Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL TUGAS AKHIR

KAJIAN TEKNIS PENGARUH APLIKASI BOTTOM


DECKING UNTUK MENGATASI LUBANG LEDAK BERISI
AIR MENGGUNAKAN GAS BAG TERHADAP
FRAGMENTASI HASIL PELEDAKAN DI PT. SEMEN
PADANG, INDARUNG, SUMATERA BARAT

DI SUSUN OLEH

LUCKY TANIA

073001300066

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2017
KAJIAN TEKNIS PENGARUH APLIKASI BOTTOM
DECKING UNTUK MENGATASI LUBANG LEDAK BERISI
AIR MENGGUNAKAN GAS BAG TERHADAP
FRAGMENTASI HASIL PELEDAKAN DI PT. SEMEN
PADANG, INDARUNG, SUMATERA BARAT

I. LATAR BELAKANG

Dalam proses pembangunan fisik dan pengembangan daerah di seluruh dunia


khususnya Indonesia, timbul kebutuhan terhadap sumberdaya alam untuk
memenuhi hal tersebut. Salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan yaitu batu
gamping sebagai bahan baku pembuatan semen. Semen dibutuhkan pada
pembuatan jalan, bangunan, bahkan saluran irigasi. Dalam rangka memenuhi
kebutuhan terhadap semen, maka berdirilah beberapa perusahaan yang bergerak
dalam bisnis produksi semen. Salah satu perusahaan tersebut adalah PT. Semen
Padang.

PT. Semen Padang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam
bisnis produksi semen di Indonesia. PT. Semen Padang mendistribusikan semen
hasil produksinya ke dalam dan luar negeri. Dalam memenuhi kebutuhan
terhadap bahan baku pembuatan semen, PT. Semen Padang melakukan kegiatan
penambagan sendiri, terutama terhadap batu gamping. Penambangan batu
gamping tersebut dilakukan dengan metode tambang terbuka secara Quarry.
Kegiatan penambangan batu gamping dilaksanakan dengan tahap: penggaruan,
pemboran dan peledakan, pemuatan, dan pengangkutan.

Dengan tingginya laju produksi, PT. Semen Padang harus mampu melakukan
inovasi agar seluruh tahapan berjalan secara optimal. Salah satu caranya yaitu
melakukan kegiatan penambangan batu gamping yang efektif dan efisien.
Berbagai inovasi metode dapat dilakukan, khususnya pada tahap pemboran dan
peledakan.

1
Pada proses pemboran dan peledakan sendiri harus direncanakan secara
matang. Keberhasilan kegiatan peledakan dapat dilihat dari fragmentasi hasil
peledakannya, digging time dan besaran nilai powder factor (PF). Seiring dengan
perkembangan teknologi, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengefisiensi penggunaan bahan peledak yaitu dengan penambahan kedalaman
stemming, penambahan spacing dan burden atau dengan penambahan air decking
pada lubang ledak.

Gas bag merupakan salah satu inovasi dalam kemajuan teknologi di bidang
peledakan yang terbuat dari plastik lentur berbentuk bola, berfungsi untuk
membuat rongga udara (air deck) pada lubang ledak guna menciptakan kurungan
energi dan mengurangi rongga pengeluaran gas secara vertikal. Dengan adanya
rongga udara pada lubang ledak, secara langsung berdampak pada pengurangan
bahan peledak dan besaran nilai powder factor sehingga biaya operasional
peledakan pun akan berkurang.

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian


ini adalah:

1. Adakah perbedaan antara geometri peledakan konvensional dan


geometri peledakan dengan penambahan air deck?
2. Apakah aplikasi air decking dengan gas bag mempengaruhi efektivitas
proses peledakan?
3. Apakah aplikasi air decking dengan gas bag mampu mengefisiensi
penggunaan bahan peledak pada lokasi penelitian?
4. Berapa besaran nilai powder factor yang diperoleh pada geometri
peledakan konvensional dan pada peledakan trial dengan penambahan
air decking?

2
III. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perbeda geometri peledakan konvensional dan geometri


peledakan dengan penambahan air deck.
2. Mengetahui dan menganalisa fragmentasi hasil proses peledakan dengan
aplikasi air deck menggunakan gas bag.
3. Menentukan besaran reduce cost penggunaan bahan peledak yang
digunakan.
4. Menghitung dan menganalisa besaran powder factor yang diperoleh
berdasarkan geometri peledakan konvensional dan pada peledakan trial
dengan penambahan air decking.

