Anda di halaman 1dari 117

BAHAN PERKULIAHAN

BLOK 2.1 IMMUNOPATOLOGI


DHAKTARKA ARVESTY

Disusun Oleh :

Tim Bakul 2017

Semangat UJIAN BLOK !!!


Semoga diberi kelancaran dan hasil yang memuaskan

1
DAFTAR ISI

Fungsi dan Komponen Sistem Imun ………………………………………………………..… 3

Sistem dan Jaringan Limfatik ……………………………………………………………….. 13

Respon Imun Non-Spesifik …………………………………………………………………... 24

Imunitas Spesifik Seluler dan Humoral ……………………………………………………... 31

Sistem Imunitas Mukosa …………………………………………………………………….. 37

Toleransi Imunologi …………………………………………………………………………... 42

Inflamasi ………………………………………………………………………………………. 45

Hipersensitivitas ………………………………………………………………………………. 67

Autoimunitas ………………………………………………………………………………….. 70

Defisiensi Imun ……………………………………………………………………………...… 79

Anemia ………………………………………………………………………………………… 86

Imunofarmakologi …………………………………………………………………………... 103

Obat Autakoid dan Antihistamin …………………………………………………………... 107

Obat-Obat Hematinik ……………………………………………………………………….. 113

2
A. FUNGSI DAN KOMPONEN SISTEM IMUN

1. Definisi Sistem Imun

- Sistem imun = mekanisme pertahannan tubuh sebagai perlindunga dari bahaya berbagai bahan
dalam lingkungan yang dianggap asing bagi tubuh seperti bakteri, virus, jamur, parasit.

- Sistem imun = mekanisme untuk mempertahankan keutuhan tubuh, perlindungan terhadap


bahaya dari berbagai bahan dlm lingkungan hidup.

Sistem
Imun

Non
Spesifik
Spesifik

Fisik Larut Seluler Humoral Seluler

Kulit Biokimia : Fagosit Sel B : Sel T :

Selaput Lendir Lisozim Sel NK IgG Th1

Silia Sekresisebaseus Sel Mast IgA Th2

Batuk Asam Lambung Basofil IgM Th17


Laktoferin
Bersin Eosinofil IgE Treg
Asam
Sel Dendritik IgD Tdth
Neuraminik
CTL/Tc

Humoral : Sitokin NKT

Komplemen

APP

Mediator Asal
Lipid

Sitokin
3
2. Fungsi Sistem Imun

 Pertahanan terhadap serangan benda asing yang berbahaya/patogen (virus, bakteri,


parasit, jamur)
 Menolak sel-sel “asing” (e.g., organ transplant)
 Mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel yang abnormal/sel-sel yang mutasi (mutan)
 pertahanan I terhadap keganasan
 Membuang sel-sel yang sudah “tua” (contoh: eritrosit tua) & debris jaringan (produk dari
trauma atau penyakit).

3. Komponen Sistem Imun Nonspesifik

Pertahanan Fisik/Mekanik
Kulit memilki lapisan keratinosit dan epitel mukosa yang utuh dan tidak dapat ditembus
oleh mikroba. Tekanan oksigen yang tinggi di paru bagian aas membantu hidup kuman
obligat aerob seperti tuberkulosis.

Perubahan Biokimia
- Kebanyakan mikroba tidak dapat menembus kulit, dan beberapa dapat masuk
melewati gll. Sebaceus dan folikel rambut
- pH asam keringat dan sekresi sebaceus berbagai asam lemak kulit  denaturasi
protein membran sel  mencegah infeksi melalui kulit
- Lisozim dalam keringat, ludah, air mata, air suus ibu  melindungi tubuh terhadap
kuman gram positif karena dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding
bakteri.
- Air susu ibu  laktooksidase & asama neuraminik  sifatnya antibakterial thd
E.Coli dan stafilokokok.
- Saliva  enzim laktooksidase  merusak didning mikroba  kebocoran sitoplasma
- HCl lambung, empedu dalam usus halus  bikin lingkungan yg dapat mencegah
infeksi banyak mikroba.

