Anda di halaman 1dari 12

EKOTIPE, EKOSPESIES DAN

EKOKLINE
Sabtu, 29 November 2014
KONSEP POPULASI TUMBUHAN; EKOTIPE, EKOSPESIES
DAN EKOKLINE

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Para ahli ekologi tumbuhan telah mencoba menemukan faktor-faktor yang
menopang kehidupan vegetasi. Meraka mencoba pada tingkatan yang lebih rinci
sebagaimana para ahli biologi lainnya menemukan DNA. Jadi terlihat kebutuhan
manusia untuk mengetahui hubungan yang lebih lengkap antar tumbuhan dan
lingkungannya. Spesies dalam lingkungan yang komplek perlu diketahui dalam
rangka memahami interaksi tumbuhan dengan lingkungannya. Dengan
ditemukannya perbedaan morfologi maupun fsiologi antara spesies tumbuhan
yang sama tetapi hidup di lingkungan yang berbeda. Variasi ini di kenal dngan
istilah ekotipe. Selain itu terdapat pula dua istilah yang berhubungan yaitu
ekokline dan ekospesies. Fenomena ini memicu rasa ingin tahu penulis mengenai
hal tersebut.

1.2.Tujuan
Adapun pembuatan makalah ini bertujuan agar :
a. Mengetahui apa-apa saja konsep populasi tumbuhan
b. Menjelaskan konsep faktor pembatas, faktor relung, spesies taksonomi, spesies
ekologi, ekotipe, ekoline dan ekospesies
c. Menjelaskan perbedaan antara ekotipe, ekospesies dan ekokline
BAB II
ISI
2.1. Populasi Tumbuhan
Populasi tumbuhan menurut Billing secara sederhana diartikan sebagai
suatu kelompok tumbuhan yang mampu melakukan persilangan diantaranya dan
menempati ruangan/kawasan tertentu. Kelompok organisme yang membentuk
populasi tidak lain adalah individu-individu yang sama baik secara genetik
maupun morfologi. (Syamsurizal, 1999: 12)
Dalam situasi tertentu sekelompok individu ada kemungkinan secara
genetika terisolasi, persilangan hanya memungkinkan terjadi diantara anggota
kelompok itu sendiri. Kelompok organisma-organisma yang terisolasi tersebut
biasanya disebut ”populasi lokal”. Populasi lokal adalah merupakan unit dasar
dalam proses evolusi, pertukaran gen terjadi secara terus-menerus dalam waktu
yang relatif lama shingga terjadi struktur gen yang khusus untuk kelompok
tersebut dan akan berbeda dengan struktur gena populasi lokal lainnya meski
untuk species yang sama. Hal ini dikarenakan adanya seleksi alami yang
beroperasi terhadapnya, sehingga menghasilkan individu-individu dengan susunan
gena yang memberi kemungkinan untuk bertahan terhadap lingkungan lokal, dan
akan berkembang dalam jumlah yang semakin banyak jika dibandingkan dengan
individu-individu yang tidak tahan.
Salah satu jalan suatu populasi lokal dapat teradaptasi terhadap suatu
lingkungan adalah dengan pengembangan dan pengelolaan diversitas genetikanya
melalui reproduksi seksual dalam populasi. Hasilnya adalah sekelompok atau
susunan individu-individu yang masing-masing berbeda dalam toleransinya
terhadap lingkungan, salah satunya ada kemungkinan mempunyai kemampuan
yang sangat baik dalam toleransinya terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim
daripada rata-rata anggota populasi lainnya. Dengan demikian kehetrogenan
struktur gena dari anggota populasi mempersiapkan populasi terhadap
kehancurnnya akibat lingkungan, misal terhadap kemarau yang panjang.
2
Hal yang sejalan terjadi pula dalam kurun waktu yang relatif lama dan
lamban sebagai reaksi terhadap perubahan iklim, dalam hal ini bisa ratusan
bahkan ribuan tahun. Dengan demikian keheterogenan struktur gena merupakan
cara dalam mempertahankan hidup atau kelulusan hidup, dan ini sebagai
mekanisma teradaptasinya suatu populasi akibat seleksi alami. Dalam suatu
kawasan yang secara umum mempunyai kondisi yang relatif sama, populasi lokal
dari species yang ada berkecenderungan untuk memperlihatkan toleransi terhadap
lingkungan yang relatif sama pula, tetapi akan berbeda toleransinya dengan
species lokal lainnya (dari species yang sama) yang berada pada kondisi iklim
yang berbeda.
Populasi lokal seperti ini biasa dikenal dengan ras ekologi. Contoh yang
terkenal dari ras ekologi adalah di Skandinavia dimana terdapat dua populasi yang
secara sistematik dimasukkan dalam satu species yang sama meskipun kedua
