10 Buku Ajar Elemen Hingga
10 Buku Ajar Elemen Hingga
ELEMEN HINGGA
DISUSUN OLEH :
I PUTU LAINTARAWAN, ST, MT.
I NYOMAN SUTA WIDNYANA, ST, MT.
I WAYAN ARTANA, ST.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kami panjatkan kehadapan Tuhan yang Maha Esa, atas
rahmatNya, penyusunan Buku Ajar Elemen Hingga dapat diselesaikan. Buku Ajar ini
disusun untuk menunjang proses belajar mengajar mata kuliah Elemen Hingga sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta pada akhirnya tujuan
instruksional umum dari mata kuliah ini dapat dicapai.
Diktat ini bukanlah satu-satunya pegangan mahasiswa untuk mata kuliah ini,
terdapat banyak buku yang bisa digunakan sebagai acuan pustaka. Diharapkan
mahasiswa bisa mendapatkan materi dari sumber lain.
Penulis menyadari bahwa diktat ini masih banyak kelemahan dan
kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran pembaca dan juga rekan sejawat
terutama yang mengasuh mata kuliah ini, sangat kami perlukan untuk kesempurnaan
tulisan ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
ingin menyatakan prinsip-prinsip tersebut dengan besaran u. Hal ini kita capai dengan
memilih pola atau bentuk dari distribusi u tersebut atas sebuah elemen.
Gambar 1.1 Distribusi dari perpindahan “u” temperature T atau fluid head
Didalam memilih bentuk tersebut kita harus mengikuti beberapa aturan,
misalnya salah satu aturan mensyaratkan bahwa suatu massa yang dikenai beban agar
bisa dianalisa tidak boleh mengalami pecah/putus di suatu daerah. Dengan kata lain,
massa itu harus tetap berkesinambungan.
antara elemen-elemen disebut garis nodal (nodal lines) atau bidang nodal (nodal
planes). Kadang-kadang kita perlu menambahkan titik nodal tambahan sepanjang garis
nodal atau bidang nodal. Pertanyaan yang timbul dari pekerjaan diatas adalah : "Berapa
kecil ukuran elemen harus ditentukan ?"
Hal ini tergantung dari macam elemen yang dipakai, yang sebaliknya tergantung
dari karakteristik sistem massanya. Misalnya untuk suatu struktur yang berbentuk
batang maka elemen yang dipakai adalah elemen garis. Untuk massa berbentuk plat
barangkali bentuk elemen yang dipilih adalah segitiga atau segiempat.
Proses diskretisasi ini mencakup prinsip-prinsip :
- pembagian
- kesinambungan (continuity)
- kompatibilitas
- konvergensi
- kesalahan/penyimpangan
Pada umumnya prinsip pembagian dapat diterapkan untuk semua hal. Segala
sesuatu selalu dapat dibagi-bagi menjadi satuan yang lebih kecil.
Tentang prinsip kesinambungan, Aristoteles mengatakan bahwa sebuah massa
yang berkesinambungan terbagi atas elemen-elemen. Misalnya antara dua buah titik
pada suatu garis terdapat titik-titik yang lain, begitu pula ada suatu saat diantara dua saat
yang lain didalam sebuah periode waktu.
Dengan konsep keterbatasan (finiteness), sifat dapat terbagi (divisability) dan
kesinambungan (continuity) memungkinkan kita untuk membagi sesuatu menjadi
komponen, satuan atau unsur yang lebih kecil.
Untuk menjelaskan pirinsip konvergensi, kita ambil contoh pendekatan luas
suatu lingkaran, dengan menggunakan poligon-poligon atau segi banyak. Semakin
banyak sisi poligon yang kita gunakan, semakin teliti pendekatan kita pada luas yang
dicari, atau dengan perkataan lain solusi pendekatan tersebut konvergen mendekati
harga yang sebenarnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.2.
Disini u1, u2, ……,um adalah deformasi yang dicari pada titik-titik nodal dan N1 , N2,
….Nm merupakan fungsi interpolasi. Misalnya. untuk elemen batang dengan dua titik
nodal di ujungnya, kiia dapat mempergunakan u1 dan u2 sebagai besaran yang dicari itu.
Besaran yang tidak diketahui disebut "degree of freedom" atau derajat kebebasan.
Derajat kebebasan dapat didefinisikan sebagal peralihan yang independent yang
dapat terjadi pada suatu titik. Sebagai contoh, untuk problem deformasi satu arah pada
kolom misalnya, hanya ada satu arah kemana titik tersebut bebas beralih, yaitu searah
sumbunya. Maka titik tersebut mempunyai satu derajat kebebasan (one degree of
freedom) .