IV. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan PT. Semen Padang dalam


melakukan kegiatan pemboran dan peledakan dalam rangka mengurangi
biaya pada tahap tersebut.
2. Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti lain yang melakukan
penelitian serupa.

V. METODE PENELITIAN

Agar penelitian ini berlangsung sesuai dengan sistematika yang baik dan
benar maka adapun metode-metode yang dilaksanakan pada penelitian ini :
1) Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan tahap peneliti untu mencari referensi dari buku,
data perusahaan, internet, maupun media lainnya berkaitan dengan perumusan
masalah yang ada. Dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang

3
menunjang, yang diperoleh dari : Instansi yang terkait, Perpustakaan, Internet
serta informasi – informasi yang didapat lainnya.
2) Orientasi Lapangan
Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan ini akan dilakukan beberapa tahap,
yaitu:
 Survei Geologi
Survei geologi permukaan, dengan melakukan pengamatan secara langsung
terhadap keadaan geologi permukaan (perlapisan, rekahan, dan patahan) dan
mencari informasi pendukung yang berkaitan dengan permsalahan yang akan
dibahas.
 Mencocokkan dengan perumusan masalah, yang bertujuan agar penelitian
yang dilakukan tidak meluas. Data yang diambil dapat digunakan secara
efektif. Dilakukan dengan melakukan peninjaun lapangan untuk melakukan
pengamatan langsung pengaruh aplikasi bottom decking terhadap
fragmentasi hasil peledakan.
3) Pengumpulan Data dan Informasi
a. Data Sekunder
 Peta Lokasi Tambang
 Peta Lokasi Peledakan
 Data Bobot Isi Batuan
 Spesifikasi bahan peledak
 Laporan Peledakan
b. Data Primer
 Geometri Peledakan Aktual
 Fragmentasi Hasil Peledakan Aktual
 Digging time
4) Pengolahan Data
Pengolahan data dilaksanakan dengan menggunakan perhitungan dan
penggambaran yang selanjutnya dapat disajikan dalam bentuk grafik atau
rangkaian perhitungan dalam penyelesaian proses tertentu.

4
5) Analisa Data
Analisa data dapat dilakukan secara kuantitatif dengan tujuan memperoleh
output berupa geometri peledakan serta pengaruhnya terhadap penggunaan bahan
peledak.
6) Penyusunan Laporan
Dalam hal ini diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan
data yang telah dilakukan dengan permasalahan yang diteliti. Lalu melakukan
bimbingan secara berkala dan pembuatan laporan secara sistematis.

5
Studi Literatur

Pengambilan Data

Data Primer Data Skunder

1) Geometri Peledakan Aktual 1) Peta Lokasi Tambang


2) Monitoring Fragmentasi Hasil 2) Peta Lokasi Peledakan
Peledakan 3) Data Bobot Isi Batuan
3) Digging Time 4) Spesifikasi Bahan Peledak
5) Laporan Peledakan

Percobaan Peledakan
dengan Metode Air Decking

Analisis Fragmentasi Hasil


Peledakan Metode Air Decking

Perbandingan Fragmentasi Hasil Evaluasi


Peledakan Metode Air Decking
dengan Metode yang Sebelumnya
dipakai

Tidak
Fragmentasi

60 ≤ x ≤ 80 cm?

Ya
Rekomendasi

Kesimpulan

Gambar 5.1
Diagram Alir Penelitian

6
VI. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian akan dilakukan di PT. Semen Padang, Kota Padang,


Provinsi Sumatera Barat (Lihat gambar 6.1).

Lokasi Penambangan
PT. Semen Padang

Sumber : Google Earth


Gambar 6.1
Lokasi Penelitian

VII. WAKTU PENELITIAN

Penelitian akan dilaksanakan selama ± 2 bulan, dimulai sejak bulan Agustus


2017 sampai Oktober 2017. (Lihat gambar 7.1)

7
Tabel 7.1
Tabel Waktu Kegiatan

2017
Juli Agustus September Oktober
Kegiatan
Kampus Perusahaan Perusahaan Kampus
/Perusahaan
Studi
Pustaka
Pengambilan
Data
Pengolahan
Data
Pembuatan
Laporan

