lubang ledak yang satu dengan lubang ledak lainnya. Pola

25
peledakan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan urutan

waktu peledakan dan berdasarkan arah runtuhan batuannya Gambar 8.8.

Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan dibedakan menjadi:

1. V-Cut

pola peledakan yang arah runtuhan batuannya menuju ke salah satu titik

dan membentuk pola “v”.

2. Box Cut

pola peledakan yang arah runtuh batuannya menuju ke arah bidang

bebas dan membentuk kotak.

3. Corner Cut

pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu sudut dari

bidang bebasnya.

Berdasarkan urutan waktu peledakannya, maka pola peledakan dapat dibedakan

menjadi:

1. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan

secaraserentak untuk semua lubang ledak.

2. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan

dengan waktu tunda antara lubang ledak yang satu dengan lubang ledak

yang lainnya.

Pada penerapannya pola peledakan beruntun lebih sering dipergunakan, karena

dengan adanya waktu tunda antara lubang ledak dapat memberikan fragmentasi

yang baik dan kontrol terhadap flyrock, ground vibration, dan juga memberikan

26
waktu yang cukup bagi lubang sebelumnya untuk bergerak maju, untuk

mengakomodasi kerusakan batuan dari baris berikutnya

Gambar 8.8

Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan (Konya, 1990)

D. Bahan Peledak

Hasil suatu peledakan dipengaruhi juga oleh sifat bahan peledak


yang digunakan. Sifat tersebut terdiri dari sifat-sifat fisik dan sifat
detonasi.

1.Sifat-sifat Fisik Bahan Peledak


Sifat fisik bahan peledak merupakan sifat yang terkandung secara
fisik dalam bahan peledak tersebut yang termasuk sifat fisik bahan
peledak yaitu:
a) Bobot Isi
Bobot isi berhubungan dengan massa bahan peledak yang
menempati ruangan dalam lubang ledak. Energi yang disuplai oleh
bahan peledak merupakan fungsi dari jumlah massanya, semakin tinggi

27
bobot isi semakin besar energi peledakannya. Batuan masif sebaiknya
menggunakan bahan peledak dengan bobot isi dan kecepatan detonasi
tinggi, sedangkan untuk batuan yang banyak kekarnya berlaku
sebaliknya. Selain itu penentuan bobot isi bahan peledak juga sangat
penting terutama jika digunakan pada lubang ledak dengan kondisi
basah atau berair. Jika lubang berair maka diisi dengan bahan peledak
dengan bobot isi lebih dari bobot isi air agar bahan peledak tidak
mengapung.
b) Sensitivitas
Sensitivitas adalah ukuran kemudahan bahan peledak untuk
diinisiasi atau energi minimum yang dibutuhkan untuk meledakkan
suatu bahan peledak dan sering dinyatakan dalam Cap Sensitivity.
Sensitifitas suatu bahan peledak tergantung dari komposisi bahan
peledak, diameter bahan peledak, dan temperatur. Ada beberapa macam
kepekaan, diantaranya :
1) Sensitivity to shock, yaitu kepekaan bahan peledak terhadap
benturan.
2) Sensitivity to friction, yaitu kepekaan bahan peledak terhadap
gesekan.
3) Sensitivity to heat, yaitu kepekaan bahan peledak terhadap panas
(suhu).
4) Sensitivity to initiation, yaitu kepekaan bahan peledak terhadap
ledakan awal (initiator).
5) Sensitivity to cap, yaitu kepekaan suatu bahan peledak terhadap
adanya gelombang ledakan dari bahan peledak lain yang letaknya
berjauhan dari bahan peledak tersebut.
c) Ketahanan Terhadap Air
Ketahanan terhadap air merupakan parameter kemampuan suatu
bahan peledak berada dalam air dengan tidak merusak atau mengubah dan
mengurangi kepekaannya. Bahan peledak jenis Water Gell dan Emulsion
mempunyai ketahanan air yang sangat baik.