populasi ini mempunyai karakteristika yang berbeda. Populasi di daerah
pegunungan mempunyai karakteristika bentuk morfologi yang kerdil dan
berbunga cepat, sedangkan populasi di daerah pantai bentuk morfologinya tinggi
tetapi berbunga lambat. Orang semula memperkirakan bila individu dari populasi
di pegunungan dipindahkan atau ditumbuhkan di pantai maka akan tumbuh
dengan karakteristika populasi pantai, demikian pula sebaliknya. Contoh-contoh
lain biasanya akan diketemukan pada daerah kontinental yang luas. Jadi suatu ras
ekologi adalah juga populasi lokal yang terbentuk oleh karakteritika individu-
individunya.
Apabila perubahan lingkungan pada suatu kawasan yang luas berubah
secara teratur, maka adaptasi genetikanya akan terjadi secara teratur pula, dan
dengan demikian sebagai hasilnya akan terjadi perbedaaan yang nyata seperti
pada ras yang terbentuk adalah suatu seri tumbuhan, yang berurutan, yang
memperlihatkan keteraturan secara terus-menerus atau kontinu dalam sifat
genetikanya sebagai penentu dalam toleransi terhadap lingkunganya. Populasi-
populasi dari sekelompok organisma-organisma dengan karakteristika yang
berbeda secara teratur atau berurutan ini disebut ekoklin. Jadi berdasarkan dua hal
di atas, maka suatu species dapat merupakan ras ekologi atau berupa kompleks
dari ekoklin. Dua pendekatan dalam kajian populasi ini, yaitu melalui ekologi
populasi yang mendalami pertumbuhan suatu populasi dan interaksi diantara
populasi-populasi yang berhubungan erat di dalam pengaruh faktor lingkungan
yang terkontrol ataupun tidak terkontrol. Pendekatan lainnya yaitu mempelajari
satu atau lebih populasi lokal dari suatu species dalam usaha untuk mempelajari
genetika species sebagai penentu toleransinya terhadap kondisi lingkungannya,
kajian ini disebut ekologi gena atau ekologi fisiologi perbandingan. Pembahasan
selanjutnya akan ditekankan pada ekologi populasi. Besarnya suatu populasi di
suatu kawasan tertentu biasanya dinyatakan dalam suatu peristilahan kerapatan
atau kepadatan populasi. Kerapatan populasi dapat dinyatakan dalam: jumlah
individu persatuan luas, atau dapat pula dinyatakan dalam biomasa persatuan luas
(bila populasi tersebut dibentuk oleh individu-individu dengan ukuran berbeda,
ada kecambah, ada anakan dan tumbuhan dewasa serta tumbuhan tua).
Dalam perjalanan waktu suatu populasi besarannya akan mengalami
perubahan. Dalam mempelajari perubahan-perubahan ini pengertian kecepatan
memegang peranan penting, dan perubahan populasi ini sangat ditentukan oleh
berbagai faktor (kelahiram atau regenerasi: kematian, perpindahan masuk, dan
perpindahan keluar). Besarnya populasi tumbuhan di alam sangat ditentukan oleh
kapasitas tampungnya, yaitu jumlah terbanyak individu yang dapat ditampung
dalam suatu ekosistem dimana organisma itu masih dapat hidup. Dalam keadaan
ini persaingan intra species adalah dalam keadaan maksimal yang dapat
ditanggung oleh organisma tersebut. Berbagai faktor sebagai pendorong untuk
terjadinya fluktuasi ini, yaitu: perubahan musim yang menyebabkan perubahan-
perubahan faktor fisika dan mungkin juga kimia lingkungannya. Contoh yang
menarik adalah kenaikan jumlah plankton yang sangat menyolok pada musim
tertentu, disebut ”plankton bloom”.
(http://bayubioumm.blogspot.com)
Dalam mempertimbangkan fluktuasi kepadatan populasi menurut waktu,
perlu kiranya kita telaah beberapa faktor yang mengendalikan ukurannya. Faktor
itu terbagi dalam dua kelompok yaitu faktor atau kejadian yang tak tergantung
pada kepadatan dan tergantung pada kepadatan. Faktor yang tak tergantung pada
kepadatan mengacu kepada perubahan yang mengakibatkan peruubahan
lingkungan secara yang mempengaruhi seluruh anggota populasi itu secara
merata, tanpa menghiraukan kepadatan setempatnya. Dengan demikian, faktor
yang tidak tergantung kepadatan cenderung menghasilkan fluktuasi besar dalam
kepadatan maupun pembasmian sesekali populasi itu. Sebaliknya, faktor
tergantung kepadatan merupakan faktor lingkungan dengan jangkauan yang
berbeda-beda, tergantung pada kepadatan populasi. Pada umuumnya persediaan
makanan terggantung pada kepadatan.
(Ewusie, 1980: 36-37)

