Anda di halaman 1dari 30

PEMANTAPAN MUTU LABORATORIUM

Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium adalah semua kegiatan yang

ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium.

Kegiatan ini terdiri atas empat komponen penting, yaitu : pemantapan mutu internal

(PMI), pemantapan mutu eksternal (PME), verifikasi, validasi, audit, dan pendidikan dan

pelatihan.

1.    Pemantapan Mutu Internal (PMI)

Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang

dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus-menerus agar diperoleh hasil

pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini mencakup tiga tahapan proses, yaitu pra-analitik,

analitik dan paska analitik.

Beberapa kegiatan pemantapan mutu internal antara lain : persiapan penderita,

pengambilan dan penanganan spesimen, kalibrasi peralatan, uji kualitas air, uji kualitas

reagen, uji kualitas media, uji kualitas antigen-antisera, pemeliharaan strain kuman, uji

ketelitian dan ketepatan, pencatatan dan pelaporan hasil.

2.    Pemantapan Mutu Eksternal (PME)

PME adalah kegiatan pemantapan mutu yang diselenggaralan secara periodik

oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai

penampilan suatu laboratorium di bidang pemeriksaan tertentu. Penyelenggaraan PME

dilaksanakan oleh pihak pemerintah, swasta atau internasional dan diikuti oleh semua

laboratorium, baik milik pemerintah maupun swasta dan dikaitkan dengan akreditasi

laboratorium kesehatan serta perizinan laboratorium kesehatan swasta.


PME harus dilaksanakan sebagaimana kegiatan pemeriksaan yang biasa

dilakukan oleh petugas yang biasa melakukan pemeriksaan dengan

reagen/peralatan/metode yang biasa digunakan sehingga benar-benar dapat

mencerminkan penampilan laboratorium tersebut yang sebenarnya. Setiap nilai yang

diperoleh dari penyelenggara harus dicatat dan dievaluasi untuk mempertahankan mutu

pemeriksaan atau perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk peningkatan mutu

pemeriksaan.

3.    Verifikasi

Verifikasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan

dalam melakukan kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra-analitik, analitik sampai

dengan pasca-analitik. Setiap tahapan tersebut harus dipastikan selalu berpedoman

pada mutu sesuai dengan bakuan mutu yang ditetapkan.

4.    Validasi hasil

Validasi hasil pemeriksaan merupakan upaya untuk memantapkan kualitas hasil

pemeriksaan yang telah diperoleh melalui pemeriksaan ulang oleh laboratorium

rujukan. Validasi dapat mencegah keragu-raguan atas hasil laboratorium yang

dikeluarkan.

5.    Audit

Audit adalah proses menilai atau memeriksa kembali secara kritis berbagai

kegiatan yang dilaksanakan di laboratorium. Audit ada dua macam, yaitu audit internal

dan audit eksternal.

Audit internal dilakukan oleh tenaga laboratorium yang sudah senior. Penilaian

yang dilakukan haruslah dapat mengukur berbagai indikator penampilan laboratorium,


misalnya kecepatan pelayanan, ketelitian laporan hasil pemeriksaan laboratorium dan

mengidentifikasi titik lemah dalam kegiatan laboratorium yang menyebabkan kesalahan

sering terjadi.

Audit eksternal bertujuan untuk memperoleh masukan dari pihak lain di luar

laboratorium atau pemakai jasa laboratorium terhadap pelayanan dan mutu

laboratorium. Pertemuan antara kepala-kepala laboratorium untuk membahas dan

membandingkan berbagai metode, prosedur kerja, biaya dan lain-lain merupakan salah

satu bentuk dari audit eksternal.

6.    Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan bagi tanaga laboratorium sangat penting untuk

meningkatkan mutu pelayanan laboratorium melalui pendidikan formal, pelatihan teknis,

seminar, workshop, simposium, dsb. Kegiatan ini harus dilaksanakan secara

berkelanjutan dan dipantau pelaksanaannya.

PERHATIAN PADA MUTU

Laboratorium klinik adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan

pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik,

imunologi klinik, atologi anatomi dan atau bidang lain yang berkaitan dengan

kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis

penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Keputusan Menteri

Kesehatan RI No. 364/MENKES/SK/III/2003).

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi

terpenting dalam diagnostik invitro. Dengan pengukuran dan pemeriksaan laboratorium

akan didapatkan data ilmiah yang tajam untuk digunakan dalam menghadapi masalah
yang diidentifikasi melalui pemeriksaan klinis dan merupakan bagian esensial dari data

pokok pasien. Indikasi permintaan laboratorium merupakan pertimbangan terpenting

dalam kedokteran laboratorium. Informasi laboratorium dapat digunakan untuk

diagnosis awal yang dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.