28
d) Stabilitas Kimia
Secara kimia bahan peledak tidak berubah bila dijaga pada
penyimpanan tertentu, namun demikian dapat dikatakan bahwa stabilitas
kimia akan berubah akibat beberapa hal. Beberapa faktor yang
mempengaruhi stabilitas kimia bahan peledak antara lain formula bahan
peledak, kelembaban dan temperatur ekstrim, kualitas bahan mentah,
kontaminasi, dan fasilitas gudang penyimpanan.
e) Karakteristik Gas Hasil Peledakan
Detonasi suatu bahan peledak komersial diharapkan
menghasilkan uap air (H2O), Karbon Dioksida (CO2), dan Nitrogen (N2).
Namun kadang-kadang muncul gas tambahan yang tidak diharapkan, yaitu
gas-gas beracun seperti Karbon Monoksida (CO) akibat neraca oksigen
negatif, dan Nitrogen Monoksida (NO) akibat neraca Oksigen positif.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terbentuknya
gas-gas beracun tersebut antara lain Priming, komposisi bahan peledak,
dan waktu penyalaan yang tidak tepat, munculnya air, kurangnya tekanan
pengurungan, dan adanya reaksi dengan batuan (bijih sulfida atau
karbonat).

8.3 Dampak Akibat Peledakan

8.3.1 Flyrock

Flyrock adalah lemparan batuan ke segala arah secara tidak terduga dari
kegiatan peledakan, hal tersebut dapat terjadi jika bahan peledak yang terdapat
didalam lubang ledak dalam keadaan berlebihan atau tidak terkurung dengan baik,
sehingga energi yang terbentuk dari gas yang bertekanan tinggi akan
melemparkan batuan yang telah hancur ke udara atau segala arah, dengan disertai
adanya airblast yang berlebihan.

Flyrock bisa menjadi masalah yang serius didalam suatu peledakan


tambang. Flyrock yang tidak terduga menjadi berbahaya bagi para perkerja dan

29
peralatan yang terdapat di tambang atau lokasi pembangunan, oleh sebab itu
terdapat 2 zona untuk flyrock, yaitu zona normal dan zona yang melampaui batas.

Zona normal mengacu pada area dimana flyrock tersebut diharapkan


terjadi. Zona ini adalah zona dimana para personil dievakuasi sebelum peledakan
dan ditutup selama ledakan terjadi.

Zona yang melampui batas adalah daerah di luar zona yang dilindungi,
dimana flyrock yang terjadi sudah tidak normal. Flyrock di area ini adalah hasil
dari pelaksanaan peledakan yang buruk atau terdapat kondisi geologi yang belum
diketahui , sehingga mendukung terjadinya pelemparan pecahan batuan pada jarak
yang besar.

8.3.2 Airblast

Airblast adalah gangguan dinamis terhadap udara karena gerakan fisik dari
permukaan batuan atau tanah. Hilangnya gas berkecepatan tinggi melalui rekahan,
zona lemah pada burden, perpindahan material stemming. Hasil tekanan merambat
melalui udara sebagai gelombang suara. Perambatan dipengaruhi oleh kondisi
atmosfir, permukaan tanah, dan vegetasi antara sumber dan penerimanya. Airblast
bisa dipantulkan dari bidang bebas, diuraikan pada sekeliling bidang bebas, dan
diuraikan ketika keadaan massa udara berubah. Oleh karena itu perambatan yang
terjadi sangat kompleks dan sulit untuk diprediksi.

Airblast bisa menyebabkan gangguan yang signifikan atau berdampak


pada struktur yang ada. Di beberapa jarak dari peledakan, frekuensi yang dominan
dari sebuah Airblast akan semakin rendah tapi dapat mengakibatkan
meningkatnya pengaruh terhadap struktur.

8.3.3 Ground Vibration

Getaran Tanah (Ground Vibration) adalah gerakan partikel yang terjadi


akibat perambatan gelombang seismik. Getaran tanah yang merupakan suatu
energi yang merambat dalam batuan atau tanah, dapat merusak bangunan
disekitarnya apabila mencapai suatu level tertentu. Sebagian energi yang

30
dihasilkan dari peledakan akan bertebar dan menyebar ke semua arah sebagai
gelombang seismik dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Getaran tanah terjadi pada daerah elastis (Elastis Zone). Di daerah ini
tegangan yang diterima material lebih kecil dari kekuatan material sehingga hanya
menyebabkan perubahan bentuk dan volume. Sesuai dengan sifat elastis material
maka bentuk dan volumenya akan kembali ke keadaan semula setelah tidak ada
tegangan yang bekerja.