VIII. DASAR TEORI

8.1 Pengertian dan Tujuan Peledakan


Peledakan yaitu proses memecah atau membongkar batuan padat atau
material berharga yang bersifat kompak dari batuan induknya menjadi material
yang sesuai untuk proses produksi. Tujuan peledakan pada batuan yaitu untuk
menghasilkan batuan lepas, yang dinyatakan dalam derajat fragmentasi sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai. Di sektor pertambangan, kegiatan peledakan
digunakan untuk memecah batuan yang tidak mampu dibongkar secara langsung
oleh alat berat misalnya ripper dozer.
Hasil peledakan ini sangat mempengaruhi produktivitas dan biaya operasi
berikutnya. Dalam suatu operasi peledakan pada pertambangan dilakukan
pemboran terlebih dahulu untuk membuat lubang ledak. Lubang ledak sendiri
akan diisi oleh bahan peledak.

8.2 Kondisi Batuan


Kondisi geologi batuan merupakan salah satu faktor penting dalam
pembuatan desain peledakan. Kondisi ini merupakan kondisi yang tidak bisa
direkayasa oleh manusia karena hal ini terbentuk secara alamiah.

8
1. Jenis Batuan
Batuan dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu batuan beku,
batuan sedimen, dan batuan metamorf. Masing-masing jenis batuan memiliki
proses pembentukan yang berbeda. Hal ini berdampak pada kandungan mineral,
komposisi, ukuran, struktur, dan tekstur yang berbeda. Batuan yang berada di
permukaan bumi akan mengalami pelapukan. Proses pelapukan akan berbeda
tehadap tiap jenis batuan.
Batuan yang masih segar (fresh rock) pada umumnya akan memiliki
kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan dengan batuan yang sudah
terlapukkan di permukaan. Kekuatan batuan akan berpengaruh terhadap
pemilihan bahan peledak yang akan digunakan.

2. Struktur Geologi (Bidang Diskontinyu)


Struktur geologi atau bidang diskontinyu adalah bidang lemah yang ada pada
massa batuan. Bidang lemah ini dapat berupa sesar, kekar, bidang perlapisan
batuan, maupun retakan. Struktur diskontinuitas ini terjadi karena adanya gaya-
gaya yang bekerja dalam kerak bumi, baik yang menekan atau menarik massa
batuan.
Bidang lemah ini menyebabkan hilangnya daya tekan bahan peledak karena
energi yang didistribusikan menerobos bidang lemah batuan. Kehilangan daya
tekan menyebabkan adanya potensi pembentukan bongkah (boulder) dari
kegiatan peledakan.

3. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan


Masing-masing jenis batuan membawa sifat fisik dan mekaniknya sendiri.
Sifat-sifat ini mempengaruhi hasil dari suatu kegiatan peledakan. Oleh karena itu,
sifat batuan tersebut perlu dipertimbangkan.
a. Sifat Fisik
Sifat fisik adalah sifat bawaan dari suatu massa batuan tanpa pengaruh gaya
apapun. Sifat fisik batuan yang paling berpengaruh pada kegiatan peledakan
adalah massa jenisnya (density). Density menggambarkan berat massa batuan

9
dalam satuan volume tertentu. Energi bahan peledak yang lebih besar
dibutuhkan untuk menghancurkan yang mempunyai density lebih tinggi.
b. Sifat Mekanik
Sifat mekanik menunjukkan sifat batuan apabila diberi gaya. Batuan
memiliki sifat mekanik yang berbeda. Sifat mekanik batuan yang
mempengaruhi kegiatan peledakan adalah kuat tekan dan kuat tarik batuan.

4. Komposisi Mineral Batuan


Batuan membawa kandungan mineral yang beragam untuk setiap jenisnya.
Batuan yang mengandung mineral sulfida menimbulkan reaksi eksometris apabila
diberikan Ammonium Nitrat.
Reaksi eksometris menghasilkan panas yang cukup untuk memenuhi segitiga
detonasi sehingga berpotensi terjadi premature blast. Bahan peledak yang
memiliki inhibitor dibutuhkan pada kondisi batuan seperti ini untuk menghambat
reaksi antar Ammonium Nitrat dan mineral sulfida.