Analisis laboratorium juga merupakan bagian integral dari penapisan kesehatan dan

tindakan preventif kedokteran.

Prof. dr. Hardjoeno, SpPK-K dalam bukunya : Interpretasi Hasil Tes

Laboratorium Diagnostik, Bagian dari Standar Pelayanan Medik, mengemukakan tujuan

dilakukannya pemeriksaan laboratorium adalah :

1.    Menyaring berbagai penyakit dan mengarahkan tes ke penyakit tertentu misalnya

dengan urinalisis ditemukan bilirubin dan urobilin positif yang berarti ikterus, maka tes

selanjutnya adalah untuk melihat gangguan faal hati.

2.    Menegakkan atau menyingkirkan diagnosis misalnya anemia, malaria, tbc, DM.

3.    Memastikan diagnosis dari diagnosis dugaan, misalnya tifoid, hepatitis B, HIV.

4.    Memasukkan/mengeluarkan dari diagnosis diferensial misalnya pasien dengan panas;

tifoid, malaria, dengue hemorrhagic fever (DHF).

5.    Menentukan beratnya penyakit, misalnya hepatitis, infeksi saluran kemih

6.    Menentukan tahap penyakit, misalnya penyakit kronis: tbc paru, sirosis hati.

7.    Menyaring penyakit dalam seleksi calon donor darah.

8.    Membantu menentukan rawat inap, misalnya observasi tifoid, observasi leukemia.

9.    Membantu dalam menentukan terapi atau pengelolaan dan pengendalian penyakit,

misalnya leukemia, diabetes.

10. Membantu ketepatan terapi, misalnya tes kepekaan kuman.


11. Memonitor terapi, misalnya tes HbA1c pada diabetes, widal pada tifoid.

12. Menghindari kesalahan terapi dan pemborosan obat setelah ditemukan diagnosis.

13. Membantu mengikuti perjalanan penyakit, misalnya diabetes, hepatitis.

14. Memprediksi atau menentukan ramalan (prognosis) penyakit, misalnya dislipidemia

dengan penyakit jantung, kanker dengan kematian.

15. Membantu menentukan pemulangan pasien rawat inap, misalnya bila hasil

pemeriksaan laboratorium kembali normal.

16. Membantu dalam bidang kedokteran kehakiman, misalnya tes untuk membuktikan

perkosaan.

17. Mengetahui status kesehatan umum (general check up)

Oleh karena itu laboratorium klinik menempati kedudukan sentral dalam

pelayanan kesehatan. Karena kedudukan yang penting itulah maka tanggung jawab

laboratorium klinik bertambah besar, baik tanggung jawab professional (professional

responsibility), tanggung jawab teknis (technical responsibility) maupun tanggung jawab

pengelolaan (management responsibility).

Dinamika Globalisasi

Usaha pelayanan kesehatan saat ini baru dalam keadaan transformasi yang

cepat untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat yang meningkat terus

menerus. Selain pentingnya peran dan kedudukan laboratorium klinik dalam upaya

pelayanan kesehatan, terdapat faktor lain yang mengharuskan setiap laboratorium

berkomitmen terhadap penjaminan mutu. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi di bidang kedokteran laboratorium serta pesatnya arus informasi, tingkat

pendidikan masyarakat yang semakin maju, dan adanya peraturan perundang-


undangan dan hukum kesehatan telah mendorong tingginya tuntutan akan mutu

pelayanan laboratorium klinik.

Mutu Pemeriksaan Laboratorium Klinik

Hasil pemeriksaan laboratorium klinik yang terbaik adalah apabila tes tersebut

teliti, akurat, sensitif, spesifik, cepat, tidak mahal dan dapat membedakan orang normal

dari abnormal.

Teliti atau presisi adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang hampir

sama pada pemeriksaan yang berulang-ulang dengan metode yang sama. Namun teliti

belum tentu akurat.

Tepat atau akurat adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang sama atau

mendekati nilai biologis yang sebenarnya (true value), tetapi untuk dapat mencapainya

mungkin membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal.

Sensitif adalah kemampuan menentukan substansi pada kadar terkecil yang

diperiksa. Secara teoritis tes dengan sensitifitas tinggi sangat dipilih namun karena nilai

normalnya sangat rendah misalnya enzim dan hormon, atau tinggi misalnya darah

samar, dalam klinik lebih dipilih tes yang dapat menentukan nilai abnormal.

Contoh :

         Guaiac tes untuk menentukan darah samar dalam feses lebih dipilih daripada benzidin

atau orthotoluidin tes yang lebih sensitive. Dalam keadaan normal kedua tes terakhir

dapat positif karena + 3cc darah samar terdapat dalam faeses, sedangkan tes pertama

positif dalam keadaan abnormal saja.