Perlu dicatat bahwa setelah semua langkah FEM dijalankan, akan diperoleh
solusi dari besaran yang dicari (u) pada semua titik nodal ( u 1, u2, ... um) yang mengikuti
pola, atau pendekatan yang sebelumnya kita anggap memenuhi kondisi, aturan-aturan
dan prinsip yang ada. Harus disadari bahwa solusi tersebut hanya diperoleh pada titik
nodal. Ini merupakan akibat dari proses diskretisasi. Gambar (1.3) menunjukkan solusi
akhir yang tidak perlu sama dengan solusi eksak.
Namun demikian dalam pendekatan ini kita menghendaki hasil yang dihitung
sedekat mungkin dengan solusi eksaknya atau kesalahannya sekecil mungkin.
dimana v deformasi dalam arah y. Untuk kasus aliran cairan dalam satu arah,
hubungannya adalah gradien ix dari fluid head.
dimana adalah fluid head atau potensial dan ix merupakan gradien dari yaitu
perubahan terhadap jaraknya x. Sebagai ilustrasi sederhana, hukum Hooke dapat
dipakai untuk mendefinisikan hubungan tegangan - regangan pada suatu massa yang
masif.
Untuk kasus aliran melalui media berpori maka hukum Darcy kecepatan aliran adalah
dapat dinyatakan :
(discretized body).
Ada beberapa cara untuk menurunkan persamaan elemen. Dua cara yang lazim
dipakai, ialah Cara Energi dan Cara Residual. Dalam Bab ini hanya dibahas mengenai
Cara Energi.
Cara Energi
Cara ini didasarkan pada ide memperoleh kondisi yang konsisten dari suatu
massa atau struktur sehubungan dengan nilai-nilai stationer dari besaran skalar yang
dimiliki oleh massa/struktur yang dibebani itu. Dalam llmu Teknik, besaran ini adalah
suatu ukuran energi atau usaha. Istilah stationer dapat diterapkan pada suatu fungsi F(y)
dalam arti nilai maximum, minimum atau titik baliknya. Dalam kondisi tertentu, dapat
diambil nilai minimum atau maximumnya saja. Untuk mendapatkan nilai stationer ini
dalam matematika kita kenal syarat :
Dalam kasus analisa Stress-Deformasi, fungsi F disini bersifat umum dan sering
dinyatakan oleh salah satu fungsi energi. Misalnya kita dapat mendefinisikan F sebagai
energi potensial dalam sebuah massa yang dibebani, yang untuk selanjutnya energi
potensial ini dinyatakan dengan simbol p.
Energi potensial p adalah jumlah energi regangan dalam (internal strain energy)
U dan potensial dari beban luar Wp, dimana W menunjukkan kerja yang dilakukan oleh
kapasitas beban sebesar p sehingga terjadi deformasi sebesar V, misalnya pada soal
pemendekan kolom akibat beban aksial.
Bila kita menerapkan prinsip energi potensial minimum, pada hakekatnya kita
menurunkan p dan menyamakan turunan tersebut = 0.
Simbol menunjukkan variasi dari energi potensial p, disini kita dapat mengartikan
variasi atau perubahan yang terdiri dari serangkaian turunan partial dari p dan disini
kita gunakan hubungan antara variasi dari potensial akibat beban luar serta kerja yang
dilakukan sebagai
dimana tanda negatif timbul karena potensial dari beban luar menurun setelah kerja
dilakukan. Dalam kesetimbangan pada kondisi elastis, nilai p adalah minimum.
Karena p = p (u1, u2, ……..un)
dimana : u1, u2, .........un merupakan besaran yang dicari maka penurunan = 0,
mengakibatkan :
dimana :
[K] matrix penggabungan (assemblage property matrix)
{r} vektor penggabungan darl besaran yang dicari (assemblage
vector of nodal unknowns)
{R} vektor penggabungan dari beban luar (assemblage of nodal
forcing parameter)
Syarat batas adalah kandisi fisik yang membatasi struktur sehingga sistem
tersebut dapat berdiri dalam suatu ruang (space) secara unik.
Macarn-macam syarat batas:
1. Syarat batas paksa atau syarat batas geometri (forced or geometric boundary
condition) ialah syarat batas yang dinyatakan oleh besarnya peralihan. Contoh: balok
diatas 2 perletakan tetap, mempunyai syarat batas di kedua titik ujungnya; yaitu
peralihannya = 0.