8.3.4 Smoke dan Fumes

Detonasi suatu bahan peledak komersial diharapkan menghasilkan uap air


(H2O), Karbon Dioksida (CO2), dan Nitrogen (N2). Namun kadang-kadang
muncul gas tambahan yang tidak diharapkan, yaitu gas-gas beracun seperti
Karbon Monoksida (CO) akibat neraca oksigen negatif, dan Nitrogen Monoksida
(NO) akibat neraca Oksigen positif. Pada industri bahan peledak terdapat gas-gas
beracun yang disebut dengan fumes. Fumes tidak bisa disamakan dengan smoke,
meskipun keduanya terdiri dari uap dan produk yang padat dari pembakaran.
Meskipun smoke tidak beracun, paparan berlebihan dari smoke, terutama yang
menghasilkan dynamite, dapat menyebabkan sakit kepala parah dan harus
dihindari. Kedua sifat dan total kuantitas dari gas beracun dan smoke bervariasi
antara tipe dari bahan peledak. Contohnya, peledakan dari “Toves” water gels
menghasilkan signifikan uap yang lebih sedikit dibandingkan dengan dynamite.
Keduanya juga dapat bervariasi sesuai dengan kondisi penggunaan. sesuatu yang
cenderung mendinginkan gas dengan cepat, akan meningkatkan formasi dari
oksida dan nitrogen.

Pada pekerjaan terbuka biasanya fumes hanya membutuhkan sedikit


perhatian, jika fumes tersebut cepat tersebar melalui pergerakan udara, tetapi pada
pekerjaan bawah tanah tipe dan jumlah bahan peledak, kondisi peledakan,
ventilasi, dan faktor lain harus diperhatikan. Kondisi dimana fumes bisa menjadi
masalah, dapat dirumuskan dengan baik dan menghasilkan bahan peledak dan
blasting agents akan memberikan minimum kuantitas dari gas beracun. Namun,

31
harus diakui bahwa beberapa karbon monoksida dan beberapa nitrogen oksida
adalah hasil setiap peledakan dari bahan peledak atau blasting agents dan pada
kondisi itu penggunaan secara drastis akan mengubah tipe dari produksi gas.

8.4 Keseimbangan Oksigen (Zero Oxygen Balance)

Zero oxygen balance adalah kesetimbangan jumlah oksigen yang tepat


dalam suatu campuran bahan peledak sehingga seluruh reaksi menghasilkan
hidrogen menjadi hidrogen dioksida (H2O), Carbon menjadi CO2 dan nitrogen
menjadi N2 bebas, sehingga dalam hasil reaksinya hanya ketiga nsur tersebut
yang terbentuk.

8.4.1 Karakteristik Gas Hasil Peledakan

Karakteristik gas hasil peledakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut;

a. ZOB ( zero oxygen balance ), terjadi kesetimbangan rekasi


kimiawi sehingga semua gas bereaksi dan terbentuk smoke.

3 NH4NO3 + CH2 7H2O + CO2 + 3N2

AN FO

b. Deficient Oxygen Balance ( Negative / Minus Oxygen Balance ),


tidak terjadi kesetimbangan reaksi yang mengakibatkan hasil reaksi
kekurangan Oksigen, sehingga terbentuk gas fumes.

2 NH4NO3 + CH2 5H2O + CO + N2

AN FO

c. Excessive Oxygen Balance ( Positive / Surplus Oxygen Balace ),


tidak terjadi kesetimbangan reaksi yang mengakibatkan hasil reaksi
kelebihan Oksigen, sehingga terbentuk fumes.

5NH4NO3 + CH2 11H2O + CO2 + 9N2 + 2NO

AN FO

32
8.4.2 Kalkulasi Zero Oxygen Balance

Persamanaan – persamaan yang digunakan untuk melihat apakah bahan peledak


yang kita gunakan menghasilkan reaksi yang setimbang atau tidak. Persamaan-
persamaan tersebut antara lain;

a) Bahan peledak yang hanya menggunakan unsur C, H, O dan N.