         Tes KED dan CRP sensitive untuk perubahan abnormal tetapi tidak spesifik untuk

penyakit tertentu.
Spesifik adalah kemampuan mendeteksi substansi pada penyakit yang

diperiksa dan tidak dipengaruhi oleh substansi yang lain dalam sampel tersebut,

misalnya TPHA (Treponema Palidum Haemaglutination Test). Secara teoritis

spesifisitas sebaiknya 100% hingga tidak ada positif palsu (false positive).

Contoh :

Pewarnaan Ziehl Nelson sputum, biakan Lowenstein Jensen dan PCR untuk tbc paru

spesitifitasnya 100% tetapi sensitifitasnya misalnya berturut-turut adalah 70%, 100%

dan 98%. Tes yang baik adalah bila sensitivitas dan spesitifitasnya 100% atau

mendekati 100%.

Cepat berarti tidak memerlukan waktu yang lama dan lekas diketahui oleh dokter

yang merawat.

Tidak mahal dan tidak sulit, artinya dapat dimanfaatkan oleh banyak

laboratorium dan penderita/orang yang memerlukan pemeriksaan laboratorium.

Pada umumnya untuk tes saring diperlukan tes yang sensitif, cepat dan tidak

mahal, sedangkan untuk diagnosis pasti diperlukan tes spesifik yang biasanya lebih

mahal. Ketepatan dalam pemanfaatan tes laboratorium untuk mendapatkan diagnosis

akurat dan cepat serta jaminan kualitas hasil pemeriksan laboratorium akan

menghemat pembiayaan, baik untuk diagnosis, terapi maupun lama rawat inap.

Nilai normal harus ditetapkan oleh masing-masing laboratorium dan dilaporkan

bersama-sama dengan hasil pemeriksan. Biasanya praktisi laboratorium melaporkan

rentang normal berdasarkan umur dan jenis kelamin, dan dokter menginterpretasi hasil

tersebut lebih jauh dengan melihat faktor spesifik lain (mis. diet, aktivitas fisik,

kehamilan, dan pengobatan)


Hasil pemeriksan laboratorium dapat mengalami variasi dan bila variasi ini besar

(lebih dari 2 SD), maka dianggap menyimpang. Penyebab variasi hasil pemeriksaan

laboratorium secara garis besar dipengaruhi oleh faktor-faktor :

1.    Pengambilan spesimen, seperti : antikoagulan, variasi fisiologis pasien (puasa dan tidak

puasa, umur, jenis kelamin, latihan fisik, pengobatan, kehamilan, konsumsi tembakau,

dsb), cara pengambilan, kontaminasi, dsb.

2.    Perubahan spesimen, seperti : suhu, pH, lisis, bekuan darah lama tidak dipisahkan dari

serum, dsb. Perubahan bisa terjadi di dalam laboratorium atau selama pengiriman ke

laboratorium.

3.    Personel. Faktor personel yang dapat menimbulkan variasi yang besar pada hasil

laboratorium misalnya :

o    Kesalahan administrasi, tertukar dengan pasien lain, kesalahan menyalin pada formulir

hasil

o    Kesalahan pembacan, kesalahan penghitungan

o    Kesalahan teknis dalam prosedur pemeriksaan

4.    Prasarana dan sarana laboratorium, misalnya :

o    Gangguan aliran listrik, air bersih.

o    Suhu tidak sesuai dengan suhu yang dianjurkan untuk penentuan tes.

o    Air suling dengan pH yang tidak netral.

o    Reagensia yang tidak baik, tidak murni, rusak atau kadaluwarsa. Bahan standard kurang

baik atau tidak ada.

o    Peralatan (fotometer, pipet, dsb) tidak akurat.


5.    Kesalahan sistematis (systematic error), yaitu berkaitan dengan metode pemeriksan

(alat, reagensia, dsb)

6.    Kesalahan acak (random error). Variasi hasil yang tidak dapat dihindarkan apabila

dilakukan pemeriksaan berturut-turut pada sampel yang sama walaupun prosedur

pemeriksaan dilakukan dengan cermat.

Manajemen Mutu

Laboratorium klinik bagaikan sebuah industri, dimana sampel yang diterima

merupakan bahan bakunya, sedangkan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan

merupakan produk yang dihasilkan. Hasil pemeriksaan yang dikeluarkan harus dapat

dijamin mutunya. Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu pemeriksaan, maka

perlu penataan faktor-faktor sebagai berikut :

1.    Sumber Daya Manusia (SDM)

o    SDM yang kompeten, handal, profesional

o    Penerapan Continuing Education, Profesional Development Program untuk

meningkatkan mutu SDMb. Manajemen dan kepemimpinan, pembiayaan dan

komunikasi berkesinambungan bertumpu pada Total Quality Management (TQM) dan

Continous Quality Improvement (CQI)

2.    Sarana-prasarana dan alat (SPA)

o    Penyediaan sumber energi dan air bersih

o    Pengadan peralatan dan reagensia yang berkualitas

3.    Sistem, prosedur & mekanisme kerja (SPM)

o    Penetapan dan penerapan Standard Operating Procedure (SOP)

o    Penerapan quality control (QC), baik intralab maupun ekstralab.


Program kontrol dalam laboratorium (intralab) atau Pemantapan Mutu Internal (PMI)

ialah program pemantapan mutu, pengecekan dengan nilai baku, penggunaan metode,

alat, reagen dan prosedur yang benar untuk melihat ketelitian, keakuratan, sensitifitas

dan spesitifitas pemeriksaan hingga menghasilkan hasil yang secara klinis dapat

dipercaya.

Program kontrol kualitas ekstralab atau Pemantapan Mutu Eksternal (PME) ialah

program pemantapan mutu yang dikoordinasikan oleh Depkes atau perkumpulan

profesi misalnya PDS-PATKLIN sehingga hasil-hasil laboratorium tersebut dapat

dipercaya kebenarannya.

Hasil yang baik juga menunjukkan mutu laboratorium tersebut baik, termasuk semua

yang berkaitan dengan tes yaitu dokter, teknisi, metode, reagensia, peralatan dan

sarana lainnya. Di pihak lain, mutu laboratorium klinik yang baik menunjukkan

kepercayaan dokter terhadap hasil tes laboratorium tersebut.

o    Penerapan manajemen mutu pelayanan laboratorium, seperti akreditasi, ISO 9001

(Quality Management System), ISO 15189 yang merupakan perpaduan ISO 9001

dengan ISO/IEC 17025 (International Electrotechnical Commission)

o    Implementasi TQM, CQI, service satisfaction, customer satisfaction, dsb.

o    Penerapan Standar Keselamatan Kerja

Upaya mencapai tujuan laboratorium klinik yakni tercapainya pemeriksaan yang

bermutu diperlukan strategi dan perencanaan manajemen mutu yang didasari Quality

Management Science (QMS) dengan suatu model Five–Q, yaitu :

1.    Quality Planning (QP)


Pada saat akan menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan di

laboratorium, perlu merencanakan dan memilih jenis metode, reagen, bahan, alat,

sumber daya manusia dan kemampuan yang dimiliki laboratorium.

2.    Quality Laboratory Practice (QLP)

Membuat pedoman, petunjuk dan prosedur tetap yang merupakan acuan setiap

pemeriksaan laboratorium. Standar acuan ini digunakan untuk menghindari atau

mengurangi terjadinya variasi yang akan mempengaruhi mutu pemeriksaan.

3.    Quality Control (QC)

Pengawasan sistematis periodik terhadap : alat, metode, dan reagen. QC lebih

berfungsi untuk identifikasi ketika sebuah kesalahan terjadi

4.    Quality Assurance (QA)

Mengukur kinerja pada tiap tahap siklus tes laboratorium: pra analitik, analitik dan

pasca analitik. Jadi, QA merupakan pengamatan keseluruhan

input-proses-output/outcome, dan menjamin pelayanan dalam kualitas tinggi dan

memenuhi kepuasan pelanggan. Tujuan QA adalah untuk mengembangkan produksi

hasil yang dapat diterima secara konsisten, jadi lebih berfungsi untuk mencegah

kesalahan terjadi (antisipasi error).

Indikator kinerja QA adalah :

o    Manajemen sampel : phlebotomy, preparasi spesimen

o    Manajemen proses : turn around time (waktu tunggu), STAT atau cyto, pelaporan hasil,

pemeliharaan alat

o    Manajemen SDM : kompetensi, Continuing Education, Profesional Development

Programm.
o    Keselamatan kerja : kecelakaan jarum suntik (needle stick injury), kimiawi & biologis.

5.    Quality Improvement (QI)

Dengan melakukan QI, penyimpangan yang mungkin terjadi akan dapat dicegah dan

diperbaiki selama proses pemeriksaan berlangsung.

Langkah-langkah Five Q merupakan implementasi manajemen mutu

laboratorium yang berujung pada Continous Quality Improvement (CQI), menjamin

pelayanan berstandar tinggi dan terwujudnya kepuasan pelanggan. Hal ini

membutuhkan komitmen pimpinan (Top Management).

PEMANTAPAN MUTU PRA-ANALITIK PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Laboratorium klinik sebagai subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi

penting dalam diagnosis invitro. Setidaknya terdapat 5 alasan penting mengapa

pemeriksaan laboratorium diperlukan, yaitu : skrining, diagnosis, pemantauan


progresifitas penyakit, monitor pengobatan dan prognosis penyakit. Oleh karena itu

setiap laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang teliti, cepat dan tepat.

Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan penting,

yaitu tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Pada umumnya yang sering sering

diawasi dalam pengendalian mutu hanya tahap analitik dan pasca analitik yang lebih

cenderung kepada urusan administrasi, sedangkan proses pra analitik kurang

mendapat perhatian.

Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61%

dari total kesalahan laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan

pasca analitik 14%. Proses pra-analitik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-analitik

ekstra laboratorium dan pra-analitik intra laboratorium. Proses-proses tersebut meliputi

persiapan pasien, pengambilan spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium,

penanganan spesimen, dan penyimpanan spesimen.

PERSIAPAN PASIEN

Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan

laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari tindakan itu, dan

persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang diberikan harus jelas

agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi pasien. Pemilihan

jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien akan

menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan instruksi yang diberikan

oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium; tidak

diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan penilaian hasil laboratorium yang
tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi bila keluarga pasien yang merawat tidak

mengikuti instruksi tersebut dengan baik.

Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-analitik

yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang hampir tidak

dapat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup variabel fisik pasien,

seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi, kehamilan, gaya hidup

(konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis kelamin, variasi diurnal, pasca

transfusi, pasca donasi, pasca operasi, ketinggian. Karena variabel tersebut memiliki

pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabel biokimia dan hematologi, maka gaya

hidup individu dan ritme biologis pasien harus selalu dipertimbangkan sebelum

pengambilan sampel.

PERSIAPAN PENGUMPULAN SPESIMEN

Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

         Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan

         Volume mencukupi

         Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak berubah

bentuk, steril (untuk kultur kuman)

         Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat

         Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat

         Identitas benar sesuai dengan data pasien


Sebelum pengambilan spesimen, periksa form permintaan laboratorium.

Identitas pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam

medis, dsb) disertai diagnosis atau keterangan klinis. Periksa apakah identitas telah

ditulis dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil spesimen.

Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa.

Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok, dsb.

Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum

alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan pada lembar hasil

laboratorium.

1.    Peralatan

Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

 bersih, kering

 tidak mengandung deterjen atau bahan kimia

 terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen

 sekali pakai buang (disposable)

 steril (terutama untuk kultur kuman)

 tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan

volume spesimen
2.    Antikoagulan

Antikoagulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah pembekuan

darah. Jenis antikoagulan yang dipergunakan harus disesuaikan dengan jenis

pemeriksaan yang diminta. Volume darah yang ditambahkan juga harus tepat.

3.    Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen

Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis spesimen yang

diperlukan, seperti :

 Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena cephalic,

atau vena basilic). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau

transfusi, bekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula

 Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan), arteri

brachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha).

 Darah kapiler umumnya diambil dari ujung jari tengah atau jari manis tangan

bagian tepi atau pada daerah tumit 1/3 bagian tepi telapak kaki pada bayi.

Tempat yang dipilih untuk pengambilan tidak boleh memperlihatkan gangguan

peredaran darah seperti sianosis atau pucat.

 Spesimen untuk pemeriksaan biakan kuman diambil dari tempat yang sedang

mengalami infeksi, kecuali darah dan cairan otak.

4.    Waktu Pengambilan

Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan.

 Umumnya pengambilan dilakukan pada waktu pagi (ideal)


 Spesimen untuk kultur kuman diambil sebelum pemberian antibiotik

 Spesimen untuk pemeriksaan GO diambil 2 jam setelah buang air yang terakhir

 Spesimen untuk malaria diambil pada waktu demam

 Spesimen untuk mikrofilaria diambil pada tengah malam

 Spesimen dahak untuk pemeriksaan BTA diambil pagi hari setelah bangun tidur

 Spesimen darah untuk pemeriksaan profil besi diambil pada pagi hari dan

setelah puasa 10-12 jam

PENGAMBILAN SPESIMEN

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah :

1.    Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar

sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang ada.

2.    Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung.

o    Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada yang

menempel pada bagian luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi.

o    Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk mencegah

spesimen tumpah.

o    Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal seperti

berikut :

  Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling.


  Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan agar tidak terjadi

hemolisis.

  Untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel ke dalam media

dilakukan dengan cara aseptik

  Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak keliru.

  Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-

lahan. Jangan mengkocok tabung keras-keras agar tidak hemolisis.

o    Menampung spesimen urin

  Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah

dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar

  Sebaiknya pasien diinstruksikan membuang urine yang mula-mula keluar sebelum

mengumpulkan urine untuk diperiksa.

  Untuk mendapatkan specimen clean catch diperlukan cara pembersihan lebih sempurna :

  Mulut uretra dibersihkan dengan sabun dan kemudian membilasnya sampai bersih.

  Penderita wanita harus lebih dulu membersihkan labia minora, lalu harus

merenggangkannya pada waktu kencing.

  Perempuan yang sedang menstruasi atau yang mengeluarkan banyak secret vagina,

sebaiknya memasukkan tampon sebelum mengumpulkan specimen.

  Bagian luar wadah urine harus dibilas dan dikeringkan setelah spesimen didapat dan

keterangan tentang pemeriksaan harus jelas dicantumkan.

o    Menampung spesimen tinja


  Sampel tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika sangat diperlukan, sampel

tinja juga dapat diperoleh dari pemeriksaan colok dubur.

  Masukkan sampel ke dalam wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan

apapun, dapat ditutup rapat, dapat dibuka dengan mudah dan bermulut lebar.

o    Menampung spesimen dahakPenting untuk mendapatkan sekret bronkial dan bukan

ludah atau sekret hidung.

  Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah

dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar. Untuk pewarnaan BTA, jangan gunakan

wadah yang mengandung bercak lilin atau minyak, sebab zat ini dapat dilihat sebagai

bintik-bintik tahan asam dan dapat menyulitkan penafsiran.

  Sebelum pengambilan spesimen, penderita diminta berkumur dengan air, bila mungkin

gosok gigi terlebih dulu. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas dulu.

  Pada saat pengambilan spesimen, penderita berdiri tegak atau duduk tegak

  Penderita diminta untuk menarik nafas dalam 2 – 3 kali kemudian keluarkan nafas

bersamaan dengan batuk yang kuat dan berulang kali sampai dahak keluar.

  Dahak yang dikeluarkan langsung ditampung dalam wadah dengan cara mendekatkan

wadah ke mulut.

  Amati keadaan dahak. Dahak yang memenuhi syarat pemeriksaan akan tampak kental

purulen dengan volume cukup ( 3 – 5 ml )

  Tutup wadah dengan rapat untuk menghindari kontaminasi dari udara dan secepatnya

dikirim ke laboratorium.

Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :


1.    Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan :

o    Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat

o    pH menurun, hemokonsentrasi

o    PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin jaringan ke dalam

sirkulasi darah

2.    Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat, sedangkan

pH menurun

3.    Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan :

o    trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang

o    kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat

4.    Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan :

o    natrium meningkat pada infus saline

o    kalium meningkat pada infus KCl

o    glukosa meningkat pada infus dextrose

o    PPT, APTT memanjang pada infus heparine.

o    kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit, eritrosit menurun pada

semua jenis infus

5.    Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau keterlambatan

homogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah.

6.    Hemolisis dapat menyebabkan peningkatan K+, Mg2+, fosfat, aminotransferase, LDH,

fosfatase asam total


IDENTIFIKASI SPESIMEN

Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus

dilakukan karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi

pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada

wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini setidaknya

memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal pengambilan.

Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan.

Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda khusus

pada label dan formulir permintaan laboratorium.

PENGIRIMAN SPESIMEN KE LABORATORIUM

Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium.

1.    Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah

memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing

pemeriksaan.

2.    Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang.

3.    Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap.

Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.

4.    Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke

laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan


spesimen. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi

yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan, seperti :

o    Penurunan kadar natrium ( Na+ ), glukosa darah, angka lekosit, angka trombosit.

o    Perubahan morfologi sel darah pada pemeriksaan mikroskopik

o    PPT / APTT memanjang.

o    Peningkatan kadar kalium ( K+ ), phosphate, LDH, SGPT.

o    Lisisnya sel pada sample LCS, transudat, eksudat.

o    Perkembangbiakan bakteri

o    Penundaan pengiriman sampel urine :

  Unsur-unsur yang berbentuk dalam urine (sediment), terutama sel-sel eritrosit, lekosit, sel

epitel dan silinder mulai rusak dalam waktu 2 jam.

  Urat dan fosfat yang semula larut akan mengendap, sehingga menyulitkan pemeriksaan

mikroskopik atas unsur-unsur lain.

  Bilirubin dan urobilinogen teroksidasi bila berkepanjangan terkena sinar matahari.

  Bakteri-bakteri akan berkembang biak yang akan menyebabkan terganggunya

pemeriksaan bakteriologis dan pH.

  Jamur akan berkembang biak

  Kadar glukosa mungkin menurun dan kalau semula ada, zat-zat keton dapat

menghilang.Apabila akan ditunda pengirimannya dalam waktu yang lama spesimen

harus disimpan dalam refrigerator/almari es pada suhu 2 – 8 oC paling lama 8 jam.


5.    Pengiriman sample sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak

atau tas khusus yang tebuat dari bahan plastik, gabus (styro-foam) yang dapat ditutup

rapat dan mudah dibawa.

PENANGANAN SPESIMEN

         Identifikasi dan registrasi spesimen

         Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius

         Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang benar

         Gunakan sentrifus yang terkalibrasi

         Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli label

         Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan

PENYIMPANAN SPESIMEN

         Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen akan

dikirim ke laboratorium lain

         Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan stabilitasnya

         Hindari penyimpanan whole blood di refrigerator

         Sampel yang dicairkan (setelah dibekukan) harus dibolak-balik beberapa kali dan

terlarut sempurna. Hindari terjadinya busa.

         Simpan sampel untuk keperluan pemeriksaan konfirmasi / pengulangan

         Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8ºC, suhu kamar, suhu -20ºC, -

70ºC atau -120ºC jangan sampai terjadi beku ulang.

         Untuk jenis pemeriksaan yang menggunakan spesimen plasma atau serum, maka

plasma atau serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan.

         Memberi bahan pengawet pada spesimen


         Menyimpan formulir permintaan lab di tempat tersendiri

Waktu penyimpanan spesimen dan suhu yang disarankan :

         Kimia klinik : 1 minggu dalam referigerator

         Imunologi : 1 minggu dalam referigerator

         Hematologi : 2 hari pada suhu kamar

         Koagulasi : 1 hari dalam referigerator

         Toksikologi : 6 minggu dalam referigerator

         Blood grouping : 1 minggu dalam referigerator

Siapa yang Terlibat Dalam Proses Pra-Analitik?

Selalu ada beberapa orang yang terlibat dalam proses pra-analitik, yaitu pasien,

dokter, paramedis/perawat, petugas layanan transportasi, analis dan dokter

laboratorium; mereka semua berbagi tanggung jawab terhadap mutu bahan spesimen

dan harus memahami pentingnya tahap pra-analtik, serta mengenali kemungkinan

penyebab kesalahan dan konsekuensi mereka untuk hasil pemeriksaan.

Komunikasi antara dokter, paramedis/perawat, petugas layanan transportasi,

analis dan dokter laboratorium harus selalu ditingkatkan dalam bentuk komunikasi

langsung, telepon, atau media lainnya. Lebih baik kalau laboratorium dapat membuat

pedoman atau semacam SOP mengenai pengumpulan spesimen untuk penggunaan

oleh bagian lain. Pedoman tersebut harus ditinjau ulang oleh supervisor laboratorium.

Laboratorium juga perlu menetapkan prosedur untuk penanganan spesimen dan

prosedur untuk manajemen spesimen (penerimaan atau penolakan spesimen).


MUTU PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK RUMAH SAKIT

Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan bagian integral yang tidak

dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Pada saat ini

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan semakin

meningkat dan sudah mengarah pada spesialisasi dan subspesialisasi. Semakin pesat

lajunya pembangunan, semakin besar pula tuntutan masyarakat dalam mendapatkan

pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Perlu disadari bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan

masyarakat, tuntutan akan pelayanan kesehatan yang bermutu pun semakin

meningkat. Di lain pihak pelayanan Rumah Sakit yang memadai, baik di bidang

diagnostik maupun pengobatan semakin dibutuhkan. Sejalan dengan itu maka

pelayanan diagnostik yang diselenggarakan oleh laboratorium klinik Rumah Sakit

sangat perlu untuk menerapkan sebuah standar mutu untuk menjamin kualitas

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

UU No. 23 / 1992 tentang kesehatan menjadi landasan hukum yang kuat untuk

pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Sebagai penjabaran dari

undang-undang tersebut salah satunya adalah Surat Keputusan Direktur Jendral

Pelayanan Medik Nomor HK 006.06.3.5.00788 tahun 1995 tentang pelaksanaan

akreditasi Rumah Sakit (termasuk di dalamnya adalah pelayanan laboratorium klinik)

untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

Berkaitan dengan pengukuran mutu pelayanan kesehatan tersebut, menurut

Donabedian ada 3 variabel yang dapat digunakan untuk mengukur mutu, yaitu :
1.    Input (struktur), ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan

kesehatan, seperti SDM, dana, obat, fasilitas, peralatan , bahan, teknologi, organisasi,

informasi dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan

input yang bermutu pula. Hubungan input dengan mutu adalah dalam perencanaan dan

penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

2.    Proses, ialah interaksi professional antara pemberi layanan dengan konsumen (pasien /

masyarakat ). Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang penting.

3.    Output/outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi

pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.

Untuk meningkatkan mutu pelayanan, laboratorium klinik yang terdapat dalam

seluruh Rumah Sakit perlu dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen

yang tepat. Salah satu pendekatan mutu yang digunakan adalah Manajemen Mutu

Terpadu (Total Quality Magement, TQM).

Menurut Sulistiyani & Rosidah (2003) konsep TQM pada mulanya dipelopori oleh

W. Edward Deming, seorang doktor di bidang statistik yang diilhami oleh manajemen

Jepang yang selalu konsisten terhadap kualitas terhadap produk-produk dan

layananannya. TQM adalah suatu pendekatan yang seharusnya dilakukan oleh

organisasi masa kini untuk memperbaiki otputnya, menekan biaya produksi serta

meningkatkan produksi. Total mempunyai konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh

proses, seluruh pegawai, termasuk pemakai produk dan jasa juga supplier. Quality

berarti karakteristik yang memenuhi kebutuhan pemakai, sedangkan management

berarti proses komunikasi vertikal dan horizontal, top-down dan bottom-up, guna

mencapai mutu dan produktivitas.


Pendekatan Manajemen Mutu Terpadu dalam pelayanan laboratorium menurut

Sianipar (1997) adalah menggunakan konsep dari Creech, yaitu suatu pendekatan

manajemen yang merupakan suatu sistem yang mempunyai struktur yang mampu

menciptakan partisipasi menyeluruh dari seluruh jajaran organisasi dalam

merencanakan dan menerapkan proses peningkatan yang berkesinambungan untuk

memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggan. Terdapat lima pilar Manajemen Mutu

Terpadu, yaitu kepemimpinan, proses, organisasi, komitmen, produk dan service.

Manajemen mutu terpadu berfokus pada peningkatan proses. Proses adalah

transformasi dari input, dengan menggunakan mesin peralatan, perlengkapan metoda

dan SDM untuk menghasilkan produk atau jasa bagi pelanggan.

PENINGKATAN MUTU PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK

Menurut Pusorowati (2004), mutu pada hakekatnya adalah tingkat

kesempurnaan suatu produk atau jasa. Sedangkan mutu pelayanan laboratorium klinik

Rumah Sakit diartikan sebagai derajat kesempurnaan pelayanan laboratorium klinik

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan dengan

menggunakan potensi sumber daya yang tersedia secara wajar, efisien dan efektif serta

diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum, dan sosial

budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan

masyarakat konsumen.

Upaya peningkatan mutu pelayanan laboratorium klinik merupakan serangkaian

kegiatan yang komprehensif dan integral yang menyangkut struktur, proses dan

outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut, memantau dan menilai mutu dan

kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan maslah-masalah yang


terungkapkan sehingga pelayanan laboratorium yang diberikan berdaya guna dan

berhasil guna.

Sasaran upaya meningkatkan mutu pelayanan laboratorium di rumah sakit

adalah : meningkatkan kepuasan pelanggan (pasien, dokter dan pemakai jasa

laboratorium lainnya), meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan laboratorium,

dan efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki.

Cakupan kegiatan peningkatan mutu meliputi seluruh kegiatan teknis

laboratorium dan kegiatan-kegiatan yang bersifat administrasi, serta manajemen

laboratorium. Kegiatan teknis laboratorium meliputi seluruh kegiatan pra-analitik, analitik

dan pasca-analitik. Kegiatan yang berkaitan dengan administrasi meliputi pendaftaran

pasien / spesimen, pelayanan administrasi keuangan, dan pelayanan hasil

pemeriksaan. Sedangkan kegiatan yang bersifat manajerial meliputi pemberdayaan

sumber daya yang ada, termasuk di dalamnya adalah penatalaksanaan logistic dan

pemberdayaan SDM.

Pendekatan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan

laboratorium di Instalasi Patologi Klinik adalah :

1.    Pendekatan tidak langsung

o    Program menjaga mutu (quality assurance/quality improvement), seperti pemeriksaan

kontrol kualitas (quality control), Pemantapan Mutu Internal (PMI), Pemantapan Mutu

Eksternal (PME)

o    Quality Assesment, seperti akreditasi, ISO 9001:2000

o    Total Quality Managemen (TQM)


o    Pengembangan standar profesi, seperti seminar / kursus / workshop / pelatihan,

pendidikan berkelanjutan. Program ini dilakukan baik untuk Pranata Laboratorium

maupun tenaga administrasi.

o    Risk management, misalnya penanganan komplain dari pelanggan.

o    Program-program khusus, misalnya mengukur kepuasan pelanggan melalui pemberian

kuesioner.

2.    Pendekatan pemecahan masalah

Pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang

berkesinambungan. Langkah pertama dalam siklus ini adalah identifikasi masalah.

Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus

karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan masalah.

Masalah akan timbul apabila :

o    Terdapat penyimpangan antara hasil yang dicapai (output) dengan standar yang adab.

o    Terdapat ketidakpuasan akan penyimpangan tersebut.

Pendekatan pemecahan masalah ini dapat dilakukan melalui kegiatan Gugus

Kendali Mutu (GKM) atau dengan program Problem Solving for a Better Hospital

(PSBH) yang tengah digalakkan oleh Manajemen Rumah Sakit. Pendekatan kegiatan

PSBH mirip dengan GKM.

Anda mungkin juga menyukai