2.2. Konsep Populasi Tumbuhan


2.2.1. Konsep Faktor Pembatas
Meskipun hukum Shelford ini pada dasarnya benar, namun sekarang pakar
ekologi berpendapat bahwa hukum Shelford ini terlalu kaku. Akan lebih
bermanfaat kalau digabungkan antara konsep minimum dari Liebig dengan
konsep toleransi Shelford. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kehadiran
dan keberhasilan makhluk hidup bergantung pada kondisi- kondisi yang tidak
sederhana.
Makhluk hidup di alam dikendalikan tidak hanya oleh persediaan makanan,
minuman yang diperlukannya, tetapi juga oleh faktor-faktor lain yang keadaannya
kritis. Faktor apapun yang kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan
merupakan pembatas dalam penyebaran spesis.
2.2.2. Konsep Relung
Relung atau niche merupakan cara hidup dari makhluk hidup dalam
habitatnya. Relung juga dapat diartikan sebagai deskripsi multidimensional dari
kebutuhan sumber daya spesis, kebutuhan habitat dan toleransi lingkungan
(Hutchinson,1957). Dalam suatu habitat, dapat hidup berbagai jenis makhluk. Jika
ada dua hewan, misalnya mempunyai niche yang sama maka akan terjadi
persaingan. Dalam persaingan yang ketat, masing-masing jenis mempertinggi
efisiensi cara hidup. Dan masing–masing akan menjadi lebih spesialis yaitu
relungnya menyempit. Akan tetapi bila populasi semakin meningkat, maka
persaingan antar individu di dalam jenis tersebut akan terjadi pula. Dalam
persaingan ini individu yang lemah akan terdesak ke bagian niche yang marginal.
Sebagai efeknya ialah melebarnya relung, dan jenis tersebut akan menjadi lebih
generalis. Ini berarti jenis tersebut semakin tahan atau kuat. Misalnya, perlu kita
bedakan antara tumbuhan yang memiliki relung yang sempit karena sempitnya
toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan dan tumbuhan yang sebenarnya
memiliki relung yang luas tetapi karena berkompetisi dengan spesis lainnya,
relungnya menjadi sempit.
Ringkasnya relung sebagai kesesuaian yang kompleks dari spesis terhadap
atribut ekologi termasuk toleransi abbiotik, laju pertumbuhan relatif yang
maksimum, fenologi, pengaruh dari berbagai musuh, kemampuan berkompetisi
dengan tumbuhan lain.
2.2.3. Spesies taksonomi
Yang dimaksud dengan dengan spesies taksonomi adalah spesis yang terdiri
dari sejumlah populasi yang memiliki kesamaan morfologi dan ekologi yang
mungkin dapat atau tidak dapat saling kawin, tetapi secara reproduksi terpisah
dari kelompok itu. Dalam defenisi ini dikombinasikan 3 aspek :
1) Perwujudan luar (morfologi).
2) Tingkah laku kawin.
3) Perbedaan habitat.
Para pakar taksonomi biasanya tidak terlalu menekankan aspek ketiga, tetapi lebih
menekankan aspek pertama, meskipun secara terbatas sebagai indikator
lingkungan.
2.2.4. Spesies Ekologi
Pakar ekologi tumbuh-tumbuhan ingin menggunakan spesies
sebagai alat alternatif untuk memahami ekosistem. Bilamana kebutuhan
spesies dapat dipahami, sumber dayanya diketahui, maka keberadaan
spesies tersebut dengan sifat-sifatnya dapat dipergunakan untuk
memperkirakan kondisi lingkungan, seperti kondisi tanah, nutrisi,
intensitas sinar, adanya gangguan, adanya tanaman atau hewan.
(http://dedhydjara.wordpress.com)

