Anda di halaman 1dari 54

TUGAS 1

PENGUJIAN & EVALUASI TEKSTIL 3

PAKAIAN SAFETY (WEARPACK) DENGAN LABEL OEKO-TEX


STANDARD 100
(diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pengujian & Evaluasi Tekstil 3)

Disusun Oleh:

Nama : Novia Nurfajrianty


NPM : 16020089
Grup : 2K3
Dosen : Nyi Mas Susyami Hitariyat, S.Teks. M.Si

POLITEKNIK STTT BANDUNG


2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas ini tentang pakaian safety
(wearpack) dengan label oeko-tex standard 100
Paper ini telah penulis telah dengan maksimal menyusun dan mendapatkan bantuan dari
berbagai media dan pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan paper ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan bak
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu penulis menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapa memperbaiki paper ini.
Akhir kata penulis berhadap semoga paper ini dapat memberikan manfaat terhadap
pembaca.

Bandung, April 2018


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Setiap industri misalnya pada industri tekstil, otomotif, ataupun perusahaan listrik dan lain
sebagainya memiliki potensi akan terjadinya bahaya dan kecelakaan kerja. Namun demikian
peraturan telah meminta agar setiap industri mengantisipasi dan meminimalkan bahaya yang
dapat menimbulkan kecelakaan atau terancamnya keselamatan seseorang baik yang ada dalam
industri itu sendiri ataupun bagi masyarakat di sekitar industri. Kecelakaan saat bekerja
terkadang sulit untuk dihindari. Pemicu utamanya adalah kurangnya kesadaran pekerja untuk
mematuhi prosedur yang berlaku ditempat kerja. Serta beberapa perlengkapan yang belum
memenuhi standar keselamatan kerja. Oleh karena itu, alat pelindung diri (APD) sangat
diperlukan untuk menjamin keselamatan kerja. Baju keselamatan kerja termasuk dalam alat
pelindung diri yang dimasukkan dalam kategori wajib dalam bekerja. Baju keselamatan kerja
atau pakaian safety (safety wear) lebih dikenal masyarakat sebagai wearpack.
Wearpack dibuat dengan penyempurnaan khusus demi terciptanya perlindungan seperti
penyempurnaan anti api, anti air, anti minyak dan lain-lain. Sehingga dibutuhkan zat-zat khusus
pada penyempurnaan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan, apakah zat tersebut
dapat berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan atau tidak. Maka agar tidak menimbulkan
perpecahan dalam menyimpulkan bahwa produk tersebut aman atau tidak, dilakukan proses
standarisasi atau sertifikasi baik secara nasional maupun internasional.
Oeko-tex standard 100 merupakan standar pengujian badan independen terhadap barang-
barang tekstil. Oeko-Tex Standard 100 merupakan sistem pengujian dan sertifikasi yang sama
di seluruh dunia. Pengujian ini dilakukan agar dapat memastikan konsumen yang menggunakan
produk tekstil aman dari zat kimia yang berbahaya antara lain seperti: Alkylphenols, phthalates,
bromida, zat warna azo, senyawa organotin, logam berat dan masih banyak yang ditemukan
pada kain yang kita pakai sehari-hari.

1.2 TUJUAN
Untuk mengetahui bagaimana cara mendapatkan sertifikat Oeko-Tex standard 100 dengan
berdasarkan pengujian yang telah ditentukan, sehingga dapat mengetahui pengujian-pengujian
apa saja yang dilakukan pada pakaian safety atau wearpack.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 WEARPACK
Wearpack merupakan pakaian keselamatan kerja yang wajib dipakai pada beberapa bidang
pekerjaan, misalnya pada industri tekstil. Kecelakaan saat bekerja terkadang sulit untuk
dihindari. Pemicu utamanya adalah kurangnya kesadaran pekerja untuk mematuhi prosedur
yang berlaku ditempat kerja. Serta beberapa perlengkapan yang belum memenuhi standar
keselamatan kerja. Oleh karena itu, alat pelindung diri (APD) sangat diperlukan untuk
menjamin keselamatan kerja. Baju keselamatan kerja termasuk dalam alat pelindung diri yang
dimasukkan dalam kategori wajib dalam bekerja. Baju keselamatan kerja atau pakaian safety
(safety wear) lebih dikenal masyarakat sebagai wearpack.
Wearpack wajib digunakan pada pekerja yang memiliki profesi khusus yang tingkat
kesulitannya tinggi dan membutuhkan pengamanan khusus.

Fungsi Wearpack
Fungsi wearpack pada umumnya adalah untuk melindungi tubuh dari hal yang dapat
membahayakan atau mengakibatkan kecelakaan saat bekerja. Tingkat perlindungan yang
diberikan pun beragam sesuai dengan kebutuhan.
Selain berfungsi sebagai alat pelindung, pakaian keselamatan kerja juga mempunyai fungsi
lain yaitu sebagai identitas. Fungsi identitas bertujuan untuk menyeragamkan pekerja dan
menunjukkan identitas jabatan. Misalkan pakaian kerja dengan warna berbeda antara pekerja
las dengan pekerja elektrik. Dengan adanya identitas ini, maka divisi pekerjaan seseorang akan
dapat dibedakan. Untuk lebih memudahkan lagi. Pakaian kerja biasanya diberikan penambahan
bordir seperti logo perusahaan atau bordir tulisan pada bagian – bagian tertentu. Sehingga dapat
menunjukkan identitas sebuah perusahaan dan divisi pekerjaan.

Jenis Wearpack Berdasarkan Fungsi


Berdasarkan kegunaan atau fungsinya, wearpack dibagi menjadi wearpack safety dan
wearpack biasa. Keduanya mempunyai fungsi yang sama sebagai alat pelindung diri. Namun,
prioritas perlindungannya berbeda.
Wearpack safety adalah pakaian keselamatan yang dirancang dengan design khusus, bahan
khusus seperti bahan anti api dan umumnya dilengkapi dengan bahan reflective ( scothlite ),
yang digunakan untuk pekerja yang membutuhkan prioritas tingkat perlindungan tinggi.
Sedangkan wearpack biasa dipakai untuk bidang pekerjaan yang membutuhkan tingkat
perlindungan sedang.

Bahan Pembuatan Wearpack


Pemilihan bahan kain khusus seperti anti api (flame retandant), anti air (water repellent) dan
lain – lain. Menjadikan fungsi wearpack safety atau safety overall menjadi lebih sempurna
sebagai pakaian pelindung. Karenanya sebisa mungkin baju keselamatan kerja harus dibuat
dengan bahan sesuai kebutuhan pemakainya. Serta nyaman walaupun dipakai kerja seharian
penuh. Jika pekerja bekerja dengan suasana redup cahaya atau malam hari. Penambahan
reflektor atau scotlite pada baju keselamatan kerja sangat dianjurkan. Reflektor / scotlite dapat
memantulkan cahaya yang diterima secara maksimal. Sehingga objek tetap terlihat, walaupun
dalam keadaan rendah cahaya. Jenis reflektor atau scotlte akan menentukan daya pantul
maksimal dan ketahanan pemakaian (lamanya penggunaan).

Model – Model Wearpack


1. Pakaian safety yang menyerupai jumpsuit dan berukuran longgar agar lebih leluasa.
2. Wearpack memiliki banyak saku di kiri – kanan baik dibagian atas maupun dibagian celana.
3. Pakaian keselamatan yang bagian depannya menggunakan resleting dan ada yang
menggunakan kancing.
4. Baju keselamatan yang khas dan memiliki banyak saku. Dibuat agar pemakainya mudah
menjangkau alat – alat dan keperluan lainnya untuk meningkatkan efisiensi kerja.

Penggunaan Wearpack Yang Aman


Berikut adalah beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam penggunaan pakaian
keselamatan kerja :
1. Pemilihan bahan pakaian keselamatan, harus memperhitungkan kemungkinan bahaya
yang akan dialami pekerja.
2. Pakaian keselamatan kerja harus sesuai dengan ukuran dan tidak menghalangi kerja. Agar
gerakan anda lebih fleksibel.
3. Jangan memakai pakaian yang longgar atau dasi. Terutama saat mendekati mesin yang
berjalan.
4. Bagi anda yang bekerja diarea yang rawan meledak. Hindari pakaian kerja yang mudah
terbakar.
5. Gunakan baju dengan panjang lengan yang sesuai dengan pekerjaan.
6. Jangan memasukkan benda tajam, runcing, dan bahan mudah terbakar kedalam kantong
pakaian kerja.
7. Tenaga kerja yang menghadapi debu yang mudah terbakar. Dilarang menggunakan
pakaian kerja yang memiliki kantung.

Kelebihan dan Kekurangan Wearpack :


· Kelebihan :
Lebih nyaman dalam bekerja.
Dapat melindungi badan dari percikan benda-benda logam
· Kekurangan :
Terkadang pakaian kerja yang terbuat dari kain yang bahannya kurang bagus dapat membuat
pekerja tidak nyaman ketika memakainya.

2.2 PROSES PEMBUATAN


2.2.1 Bahan (Jenis Serat yang digunakan)
Bahan yang digunakan merupakan kain japan drill.
Kain japan drill adalah jenis kain drill yang memiliki serat besar dengan komosisi bahan
cotton lebih banyak dengan poliester yang lebih sedikit sehingga lebih nyaman dipakai. Jenis
kain japan drill memiliki karakteristik lebih kuat dan tebal dibandingkan jenis kain drill lainnya.
Jenis bahan japan drill merupakan kain yang paling populer.

2.2.1.1 Serat Kapas


Serat kapas merupakan salah satu bahan tekstil yang berasal dari serat alam, yaitu serat
biji tanaman Gossypium yang tumbuh di daerah lembab dan banyak disinari matahari.
Tanaman Gossypium termasuk keluarga Malvaceae. Pertumbuhan tanaman kapas sangat
bergantung pada tempat tumbuhnya. Tanaman ini tumbuh di daerah yang beriklim subtropis
seperti Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Komposisi serat kapas tergantung
pada jenis tanaman dan derajat kesadahannya.Sekitar 90% komposisi serat kapas terdiri dari
selulosa, sedangkan sisanya adalah protein, pektin, malam, lemak, pigmen alam, mineral,
dan air. Serat kapas memegang peranan penting dalam bidang tekstil. Dengan
berkembangnya serat sintetik tidak menyebabkan serat kapas mulai ditinggalkan, namun
dengan adanya perkembangan serat buatan,meningkatkan penggunaan serat campuran yang
memiliki sifat saling melengkapi kedua sifat tersebut. Hal ini disebabkan karena serat kapas
masih memiliki beberapa keunggulan yang tidak dapat ditiru oleh serat buatan. Keunggualan
serat kapas diantaranya mempunyai daya serap yang baik terhadap air, sehingga nyaman
apabila dipakai. Serat kapas juga mempunyai beberapa kekurangan seperti mudah kusut dan
mengkeret dalam pencucian.

Morfologi Serat Kapas


Bentuk morfologi penampang melintang serat kapas sangat bervariasi dari bentukpipih
sampai bentuk bulat, tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal yang terdiri daribagian
kutikula, dinding primer, dinding sekunder, dan lumen. Sedangkan bentuk penampang
membujur serat kapas adalah pipih seperti bentuk pita yang terpilin atau terpuntir
membentuk puntiran dengan interval tertentu. Kearah memanjang, serat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu bagian besar, bagian badan, dan bagyian ujung. Bentuk penampang melintang
dan bentuk penampang membujur serat kapas disajikan pada gambar berikut ini :

Gambar. Penampang Melintang dan Membujur Serat Kapas


Sumber : Soeprijono, dkk, Serat-serat Tekstil, ITT , Bandung, 1973, hlm 41.
Dimensi serat kapas (perbandungan panjang dan diameter) pada umumnya bervariasi dari
1000 : 1 sampai 5000 : 1.

Komposisi Serat Kapas


Serat kapas mentah mengandung selulosa. Selain selulosa, pada kapas mentah
mengandung pektin, lemak/malam, pigmen alam, mineral dan air. Komposisi serat kapas
berbeda-beda tergantung dari berbagai hal, antara lain jenis tanaman kapasnya, kondisitanah,
cuaca, kualitas air untuk irigasi, dan zat kimia yang digunakan untuk pupuk dan pestisidanya.
Komposisi serat kapas dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel Persen Komposisi Serat
Kapas
Komposisi % pada Serat % pada Dinding Serat
Selulosa 88 – 96 52
Pektin 0,7 – 1,2 12
Lilin 04 – 1 7,0
Protein 1,1 – 1,9 12
Abu 0,7 – 1,6 3
Senyawa Organik 0,5 – 1,0 14
Sumber : Rahayu Hariyanti, Bahan Ajar Praktikum Evaluasi Kimia 1, STTT
Bandung 2005, hlm 15

a. Selulosa
Kandungan selulosa dalam kapas mentah berkisar antara 80% sampai 85 % sedangkan
dalam serat kapas yang telah dimasak dan dikelantang antara 99,5% sampai 99,5%.
b. Pektat
Jumlah pektin diperkirakan sekitar 0,6-1,2 %, Pektin adalah karbohidrat dengan berat
molekul tinggi dan struktur rantai seperti selulosa. Pektin dapat dihilangkan dalam
pemasakan kapas dengan larutan natrium hidroksida. Proses penghilngan pektin tidak
banyak mempengaruhi kekuatan maupun perusakan.
c. Zat-zat yang mengandung protein
Diperkirakan bahwa zat protein dalam kapas adalah sisa-sisa protoplasma yang
tertinggal didalam lumen setelah selnya mati ketika buahnya membuka. Kadar nitrogen
didalam serat kapas kira-kira 3% dan apabila dirubah menjadi protein dengan faktor 6,25
akan memberikan kadar protein 1,875%. Pemasakan kapas mengurangi kadar nitrogen
menjadi kira-kira 1/10 kadar aslinya.
d. Abu
Kadar abu kapas sekitar 2%-3%, yang terdiri dari magnesium, kalium karbonat atau
kalsium, fosfat,sulfat atau chlorida dan garam garam karbonat. Pemasakan dan pemutihan
akan mengurangi kadar abu kapas menjadi kurang dari 0,1%.

