Anda di halaman 1dari 7

Pemantapan Mutu

Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua kegiatan yang


ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium.
Kegiatan ini terdiri atas empat komponen penting, yaitu : pemantapan mutu internal
(PMI), pemantapan mutu eksternal (PME), verifikasi, validasi, audit, dan pendidikan
dan pelatihan.
1. Pemantapan Mutu Internal (PMI)
Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang
dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus-menerus agar diperoleh hasil
pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini mencakup tiga tahapan proses, yaitu pra-
analitik, analitik dan paska analitik.

Beberapa kegiatan pemantapan mutu internal antara lain : persiapan penderita,


pengambilan dan penanganan spesimen, kalibrasi peralatan, uji kualitas air, uji
kualitas reagen, uji kualitas media, uji kualitas antigen-antisera, pemeliharaan strain
kuman, uji ketelitian dan ketepatan, pencatatan dan pelaporan hasil.

2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)


PME adalah kegiatan pemantapan mutu yang diselenggaralan secara periodik oleh
pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai
penampilan suatu laboratorium di bidang pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan
PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional dan diikuti oleh
semua laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan dengan
akreditasi laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium kesehatan swasta.

PME harus dilaksanakan sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa dilakukan


oleh petugas yang biasa melakukan pemeriksaan dengan reagen/peralatan/metode
yang biasa digunakan sehingga benar-benar dapat mencerminkan penampilan
laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai yang diperoleh dari
penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu pemeriksaan
atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu pemeriksaan.

3. Verifikasi
Verifikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
dalam melakukan kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra-analitik, analitik sampai
dengan pasca-analitik. Setiap tahapan tersebut harus dipastikan selalu berpedoman
pada mutu sesuai dengan bakuan mutu yang ditetapkan.

4. Validasi hasil
Validasi hasil pemeriksaan merupakan upaya untuk memantapkan kualitas hasil
pemeriksaan yang telah diperoleh melalui pemeriksaan ulang oleh laboratorium
rujukan. Validasi dapat mencegah keragu-raguan atas hasil laboratorium yang
dikeluarkan.
5. Audit
Audit adalah proses menilai atau memeriksa kembali secara kritis berbagai kegiatan
yang dilaksanakan di laboratorium. Audit ada dua macam, yaitu audit internal dan
audit eksternal.

Audit internal dilakukan oleh tenaga laboratorium yang sudah senior. Penilaian yang
dilakukan haruslah dapat mengukur berbagai indikator penampilan laboratorium,
misalnya kecepatan pelayanan, ketelitian laporan hasil pemeriksaan laboratorium dan
mengidentifikasi titik lemah dalam kegiatan laboratorium yang menyebabkan
kesalahan sering terjadi.

Audit eksternal bertujuan untuk memperoleh masukan dari pihak lain di luar
laboratorium atau pemakai jasa laboratorium terhadap pelayanan dan mutu
laboratorium. Pertemuan antara kepala-kepala laboratorium untuk membahas dan
membandingkan berbagai metode, prosedur kerja, biaya dan lain-lain merupakan
salah satu bentuk dari audit eksternal.

6. Pendidikan dan Pelatihan


Pendidikan dan pelatihan bagi tanaga laboratorium sangat penting untuk
meningkatkan mutu pelayanan laboratorium melalui pendidikan formal, pelatihan
teknis, seminar, workshop, simposium, dsb. Kegiatan ini harus dilaksanakan secara
berkelanjutan dan dipantau pelaksanaannya.

PERHATIAN PADA MUTU


Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan
pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi
klinik, imunologi klinik, atologi anatomi dan atau bidang lain yang berkaitan dengan
kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 364/MENKES/SK/III/2003).

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi


terpenting dalam diagnostik invitro. Dengan pengukuran dan pemeriksaan
laboratorium akan didapatkan data ilmiah yang tajam untuk digunakan dalam
menghadapi masalah yang diidentifikasi melalui pemeriksaan klinis dan merupakan
bagian esensial dari data pokok pasien. Indikasi permintaan laboratorium merupakan
pertimbangan terpenting dalam kedokteran laboratorium. Informasi laboratorium
dapat digunakan untuk diagnosis awal yang dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik. Analisis laboratorium juga merupakan bagian integral dari
penapisan kesehatan dan tindakan preventif kedokteran.