Oxygen Balance = O - 2C-½H .....................................(8.12)

b) Bahan peledak yang terdiri dari unsur-unsur tambahan yang


afinitas terhadap oksigen, misalnya; CaO, Na2O, Al2O3

Oxygen Balance = ( O - ½Na - Ca ) - 2C - ½H ...................(8.13)

Tabel 8.5

Komposisi Kimia Bahan Peledak

33
8.5 Pengukuran Gas Hasil Peledakan

Bahan peledak komersil merupakan campuran bahan-bahan sedemikian


rupa sehingga mencapai keadaan (minimal) mendekati zero oxygen balance
artinya bahan peledak terdapat jumlah oksigen yang tepat sehingga selama reaksi
seluruh hidrogen akan membentuk uap air (H2O), karbon bereaksi membentuk
CO2, dan nitrogen menjadi gas N2 bebas. Jika campuran bahan-bahan peledak
tidak sesuai maka berpotensi menghasilkan gas beracun (fumes). Selain faktor dari
bahan peledak ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fumes, yaitu :

1. formulasi produk yang buruk,


2. priming yang tidak memadai,
3. sifat tahan air yang tidak cukup,
4. kurangnya pengungkungan,
5. reaktivitas produk dengan batuan atau material lain yang meledak,
6. reaksi produk yang tidak lengkap.

Ditekankan bahwa beberapa gas beracun tidak berbau dan tidak berwarna. Tidak
adanya pengecekan asap setelah peledakan terjadi tidak ada jaminan bahawa tidak
terdapat tingkat berbahaya dari gas beracun. Jangan kembali pada daerah tanpa
memastikan tingkat berbahahaya dari fumes.

Tabel 8.6
Jenis-jens Warna Fumes

Level Typical Appearance

Level 0

No fume

34
Level 1

Fume

Level 2

Minor yellow/orange fume

Level 3

Moderate orange fume

Level 4

Significant orange fume

Level 5

Major red/purple fume

Sumber : AEISG, 2011

Dalam melakukan pengukuran gas hasil peledakan harus memperhatikan


beberapa faktor:

1. Lokasi
 Lokasi internal untuk pemantauan pribadi

35
 Tempat kerja eksternal termasuk tambang lainnya
 Reseptor sensitif eksternal
2. Meteorologi
 Kecepatan angin, mengukur kecepatan dan arah angin pada tiang
10m dengan waktu tunggu rata-rata 5 menit, dan sampel setiap 10
detik atau lebih pendek
 Arah angin dan variabilitas
 Curah hujan
 Kondisi awan dan sinar matahari
 Lapisan inversi

8.6. Angin

Angin merupakan aliran udara dalam jumlah yang besar yang timbul
akibat adanya rotasi bumi, perbedaan suhu dan perbedaan tekanan udara antara
dua tempat dengan kecepatan yang dinamis dan fluktatif. Atau bisa juga disebut
sebagai perpindahan massa udara dari satu tempat ke tempat lakinnya secara
horizontal atau hampir horizontal. Pengaruh perputaran bumi terhadap angin
disebut dengan pengaruh carioles (carioles effect). Efek ini menyebabkan angin
bergerak searah jarum jam mengitari daerah bertekanan rendah di belahan bumi
selatan sebaliknya bergerak berlawanan arah jarum jam mengitari daerah
bertekanan rendah di bumi utara. Angin memiliki arah dan kecepatan. Angin
mengikuti pola umum sirkulasi udara atau prevailing wind. Prevailing wind pada
daerah tropis disebut trade wind, pada daerah beriklim sedang westerlies wind dan
pada daerah kutub disebut polar wind.

Angin di dekat permukaan bumi kecepatannya lebih rendah dibandingkan


dengan lapisan udara yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh hambatan akibat
gesekan dengan permukaan bumi. Arah angin pada ketinggian lapisan udara yang
tinggi juga lebih bervariasi. Pada ketinggian 6-12 km dapat dijumpai angin
dengan kecepatan sampai 300 km/jam yang umumnya berhembus dari barat
disebut jet stream.

36
8.6.1 Karakteristik angin

Angin memiliki karakteristiknya tersendiri, seperti :

 Kerapatan angin umumnya memiliki nilai 1.225 kg/m3

 Kekuatan angin sebanding dengan kecepatannya

 Angin bergerak dari daerah dengan tekanan maksimum ke tekanan


minimum.

 Kecepatan angin sangat beragam dari tempat ke tempat lain dari


waktu ke waktu dan ditentukan oleh perbedaan tekanan udara
antara tempat asal dan tujuan angin dan resistensi medan yang
dilaluinya.

 Angin mempercepat pendinginan dari benda yang panas

 Angin menyebabkan tekanan terhadap permukaan yang menentang


arah angin dan gesekan terhadap benda yang dilewatinya.