5. Keberadaan Air Tanah


Air tanah secara langsung mempengaruhi kegiatan peledakan. Pada kondisi
lubang ledak berair, bahan peledak khusus atau bahan peledak untuk kondisi
normal diberikan penanganan khusus. Hal ini terjadi karena tidak semua bahan
peledak tahan terhadap air.

8.3 Pola Pemboran


Pola pemboran yang diterapkan pada tambang terbuka ada beberapa jenis.
Hal ini mempengaruhi distribusi energi bahan peledak pada massa batuan. Pola
pemboran tersebut antara lain:
1. Square Pattern
Pola ini membentuk sesperti bidang bujur sangkar antara jarak burden
dengan spasi. Dalam kata lain, jarak burden dan spasi sama.

10
2. Rectangular Pattern
Pola ini menerapkan jarak spasi dalam satu row lebih besar dari jarak
burden. Pola ini juga disebut persegi panjang.
3. Staggered Pattern
Pola ini menerapkan bentuk zig-zag antara lubang bor. Pola pengeboran
staggered umumnya digunakan pada saat ini dikarenakan sifat pendistribusian
energi yang cenderung merata dan secara teori mengurangi kemungkinan
terbenteknya bongkah batuan besar (boulder).
Sketsa pola pemboran dapat dilihat pada Gambar 8.1.

Sumber: Konya, 1990


Gambar 8.1
Pola Pemboran

8.4 Pola Peledakan


Pola peledakan menunjukkan urutan ledakan dari sejumlah lubang ledak
pada suatu area peledakan. Urutan peledakan mengindikasikan bahwa adanya
jeda waktu diantara lubang ledak yang disebut delay time.
Penggunaan delay time memiliki beberapa keuntungan, yaitu sebagai berikut:
1. Mengurangi getaran
2. Mengurangi overbreak

11
3. Mengurangi airblast
4. Dapat mengarahkan lemparan batuan yang diledakkan
Pola peledakan dibedakan berdasarkan arah lemparan batuannya. Pemilihan
pola peledakan juga didasari pada ketersediaan bidang bebas (free face) pada area
yang akan diledakkan.
Berdasarkan arah runtuhan, pola peledakan dibedakan menjadi sebagai
berikut:
1. Box Cut
Pola peledakan yang arah lemparan batuannya ke depan dan membentuk pola
seperti kotak. Pola peledakan ini digunakan pada area yang tidak memiliki bidang
bebas.
2. V-Cut (Chevron)
Pola peledakan yang arah lemparannya membentuk seperti huruf “V”
3. Corner Cut (Echelon)
Pola peledakan yang memiliki dua bidang bebas dan arah lemparan
batuannya ke salah satu dari dua bidang bebas tersebut.

8.5 Geometri Peledakan


Kondisi batuan dari suatu tempat ke tempat lain akan berbeda walaupun
jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan
mempengaruhi karakteristik masa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu
diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan
(fissure), bidang diskontinyu, dan sebagainya. Kondisi geologi tersebut mampu
mempengaruhi kemampu-ledakan (blastability) suatu massa batuan. Semakin
kompak massa batuan, semakin banyak jumlah bahan peledak yang dibutuhkan.
Perbandingan jumlah bahan peledak dengan volume batuan hasil peledakan
disebut Powder Factor atau Specific Weight Charge.
Terdapat beberapa cara untuk meghitung geometri peledakan, salah satunya
adalah R.L. Ash (1963). Cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk
menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran

12
burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat, dan jenis
bahan peledak.
Parameter-parameter geometri peledakan diuraikan sebagai berikut:
1. Burden Ratio (KB)

KB = KBstd × AF1 × AF2


..................................................................(8.1)

Energi Bahan Peledak yang Dipakai 1/3


AF1 = [ ] ................................(8.2)
Energi Bahan Peledak Standar

1/3
Density Batuan Standar
AF2 = [ ]
Density Batuan yang Diledakan ...............................(8.3)

Keterangan:
- KBstd = 30
- Energi Bahan Peledak Standar = 12.000 fps
- Density Batuan Standar = 160 lb/ft³
2. Burden (B)
Burden adalah jarak bidang bebas ke row lubang bor terdekat atau jarak
antara row berikutnya. Perhitungan burden adalah sebagai berikut:

(De × KB)
B = ..............................................................................(8.4)
12

Keterangan:
- De = Diameter lubang ledak
- KB = Nisbah burden

13
3. Spacing (S)
Spacing adalah jarak satu lubng bor ke lubang bor berikutnya dalam satu
row. Perhitungan spacing adalah sebagai berikut:
.................................................................................(8.5)
S = KS × B

Keterangan:
- KS = Nisbah spacing
 Interval Waktu Tunda
o Long interval delay KS = 1
o Short period delay KS = 1 -2
o Normal KS = 1,2 –1,8
 Lubang bor dalam satu baris diledakan secara sequence delay KS = 1
 Lubang bor dalam satu baris diledakan secara simultan KS = 2
4. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman lubang ledak dari tinggi jenjang
yang diinginkan. Perhitungan subdrilling adalah sebagai berikut:

J = KJ × B
........................................................................................(8.6)

Keterangan:
- KJ = Nisbah subdrilling (0,3)
5. Kedalaman Lubang (L)
Kedalaman lubang ledak adalh kedalaman total tinggi lereng yang diinginkan
ditambahkan dengan kedalaman subdrilling. Perhitungan kedalaman lubang ledak
adalah sebagai berikut:

L = BH + J
........................................................................................(8.7)

Keterangan:
- BH = Tinggi jenjang, m

14
- J = Subdrilling, m
6. Kedalaman Lubang Bor (H)

H = KH × B
........................................................................................(8.8)

Keterangan:
KH = Nisbah kedalaman lubang (1,5 – 4,0)
7. Stemming (T)
Stemming adalah bagian lubang ledak yang diisi bukan dengan bahan
peledak, melainkan material lain seperti cutting hasil pemboran. Perhitungan
stemming adalah sebagai berikut:

T = KT × B
........................................................................................(8.9)

Keterangan:
KT = Nisbah stemming (0,7)

Sumber: Konya, 1990


Gambar 8.2
Geometri Peledakan

15
8.6 Mekanisme Pecahnya Batuan
Tahap pemberaian batuan oleh energi yang ditimbulkan oleh proses
peledakan terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Tahap Dynamic Loading
Ketika bahan peledak yang berada dalam lubang ledak meledak, maka akan
menimbulkan tekanan yang tinggi di sekitar lubang ledak. Gelombang kejut yang
dihasilkan dari peledakan tersebut akan merambat dengan kecepatan 3000-5000
m/s sehingga akan mengakibatkan tegangan yang memiliki arah tegak lurus
dengan dinding lubang ledak.
Dari tegangan tersebut maka akan menimbulkan rekahan radial yang
merambat di sekitar lubang tembak. Rekah menjari pertama terjadi dalam waktu
1 – 2 ms. Tekanan mengakibatkan batuan di sekitar lubang ledak hancur,
sehingga diameter membesar. Timbul rekahan menjari yang menjalar dari lubang
ledak.

2. Tahap Quasi-static Loading


Tekanan yang dihasilkan dari proses pemecahan tahap I akan menimbulkan
gelombang kejut dan akan bernilai positif. Saat gelombang kejut tersebut
mencapai bidang bebas maka akan dipantulkan kembali sehingga tekanan akan
turun dan bernilai negatif kemudian akan merambat kembali ke dalam batuan.
Suatu batuan akan memiliki ketahanan lebih tinggi terhadap tekanan
daripada tarikan, sehingga dari gelombang tarik tersebut akan menimbulkan suatu
rekahan-rekahan di dalam batuan. Apabila tegangan regangan cukup kuat akan
menyebabkan slabbing / spalling pada bidang bebas.

3. Tahap Release of Loading


Akibat tekanan yang sangat tinggi dari gas hasil peledakan tersebut maka
rekahan-rekahan yang telah terbentuk pada tahap I dan II akan semakin cepat
melebar. Apabila suatu masaa batuan di depan lubang ledak gagal dalam
mempertahankan posisinya bergerak ke depan maka tegangan tekan tinggi yang

16
berada di dalam batuan akan dilepas. Efek dari terlepasnya batuan tersebut akan
menimbulkan tegangan tarik tinggi sebagai kelanjutan dari proses tingkat II.
Rekahan yang terbentuk akibat dari proses tingkat II akan menyebabkan
bidang-bidang lemah untuk memulai reaksi-reaksi fragmentasi utama ada proses
peledakan.
Apabila massa batuan di depan lubang ledak gagal dalam mempertahankan
posisi dan bergerak ke depan, maka tegangan tekan tinggi yang berada di dalam
batuan akan dilepas seperti spiral kawat yang ditekan kemudian dilepaskan.

Sumber: Esen et. Al, 2003

Gambar 8.3
Proses Pecahnya Batuan

17
Sumber: Esen et. al, 2003
Gambar 8.4
Skema Distribusi Energi pada Lubang Ledak

8.7 Hasil Peledakan


Parameter-parameter lain yang harus diperhatikan pada setiap kegiatan
peledakan adalah sebagai berikut:
1. Volume dan Massa Batuan yang Diledakkan
Tujuan peledakan adalah untuk membongkar sejumlah massa batuan. Batuan
yang dibongkar dapat dinyatakan dalam satuan volume atau berat.
a. Berdasarkan Volume
Penentuan volume batuan yang diledakkan dapat ditentukan dengan
persamaan berikut:
.
V = B × S × BH × n
.......................................................(8.10)

Keterangan:
- V = Volume batuan, m³
- B = Burden, m

18
- S = Spacing, m
- BH = Tinggi jenjang, m
- n = Jumlah lubang ledak
b. Berdasarkan Berat
Menyatakan berat batuan yang diledakkan dapat ditentukan dengan
persamaan berikut:
.
W = V × SGrock
.................................................................(8.11)

Keterangan:
- W = Berat batuan, ton
- V = Volume batuan. m³
- Sgrock = Spesific Gravity batuan yang diledakkan

2. Powder Factor (PF)


Powder factor atau Specific Charge Weight adalah perbandingan antara
jumlah bahan peledak dengan volume batuan hasil peledakan. Pemanfaatan PF
cenderung mengarah pada nilai ekonomis suatu proses peledakan karena
berkaitan erat dengan harga bahan peledak yang digunakan.
Powder Factor dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Total bahan peledak yang digunakan (Kg)


PF = Volume batuan yang diledakkan (m3 ) ......................................(8.12)

Atau

W = Total
PF = V × bahan
SGrockpeledak yang dihunakan (Kg)
Berat batuan yang diledakkan (ton) .......................................(8.13)

3. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap bongkah
batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya.
Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau bongkah diperlukan,
misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) di tepi jalan tambang. Namun

19
kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena penanganan
selanjutnya akan lebih mudah.
Untuk menghitung fragmentasi hasil peledakan dapat menggunakan
persamaan Cunningham (1983) yang menyempurnakan persamaan Kuznetsov
menjadi sebagai berikut :

W = V ×Q1/6
SGrock 115 0,633
X=A × ×( ) ................................................................(8.14)
PF0,8 E

Keterangan:
- Xmean = Ukuran rata-rata fragmen batuan, cm
- A = Faktor batuan, yaitu :
 1 untuk batuan yang sangat rapuh
 10 untuk batuan yang agak kompak
 10 untuk batuan kompak dengan sisipan yang rapat
 13 untuk batuan kompak dengan sedikit sisipan
- PF = Powder Factor
- Q = Berat bahan peledak, kg
- E = Kekuatan berat relatif bahan peledak yang dipakai

8.8 Air Decking


Air Deck merupakan istilah yang digunakan untuk ruang kosong yang
terdapat pada lubang tembak yang telah diisi bahan peledak. Ruang kosong berisi
udara ini sengaja diciptakan untuk berbagai macam tujuan. Teknik air-decking
mempergunakan satu atau lebih celah udara di lubang ledak sebagai salah satu
cara mengoptimalkan fragmentasi sebagai hasil kegiatan peledakan.
Melnikov dan Marchenko (1971) dan Melnikov et al. (1979) mengemukakan
bahwa gelombang kejut, ketika terpantul dan menyebar di dalam lubang bor,
akan menghasilkan gelombang kejut sekunder yang memperluas jaringan rekahan
pada batuan sebelum tekanan udara dari gas setelah peledakan.
Tekanan yang dihasilkan oleh bahan peledak, bagaimanapun, dalam hal ini
akan berkurang, tetapi tingkat rekahan batuan akan meningkat sebagai akibat

20
tekanan berulang terhadap batuan di sekitar lubang ledak oleh serangkaian
gelombang susulan.
Durasi gelombang kejut pada massa batuan sekitarnya akan diperpanjang.
Akibatnya, jaringan celah pada massa batuan di sekitar lubang ledak meningkat.
Besarnya gelombang kejut tergantung pada pemilihan bahan peledak dan akan
menurun dengan cepat seiring dengan jarak yang ditempuh. Tingkat rekahan pada
peledakan metode air decking akhirnya tergantung pada panjang dan jenis bahan
peledak.