Prof. dr. Hardjoeno, SpPK-K dalam bukunya : Interpretasi Hasil Tes Laboratorium
Diagnostik, Bagian dari Standar Pelayanan Medik, mengemukakan tujuan
dilakukannya pemeriksaan laboratorium adalah :
1. Menyaring berbagai penyakit dan mengarahkan tes ke penyakit tertentu
misalnya dengan urinalisis ditemukan bilirubin dan urobilin positif yang
berarti ikterus, maka tes selanjutnya adalah untuk melihat gangguan faal hati.
2. Menegakkan atau menyingkirkan diagnosis misalnya anemia, malaria, tbc,
DM.
3. Memastikan diagnosis dari diagnosis dugaan, misalnya tifoid, hepatitis B,
HIV.
4. Memasukkan/mengeluarkan dari diagnosis diferensial misalnya pasien dengan
panas; tifoid, malaria, dengue hemorrhagic fever (DHF).
5. Menentukan beratnya penyakit, misalnya hepatitis, infeksi saluran kemih
6. Menentukan tahap penyakit, misalnya penyakit kronis: tbc paru, sirosis hati.
7. Menyaring penyakit dalam seleksi calon donor darah.
8. Membantu menentukan rawat inap, misalnya observasi tifoid, observasi
leukemia.
9. Membantu dalam menentukan terapi atau pengelolaan dan pengendalian
penyakit, misalnya leukemia, diabetes.
10. Membantu ketepatan terapi, misalnya tes kepekaan kuman.
11. Memonitor terapi, misalnya tes HbA1c pada diabetes, widal pada tifoid.
12. Menghindari kesalahan terapi dan pemborosan obat setelah ditemukan
diagnosis.
13. Membantu mengikuti perjalanan penyakit, misalnya diabetes, hepatitis.
14. Memprediksi atau menentukan ramalan (prognosis) penyakit, misalnya
dislipidemia dengan penyakit jantung, kanker dengan kematian.
15. Membantu menentukan pemulangan pasien rawat inap, misalnya bila hasil
pemeriksaan laboratorium kembali normal.
16. Membantu dalam bidang kedokteran kehakiman, misalnya tes untuk
membuktikan perkosaan.
17. Mengetahui status kesehatan umum (general check up)
Oleh karena itu laboratorium klinik menempati kedudukan sentral dalam pelayanan
kesehatan. Karena kedudukan yang penting itulah maka tanggung jawab laboratorium
klinik bertambah besar, baik tanggung jawab professional (professional
responsibility), tanggung jawab teknis (technical responsibility) maupun tanggung
jawab pengelolaan (management responsibility).
Dinamika Globalisasi
Usaha pelayanan kesehatan saat ini baru dalam keadaan transformasi yang cepat
untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat yang meningkat terus
menerus. Selain pentingnya peran dan kedudukan laboratorium klinik dalam upaya
pelayanan kesehatan, terdapat faktor lain yang mengharuskan setiap laboratorium
berkomitmen terhadap penjaminan mutu. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang kedokteran laboratorium serta pesatnya arus informasi,
tingkat pendidikan masyarakat yang semakin maju, dan adanya peraturan perundang-
undangan dan hukum kesehatan telah mendorong tingginya tuntutan akan mutu
pelayanan laboratorium klinik.

Mutu Pemeriksaan Laboratorium Klinik


Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang terbaik adalah apabila tes tersebut teliti,
akurat, sensitif, spesifik, cepat, tidak mahal dan dapat membedakan orang normal dari
abnormal.

Teliti atau presisi adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang hampir sama
pada pemeriksaan yang berulang-ulang dengan metode yang sama. Namun teliti
belum tentu akurat.
Tepat atau akurat adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang sama atau
mendekati nilai biologis yang sebenarnya (true value), tetapi untuk dapat
mencapainya mungkin membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal.
Sensitif adalah kemampuan menentukan substansi pada kadar terkecil yang diperiksa.
Secara teoritis tes dengan sensitifitas tinggi sangat dipilih namun karena nilai
normalnya sangat rendah misalnya enzim dan hormon, atau tinggi misalnya darah
samar, dalam klinik lebih dipilih tes yang dapat menentukan nilai abnormal.
Contoh :

 Guaiac tes untuk menentukan darah samar dalam feses lebih dipilih daripada
benzidin atau orthotoluidin tes yang lebih sensitive. Dalam keadaan normal
kedua tes terakhir dapat positif karena + 3cc darah samar terdapat dalam
faeses, sedangkan tes pertama positif dalam keadaan abnormal saja.
 Tes KED dan CRP sensitive untuk perubahan abnormal tetapi tidak spesifik
untuk penyakit tertentu.
Spesifik adalah kemampuan mendeteksi substansi pada penyakit yang diperiksa dan
tidak dipengaruhi oleh substansi yang lain dalam sampel tersebut, misalnya TPHA
(Treponema Palidum Haemaglutination Test). Secara teoritis spesifisitas sebaiknya
100% hingga tidak ada positif palsu (false positive).
Contoh :

Pewarnaan Ziehl Nelson sputum, biakan Lowenstein Jensen dan PCR untuk tbc paru
spesitifitasnya 100% tetapi sensitifitasnya misalnya berturut-turut adalah 70%, 100%
dan 98%. Tes yang baik adalah bila sensitivitas dan spesitifitasnya 100% atau
mendekati 100%.

Cepat berarti tidak memerlukan waktu yang lama dan lekas diketahui oleh dokter
yang merawat.
Tidak mahal dan tidak sulit, artinya dapat dimanfaatkan oleh banyak laboratorium
dan penderita/orang yang memerlukan pemeriksaan laboratorium.
Pada umumnya untuk tes saring diperlukan tes yang sensitif, cepat dan tidak mahal,
sedangkan untuk diagnosis pasti diperlukan tes spesifik yang biasanya lebih mahal.
Ketepatan dalam pemanfaatan tes laboratorium untuk mendapatkan diagnosis akurat
dan cepat serta jaminan kualitas hasil pemeriksan laboratorium akan menghemat
pembiayaan, baik untuk diagnosis, terapi maupun lama rawat inap.
Nilai normal harus ditetapkan oleh masing-masing laboratorium dan dilaporkan
bersama-sama dengan hasil pemeriksan. Biasanya praktisi laboratorium melaporkan
rentang normal berdasarkan umur dan jenis kelamin, dan dokter menginterpretasi
hasil tersebut lebih jauh dengan melihat faktor spesifik lain (mis. diet, aktivitas fisik,
kehamilan, dan pengobatan)
Hasil pemeriksan laboratorium dapat mengalami variasi dan bila variasi ini besar
(lebih dari 2 SD), maka dianggap menyimpang. Penyebab variasi hasil pemeriksaan
laboratorium secara garis besar dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Pengambilan spesimen, seperti : antikoagulan, variasi fisiologis pasien (puasa
dan tidak puasa, umur, jenis kelamin, latihan fisik, pengobatan, kehamilan,
konsumsi tembakau, dsb), cara pengambilan, kontaminasi, dsb.
2. Perubahan spesimen, seperti : suhu, pH, lisis, bekuan darah lama tidak
dipisahkan dari serum, dsb. Perubahan bisa terjadi di dalam laboratorium atau
selama pengiriman ke laboratorium.
3. Personel. Faktor personel yang dapat menimbulkan variasi yang besar pada
hasil laboratorium misalnya :
o Kesalahan administrasi, tertukar dengan pasien lain, kesalahan menyalin pada
formulir hasil
o Kesalahan pembacan, kesalahan penghitungan

o Kesalahan teknis dalam prosedur pemeriksaan

4. Prasarana dan sarana laboratorium, misalnya :


o Gangguan aliran listrik, air bersih.

o Suhu tidak sesuai dengan suhu yang dianjurkan untuk penentuan tes.

o Air suling dengan pH yang tidak netral.

o Reagensia yang tidak baik, tidak murni, rusak atau kadaluwarsa. Bahan standard
kurang baik atau tidak ada.

o Peralatan (fotometer, pipet, dsb) tidak akurat.

5. Kesalahan sistematis (systematic error), yaitu berkaitan dengan metode


pemeriksan (alat, reagensia, dsb)
6. Kesalahan acak (random error). Variasi hasil yang tidak dapat dihindarkan
apabila dilakukan pemeriksaan berturut-turut pada sampel yang sama
walaupun prosedur pemeriksaan dilakukan dengan cermat.
Manajemen Mutu
Laboratorium klinik bagaikan sebuah industri, dimana sampel yang diterima
merupakan bahan bakunya, sedangkan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan
merupakan produk yang dihasilkan. Hasil pemeriksaan yang dikeluarkan harus dapat
dijamin mutunya. Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu pemeriksaan,
maka perlu penataan faktor-faktor sebagai berikut :

1. Sumber Daya Manusia (SDM)


o SDM yang kompeten, handal, profesional

o Penerapan Continuing Education, Profesional Development Program untuk


meningkatkan mutu SDMb. Manajemen dan kepemimpinan, pembiayaan dan
komunikasi berkesinambungan bertumpu pada Total Quality Management
(TQM) dan Continous Quality Improvement (CQI)
2. Sarana-prasarana dan alat (SPA)
o Penyediaan sumber energi dan air bersih

o Pengadan peralatan dan reagensia yang berkualitas

3. Sistem, prosedur & mekanisme kerja (SPM)


o Penetapan dan penerapan Standard Operating Procedure (SOP)
o Penerapan quality control (QC), baik intralab maupun ekstralab.
Program kontrol dalam laboratorium (intralab) atau Pemantapan Mutu Internal (PMI)
ialah program pemantapan mutu, pengecekan dengan nilai baku, penggunaan metode,
alat, reagen dan prosedur yang benar untuk melihat ketelitian, keakuratan, sensitifitas
dan spesitifitas pemeriksaan hingga menghasilkan hasil yang secara klinis dapat
dipercaya.

Program kontrol kualitas ekstralab atau Pemantapan Mutu Eksternal (PME) ialah
program pemantapan mutu yang dikoordinasikan oleh Depkes atau perkumpulan
profesi misalnya PDS-PATKLIN sehingga hasil-hasil laboratorium tersebut dapat
dipercaya kebenarannya.

Hasil yang baik juga menunjukkan mutu laboratorium tersebut baik, termasuk semua
yang berkaitan dengan tes yaitu dokter, teknisi, metode, reagensia, peralatan dan
sarana lainnya. Di pihak lain, mutu laboratorium klinik yang baik menunjukkan
kepercayaan dokter terhadap hasil tes laboratorium tersebut.

o Penerapan manajemen mutu pelayanan laboratorium, seperti akreditasi, ISO 9001


(Quality Management System), ISO 15189 yang merupakan perpaduan ISO 9001
dengan ISO/IEC 17025 (International Electrotechnical Commission)
o Implementasi TQM, CQI, service satisfaction, customer satisfaction, dsb.
o Penerapan Standar Keselamatan Kerja

Upaya mencapai tujuan laboratorium klinik yakni tercapainya pemeriksaan yang


bermutu diperlukan strategi dan perencanaan manajemen mutu yang didasariQuality
Management Science (QMS) dengan suatu model Five–Q, yaitu :
1. Quality Planning (QP)
Pada saat akan menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan di laboratorium,
perlu merencanakan dan memilih jenis metode, reagen, bahan, alat, sumber daya
manusia dan kemampuan yang dimiliki laboratorium.

2. Quality Laboratory Practice (QLP)


Membuat pedoman, petunjuk dan prosedur tetap yang merupakan acuan setiap
pemeriksaan laboratorium. Standar acuan ini digunakan untuk menghindari atau
mengurangi terjadinya variasi yang akan mempengaruhi mutu pemeriksaan.

3. Quality Control (QC)


Pengawasan sistematis periodik terhadap : alat, metode, dan reagen. QC lebih
berfungsi untuk identifikasi ketika sebuah kesalahan terjadi

4. Quality Assurance (QA)


Mengukur kinerja pada tiap tahap siklus tes laboratorium: pra analitik, analitik dan
pasca analitik. Jadi, QA merupakan pengamatan keseluruhan input-proses-
output/outcome, dan menjamin pelayanan dalam kualitas tinggi dan memenuhi
kepuasan pelanggan. Tujuan QA adalah untuk mengembangkan produksi hasil yang
dapat diterima secara konsisten, jadi lebih berfungsi untuk mencegah kesalahan
terjadi (antisipasi error).

Indikator kinerja QA adalah :

o Manajemen sampel : phlebotomy, preparasi spesimen


o Manajemen proses : turn around time (waktu tunggu), STAT atau cyto, pelaporan
hasil, pemeliharaan alat
o Manajemen SDM : kompetensi, Continuing Education, Profesional Development
Programm.
o Keselamatan kerja : kecelakaan jarum suntik (needle stick injury), kimiawi &
biologis.
5. Quality Improvement (QI)
Dengan melakukan QI, penyimpangan yang mungkin terjadi akan dapat dicegah dan
diperbaiki selama proses pemeriksaan berlangsung.

Langkah-langkah Five Q merupakan implementasi manajemen mutu laboratorium


yang berujung pada Continous Quality Improvement (CQI), menjamin pelayanan
berstandar tinggi dan terwujudnya kepuasan pelanggan. Hal ini membutuhkan
komitmen pimpinan (Top Management).

Anda mungkin juga menyukai