3. Verifikasi
Verifikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
dalam melakukan kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra-analitik, analitik sampai
dengan pasca-analitik. Setiap tahapan tersebut harus dipastikan selalu berpedoman
pada mutu sesuai dengan bakuan mutu yang ditetapkan.
4. Validasi hasil
Validasi hasil pemeriksaan merupakan upaya untuk memantapkan kualitas hasil
pemeriksaan yang telah diperoleh melalui pemeriksaan ulang oleh laboratorium
rujukan. Validasi dapat mencegah keragu-raguan atas hasil laboratorium yang
dikeluarkan.
5. Audit
Audit adalah proses menilai atau memeriksa kembali secara kritis berbagai kegiatan
yang dilaksanakan di laboratorium. Audit ada dua macam, yaitu audit internal dan
audit eksternal.
Audit internal dilakukan oleh tenaga laboratorium yang sudah senior. Penilaian yang
dilakukan haruslah dapat mengukur berbagai indikator penampilan laboratorium,
misalnya kecepatan pelayanan, ketelitian laporan hasil pemeriksaan laboratorium dan
mengidentifikasi titik lemah dalam kegiatan laboratorium yang menyebabkan
kesalahan sering terjadi.
Audit eksternal bertujuan untuk memperoleh masukan dari pihak lain di luar
laboratorium atau pemakai jasa laboratorium terhadap pelayanan dan mutu
laboratorium. Pertemuan antara kepala-kepala laboratorium untuk membahas dan
membandingkan berbagai metode, prosedur kerja, biaya dan lain-lain merupakan
salah satu bentuk dari audit eksternal.
Prof. dr. Hardjoeno, SpPK-K dalam bukunya : Interpretasi Hasil Tes Laboratorium
Diagnostik, Bagian dari Standar Pelayanan Medik, mengemukakan tujuan
dilakukannya pemeriksaan laboratorium adalah :
1. Menyaring berbagai penyakit dan mengarahkan tes ke penyakit tertentu
misalnya dengan urinalisis ditemukan bilirubin dan urobilin positif yang
berarti ikterus, maka tes selanjutnya adalah untuk melihat gangguan faal hati.
2. Menegakkan atau menyingkirkan diagnosis misalnya anemia, malaria, tbc,
DM.
3. Memastikan diagnosis dari diagnosis dugaan, misalnya tifoid, hepatitis B,
HIV.
4. Memasukkan/mengeluarkan dari diagnosis diferensial misalnya pasien dengan
panas; tifoid, malaria, dengue hemorrhagic fever (DHF).
5. Menentukan beratnya penyakit, misalnya hepatitis, infeksi saluran kemih
6. Menentukan tahap penyakit, misalnya penyakit kronis: tbc paru, sirosis hati.
7. Menyaring penyakit dalam seleksi calon donor darah.
8. Membantu menentukan rawat inap, misalnya observasi tifoid, observasi
leukemia.
9. Membantu dalam menentukan terapi atau pengelolaan dan pengendalian
penyakit, misalnya leukemia, diabetes.
10. Membantu ketepatan terapi, misalnya tes kepekaan kuman.
11. Memonitor terapi, misalnya tes HbA1c pada diabetes, widal pada tifoid.
12. Menghindari kesalahan terapi dan pemborosan obat setelah ditemukan
diagnosis.
13. Membantu mengikuti perjalanan penyakit, misalnya diabetes, hepatitis.
14. Memprediksi atau menentukan ramalan (prognosis) penyakit, misalnya
dislipidemia dengan penyakit jantung, kanker dengan kematian.
15. Membantu menentukan pemulangan pasien rawat inap, misalnya bila hasil
pemeriksaan laboratorium kembali normal.
16. Membantu dalam bidang kedokteran kehakiman, misalnya tes untuk
membuktikan perkosaan.
17. Mengetahui status kesehatan umum (general check up)
Oleh karena itu laboratorium klinik menempati kedudukan sentral dalam pelayanan
kesehatan. Karena kedudukan yang penting itulah maka tanggung jawab laboratorium
klinik bertambah besar, baik tanggung jawab professional (professional
responsibility), tanggung jawab teknis (technical responsibility) maupun tanggung
jawab pengelolaan (management responsibility).
Dinamika Globalisasi
Usaha pelayanan kesehatan saat ini baru dalam keadaan transformasi yang cepat
untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat yang meningkat terus
menerus. Selain pentingnya peran dan kedudukan laboratorium klinik dalam upaya
pelayanan kesehatan, terdapat faktor lain yang mengharuskan setiap laboratorium
berkomitmen terhadap penjaminan mutu. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang kedokteran laboratorium serta pesatnya arus informasi,
tingkat pendidikan masyarakat yang semakin maju, dan adanya peraturan perundang-
undangan dan hukum kesehatan telah mendorong tingginya tuntutan akan mutu
pelayanan laboratorium klinik.
Teliti atau presisi adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang hampir sama
pada pemeriksaan yang berulang-ulang dengan metode yang sama. Namun teliti
belum tentu akurat.
Tepat atau akurat adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang sama atau
mendekati nilai biologis yang sebenarnya (true value), tetapi untuk dapat
mencapainya mungkin membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal.
Sensitif adalah kemampuan menentukan substansi pada kadar terkecil yang diperiksa.
Secara teoritis tes dengan sensitifitas tinggi sangat dipilih namun karena nilai
normalnya sangat rendah misalnya enzim dan hormon, atau tinggi misalnya darah
samar, dalam klinik lebih dipilih tes yang dapat menentukan nilai abnormal.
Contoh :
Guaiac tes untuk menentukan darah samar dalam feses lebih dipilih daripada
benzidin atau orthotoluidin tes yang lebih sensitive. Dalam keadaan normal
kedua tes terakhir dapat positif karena + 3cc darah samar terdapat dalam
faeses, sedangkan tes pertama positif dalam keadaan abnormal saja.
Tes KED dan CRP sensitive untuk perubahan abnormal tetapi tidak spesifik
untuk penyakit tertentu.
Spesifik adalah kemampuan mendeteksi substansi pada penyakit yang diperiksa dan
tidak dipengaruhi oleh substansi yang lain dalam sampel tersebut, misalnya TPHA
(Treponema Palidum Haemaglutination Test). Secara teoritis spesifisitas sebaiknya
100% hingga tidak ada positif palsu (false positive).
Contoh :
Pewarnaan Ziehl Nelson sputum, biakan Lowenstein Jensen dan PCR untuk tbc paru
spesitifitasnya 100% tetapi sensitifitasnya misalnya berturut-turut adalah 70%, 100%
dan 98%. Tes yang baik adalah bila sensitivitas dan spesitifitasnya 100% atau
mendekati 100%.
Cepat berarti tidak memerlukan waktu yang lama dan lekas diketahui oleh dokter
yang merawat.
Tidak mahal dan tidak sulit, artinya dapat dimanfaatkan oleh banyak laboratorium
dan penderita/orang yang memerlukan pemeriksaan laboratorium.
Pada umumnya untuk tes saring diperlukan tes yang sensitif, cepat dan tidak mahal,
sedangkan untuk diagnosis pasti diperlukan tes spesifik yang biasanya lebih mahal.
Ketepatan dalam pemanfaatan tes laboratorium untuk mendapatkan diagnosis akurat
dan cepat serta jaminan kualitas hasil pemeriksan laboratorium akan menghemat
pembiayaan, baik untuk diagnosis, terapi maupun lama rawat inap.
Nilai normal harus ditetapkan oleh masing-masing laboratorium dan dilaporkan
bersama-sama dengan hasil pemeriksan. Biasanya praktisi laboratorium melaporkan
rentang normal berdasarkan umur dan jenis kelamin, dan dokter menginterpretasi
hasil tersebut lebih jauh dengan melihat faktor spesifik lain (mis. diet, aktivitas fisik,
kehamilan, dan pengobatan)
Hasil pemeriksan laboratorium dapat mengalami variasi dan bila variasi ini besar
(lebih dari 2 SD), maka dianggap menyimpang. Penyebab variasi hasil pemeriksaan
laboratorium secara garis besar dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Pengambilan spesimen, seperti : antikoagulan, variasi fisiologis pasien (puasa
dan tidak puasa, umur, jenis kelamin, latihan fisik, pengobatan, kehamilan,
konsumsi tembakau, dsb), cara pengambilan, kontaminasi, dsb.
2. Perubahan spesimen, seperti : suhu, pH, lisis, bekuan darah lama tidak
dipisahkan dari serum, dsb. Perubahan bisa terjadi di dalam laboratorium atau
selama pengiriman ke laboratorium.
3. Personel. Faktor personel yang dapat menimbulkan variasi yang besar pada
hasil laboratorium misalnya :
o Kesalahan administrasi, tertukar dengan pasien lain, kesalahan menyalin pada
formulir hasil
o Kesalahan pembacan, kesalahan penghitungan
o Suhu tidak sesuai dengan suhu yang dianjurkan untuk penentuan tes.
o Reagensia yang tidak baik, tidak murni, rusak atau kadaluwarsa. Bahan standard
kurang baik atau tidak ada.
Program kontrol kualitas ekstralab atau Pemantapan Mutu Eksternal (PME) ialah
program pemantapan mutu yang dikoordinasikan oleh Depkes atau perkumpulan
profesi misalnya PDS-PATKLIN sehingga hasil-hasil laboratorium tersebut dapat
dipercaya kebenarannya.
Hasil yang baik juga menunjukkan mutu laboratorium tersebut baik, termasuk semua
yang berkaitan dengan tes yaitu dokter, teknisi, metode, reagensia, peralatan dan
sarana lainnya. Di pihak lain, mutu laboratorium klinik yang baik menunjukkan
kepercayaan dokter terhadap hasil tes laboratorium tersebut.