2. Natural boundary condition, terjadi bila turunan kedua dari peralihan = 0.
Misalnya balok pada dua tumpuan maka di titik tumpuan momennya = 0. (Moemen =
turunan kedua dari peralihar).
Untuk menunjukkan syarat batas dalam pendekatan FEM biasanya perlu
BAB II
MACAM-MACAM ELEMEN
Gambar 2.1 Portal satu dimensi pada portal kaku dan rangka batang rata
b) Elemen balok, digunakan bila elemen berbentuk balok dengan 3 translasi dan 3 rotasi
pada tiap titik nodalnya.
Titik (1) dan (2) yang merupakan titik hubung dua/lebih elemen disebut Titik nodal luar.
Karena geometri, beban dan bahan tidak tergantung pada maka diferensiasi terhadap
sama dengan nol (ini berlaku untuk beban yang juga aksial simetris).
Macam-macam bentuk elemen jumlah titik nodal dan derajat kebebasan tiap
elemen dalam bentuk tabel.
BAB III
PERSAMAAN DASAR PADA TEORI ELASTIS
3.1 Pendahuluan
Pada Bab ini akan dibahas masalah distribusi peralihan & tegangan yang banyak
dipakai pada rnasalah-masalah struktur.
Pada penentuan masalah distribusi peralihan dan tegangan, baik statis maupun
dinamis pada suatu struktur secara analitis akibat beban luar dan suhu, harus dipakai
solusi yang berdasarkan persamaan dasar dari teori elastisitas, yang rnemenuhi
syarat-syarat batas gaya dan atau peralihan. Persamaan-persamaan itu adalah sebagai
berikut.
6 buah persamaan regangan - peralihan
6 buah persamaan tegangan - regangan
Regangan dapat dinyatakan sebagai turunan parsial dari peralihan ux, uy, dan uz .
Untuk deformasi yang kecil, relasi regangan - peralihan linier. Kornponen regangan
adalah sebagai berikut:
(3.2)
Penjelasan dari notasi diatas dapat dilihat pada gambar (3.1). Terlihat bahwa suatu
elemen akan mengalaml dua deformasi geometrik dasar yaitu perubahan panjang dan
perubahan sudut. Perubahan panjang dari AB adalah:
Bila regangan geser exy didefinisikan sebagai total deformasi sudut atau jumlah 1 dan 2
maka :
yang terjadi akan seragam (uniform) tanpa distorsi sudut. Regangan termal pada elemen
bebas (unrestrained element) adalah
Diambil suatu badan isotropis elastis yang terdiri atas elemen-elemen kubus kecil
dengan ukuran yang sama yang membentuk badan yang berkesinambungan (continuous
body). Bila suhu pada badan itu meningkat merata, dan tak ada halangan luar pada
tepi-tepinya, maka tiap elemen akan memuai secara bebas dan sama ke semua arah, dan
tetap membentuk "continuous body".
Tetapi bila suhu tidak meningkat secara merata, besar pemuaian tidak sama
untuk tiap elemen, sebanding dengan suhu masing-masing. Elemen yang memuai tidak
lagi membentuk "continuous body". Akibatnya regangan elastis harus ada. sehingga tiap
elemen akan menahan distorsi dari elemen tetangganya, sehingga tercapai kontinuitas
peralihan dari bagian yang distorsi itu. Jadi jumlah regangan pada badan yang terkena
panas akan terdiri atas 2 bagian : 1) regangan termal eTij akibat suhu yang merata, 2)
regangan elastis eij yang diperlukan untuk menjaga kontinuitas peralihan akibat
distribusi suhu yang tidak merata.
Bila pada saat yang sama, badan juga menerima boban-beban luar, maka eij akan
meliputi regangan yang timbuf akibat beban-beban itu. Harga eij pada bab sebelumnya
didapat dari jumlah peralihan akibat suatu sistem pembebanan dan distribusi suhu, jadi
merupakan regangan total yang dapat dinyatakan dalam regangan elastis e ij dan
regangan termal eTij.
Regangan elastis eij berhubungan dengan tegangan menurut hukum Hooke untuk
elastisitas isothermal linier.
Persamaan di atas menyatakan hukum Hooke secara umurn untuk tiga dimensi pada
efek suhu. Persamaan ini dapat diubah untuk mencari harga tegangan:
Jadi regangan normal ezz tergantung secara linier pada regangan exx dan eyy dan
karenanya tidak dimasukkan dalam persamaan matrix.