Struktur Molekul Serat Kapas


a. Struktur Kimia Serat Kapas
Serat kapas tersusun atas selulosa yang komposisi murninya telah lama diketahui
sebagai zat yang terdiri dari unit-unit anhidro-beta-glukosa dengan rumus empiris
(C6H10O5)n dengan n adalah derajat polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul.
Selulosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n merupakan suatu rantai polimer linier yang
tersusun dari kondensat molekul-molekul glukosa yang dihubungkan oleh jembatan oksigen
pada posisi atom karbon nomor satu dan empat. Stuktur rantai-rantai molekul selulosa
disusun dan diikat satu dengan yang lainnya melalui ikatan Van der Waals. Struktur kimia
dari selulosa dapat dilihat pada Gambar.

Gambar Struktur Molekul Selulosa


Sumber: Soeprijono, P.Serat-Serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1973
halaman 45
Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH). Gugus hidroksil pada
atom karbon nomor lima merupakan alkohol primer (-CH2OH), sedangkan pada posisi 2 dan
3 merupakan alkohol sekunder (HCOH). Kedua jenis alkohol tersebut mempunyai tingkat
kereaktifan yang berbeda. Gugus hidroksil alkohol primer lebih reaktif daripada gugus
hidroksil alkohol sekunder. Gugus hidroksil merupakan gugus fungsional yang sangat
menentukan sifat kimia serat kapas, sehingga serat selulosa dinotasikan sebagai sel-OH
dalam penulisan mekanisme reaksi.

a. Struktur Fisika Serat Kapas


Serat kapas tersusun dari suatu rantai panjang anhidrida glukosa yang diorientasikan
dan diikat satu dengan lainnya melalui ikatan atau gaya hidrogen danvan der Waals.
Orientasi rantai molekul seluosa tersebut tidak semuanya sempurna, karena dipisahkan oleh
bagianbagian disorientasi secara berselang-seling. Sesunan rantai molekul selulosa yang
teririentasi teratur disebut kristalin, sedangkan yang tidak teratur (disorientasi) disebut
amorf. Dari difraksi sinar X diketahui bahwa selulosa terdiri dari 75 % bagian kristalin dan
sisanya bagian amorf. Bagian amorf mempunyai daya serap yang lebih besar dan kekuatan
yang lebih rendah dibandingkan dengan kristalin.
Pada bagian kristalin letak dan jarak antara molekul-molekul selulosa tersusun sangat
teratur dan sejajr satu sama lain. Pada bagian amorf letak dan jarak antara molekul-molekul
selulosa tidak teratur (ada jarak antara masing-masing molekul selulosa yang besar dan kecil
). Pada jarak yang besar inilah molekul-molekul air dapat masuk sehingga volume seat akan
bertambah. Bentuk kristalin dan amorf serat kapas dapat dilihat pada Gambar.

Gambar. Struktur Selulosa dengan Rantai Panjang Membentuk Bagian Kristalin dan
Amorf
Sumber: Maya Komalasari, Serat Tekstil 1, Sekolah tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.

Sifat – Sifat Serat Kapas


1. Sifat Fisika
a. Warna
Warna kapas tidak betul-betul putih biasanya sedikit krem. Adanya warna ini
disebabkan oleh pigmen alam yang terkandung di dalam serat kapas. Pigmen yang
menimbulkan warna pada kapas belum diketahui dengan pasti. Warna kapas akan semakin
tua setelah penyimpanan selama 2 sampai 5 tahun. Karena pengaruh cuaca yang lama, debu,
dan kotoran akan menyebabkan warna keabu-abuan.
b. Kekuatan
Kekuatan serat perbundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci persegi.
Kekuatan serat terutama dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat, panjang rantai dan
orientasinya. Dalam suasana basah, serat kapas akan memiliki kekuatan yang lebih besar
dibanding dalam keadaan kering. Hal ini disebabkan karena pada keadaan basah bentuk serat
akan mengelembung sehingga puntiran hilang. Dengan demikian gaya tarik yang diderita
akan tersebar sepanjang serat.
c. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat selulosa yang lainnya
yaitu berkisar 4-13 % dengan rata – rata 7% bergantung pada jenis serat kapasnya dan rata
– rata mulur sebesar 7%
d. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan kekuatan
saat putus dengan mulur saat putus.
e. Keliatan (toughness)
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk menerima
kerja. Serat kapas memiliki keliatan yang relatif tinggi jika
dibandingkan dengan serat-serat selulosa yang diregenerasi.
f. Moisture regain
Serat kapas mempunyai affinitas yang besar terhadap air. Serat kapas yang kering
bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat kapas bervariasi sesuai
dengan perubahan kelembaban relatif, pada kondisi standar kandungan air serat kapas
berkisar antara 7-8,5%.
g. Berat jenis
Berat jenis serat kapas adalah 1,5-1,56.
h. Indeks bias
Indeks bias serat kapas sejajar dengan sumbu serat adalah 1,58. Sedangkan indeks bias
melintang sumbu serat adalah 1,53.

2. Sifat Kimia
a. Pengaruh asam
Serat kapas tahan terhadap asam lemah, sedangkan asam kuat akan mengurangi
kekuatan serat kapas karena dapat memutuskan rantai molekul selulosa (hidroselulosa).
Asam kuat dalam larutan menyebabkan degradasi yang cepat sedangkan larutan yang encer
apabila dibiarkan mengering pada serat akan menyebabkan penurunan kekuatan.
b. Pengaruh alkali
Alkali kuat pada suhu didih air dan pengaruh adanya oksigen dalam udara akan
menyebabkan terbentuknya oksiselulosa. Alkali pada kondisi tertentu akan
mengelembungkan serat kapas.
c. Pengaruh oksidator
Oksidator dapat menyebabkan terjadinya oksiselulosa yang mengakibatkan penurunan
kekuatan serat. Derajat kerusakan serat bergantung pada konsentrasi, pH dan suhu
pengerjaan.
d. Pengaruh mikroorganisme
Dalam keadaan lembab dan hangat, serat kapas mudah terserang jamur dan bakteri.
Tetapi pada kondisi kering, serat kapas mempunyai ketahanan yang cukup baik terhadap
jamur dan mikroorganisme.

2.2.1.2 Serat Poliester

Serat poliester mulai pertengahan abad duapuluh merupakan serat buatan yang
paling banyak digunakan. Poliester dengan nama dagang Dacron dibuat dari asam
tereftalat dan etilena glikol, sedangkan Terylene dibuat dari dimetil tereftalat dan etilena
glikol, struktur Dacron dan Terylene:
Serat poliester adalah serat sintetik yang paling banyak digunakan untuk bahan
tekstil. Serat ini merupakan suatu polimer hasil reaksi antara monomer asam terftalat
dan etilena glikol.
Pada pembuatan serat poliester, etilena glikol direaksikan dimetil tereftalat atau
asam tereftalat yang dikenal dengan istilah PTA (pure terphthalate acid). Hasil reaksi
berupa ester dari etilena terftalat kemudian dipolimerisasikan pada suhu tinggi sehingga
terjadi reaksi polimerisasi membentuk polietilena tereftalat. Hasil polimerisasi di
Industri umumnya dibuat dalam bentuk butiran-butiran kasar yang disebut chips
poliester.

Chips poliester oleh industri pembuatan serat dipanaskan sampai meleleh kemudian
dipintal dengan menyemprotkan lelehan poliester melalui cetakan berbentuk lubang-
lubang kecil yang disebut spinneret. Hasil pemintalan berupa filamen filamen poliester.
Untuk membuat serat poliester agak suram agar mirip dengan serat alam, di dalam
pemintalannya dapat ditambahkan zat penyuram yang berupa oksida misalnya titanium
dioksida.

Sifat Serat Poliester


Serat poliester merupakan serat buatan yang paling banyak divariasikan bentuk
penampangnya, mulai dari yang berbentuk bulat, segitiga ataupun bergerigi seperti
rayon viskosa. Bentuk penampang serat akan mempengaruhi sifat kenampakan
seratnya. Bentuk segitiga misalnya akan menyebabkan serat berkilau seperti sutera,
sedangkan bentuk bergerigi menyebabkan serat lebih nyaman dipakai karena banyak
menyimpan udara disela-sela permukaannya.

Morfologi Serat Poliester


Secara umum serat poliester berbentuk silinder lurus untuk penampang memanjang
dan bulat untuk penampang melintangnya. Seperti yang disajikan pada gambar bintik-
bintik kecil pada permukaan menunjukkan adanya titanium dioksida sebagai penyuram.
Penggunaan Serat Poliester
Serat poliester merupakan serat yang penggunaanya sangat bervariasi. Serat
poliester dapat digunakan untuk tekstil pakaian maupun tekstil industri. Untuk tekstil
pakaian umumnya poliester digunakan sebagai serat campuran bersama-sama serat alam
lain misalnya kapas wol maupun serat rayon yang berbahan dasar selulosa. Hal ini
bertujuan menaikkan kadar kelembaban kain yang dihasilkan. Serat poliester dapat
digunakan sebagai ban pengangkut (conveyor belt) pada industri tekstil maupun kertas,
karena memiliki kekuatan yang tinggi dan tahan terhadap panas. Poliester juga dapat
digunakan sebagai tali jala dan kain layar karena tahan terhadap air.

2.2.2 Proses Tekstil


a. Proses Pertenunan
Proses pembuatan kain adalah teknik di mana kita menyatukan dua benang lusi dan
pakan untuk membentuk sebuah kain. Kain diproduksi dalam berbagai jenis dan desain.
Integritas sebuah kain dipertahankan oleh mekanik interlocking dari serat. Stabilitas dan
permukaan halus dari kain dapat dipengaruhi oleh jenis tenunannya. Anda dapat menemukan
banyak berbagai jenis tenunan, namun mereka pada dasarnya menggunakan basic yang
sama, yaitu teknik tenun "under and over".
Weaving / pertenunan adalah proses pembuatan kain dengan bahan baku benang,
dengan cara menyilangkan ( menganyam ) benang yang membujur ( benang lusi ) dengan
benang pakan yang melintang. Sebelum proses penyilangan antara kedua benang tersebut
maka harus dilakukan proses persiapannya.
Proses persiapan benang lusi adalah menyiapkan benang lusi sebelum di proses di mesin
tenun, dimana benang yang sudah berbentuk gulungan cone/ cheese hasil dari proses
winding di proses di mesin Warping.
Proses warping adalah menggulung benang pada beam secara sejajar dengan jumlah
benang tertentu. Benang dalam bentuk cone/cheese dengan jumlah tertentu di pasang di creel
, kemudian ditarik melalui sisir ( agar benang sejajar ) terus benang yang sudah sejajar di
gulung dibeam. Agar benang yang ditarik mempunyai tegangan yang sama maka pada
benang di beri tention ( tegangan ) Gulungan benang pada beam harus sejajar , rata dan
mempunyai tegangannya yang sama.
Yang harus di perhatikan pada proses warping adalah :
 Jumlah benang pada setiap beam
 Tegangan setiap benang harus rata
 Gulungan benang pada beam harus rata
Bagian – bagian yang bersinggungan dengan benang waktu di tarik harus licin sehingga
tidak menimbulkan gesekan, karena bila yang di lewati benang mempunyai permukaan yang
kasar maka akan mengakibatkan bulu pada benang dan benang bisa putus pada saat proses.
Automatis benang putus harus selalu bekerja baik, karena apabila terjadi benang putus mesin
tidak berhenti maka panjang benang menjadi tidak sama yang mengakibatkan tegangan pada
benang tidak sama. Benang yang putus harus segera di sambung dan simpul dari sambungan
harus sekecil mungkin, karena simpul yang besar akan mengganggu proses di mesin tenun
dan menimbulkan cacat pada kain yang di hasilkan. Putus benang pada proses warping di
sebut break ratio ( BR ) yaitu jumlah putus benang pada total panjang benang tertentu
biasanya putus benangnya di batasi maximal 1 kali setiap panjang benang 1000 000 meter
atau maximal 5 kali setiap panjang benang 5000 000 meter. Kecepatan penggulungan benang
pada beam juga harus diperhatikan karena makin cepat penggulungan maka produksi akan
bertambah banyak , akan tetapi mempengaruhi jumlah putus benang bertambah, yang akan
menurunkan kwalitas gulungan benang pada bem. Untuk itu kecepatan penggulungan harus
sesuaikan dengan nomer benang yang digulung dan kwalitasnya.
Mesin warping pada saat ini sudah dilengkapi counter panjang benang yang di gulung
dan apabila panjang benang telah sesuai dengan yang di inginkan mesin secara automatis
berhenti dan beam bisa di turunkan dan di ganti beam baru.
Proses penganjian ( sizing ) , proses sizing adalah proses pemberian lapisan kanji pada
benang lusi sebelum di tenun yang bertujuan untuk meningkatkan daya tenun. Daya tenun
di peroleh karena :
 Bulu bulu benang benang menjadi tidur.
 Permukan benang lebih licin sehingga gaya geseknya menurun
 Kekuatan tarik benang bertambah.
 Daya tahan benang terhadap gesekan bertambah.
 Serat pada benang lebih kompak.
Penganjian benang lusi mempunyai arti yang sangat penting pada kelancaran proses
tenun ( loom ). Sebelum proses penganjian di lakukan maka perlu di persiapkan bahan
kanjinya terlebih dahulu.
Bahan kanji bahan kanji di bagi menjadi dua bagian yaitu bahan kanji alam dan bahan
kanji buatan ( sintetik ). Dalam perkembangannya kanji alam banyak di buat turunannya (
derivate ) menjadi modified kanji ( starch ), CMC ( carboxy methyl cellulose)
Macam macam kanji alam : potato starch,maize starch, tapioca starch, sago starch, dll.
Kanji sintetic : polyvinyl alcohol, galactomannan,polyacrylate, polyester dispersi.
Persyaratan bahan kanji yang di butuhkan adalah :
 Dapat memperkuat benang.
 Dapat merekatkan serat-serat ( bulu bulu ) pada benang.
 Dapat memberikan elastisitas pada benang.
 Untuk memenuhi sarat – sarat tersebut maka di butuhkan bahan kanji yang
mempunyai sifat – sifat :
 Mempunyai daya penetrasi pada tingkat tertentu
 Membuat lapisan film yang elastis.
 Tidaksensitif terhadap kelembaban.
 Dapat di campur dengan bahan kanji yang lainnya.
 Mudah di hilangkan lagi pada proses pretreatmen
Persyaratan yang harus di penuhi tersebut tidak bisadi penuhi oleh satu bahan kanji saja
, karena setiap bahan kanji mempunyai kelebihan dan kekurangan,maka pemilihan bahan
kanji harus di sesuaikan dengan kebutuhan.
Sebelum bahan kanji bisa dipakai untuk menganji benang, maka harus di masak terlebih
dahulu. Hal hal yang perlu di perhatikan pada waktu memasak kanji adalah: Volume air yang
di butuhkan untuk memasak kanji , waktu memasak, temperatur pada waktumemasak,
kekentalan masakan kanji ( viscositas larutan kanji ), prosentase bahan bahan kanji yang di
masak, pengadukan kanji harus merata. Sebelum larutan kanji dipakai untuk proses
penganjian ,maka kanji yang sudah dimasak di tampung dulu pada tabung penampung dan
di jaga kekentalan kanji dan temperaturnya.
Proses penganjian. Gulungan benang pada beam warper yang sudah disesuaikan jumlah
dan panjang benangnya di pasang di creel mesin kanji ( sizing ). Benang di tarik melewati
roll – roll penyuap dimasukkan ke bak kanji yang telah di isi larutan kanji yang sudah di
masak. Pada bak kanji benang di lewatkan pada roll perendam ( imersi ) roll ini sangat
penting pengaruhnya terhadap hasil kanjian. Makin dalam letak roll perendam masuk
kedalam larutan kanji, maka makin baik proses penetrasi larutan kanji kedalam benang ,
karena benang relatif lebih lama bersentuhan dengan larutan kanji. Yang perlu di perhatikan
adalah benang yang di proses tidak boleh bersinggungan dengan roll perendam sebelum
benang terendam dalam larutan kanji.
Selain bak kanji , di lengkapi pula bak penampung kanji . kedua bak ini mempunyai arti
penting bagi kelangsungan proses penganjian, karena selama proses penganjian berjalan ,
larutan kanji yang berada pada bak penganjian akan berkurang volumenya akibat dari larutan
kanji yang terbawa oleh benang, sehingga larutan kanji harus selalu di tambah larutan yang
baru. Sirkulasi larutan kanji pada bak penganjian dengan bak penampung harus selalu di
jalankan sehingga temperatur dan viscositas larutan bisa konstan sehinga kanji pada benang
yan diproses bisa sama ( rata ) temperatur pada bak kanji harus selalu di jaga kestabilannya
karena temperatur berkorelasi dengan viscositas larutan kanji . Temperatur yang naik akan
mengakibatkan viscositas larutan kanji menurun dan begitu sebaliknya. Viscositas larutan
kanji tinggi, daya penetrasi larutan kanji kedalam benang akan berkurang tetapi lapisan kanji
di permukaan benang cenderung lebih tinggi. Roll pemeras . Pada bak penganjian terdapat
roll pemeras yang berfungsi untuk menghasilkan hasil penganjian benang yang rata dan
penetrasi larutan kanji kedalam benang lebih baik. Yang perlu di perhatikan pada roll
pemeras adalah besarnya tekanan roll dan kecepata roll . Tekanan roll makin besar maka
penetrasi larutan kanji kedalam benang makin baik tetapi prosentase larutan kanji pada
benang makin rendah dan sebaliknya makin rendah tekanan roll makin rendah penetrasi dan
makin tinggi prosentase larutan kanji pada benang. Besarnya tekanan roll di tergantung dari
prosentase kandungan kanji yang di harapkan. Kecepatan penganjian berpengaruh pula pada
prosentase kanji pada benang. Makin cepat proses penganjian maka kandungan kanji pada
benang akan bertambah karena proses pemerasan makin sedikit. Setelah benang di kanji
benang dikeringkan lewat silinder pengering, dimana silinder dipanaskan dengan uap .
agarbenang yang lewat di silinder tidak rusak maka silinder di lapisi lapisan anti lengket
yang licin agar koeffisien gesek sangat kecil sekali sehinga tidak merusak benang dan tidak
menimbulkan bulu bulu benang. Sebelum benang di keringkan untuk menidurkan bulu bulu
maka benang dilewatkan pada roll dimana benang yang lewat akan bersinggungan dengan
roll tersebut dan bulu yang berdiriakan tidur dan melekat pada benang karena ada lapisan
kanji. Pada proses pengeringan yang harus di perhatikan adalah temperatur silinder dan
kecepatan silinder pengering. Temperatur makin tinggi maka akan mengakibatkan benang
semakin kering sehingga benang menjadi rapuh, dan temperatur semakin rendah akan
mengakibatkan benang masih basah sehingga benang akan lengket. Kecepatan silinder
makin tinggi akan mengakibatkan waktu pengeringan lebih sedikit dan cenderung benang
makin basah dan begitu sebaliknya. Roll pemisah. Karena benang yan di kanji dari beberapa
beam maka Agar benang antar beam tidak lengket maka benang di pisahkan oleh roll
pemisah. Jumlah roll pemisah adalah jumlah beam yang terpasan padacreel di kurangi satu.
Roll pemisah bisa menyebabkan : Adanya kanji yang terlepas dari benang. Jumlah bulu
benangakan meningkat. Meningkatkan tegangan benang sehingga benang putus. Ketiga hal
tersebut harus di perhatikan dan diameter roll pemisah tidak terlalu besar Sisir . sebelum
benang di gulung pada beam tenun maka agarantar halai benang bisa terpisah maka benang
di lewatkan pada sisir sizing . selain untuk memisahkan antar benang sisr berfunsi juga untuk
mengatur kerataan gulungan benang dan meluruskan benang. Nomer sisir sizing di sesuaikan
nomer benang dan jumlah benang yang di proses. Penggulungan benang pada beam tenun .
Yang perlu di perhatikan pada gulungan benang pada beam tenun adalah : Kerataan
gulungan ,tegangan benang, kekerasan gulungan, lebar beam . Yang tidak kalah penting
yang harus juga di perhatikan dari hasil kanji adalah prosentase kanji dalam benang karena
kandungan kanji dalam benang menentukan pula mutu hasil kanjiannya.

b. Proses Merserisasi
Proses merserisasi merupakan proses khusus yang hanya dilakukan pada serat selulosa
dan serat campurannya. Proses merserisasi adalah istilah khusus untuk perlakuan
perendaman bahan serat selulosa dan campurannya dalam larutan NaOH dengan konsentrasi
26-30oC sambil diberi peregangan. Proses merserisasi bertujuan untuk menaikkan
keunggulan sifat kain, yaitu :
 Menambah kekuatan serat
 Menambah daya serap bahan terhadap zat warna
 Menambah kilau pada kain.
Proses merserisasi dapat dilakukan pada bahan berbentuk benang maupun kain,biasanya
dilakukan antara proses penghilangan kanji dan pemasakan atau pada bahan yang telah
dihilangkan kanji dan dimasak, dan kadang dilakukan pada bahan masih grey.
Merserisasi dapat dilakukan dalam keadaan grey maupun sesudah.Keduanya
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Merserisasi grey membantu
menghilangkan sebagian malam (wax) pada kapas sehingga pemakaian soda kostik pada
pemasakan dapat dikurangi. Penghematan masih bisa dilakukan lebih jauh lagi dengan
cara menghilangkan tahap akhir pencucian dan penetralan pada proses merserisasi
sehingga sejumlah kecil alkali yang tertinggal pada bahan dapat dimanfaatkan untuk
membantu pemakaian soda kostik pada pemasakan. Daya serap dan reaktifitas yang lebih
tinggi terhadap zat-zat kimia juga membuka peluang untuk penghematan pada
pengelantangan. Keuntungan lain adalah bahwa merserisasi grey disebutkan memberikan
pegangan lebih lembut daripada merserisasi sesudah pengelantangan. Pada merserisasi grey
penetrasi alkali berlangsung lambat dan tidak merata sehingga disarankan untuk
mengerjakan bahan dengan air atau larutan alkali encer beberapa menit sebelum proses, atau
lebih baik lagi dengan menambahkan pembasah tahan alkali (1%) ke dalam larutan
merserisasi, untuk mempercepat pembasahan. Sedangkan benang atau kain dengan kekuatan
relatif rendah sebaiknya dimerser dalam keadaan grey.
Proses merserisasi dikerjakan pada kain kapas dalam larutan NaOH pada suhu kamar
dan diikuti dengan pencucian. Pengerjaan dengan kondisi tersebut memberikan hasil sebagai
berikut :
 Kain mengkeret
 Mulur bertambah
 Kekuatan bertambah
 Daya serap air naik
 Afinitas terhadap zat warna bertambah
 Daya reaksi dari selulosa bertambah pada suhu rendah
 Kilau, salah satu karakteristik utama produk merserisasi, pada dasarnya merupakan efek
yang dihasilkan dari pemantulan cahaya yang jatuh pada permukaan serat, dan sangat
bergantung pada bentuk penampang lintang dan sifat permukaannya. Pada merserisasi
dengan tegangan penampang lintang serat kapas menjadi lebih bulat dan permukaannya
pun lebih halus sehingga cahaya yang jatuh di atasnya akan dipantulkan secara lebih
teratur dan menimbulkan kilau yang lebih baik daripada merserisasi tanpa tegangan.
Namun demikian harus diingat pula bahwa penampang lintang bulat bukanlah satu
satunya penyebab timbulnya kilau, karena serat sutera yang berpenampang lintang segitiga
dan hasil penyempurnaan kalender juga memiliki kilau tinggi. Salah satu faktor yang turut
menentukan kilau serat namun nampaknya jarang disinggung adalah jenis serat. Pengamatan
dengan mikroskop memperhatikan bahwa serat panjang (long staple) memiliki kerataan
yang lebih tinggi sehingga dengan sendirinya memiliki kilau yang lebih baik.
Faktor tegangan juga menjadi penyebab rendahnya kilau benang yang terbuat dari serat
pendek. Pada benang dari serat pendek gaya kohesi antar seratnya rendah sehingga masing-
masing serat tersebut menjadi lebih mudah bergeser satu sama lain (slip) pada penarikan dan
menurunkan efek tegangan. Kain yang terbuat dari anyaman satin atau keper umumnya akan
menimbuikan efek kilau yang tinggi, terutama karena kain semacam ini memiliki banyak
benang timbul pada permukaannya yang akan melipatgandakan efek kilau hasil merserisasi.
Pemberian tegangan selama merserisasi, seperti telah disinggung di muka, juga akan
menaikkan kekuatan tarik secara sangat berarti. Namun sebagai konsekuensinya mulur serat
sebelum putus akan berkurang. Pertambahan mulur yang besar dapat dicapai dengan
merserisasi tanpa tegangan.

Mekanisme
Bahan kapas yang direndam dalam larutan NaOH dengan konsentrasi tinggi akan
menggembungkan serat kearah melintang dan menciut kearah membujur. Penampang
melintang serat kapas yang awalnya berbentuk ginjal akan berubah menjadi elips dan
kemudian menjadi bundar, hal ini mengakibatkan meningkatnya kemampuan serat dalam
memantulkan cahaya sehingga bahan akan kelihatan lebih berkilau
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil merserisasi, yaitu :
 Zat yang dipakai
Zat yang biasa digunakan adalah NaOH 28-36 oBe atau kira-kira 25 % larutan NaOH,
kadang-kadang ditambahkan zat pembasah yang tahan terhadap alkali.Sebenarnya konsetrasi
yang menimbulkan penggelembungan serat terbesar ialah 18 % larutan NaOH.

