Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KMB

FRAKTUR ANTEBRAHII

1. KONSEP DASAR MEDIS


A. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2014).
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius
ulna. Yang dimaksud dengan antebrachii adalah batang (shaft) tulang radius
dan ulna (andi, 2012).
Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan bawah
yaitu pada tulang radius dan ulna dimana kedua tulang tersebut mengalami
perpatahan. Dibagi atas tiga bagian perpatahan yaitu bagian proksimal,
medial , serta distal dari kedua corpus tulang tersebut. (Putri, 2008)

B. KLASIFIKASI
Menurut Arif Mansjoer (2000: 351) ada 4 klasifikasi fraktur
antebrachii antaralain:
1. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan
(dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka
dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi).
Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi).
2. Fraktur Smith.
Fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering
disebut reverse colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang
muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan
dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi.
3. Fraktur Galeazzi.
Fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius radius ulna
distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan,
terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan
berat badan yang memberi gaya supinasi.
4. Fraktur Montegia.
Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius
ulna proksimal.
C. ETIOLOGI
Menurut (Doenges, 2013) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur
2. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital,
peradangan, neuplastik dan metabolik).

D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan
daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari
tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur
impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis
fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x
pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah
tersebut.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang
yang cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa
penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan
beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi
pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,
namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa
nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah
yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara
pemasangan bidai atau gips.
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang
yang patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai
dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
 Immobilisasi dan penyangga fraktur
 Istirahatkan dan stabilisasi
 Koreksi deformitas
 Mengurangi aktifitas
 Membuat cetakan tubuh orthotik
 Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan
gips adalah :
 Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
 Gips patah tidak bisa digunakan
 Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien
 Jangan merusak / menekan gips
 Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
 Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari
fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu
yang lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban
dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu
panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi
fraktur, dan pada keadaan emergency
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
o Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain
misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5
kg.
o Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit
melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
 Mengurangi nyeri akibat spasme otot
 Memperbaiki & mencegah deformitas
 Immobilisasi
 Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
 Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
 Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya
tarik
 Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
 Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan
khusus
 Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
 Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

PEMBEDAHAN
1. PENGERTIAN ORIF
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk
pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang
mengalami fraktur.
Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi
fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran.
Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan
untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers

2. PENGERTIAN OREF
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal di mana
prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup
atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian
dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka
dengan kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang
stabil untuk fraktur kominutif ( hancur atau remuk ) . Pin yang telah
terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya , kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang
mengalami kerusakan fragmen tulang.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini :
1. Indikasi
a) Fraktur terbuka grade II dan III
b) Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang
yang parah.
c) Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
d) Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan
saraf.
e) Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
f) Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak
cocok. Misal : infeksi pseudoartrosis ( sendi palsu ).
g) Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
h) Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.
2. Keuntungan dan Komplikasi Eksternal Fiksasi
Keuntungan eksternal fiksasi adalah :
Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien ,
mobilisasi awal da latihan awal untuk sendi di sekitarnya sehingga
komplikasi karena disuse dan imobilisasi dapat diminimalkan.
Sedangkan komplikasinya adalah :.
a) Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ).
b) Kekakuan pembuluh darah dan saraf.
c) Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed
union atau non union .
d) Emboli lemak.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetic
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mngganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi,
warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
d. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
e. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
g. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur
h. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
i. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
j. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Tingkat keamanan
2) GCS
3) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi rate
b. Keadaan fisik
1. Kepala dan leher
Kepala : Kaji bentuk dan ada tidaknya benjolan.
Mata : Kaji warna sklera dan konjungtiva.
Hidung : Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
Telinga : Kaji kebersihannya
Mulut : Kaji mukosa dan kebersihannya.
Leher : Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.
2. Sistem Integumen
Rambut : Kaji warna dan kebersihannya.
Kulit : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
Kuku : Kaji bentuk dan kebersihannya.
3. Sistem Pernafasan
Inspeksi : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak,
bentuk dada barrel chest, kifosis.
Palpasi : Iga lebih horizontal.
Auskultasi : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas
tembahan, biasanya terdengarronngkhi
4. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
Palpasi : Kaji apakah nadi teraba jelas & frekwensi nadi.
Auskultasi : Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.
5. Sistem Pencernaan
Inspeksi : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi : Kaji apakah terdengar bunyi thympani
Auskultasi : Kaji bunyi peristaltik usus.
6. Sistem Reproduksi
Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.
7. Sistem Pergerakan Tubuh
Kaji kekuatan otot klien.
8. Sistem Persyaratan
Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.
9. Sistem Perkemihan
Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Ansietas
4. Gangguan pola tidur

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien
mampu beradaptasi dengan nyeri yang dialami.
Kriteia Hasil :
a. Nyeri klien berkurang
b. Klien tampak tenang
c. Ttv dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 60-100 x/menit
RR : 16-24 x/menit
Suhu : 36,5 - 37,5
NIC :
1. Monitoring nyeri
a. Monitoring skala nyeri.
b. Observasi TTV.
c. Observasi penyebab nyeri, kualitas, waktu dan penyebab nyeri.
2. Management nyeri
Ajarkan teknik nafas dalam dengan bernafas melalui hidung dan
mengeluarkan dari mulut.
3. Edukasi
Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan hilang, antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
4. Kolaborasi
Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
2. Hambatan Mobilitas Fisik
NOC : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien mampu melakukan mobilisasi secara bertahap.
Kritera Hasil :
1. Pasien mampu melakukan ROM aktif, dan ambulasi dengan perlahan.
2. Neuromuskuler dan skeletal tidak mengalami atrofi dan terlatih.
3. Pasien mampu sedini mungkin melakukan mobilisasi apabila
kontinuitas neuromuskuler dan skeletal berada dalam tahap
penyembuhan total
NIC :
1. Mandiri
a. Kaji tingkat kemampuan ROM aktif pasien .
b. Anjurkan pasien untuk melakukan ambulasi
2. Edukasi .
Ajarkan cara-cara yang benar dalam melakukan macam-macam
mobilisasi seperti ROM aktif, dan ambulasi
3. Kolaborasi
Kolaborasi dengan fisioterapi dalam penanganan traksi yang boleh
digerakkan dan yang belum boleh digerakkan
3. Ansietas
NOC : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x 24 jam
diharapkan klien tidak mengalami kecemasan
Kriteria Hasil :
anxiety level
Kecemasan pada klien berkurang dari skala 3 menjadi skala 4
NIC :
Anxiety Reduction
1. Mendengarkan penyebab kecemasan klien dengan penuh perhatian
2. Observasi tanda verbal dan non verbal dari kecemasan klien
Calming Technique
1. Menganjurkan keluarga untuk tetap mendampingi klien
2. Mengurangi atau menghilangkan rangsangan yang menyebabkan
kecemasan pada klien
Coping enhancement
1. Meningkatkan pengetahuan klien mengenai glaucoma.
2. Menginstruksikan klien untuk menggunakan tekhnik relaksasi
4 Gangguan Pola Tidur
Tujuan dan Kriteria Hasil :
NOC
 Anxiety reduction
 Comfort level
 Pain level
 Rest : Extent and Pattern
 Sleep : Extent an Pattern
Kriteria Hasil :
 Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
 Pola tidur, kualitas dalam batas normal
 Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
 Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang meningkatkan tidur
Intervensi Keperawatan :
NIC
Sleep Enhancement
 Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
 Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
 Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)
 Ciptakan lingkungan yang nyaman
 Kolaborasikan pemberian obat tidur
 Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur pasien
 Instruksikan untuk memonitor tidur pasien
 Monitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur
 Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 12. Jakarta. EGC
Doengoes, M.E., 2013, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi
2015-2017/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati,
Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid,
Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
.

Anda mungkin juga menyukai