Regangan bidang didasarkan pada asumsi
dimana z menyatakan arah memanjang struktur elastis dengan penampang yang tetap
yang menerima beban merata. Dengan asumsi di atas, dihasilkan:
Jadi tegangan normal zz pada keadaan regangan bidang tergantung secara linier pada
xx dan yy. Karenanya zz tidak dimasukkan dalam matrix persamaan tegangan -
regangan. Persamaan matrix untuk regangan menjadi :
parsial :
dimana Xx , Xy dan Xz adalah "body forces" pada arah X, Y dan Z. Persamaan diatas
harus dipenuhi pada semua titik pada body. Tegangan ij, berubah sepanjang body, dan
pada permukaannya harus dalam keadaan seimbang dengan gaya luar yang bekeria pada
permukaan. Bila komponen dari gaya, permukaan pada arah ke i dinotasikan dengan i,
maka karena adanya keseimbangan pada permukaan akan menghasilkan persamaan
berikut :
Tiga persamaan pertama diatas menyatakan kondisi dimana jumlah semuua gaya yang
bekerja pada arah X, Y dan Z harus sama dengan nol. Dan tiga persamaan berikutnya
menyatakan kondisi momen nol terhadap sumbu-sumbu X, Y dan Z.
Untuk masalah tegangan bidang dua dimensi, ke enam persamaan itu direduksi
sehingga tinggal satu persamaan :
BAB IV
KONSEP DASAR PERSAMAAN METODA KEKAKUAN
dimana :
[p] = matrix fungsi xi, yj, zk
Maka :
Kemudian {V} dinyatakan dalam fungsi dari peralihan titik nodal elemen {ue}.
dimana indeks T menunjukkan kedudukan transpose dan n adalah jumlah titik nodal
elemen. Persamaan (4.6) memenuhi fungsi peralihan, maka dapat dinyatakan
hubungannya dengan {a} :
Dimana :
[N] = matrix dari fungsi bentuk (shape function)
Elemen-elemen dari {ue} disebut derajat kebebasan kinematis / DOF
4.2 Hubungan Antara Regangan {K} dan Derajat Kebebasan Kinematik {Ue}
{}adalah matrix kolom untuk regangan dan perubahan sudut.
yang diturunkan dari anallsa elastis sebagai turunan pertama dari peralihan.
Polinorn (4.1),dan (4.2) dapat dideferensier, atau persamaan (4.3), untuk kemudian
dipakai persamaan (4.7), sehingga hubungan antara {} dan {ue} yang diinginkan dapat
dicari. Dapat juga persamaan (4.9) yang langsung dideferensier, sehingga didapat:
dimana Fexi = Gaya yang bertitik tangkap pada titik nodal i dari suatu elemen e
menurut arah positif dari sumbu X.
Gaya titik nodal didefinisikan sebagai energi ekivalen dengan tegangan-tegangan yang
ada didalam elemen.
Dapat dimengerti bahwa gaya titik nodal di tempat tegangan-tegangan suatu
elemen memancar keluar bidangnya, dan didefinisikan sebagai bagian dari tegangan
{} yang bertitik tangkap di titik-titik dari bidang elemen.
Dari definisi itu didapat :
dimana
[S] biasanya matrix bujursangkar yang menyatakan besaran geometris dari
elemen.
Dengan mengeliminasi (a) dari persamaan (4.18) dan persamaan (4.16), didapat :
atau :
atau :
dimana diasumsilcan bahwa perilaku struktur adalah elastis linier seperti bahannya.
Ruas ke satu diambil tidak tergantung pada pembebanan dan ruas ke dua dari persamaan
(4.23) menunjukkan bahwa semua gaya bekerja simultan. Berdasarkan linieritas
perilaku struktur dapat dinyatakan :
dimana [ke] merupakan matrix konstanta yang bujursangkar yang disebut kekakuan.
Dari hukum timbal-balik Maxwell,maka untuk [ke] yang simetris, didapat:
Dari persamaan (4.16) , (4.23) , (4.24) kemudian dengan memperhatikan [D] dari
persamaan (4.15) dan [ke] dari persamaan (4.25) dan kemudian dengan {ue} dikeluarkan
dari tanda integrasi, didapat:
Kedua suku adalah bi-kwadratis dalam {ue}. Turunan terhadap {ue} menghasilkan :
Variasi dari usaha dalam U sama dengan variasi usaha luar Eu.
{}T diganti dengan apa yang dinyatakan dalam persamaan (4.29), dan oleh persamaan
(4.16), maka persamaan, (4.32) menjadi:
dimana harga [ke] seperti yang dinyatakan dalam persamaan (4.28) terlihat lagi.