 Suhu pengerjaan
Suhu yang lebih rendah memberikan hasil merserisasi yang lebih baik. Hasil yang terbaik
didapat pada suhu yang tetap, seperti juga konsentrasi yang tetap akan menghasilkan kilap yang
rata. Selama pengerjaan timbul panas, maka karena itu larutan NaOH harus selalu didinginkan
sehingga suhunya selalu tetap. Pada suhu 30 oC NaOH akan merusak selulosa.
 Waktu atau lamanya pengerjaan
Pengerjaan merserisasi berlangsung ± 40 detik, yaitu waktu yang diperlukan penyerapan
NaOH (kostik soda) kedalam serat. Pengerjaan yang lebih lama tidak memberikan hasil yang
lebih baik.
 Kualitas bahan
Hasil yang baik akan didapat apabila bahan dimasak terlebih dahulu sebelum dilakukan
proses merserisasi.Untuk bahan yang telah dimasak tetapi belum diputihkan akan memberikan
pegangan yang lebih lunak, bila dibandingkan dengan kain yang diputihkan terlebih dahulu.
Bahan yang dimerser mengalami perubahan sebagai berikut :
Kekuatan : 25-30 % lebih kuat
Shrinkage (mengkeret) : 15-20 % (tanpa tegangan)
 Tegangan dan tanpa tegangan.
Tegangan atau tanpa tegangan berpengaruh pada kilau,efek mengkeret serta daya serap
terhadap zat – zat kimia.

c. Proses Pemasakan (scouring)


Pemasakan adalah merupakan bagian dari proses persiapan pencelupan dan pencapan.
Dengan proses pemasakan bagian dari komponen penyusun serat berupa minyak-minyak,
lemak, lilin, kotoran-kotoran yang larut dan kotoran-kotoran kain yang menempel pada
permukaan serat dapat dihilangkan. Apabila komponen-komponen tersebut dapat
dihilangkan maka proses selanjutnya seperti pengelantangan, pencelupan, pencapan dan
sebagainya dapat berhasil dengan baik. Serat-serat alam seperti kapas, wol dan sutera
Mengandung komponen banyak sekali dan merupakan bagian serat yang tidak murni,
komponen yang tidak murni ini perlu dihilangkan dengan proses pemasakan, sedangkan
pada serat buatan, kemurnian seratnya lebih tinggi sehingga fungsi pemasakan dapat
disamakan dengan pencucian biasa, untuk mengilangkan kotoran-kotoran pada kain.

Zat-zat Pemasak
Pada dasarnya proses pemasakan serat-serat alam dilakukan dengan alkali seperti
natrium hidroksida (NaOH), natrium carbonat (Na 2 CO 3 ) dan air kapur, campuran natrium
carbonat dan sabun, amoniak dan lain-lain. Sedangkan pemasakan serat buatan (sintetik)
dapat dilakukan dengan zat aktif permukaan yang bersifat sebagai pencuci (detergen). Pada
proses pemasakan bahan dari serat kapas terjadi hal-hal sebagai berikut :
- Safonifikasi minyak menjadi garam-garam larut.
- Pektin dan pektosa berubah menjadi garam-garam yang larut.
- Protein akan pecah menjadi asam amino asam amonia.
- Mineral-mineral dilarutkan
- Minyak-minyak yang tidak tersafonifikasi diemulsikan oleh sabun yang terbentuk.
- Kotoran-kotoran lain disuspensikan oleh sabun yang terbentuk.
- Zat-zat penguat yang terdapat pada serat akan terlepas.
- Kotoran-kotoran yang disuspensikan oleh sabun yang terbentuk.
- Kotoran-kotoran luar, sisa daun, sisa biji dapat dihilangkan secara mekanik pada
mesin-mesin tertentu dengan menggunakan alkali kuat.

Teknik Pemasakan
Ditinjau dari sistem yang digunakan, proses pemasakan dapat digolongkan menjadi 2
macam, yaitu pemasakan sistem tidak kontinyu (discontinue) contohnya pemasakan dengan
bak, mesin Jigger, mesin Haspel, mesin Clapbau, mesin Kier Ketel dan pemasakan sistem
kontinyu (continue) contohnya pemasakan dengan mesin padd roll Artos, Roller Bed.
Sedangkan kalau ditinjau dari tekanan mesin yang digunakan, proses pemasakan dibagi
menjadi 2 macam, yaitu pemasakan tanpa tekanan misalnya menggunakan bak, mesin
Jigger, Haspel, Clapbau, J-Box dan L-Box dan pemasakan dengan tekanan, misalnya
menggunakan mesin Kier Ketel, Jigger Tertutup.
Pemasakan Serat Kapas
Pemasakan serat kapas dapat dilakukan dengan cara tidak kontinyu, maupun cara
kontinyu, juga dapat dilakukan dengan tekanan dan tanpa tekanan, sedangkan zat yang
digunakan untuk proses pemasakan bahan kapas antara lain soda kostik (NaOH), soda abu
(Na2CO3) dan campuran air kapur dan soda abu.

d. Proses Pengelantangan (bleaching)


Pengelantangan dikerjakan terhadap bahan tekstil bertujuan menghilangkan warna
alami yang disebabkan oleh adanya pigmen-pigmen alam atau zat-zat lain, sehingga
diperoleh bahan yang putih. Pigmen-pigmen alam pada bahan tekstil umumnya terdapat
pada bahan dari serat-serat alam baik serat tumbuh-tumbuhan maupun serat binatang yang
tertentu selama masa pertumbuhan. Sedangkan bahan tekstil dari serat sintetik tidak perlu
dikelantang, karena pada proses pembuatan seratnya sudah mengalami pemurnian dan
pengelantangan, tetapi untuk bahan tekstil yang terbuat dari campuran serat sintetik dan serat
alam diperlukan proses pengelantangan terutama prosesnya ditujukan terhadap serat
alamnya. Untuk menghilangkan pigmen-pigmen alam tersebut hanya dapat dilakukan dalam
proses pengelantangan dengan menggunakan zat pengelantang yang bersifat oksidator atau
yang bersifat reduktor. Pengelantangan dapat dilakukan sampai memperoleh bahan yang
putih sekali, misalnya untuk bahan-bahan yang akan dijual sebagai benang putih atau kain
putih, tetapi dapat pula dilakukan hanya sampai setengah putih khususnya untuk bahan-
bahan yang akan dicelup atau berdasarkan penggunaan akhirnya.

Pengelantangan Kapas dengan Hidrogen Peroksida


Meskipun hidrogen peroksida harganya lebih mahal dan prosesnya juga perlu
pemanasan, tetapi pengelantangan dengan hidrogen peroksida memberikan beberapa
keuntungan karena hampir tidak terjadi kerusakan serat dan prosesnya dapat lebih singkat
tanpa melalui proses pengasaman dan anti khlor.
Pengelantangan untuk serat kapas, biasanya diperlukan kira-kira 2 volum H2O2 (20 ml/l
H2O2 – 100 volume, pH = 11 – 12, suhu 850C dengan natrium karbonat dan zat pembasah
selama 1 – 2 jam).

e. Proses Pencelupan (dyeing)


Pencelupan adalah pemberian warna pada bahan secara merata dan permanen. Metode
pemberian warna dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis zat warna dan serat
yang akan diwarnai. Proses pewarnaan secara pencelupan dianggap sempurna apabila sudah
tercapai kondisi kesetimbangan, yaitu zat warna yang terserap ke dalam bahan mencapai
titik maksimum.
Tahap-tahap pencelupan :
1. Migrasi
Pada tahap ini, zat warna dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat warna bergerak
menempel pada bahan. Zat warna dalam larutan mempunyai muatan listrik sehingga
dapat bergerak kian kemari. Gerakan tersebut menimbulkan tekanan osmosis yang
berusaha untuk mencapai keseimbangan konsentrasi, sehingga terjadi difusi dari bagian
larutan dengan konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah. Bagian dengan
konsentrasi rendah terletak di permukaan serat, yaitu pada kapiler serat. Jadi zat warna
akan bergerak mendekati permukaan serat.
2. Adsorpsi
Peristiwa difusi yang dijelaskan di atas menyebabkan zat warna berkumpul pada
permukaan serat. Daya adsorpsi akan terpusat pada permukaan serat, sehingga zat warna
akan terserap menempel pada bahan.
3. Difusi
Peristiwa ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi zat warna di permukaan serat
dengan konsentrasi zat warna di dalam serat. Karena konsentrasi di permukaan lebih
tinggi, maka zat warna akan terserap masuk ke dalam serat.
4. Fiksasi
Fiksasi terjadi karena adanya ikatan antara molekul zat warna dengan serat, yaitu ikatan
antara gugus auksokrom dengan serat.

Gaya-gaya pengikatan pada pencelupan yaitu :


1. Ikatan hydrogen
Ikatan hydrogen merupakan ikatan sekunder yang terjadi karena atom hydrogen pada
gugus hidroksi/amino mengadakan ikatan lemah dengan atom-atom lainnya.
2. Ikatan elektrovalen
Ikatan elektrovalen adalah ikatan antara zat warna dengan serat yang timbul karena
adanya gaya tarik-menarik antara muatan yang berlawanan. Misalnya ikatan antara serat
dengan gugus anion pada molekul zat warna.
3. Ikatan Van der Waals
Ikatan Van der Waals terjadi apabila antara zat warna dengan serat mempunyai gugus
hidrokarbon yang sesuai sehingga saat pencelupan zat warna cenderung lepas dari air
dan bergabung dengan serat.
4. Ikatan kovalen
Ikatan kovalen terjadi pada pencelupan serat dengan zat warna reaktif, sifatnya paling
kuat dibanding ikatan yang lain
Zat Warna Reaktif Panas
Zat warna reaktif panas merupakan zat warna yang larut dalam air dan berikatan
dengan selulosa melalui ikatan kovalen sehingga tahan luntur warna hasil celupannya
baik. Contoh strukturnya adalah jenis mono kloro triazin (MTC) sebagai berikut:

Serat selulosa merupakan serat hidrofil yang strukturnya berupa polimer selulosa
dengan derajat polimerisasi yang bervariasi, contoh DP rayon 500-700, sedangkan DP
kapas sekitar 3000.makin rendah DP maka daya serap airnya semakin besar. Gugus OH
primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan
dengan zat warna reaktif panas berupa ikatan kovalen. Serat selulosa umumnya lebih
tahan alkali tapi kurang suasana asam, sehingga pengerjaan proses pencelupannya
dilakukan dalam suasana asam. Gugus -OH primer pada selulosa merupakan gugus
fungsi yang berperan untuk mengakakan ikatan degan zat waran reaktif panas berupa
ikatan kovalen.
Zat warna reaktif panas merupakan zat warna yang larut dalam air dan berikatan
dengan selulosa melalui ikatan kovalen sehingga tahan luntur warna hasil celupnya baik.
Zat warna reaktif panas antara lain procion H, Drimarene X, sumifik, remazol,
sumifik supra dan Drimarene Cl. Zat warna procion H dan Drimarene x yang masing-
masing mempunyai sistem reaktif triazin dan primidin termasuk zat warna reaktif yang
bereaksi dengan serat melalui mekanisme substitusi nukleofilik (SN)2.
Kelemahan zat warna reaktif selain mudah rusak terhidrolisis juga hasil celupnya
kurang tahan terhadap pengerjaan asam, sebagai contoh bila hasil celup dilakukan
proses penyempurnaan resin finish dalam suasana asam maka ketuaan warna hasil
celupnya akan sedikit turun. Zat warna reaktif yang kelompok kedua yaitu sumifik dan
remazol merupakan jenis zat warna reaktif yang bereaksi dengan serat melalui
mekanisme adisi nukleofilik.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi pada Proses Pencelupan dengan Zat


Warna Reaktif Panas
 Alkali
Untuk dapat bereaksi, zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk
mengatur suasana yang cocok untuk bereaksi, mendorong pembentukan ion selulosa,
serta untuk menetralkan asam-asam hasil reaksi. Dan diperlukan untuk fiksasi
membentuk ikatan Kovalen
 Suhu
Suhu dalam pencelupan memberikan pengaruh sebagai berikut:
- Mempercepat pencelupan
- Mempercepat migrasi, yakni perataan zat warna dari bagian-bagian yang
tercelup tua ke bagian-bagian yang tercelup muda sehingga terjadi
kesetimbangan.
- Mendorong terjadinya reaksi antara serat dengan zat warna pada pencelupan
dengan menggunakan zat warna reaktif panas, akan tetapi kenaikan suhu pada
proses pencelupan mempengaruhi reaksi hidrolisa.
 Bentuk dan ukuran molekul zat warna
- Molekul zat warna yang datar memberikan daya tembus pada serat tetapi setiap
penambahan gugus kimianya yang merusak sifat datar tersebut akan
mengakibatkan daya tembus zat warna berkurang.
- Besar kecilnya atau penambahan sesuatu zat warna akan mempengaruhi
kecepatan celupnya. Molekul zat warna yang memanjang mempunyai daya
untuk melewati pori-pori dalam serat lebih baikdari pada molekul-molekul yang
melebar.
- Molekul zat warna yang besar akan mempunyai ketahanan cuci yang lebih baik.
 pH
pH dalam pencelupan dengan zat warna reaktif panas sangat berpengaruh karena zat
warna reaktif panas memerk\lukan suasana pH yang cocok untuk bereaksi. Dan apabila
dilakukan pada pH alkali maka zat warna reaktif panas akan cepat terhidrolisa.
 Perbandingan larutan (liquar ratio/vlot)
Perbandingan larutan adalah perbandingan besarnya larutan terhadap berat bahan tekstil
yang diproses. Kenaikan konsentrasi zat warna dalam larutan akan menambah besarnya
penyerapan. Untuk pencelupan dengan hasil warna yang tua diusahakan untuk memakai
perbandingan larutan celup yang kecil sehingga zar warna yang terbuang atau yang tidak
terfiksasi sedikit.
 Elektrolit
Penambahan elektrolit kedalam larutan celup digunakan untuk memperbesar jumlah zat
warna yang terserap oleh serat selulosa, meskipun setiap zat warna memiliki kepekaan
yang berbeda-beda. Elektrolit yang ditambahkan berfungsi untuk menghilangkan
muatan negatif yang terdapat pada permukaan zat warna dan bahan.

Zat warna dispersi


Zat warna dispersi pada mulanya digunakan untuk mencelup serat selulosa asetat
yang merupakan serat hidrofob. Dengan dikembangkannya serat hidrofob seperti
poliakrilat, poliamida, dan polyester, maka penggunaan zat warna dispersi makin
meningkat. Sekarang zat warna dispersi digunakan terutama untuk mencelup serat
polyester.
Zat warna dispersi termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam air, namun
pada umumnya dapat terdispersi dengan sempurna. Zat warna tersebut sebenarnya tidak
dapat digunakan untuk mewarnai serat hidrofob. Pada pemakaiannya diperlukan zat
pengemban (carrier) atau adanya suhu tinggi. Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya cukup
baik. Ukuran molekulnya berbeda-beda, yang sangat erat hubungannya dengan sifat
kerataan dalam pencelupan dan sifat sublimasi.

Zat Pembantu

Zat pembantu (auxiliaries) adalah zat tambahan selain zat warna yang digunakan
pada proses pencelupan agar menghasilkan celupan yang penyerapan zat warnanya
maksimum, warnanya rata dan sesuai target warna yang diinginkan, serat tahan luntur
warnanya baik. Zat pembantu ini meliputi zat pengatur pH, zat pendispersi, zat perata,
zat anti crease mark dan zat anti sadah.

Zat Pengatur pH

Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi umumnya berlangsung dalam


suasana asam pH 4.0 – 5.5. kondisi pH ini dimaksudkan agar tidak terjadi hidrolisis
pada serat poliester dan sebagian besar zat warna dispersi akibat pH alkali. Untuk
mendapatkan pH larutan celup tersebut perlu ditambahkan asam asetat (CH3COOH
30%) kurang lebih 0,5 mL/L.

Zat Pendispersi
Zat warna dispersi bersifat hidrofob dan kelarutannya di dalam air sangat kecil
sekali, oleh karena itu partikel zat warna disperse yang tidak larut tersebut harus
didispersikan secara homogen di dalam larutan. Untuk menjamin kestabilan
pendispersian dan mencegah agregasi zat warna pada suhu tinggi perlu dibantu dengan
zat pendispersi. Zat ini berupa suatu senyawa surfaktan anionik atau senyawa
polielektrolit anionik (turunan lignosulfat) yang tahan suhu tinggi dan bekerja dengan
cara bagian hidrofob dari zat pendispersi menarik partikel zat warna bagian hidrofil
yang bermuatan negatif mengarah ke larutan dan menjaga jarak antar partikel zat warna
agar tidak beragregasi sehingga partikel zat warna tetap terdispersi secara homogen di
dalam larutan.

Zat Perata (Levelling Agent)

Zat perata yang digunakan adalah jenis leveler yang bekerja memperbesar migrasi
zat warna di dalam serat serta memperbaiki pendispersian zat warna. Zat perata yang
digunakan dapat berupa campuran pendispersi anionik dan nonionik serta zat perata
yang mengandung carrier (campuran zat pendispersi anionik + pendispersi nonionik +
carrier). Leveler yang tidak mengandung carrier ditujukan untuk mengatasi belang spot
akibat pendispersian yang kurang sempurna, sedangkan leveler yang mengandung
carrier digunakan untuk mengatasi belang akibat efek barrier.

Zat Anti Crease Mark

Zat ini digunakan untuk pencelupan kain dalam bentuk rope pada mesin jet dyeing
dimana bisa terjadi belang pada lipatan kain dan timbul bulu pada kain akibat adanya
gesekan kain dengan nozzle. Zat anti crease mark ini mengandung koloid pelindung
untuk meminimumkan gesekan antara kain dengan nozzle serta mengandung zat
penetrasi sehingga zat warna bisa masuk dengan baik ke bagian lipatan kain yang lebih
rapat.

Zat Anti Sadah

Air proses yang mengandung logam Ca2+, Mg2+, Fe2+, Mn2+, Cu2+, Zn2+ dapat
mengganggu kerja pendispersi anionik sehingga pendispersian zat warna tidak
sempurna (tidak terdispersi secara monomolekuler) maka zat warna menjadi terdispersi
dalam bentuk agregat sehingga molekulnya menjadi besar. Hal tersebut akan
menggangu proses difusi zat warna kedalam serat sehingga akan terbentuk ring dyeing
(pencelupan cincin) yang tahan lunturnya jadi lebih rendah dan warnanya menjadi lebih
suram. Zat anti sadah yang sering digunakan adalah jenis EDTA (Ethylene Diamine
Tetra Acetic Acid) yang relatif stabil pada kondisi proses pencelupan metode HT/HP.

Mekanisme Pencelupan

Serat poliester adalah serat dengan derajat kristalinitas yang tinggi. Hal tersebut
menjadikan serat poliester sebagai serat yang hidrofob dan sulit bereaksi dengan zat
kimia. Untuk mencelup serat yang bersifat hidrofob diperlukan zat wana yang bersifat
hidrofob pula. Zat warna dispersi adalah zat warna yang bersifat hidrofob dimana
kelarutannya dalam air sangat kecil dan meupan larutan terdispersi. Dilihat dari bentuk
kimianya, zat warna dispersi merupakan senyawa azo atau antrakuion dengan berat
molekul yang kecil dan mengandung gugus pelarut. Zat warna dispersi memiliki
afinitas-afinitas yang tinggi terhadap poliester dibanding terhadap larutan sehingga zat
warna dapat bermigrasi kedalam serat dan membentuk suatu larutan pada (solid
solution) didalam serat poliester.
Kecepatan difusi zat warna dispersi sangat rendah sehinga waktu pencelupannya
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk meningkatkan kecepatan difusinya, maka
pencelupan dengan suhu dan tekanan tinggi atau pencelupan dengan bantuan zat
pengemban merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk mencelup poliester.
Pencelupan dengan suhu tinggi selalu disertai dengan tekanan tinggi. Tekanan
berfungsi untuk menaikkan suhu proses dan membantu difusi zat warna ke dalam serat.
Pencelupan dilakukan pada mesin tertutup tanpa bantuan zat pengemban. Pencelupan
metoda ini banyak dilakukan pada serat poliester karena dianggap efektif akibat:
 Perpindahan atau pergerakan rantai molekul serat poliester mulai aktif pada suhu tinggi
(120-130oC) sehingga memberi ruang bagi molekul-molekul zat warna untuk
meningkatkan penyerapan zat warna ke dalam serat.
 Kecepatan difusi zat warna dispersi mulai meningkat pada suhu tinggi (120-130oC) dan
kecepatan penyerapan serta migrasi zat warna menjadi lebih besar sehingga akan
mempercepat proses.
 Pencelupan mulai lebih cepat karena kelarutan zat warna dispersi pada suhu tinggi
(120-130oC) mulai meningkat.
Beberapa keuntungan penggunaan metoda ini adalah dapat mencelup warna tua,
hemat bahan, waktu dan biaya proses, adsorbsi lebih cepat, kerataan lebih baik,
ketahanan luntur baik, penetrasi lebih baik, dan dapat menggunakan zat warna dispersi
dengan ketahanan sinar yang lebih baik dan sukar menguap tetapi hanya terserap sedikit
pada pencelupan di bawah temperatur 100 C.
o

Mekanisme lain menjelaskan demikian: zat warna dispersi berpindah dari keadaan
agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen zat
warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat warna yang
terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh bahan. Sedangkan bagian yang tidak larut
merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut mempertahankan
kesetimbangan.
Bagian zat warna dalam bentuk agregat, pada suatu saat akan terpecah menjadi
terdispersi monomolekuler. Zat warna dispersi dalam bentuk ini akan masuk ke dalam
serat melalui pori-pori serat.
Pencelupan dimulai dengan adsorpsi zat warna pada permukaan serat, selanjutnya
terjadi difusi zat warna dari permukaan ke dalam serat. Adsorpsi dan difusi zat warna
ke dalam serat dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur proses.

f. Proses Penyempurnaan (finishing)


1. Proses penyempurnaan tahan air dan minyak
Penyempurnaan tolak air adalah suatu proses penyempurnaan dengan menggunakan
sebuah resin dimana nantinya dihasilkan sebuah kain yang dapat menolak air, tetapi masih
dapat tertembus oleh udara. Tolak air (water-repellant) adalah sifat kain yaitu permukaan
yang hanya dapat menahan air sedangkan udara masih dapat tembus. Untuk mendapatkan
sifat tolak air diperlukan suatu pengerjaan khusus, yang dapat digolongkan atas 2 cara, yaitu
:
- Mengadsorpsikan / mendeposisikan zat-zat yang bersifat tolak air pada serat/bahan
seperti senyawa fluoro, silikon, dsb. Dengan demikian kain mempunyai daya tahan
terhadap pembasahan namun tetap dapat ditembus udara. Kelemahannya yaitu kurang
tahan terhadap curahan air deras apalagi dengan tekanan serta gosokan
- Melapisi kain dengan film dari zat-zat hidrofob seperti aspal, karet, dsb. Sehingga
menutupi celah antar benang dan kain. Dengan cara ini kain mampu menahan curahan
air deras dengan tekanan sekalipun.
Prinsip terjadinya sifat tolak air :
1. Tegangan permukaan dan energi bebas permukaan
Adanya tegangan permukaan menyebabkan sistem cenderung mengambil luas
permukaan sekecil mungkin sesuai dengan kebutuhan energi yang diperlukan sistem. Untuk
mencapai kesetimbangan dibutuhkan energi untuk memperluas permukaan yang disebut
energi bebas permukaan. Tegangan permukaan dan energi bebas permukaan adalah ekivalen.

2. Sudut kontak dan pembasahan


Jika setetes air dijatuhkan pada permukaan zat padat, tepi tetesan tersebut membentuk
sudut dengan permukaan zat padat yang disebut sudut kontak. Bila sudut kontak 0 maka
permukaan terbasahi sempurna. Sudut kontak yang besar menunjukkan permukaan memiliki
sifat tolak air yang besar.

3. Penetrasi
Melalui celah-celah serat, benang dan ruang kapiler yang banyak terdapat pada kain air
dapat secara spontan melewati kain. Keadaan tersebut dinamakan penetrasi dan berlangsung
bila ada suatu tekanan tertentu yang membantunya. Makin besar tekanan yang dibutuhkan
berarti semakin besar ketahanan air suatu bahan terhadap penetrasi. Konstruksi kain
mempunyai pengaruh besar terhadap sifat tolak air, jenis serat, konstruksi benang serta
karakteristik anyaman. Serat-serat yang hidrofob akan menghasilkan kain dengan sifat tolak
air yang baik. Konstruksi benang longgar lebih efisien dibandingkan dengan yang rapat.

Senyawa Fluorokarbon
Fluorokarbon adalah senyawa yang mengandung gugus fluor dan karbon. Struktur
fluorokarbon hampir sama dengan hidrokarbon, tetapi dengan sifat yang sama sekali berbeda.
Fluorokarbon tidak reaktif, sulit mengoksidasi atau menyerang zat-zat kimia lainnya. Senyawa
fluorokarbon pada dasarnya berfungsi menurunkan energi permukaan bahan tekstil.
Umumnya senyawa fluorokarbon dibawa oleh senyawa polyakrilat. Polimer akrilat
biasanya dibentuk dari monomer akrilat yang mempunyai gugus ester atau turunan lain.
Monomer-monomer tersebut, secara tunggal maupun bersama-sama akan mengalami
polimerisasi adisi membentuk rantai polimer dengan panjang tertentu. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa ester merupakan gugus yang utama dari polimer akrilat ini. Pemilihan gugus
ini penting mengingat pengaruhnya terhadap sifat kekakuan, daya tolak air, dan bentuk ikatan
hasil polimerisasi.
Untuk mendapatkan ikatan silang yang diperlukan guna meningkatkan daya tahan cuci,
daya basah, dan adhesi-kohesinya umumnya digunakan monomer akrilat yang reaktif yang
dapat membentuk ikatan tiga dimensi, misalnya monomer karbosiklik, amida dan amino,
epoksi, dan monomer hidroksil.

Senyawa fluoro memiliki sifat khas, yaitu dapat memberikan suatu energi bebas
permukaan yang sangat rendah pada permukaan suatu padatan termasuk serat tekstil. Pada
pemanas awetan senyawa ini akan membentuk suatu lapisan film tipis atau film yang tersusun
dari gugus-gugus CF2 yang sangat rapat. Lapisan ini memiliki energi permukaan yang sangat
rendah, sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan kritis (CST) bahan tekstil. Turunnya
CST bahan tekstil membuatnya bersifat tolak air sekaligus tolak minyak.

2. Proses penyempurnaan tahan api


Kain mudah terbakar (flammable) adalah kain yang akan terus terbakar meski tanpa
dibantu bila terkena api. Sebaliknya adalah kain tahan api (non-flammable) yang tidak terbakar
bila dikenai api. Flame retardant adalah istilah yang dipakai untuk menerangkan sifat tidak
mudah terbakar pada kain, dimana pembakaran berlangsung lambat dan api akan mati dengan
sendirinya bila sumber api ditiadakan.
Di beberapa negara maju tekstil untuk keperluan tertentu harus memenuhi pernyaratan
tahan api. Amonium fosfat yang saat ini masih dipakai mulai digunakan pada tahun 1786.
british patent 841 042 tahun 1907 menerangkan proses tahan api dengan cara merendam peras
kain flanel dalam larutan stanat 450Tw, diikuti pengeringan dan pengerjaan dengan larutan
amonium sulfat, serat lalu pembilasan. Pengerjaan tersebut akan meninggalkan senyawa stani
oksida yang tidak larut pada akin dan memberikan sifat tahan api. Reaksi :
Na 2SnO 3 + (NH 4) 2SO 4 Na 2SO4 + 2 NH3 + H2SnO 3
Pada peristiwa pembakaran kain terjadi dekomposisi kimia serat dan menghasilkan suatu
bahan tertentu yang mudah menguap dan dapat terbakar. Bila nyala api padam maka tinggalah
residu sebagai karbon. Bagaimana sifat bahan dalam pembakaran ditentukan oleh jumlah bahan
yan menguap. Perlu diingat bahwa sisa pembakaran (arang) juga dapat membara dan terus
terbakar. Penyempurnaan tahan api diharapkan dapat mencegah tekstil terbakar bila kena api
dan mencegah bara api terus menyala pada sisa pembakaran.
Bahan – bahan penyempurnaan api dapat digolongkan sebaagai berikut :
1. Zat yang larut air dan larutannya dapat dikeringkan pada kain, misalnya borax (Na 2B
4O 7.10H 2O) dan alumunium sulfat (Al 2[SO 4] 3.18H 2O). hasil penyempurnaannya tidak
tahan cuci.
2. zat yang tidak larut terutama zat organik. Zat ini ditempelkan pada serat dengan cara
dekomposisi rangkap, misalnya pengendapan oksida titanium, antimon atau zirkonium. Kain
direndam dalam larutan oksiklorida antimon dan titanium yang diasamkan lalu dilewatkan pada
larutan natrium karbonat untuk mengendapkan oksida logam didalam serat. hasilnya tahan
terhadap pencucian.
3. bahan – bahan organik dengan kelarutan terbatas. Fiksasinya pada bahan tekstil dibantu
resin sintetik sebagai zat pengikat. Hasil penyempurnaannya memiliki ketahanan yang baik.
4. bahan – bahan yang diaplikasikan pada serat melalui larutan atau dispersi dan
selanjutnya direaksikan dengan serat melalui pemanasan. Bahan – bahan berbentuk polimer
akan berikatan dengan serat sedangkan bahan – bahan asam polibasa membentuk ester dengan
selulosa. Kemampuannya bereaksi dengan serat membuat hasil penyempurnaannya memiliki
ketahanan pencucian yang baik.
2. 1. Proses penyempurnaan tahan api
Diantara zat – zat untuk penyempurnaan tahan api yang larut dalam air adalah:
o Borax (Na 2B 4O 7.10H 2O)
o Alumunium sulfat (Al 2[SO 4] 3.18H 2O).
o Campuran borax/asm borat 7 : 3
o Campuran borax/diamonium-hidrogen-fosfat 1 : 1
Zat – zat tersebut meleleh pada suhu relatif rendah dan membentuk busa pelindung api
pada serat. Zat – zat tersebut efektif untuk mencegah nyala api walaupun bersifat sementara
(tidak permanen). Asam borat dan asam fosfat atau garamnya dapat menghambat nyala bara
api (afterglow) karena dapat melepaskan asam pada suhu tinggi.
Proses penyempurnaan tahan api dengan bahan – bahan anorganik tidak larut adalah
proses perkin yang didasarkan pada dekomposisi ganda natrium stanat dan amonium sulfat
sehingga menghasilkan stani oksida dan menyebabkan kerusakan kain kapas dan kurang tahan
cuci.
Bahan – bahan tahan api asam yang tellah berhasil digunakan antara lain adalah asam
sulfat dan asam fosfat (Bp 634, 690). Pada prinsipnya kain direndam peras dalam larutan asam
lalu dipanasawetkan. Penambahan sianamida diperlukan untuk melindungi kain dari
kemungkinan kerusakan akibat asam pada pengeringan dan pemanasawetan.
Pengerjaan dengan asam fosfat disamping memberikan sifat ketahanan nyala bara api,
ternyata juga memberikan sifat tahan kusut pada kain dan mengurangi imbibisi airnya.
Pada kira – kira 1947 aminasi kapas memakai asam 2-aminoetilsulfat dan soda kostik
menghasilkan kapas dengan sifat celup yang berbeda dan dapat dibuat tahan api secara
permanen melalui reaksi dengan tetrakis (hidroksimetil) fosforium klorida (HOCH 2) 4PCl
yang dikenal dengan singkatan THPC.
Sel-OH + NH2-(CH 2) 2-OSO 2-OH + NaOH Sel-O-(CH 2) 2-NH2 + Na 2SO 4 + H 2O
Asam 2-aminoetilsulfat
Sel-O-(CH 2) 2-NH 2 + (HOCH 2) 4PCl THPC
Sel—(CH 2) 2-N-CH 2-P-CH 2-N-(CH 2) 2-O-Sel
THPC dapat berkondensasi dan berpolimerisasi dengan sejumlah senyawa yang
mengandung nitrogen dan dapat bereaksi dengan formaldehida dan menghasilkan bahan
polimer yang tidak terbakar.

BAB III
PENGUJIAN

3.1 Pengujian Penentuan Ketahanan terhadap Pembasahan Permukaan (ISO 4920-


2012)
3.1.1 Alat
 Perangkat spray
 Nosel semprot logam
 Pemegang spesimen
 Silinder (labu ukur) 250 ml

3.1.2 Bahan
 Contoh uji
 Air

3.1.3 Cara Uji


 Kondisikan contoh uji pada atmosfir yang telah ditentukan (ISO 139)
 Setelah dikondisikan, pasang spesimen dengan aman pada dudukan spesimen dengan
permukaan kain paling atas pada penopang lingkaran, tempatkan pemegang pada
dudukan sebagaimana ditentukan, kecuali dinyatakan lain dalam spesifikasi material,
spesimen yang ia orientasikan sehingga lilitan, atau panjang, arah sejajar dengan aliran
air ke bawah spesimen
 Tuangkan (250±2) ml air ke dalam corong dengan cepat, tetapi mantap agar
penyemprotan akan terus menerus begitu sudah dimulai. Durasi atau aliran harus
antara 25 detik dan 30 detik
 Segera setelah semprotan telah berhenti, lepaskan dudukan dengan spesimennya.
Pegang dudukan spesimen di tepi bawah, dengan bidang kain hampir horizontal dan
kain menghadap ke bawah. Tepuk dudukan dengan kuat terhadap benda padat dengan
kain menghadap objek. Putar dudukan specimen 180O dan ketuk dengan cerdas sekali
lagi
 Segera setelah mengetuk, dengan spesimen masih pada pemegangnya beri nilai derajat
membasahi permukaan saja
 Ulangi langkah-langkah diatas untuk semua spesimen

3.2 Cara Uji kadar Formaldehida bebas pada bahan tekstil (SNI 08-7036-2004)
3.2.1 Alat
 Stoples mason lengkap dengan tutupnya
 Keranjang kasa dan kawan tahan karat atau alat lain yang dapat menahan karat di
atas permukaan air di dalam stoples
 Neraca analitik kapasitas 200 g ketelitian 0,1 mg
 Tungku pemanas yang dilengkapi dengan pengatur suhu
 Penangas air dengan pengocok
 Spektrofotometer
 Kaca masir
 Peralatan gelas

3.2.2 Bahan
 Contoh uji sekitar 1 gram
 Pereaksi schiffs
 Pereaksi mash
 Asetil aseton
 Larutan formaldehida 37%
 Larutan dimedon etil alkohol

3.2.3 Cara Uji


a. Cara A (Pereaksi Schiffs)
1. Persiapan pereaksi schiffs
 Larutkan 1 g rosanilin hidroklorida dalam 600 ml air suling menggunakan labu
ukur 1000 ml
 Larutkan 10 g natrium bisulfit menggunakan larutan tersebut diatas dan
ditambahkan 10 ml asam klorida pekat. Setelah larut masukka ke dalam labu
yang berisi larutan rosanilin tersebut dalam botol coklat dan buatlah kurva
kalibrasi setiap minggu atau setiap pemakaian

2. Persiapan larutan standar dan kurva kalibrasi


 Buat larutan formaldehida 1500 ppm dengan mengencerkan 3,8 ml formaldehida
37% ditambah air suling menjadi 1 liter larutan dalam labu ukur yang sesuai
 Buat larutan standar dari larutan formaldehida di atas berkonsentrasi masing-
masing 15 ppm, 30 ppm, 45 ppm, dan 60 ppm dengan cara mengencerkan 5 ml,
10 ml, 15 ml dan 20 ml larutan di atas, masing-masing di dalam labu ukur 500
ml yang berbeda
 Ambil larutan standar tersebut di atas masing-masing 5 ml menggunakan pipet
volum dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda
 Buat larutan blanko dengan caera mengambil air suling 5 ml masukkan ke dalam
tabung reaksi yang berbeda
 Tambahkan 5 ml pereaksi schiffs ke dalam masing masing tabung reaksi 3 dan
4 di atas kemudian tutup dan kocok sampai homogen, diamkan pada suhu kamar
selama 45 menit
 Tentukan panjang gelombang pada absorbansi maksimum untuk larutan
formaldehida yang telah dicampur dengan pereksi schiffs di atas dengan
menggunakan panjang gelombang dari 400 nm sampai dengan 700 nm selang
10 nm dengan titik nol larutan blanko (biasanya pada panjang gelombang 560
nm)
 Buat kurva kalibrasi dari larutan formaldehida dengan konsentrasi 15 ppm, 30
ppm, 45 ppm dan 60 ppm, kemudian tentukan persamaan lainnya
3. Langkah-langkah pengujian
 Masukkan 50 air suling masing-masing kedalam stoples
 Masukka keranjang kawat yang berisi masing-masing sebuah contoh uji yang
telah ditimbang ke dalam stoples kemudian tutup rapat
 Masukkan masing-masing stoples berisi contoh uji tersebut di atas ke dalam
tungku pengering pada suhu 49OC selama 20 jam
 Keluarkan stoples dari dalam tungku pengering dan dinginkan
 Keluarkan masing-masing contoh uji dari dalam stoples. Tutup stoples rapat-
rapat dan kocok secara perlahan dan hati-hati sehingga embun yang terbentuk di
dinding masing-masing stoples tercampur rata
 Ambil 5 ml dari masing-masing stoples dengan pipet volume ke dalam tabung
reaksi yang berbeda. Untuk larutan blanko, pipet 5 ml air suling dan masukkan
ke dalam tabung reaksi yang berbeda
 Tambahkan ke dalam masing0masing tabung reaksi di atas 5 ml pereaksi schiffs
menggunakan pipet volume, kemudian tutup dan kocok. Diamkan pada suhu
kamar selama 45 menit dalam keadaan tertutup
 Ukur absorbansi masing-masing larutan menggunakan spektroforometer pada
panjang gelombang yang telah ditentukan dengan larutan blanko sebagai titik
nol, kemudian dengan menggunakan persamaan tentukan konsentrasi
formaldehida bebas dalam larutan uji misalnya A ppm
 Hitung kadar formaldehida dalam setiap bahan:
𝐴 𝑥 50
Kadar formaldehida bebas / g contoh =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑖𝑛 (𝑔) ppm

Dengan:
A adalah kadar formaldehida bebas dalam larutan hasil perhitungan

b. Cara B (pereaksi nash)


1. Persiapan pereaksi nash
 Larutkan 150 g amonium asetat dalam 800 ml air suling menggunakan labu ukur
1000 ml kemudian tambahkan 3 ml asam asetat pekat dan 2 ml aseton, kocok
dan tambahkan air suling sampai tanda batas
 Diamkan larutan selama 12 jam dan simpan dalam botol coklat
 Buatkan kurva kalibrasi setiap minggu

2. Pembuatan kurva kalibrasi


 Buat larutan formaldehida 1500 ppm dengan mengencerkan 3,8 ml formaldehida
37% ditambah air suling menjadi 1 liter larutan dalam labu ukur yang sesuai
 Buat larutan standar dari larutan formaldehida di atas berkonsentrasi masing-
masing 15 ppm, 30 ppm, 45 ppm, dan 60 ppm dengan cara mengencerkan 5 ml,
10 ml, 15 ml dan 20 ml larutan di atas, masing-masing di dalam labu ukur 500
ml yang berbeda
 Ambil larutan standar tersebut di atas masing-masing 5 ml menggunakan pipet
volum dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda
 Buat larutan blanko dengan caera mengambil air suling 5 ml masukkan ke dalam
tabung reaksi yang berbeda
 Tambahkan 5 ml pereaksi nash ke dalam masing masing tabung reaksi 3 dan 4
di atas kemudian tutup dan kocok sampai homogen, diamkan pada suhu 58OC
selama 6 menit
 Tentukan panjang gelombang pada absorbansi maksimum untuk larutan
formaldehida yang telah dicampur dengan pereksi nash di atas dengan
menggunakan panjang gelombang dari 400 nm sampai dengan 700 nm selang
10 nm dengan titik nol larutan blanko (biasanya pada panjang gelombang 410
nm)
 Buat kurva kalibrasi dari larutan formaldehida dengan konsentrasi 15 ppm, 30
ppm, 45 ppm dan 60 ppm, kemudian tentukan persamaan lainnya

3. Langkah-langkah pengujian
 Masukkan 50 air suling masing-masing kedalam stoples
 Masukkan keranjang kawat yang berisi masing-masing sebuah contoh uji yang
telah ditimbang ke dalam stoples kemudian tutup rapat
 Masukkan masing-masing stoples berisi contoh uji tersebut di atas ke dalam
tungku pengering pada suhu 49OC selama 20 jam
 Keluarkan stoples dari dalam tungku pengering dan dinginkan
 Keluarkan masing-masing contoh uji dari dalam stoples. Tutup stoples rapat-
rapat dan kocok secara perlahan dan hati-hati sehingga embun yang terbentuk di
dinding masing-masing stoples tercampur rata
 Ambil 5 ml dari masing-masing stoples dengan pipet volume ke dalam tabung
reaksi yang berbeda. Untuk larutan blanko, pipet 5 ml air suling dan masukkan
ke dalam tabung reaksi yang berbeda
 Tambahkan ke dalam masing0masing tabung reaksi di atas 5 ml pereaksi nash
menggunakan pipet volume, kemudian tutup dan kocok. Diamkan pada suhu
58OC selama 6 menit dalam keadaan tertutup
 Ukur absorbansi masing-masing larutan menggunakan spektroforometer pada
panjang gelombang yang telah ditentukan dengan larutan blanko sebagai titik
nol, kemudian dengan menggunakan persamaan tentukan konsentrasi
formaldehida bebas dalam larutan uji misalnya B ppm
 Hitung kadar formaldehida dalam setiap bahan:
𝐵 𝑥 50
Kadar formaldehida bebas / g contoh =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑖𝑛 (𝑔) ppm

Dengan:
B adalah kadar formaldehida bebas dalam larutan hasil perhitungan

c. Cara C (pereaksi asetil aseton)


1. Persiapan pereaksi asetil aseton
 Larutkan 150 g amonium asetat dalam 800 ml air suling
 Tambahkan 3 ml asam asetat dan 2 ml asetil aseton kemudian diaduk dan
tambahkan air suling sehingga menjadi 1000 ml dalam labu ukur yang sesuai

2. Pembuatan larutan formaldehida standar


 Buat larutan formaldehida 1500 ppm dengan mengencerkan 3,8 ml formaldehida
37% ditambah air suling menjadi 1 liter larutan dalam labu ukur yang sesuai
 Buat larutan standar dari larutan formaldehida di atas berkonsentrasi masing-
masing 15 ppm, 30 ppm, 45 ppm, dan 60 ppm dengan cara mengencerkan 5 ml,
10 ml, 15 ml dan 20 ml larutan di atas, masing-masing di dalam labu ukur 500
ml yang berbeda

3. Langkah-langkah pengujian
 Potong contoh uji menjadi bagian-bagian kecil 1 cm3 dan timbang sekitar 1 g
 Masukkan contoh uji tersebut di atas dalam “shaker water bath” selama 1 jam
 Saring larutan tersebut menggunakan kaca masir G2
 Pipet masing-masing 5 ml larutan contoh uji dan 5 ml larutan formaldehida
standar ke dalam tabung reaksi yang berbeda
 Bila larutan contoh berwarna akibat lunturan zat warna dari kain tambahkan 1
ml dimedon etil alkohol
 Tambahkan ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut 5 ml larutan asetil
aseton, kemudian tutup dan kocok
 Panaskan tabung-tabung tersebut pada “shaker water bath” dengan suhu 40±2OC
selama 30 menit
 Biarkan selama 30 menit pada suhu kamar
 Ukur absorbansi masing-masing larutan tersebut diatas panjang gelombang 415
nm dengan larutan blanko 5 ml air suling ditambah 5 ml asetil aseton. Dari
pengukuran ini didapat absorbansi untuk contoh uji dan absorbansi untuk larutan
formaldehida standar
 Secara terpisah masukkan 5 ml larutan contoh uji ke dalam tabung reaksi dan
tambahkan 5 ml air suling, dengan cara yang sama seperti diatas, ukur absorbansi
 Hitung kadar formaldehida bebas pada bahan dengan rumus:
𝐴−𝐴𝑜 1
Kadar formaldehida bebas/ g contoh uji =K x 100𝑥 𝑤ppm
𝐴𝑠

Dengan
K adalah konsentrasi larutan formaldehida standar (ppm)
W adalah berat contoh uji (g)
A adalah absorbansi larutan contoh uji dengan air suling
Ao adalah absorbansi larutan contoh uji dengan air suling
As adalah absorbansi larutan formaldehida standar

3.3 Cara Uji sifat nyala api (SNI 0989:2011)


3.3.1 Alat
 Alat uji sifat nyala api
 Alat penyikat
 Mesin cuci kering menggunakan pelarut tetrakloroetana
 Oven
 Desikator berdiameter 250 mm

3.3.2 Bahan
 Kalsium klorida anhidrat atau bahan sejenisnya
 Gas butana
 Sabun standar ECE atau AATCC
 Pelarut tetrakloroetana untuk komersial
 Sabun standar cuci kering, jenis amina sulfonat
 Benang jahit kapas nomor 50 yang sudah dimerserisasi atau yang setara
 Contoh uji

3.3.3 Cara Uji


 Atur dan sesuaikan posisi rak pada alat uji dengan pemegang contoh uji dan contoh
uji pendahuluan pada posisi sedemikian sehingga ujung indikator menyentuh ujung
bawah permukaan contoh uji. Letakkan pemegang contoh uji dalam ruang bakar
sedemikian sehingga rangka terpanjang berada diatas. Atur dan sesuaikan
pembakar dan pemegang contoh uji sedemikian sehingga indikator menyentuh
permukaan contoh uji, berikan nyala api di tengah-tengah lebar contoh uji, 19 mm
dari ujung bawah contoh uji dan alat pembakar terletak 8 mm dari ujung contoh uji
 Buka katup pengatur pemasukan gas pembakar dan biarkan selama kira-kira 5
menit agar udara dari saluran keluar. Beri gas api dan atur atau sesuaikan panjang
nyala api hingga 16 mm, diukur dari ujung api sampai ujung nozzle gas pembakar
 Ambil pemegang contoh uji beserta contoh ujinya dari desikator kemudian
tempatkan pada rak dalam ruang bakar alat uji. Contoh uji harus sudah
dikerjakan/dibakar dalam waktu 45 detik sejak dikeluarkan dari desikator. Pasang
benang penyetop 9,5 mm di atas dan sejajar dengan permukaan terendah dari pelat
atas pemegang contoh uji kemudian ikatkan
 Tutup pintu alat uji. Autr pengukur waktu pada posisi nol. Lakukan pengujian di
dalam ruangan yang bebas dari hembusan angin pada suhu kamar
 Kenakan nyala api selama 1 detik dan secara otomatis pengukur waktu akan
mengukur waktu perambatan nyala api. Pengukur waktu akan berhenti otomatis
ketika bandul jatuh karena benang penahan terbakar
 Catat waktu perambatan nyala api untuk setiap contoh uji dan catat pula apabila
dasar contoh kain berbulu terbakar menjadi arang atau meleleh pada daerah yang
terlihat terjadi kerusakan nyata dan jelas pada dasar kain tersebut.

Klasifikasi sifat nyala api tekstil


Kain Tekstil permukaan Kain tekstil permukaan Interpretasi klasifikasi
Kelas
polos berbulu berdasarkan kelas
Tidak terbakar atau
waktu perambatan nyala
api lebih dari 7 detik
Atau
Tidak terbakar atau Waktu perambatan Tekstil yang secara
waktu perambatan nyala nyala api di permukaan umum dapat diterima
1
api lebih besar atau kain kurang dari 7 detik sebagai kain untuk
sama dengan 3,5 detik dengan permukaan pakaian
terbakar namun dasar
kain tidakterbakar tidak
menjadi arang atau
tidak meleleh
Waktu perambatan Tekstil yang dianggap
nyala api 4-7 detik memiliki sifat
2 - dengan dasar kain pembakaran pada kain
terbakar, menjadi arang untuk pakaian diantara
atau meleleh kelas 1 dan kelas 2
Waktu perambatan
nyala api kurang dari 4 Tekstil yang dianggap
Waktu perambatan
detik dengan bahan tidak cocok pada
3 nyala api kurang dari
dasar kain terbakar, penggunaan kain
3,5 detik
menjadi arang atau untuk pakaian
meleleh

3.4 Cara Uji Tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga dan komersial
(ISO 105-C06 2010)
3.4.1 Alat
 Mesin cuci
 Bola anti karat (baja)
 Kain pelapis

3.4.2 Bahan
 Deterjen (AATCC atau ECE)
 Natrium karbonat (Na2CO3)
 Natrium hipoklorit atau lithium hipoklorit
 Grey scale for assessing staining
 Spektrofotometer or colorimeter dor assesing chage in colour and staining
 Asam asetat
 Contoh uji

3.4.3 Cara Uji


 Siapkan larutan dengan melarutkan 4 g/l detergen. Untuk semua uji C , D atau E
sesuaikan pH yaitu dengan menambahkan kira-kira 1 gram natrium karbonat per
liter. Cairan harus didinginkan hingga 20OC sebelum pH diukur. Untuk uji A dan
B, tidak ada penyesuaian pH
 Untuk uji perborat, siapkan larutan pencuci dengan mengandung perborat pada
waktu pemanasan air dengan maksimum suhu 60OC untuk tidak melebihi 30 menit
 Untuk uji D3S dan D3M, tambahkan larutan sodium hipoklorit secukupnya atau
litium hipoklorit untuk menyediakan konsentrasi yang tersedia
 Tambahkan ke setiap kontainer stainless steel volume cairan pencuci yang
ditentukan dalam tabel, kecuali untuk test D2S dan E2S, sesuaikan suhu dari cairan
ke dalam suhu yang ditentukan dan kemudian tempatkan spesimen bersama dengan
jumlah bola baja yang ditentukan dalam wadah. Tutup wadah dan operasikan mesin
pada suhu dan untuk waktu yang ditentukan dalam tabel.
 Untuk menguji D2S dan E3S tempatkan spesimen dalam wadah pada suhu 60OC
tutup wadah dan naikkan suhu ke dalam 3OC dari suhu yang ditentukan dalam
waktu yang tidak lebih dari 10 menit. Mulai uji waktu segera setelah wadah ditutup,
mengoperasikan mesin pada suhu yang megatur waktu ditentukan dalam tabel
 Untuk semua uji lepaskan spesimen komposit pada akhir pencucian dan bilas dua
kali selama 1 menit dalam dua bagian 100 ml air yang terpisahpada 40OC
 Di negara-negara dimana praktiknya memburuk pada akhir operasi, operasi
opsional berikut dapat dilakukan. Setiap spesimen komposit dalam 100 ml asam
asetat untuk 1 menit pada 30OC kemudian bilas setiap spesimen dalam 100 ml air
 Untuk semua metoda coba spesimen dengan menggantungnya diudara pada suhu
yang tidak melebihi 60OC bagian yang bersentungan hanya garis
 Menilai perubahan warna spesimen dan pewarnaan kain pelapis menggunakan
skala abu-abu
 Jika pengujian dilakukan pada suhu selain yang tercantum pada metode, pertama
kali harus disetujui antara pihat yang berkepentingan dan dirinci dalam laporan

3.5 Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Keringat (ISO 105-E04 2013)
3.5.1 Alat
 Alat uji
 Oven tanpa kipas sirkulasi
 Gray scale ISO 105-A02
 Staining Scale 105 105-A03
 Spektrofotometer atau colorimeter
 11 gelas atau kaca dari resin akrilik
3.5.2 Bahan
 Larutan keringat asam
 Larutan keringat basa
 Kain pelapis

3.5.3 Cara Uji


 Rendam spesimen dalam alkali sehingga benar-benar basah pada pH 8 dengan
vlor 50:1 dan biarkan tetap dalam larutan pada suhu kamar selama 30 menit.
Tekan dan gerakkan dari waktu ke waktu untuk memastikan penetrasi larutan
dan bersihkan larutan yang berlebih dari spesimen antara dua batang kaca.
Tempatkan spesimen komposit antara dua gelas atau pelat resin akrilik dibawah
tekanan nominal dan letakkan dalam perangkat uji yang teelah dipanaskan
sebelumnya. Dengan prosedur yang sama basahi spesimen komposit dalam
larutan asam pada pH 5 kemudian uji di ala uji yang dipanaskan terpisah
 Simpan alat uji yang berisi spesimen didalam oven selama 4 jam pada suhu 37
± 2 OC
 Buka setiap spesimen komposit dan keringkan dengan menggantungknya di
udara pada suhu tidak melebihi 60OC dengan 2 atau 3 bagian yang bersentuhan
hanya pada garis jahitan
 Nilai perubahan warna setiap spesimen dan pewarnaan kain yang berdekatan
degan perbandingan dengan skala abu-abu atau secara instrumental

3.6 Cara Uji Tahan Daya Serap Bahan Tekstil (SNI 08-0279-2013)
3.6.1 Alat
 Lingkaran penyulam (embroidery hoop) dengan diameter 15 cm atau lebih
 Buret dengan jumlah tetesan 15-25 per ml
 Stopwatch
3.6.2 Bahan
 Contoh uji
 Air
3.6.3 Cara Uji
 Contoh uji dipasang pada lingkaran penyulam sedemikian sehingga
permukaannya tegang. Kemudian dipasang 1 cm di bawah ujung tetesan buret
dan setetes air diteteskan pada contoh uji tersebut. Buret yang berisi air suling
diatur sedemikian sehingga kira-kira setiap 5 sekon meneteskan satu tetes air
pada suhu 27 ± 3OC
 Waktu menghilangnya pantulan langsung dari tetesan air, diukur dengan
stopwatch. Waktu tersebut ditentukan dengan kedudukan lingkaran penyulam
terletak diantara pengamat dan sumber cahaya (misalnya jendela) dengan sudut
sedemikian sehingga pantulan langsung cahaya dari permukaan tetesan air
yang menjadi rata dapat dilihat dengan jelas. Pada saat tetesan air tersebut
terserap, sedikit demi sedikit daerah yang berkilauan menghilang dan akhirnya
lenyap sama sekali meningkalkan bekas yang basah. Tepat pada itu stop watch
dihentikan

3.7 Cara Uji Tolak Minyak


Sama dengan cara uji daya serap bahan tekstil (diatas) hanya saja tidak menggunakan air,
melainkan menggunakan minyak yang memiliki 8 jenis minyak pada pengujian tersebut.
Sebenarnya ada pengujian untuk ketahanan terhadap air dan minyak (Scotchgard) hanya
saja saya belum memperoleh dokumen mengenai pengujian tersebut karena berbayar dan cukup
mahal (standard intenasional)

3.8 Cara Uji Soil Release: Oily Stain Release Method (AATCC Test Method 130-2000)
3.8.1 Alat
 Kertas AATCC White textile blotting
 Kertas kaca atau yang setara
 Timer
 Pemberat
 Botol
 Washer
 Pengering
 Termometer
 Stain release replica
3.8.2 Bahan
 Deterjen
 Ballast (potongan-potongan kain yang sudah diputihkan)
 Minyak jagung

3.8.3 Cara uji


Prosedur pewarnaan
 Tempatkan spesimen yang tidak ternoda pada ketebalan tnggal AATCC white
paper tekstil permukaan horizontal
 Teteskan minyak sebanyak 5 tetes ditengah perkiraan tes
 Tempatkan 7,6 x 7,6 cm persegi kertas gelas di atas daerah noda
 Tempatkan pemberat pada kertas gelas langsung di atas area bernoda
 Biarkan pemberat tanpa terganggu kemudian lepaskan bobot dan buang lembar
kaca
 Jangan biarkan spesimen uji bernoda dan menghubungi satu sama lain dengan cara
yang akan mentransfer noda lalu cuci dalam 20 menit setelah pewarnaan

Prosedur pencucian
 Isi mesin cuci dengan air periksa dengan termometer
 Tambahkan 100 g detergen ke dalam mesin cuci
 Mulai pengadukan air, letakkan bal dan kemudian uji spesimen di mesin cuci
membuat total muatan 1,80 ± 0,07 kg
 Atur dial pada mesin cuci untuk cuci normal untuk dijalankan selama 12 menit
diukur waktu dan memungkinkan siklus untuk berjalan
 Pada akhir putaran, tempatkan seluruh beban, uji spesimen dan ballast, ke dalam
pengering
 Keringkan pada pengaturan norman pada waktu 45 menit atau sampai kering
 Hapus spesimen dari pengeringan lalu nilai sisa noda dalam 4 jam setelah
pengeringan

3.8.4 Evaluasi
 Pasang replika pelepasan noda pada papan pemasangan, dengan pusat standar 114
± 3 cm dari lantai
 Tempatkan spesimen uji datar pada meja hitam diatasnya dengan satu ujung meja
menyentuh papan pemasangan. Kain harus diputar untuk dilihat dari arah yang
menghasilkan yang terendah
 Jarak pandang adalah 76 ± 3 cm dari pemasangan belakang papan. Penilai
seharusnya berdiri tepat di depan spesimen. Memvariasikan sudut pandang baik
horizontal perhitungan atau vertikal dapat mempengaruhi nilai pada beberapa kain
 Setiap penilai harus secara independen dari sisa noda pada spesimen uji dengan
noda pada pelepasan noda replika dan beli nilai setiap spesimen uji pada 0,5 kelas
terdekat menurut tabel

BAB IV
DISKUSI
(Cara mendapatkan sertifikat Oekotex Standard 100)

Untuk mencapai tujuan menjadi label produk yang dipercaya oleh konsumen dan standar
keamanan produk yang seragam dalam menilai zat-zat berbahaya bagi produsen tekstil dan
pakaian, maka sistem Oeko-tex memiliki komponen sebagai berikut:
 Kriteria pengujian yang sesuai dengan hubungan antara tekstil dan manusia dengan
lingkungan yang memiliki dasar ilmiah bersifar seragam secaraglobal
 Evaluasi ulang tahunan dan pengembangan lebih lanjut nilai-nilai batas dan kriteria
yang telah ditetapkan
 Pengujian dan sertifikasi produk tekstil oleh lembaga penguji independen dengan
keahlian yang sesuai
 Pengujian bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi tekstil di semua tahapan
produksi (prinsip modular) yaitu pengujian dan sertifikasi dapat dilakukan paada setiap
tahap pengolahan produk tekstil
 Pemakaian bahan baku yang disertifikasi oeko-tex akan menimbulkan efek sinergi
dalam pengujian, termasuk pengurangan biaya pengujian
 Kesesuaian produk sebagai hasil manajemen mutu operasional perusahaan
 Audit perusahaan untuk memastikan rosedur sertifikasi yang optimal serta memberi
dukungan terarah bagi jaminan mutu operasional perubahaan
 Pengawasan produk dengan cara tes pengendalian secara berkala di pasar dan
pemeriksaan lokasi produksi oleh auditor endependen dari asosiasi oeko-tex
Untuk mendapatkan label atau sertifikasi oeko-tex yaitu dengan cara mengajukan
permohonan secara tertulis dari pihak produsen kepada salah satu lembaga penguji yang
berwenang atau kantor resmi diseluruh dunia lalu sampel dikirim dan akan di uji secara ekslusif
di lembaga anggota oeko-tex di Eropa dan Jepang untk memastikan konsistensi dan tingkat
pengujian yang tnggi. Persyaratan awal untuk pemberian sertifikat oleh lembaga penguji atau
pusat sertifikasi yang bersangkutan adalah adanya pernyataan kesesuaian dari pihak produsen
bahwa sampel produk tekstil yang lolos pengujian akan selalu sama dengan kualitas produk
yang dihasilkan atau dijual selama dua belas bulan masa berlakunya lisensi. Jika sudah
mengajukan permohonan maka langkah selanjurnya yaitu audit perusahaan dimana dalam
pengauditan ini, auditor dari lembaga pengujian oeko-tex bersama-sama dengan perusahaan
yang mengajukan peermohonan memeriksa proses produksi dan jaminan mutu perusahaan
untuk megoptimalkan persyaratan sertifikasi serta untuk memastikan mutu produk yang
berkaitan dengan ekologi manusia selama masa sertifikasi.
Sedangkan untuk biaya terdiri atas biaya lisensi, biaya audit perusahaan oleh lembaga
penguji yang ditunjuk serta biaya laboratorium dan perluasan sertifikat akan dikenai biaya
pemrosesan dan tergantung pada pengujian yang diperlukan untuk produk yang ditambahkan
Pengujian di laboratorium akan dilaksanakan setelah catatan data produk dan produksi
yang sistematis tersedia, lembaga pengujian yang ditunjuk menyusun rencana pengujian untuk
produk yang diuji lalu tekstil akan diperiksa dengan metode kasus-kasus terburuk yang
didefinisikan dengan tepat berdasarkan parameter katalog kriteria oeko-tex yang juga diuji
misalnya jumlah penyempurna yang tinggi. Pengujian laboratorium ini dilakukan baik secara
fisika maupun kimia dengan standard yang berkembang baik secara nasional maupun
internasional misalnya ISO , dll..
Setelah dilakukan pengujian laboratorium terhadap sampel produk dari pemohon,
lembaga penguji yang bersangkutan membuat laporan pengujian yang menjelaskan bahwa
sampel uji dianggap mewakili produk yang akan disertifikasi. Laporan pengujian
mendokumentasikan hasil pengujian secara terperinci dan secara khusus mengidentifikasi
penyimpangan serta upaya perbaikan terhadap penyimpangan tersebut. Sesuai dengan
permohonan yang diajukan oleh perusahaan, pengujian dilakukan menurut pesyaratan kelas
yang dipilih. Wearpack merupakan kelas II dimana produk tekstil langsung bersentuhan dengan
kulit. Nilai batas-batas yang sesuai untuk kelas produk masing-masing digunakan sebagai
kriteria penilaian. Laporan pengujian disertai rekomendasi dari lembaga penguji untuk
mengeluarkan sertifikat bagi kelompok produk yang diinginkan beserta keterangan umum
tentang kelas produk berdasarkan hasil pengujian. Biaya pelaksanaan pengujian dan pembuatan
laporan pengujian akan ditagihkan oleh lembaga penguji.
Agar bisa melabeli atau mengiklankan produk-produk yang telah lolos pengujian dengan
label oeko-tex pemohon harus membuat pernyataan kesesuaian secara tertulis sesuai dengan
EN 45014 sebelum diterbitkannya sertifikat, bahwa selama 12 bulan masa berlakunya sertifikat,
kualitas produk mereka yang berhubungan dengan manusia dan lingkugan yang bersasal dari
produksi saat ini akan selalu sama dengan kualitas sampel yang diserahkan, dengan kata lain
kualitas produk akan selalu konsisten. Persyaratan awal untuk hal ini adanya sistem jaminan
mutu (OA) operasional yang sesuai yang harus diakui oleh lembaga yang berwenang. Dengan
menyerahkan pernyataan kesesuaian, pemohon bertanggung jawab penuh atas kualitas produk
yang mereka produksi. Selain itu dalam pernyataan kesesuaian tertulis, pemohon yang
mengakui bahwa asosiasi oeko-tex berhak melaksanakan tes pengendalian pada produk tersebut
selama masa berlakunya sertifikat guna memastikan kepatuhan terhadap jaminan produk
Bagian selanjutnya dari sertifikasi selain dokumentasi tertulis dan pemeriksaan
laboratorium terhadap sampel pengujian yang dikirimkan adalah audit perusahaan di lokasi
perusahaan pemohon yang merupakan tempat produk yang akan disertifikasi diproduksi. Untuk
sertifikasi baru pelaksanaan kunjungan perusahaan oleh auditor dari lembaga anggota oeko-tex
yang ditunjuk berdekatan dengan saat pelaksanaan sertifikasi. Secara umum kunjungan
perusahaan dilakukan setiap tiga tahun sekali. Tujuan audit perusahaan adalah untuk
memastikan persyaratan sertifikasi yang optimal baik untuk lembaga penguji yang ditunjuk
(verifikasi persyaratan teknis) maupun untuk perusahaan pemohon (penentuan biaya, manfaat,
pengeluaran yang optimal melalui konsultasi sistematis mengenai pemilihan bahan sampel,
deksripsi kelompok produk, versi sertifikat, penggunaan label, langkah-langkah manajemen
mutu dan lain-lain.
Jika persyaratan dan hasil pengujian sudah tercapai atau sudah lolos seleksi maka
sertifikat akan diberikan, namun akan terjadi pemeriksaan kembali atau audit dari oeko-tex dan
jika produk tersebut tidak sesuai maka sertifikat tersebut akan dicabut oleh lembaga oeko-tex.

BAB V
KESIMPULAN

Label oeko-tex didapatkan dalam waktu yang panjang, biaya yang tinggi dengan
persyaratan yang begitu ketat, namun jika sudah memiliki produk dengan label atau sertifikat
oeko-tex maka akan memperoleh keuntungan yaitu meningkatkan peluang penjualan produk
perusahaan karena saat ini sejumlah besar pembeli dalam rantai produksi tekstil memerlukan
kriteria oeko-tex sebagai bagian integral dari persyaratan dan ketentuan pengiriman dan yang
paling penting adalah tanggung jawab akan keselamatan manusia dan lingkungan yang menjadi
kewajiban bagi setiap produsen untuk memperhatikan dua aspek penting ini. Dan juga bahan-
bahan yang sudah disertifikasi pengeluaran finansial untuk pengujian ganda bisa dihindari
karena hanya dilakukan terhadap apapun yang ditambahkan pada masing-masing tahapan
produksi.
DAFTAR PUSTAKA

www.oeko-tex.com
www.galerikonveksi51.com/blog/jenis-bahan-kain-wearpack/
alatsafety.net/pentingnya-mengenakan-wearpack/
ISO 105-E04:2013
ISO 105-C06:2010
SNI 08-7036-2004
SNI 0989;2011
ISO 4920:2012
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai