Anda di halaman 1dari 20

Its my life

Herdiana Herman Blog

Sabtu, 20 Oktober 2012

PEMANTAPAN MUTU

Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium. Kegiatan ini terdiri atas empat
komponen penting, yaitu : pemantapan mutu internal (PMI), pemantapan mutu eksternal (PME),
verifikasi, validasi, audit, dan pendidikan dan pelatihan.

1. Pemantapan Mutu Internal (PMI)

Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap
laboratorium secara terus-menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini mencakup
tiga tahapan proses, yaitu pra-analitik, analitik dan paska analitik.

Beberapa kegiatan pemantapan mutu internal antara lain : persiapan penderita, pengambilan dan
penanganan spesimen, kalibrasi peralatan, uji kualitas air, uji kualitas reagen, uji kualitas media, uji
kualitas antigen-antisera, pemeliharaan strain kuman, uji ketelitian dan ketepatan, pencatatan dan
pelaporan hasil.

2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)

PME adalah kegiatan pemantapan mutu yang diselenggaralan secara periodik oleh pihak lain di luar
laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium di bidang
pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau
internasional dan diikuti oleh semua laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan
dengan akreditasi laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium kesehatan swasta.

PME harus dilaksanakan sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh petugas yang
biasa melakukan pemeriksaan dengan reagen/peralatan/metode yang biasa digunakan sehingga benar-
benar dapat mencerminkan penampilan laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai yang
diperoleh dari penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu pemeriksaan
atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu pemeriksaan.

3. Verifikasi
Verifikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam melakukan
kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra-analitik, analitik sampai dengan pasca-analitik. Setiap
tahapan tersebut harus dipastikan selalu berpedoman pada mutu sesuai dengan bakuan mutu yang
ditetapkan.

4. Validasi hasil

Validasi hasil pemeriksaan merupakan upaya untuk memantapkan kualitas hasil pemeriksaan yang telah
diperoleh melalui pemeriksaan ulang oleh laboratorium rujukan. Validasi dapat mencegah keragu-raguan
atas hasil laboratorium yang dikeluarkan.

5. Audit

Audit adalah proses menilai atau memeriksa kembali secara kritis berbagai kegiatan yang dilaksanakan di
laboratorium. Audit ada dua macam, yaitu audit internal dan audit eksternal.

Audit internal dilakukan oleh tenaga laboratorium yang sudah senior. Penilaian yang dilakukan haruslah
dapat mengukur berbagai indikator penampilan laboratorium, misalnya kecepatan pelayanan, ketelitian
laporan hasil pemeriksaan laboratorium dan mengidentifikasi titik lemah dalam kegiatan laboratorium
yang menyebabkan kesalahan sering terjadi.

Audit eksternal bertujuan untuk memperoleh masukan dari pihak lain di luar laboratorium atau pemakai
jasa laboratorium terhadap pelayanan dan mutu laboratorium. Pertemuan antara kepala-kepala
laboratorium untuk membahas dan membandingkan berbagai metode, prosedur kerja, biaya dan lain-
lain merupakan salah satu bentuk dari audit eksternal.

6. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan bagi tanaga laboratorium sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan
laboratorium melalui pendidikan formal, pelatihan teknis, seminar, workshop, simposium, dsb. Kegiatan
ini harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan dipantau pelaksanaannya.

PERHATIAN PADA MUTU

Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan di bidang
hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, atologi anatomi dan
atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang
upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 364/MENKES/SK/III/2003).

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi terpenting dalam
diagnostik invitro. Dengan pengukuran dan pemeriksaan laboratorium akan didapatkan data ilmiah yang
tajam untuk digunakan dalam menghadapi masalah yang diidentifikasi melalui pemeriksaan klinis dan
merupakan bagian esensial dari data pokok pasien. Indikasi permintaan laboratorium merupakan
pertimbangan terpenting dalam kedokteran laboratorium. Informasi laboratorium dapat digunakan
untuk diagnosis awal yang dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Analisis
laboratorium juga merupakan bagian integral dari penapisan kesehatan dan tindakan preventif
kedokteran.

Prof. dr. Hardjoeno, SpPK-K dalam bukunya : Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik, Bagian dari
Standar Pelayanan Medik, mengemukakan tujuan dilakukannya pemeriksaan laboratorium adalah :

1. Menyaring berbagai penyakit dan mengarahkan tes ke penyakit tertentu misalnya dengan urinalisis
ditemukan bilirubin dan urobilin positif yang berarti ikterus, maka tes selanjutnya adalah untuk melihat
gangguan faal hati.

2. Menegakkan atau menyingkirkan diagnosis misalnya anemia, malaria, tbc, DM.

3. Memastikan diagnosis dari diagnosis dugaan, misalnya tifoid, hepatitis B, HIV.

4. Memasukkan/mengeluarkan dari diagnosis diferensial misalnya pasien dengan panas; tifoid, malaria,
dengue hemorrhagic fever (DHF).

5. Menentukan beratnya penyakit, misalnya hepatitis, infeksi saluran kemih

6. Menentukan tahap penyakit, misalnya penyakit kronis: tbc paru, sirosis hati.

7. Menyaring penyakit dalam seleksi calon donor darah.

8. Membantu menentukan rawat inap, misalnya observasi tifoid, observasi leukemia.

9. Membantu dalam menentukan terapi atau pengelolaan dan pengendalian penyakit, misalnya
leukemia, diabetes.

10. Membantu ketepatan terapi, misalnya tes kepekaan kuman.

11. Memonitor terapi, misalnya tes HbA1c pada diabetes, widal pada tifoid.

12. Menghindari kesalahan terapi dan pemborosan obat setelah ditemukan diagnosis.

13. Membantu mengikuti perjalanan penyakit, misalnya diabetes, hepatitis.

14. Memprediksi atau menentukan ramalan (prognosis) penyakit, misalnya dislipidemia dengan penyakit
jantung, kanker dengan kematian.

15. Membantu menentukan pemulangan pasien rawat inap, misalnya bila hasil pemeriksaan
laboratorium kembali normal.

16. Membantu dalam bidang kedokteran kehakiman, misalnya tes untuk membuktikan perkosaan.

17. Mengetahui status kesehatan umum (general check up)


Oleh karena itu laboratorium klinik menempati kedudukan sentral dalam pelayanan kesehatan. Karena
kedudukan yang penting itulah maka tanggung jawab laboratorium klinik bertambah besar, baik
tanggung jawab professional (professional responsibility), tanggung jawab teknis (technical
responsibility) maupun tanggung jawab pengelolaan (management responsibility).

Dinamika Globalisasi

Usaha pelayanan kesehatan saat ini baru dalam keadaan transformasi yang cepat untuk memenuhi
permintaan dan kebutuhan masyarakat yang meningkat terus menerus. Selain pentingnya peran dan
kedudukan laboratorium klinik dalam upaya pelayanan kesehatan, terdapat faktor lain yang
mengharuskan setiap laboratorium berkomitmen terhadap penjaminan mutu. Pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran laboratorium serta pesatnya arus informasi,
tingkat pendidikan masyarakat yang semakin maju, dan adanya peraturan perundang-undangan dan
hukum kesehatan telah mendorong tingginya tuntutan akan mutu pelayanan laboratorium klinik.

Mutu Pemeriksaan Laboratorium Klinik

Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang terbaik adalah apabila tes tersebut teliti, akurat, sensitif,
spesifik, cepat, tidak mahal dan dapat membedakan orang normal dari abnormal.

Teliti atau presisi adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang hampir sama pada pemeriksaan
yang berulang-ulang dengan metode yang sama. Namun teliti belum tentu akurat.

Tepat atau akurat adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang sama atau mendekati nilai biologis
yang sebenarnya (true value), tetapi untuk dapat mencapainya mungkin membutuhkan waktu lama dan
biaya yang mahal.

Sensitif adalah kemampuan menentukan substansi pada kadar terkecil yang diperiksa. Secara teoritis tes
dengan sensitifitas tinggi sangat dipilih namun karena nilai normalnya sangat rendah misalnya enzim dan
hormon, atau tinggi misalnya darah samar, dalam klinik lebih dipilih tes yang dapat menentukan nilai
abnormal.

Contoh :

· Guaiac tes untuk menentukan darah samar dalam feses lebih dipilih daripada benzidin atau
orthotoluidin tes yang lebih sensitive. Dalam keadaan normal kedua tes terakhir dapat positif karena +
3cc darah samar terdapat dalam faeses, sedangkan tes pertama positif dalam keadaan abnormal saja.

· Tes KED dan CRP sensitive untuk perubahan abnormal tetapi tidak spesifik untuk penyakit tertentu.

Spesifik adalah kemampuan mendeteksi substansi pada penyakit yang diperiksa dan tidak dipengaruhi
oleh substansi yang lain dalam sampel tersebut, misalnya TPHA (Treponema Palidum Haemaglutination
Test). Secara teoritis spesifisitas sebaiknya 100% hingga tidak ada positif palsu (false positive).

Contoh :
Pewarnaan Ziehl Nelson sputum, biakan Lowenstein Jensen dan PCR untuk tbc paru spesitifitasnya 100%
tetapi sensitifitasnya misalnya berturut-turut adalah 70%, 100% dan 98%. Tes yang baik adalah bila
sensitivitas dan spesitifitasnya 100% atau mendekati 100%.