8.8.1 Alternatif Posisi Air Deck


Dalam pengaplikasian metode air decking pada proses peledakan, ada
beberapa alternatif pemilihan posisi celah udara (air deck) di dalam lubang ledak,
yaitu:
1. Posisi Air Deck di Atas (Top Decking)
Penggunaan air deck dibagian atas dapat digunakan pada lubang dengan
kondisi kering dan basah. Tujuan utama top decking ini adalah untuk menghemat
penggunaan blasting agent, mendapatkan distribusi yang lebih baik di bagian
kolom stemming, dan mencegah terjadinya over confined (mampat yang
berlebihan).

Sumber: Melnikov et al. (1979)


Gambar 8.5
Posisi Air Deck di Bagian Atas

21
2. Posisi Air Deck di Tengah (Middle Decking)
Umumnya praktek penggunaan produk Air Deck dibagian tengah (middle
decking) digunakan pada lubang dalam dengan kondisi kering. Tujuannya adalah
untuk menghemat penggunaan blasting agent dan mendapatkan distribusi yang
lebih baik serta mengurangi energi yang berlebih. Hal yang harus diperhatikan
dalam penerapan middle decking ini adalah penggunaan aksesoris yang lebih
banyak berupa detonator dan booster (primer). Hal ini diperlukan untuk
menginisiasi kolom isian dibagian bawah dan bagian atas yang terputus oleh Air
Deck. Jika kondisi normal biasanya menggunakan 1 primer (1 detonator dan 1
booster) maka pada kondisi middle decking ini dibutuhkan 2 primer (2 detonator
dan 2 booster).
Berdasarkan rule of thumb, penggunaan middle decking ini cocok digunakan
pada lubang kering dengan kedalaman ≥ 11 meter. Dengan panjang decking
minimal 1 meter. Sehingga tercapai cost efficiency yang diinginkan.

Sumber: Melnikov et al. (1979)


Gambar 8.6
Posisi Air Deck di Bagian Tengah

22
3. Posisi Air Deck di Bawah (Bottom Decking)
Selama ini praktek penggunaan produk Air Deck dibagian bawah
(subdrill) disebabkan adanya air statis (static water) didasar lubang.
Penempatan air deck di atas air statis ini diharapkan dapat memutus
kontak antara air dan bahan peledak (blasting agent) yang tidak tahan air
seperti ANFO. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga cost serendah-
rendahnya dengan tetap memakai ANFO sebagai blasting agent.
Perusahaan yang tidak memiliki produk based emulsion (hanya
ANFO) maka pengaplikasian air deck di bagian dasar lubang ini jauh
lebih efisien dibandingkan menggunakan kondom (liner) jika dikaji dari
sisi cost dan kemudahan praktek di lapangan.
Sejalan dengan perkembangan pengetahuan di dunia blasting,
sekarang ini banyak yang menggunakan produk sejenis ini untuk
menciptakan air deck di area subdrill dengan tujuan utama menghemat
penggunaan bahan peledak tanpa adanya tambahan aksesoris seperti
primer (detonator dan booster).

Sumber: Melnikov et al. (1979)


Gambar 8.7
Posisi Air Deck di Bagian Bawah

23
4. Posisi Air Deck di Sepanjang Kolom Isian (Spot Decking)
Aplikasi air deck di sepanjang dan diantara kolom isian (spot decking)
merupakan metode baru dikembangkan. Metode ini dikembangkan oleh John
Floyd (Blast Dinamics, Inc.) yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak
di blasting science and solutions. Metode ini telah dipakai di perusahaan kelas
dunia Peabody Energy Mining di Midwest, Amerika Serikat.
Tujuan dari metode ini adalah mengurangi powder factor (PF) pada
peledakan yang telah dianggap efisien (efisien dalam spacing, burden, stemming
dan menggunakan blasting agent dengan densitas terendah misalnya ANFO)
tanpa mengurangi fragmentasi.
Berdasarkan rule of thumb, ukuran diameter spot bag maksimum 65% dari
diameter lubang tembak. Spot decking ini tidak membutuhkan tambahan
aksesoris karena ruangan-ruangan kosong disepanjang dan diantara kolom isian
tidak memutus kemenerusan bahan peledak