 Kecepatan dan arah angin tidaklah stabil, bisa saja berubah


sewaktu-waktu yang disebut turbulensi.

8.6.2. Faktor Terjadinya Angin


Angin dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Gradien barometris (tekanan udara)
Bilangan yang menunjukkan perbedaan tekanan udara dari
2 isobar yang jaraknya 111 km. Makin besar gradien
barometrisnya, makin cepat tiupan angin.

2. Posisinya

Bumi berputar pada sumbunya dengan kecepatan 1041 m/jam


di equator. Lajunya menurun dengan semakin tinggi letak lintang
suatu tempat sampai mencapai nol di kutub. Berkurangnya
kecepatan ini disebabkan oleh semakin kecil lingkaran lintang kea

37
rah kutub. Sehingga kecepatan angin di dekat khatulistiwa lebih
cepat dari yang jauh dari garis khatulistiwa.

3. Tinggi tempat

Semakin tinggi tempatnya, semakin kencang pula angin


yang bertiup. Hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya gesekan yang
menghambat laju udara. Di permukaan bumi, gunung, pohon, dan
topografi yang tidak rata lainnya memberikan gaya gesekan yang
besar. Semakin tinggi suatu tempat, gaya gesekan ini semakin kecil.

4. Waktu

Di siang hari angin bergerak lebih cepat daripada di malam


hari. Hal inidisebabkan oleh pemanasan oleh sinar matahari yang
terjadi terus menerus pada siang hari.

8.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi arah pergerakan angin


1. Perputaran bumi
Pada perbedaan tekanan udara yang konstan, gradien tekanan udara
menyebabkan gerakan udara yang lurus. Efek perputaran bumi
menyebabkan pergerakan itu merupakan suatu lengkungan dan bila terjadi
suatu gerakan lengkung maka timbullah kekuatan atau gaya sentrifugal
yang mencoba menarik keluar dari pusat lengkungan.

2. Pemanasan daratan

Sistem angin dipengaruhi oleh adanya benua yang tingkat


pemanasan daratan berbeda-beda jika dibandingkan terhadap lautan.
Akibat pemanasan ini menimbulkan adanya depresi moonson, sedangkan
dalam skala kecil menimbulkan angin laut dan angin darat.

38
8.6.4 Alat Pengukur Kecepatan Angin
Alat pengukur kecepatan angin ada 3 macam , yaitu :
1.Anemometer
alat yang mengukur kecepatan angin. Alat-alat seperti ini biasanya ada
di bagian BMKG(Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) untuk
menentukan cuaca maupun iklim. Atau juga bisa digunakan di daerah yang
direncanakan (mungkin tidaknya) untuk pemasangan pembangkit listrik
tenaga angin.

Sumber : www.ivytools.com

Gambar 8.9.

Anemometer

2.Wind vane

alat untuk mengetahui arah angin, tidak dapat memperkirakan secara


tepat kecepatan angin. Alat ini merupakan alat sederhana yang sering
digunakan di perkebunan maupun pertanian untuk melihat arah angin.

39
Sumber : www.sciencestruck.com

Gambar 8.10.

Windvane

3.Windsock

alat untuk mengetahui arah angin dan memperkirakan besar kecepatan


angin. Yang biasanya banyak ditemukan di bandara – bandara. Alat ini
membantu pendaratan pesawat yang mungkin saja akan terganggu dengan
adanya angin.

Sumber : www.windsocks.direct.com

Gambar 8.11.

Windsock

40
8.7. Drone DJI Phantom 4 Pro
Sekarang ini teknologi sudah semakin canggih , bahkan sekarang ada
pesawat nir pilot yang dinamakan drone yang membantu semua kebutuhan
manusia , mulai dari mengirim makanan,berfoto,pemetaan,pemadam
kebakaran,hingga mengintai musuh. Sebelumnya harus diketahui dahulu
langkah-langkah dalam mengoperasikan drone.

Sumber : www.dji.com
Gambar 8.12
Drone DJI Phantom 4 Pro

8.7.1. Langkah-langkah pengoperasian drone

1. Menghidupkan dan Mematikan Remote

Untuk menghidupkan remote cukup menekan tombol power dua


kali berturut turut, adapun caranya adalah tekan pertama ditekan secara
cepat, kemudian tekan kedua dengan cara tekan dan tahan selama 5 detik
(Sampai muncul bunyi) begitu juga mematikkannya dengan cara yang
sama.

41
2. Menaikkan dan menurunkan Drone

Setelah menghidupkan remot, maka cara menerbangkan drone


yang kedua adalah dengan menaikkan drone.Throttle berguna untuk
menaikkan dan menurunkan drone, jika pada mobil throttle adalah
gasnya, semakin jauh kita menekan tuas gas, maka akan semakin kencang
lari mobil kita, begitu pula dengan drone, semakin kuat kita menarik tuas
throttle ini, maka akan semakin laju drone kita. Adapun letak throttle ini
berada pada bagian kiri remote. untuk menaiikan drone cukup kita geser
tuas ke bagian atas (throttle up), dan untuk menurunkan drone cukup
dengan menarik tuas ke bawah (Throttle Down).

Sumber : www.dji.com

Gambar 8.13.

Gerakan naik turun drone

42
3. Memutar Posisi Drone

Untuk memutar Posisi Drone ini, harus menggunakan


fungsi Rudder / Yaw, dengan memutar posisi drone akan memudahkan
untuk mengambil sebuah objek, pemutaran posisi ini adalah memutar arah
kepala.

sumber : www.dji.com

Gambar 8.14.

Gerakan memutar drone

43
4. Menggerakan Drone kekiri dan kekanan

Untuk menggerakan drone kekiri dan kanan, kita menggunakan


fungsi Aileron / Roll, fungsi ini memungkinkan kepada anda untuk
merubah kedudukan drone. Untuk Mengaktifkan fungsi ini adalah dengan
cara menarik tuas bagian kiri ke posisi kiri atau kanan. bagi yang masih
canggung, untuk memudahkan anda agar tidak kehilangan orientasi,
pastikan posisi drone tetap membelakangi kita.

5.Maju dan mundur drone

Untuk melakukan gerakan maju mundur ini, kita akan gunakan


fungsi Elevator / Pitch, yaitu dengan cara menarik tuas di kanan ke atas
atau kebawah.

Sumber : www.dji.com

Gambar 8.15.

Maju dan mundur drone

44
IX. PENUTUP

Demikian proposal Tugas Akhir ini saya ajukan. Besar harapan saya agar

proposal ini dapat dijadikan pertimbangan untuk disetujui. Dengan harapan

penelitian Tugas Akhir ini dapat terlaksana dengan baik dan sebagaimana

mestinya sehingga dapat mencapai tujuan serta manfaat yang diharapkan. Atas

perhatian Bapak/Ibu, saya sampaikan terima kasih.

Jakarta, Maret 2018

Bobby Surya Pratama

073001400019

bobysurya21@gmail.com

+6285780256168

45
X. DAFTAR PUSTAKA

Andrew, Scott. 1996. Open Pit Blast Design Analaysis and Optimation,
Julius Kruttschnitt Miineral Research Centre University of Queensland,
Queensland.
Ash, R.L. Design of Blasting Round, “Surface Mining”. B.A. Kennedy,
Editor.(1990). Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc. pp.
565-584.
Konya J.C and Walter J.E, 1990, Surface Blast Design, Seismological
Observatory John Carroll University, New Jersey.

Orica Pictorial Fume Scale, Internal document, Orica Mining Services Pty
Ltd, 8th March 2010.

Project C14054, M Attalla, S J Day, T Lange, W Lilley,and S Morgan, July


2007, NOx Emissions from Blasting Operations in Open Cut Coal Mining
in the Hunter Valley , ACARP Project C14054

Santis,L.D.,J.H.Rowland,III,D.J.Viscusi, and M. H. Weslowski.(1996).The


Large Chamber Test for Toxic Fumes Analysis for Permissible Explosives.
Twenty-First Annual Conference on Explosives and Blasting Technique.
Nashville, TN, pp. 341-355.

Santis, L. D. and R. Al Cortese.(1996). A Method of Measuring Continuous


Detonation Rates Using Off-theShelf Items. Twenty-Second Annual
Conference on Explosives and Blasting Technique, Orlando, FL. 11 pp.

S. Koesnaryo. 1988, Teknik Pemboran dan Peledakan, Jurusan Teknik


Pertambanagan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan
Nasional ”Veteran” Yogyakarta.
Queensland Government, 2011. Management of Oxides of Nitrogen in
Open Cut Blasting. Queensland.

46
47
48
49
50
51

Anda mungkin juga menyukai