2.2.5. Ekotipe
Linnaeus dan pakar taksonomi sesudahnya menyadari bahwa spesies itu
tidaklah homogen: anggota tubuhnya berbeda dalam ketinggian, ukuran dan
waktu berbunga, atau sifat-sifat lainnya dapat berubah karena intensitas cahaya,
ketinggian lintang, ketinggian tempat atau sifat-sifat tempat lainnya.
Ekotipe menurut Kenner. Kenner melihat variasi yang ada pada spesies
tertentu dianggap sebagai tanggapan yang sifatnya plastis dan bukan tanggapan
yang sifatnya genetis yang diturunkan. Plastisitas adalah suatu tanggapan individu
terhadap lingkungan yang tidak sama. Tanggapan rumput teki dengan haitat
sedikit air berbeda dengan tanggapan rumput teki lain dengan habitat yang kering.
Ekottipe menurut Turesson. Pada abad ke-19 membuat hipotesis bahwa
banyak variasi yang ada dalam spesies dapat diturunkan dan merupakan adaptasi
terhadap habitatnya. Untuk menguji hipotesis tersebut Turesson melakukan
percobaan dengan mengambil biji-biji tanaman dari Swedia dan seluruh Eropa
kemudian ditumbuhkannya dalam kebun uji. Hasil percobaan Turesson dari tiga
habitat herba Hieracium umbellatum yaitu:
Sifat Ekotipe
Lahan Belukar Dune
Habitus Tegak Merayap Intermediet
Daun Lebar Intermediet Sempit
Rambut Tak ada Ada Tak ada
Dormansi tumb. Ada Ada Tak ada
Dari tabel tersebut terlihat bahwa Hieracium umbellatum yang diambi dari
daerah sedia dengan habitat sand, dune pantai dan dari daerah pedalaman pada
belukar memberi petunjuk bahwa tipe-tipe tersebut secara teknis merupakan
spesies tunggal dan bukan dari spesies yang berbeda. Turesson menyebutkannya
sebagai ekotipe. Dengan demikian ekotipe dapat berbeda secara norfologi maupun
fsiologi, tetapi bersifat infertil denga ekotipe lain dari spesies yang sama. Suatu
ekotipe hanya terhalang dari proses interberiding alami oleh adanya barrier
ekologi seperti isolasi geografis.
Sedangkan menurut Clausen, Keck dan Hiesey menyimpulkan ekotipe dalam
ukuran populasi tunggal sampai grup regional, makin luas kisaran penyebaran
spesies, makin banyak ekotipe dalam spesies tersebut. (Syamsurizal, 1999: 14-16)
Ekotipe: dengan sinonim eccologie races atau physiologic races yaitu tipe-
tipe spesies yang diperlihatkan terhadap suatu perubahan keadaan lingkungan
secara keseluruhan. Terlihat adanya perubahan-perubahan morfologis dan
fisiologis dengan respon genetik yang bervariasi sesuai dengan perubahan
lingkungan tersebut.
Definisi lain dikemukakan oleh Sterbbins yang menyatakan bahwa ekotipe
adalah kumpulan organisme yang mempunyai susunan genotipe sama, baik
heterozygot maupun homozygot dan beradaptasi pada niche tertentu.
Anggota suatu kelompok organisme dengan susunan genotipe yang sama
dalam pembicaraan ekologi disebut biotipe dan niche adalah tempat suatu
organisme berfungsi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sifat Karakteristik Ekotipe
Keistimewaan sifat ekotipe antara lain:
1. Ekotipe spesies selalu interfertil
2. Dapat mempertahankan keistimewaan asalnya bila ditanam dalam habitat lain
3. Ekotipe didasarkan sifat-sifat genetis
4. Suatu spesies dengan ekologi yang luas dibedakan atas dasar sifat-sifat morfologis,
fisio-logis dalam habitat yang berbeda
5. Dapat terjadi dalam tipe habitat yang jelas
6. Ekotipe benar-benar mempunyai ciri khas dengan perbedaan sebagian ekotipe
yang lain