Sumber: Melnikov et al. (1979)


Gambar 8.8
Posisi Air Deck di Sepanjang Kolom Isian

24
8.8.2 Perhitungan Geometri Lubang Ledak
Untuk melakukan perhitungan geometri lubang ledak, digunakan model
perhitungan sesuai yang dikemukakan oleh Pat McLaughin (1983), yaitu:
beberapa alternatif pemilihan posisi celah udara (air deck) di dalam lubang ledak,
yaitu:
1. Posisi Top Air Deck
• Kedalaman stemming = 50-75% kedalaman original.
• Panjang air deck = 20-40% x (udara + explosives) +/-
• Penghematan maksimum bahan peledak = 20% jumlah muatan bahan
peledak normal.
• Jumlah minimum bahan peledak yang dapat dikurangi = biaya
perlengkapan air deck.

2. Posisi Middle Air Deck


• Kedalaman stemming = dapat disesuaikan agar diperoleh SDOB
konstan.
• Panjang air deck = 20- 40% x (udara + explosives) +/-
• Penghematan maksimum bahan peledak = 20% jumlah muatan bahan
peledak normal.
• Jumlah minimum bahan peledak yang dapat dikurangi = biaya
perlengkapan air deck.
• Ketepatan waktu sejalan dengan pemuatan secara simultan.

3. Posisi Bottom Air Deck


• Kedalaman stemming = dapat disesuaikan agar diperoleh SDOB
konstan.
• Panjang air deck = 20- 40% x (udara + explosives) +/-
• Penghematan maksimum bahan peledak = 20% jumlah muatan bahan
peledak normal.

25
• kontrol pengeboran yang tepat untuk mempertahankan muka air semua
celah udara pada ketinggian lantai yang diinginkan.

8.8.3 Keunggulan Pengaplikasian Metode Air Decking Pada Kegiatan


Peledakan

Terdapat beberapa keunggulan dalam penerapan metode ini, antara lain:


a. Menghemat penggunaan bahan peledak. Dengan adanya air deck di
bagian tertentu dalam lubang ledak (bisa di bagian subdrill, ditengah-
tengah kolom isian, dibawah stemming dan diantara bahan peledak),
maka akan menggantikan porsi yang tadinya diisi bahan peledak bulk
explosives menjadi ruang kosong (air deck).
b. Mengontrol energi pada peledakan di area final wall.
c. Mendapatkan distribusi energi yang lebih baik. Air deck akan mencegah
terjadinya over confined dan menjaga distribusi fragmentasi di kolom
stemming dengan baik.
d. Terbuat dari bahan yang tidak mengeluarkan panas, non-toxic dan non-
flammable gas sehingga aman untuk kegiatan yang berkaitan bahan
peledak.
e. Mengurangi flyrock, noise dan ground vibration.

26
IX. PENUTUP
Demikian proposal Tugas Akhir ini saya buat dengan harapan agar menjadi
pertimbangan bagi perusahaan untuk menerima saya melakukan Tugas Akhir ini.
Atas perhatian Anda saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, 11April 2017

Lucky Tania
(073001300066)
luckytania_95@yahoo.com
0821 2267 0566

27
DAFTAR PUSTAKA

Ash, R. L. 1990. Design of Blasting Round, Surface Mining. Inc : B.A Kennedy,
Editor, Society for Mining, Metalurgy, and Exploration.

Chiappetta, Frank R. 2010. Combining Electronic Detonator with Stem Charges


and Air Deck.

Cunningham, C.V.B, 1983, The Kuz-Ram Model For Prediction of


Fragmentation From Blasting, Symposium on Rock Fragmentation by Blasting,
Sweden.

Konya, C. J. Dan Walter, E. J. 1990. Surface Blast Design. New Jersey: Prentice
Hall Engelwood Cliffs.

Mel’nikov, N.V., and Marchenko, L.N., Seinov, N.O., and Zharikov, I.K., 1979,
Method of Enhanced Rock Blasting by Blasting, Translated From: Fiziko-
Tekhnicheskie Problemy Bazrabotki Poleznykh Isko-Paemykh, No 6, pp 32-42,
New York: AIME.

28

Anda mungkin juga menyukai