Cepat berarti tidak memerlukan waktu yang lama dan lekas diketahui oleh dokter yang merawat.

Tidak mahal dan tidak sulit, artinya dapat dimanfaatkan oleh banyak laboratorium dan penderita/orang
yang memerlukan pemeriksaan laboratorium.

Pada umumnya untuk tes saring diperlukan tes yang sensitif, cepat dan tidak mahal, sedangkan untuk
diagnosis pasti diperlukan tes spesifik yang biasanya lebih mahal. Ketepatan dalam pemanfaatan tes
laboratorium untuk mendapatkan diagnosis akurat dan cepat serta jaminan kualitas hasil pemeriksan
laboratorium akan menghemat pembiayaan, baik untuk diagnosis, terapi maupun lama rawat inap.

Nilai normal harus ditetapkan oleh masing-masing laboratorium dan dilaporkan bersama-sama dengan
hasil pemeriksan. Biasanya praktisi laboratorium melaporkan rentang normal berdasarkan umur dan
jenis kelamin, dan dokter menginterpretasi hasil tersebut lebih jauh dengan melihat faktor spesifik lain
(mis. diet, aktivitas fisik, kehamilan, dan pengobatan)

Hasil pemeriksan laboratorium dapat mengalami variasi dan bila variasi ini besar (lebih dari 2 SD), maka
dianggap menyimpang. Penyebab variasi hasil pemeriksaan laboratorium secara garis besar dipengaruhi
oleh faktor-faktor :

1. Pengambilan spesimen, seperti : antikoagulan, variasi fisiologis pasien (puasa dan tidak puasa, umur,
jenis kelamin, latihan fisik, pengobatan, kehamilan, konsumsi tembakau, dsb), cara pengambilan,
kontaminasi, dsb.

2. Perubahan spesimen, seperti : suhu, pH, lisis, bekuan darah lama tidak dipisahkan dari serum, dsb.
Perubahan bisa terjadi di dalam laboratorium atau selama pengiriman ke laboratorium.

3. Personel. Faktor personel yang dapat menimbulkan variasi yang besar pada hasil laboratorium
misalnya :

o Kesalahan administrasi, tertukar dengan pasien lain, kesalahan menyalin pada formulir hasil

o Kesalahan pembacan, kesalahan penghitungan

o Kesalahan teknis dalam prosedur pemeriksaan

4. Prasarana dan sarana laboratorium, misalnya :

o Gangguan aliran listrik, air bersih.

o Suhu tidak sesuai dengan suhu yang dianjurkan untuk penentuan tes.

o Air suling dengan pH yang tidak netral.


o Reagensia yang tidak baik, tidak murni, rusak atau kadaluwarsa. Bahan standard kurang baik atau
tidak ada.

o Peralatan (fotometer, pipet, dsb) tidak akurat.

5. Kesalahan sistematis (systematic error), yaitu berkaitan dengan metode pemeriksan (alat, reagensia,
dsb)

6. Kesalahan acak (random error). Variasi hasil yang tidak dapat dihindarkan apabila dilakukan
pemeriksaan berturut-turut pada sampel yang sama walaupun prosedur pemeriksaan dilakukan dengan
cermat.

Manajemen Mutu

Laboratorium klinik bagaikan sebuah industri, dimana sampel yang diterima merupakan bahan bakunya,
sedangkan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan merupakan produk yang dihasilkan. Hasil pemeriksaan
yang dikeluarkan harus dapat dijamin mutunya. Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu
pemeriksaan, maka perlu penataan faktor-faktor sebagai berikut :

1. Sumber Daya Manusia (SDM)

o SDM yang kompeten, handal, profesional

o Penerapan Continuing Education, Profesional Development Program untuk meningkatkan mutu


SDMb. Manajemen dan kepemimpinan, pembiayaan dan komunikasi berkesinambungan bertumpu pada
Total Quality Management (TQM) dan Continous Quality Improvement (CQI)

2. Sarana-prasarana dan alat (SPA)

o Penyediaan sumber energi dan air bersih

o Pengadan peralatan dan reagensia yang berkualitas

3. Sistem, prosedur & mekanisme kerja (SPM)

o Penetapan dan penerapan Standard Operating Procedure (SOP)

o Penerapan quality control (QC), baik intralab maupun ekstralab.

Program kontrol dalam laboratorium (intralab) atau Pemantapan Mutu Internal (PMI) ialah program
pemantapan mutu, pengecekan dengan nilai baku, penggunaan metode, alat, reagen dan prosedur yang
benar untuk melihat ketelitian, keakuratan, sensitifitas dan spesitifitas pemeriksaan hingga menghasilkan
hasil yang secara klinis dapat dipercaya.

Program kontrol kualitas ekstralab atau Pemantapan Mutu Eksternal (PME) ialah program pemantapan
mutu yang dikoordinasikan oleh Depkes atau perkumpulan profesi misalnya PDS-PATKLIN sehingga hasil-
hasil laboratorium tersebut dapat dipercaya kebenarannya.
Hasil yang baik juga menunjukkan mutu laboratorium tersebut baik, termasuk semua yang berkaitan
dengan tes yaitu dokter, teknisi, metode, reagensia, peralatan dan sarana lainnya. Di pihak lain, mutu
laboratorium klinik yang baik menunjukkan kepercayaan dokter terhadap hasil tes laboratorium
tersebut.

o Penerapan manajemen mutu pelayanan laboratorium, seperti akreditasi, ISO 9001 (Quality
Management System), ISO 15189 yang merupakan perpaduan ISO 9001 dengan ISO/IEC 17025
(International Electrotechnical Commission)

o Implementasi TQM, CQI, service satisfaction, customer satisfaction, dsb.

o Penerapan Standar Keselamatan Kerja

Upaya mencapai tujuan laboratorium klinik yakni tercapainya pemeriksaan yang bermutu diperlukan
strategi dan perencanaan manajemen mutu yang didasari Quality Management Science (QMS) dengan
suatu model Five–Q, yaitu :

1. Quality Planning (QP)

Pada saat akan menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan di laboratorium, perlu
merencanakan dan memilih jenis metode, reagen, bahan, alat, sumber daya manusia dan kemampuan
yang dimiliki laboratorium.

2. Quality Laboratory Practice (QLP)

Membuat pedoman, petunjuk dan prosedur tetap yang merupakan acuan setiap pemeriksaan
laboratorium. Standar acuan ini digunakan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya variasi yang
akan mempengaruhi mutu pemeriksaan.

3. Quality Control (QC)

Pengawasan sistematis periodik terhadap : alat, metode, dan reagen. QC lebih berfungsi untuk
identifikasi ketika sebuah kesalahan terjadi

4. Quality Assurance (QA)

Mengukur kinerja pada tiap tahap siklus tes laboratorium: pra analitik, analitik dan pasca analitik. Jadi,
QA merupakan pengamatan keseluruhan input-proses-output/outcome, dan menjamin pelayanan dalam
kualitas tinggi dan memenuhi kepuasan pelanggan. Tujuan QA adalah untuk mengembangkan produksi
hasil yang dapat diterima secara konsisten, jadi lebih berfungsi untuk mencegah kesalahan terjadi
(antisipasi error).

Indikator kinerja QA adalah :

o Manajemen sampel : phlebotomy, preparasi spesimen


o Manajemen proses : turn around time (waktu tunggu), STAT atau cyto, pelaporan hasil, pemeliharaan
alat

o Manajemen SDM : kompetensi, Continuing Education, Profesional Development Programm.

o Keselamatan kerja : kecelakaan jarum suntik (needle stick injury), kimiawi & biologis.

5. Quality Improvement (QI)

Dengan melakukan QI, penyimpangan yang mungkin terjadi akan dapat dicegah dan diperbaiki selama
proses pemeriksaan berlangsung.

Langkah-langkah Five Q merupakan implementasi manajemen mutu laboratorium yang berujung pada
Continous Quality Improvement (CQI), menjamin pelayanan berstandar tinggi dan terwujudnya kepuasan
pelanggan. Hal ini membutuhkan komitmen pimpinan (Top Management).

PEMANTAPAN MUTU PRA-ANALITIK PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi penting dalam diagnosis
invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting mengapa pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu :
skrining, diagnosis, pemantauan progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit.
Oleh karena itu setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang teliti, cepat dan tepat.

Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan penting, yaitu tahap pra
analitik, analitik dan pasca analitik. Pada umumnya yang sering sering diawasi dalam pengendalian mutu
hanya tahap analitik dan pasca analitik yang lebih cenderung kepada urusan administrasi, sedangkan
proses pra analitik kurang mendapat perhatian.

Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari total kesalahan
laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%. Proses pra-analitik
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-analitik ekstra laboratorium dan pra-analitik intra laboratorium.
Proses-proses tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman spesimen ke
laboratorium, penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen.

PERSIAPAN PASIEN

Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan laboratorium bagi pasien.
Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tindakan apa yang
akan dilakukan, manfaat dari tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien.
Informasi yang diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi
pasien. Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien akan
menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan instruksi yang diberikan oleh dokter atau
paramedis sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan
akan memberikan penilaian hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi bila
keluarga pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut dengan baik.

Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-analitik yang dapat
mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf
laboratorium. Ini terutama mencakup variabel fisik pasien, seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek
posisi, menstruasi, kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis
kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi, ketinggian. Karena variabel tersebut
memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabel biokimia dan hematologi, maka gaya hidup
individu dan ritme biologis pasien harus selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel.

PERSIAPAN PENGUMPULAN SPESIMEN

Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

· Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan

· Volume mencukupi

· Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak berubah bentuk, steril
(untuk kultur kuman)

· Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat

· Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat


· Identitas benar sesuai dengan data pasien

Sebelum pengambilan spesimen, periksa form permintaan laboratorium. Identitas pasien harus ditulis
dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis, dsb) disertai diagnosis atau keterangan
klinis. Periksa apakah identitas telah ditulis dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil
spesimen.

Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa. Tanyakan juga mengenai
obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok, dsb. Catat apabila pasien telah mengkonsumsi
obat-obatan tertentu, merokok, minum alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus
disertakan pada lembar hasil laboratorium.

1. Peralatan

Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

bersih, kering

tidak mengandung deterjen atau bahan kimia

terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen

sekali pakai buang (disposable)

steril (terutama untuk kultur kuman)

tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan volume spesimen

2. Antikoagulan

Antikoagulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah. Jenis antikoagulan
yang dipergunakan harus disesuaikan dengan jenis pemeriksaan yang diminta. Volume darah yang
ditambahkan juga harus tepat.

3. Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen

Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis spesimen yang diperlukan, seperti :

Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena cephalic, atau vena basilic). Tempat
pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau transfusi, bekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula

Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan), arteri brachialis (lengan), atau
arteri femoralis (lipat paha).
Darah kapiler umumnya diambil dari ujung jari tengah atau jari manis tangan bagian tepi atau pada
daerah tumit 1/3 bagian tepi telapak kaki pada bayi. Tempat yang dipilih untuk pengambilan tidak boleh
memperlihatkan gangguan peredaran darah seperti sianosis atau pucat.

Spesimen untuk pemeriksaan biakan kuman diambil dari tempat yang sedang mengalami infeksi, kecuali
darah dan cairan otak.

4. Waktu Pengambilan

Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan.

Umumnya pengambilan dilakukan pada waktu pagi (ideal)

Spesimen untuk kultur kuman diambil sebelum pemberian antibiotik

Spesimen untuk pemeriksaan GO diambil 2 jam setelah buang air yang terakhir

Spesimen untuk malaria diambil pada waktu demam

Spesimen untuk mikrofilaria diambil pada tengah malam

Spesimen dahak untuk pemeriksaan BTA diambil pagi hari setelah bangun tidur

Spesimen darah untuk pemeriksaan profil besi diambil pada pagi hari dan setelah puasa 10-12 jam

PENGAMBILAN SPESIMEN

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah :

1. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar sesuai dengan
standard operating procedure (SOP) yang ada.

2. Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung.

o Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada yang menempel pada
bagian luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi.

o Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk mencegah spesimen
tumpah.

o Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal seperti berikut :

§ Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling.

§ Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan agar tidak terjadi hemolisis.
§ Untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel ke dalam media dilakukan
dengan cara aseptik

§ Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak keliru.

§ Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-lahan. Jangan
mengkocok tabung keras-keras agar tidak hemolisis.

o Menampung spesimen urin

§ Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah
ditutup, dan bermulut lebar

§ Sebaiknya pasien diinstruksikan membuang urine yang mula-mula keluar sebelum mengumpulkan
urine untuk diperiksa.

§ Untuk mendapatkan specimen clean catch diperlukan cara pembersihan lebih sempurna :

§ Mulut uretra dibersihkan dengan sabun dan kemudian membilasnya sampai bersih.

§ Penderita wanita harus lebih dulu membersihkan labia minora, lalu harus merenggangkannya pada
waktu kencing.

§ Perempuan yang sedang menstruasi atau yang mengeluarkan banyak secret vagina, sebaiknya
memasukkan tampon sebelum mengumpulkan specimen.

§ Bagian luar wadah urine harus dibilas dan dikeringkan setelah spesimen didapat dan keterangan
tentang pemeriksaan harus jelas dicantumkan.

o Menampung spesimen tinja

§ Sampel tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika sangat diperlukan, sampel tinja juga dapat
diperoleh dari pemeriksaan colok dubur.

§ Masukkan sampel ke dalam wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun,
dapat ditutup rapat, dapat dibuka dengan mudah dan bermulut lebar.

o Menampung spesimen dahakPenting untuk mendapatkan sekret bronkial dan bukan ludah atau
sekret hidung.

§ Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah
ditutup, dan bermulut lebar. Untuk pewarnaan BTA, jangan gunakan wadah yang mengandung bercak
lilin atau minyak, sebab zat ini dapat dilihat sebagai bintik-bintik tahan asam dan dapat menyulitkan
penafsiran.

§ Sebelum pengambilan spesimen, penderita diminta berkumur dengan air, bila mungkin gosok gigi
terlebih dulu. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas dulu.
§ Pada saat pengambilan spesimen, penderita berdiri tegak atau duduk tegak

§ Penderita diminta untuk menarik nafas dalam 2 – 3 kali kemudian keluarkan nafas bersamaan dengan
batuk yang kuat dan berulang kali sampai dahak keluar.

§ Dahak yang dikeluarkan langsung ditampung dalam wadah dengan cara mendekatkan wadah ke
mulut.

§ Amati keadaan dahak. Dahak yang memenuhi syarat pemeriksaan akan tampak kental purulen dengan
volume cukup ( 3 – 5 ml )

§ Tutup wadah dengan rapat untuk menghindari kontaminasi dari udara dan secepatnya dikirim ke
laboratorium.

Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :

1. Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan :

o Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat

o pH menurun, hemokonsentrasi

o PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin jaringan ke dalam sirkulasi darah

2. Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat, sedangkan pH menurun

3. Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan :

o trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang

o kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat

4. Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan :

o natrium meningkat pada infus saline

o kalium meningkat pada infus KCl

o glukosa meningkat pada infus dextrose

o PPT, APTT memanjang pada infus heparine.

o kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit, eritrosit menurun pada semua jenis
infus

5. Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau keterlambatan homogenisasi
menyebabkan terbentuknya bekuan darah.
6. Hemolisis dapat menyebabkan peningkatan K+, Mg2+, fosfat, aminotransferase, LDH, fosfatase asam
total

IDENTIFIKASI SPESIMEN

Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus dilakukan karena merupakan
hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi pengisian formulir permintaan pemeriksaan
laboratorium dan pemberian label pada wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian
identitas ini setidaknya memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal
pengambilan. Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan.

Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus pada label dan formulir
permintaan laboratorium.

PENGIRIMAN SPESIMEN KE LABORATORIUM

Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium.

1. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah memenuhi


persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing pemeriksaan.

2. Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang.

3. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap. Pastikan bahwa
identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.

4. Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke laboratorium


dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan spesimen. Penundaan terlalu lama akan
menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan,
seperti :

o Penurunan kadar natrium ( Na+ ), glukosa darah, angka lekosit, angka trombosit.

o Perubahan morfologi sel darah pada pemeriksaan mikroskopik

o PPT / APTT memanjang.

o Peningkatan kadar kalium ( K+ ), phosphate, LDH, SGPT.

o Lisisnya sel pada sample LCS, transudat, eksudat.


o Perkembangbiakan bakteri

o Penundaan pengiriman sampel urine :

§ Unsur-unsur yang berbentuk dalam urine (sediment), terutama sel-sel eritrosit, lekosit, sel epitel dan
silinder mulai rusak dalam waktu 2 jam.

§ Urat dan fosfat yang semula larut akan mengendap, sehingga menyulitkan pemeriksaan mikroskopik
atas unsur-unsur lain.

§ Bilirubin dan urobilinogen teroksidasi bila berkepanjangan terkena sinar matahari.

§ Bakteri-bakteri akan berkembang biak yang akan menyebabkan terganggunya pemeriksaan


bakteriologis dan pH.

§ Jamur akan berkembang biak

§ Kadar glukosa mungkin menurun dan kalau semula ada, zat-zat keton dapat menghilang.Apabila akan
ditunda pengirimannya dalam waktu yang lama spesimen harus disimpan dalam refrigerator/almari es
pada suhu 2 – 8 oC paling lama 8 jam.

5. Pengiriman sample sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak atau tas khusus
yang tebuat dari bahan plastik, gabus (styro-foam) yang dapat ditutup rapat dan mudah dibawa.

PENANGANAN SPESIMEN

· Identifikasi dan registrasi spesimen

· Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius

· Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang benar

· Gunakan sentrifus yang terkalibrasi

· Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli label

· Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan

PENYIMPANAN SPESIMEN

· Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen akan dikirim ke
laboratorium lain

· Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan stabilitasnya

· Hindari penyimpanan whole blood di refrigerator

· Sampel yang dicairkan (setelah dibekukan) harus dibolak-balik beberapa kali dan terlarut
sempurna. Hindari terjadinya busa.
· Simpan sampel untuk keperluan pemeriksaan konfirmasi / pengulangan

· Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8ºC, suhu kamar, suhu -20ºC, -70ºC atau
-120ºC jangan sampai terjadi beku ulang.