Pembentukan Ekotipe Baru. Ekotipe baru dapat dihasilkan melalui metode:
1. Hebridisasi
Ini dihasilkan oleh persilangan alami dari Spartia stricta dengan S.
alterriflora, hibrid yang baru S. townsendii, hasil persilangan kedua induk dari
habitat alami.
2. Mutasi
Hibrid-hibrid baru juga dapat dihasilkan dari mutasi alami dan rekombinasi,
gen pool kecil mengumpul dalam jumlah populasi yang lebih baik adaptasinya.
Dalam habitat atau lingkungan yang istimewa (khusus) beberapa ekotipe baru
timbul karena penanaman (pengolahan) atau dijaga adanya seleksi kompetisi.
3. Pertukaran kromosome (Chromosonal changes)
Hilangnya atau penambahan segmen kromosome menghasilkan pertukaran
genotipe diikuti oleh pertukaran fenotipe hasil dari pembentukan ekotipe baru
karena poliploid-poliploid hampir tidak menunjukkan toleransi ekologi seperti
induknya.
Macam-macam Ekotipe. Menurut macam-macam kondisi lingkungan, ekotipe
dibagi:
1. Klimatik ekotipe yaitu ekotipe yang terjadi akibat pengaruh faktor-faktor iklim
seperti cahaya, temperatur, air dan angin. Turesson (1930) telah menyelidiki
klimatik ekotipe misalnya: Leontodon auntumnalis.
2. Edhaphik ekotipe ialah ekotipe yang terjadi akibat perbedaan tipe dan reaksi tanah
atau faktor-faktor tanah seperti kelembaban tanah, kelebihan atau kekurangan
nutrien dan sebagainya.
Misa dan Rao (1948) telah mempelajari Lindenbergia Polyantha dan Rankishman
(1961) mempelajari Euphorbia thymifolia.
3. Klimatik adhapik ekotipe. Kadang-kadang ekotipe terjadi karena pengaruh faktor
iklim dan tanah disebut klimatik edhapik ekotipe. Pandey dan Jayan (1970)
mempelajari Cenchrus ciliaris.
4. Altitudinal dan latitudinal ekotipe adalah suatu ekotipe yang terjadi akibat
perubahan tinggi tempat dan akibat perbedaan lintang seperti Cassia tora,
Anagalis arvensis, Pinus dan Gymnospermae lain.
5. Fisiologik ekotipe yaitu ekotipe yang terjadi akibat perubahan fisiologis seperti
penyinaran (photoperiode), absorbsi air, cyclus nutrien misalnya: Boutelona
curtipendula.
Pada tanaman ada dua photoperiode yaitu ecotpe short day plant dan long day
plant meskipun morfologinya sama.
2.2.6. Ekospesies
Ada dua istilah yang sejajar yaitu “Coenospecies” dan “Ecospecies”,
Gregor, (1939) cit. Shukla et al., (1985) mendefinisikan Coenospecies dan
Ecospecies berdasarkan pada kriteria sterilitas, fertilitas, menghilangkan beberapa
dari perbedaan morfologis, fisiologis dan cytologis.
Menurut beliau Coenospecies membicarakan populasi (sekelompok spesies) yang
mungkin tidak mampu menukar gen secara langsung dengan populasi yang lain,
tetapi ada kemungkinan menukar gen secara tidak langsung melalui hibridisasi.
Ecospecies, adalah sekelompok spesies yang mampu melakukan tukar
menukar gen dengan keturunan yang fertil tetapi kesuburan berkurang apabila
melkaukan hibridisasi dengan spesies lain. (Hanum, 2009: 140-145)
2.2.7. Ekokline
Ekoklin adalah gradasi sifat-sifat spesies (atau komunitas atau
ekosistem) yang dikaitkan dengan gradasi lingkungan. Ekoklin
digunakan untuk memprediksi gradasi lingkungan sendiri. Memang
disadari bahwa habitat itu kadang-kadang diskrit pula.
(http://bayubioumm.blogspot.com)
Apabila perubahan lingkungan pada suatu kawasan yang luas berubah secara
teratur, maka adaptasi genetikanya akan terjadi secara teratur pula, dan dengan
