Konsensus Penggunaan Insulin Perkeni 2015 PDF
Konsensus Penggunaan Insulin Perkeni 2015 PDF
PENDAHULUAN
Penemuan insulin hampir 90 tahun yang lalu merupakan salah satu tonggak
sejarah terbesar dalam bidang kedokteran. Dalam 20 tahun terakhir, telah
banyak kemajuan dalam terapi insulin termasuk teknologi pemurnian insulin
dan penemuan insulin manusia (human insulin) serta insulin analog. Insulin
merupakan terapi farmakologis DM yang paling poten namun memerlukan
pemantauan yang lebih berhati- hati mengingat efek samping hipoglikemia.
Terapi insulin harus memperhatikan aspek keamanan, efikasi, efek samping
peningkatan berat badan, dan biaya.
Buku konsensus ini dapat digunakan sebagai panduan praktis bagi dokter
layanan primer, sekunder, dan tersier dalam pengelolaan penyandang
diabetes yang membutuhkan insulin sesuai dengan kompetensi dan
kewenangan yang dimiliki. Di dalam konsensus ini dibahas teknis pemberian
insulin dalam berbagai kondisi klinis penyandang DM.
PERKENI │ Pendahuluan 1
Dokter di tingkat layanan primer dapat memulai pemberian insulin
dengan insulin basal. Selanjutnya pemberian insulin yang lebih komplesk
harus dirujuk ke tingkat layanan yang lebih tinggi. Jika di tingkat layanan
primer tidak tersedia fasilitas pemberian insulin dan fasilitas penanganan
komplikasi akibat pemberian insulin, maka layanan primer harus merujuk
ke tingkat layanan yang lebih tinggi.
2 PERKENI │ Pendahuluan
BAB II
SEDIAAN INSULIN
Insulin telah digunakan sejak tahun 1922, lama sebelum obat anti
hiperglikemik oral ditemukan. Tujuan terapi insulin adalah menirukan pola
sekresi insulin endogen pada individu normal . Oleh sebab itu setiap dokter
harus memahami farmakokinetik dan farmakodinamik sediaan insulin, agar
dalam praktek sehari-hari dapat menggunakan insulin dengan tepat tanpa
efek samping.
A. Jenis insulin
Saat ini di Indonesia tersedia berbagai jenis insulin dan dapat dikelompokkan
berdasarkan:
1. Asal
a. Insulin manusia
b. Insulin analog
Dengan karakteristik yang dimilikinya (Tabel II.1 dan Gambar II.1), setiap
insulin dapat dipilih dan digunakan sesuai dengan kebutuhan penyandang
DM.
Tabel II.1. Karakteristik sediaan insulin
Awitan Puncak Lama
Jenis insulin Kemasan
(onset) efek kerja
Kerja pendek (insulin manusia,
insulin regular) 30 – 45 2-4 jam 6-8 jam Vial
Humulin® R menit Penfill
Actrapid®
Insuman®*
Kerja cepat (insulin analog)
Insulin lispro (Humalog®) 5-15 1-2 jam 4-6 jam Vial/pen
Insulin aspart (Novorapid®) menit Flexpen
Insulin glulisin (Apidra®) Pen/vial
Kerja menengah (insulin manusia,
NPH) 1,5–4 4-10 jam 8-12 jam Vial
Humulin N® jam Penfill
Insulatard® Vial
Insuman basal®*
Kerja panjang (insulin analog)
Insulin glargine (Lantus®) 1–3 jam Hampir 12-24 jam Pen/vial 100
Insulin detemir (Levemir®) tanpa IU/mL
puncak Pen 100 U/
mL
Kerja ultra-panjang (insulin analog)
Degludec (Tresiba®)* 30-60 Hampir Sampai 48 Pen
menit tanpa jam
puncak
Glargine U300 (Lantus XR)* 1-3 jam Tanpa 24 jam Pen 300U/mL
puncak
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 30
Waktu (jam)
Gambar II.1. Pola farmakokinetik berbagai jenis insulin. [Hirsh IB. N Engl J Med.
2005;352:174-83].
Pada individu normal, insulin disekresikan oleh sel beta pada kondisi basal
(puasa) untuk mengendalikan glukosa darah basal. Insulin juga disekresikan
pada saat makan untuk mengendalikan glukosa darah sesudah makan. Pada
penyandang diabetes kekurangan insulin basal menyebabkan hiperglikemi
basal, kekurangan insulin post-prandial menyebabkan hiperglikemia post-
prandial. Pada penyandang diabetes substitusi insulin basal bertujuan
untuk mengendalikan kadar glukosa darah basal, substitusi insulin prandial
bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosa darah post prandial.
Pemahaman ini disebut sebagai konsep basal dan prandial . Sediaan
insulin yang tersedia mengikuti konsep basal dan prandial.
Penggunaan jenis insulin basal dan atau prandial disesuaikan dengan kondisi
klinis setiap individu, di antaranya respons terhadap insulin, jumlah makanan,
jenis aktivitas sehari-hari, stres (fisik, psikis), dan kemampuan ekskresi.
C. Insulin biosimilar
A. Indikasi
1. Indikasi mutlak
a. DMT1
2. Indikasi relatif
a. Gagal mencapai target dengan penggunaan kombinasi anti
hiperglikemia oral (AHO) dosis optimal (3-6 bulan)
b. DMT2 rawat jalan dengan:
i. Kehamilan
ii. Dekompensasi metabolik, yang ditandai antara lain dengan:
gejala klasik diabetes dan penurunan berat badan, glukosa
darah puasa (GDP) > 250 mg/dL, glukosa darah sewaktu >
300 mg/dL, HbA1c > 9%, dan sudah mendapatkan terapi AHO
sebelumnya
iii. Terapi steroid dosis tinggi yang menyebabkan glukosa darah
tidak terkendali
iv. Perencanaan operasi yang kadar glukosa darahnya perlu
segera diturunkan (lihat Bab V. Terapi insulin pada perioperatif)
v. Beberapa kondisi tertentu yang dapat memerlukan pemakaian
insulin, seperti infeksi (tuberkulosis) , penyakit hati kronik, dan
gangguan fungsi ginjal.
Pada masa transisi ini, anak perlu dipersiapkan minimal 1 tahun sebelumnya
untuk mulai-melakukan-manajemen-diri, diantaranya pemakaian insulin,
Sasaran glikemik pada masa transisi dari remaja menjadi dewasa muda
hendaknya disesuaikan secara bertahap (Tabel III.2).
Terapi insulin pada keadaan khusus, seperti kehamilan, gagal ginjal, penyakit
hati, lanjut usia dan steroid akan dibuat panduan tersendiri.
B.4.1 Kehamilan
Pilihan yang paling tepat adalah insulin subkutan (SK) basal atau injeksi
multipel harian. Jika hiperglikemia tidak terkendali dengan AHO atau
insulin 1 kali/hari, bisa diberikan premixed, basal bolus, atau regimen
insulin yang lebih kompleks 2 kali/hari. Titrasi dosis insulin perlu
dilakukan untuk mempertahankan kendali glikemik pada penambahan/
pengurangan dosis steroid. Pada pasien kritis akut dengan hiperglikemia
berat kadang diperlukan infus insulin intravena (IV).
Meminimalkan
kenaikan tajam
glukosa darah
segera setelah
makan
Jika setelah GD
puasa tercapai tidak terkendali
(atau jika dosis >0,5 U/kgBB/hari),
atasi ekskursi GD pp dengan insulin
waktu makan (pertimbangkan
untuk memberikan
GLP-1-RA)
2 • Awal: 4 U, 0,1 U/kgBB, atau 10% dosis • Awal: bagi dosis basal menjadi 2/3 siang, Sedang
basal. Jika A1C<8% pertimbangkan 1/3 malam atau ½ siang, ½ malam
untuk menurunkan basal dalam jumlah • Penyesuaian: naikkan dosis 1-2 U atau
yang sama 10-15%, 1-2 kali/minggu sampai sasaran
• Penyesuaian: naikkan dosis 1-2 U atau SMBG tercapai
10-15%, 1-2 kali/minggu sampai • Hipoglikemia: tentukan dan atasi
sasaran SMBG tercapai penyebab, turunkan dosis 2-4 U atau
• Hipoglikemia: tentukan dan atasi 10-20%
penyebab, turunkan dosis 2-4 U atau
10-20%
Cara pemberian insulin yang umum dilakukan adalah dengan semprit insulin
(1 mL dengan skala 100 unit per mL) dan jarum, pen insulin, atau pompa
insulin (continuous subcutaneous insulin infusion/CSII). Beberapa tahun
yang lalu yang paling banyak digunakan adalah semprit dengan jarum,
tetapi saat ini banyak penyandang yang merasa lebih nyaman menggunakan
pen insulin. Pen insulin lebih sederhana dan mudah digunakan, jarumnya
juga lebih kecil sehingga lebih nyaman pada saat diinjeksikan, pengaturan
dosisnya lebih akurat, dan dapat dibawa ke mana-mana dengan mudah.
Penggunaan CSII membutuhkan keterampilan. Meskipun demikian, cara ini
merupakan cara pemberian yang paling mendekati keadaan fisiologis.
Beberapa uji klinis besar terkini melaporkan bahwa sasaran A1C yang terlalu
ketat, terutama pada usia lanjut dan penyakit kardiovaskular, menyebabkan
angka kematian yang lebih tinggi. Salah satu alasannya adalah kelompok
ini lebih mudah jatuh ke dalam keadaan hipoglikemia dan mudah terjadi
fluktuasi kadar glukosa darah yang membahayakan jantung dan otak.
Terapi insulin untuk pasien yang menjalani rawat inap tidak saja ditujukan
untuk pasien yang telah diketahui menderita diabetes, tetapi juga pasien
dengan hiperglikemia yang baru diketahui saat dirawat di rumah sakit.
Mereka yang baru diketahui menderita diabetes atau hiperglikemia kalau
dibiarkan maka luarannya lebih buruk (angka kesakitan dan kematian
lebih tinggi) dari pada mereka yang telah diketahui menderita diabetes,
sebaliknya akan mempunyai luaran yang lebih baik daripada mereka yang
sebelumnya telah diketahui menderita diabetes jika glukosa darahnya
dikelola dengan baik.
A. Indikasi
Sebenarnya tidak semua pasien yang dirawat di rumah sakit memerlukan
terapi insulin. Bagi mereka dengan penyakit ringan, yang kendali glukosa
darahnya tercapai dengan OHO yang biasa digunakan sebelum dirawat
di rumah sakit, terapi OHO dapat diteruskan tanpa harus menggantinya
dengan insulin.
Terapi insulin dapat diberikan secara infus intravena kontinyu atau subkutan,
secara terprogram atau terjadwal (insulin prandial, 1-2 kali insulin basal,
dan kalau diperlukan ditambah insulin koreksi atau suplemen). Kebutuhan
insulin harian total (IHT) dapat didasarkan pada dosis insulin sebelum
perawatan atau dihitung sebagai 0,5-1 unit/kg BB/hari. Untuk lanjut usia
atau pasien dengan gangguan fungsi ginjal, hendaknya diberikan dosis yang
lebih rendah, misalnya 0,3 unit/kg BB/hari.
< 100 mg/dL atau 100-<140 mg/dL 140-180 mg/dL 140-180 mg/dL
klinis didapatkan
hipoglikemia
Penurunan Penurunan
glukosa darah glukosa darah Turunkan dosis Naikkan dosis
> 60 mg/dL < 60 mg/dL 25% dari dosis 25% dari dosis
terakhir terakhir
Tabel IV.3. Regimen terapi dosis insulin koreksional pada pasien rawat inap
Dosis awal Penyesuaian dosis
• Biasanya digunakan pada • Insulin basal dinaikkan
pasien pasca insulin IV kontinyu bertahap 5-10 unit sampai
yang glukosa darahnya relatif glukosa darah puasa
terkendali tetapi terdapat • Insulin short-acting/very
peningkatan glukosa darah short-acting diberikan sesuai
sewaktu yang tinggi dengan pola glukosa darah
• Insulin basal dimulai dari dosis yang meningkat pada evaluasi
0,25-0,5 unit/kg BB/hari kurva glukosa darah harian ,
• Insulin short/very short-acting dinaikkan 5-10 unit setiap kali
dimulai dengan dosis 5-10 unit pemberian
setiap kali pemberian
Pasien perioperatif
Dosis diturunkan Lanjutkan dosis Turunkan dosis 25% Naikkan dosis 25%
sampai 25% sebelumnya dari dosis terakhir dari dosis terakhir
dari dosis terakhir
KAD terjadi bila terdapat defisiensi insulin yang berat sehingga tidak saja
menimbulkan hiperglikemia dan dehidrasi berat, tapi juga mengakibatkan
peningkatan produksi keton dan asidosis. Sementara SHH terjadi ketika
terdapat defisiensi insulin yang relatif (terhadap kebutuhan insulin) sehingga
menimbulkan dehidrasi dan hiperosmolaritas tanpa disertai asidosis.
Kriteria diagnosis KAD dan SHH dapat dilihat pada Tabel VII.1.
Tabel VII.1. Kriteria diagnosis KAD dan SHH
KAD SHH
Glukosa plasma > 250 mg/dL Glukosa plasma >
Ringan Sedang Berat 600 mg/dL
pH arteri 7,25 - 7,30 7,00 - < 7,24 < 7,00 > 7,30
Bikarbonat
15 - 18 10 - < 15 < 10 > 18
serum, mEq/L
Keton urin* Positif Positif Positif Kecil
Keton serum* Positif Positif Positif Kecil
Osmolalitas
Bervariasi Bervariasi Bervariasi > 320 mOsm/kg
serum efektif+
Kesenjangan
> 10 > 12 > 12 Bervariasi
anion++
Siaga/ Stupor/
Status mental Siaga Stupor/koma
mengantuk koma
Hal pertama yang harus dilakukan pada kasus krisis hiperglikemia adalah
resusitasi cairan untuk memperbaiki deplesi volume cairan dalam tubuh.
Selain itu perlu dilakukan koreksi terhadap gangguan elektrolit yang ada.
Bila kadar kalium awal kurang dari 3,3 mEq/L, suplemen kalium harus
diberikan lebih dahulu sebelum infus insulin dimulai. Gangguan asam basa
yang cukup berat juga memerlukan penanganan khusus.
Pada umumnya infus insulin intravena 5-7 U/jam mampu menurunkan kadar
glukosa darah sebesar 50-75 mg/dL/jam serta dapat menghambat lipolisis,
menghentikan ketogenesis, dan menekan proses glukoneogenesis di hati.
Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila terdapat faktor lain
yang menyebabkan penurunan kadar glukosa darah kurang dari 60 mg/dL/
jam, misalnya rehidrasi yang kurang adekuat dan asidosis yang memburuk,
maka kecepatan infus insulin perlu ditingkatkan.
Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus harus
dikurangi menjadi 50% dari dosis sebelumnya. Infus insulin terus dilanjutkan
sampai ketosis teratasi dan pasien sudah bisa makan/minum.
Tata laksana pasien KAD atau SHH dapat dilihat pada Tabel VII. 2. Sebelum
mengawali tata laksana lakukan evaluasi awal lengkap, periksa glukosa
kapiler dan keton serum/urin untuk mengonfirmasi hiperglikemia dan
ketonemia/ketonuria, periksa darah untuk mengetahui profil metabolik.
Mulai berikan cairan intravena NaCl 0,9% 1L/jam (15-20 mL/kg/jam).
}
0 2 kolf, ½ jam
1 kolf, ½ jam
}
1
2 kolf
2 Pada jam ke-2 50 mEq/6 Bila pH:
3
} 1 kolf Bolus 180 mU/kgBB
dilanjutkan dengan
jam (dalam
infus)
< 7 : 100 mEq
}
HCO3
1 kolf insulin IV kontinyu 90 Bila kadar K+ :
4 mU/jam/kg BB dalam 7-7,1 : 50 mEq
}
<3 : 75
½ kolf NaCl 0,9% HCO3
5 3-4,5 : 50
> 7,1 : 0
Bila GD < 200 mg/dL, 4,5-6 : 25
Bila GD < 200 mg/dL, ganti pada KAD atau GD < Analisa
Dekstrose 5% 300 mg/dL pada SHH, >6 : 0
gas darah
kecepatan insulin IV diperiksa
Bila kadar Na+ > 145 mEq, kontinyu dikurangi 45 Kalium
ulang tiap 6
infus NaCl 0,9% diganti mU/jam/kgBB diperiksa
jam sampai
dengan NaCl 0,45% ulang tiap 6
stabil selama
Bila GD stabil 200-300 jam sampai
24 jam
Pada pasien dengan mg/dL selama 12 jam stabil selama
gagal jantung dan gagal dan pasien dapat makan, 24 jam
ginjal direkomendasikan dapat dimulai pemberian
pemasangan CVC (central insulin IV kontinyu 1-2
venous catheter) untuk U/jam disertai dengan
memonitor pemberian insulin koreksional [sesuai
cairan Tabel IV. 3, Bab IV ].
Insulin IV kontinyu
dihentikan setelah hasil
Penanganan penyakit keton darah negatif.
pencetus juga merupakan Kemudian dilanjutkan
prioritas yang harus dengan pemberian insulin
segera dilakukan (misalnya fixed dose basal bolus,
pemberian antibiotik yang disesuaikan dengan
adekuat pada kasus infeksi) kebutuhan sebelumnya
[sesuai Tabel IV. 5, Bab
IV].
Pengobatan umum
• Antibiotik yang adekuat
• Oksigen bila PO2 < 80 mmHg
• Heparin bila ada DIC
Walaupun telah ada uji coba penggunaan insulin analog untuk wanita hamil,
namun karena jumlah penelitian belum banyak dan sampai saat ini belum
ada satupun organisasi profesi atau badan (seperti Balai POM atau FDA)
yang telah menyatakan aman, maka sebaiknya dihindari penggunaannya
sampai keamanan ditetapkan.
B. Hipoglikemia
Kenaikan berat badan pada pasien yang menggunakan terapi insulin dapat
disebabkan oleh beberapa keadaan. Insulin sendiri merupakan hormon
anabolik. Penggunaannya pada pasien dengan kendali glikemik yang buruk
akan meningkatkan berat badan karena pemulihan masa otot dan lemak.
Adanya asupan tambahan akibat kejadian hipoglikemia, atau asupan
makan yang lebih banyak karena merasa menggunakan insulin juga dapat
menyebabkan kenaikan berat badan.
D. Edema insulin
Edema dapat terjadi pada pasien yang memiliki kendali glikemik yang
buruk (termasuk pasien dengan ketoasidosis), akibat retensi garam dan
air akut. Edema akan menghilang secara spontan dalam beberapa hari.
Kalau diperlukan untuk sementara dapat diberikan terapi diuretik. Edema
pada pemberian insulin juga dapat terjadi pada penggunaannya bersamaan
dengan obat oral golongan glitazon. Kalau efek samping tersebut
menyebabkan perburukan klinik, maka sebaiknya obat golongan glitazon
dihentikan.