Anda di halaman 1dari 10

BAB III

PELAKSANAAN PELAPORAN HASIL KRITIS LABORATORIUM


DI RUMAH SAKIT

Komunikasi yang efektif dalam pelayanan laboratorium sangat diperlukan


terutama pada pelaporan hasil kritis laboratorium. Pelaksanaan komunikasi dapat
dilakukan dengan cara verbal dan non verbal, baik secara elektronik maupun
tertulis. Komunikasi dikatakan efektif apabila dilaksanakan secara tepat waktu,
akurat, lengkap, mudah dipahami dan dimengerti oleh penerima informasi,
sehingga akan mengurangi kesalahan dan dapat meningkatkan keselamatan pasien
(patient safety)8. Manajemen hasil kritis laboratorium di rumah sakit akan berjalan
dengan baik, apabila sistem komunikasi dalam pelayanan laboratorium juga
berjalan dengan teratur dan efektif sehingga dapat memberikan pelayanan
laboratorium yang komprehensif dan berkesinambungan.

A. Tujuan manajemen hasil kritis :


a Dapat mengenali kondisi kritis pasien berdasarkan hasil kritis laboratorium
b Membangun komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat dan jelas
c Mencegah atau mengurangi kesalahan dalam berkomunikasi.
d Meningkatkan angka keselamatan pasien

B. Manfaat manajemen hasil kritis :


a. Mencegah atau mengurangi kesalahan dalam memberikan pelayanan.
b. Meningkatkan ketepatan pelaporan dan terapi atau tindakan yang diberikan
kepada pasien.
c. Pasien dapat tertangani dengan segera

Komunikasi yang mudah menimbulkan kesalahan persepsi kebanyakan


terjadi pada saat diberikan perintah secara lisan atau melalui telepon. Kesalahan
yang biasanya terjadi adalah pada pelaporan hasil kritis pemeriksaan diagnostik.
Sehingga rumah sakit perlu menetapkan regulasi untuk proses pelaporan nilai kritis
pemeriksaaan diagnostik. Pelayanan penunjang laboratorium menerapkan
komunikasi efektif saat pelaporan hasil kritis melalui telepon dengan:

a. Menulis atau menginput di komputer;


b. Membacakan; dan
c. Konfirmasi kembali (write down, read back, confirmation) dan dokumentasi

Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit adalah dengan


komunikasi SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation). Teknik
SBAR digunakan oleh petugas pelayanan kesehatan terkait penyampaian kondisi
pasien. SBAR adalah metode terstruktur untuk penyampaian informasi penting
yang butuh perhatian dan tindakan segera untuk meningkatkan keselamatan pasien.
Pelaporan hasil kritis laboratorium sebaiknya dilaporkan dengan metode SBAR,
agar pasien di ruangan mendapat tindakan atau penanganan segera mungkin.

a. Situation adalah identifikasi data pasien, nama petugas yang melayani pasien,
diagnosis medis dan keadaan gawat darurat yang dihadapi pasien saat ini.
b. Background adalah riwayat kesehatan singkat yang signifikan termasuk hasil
laboratorium, perawatan yang telah dilakukan, temuan klinis, dan riwayat
medis pasien.
c. Assessment yaitu temuan klinis pasien saat ini.
d. Recommendation yaitu diskusi rencana perawatan untuk pasien selanjutnya.

Komunikasi dengan teknik SBAR pada pelaporan nilai kritis, diperlukan data
yang lengkap dan akurat mengenai kondisi pasien. Diharapkan dokumentasi catatan
perkembangan pasien yang terintegrasi secara baik dan akurat, akan bermanfaat
untuk tenaga kesehatan lain yang ikut merawat pasien karena dapat mengetahui
perkembangan pasien6.
c.1 Pelaporan Hasil Kritis

3.1.1 Pengertian :

a. Proses penyampaian hasil kritis kepada dokter yang merawat pasien.


b. Hasil kritis laboratorium adalah hasil pemeriksaan penunjang yang
memerlukan penanganan segera.
c. Pelaporan hasil kritis laboratorium adalah proses penyampaian dari
hasil pemeriksaan laboratorium yang memerlukan penanganan
segera dan harus dilaporkan ke DPJP (Dokter Penanggung Jawab
Pasien) atau Dokter Jaga dalam waktu selambatnya kurang dari 30
menit setelah hasil kritis dikeluarkan.
d. Pelaporan hasil kritis sebelum disampaikan sudah melalui konsultasi
dengan Dokter Penanggung Jawab Laboratorium.

3.1.2 Tujuan :
a. Terlaksananya proses pelaporan hasil kritis laboratorium yang perlu
di waspadai (alert values interpretasi laboratorium).
b. Mencegah keterlambatan penatalaksanaan pasien dengan hasil kritis.
c. Hasil kritis dapat diterima oleh DPJP yang merawat dan
diinformasikan pada pasien sesuai waktu.

3.1.3 Kebijakan :

a. Peraturan Menteri Kesehatan Rl Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011


tanggal 24 Agustus 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
b. SK Direktur Utama tentang Pedoman Penerapan International
Patient Safety Goals (IPSG).
c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/
Menkes/2011/2022 tentang Standar Akreditasi Laboratorium
Kesehatan.
d. Semua hasil yang perlu di waspadai dipastikan harus diterima oleh
dokter yang akan mengambil tindakan terhadap hasil kritis tersebut.
3.1.4 Pelaporan Nilai Kritis Bagian dari Penilaian Akreditasi Rumah Sakit
Berdasarkan Permenkes No. 147 tahun 2010 tentang Perijinan
Rumah Sakit adalah: Rumah Sakit merupakan institusi yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,
dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat
darurat. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, maka dalam
hal ini bagian penunjang laboratorium membuat SOP tentang pelaporan
nilai kritis yang berorientasi pada keselamatan pasien. Pelaporan nilai
kritis juga dinilai untuk syarat akreditasi Rumah Sakit, baik itu SNARS
maupun JCI.

Gambar 2. Pelaporan Nilai Kritis Akreditasi SNARS Edisi 1


Gambar 3. Pelaporan Nilai Kritis Joint Comission International

3.1.5 Prosedur Pemeriksaan Nilai Kritis


Langkah awal dalam penetapan suatu nilai kritis laboratorium
adalah identifikasi hasil kritis, baik melalui sinyal peringatan yang telah
diprogram di alat analiser maupun melalui Laboratory Information
System (LIS). Jika ditemukan hasil kritis, maka harus dilaporkan terlebih
dahulu kepada dokter penanggung jawab laboratorium (dokter spesialis
patologi klinik). Lalu dilakukan pemeriksaan ulang terhadap spesimen,
mengecek riwayat hasil laboratorium sebelumnya (jika ada), sesuai atau
tidak dengan QC (quality control), mengecek kondisi klinis pasien
(apakah hasil kritis sesuai dengan klinis pasien) dan jika memungkinkan
maka dapat dilakukan cross check pemeriksaan dengan alat lain (duplo
test). Setelah dilakukan duplo test dan hasilnya sama atau tidak berbeda
jauh, maka hasil tersebut dapat diverifikasi dan divalidasi oleh dokter
penanggung jawab laboratorium.
Masalah preanalitik yang dapat menyebabkan munculnya suatu
hasil kritis palsu harus dapat dideteksi dan dievaluasi secepat mungkin
untuk meningkatkan akurasi hasil pemeriksaan. Beberapa diantaranya
yang sering terjadi adalah kontaminasi sampel, kondisi transportasi
sampel yang tidak adekuat, pengambilan sampel yang tidak tepat waktu
(contohnya untuk pemeriksaan toksikologi) dan keterlambatan dalam
memproses sampel.
Pelaporan nilai kritis dapat dilakukan melalui telepon langsung
diinput di LIS. Pelaporan nilai kritis pada beberapa institusi masih
dilakukan dengan cara komunikasi manual, hanya melalui telepon ke
dokter jaga atau perawat ruangan. Hal ini dapat meningkatkan
kemungkinan kesalahan dan keterlambatan dalam proses pelaporan nilai
kritis kepada klinisi sehingga juga memperlarnbat penanganan terhadap
pasien. Sistem peringatan nilai kritis yang terkomputerisasi dapat
membantu menghindari kemungkinan kesalahan komunikasi, juga
meningkatkan keberhasilan penyampaian informasi dan mempersingkat
waktu notifikasi sebab semuanya dikerjakan secara otomatis
Gambar 4. Alur Prosedur Pemeriksaan Nilai Kritis

Petugas lab melaporkan Pastikan prosedur praanalitik Mengecek kembali hasil


hasil kritis ke dokter lab, bandingkan dengan
dan analitik dilakukan dengan riwayat hasil
penanggung jawab lab
baik, serta QC dapat diterima pemeriksaan sebelumnya.

Jika hasil (duplo test)


Dilakukan cross check Mengecek kondisi
tidak berbeda jauh / dengan alat lain (Duplo test) klinis pasien
sama,

Verifikasi dan validasi hasil


oleh dokter penanggung jawab
lab, hasil dapat dikeluarkan

3.1.6 Prosedur Pelaporan Nilai Kritis di Rumah Sakit

1. Dokter / Petugas laboratorium melaporkan nilai kritis laboratorium ke


DPJP. Bila DPJP tidak dapat dihubungi, menghubungi dokter / perawat di
unitnya masing – masing (rawat inap, rawat jalan dan unit gawat darurat).
2. Petugas yang melaporkan hasil kritis mencatat / menginput di sistem
(komputer); nomor rekam medis, nomor sampel, nama pasien, diagnosis,
nilai laboratorium yang kritis, waktu dan tanggal saat menelpon, serta
nama penelpon dan penerima informasi
3. Dokter / perawat ruangan yang menerima hasil kritis menggunakan teknik
komunikasi verbal Tulis (write back), Baca (read back) Konfirmasi
(Confirmation), proses pelaporan ini ditulis atau diinput di komputer dan
rekam medis (form catatan perkembangan terintegrasi).
4. Dokter jaga / perawat ruangan yang menerima laporan hasil kritis langsung
menghubungi DPJP dan mencatat tindakan yang diambil untuk pasien atau
informasi lain terkait klinis.
5. Untuk Pasien Rawat Jalan:
Hasil kritis dilaporkan ke dokter yang meminta pemeriksaan dan nilai
kritis disampaikan langsung kepada pasien.
7. Dokter / perawat di ruangan yang menerima hasil kritis menerapkan
mekanisme pelaporan hasil kritis sebagai berikut:

a. 15 menit pertama: harus segera melaporkan pada DPJP, bila belum


berhasil menghubungi, ke langkah berikutnya
b. 15 menit ke dua: harus melaporkan pada DPJP, bila belum berhasil
menghubungi, ke langkah berikut:

c. 15 menit ke tiga: Bila hari kerja dapat menghubungi: Divisi departemen


terkait Bila di luar jam kerja atau hari libur menghubungi konsulen jaga
yang bertugas, bila belum berhasil menghubungi ke langkah berikut:
d. 15 menit ke empat: menghubungi konsulen jaga yang bertugas, bila
belum berhasil juga maka dapat menghubungi urutan pimpinan sebagai
berikut:
1) Kepala IGD, jika tidak dapat dihubungi
2) Kepala ICU, jika tidak dapat dihubungi
3) Direktur Medik dan Keperawatan

8. Dokter yang dilaporkan hasil kritis perlu waspada terhadap hasil tersebut
dan bertanggungjawab terhadap interpretasi hasil kritis dan pengambilan
tindakan terhadap pasien.

Unit terkait:
 Ruang rawat inap
 Rawat jalan
 IGD
 Instalasi Laboratorium

Gambar 5. Contoh Pelaporan Nilai Kritis Laboratorium

3.1.7 Dokumentasi Nilai Kritis


Pelayanan penunjang laboratorium menerapkan metode komunikasi
efektif pada pelaporan nilai kritis laboratorium melalui telepon: menulis atau
menginput di komputer - membacakan - konfirmasi kembali (writedown,
read back, confirmation) dan SBAR saat melaporkan nilai kritis kepada
DPJP, serta wajib mendokumentasikannya di dalam rekam medik. Pada
pelaporan nilai kritis, juga wajib diisi nama petugas yang melaporkan dan
penerima informasi nilai kritis, tanggal dan waktu pemberitahuan.
Gambar 6. Form Pelaporan Nilai Kritis

3.2 Profil Indikator Mutu Pelaporan Nilai Kritis Laboratorium

Indikator nasional mutu pelayanan kesehatan disebut juga dengan


indikator mutu adalah tolak ukur yang digunakan untuk menilai tingkat capaian
target mutu pelayanan kesehatan di praktik mandiri dokter dan dokter gigi,
klinik, puskesmas, rumah sakit, laboratorium kesehatan, dan unit transfusi
darah. Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan, maka rumah sakit harus melakukan
pengukuran dan evaluasi mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan indikator
mutu. Profil indikator mutu di rumah sakit sebagaimana dimaksud terdapat
dalam Pasal 3, salah satunya adalah pelaporan hasil kritis laboratorium15.

Judul Indikator Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium


Dasar 1. Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Keselamatan Pasien.
pemikiran 2. Kecepatan dan ketepatan pelaporan hasil laboratorium kritis
sangat penting dalam kelanjutan tata laksana pasien. Hasil
kritis menunjukkan kondisi pasien yang membutuhkan
keputusan klinis yang segera untuk upaya pertolongan pasien
dan mencegah komplikasi akibat keterlambatan.
Dimensi Mutu Tepat waktu, Keselamatan
Tujuan 1. Tergambarnya kecepatan pelayanan laboratorium.
2. Tergambarnya sistem yang menunjukkan bagaimana nilai kritis
dilaporkan dan didokumentasikan untuk menurunkan risiko
keselamatan pasien.
Definisi Operasional 1. Hasil kritis adalah hasil pemeriksaan yang termasuk kategori
kritis sesuai kebijakan rumah sakit dan memerlukan
penatalaksanaan segera.
2. Waktu lapor hasil kritis laboratorium adalah waktu yang
dibutuhkan sejak hasil pemeriksaan keluar dan telah dibaca
oleh dokter/analis yang diberi kewenangan hingga dilaporkan
hasilnya kepada dokter yang meminta pemeriksaan.
3. Standar waktu lapor hasil kritis laboratorium adalah waktu
pelaporan ≤ 30 menit.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase
Numerator Jumlah hasil kritis laboratorium yang dilaporkan ≤ 30 menit
(pembilang)
Tabel 4. Indikator Mutu Pelaporan Nilai Kritis Laboratorium
Denominator (penyebut) Jumlah hasil kritis laboratorium yang diobservasi
Target Pencapaian 100%
Kriteria:  Kriteria Inklusi :
Semua hasil pemeriksaan laboratorium yang
memenuhi kategori hasil kritis.
 Kriteria Eksklusi : Tidak
ada
Formula Jumlah hasil kritis laboratorium yang
dilaporkan ≤ 30 menit
x100%
Jumlah hasil kritis laboratorium yang
diobservasi
Metode Pengumpulan Data Retrospektif
Sumber data Data sekunder dari:
Catatan Data Laporan Hasil Tes Kritis Laboratorium
Instrumen Pengambilan Data Formulir Pelaporan Hasil Kritis Laboratorium
Besar Sampel 1. Total sampel (apabila jumlah populasi ≤ 30)
2. Rumus Slovin (apabila jumlah populasi > 30)
Cara Pengambilan Sampel Probability Sampling – Simple Random
Sampling / Systematic Random Sampling
Periode Pengumpulan Data Bulanan
Penyajian Data - Tabel
- Run chart
Periode Analisis Dan Pelaporan Bulanan, Triwulanan, Tahunan
Data
Penanggung Jawab Kepala Instalasi Laboratorium

Pengukuran Indikator Mutu dilakukan melalui kegiatan pengumpulan data,


validasi data, analisis data, dan pelaporan dan komunikasi yang dilakukan secara
bertahap. Kesesuaian hasil pengukuran dapat dipercaya atau valid jika mencapai
90%. Penyampaian hasil pencapaian Indikator Mutu dikomunikasikan kepada
seluruh unit terkait. Penyampaian hasil dilakukan secara berkala sesuai profil
Indikator Mutu15.

Anda mungkin juga menyukai