demikian sebagai hasilnya akan terjadi perbedaaan yang nyata seperti pada ras
yang terbentuk adalah suatu seri tumbuhan, yang berurutan, yang memperlihatkan
keteraturan secara terus-menerus atau kontinu dalam sifat genetikanya sebagai
penentu dalam toleransi terhadap lingkunganya. Populasi-populasi dari
sekelompok organisma-organisma dengan karakteristika yang berbeda secara
teratur atau berurutan ini disebut ekoklin. Jadi berdasarkan dua hal di atas, maka
suatu species dapat merupakan ras ekologi atau berupa kompleks dari ekoklin.
(http://dedhydjara.wordpress.com)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1) Populasi tumbuhan adalah sekelompok tumbuhan yang memiliki kesamaan
morfologi maupun genetik, mamu melakukan persilangan abtar sesamanya dan
mendiami tempat yang sama pada waktu tertentu.
2) Konsep Faktor Pembatas, kehadiran dan keberhasilan makhluk hidup bergantung
pada kondisi–kondisi yang tidak sederhana. Makhluk hidup tidak hanya
dikendalikan oleh makanan,minuman tapi juga oleh faktor lain. Faktor yang
kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas
dalam penyebaran spesies.
3) Konsep Relung, merupakan kesesuaian yang kompleks dari spesies terhadap
atribut ekologi, termasuk toleransi abiotik, laju pertumbuhan relatif yang
maksimum, fenologi, pengaruh dari berbagai musuh, kemampuan berkompetisi
dengan tumbuhan lain.
4) Spesies Taksonomi, merupakan spesies yang terdiri dari sejumlah populasi yang
memiliki kesamaan morfologi dan ekologi yang mungkin dapat atau tidak dapat
saling kawin, tetapi secara reproduksi terpisah dari kelompok itu.
5) Spesies Ekologi, merupakan sejumlah tumbuhan yang secara genetis homogen
yang teradaptasi pada satu set kondisi lingkungan mikro.
6) Ekotipe adalah perbedaan morfologi, fisiologi maupun genetik satu spesies
tumbuhan akibat hidup di habitat yang berbeda.
7) Ekoklin adalah gradasi sifat-sifat spesies (atau komunitas atau ekosistem) yang
dikaitkan dengan gradasi lingkungan.
8) Ecospecies adalah sekelompok spesies yang mampu melakukan tukar menukar
gen dengan keturunan yang fertil tetapi kesuburan berkurang apabila melkaukan
hibridisasi dengan spesies lain.
3.2. Saran
Diharapkan pembaca mencari lebih lanjut informasi tambahan menanai hal
yang telah dibahas pada makalah ini dari berbagai sumber informasi terbaru. Dan
mencari informasi mengenai sifat-sifat populasi tumbuhan karena belum sempat
terbahas pada makalah ini. terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

_______, 2010. Pendekatan-pendekatan dalam Ekologi Tumbuhan. Diunduh


pukul 20.40. pada tanggal 8 Februari 2012.

http://bayubioumm.blogspot.com
Ewusie, J, Yanney.1980. Pengatar Ekologi Tropika. Bandung. ITB Press

Hanum, Chairani. 2009. Ekologi Tanaman. Medan: USU Press

Mauritius Helli dkk. 2009. Ekologi Tumbuhan. Diunduh pukul 20.40. pada
tanggal 8 Februari 2012.

http://dedhydjara.wordpress.com

Symsurizal. 1999. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang: UNP Press

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke


FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Khairani ranoott
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼ 2014 (1)
o ▼ November (1)
 KONSEP POPULASI TUMBUHAN; EKOTIPE,
EKOSPESIES DAN ...

Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai