Babak I
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Al-kisah dari negeri Pasundan, tepatnya daerah Cirebon Jawa barat. Suatu peristiwa yang tak pernah
hilang ditelan masa. Suatu ketika rakyat Cirebon sedang dilanda kemarau yang berkepanjangan.
Seluruh rakyat menjerit surau, menangis darah. Mereka berjalan ke sana kemari, mencari setitik air
yang sangat berarti.
Beberapa rakyat sedang bekerja keras menggali tanah untuk mencari mata air.
Rakyat 1 : Gali ...! Ayo gali terus ...!. sedikit lagi air akan keluar.
Rakyat 2 : Ayo........
Rakyat 4 : Ya Dewata! Tunjukanlah kepada kami, supaya kami mendapatkan air untuk hidup
kami.
Rakyat 5 : Hai Dewa ...! katanya engkau akan mengutus utusan untuk membahagiakan kami.
Tapi mana, mana buktinya. Dewata ! Kau pembohong !
Tiba-tiba lewatlah sesosok manusia gagah, berpakaian jubah dengan membawa ajaran sunah. Dia
adalah Raden Syarif Hidayatullah.
Seluruh rakyat tercengang dibuatnya. Mereka menganggap dia adalah utusan Sang Dewata.
Rakyat 2 : Berhenti...! ayo berhenti...! Hai rupanya Dewata telah mengutus seseorang untuk
membebaskan desa kami.
Rakyat 1 : (menghampiri Syarif) Es, es Selamat datang Kisanat. Benarkah kisanat adalah utusan
Dewata untuk membebaskan kutukan atas desa kami.
Rakyat 3 : Kau dengar...! Dia bukan utusan Dewata, seperti apa yang kalian harapkan. Dan,
tidak mungkin dapat membebaskan desa kita dari kekeringan, hama dan penyakit
yang merusak seluruh tanaman hingga panen gagal.
Rakyat 4 : Berhari-hari kami membongkar tanah ini, mencari sumber mata air, sekedar untuk
membasahi tenggorokan ini.
Syarif : Saya lihat kalian telah berusaha sekuat tenaga. Tapi kalian lupa bahwa kita adalah
manusia yang lemah. Karena itu kita harus berdo’a kepada Allah. Karena Allah
adalah pencipta langit dan bumi beserta segala isinya. Hanya Allah-lah yang pantas
kita sembah.
Rakyat 5 : es, es,Saya tidak kenal apa yang kisanat sebut-sebut itu. Tapi jangan kisanat kira
kami belum melakukannya. Bermacam-macam sesaji dan upacara telah kami
lakukan, tapi mana buktinya.
Syarif : Kalau kalian memohon kepada Allah, Insya Allah keinginan kalian akan terkabul.
Rakyat 1 : Demi kesejahteraan rakyat kami dan sesuai dengan do’a kami kepada Dewata.
“Barang siapa yang dapat mendatangkan air di daerah ini kami akan patuh
kepadanya. Kami akan mengikuti ajaran kisanat, setelah kisanat dapat
membuktikannya”.
(menghadap kiblat sambil berdo’a. Kemudian meletakan tangannya pada salah satu bebatuan)
Rakyat 12345 : Air datang.........., air , Hai air............., air datang............., ha...... ha.....
Alhamdulillahirabbil’alamin do’anya Syarif Hidayatulloh dikabulkan oleh Allah swt. Air memancar
sangat deras, rakyat sangat gembira dan bersuka-ria. Rakyat yang dulunya menyembah Dewata
berbondong-bondong masuk Islam, mengikuti ajakannya Syarif Hidayatulloh.
Babak II
Suatu hari, di sebuah perkampungan ada seorang Ibu yang lari ketakutan akan dibunuh oleh
suaminya karena dianggap berzina. Maka melintaslah Raden Syarif Hidayatulloh.
Suami : Pergi...!
: Sabar kisanat.
Suami : Istri saya serong sampai bunting, kanjeng sunan. Saya malu, saya merasa terhina.
Saya pergi ke daerah berdagang buat dia, buat kesejahteraan keluarga. Dia malah
serong dengan orang lain. Kanjeng sunan, biarlah kubunuh perempuan laknat ini !
Suami : Bohong..., itu perutnya besar adalah bukti serongmu! Mau mungkir...!
Syarif : Baiklah, aku akan mencoba membuktikannya. Ikut aku, silahkan (mempersilahkan
istri untuk terlentang).
Agak sukar untuk membuktikan semuanya ini, kecuali dengan membedah perut
istrimu.
Istri : oh , jangan...!
Suami : Belah saja..., biar kita semua tahu, bahwa benar dalam perut itu ada bayinya.
Syarif : Baiklah.., jangan takut, Allah akan selalu melindungi umatnya yang benar, tidurlah,
dan buka pakaianmu.
Syarif : Perut istrimu besar karena suatu penyakit. Aku akan mencoba menyembuhkannya.
: Bangunlah..!
Syarif : Terima kasihlah pada Allah. Karena semua ini terjadi atas khendak-Nya.
Atas izin Allah, fitnah kepada sang Istri dapat diselesaikan. Dan ingatlah Allah akan selalu melindungi
umatnya yang berbuat benar. Raden Syarif Hidayatullah melanjutkan perjalanannya menuju
Mardhatillah.
Babak III
Di sebuah Padepokan tua, berkumpullah para mu’alaf untuk belajar ajaran Islam. Raden Syarif
Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati tengah mengalirkan ilmunya dengan penuh bijaksana.
Beliau mengajarkan ajaran Islam dengan pendekatan adat istiadat. Sesuai dengan bunyi pepatah
“Negara mawa cara Bumi mawa ciri”.
Syarif : Saudara- saudaraku yang seadat. Manusia adalah makhluk yang lemah, kita tidak
dapat berbuat apa-apa kecuali atas khendak-Nya. Dialah Allah yang menciptakan
langit, bumi, dan segala isinya. Maka dari itu, hanya kepada Allah-lah kita meminta
dan memohon pertolongan.
Dengan kekuatan iman dan taqwa, Raden Syarif Hidayatulloh mampu mengajak rakyatnya untuk
masuk Islam. Sungguh mulia jasa-jasa beliau, berjuang tanpa mengharap harta, wanita serta tahta.
Raden Syarif Hidayatulloh gugur meninggalkan Tauhid demi tercapainya masyarakat yang adil,
makmur dan sejahtera. Beliau bergelar “Sunan Gunung Jati” .
Demikianlah sekilas tentang sunan gunung jati. Segala kesalahan dan kekurangan, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.