Perlu diperhatikan bahwa selama terjadi peralihan virtuil, tegangan {} dan gaya-gaya
luar {Fe} tetap konstan. Terlihat bahwa sebetulnya adalah integrasi dari harga diferensial
{}T {} atau {}T {} , sedangkan Wp dari [re]T{ue}.
BAB V
ELEMEN SATU DIMENSI
6.1 Pendahuluan
Akan kita tinjau persoalan satu dimensi untuk dapat menjelaskan detail dari
langkah-langkah FEM seperti yang telah dijelaskan dalam bab I serta bab-bab yang lain,
sehingga konsepnya dapat dimengerti. Cara penjelasan rinci adalah dengan
menggunakan cara manual.
Sekarang kita bagi-bagi kolom menjadi beberapa bagian kecil yang disebut elemen.
Hingga. Perpotongan dari elemen-elernen disebut titik nodal.
Pada tahap ini perlu dijelaskan sistem koordinat lokal atau sistem koordinat
elemen. Banyak keuntungan yang akan didapat dengan menggunakan sistem koordinat
lokal ini terutama untuk menurunkan persamaan elemen. Khususnya pada persoalan 2
atau 3 dimensi, pekerjaan penurunan atau integrasi yang diperlukan menjadi sangat
sederhana. Dengan menggunakan sistem koodinat lokal ini mempermudah formulasi
persamaan elemen.
Pemilihan ini tergantung keadaan masalahnya dan kemudahan pengukuran. Ide dari
penggunaan sistem koordinat lokal adalah sama dengan keperluan diatas.
Pada gambar 5.2.b dan gambar 5.2.c kita akan menggunakan sistem koordinat
lokal untuk suatu elemen batang pada kolom tersebut. Koordinat global diukur dari
dasar kolom. Perhatikan bahwa, titik I adalah analog dengan titik B, dan titik dasarnya
analog dengan titik A. Bila koordinat lokalnya disebut Y maka koordinat global dari
setiap titik pada elemen dapat dinyatakan:
Sering untuk mudahnya koordinat ini dibuat tak berdimensi. Prosedur ini adalah untuk
memudahkan integrasi dan differensiasi pada perhitungan berikutnya. Untuk
menondimensionalkan koordinat ini, kita bagi Y dengan panjang elemen:
Harga L dengan demikian akan bervariasi dari -1 di titik 1, 0 di titik 3 dan 1 di titik 2.
Hal penting dari koordinat lokal ini ialah bahwa ia ditulis dalam bentuk tak berdimensi
yang harganya hanya bervariasi dari 0 sampai 1 atau dari -1 sampai 1. Keadaan ini
memudahkan pekerjaan integrasi.
Langkah 2 Memilih Modfl Atau Fungsi Pendekatan dari Besaran Yang Dicari
(Peralihan)
Karena sulit menentukan closed form atau solusi eksak, pada tahap ini kita harus
menggunakan pendekatan fungsi matematis secara apriori untuk menyatakan bentuk,
deformasi sistem akibat pembebanan. Dalam memilih fungsi ini, kita harus mengikuti
hukum-hukum, prinsip-prinsip dan syarat batas yang terkandung dalam masalah ini.
Fungsi yang umum digunakan adalah fungsi polinom. Pada tahap awal dari
FEM, fungsi polinom yang dipergunakan dinyatakan dalam generalized coordinate
tetapi saat ini dalam banyak masalah FEM, digunakan fungsi interpolasi.
Fungsi polinom yang sederhana, yang dapat kita gunakan untuk memberikan
variasi peralihan titik secara linier ialah
atau
Dimana:
1, 2 = koordinat umum (generalized coordinate)
y = koordinat di suatu titik pada elemen
v = peralihan di titik nodal dalam arah y
Catatan : Karena disini yang ditinjau hanyalah peralihan dalam arah sumbu y, maka,
matrix peralihan {ue}dapat dinyatakan dengan v saja.
Maka :
yang menunjukkan bahwa merupakan fungsi dari y1, y2, v1 dan v2. Perhatikan bahwa
harga-barga berkaitan dengan harga-harga v1 dan v2 tapi bukan fungsi eksplisit dari
peralihan-peralihan titik itu. Maka :
disini timbul pengertian model fungsi interpolasi. Dalam persamaan ini N 1 dan N2
disebut fungsi interpolasi atau fungsi bentuk atau fungsi dasar. Peralihan v di sembarang
titik pada elemen dinyatakan dengan :
N1 disebut matrix interpolasi atau matrix bentuk. Sifat dari fungsi interpolasi adalah
bahwa jumlahnya = 1. Jadi N1 + N2 = 1
Fungsi Interpolasi
Karena tujuan kita dalam analisa FEM adalah mencari peralihan titik-titik nodal
v1 dan v2, kita dapat memanfaatkan model pendekatan dengan fungsi interpolasi. Dalam
persamaan diatas, {v} dinyatakan langsung peralihan titik nodal (v 1 dan v2). Begitu pula
penggunaan fungsi interpolasi mempermudah kita melakukan differensiasi dan integrasi
yang diperlukan dalam perumusan finite elements.
Suatu fungsi interpolasi mempunyai harga = 1 untuk derajat kebebasan yang
berhungan dengannya dan berharga = 0 untuk semua derajat kebebasan yang lain.
Gambar 5.3c dan gambar 5.3d menunjukkan harga N1 dan N2 sepanjang elemen, fungsi
N1 bertalian dengan titik 1 dan fungsi N2 bertalian dengan titik 2.
Harga v dapat pula dinyatakan dengan :
dimana yn merupakan vektor dari koordinat titik nodal. Bandingkan dengan persamaan
yang menyatakan peralihan v di suatu titik:
Perumusan elemen disini adalah untuk koordinat dan peralihannya. Elemen ini disebut
elemen isoparametrik.
Untuk problem 2 dimensi maka dimensi matrix B akan menjadi lebih besar.
[C] = matrix tegangan-regangan (untuk problem 1 dimensi, hanya berisi satu besaran
skalar).
M = banyaknya titik nodal pada elemen dimana ada gaya Pi, disini M = 2
Harga Pil merupakan kontribusi dari harga gaya luar yang bekerja pada sistem pada
elemen yang bersangkutan. Untuk problem diatas, dapat kita anggap bahwa harga A
adalah konstan, sehingga persamaan tersebut dapat disederhanakan :
Catatan.
1) Persamaan diatas merupakan persamaan kwadrat dalam v1 dan v2.
2) Dalam notasi matrix, transpose matrix diperlukan agar perkalian matrix
dimana :
[K] matrix kekakuan dari elemen dan dengan pendekatan linier,
matrix ini identik dengan matrix dari koefisien pengaruh
kekakuan didalam analisa struktur dengan matrix.
{q} vektor beban pada elemen, terdiri dari berat sendiri (body
force), gaya-gaya pada permukaan (surface traction) dan
gaya-gaya di titik sambungan (joint load)
Dalam pembicaraan dimuka, persamaan elemen diturunkan dengan mudah
karena hanya ada 2 buah variabel v1 dan v2. Dalam persoalan yang lebih komplex,
variabelnya akan semakin banyak dan umumnya hasil perhitungan ditulis langsung
dalam persamaan matrix. Misalnya dari persamaan diatas :
Tugas utama dalam finite elemen dapat dianggap penurunan dari persamaan elemen.
Langkah-langkah berikutnya terdiri dari penggabungan, dan penggunaan dari solusi
persamaan linier secara aljabar.
sebuah elemen perlu ditegaskan bahwa kesetimbangan dari seluruh struktur lebih perlu
mendapatkan perhatian. Konsekwensinya, kita dapat memandang energi potensial dari
totalitas struktur dan bisa diperoleh juga nilai stationernya. Prosedur penggabungan
persamaan-persamaan elemen dapat juga diinterpretasikan melalui proses minimalisir
energi potensial secara total. Sebagai contoh, kolom yang kita miliki dapat dibagi atas 3
elemen dengan 4 titik nodal.
I
dimana :
[K] = matrix kekakuan gabungan
{r}T = {v1 v2 v3 v4} = vektor peralihan titik nodal gabungan
[R] = vektor beban gabungan
Pada gambar 5.7 terlihat sebagian balok yang terletak antara titik 1 dan 2 sepanjang l,
dan teletak pada bidang X - Z. Diasurnsikan bahwa A adalah luas penampang dan I
momen inersianya. Tiap titik pada balok akan beralih tempat akibat pembebanan. Vektor
peralihan pada keadaan bidang akan mempunyai dua komponen u dan w menurut arah
sumbu X dan Z.
v
u
(5.24)
v
Ternyata bahwa peralihan u tidak tergantung kepada peralihan w. Bila hanya lendutan
yang diperhatikan, maka peralihannya menjadi :
Jadi baris kesatu dan baris kedua serta kolom kesatu dan kolom kedua dapat
dihapuskan. Persamaan menjadi
Untuk memecahkan persoalan ini dipakai prinsip kerja virtuil. Dikerjakan perpindahan
virtuil W yang selaras dengan syarat-syarat batasnya. Didapat kerja virtuil luar sebagai
berikut:
dimana:
ue adalah perpindahan virtuil
ue adalah perpindahan yang akan dicari
Jadi harga yang didapat 20% lebih kecil dari lendutan sebenarnya. Kesalahan ini
disebabkan hal-hal sebagai berikut :
Lendutan W diatas didapat dari persamaan : {W} = [N] – {ue}
dimana [N] mengandung elemen-elemen yang merupakan fungsi x pangkat 3, atau
dengan perkataan lain, W didapat dari polinom berderajat 3. Sedangkan lendutan dari
perhitungan teoritis/eksak, didapat dari sebuah polinom berderajat 4.
Pada penjabaran pekerjaan luar maupun pekerjaan dalam, dipakai W sebagai
fungsi x derajat 3. Dengan demikian, pemilihan polinom derajat rendah pada metoda
elemen hingga menyebabkan energi tidak dihitung dengan benar. Hasil yang didapat
adalah perpindahan yang lebih kecil dari seharusnya. Kesalahan ini juga dapat dikurangi
dengan membagi balok menjadi elemen-elernen yang lebih kecil. Elemen balok hanya
dapat memberikan hasil bila pembebanan ada di titik-titik nodal harus
ditransformasikan dulu menjadi beban titik nodal.
dimana :
kx = sifat material yang menjadi medium aliran
= koefisien permeabilitas untuk aliran pada media berpori
= kanduktivitas panas untuk aliran panas
e = potensial, dapat berupa (fluid) head atau temperatur tergantung persoalannya.
Penyelesaian
Persamaan elemen yang diperoleh, misalnya untuk elemen 1,
Hasil perbitungan FEM disini memberiken angka yang sama dengan solusi eksaknya
Hal ini karena sifat material dan luas penampang pipanya serba sama dan hokum Darcy
adalah linier. Bila tidak demikian luas penampangnya tidak serba sama, dan sifat
material yang dilalui aliran non-linier maka distribusi dari dan v juga tidak linier.
Kasus uncoupled
Sebagai ilustrasi, anggaplah pengaruh dari perubahan temperature yang
diketahui besarnyaT memberikan regangan yang diketahui pula (hat gambar 5.13)
Perhatikan suku-suku yang berkaitan dengan gaya-gaya luar adalah sama dengan
penurunan sebelumnya. Suku pertama yang berkaitan dengan energi regangan dapat
ditulis 3:
Suku terakhir akan lenyap sebab sebagai konstanta tidak akan memberikan harga
apa-apa bila dideferensialkan. Jadi satu-satunya suku baru yang muncul adalah suku
kedua.
Disini U2 adalah bagian dari energi regangan yang dihasilkan dari sedang U1
adalah energi regangan yang dihasilkan akibat beban luar. Pada penurunan / diferensiasi
P terhadap v1 dan v2 diperoleh :
{Qo} disebut additional, correction, initial atau "residual" load vector. Jadi regangan
yang besarnya diketahui ini akibat perubahan temperatur, seolah-olah menjadi tambahan
beban yang disuperposisikan pada beban luar {Q}.
Konsep initial load vector ini akan menjadi jelas dengan contoh sebagai berikut :
Pada gambar 5.13, akan dicari persamaan elemen untuk memasukkan pengaruh
dari perubahan temperatur sebesar 1000C.
y0 = ’ . T = 0,0000065 X 100
= 0.00065 cm/cm
Regangan tersebut sama dengan jumlah regangan akibat bebau luar y = -0,0005 dan
akibat pengaruh panas y0 = 0,00065
Dimana:
T* : temperatur atau tekanan air
: termal diffusivity = K/C
K : konduktivitas panas
: berat isi
C : spesifik heat
x : koordinat
t : waktu
Catatan :
Untuk "time dependent problem", syarat batas tambahan berupa kondisi awal
sebagai keadaan mula-mula dari persoalan tersebut yang diketahui. Sedang
untuk bab 3 dan 4 yang berupa persoalan statis atau "time independent
problem", maka syarat batas itu tidak diperlukan.
Akan dijelaskan dulu langkah-langkah pada problem panas kemudian aplikasinya pada
konsolidasi.
Dimana Tn [T1 T2 ] dan dot diatas menunjukkan turunan sehubungan dengan saat
T
Sekarang turunkan terhadap T1 dan T2. Perbedaan penting yang perlu dicatat disini
dibandingkan dengan pembicaraan pada bab 3 dan bab 4, terletak pada variasinya.
Disini terdapat penurunan terhadap waktu T1 dan T2 . Pada penurunan terhadap T1
Dalam hal media yang berlapis-lapis maka formulasi berdasarkan cara di atas akan
menghasilkan persamaan elemen:
T
pendekatan pada turunan kontinu .
t
Untuk kedua titik nodal pada elemen
Untuk suatu saat t , suku di ruas kanan biasanya diketahui, {Q(t+t)} dari fungsi gaya
(forcing function) dan suku kedua dari harga T pada saat sebelumnya. Karena kondisi:
awal diberikan, maka harga T mula-mula diketahui pada tiap titik saat t = 0. Jadi
persamaan dapat kita selesaikan juga untuk T = 0 + t karena T sebelumnya diketahui.
BAB VI
ELEMEN DUA DIMEN81
Elemen batang hanya dapat menerima gaya aksial dan disebut elemen satu
dimensi. Peralihan u dari sesuatu titik sebarang dengan koordinat x dari batang, hanya
tergantung pada peralihan u1 dan u2, dari ujung-ujung batang. Peralihan u1 disebabkan
oleh gaya F1, dan peralihan u2 disebabkan oleh gaya F2.
Diasumsikan bahwa peralihan u dari titik-titik yang terletak antara 1 dan 2
merupakan fungsi dari X. Karena disini hanya ada 2 parameter, u1 dan u2 maka dipilih
polinomial berderajat 1, sebagai berikut :
a1 dan a2 dapat dinyatakan sebagai fungsi dari u1 dan u2 dengan menuliskan persamaan
(6.1) untuk titik 1 dan 2.
Bila sumbu elemen batang tidak sama dengan sumbu X, maka perlu ditransformasikan.
Dimisalkan adalah sudut antara elemen batang dengan sumbu X.
Persamaan (6.9) berarti sesuai dengan sumbu lokal X'Y' dari batang. Resultante
kedua gaya mempunyai arah aksial, komponen gaya arah sumbu Y' adalah nol.
Persamaan (6.9) menjadi:
Fe = [K’e] u’e (6.10)
Elemen segitiga
Titik sudut diambil sebagai titik nodal. Jadi hanya ada satu elemen dengan 3
titik nodal, serta termasuk tegangan bidang. Diasumsikan t = t (x,y ) merupakan tebal
elemen. Biasanya t dianggap tetap, bila tebal elemen adalah kecil, tetapi ini bukan suatu
keharusan. Bahan dari elemen dapat diambil sebarang. Hubungan antara tegangan dan
regangan dinyatakan oleh matrix bahan [D]. Perilalu elemen, dengan perkataan lain
daerah peralihan sesuatu titik sebarang, dinyatakan sebagai fungsi dari enam peralihan
titik nodal, yaitu u1, v1, u2, v2, u3, v3,
Pada gambar terlihat arah putaran penomoran yang akan mempengaruhi su-
ku-suku matrix kekakuan. Arah putaran ini tidak tergantung pada penomoran titik sudut
pada gambar struktur. Sebagai fungsi polinomial dipilih :
Setelah d;inverskan akan didapat parameter u1, u2, u3, yang kemudian dimasukkan
persamaan (6.17)
dimana :
Catatan : Untuk gaya nodal dipakai penomoran lokal. Untuk peralihan dipakai
penomoran global.
Matrix kekakuan struktur sudah dapat disusun. Struktur mempunyai 3 titik nodal dan
ada 2 derajat kebebasan pada tiap titik nodal, sehingga total ada 6 derajat kebebasan.
Berarti matrix 6 x 6, seperti pada persamaan (6.34).
Gaya-gaya aksial pada ketiga elemen batang dihitung dari persamaan (6-30), (6.3 1) dan
(6.32) dengan menghilangkan kolom-kolom di mana peralihan sama dengan nol ialah
u1, v1, dan v2.
Kemudian dengan persamaan (6.28) dan (6.29) dapat dihitung tegangan tegangan pada
elemen bidang.
Sedangkan pada lenturan pelat, tiap titik nodal akan mempunyai tiga derajat
kebebasan, lendutan tegak lurus bidang pelat dan dua putaran sudut keluar bidang pelat.
Selanjutnya akan dibahas, keadaan bidang elemen segiernpat. Medan peralihan untuk
sesuatu titik (x,y) pada elemen ini adalah :
dimana [D] adalah matrix bahan yang berbeda untuk tegangan bidang dan regangan
bidang.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 100
Elemen Hingga
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 101
Elemen Hingga
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hindu Indonesia 102