· Untuk jenis pemeriksaan yang menggunakan spesimen plasma atau serum, maka plasma atau
serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan.

· Memberi bahan pengawet pada spesimen

· Menyimpan formulir permintaan lab di tempat tersendiri

Waktu penyimpanan spesimen dan suhu yang disarankan :

· Kimia klinik : 1 minggu dalam referigerator

· Imunologi : 1 minggu dalam referigerator

· Hematologi : 2 hari pada suhu kamar

· Koagulasi : 1 hari dalam referigerator

· Toksikologi : 6 minggu dalam referigerator

· Blood grouping : 1 minggu dalam referigerator

Siapa yang Terlibat Dalam Proses Pra-Analitik?

Selalu ada beberapa orang yang terlibat dalam proses pra-analitik, yaitu pasien, dokter,
paramedis/perawat, petugas layanan transportasi, analis dan dokter laboratorium; mereka semua
berbagi tanggung jawab terhadap mutu bahan spesimen dan harus memahami pentingnya tahap pra-
analtik, serta mengenali kemungkinan penyebab kesalahan dan konsekuensi mereka untuk hasil
pemeriksaan.

Komunikasi antara dokter, paramedis/perawat, petugas layanan transportasi, analis dan dokter
laboratorium harus selalu ditingkatkan dalam bentuk komunikasi langsung, telepon, atau media lainnya.
Lebih baik kalau laboratorium dapat membuat pedoman atau semacam SOP mengenai pengumpulan
spesimen untuk penggunaan oleh bagian lain. Pedoman tersebut harus ditinjau ulang oleh supervisor
laboratorium. Laboratorium juga perlu menetapkan prosedur untuk penanganan spesimen dan prosedur
untuk manajemen spesimen (penerimaan atau penolakan spesimen).

MUTU PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK RUMAH SAKIT


Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari
pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang kesehatan semakin meningkat dan sudah mengarah pada spesialisasi dan subspesialisasi.
Semakin pesat lajunya pembangunan, semakin besar pula tuntutan masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Perlu disadari bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, tuntutan akan
pelayanan kesehatan yang bermutu pun semakin meningkat. Di lain pihak pelayanan Rumah Sakit yang
memadai, baik di bidang diagnostik maupun pengobatan semakin dibutuhkan. Sejalan dengan itu maka
pelayanan diagnostik yang diselenggarakan oleh laboratorium klinik Rumah Sakit sangat perlu untuk
menerapkan sebuah standar mutu untuk menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat.

UU No. 23 / 1992 tentang kesehatan menjadi landasan hukum yang kuat untuk pelaksanaan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan. Sebagai penjabaran dari undang-undang tersebut salah satunya adalah Surat
Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik Nomor HK 006.06.3.5.00788 tahun 1995 tentang
pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit (termasuk di dalamnya adalah pelayanan laboratorium klinik) untuk
mengukur mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

Berkaitan dengan pengukuran mutu pelayanan kesehatan tersebut, menurut Donabedian ada 3 variabel
yang dapat digunakan untuk mengukur mutu, yaitu :

1. Input (struktur), ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan,
seperti SDM, dana, obat, fasilitas, peralatan , bahan, teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain.
Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan input
dengan mutu adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

2. Proses, ialah interaksi professional antara pemberi layanan dengan konsumen (pasien / masyarakat ).
Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang penting.

3. Output/outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada
konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.

Untuk meningkatkan mutu pelayanan, laboratorium klinik yang terdapat dalam seluruh Rumah Sakit
perlu dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang tepat. Salah satu pendekatan mutu
yang digunakan adalah Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Magement, TQM).

Menurut Sulistiyani & Rosidah (2003) konsep TQM pada mulanya dipelopori oleh W. Edward Deming,
seorang doktor di bidang statistik yang diilhami oleh manajemen Jepang yang selalu konsisten terhadap
kualitas terhadap produk-produk dan layananannya. TQM adalah suatu pendekatan yang seharusnya
dilakukan oleh organisasi masa kini untuk memperbaiki otputnya, menekan biaya produksi serta
meningkatkan produksi. Total mempunyai konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh proses, seluruh
pegawai, termasuk pemakai produk dan jasa juga supplier. Quality berarti karakteristik yang memenuhi
kebutuhan pemakai, sedangkan management berarti proses komunikasi vertikal dan horizontal, top-
down dan bottom-up, guna mencapai mutu dan produktivitas.

Pendekatan Manajemen Mutu Terpadu dalam pelayanan laboratorium menurut Sianipar (1997) adalah
menggunakan konsep dari Creech, yaitu suatu pendekatan manajemen yang merupakan suatu sistem
yang mempunyai struktur yang mampu menciptakan partisipasi menyeluruh dari seluruh jajaran
organisasi dalam merencanakan dan menerapkan proses peningkatan yang berkesinambungan untuk
memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggan. Terdapat lima pilar Manajemen Mutu Terpadu, yaitu
kepemimpinan, proses, organisasi, komitmen, produk dan service. Manajemen mutu terpadu berfokus
pada peningkatan proses. Proses adalah transformasi dari input, dengan menggunakan mesin peralatan,
perlengkapan metoda dan SDM untuk menghasilkan produk atau jasa bagi pelanggan.

PENINGKATAN MUTU PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK

Menurut Pusorowati (2004), mutu pada hakekatnya adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau
jasa. Sedangkan mutu pelayanan laboratorium klinik Rumah Sakit diartikan sebagai derajat
kesempurnaan pelayanan laboratorium klinik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan
pelayanan kesehatan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan
efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan sosial
budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.

Upaya peningkatan mutu pelayanan laboratorium klinik merupakan serangkaian kegiatan yang
komprehensif dan integral yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik
dan berlanjut, memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan maslah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan laboratorium yang diberikan
berdaya guna dan berhasil guna.

Sasaran upaya meningkatkan mutu pelayanan laboratorium di rumah sakit adalah : meningkatkan
kepuasan pelanggan (pasien, dokter dan pemakai jasa laboratorium lainnya), meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pelayanan laboratorium, dan efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki.

Cakupan kegiatan peningkatan mutu meliputi seluruh kegiatan teknis laboratorium dan kegiatan-
kegiatan yang bersifat administrasi, serta manajemen laboratorium. Kegiatan teknis laboratorium
meliputi seluruh kegiatan pra-analitik, analitik dan pasca-analitik. Kegiatan yang berkaitan dengan
administrasi meliputi pendaftaran pasien / spesimen, pelayanan administrasi keuangan, dan pelayanan
hasil pemeriksaan. Sedangkan kegiatan yang bersifat manajerial meliputi pemberdayaan sumber daya
yang ada, termasuk di dalamnya adalah penatalaksanaan logistic dan pemberdayaan SDM.

Pendekatan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan laboratorium di Instalasi
Patologi Klinik adalah :

1. Pendekatan tidak langsung

o Program menjaga mutu (quality assurance/quality improvement), seperti pemeriksaan kontrol


kualitas (quality control), Pemantapan Mutu Internal (PMI), Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
o Quality Assesment, seperti akreditasi, ISO 9001:2000

o Total Quality Managemen (TQM)

o Pengembangan standar profesi, seperti seminar / kursus / workshop / pelatihan, pendidikan


berkelanjutan. Program ini dilakukan baik untuk Pranata Laboratorium maupun tenaga administrasi.

o Risk management, misalnya penanganan komplain dari pelanggan.

o Program-program khusus, misalnya mengukur kepuasan pelanggan melalui pemberian kuesioner.

2. Pendekatan pemecahan masalah

Pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama
dalam siklus ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari
seluruh proses siklus karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan masalah.
Masalah akan timbul apabila :

o Terdapat penyimpangan antara hasil yang dicapai (output) dengan standar yang adab.

o Terdapat ketidakpuasan akan penyimpangan tersebut.

Pendekatan pemecahan masalah ini dapat dilakukan melalui kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM) atau
dengan program Problem Solving for a Better Hospital (PSBH) yang tengah digalakkan oleh Manajemen
Rumah Sakit. Pendekatan kegiatan PSBH mirip dengan GKM.

Bahan Bacaan :

1. Kuncoro, T., et. al., 1997, Manajemen Proses di Laboratorium Klinik Menuju Produk yang Bermutu,
Dalam : Sianipar, O. (ed), 1997, Prinsip-prinsip Manajemen Untuk Peningkatan Mutu Pelayanan
Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit, Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

2. Lewandrovsky, Kent, 2002, Clinical Chemistry : Laboratory Management and Clinical Corellations,
Lippincot William & Wilkins, Philadelphia, USA.
3. Mulyadi, Bagus, et. al., 2001, Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Worl
Health Organization – Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

4. Nawawi, H. Hadari, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan ke-3, Gama Press, Yogyakarta.

5. Pusorowati, Nunuk, 2004, Konsep Dasar Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit, Clinical
Epidemiology and Biostatistics Unit, RS Dr. Sardjito/FK-UGM, Yogyakarta.

6. Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia : Konsep, Teori dan
Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Unknown

Berbagi

Beranda

Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai