mengkonfirmasikan diagnosis, menilai status klinik pasien, mengevaluasi efektivitas terapi dan
munculnya reaksi obat yang tidak diinginkan. Dalam melakukan uji laboratorium diperlukan
bahan, seperti : darah lengkap (vena, arteri), plasma, serum, urine, feses, sputum, keringat,
saliva, sekresi saluran cerna, cairan vagina, cairan serobrospinal dan jaringanyang didapat
melalui tindakan invansif atau non invansif.
Nilai kritis dari suatu hasil pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan kelainan
atau gangguan yang mengancam jiwa, memerlukan perhatian atau tindakan. Nilai abnormal
suatu hasil pemeriksaan tidak selalu bermakna secara klinik, sebaliknya nilai normal dianggap
tidak normal pada kondisi klinik tertentu. Oleh karena itu perlu diperhatikan nilai rujukan sesuai
kondisi khusus pasien.Karena nilai kritis merupakan gambaran keadaan patofisiologis yang
mengancam jiwa dan harus segera mendapat tindakan, maka RS PKU Muhammadiyah Surakarta
menetapkan pelaporan hasil kritis pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu indikator utama
di rumah sakit.
Proses pelaporan ini pun didokumentasikan dalam buku expedisi pelaporan hasil kritis
pemeriksaan laboratorium ke ruang rawat inap dengan harus mencantumkan nama pasien,
permintaan pemeriksaan, hasil pemeriksaan, jam hasil jadi, jam hasil dilaporkan, nama petugas
yang melaporkan serta nama petugas yang menerima hasil laporan.
Hasil capaian indikator mutu utama tentang “ Angka keterlambatan pelaporan hasil
kritis pemeriksaan Laboratorium “ selama bulan April – September 2014 adalah sebagai
berikut :
Capaian pada bulan April masih ditemukan angka 0,7 % angka keterlambatan pelaporan hasil
kritis dari laboratorium, hal ini dikarenakan :
Masih adanya perawat atau ruangan yang tidak mau jika laporan hasil pemeriksaan
laboratorium tidak dalam bentuk print out
Ruangan sulit untuk dihubungi ( misal : telepon nada sibuk )
Petugas laboratorium lupa
Dari analisa tersebut kemudian dilakukan upaya – upaya perbaikannya bersama, sehingga pada
bulan – bulan berikutnya hasil capaian bisa mencapai standar 0 %.
Resosialisasi tentang Standar Prosedur Operasional Cara Pelaporan Hasil Kritis baik
kepada unit rawat inap maupun ke Laboratorium
Penambahan line telephone disemua unit rawat inap ( tiap ruangan minimal mempunyai 2
line telephone )
Pendisiplinan pengisian buku Expedisi pelaporan hasil kritis keruangan
Pembinaan terhadap staf yang kurang faham tentang prosedur – prosedur yang telah
ditetapkan rumah sakit.
Adanya bukti stempel “Nilai Kritis “ dalam dokumen rekam medis