4
- Bahan yg disekresi mukosa saluran napas (enzim dan ab) dari telinga  mukus yg
kental  melindungi sel epitel mukosa  bisa menangkap bakteri dan bahan lainnya
 dikeluar

Pertahanan Humoral
- Menggunakan berbagai molekul larut
- Molekul larut tertentu diproduksi di tempat infeksi atau cedera dan berfungsi secara
lokal

a. Komplemen
- Sejumlah protein yg jika diaktifkan akan memberi proteksi thd infeksi & berperan
dlm respon inflamasi.
- Diproduksi o/ Monosit & hepatosit
- Di serum normal C bersama Antibodi mampu membunuh bakteri gram negative
- Berperan dalam imunitas alami dan adaptif
- C1 s.d. C9, B, D, P adalah komponen nativ dari protein komplemen
- Fragmen dari komponen komplemen, ditulis huruf kecil. Jika fragmen berukuran
kecil, ditulis sebagai “a” dan jika besar, ditulis sebagai “b”. Misal C5b, Bb, C3a

5
b. Sitokin
- Adalah protein yg menstimulasi/menginhibit aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi
dan berbagai sel target pada aktivasi Ag.
- Berperan dalam maturasi sistem imun normal
- Regulasi pertahanan melawan penyakit infeksi
- Merespons mikroba dan Ag yang terlibat dalam imunitas dan inflamasi.
- Sifat- sifat sitokin :
Pleiotropik : suatu jenis sitokin dapat diproduksi oleh beberapa jenis sel dan dapat
beekrja pd beberapa sel target dan menghasilkan respon yang berbeda-beda.
Redudansi : beberapa jenis sitokin berbeda dapat menghasilkan efek yang sama pada
sel target
Sinergis : suatu sitokin dpt mempengaruhi sintesis dan dapat meningkatkan aktivitas
sitokin lainnya
Antagonis : suatu sitokin bekerja menghambat aktivitas sitokin lainnya
- Sitokin disekresikan oleh sel imun yg terpapar patogen.
- Semua sel berinti khususnya sel endo/epitel dan makrofage potensial memproduksi
IL-1, IL-6, and TNF-α
- Sitokin berperan dalam pertahanan spesifik maupun non spesifik.

6
-

Pertahanan Seluler
- Sel dalam sirkulasi : neutrofil, eosinofil basofil, monosit, sel T, sel B, sel NK, Sel
darah merah, trombosit.
- Sel dalam jaringan : eosinofil, sel mast, makrofag, sel T, sel plasma, sel NK.

Fagosit Mononuklear :

a. Monosit : - Progenitor > Promonosit > monosit dewasa

- Berperan sebagai apc (antigen Presenting cell)

- Produksi sitokin IL-1, IL-6, TNF-α

- Remodeling dan perbaikan jaringan

- Berada di peredaran darah

b. Makrofag : - Berbentuk khusus sesuai jaringan yang ditempati :


Usus : makrofag Intestinal
Kulit : sel dendritic atau Langerhans
Paru : makrofag alveolar, sel Langerhans
Jaringan ikat : histatin

7
Hati : sel kuffper

Ginjal : sel mesangial

Otak : sel microglial

Tulang : osteoklast

- Aktivasi makrofag oleh :

•Kontak lansung dengan pathogen/antigen

•Sitokin dari sel Th dan mediator responInflamasi ( Inflamasi sistemik, Pergerakan


neutrophil, aktivasi limfosit B dan T)

•Mempresentasikan fragmen antigen ke sel T

- Fungsi makrofag :

• Mengeluarkan lizozsim, complement, interferon dan sitokin

• Fagositosis bakteria

• Membersihkan sel yang rusak dan menginduksi perbaikan jaringan

Fagosit polimorfonuklear

a. Neutrofil :

- Sel pertama yang dikerahkan ke tempat infeksi(?)

- Produksinya distimulasi Colony stimulant factor (CSFs)

- Mempunyai granula primer dan sekunder :

• Primer : as. Hidroase, miloperoksidase, neutromidase

• Sekunder : laktoferrin dan lisozim

- Punya reseptor untuk IgG (FcγR) dan complement

- Dilengkapi reseptor TLR2, TL4 dan lainnya

b. Eosinofil :
- Berfungsi sebagai fagosit dan imunitas terhadap parasite

- Dapat mendegranulasi dan melepas mediator

8
- Granul pada eosinophil terdapat Major Basic Protein (MPB) yang berfungsi :

- Toxic potent untuk parasite cacing

- Menginduksi sekresi histamine dari sel mast


c. Sel mast dan basophil
- Sel mast di jaringan, basophil di sirkulasi

- Untuk memaksimalkan degranulasi harus, diinduksi FcεRI

- Terdapat 2 macam sel mast : • Sel mas pertama • Sel mast kedua
- Ditemukan di sekitar pembuluh darah dan mengandung histamine dan heparin
- Pelepasannya dihambat kromoglikat
- Ditemukan di saluran nafas dan saluran cerna
- Proliferasinya dipicu IL-3 dan IL-4
d. Sel Nk, null, Sel K
- Granul azurophilic, pseudopodia dan nucleus eksentris
- sekresi INF (α,β,γ) : INF (α,β) Untuk antiviral , INF (γ) untuk aktivasi makrofag
-Mengandung Perforin atau sitosilin dan grenzim, Fungsi : perforasi
membran sel sasaran
- membran sel NK mengandung prolactin, berfungsi : Mengikat perforin
( Proteksi diri sendiri)
- sel sehat mengeluarkan MHC-1 sehingga tidak diserang sel NK
- Reseptor aktivasi sel NK adalah NKG2D, untuk mengenali MHC-1
- Reseptor CD16, berikatan dengan IgG
e. Sel dendritik
- Merespon mikroba dengan mengeluarkan sitokin untuk : inisiasi
inflamasi, stimulasi respon adaptif
- stimulasi dengan mempresentasikan peptide ke CD4+ melalui MHC-II
dan ke sel CD8+ melalui MHC-I

9
Komponen Sistem Imun Spesifik

SEL T
Komponen Fungsi
Sel TC Memusnahkan sel yang terinfeksi
Sel TH Aktivasi makrofag untuk membunuh mikroba
Sel T memori Untuk mengigat mikroba yang pernah masuk
Sel Ts (supressor) Menekan pertumbuhan sel

JENIS SEL TH
TH 1 Berperan pada infeksi
TH 2 Berperan pada alergi, merangsang sel B
unutk meningkatkan produksi antibodi
TH 9 Ikut berperan dalam patofisiologi penyakit
alergi saluran nafas
TH 17 Pengarahan aktivasi dan migrasi netrofil
aktivasi dan migrasi netrofil
TH 22 Ditemukan pada lapisan epidermal dan
berperan pada penyakit inflamasi kulit
SEL B
B Produksi antibodi

Pertahanan Humoral

Pemeran utama : Limfosit B

- Humor = cairan tubuh

- Sel B dari sel mulipoten sumsum tulang

- Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi, dan
berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi.

- Ab yang dilepas ditemukan di serum

- Fungsi Ab : pertahanan infeksi ekstraselular, virus, bakteri, menetralisisr tokisnnya

Pertahanan Seluler

- Pemeran : Limfosit T atau sel T

10
- Berasal dari sel multipoten sumsum tulang (dewasa), proliferasi, dan diferensiasi di
timus.
- 90-95% dari semua sel T dalam timus mati, 5-10% nya aja yang matang  sirkulasi
- Faktor timus = timosin ditemukan di sirkulasi darah sebagai hormon yang dpaat
mepengaruhi diferensiasi sel T di perifer.
- Sel T punya beberapa subset, yaitu CD4+ (Th1, Th2) dan CTL
- Sel CD4+ : mengaktifkan sel Th1  mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan
mikroba
- Sel CD8+ : memusnahkan sel terinfeksi

11
4. Perbedaan Sistem Imun Nonspesifik dan Spesifik

Innate/ Non Adaptif Acquired / adaptive


(Tidak Spesifik) (Spesifik)
Sudah ada sejak kita lahir Berkembang sepanjang hidup
Barisan pertahanan : Mengenal zat asing dan beradaptasi secara
- Fisik/ mekanik individual terhadap tiap jenis patogen
- Biokimiawi
- Humoral
- Selular
Menghancurkan zat asing
Resistensi : Tidak berubah oleh infeksi Membaik oleh infeksi berulang
Waktu respon : menit/ jam selalu siap Hari (lambat)
Pajanan : tidak perlu Harus ada pajanan sebelumnya
Tidak memiliki sistem memori Memiliki sistem memori
Jumlah reseptor terbatas Reseptor sangat bervariasi, jumlah banyak,
terbentuk oleh rekombinasi genetik dan gen
reseptor

Perbedaan Utama Imunitas Non-Spesifik dan Spesifik

Respon Nonspesifik Respon Spesifik


Selalu siap Respon intens
Respon cepat Perlindungan lebih baik pada
Kelebihan
pajanan berikut
Tidak perlu ada pajanan sebelumnya
Dapat berlebihan Tidak siap sampai terpajan
Kekurangan alergen
Kekurangan memori Respon lambat

12
B. SISTEM DAN JARINGAN LIMFATIK

13
1. Struktur dan Fungsi Sistem Limfatika

Sistem limfatika terdiri dari limfa, pembuluh limfa, jaringan limfatik, dan sumsum tulang
merah. Limfa adalah cairan interstisial yang masuk ke dalam pembuluh limfa. Jaringan limfatik
adalah bentuk istimewa dari jaringan ikat retikuler yang mengandung banyak limfosit. Jaringan
sistem imun kita terdiri dari organ limfoid primer (generatif) dan organ limfoid sekunder
(perifer).

Fungsi :

1. Saluran cairan interstisial yang berlebih  pembuluh limfa mengalirkan cairan


yang berlebih dari jaringan dan mengembalikannya ke darah.
2. Transport diet lipid (vitamin ADEK)
3. Membawa APC kecuali di jaringan avaskuler, SSP, tulang, Spleen, sumsum
tulang

Kapiler Limfatik

Kapiler limfatik memiliki permeabilitas dan diameter yang lebih besar dibandingkan
kapiler darah. Kapiler ini mempunyai struktur unik one-way sehingga cairan bisa dengan mudah
masuk ke dalamnya namun sulit untuk keluar. Ketika tekanan di cairan interstisial lebih tinggi
dibandingkan kapiler limfatik, sel-sel yang ada di dinding kapiler limfatik akan merenggang
sehingga memungkinkan cairan yang berlebih tersebut untuk masuk ke dalamnya.
Merenggangnya sel-sel endotel disebabkan karena adanya jaringan elastis di achoring filaments.
Sebaliknya, jika tekanan di dalam kapiler limfatik lebih tinggi, sel endotel akan semakin lengket
sehingga cairan di dalamnya tidak bisa keluar.

14
Karakteristik kapiler limfatik :

o Selendotel yang terputus (tanpa zonula okluden) yang salingtumpangtindih


o Lamina basalis terputus
o Ada filamenpenghubungkejaringan
o Permeabilitas>besar (protein & lipid)

Trunkus Limfatikus dan Duktus

Trunkus limfatikus merupakan pertemuan dari pembuluh limfatik. Dari trunkus


limfatikus akan bermuara ke duktus limfatikus selanjutnya ke vena.

Ada 2 macam duktus :

1. Duktus thoracicus (limfatik kiri) menerima aliran dari trunkus lumbar kanan dan kiri,
trunkus intestinal, jugularis kiri, subklavia kiri, dan brokomediastinal kiri. Duktus
thoracicus mengalirkan limfa ke vena di junction jugularis interna kiri dan vena subklavia
kiri.

15
2. Duktus limfatik kanan  menerima aliran dari jugularis kanan, subklavia kanan, trunkus
bronkomedial kanan. Duktus limfatik kiri mengalirkan limfa ke vena di junction jugularis
interna kanan dan vena subklavia kanan.

Nama Trunkus Asal Aliran


Trunkus Lumbar  ekstremitas bawah
 dinding & viscera pelvis
 ginjal
 kelenjar adrenal
 dinding abdomen
Trunkus Intestinal  gaster
 usus
 pankreas
 splen
 liver
Trunkus Bronkomediastinal  dinding thorax
 paru-paru
 jantung
Trunkus Subklavia  ekstremitas atas
Trunkus Jugularis  kepala
 leher

16
2. Organ Limfoid Primer (Generatif)

Timus

Timus terletak di mediastinum diantara sternum dan aorta (posterior sternum). Warna
merah pada timus disebabkan karena tingginya suplai darah. Seiring dengan bertambahnya usia,
timus akan banyak diisi oleh adiposa sehingga warnanya berubah menjadi kekuningan. Pada
masa kanak-kanak, berat timus mencapai 70 gram. Saat tua, timus mengalami atrofi hingga
beratnya 3 gram.

Timus terdiri dari dua lobus yang dieratkan oleh jaringan ikat, tapi jaringan ikat ini
membentuk kapsul yang memisahkan timus sehingga membentuk 2 lobus. Setiap lobus terdiri
dari lobulus-lobulus. Setiap lobulus terdiri :

a. Korteks

 Terdapat banyak sel T, sel dendritik, sel epithelial, dan makrofag


 Pre-sel T (sel timosit) bermigrasi dari sumsum tulang merah ke bagian korteks
untuk pematangan dan proliferasi. Pematangan ini juga dibantu oleh sel dendritik
 Sel endotelial berfungsi untuk mengedukasi sel T

17
 Sel endotelial dan sel dendritik  produksi hormon timus (timosin & timpoetin)
 maturasi sel T
 Hanya 2% dari sel T yang akan bertahan hidup di korteks, sisanya apoptosis. Sel
T yang bertahan akan masuk ke medula
 Makrofag berperan menghilangkan debris dan sisa sel T yang apoptosis

b. Medula

 Terdiri dari sel T yang lebih matur, sel epitelial, sel dendritik, dan makrofag
 Beberapa sel epitelial degenerasi dan diisi oleh granul kertohialin dan keratin
membentuk korpus timus (Hassall’s)
 KorpuskulumHassal :
- Medullary epithelial cell yang tersusunmelingkardengan stadium keratinisasi,
- Menghasilkansitokin>maturasi single-positive T cell
- Semakinbertambahdenganusia

Sel T yang sudah matur akhirnya masuk ke aliran darah menuju ke limfonodi, splen, dan
jaringan limfatik lainnya.

Sumsum Tulang

Sel B mengalami maturasi di sumsum tulang. Sel B yang matang kemudian akan masuk
ke aliran darah menuju organ limfoid sekunder. Sumsum tulang terdiri dari :

• Tulang/trabekulatulang

• Endosteum, jaringanikat tipis

• Kapiler sinusoid, denganendoteldanmembrana basalis

• Sel-sel stroma (makrofag, selretikulum, fibroblas ) : menghasilkanfaktorpertumbuhan

• Serabut-serabutretikuler

• Sedikitsellemak, kecualipada SUMSUM KUNING (banyak dan tidak ada


selhematopoetik)

• Sel-sel hematopoetik

18
3. Organ Limfoid Sekunder (Perifer)

Organ limfoid sekunder merupakan tempat APC memberikan antigen kepada sel T.
Susunan anatomis organ limfoid perifer memungkinkan APC untuk mengkonsentrasikan antigen
di dalam organ ini. Susunan ini dilengkapi oleh kemampuan limfosit naif untuk bersirkulasi ke
tempat yang banyak antigen.

Limpa/Spleen

 Tempat utama fagositosis mikroba


 Individu tanpa limpa lebih rentan thdp infeksi bakteri berkapsul seperti pneumokok dan
meningokok karena bakteri tersebut biasanya disingkirkan melalui fagositosis
 Terdiri dari zona germinal (zona sel T) dan zona folikel (zona sel B)
 Terletak di regio hipokondria
 Parenkim spleen terdiri dari 2 macam jaringan :

19
- White pulp(Pulpa Alba) : terdiri dari limfosit dan makrofag. Ada cabang
dari arteri sphlenica yang disebut arteri central. Darah mengalir dari arteri sphlenica
menuju arteri central di pulpa putih. Di pulpa putih, sel B dan sel T memulai
mekanisme pertahanan. Disana juga ada makrofag untuk fagositosis patogen.
- Red pulp (Pulpa Rubra) : terdiri dari sphlenic cords (Billroth’s) yang terdiri
dari sel darah merah, makrofag, limfosit, sel plasma, granulosit. Memiliki 3 fungsi,
yaitu tempat memindahkan sel darah yang rusak, tempat penyimpanan platelet,
hemopoiesis selama fetal.)

Kelenjar Getah Bening/ Limfonodi/Nodus Limfatikus

 Banyak terdapat di glandula mammae, axilla, dan lipatan paha


 Outer Cortex terdiri dari banyak sel B. sel Tempat pembentukan respon terhadap
antigen.
- Germinal Center APC akan mempresentasikan antigen kpd sel B. Sel B
akan berubah menjadi sel plasma. Sel plasma selanjutnya akan berdiferensiasi
menjadi sel memori dan sel efektor.
- Sel B yang tidak tumbuh dengan baik akan mengalami apoptosis dan
dihancurkan oleh makrofag
 Inner Cortex terdiri dari sel T dan sel dendritik. APC akan mempresentasikan antigen
kepada sel T. Sel T akan proliferasi. Sel T yang baru saja terbentuk akan bermigrasi ke
daerah yang banyak aktivitas antigenik.
 Medulla  terdiri dari sel B.
 Jalur di dalam KGB.
Pembuluh limfatik aferen  sinus  sinus subskapular  sinus trabekula  sinus
medulla  pembuluh limfatik eferen  hilum
 Fungsi limfonodi hampir mirip dengan filter karena zat asing yang dibawa ke dalamnya
akan ditrapped oleh jaringan ikat retikuler di daerah sinus. Zat asing itu akan
dimusnahkan oleh makrofag dan limfosit. Pembuluh limfa eferen ternyata jumlahnya
tidak sama banyak dengan aferen. Pembuluh eferen lebih sedikit, sehingga limfa yang
terjebak di nodus itu mengalami ‘filtering’ berkali-kali sebelum mencapai pembuluh
limfa eferen.

20
Mucosal Associated Lymphoid Tissue (MALT)

 Merupakan agregat jaringan lomfoid/limfosit dekat permukaan mukosa


 Letak : saluran nafas atas, saluran cerna, saluran urogenital, glandula mammae
 Berupa jaringan limfoid tanpa kapsul yang mengandung sel limfosit dan APC

1) BALT (Bronchial Assosiated Lymphoid Tissue)


Nodul terletak di sekitar bronkus dan berhubungan dengan epitel seperti plak di
sel limfoid
Sel plasma ditemukan di bawah epitel
Sel BALT memiliki kemampuan pergantian yang tinggi
Berperan dalam respon terhadap antigen yang terhirup
2) GALT (Gut Assosiated Lymphoid Tissue)
Tersebar di mukosa saluran cerna
2/3 saluran imun terdapat di pencernaan. Luas saluran cerna orang dewasa adalah
400m2 dan selalu terpajan dengan antigen dan mikroba

21
3) Microfold Cell / Sel M
Mengantarkan kuman dan bahan makromolekul ke playk peyer
Sel ini bukan APC
Memiliki permukaan yang relatif besar dengan lipatan-lipatan mikro yang
menempel pada mikroorganisme dan permukaan makromolekuler

4) Tonsil
Ada 3 macam tonsil :
- Faringeal
- Palatina

- Lingual
Struktur Tonsil :
- Noduli-nodulilimfatici
- Dibatasibukankapsul, tetapiEpitel
- Tonsil palatina&lingualis : epitelberlapispipih
- Tonsil Faringea : epitelkolumnerbersilia
- Terdapatkripta

22
5) Plak Peyer
Regio sentral plak peyer diisi oleh sel B
Beberapa epitel yang menutupi plak peyer mengandung sel M khusus
Ada di jejunum dan ileum. Paling banyak ada di ileum
Sel T dan B yang bersifat antigen reaktif akan keluar melalui pembuluh limfatik
eferen menuju ke KGB mesentrika lalu ke duktus thoracicus

23
C. RESPON IMUN NON SPESIFIK
Imunitas non-spesifik merupakan 1st line dan 2nd line of defense dari sistem pertahanan
tubuh yang melibatkan komponen fisik, zat-zat terlarut, serta seluler. Untuk merespon
berbagai antigen yang masuk ke dalam tubuh, imunitas non spesifik harus siap siaga untuk
terjun ke lapangan pertama kali. Nah temen-temen sudah mengetahui berbagai jenis
komponen yang terlibat dalam imunitas non-spesifik. Maka kali ini kita akan membahas
respon imunitas non-spesifik atau non adaptif terhadap patogen atau sel-sel asing dan sel
tubuh yang rusak.

1. Tahap Respon Sistem Imun Ini Ada 4:


a. Deteksi & mengenali benda asing

b. Komunikasi dengan sel lain untuk berespons

c. Rekruitment bantuan & koordinasi respon

d. Destruksi atau supresi penginvasi

Pengenalan suatu benda atau suatu sel di dalam tubuh oleh sistem imun dapat
berupa pengenalan sel/zat sendiri (sel yang sifatnya sudah alaminya ada di dalam tubuh
normal atau biasa disebut dengan self) dan sel/zat asing (seperti mikroba yang bukan
alami dari tubuh atau biasanya disebut komponen non-self).
Untuk memberikan respon terhadap zat asing yang masuk ke dalam tubuh, zat
asing tersebut harus berikatan dengan reseptor khusus yang ada pada komponen sistem
imun baik non-spesifik maupun spesifik. Lalu bagaimana caranya ?
Komponen self akan mengekspresikan self indicator yaitu suatu sinyal atau
komponen tertentu seperti ligan yang menandakan bahwa ia adalah sel normal di dalam
tubuh ligan akan berikatan dengan reseptor Reseptor akan mengenali dan membedakan
komponen self dan non-self.
Patogen akan mengekspresikan juga sinyal atau molekul yang isinya pesan yang
kira-kira seperti “hey ini aku patogen” nah pesan atau molekul tersebut disebut dengan
pattern recognition molecules/PAMPs

24
(Pathogen Associated Molecular Patterns) dan PAMPs ini dapat berupa molekul-molekul
seperti
a. Karbohidrat, protein, lipid atau kombinasinya
b. Mannosa
c. LPS (lipopolisakarida) bakteri.
Selain patogen, komponen sistem imun dapat mengenali sel atau protein tubuh yang
abnormal, protein asing dan sel individu lain hasil transplantasi.

2.Reseptor Sistem Imun Non Spesifik


Di dalam tubuh, pesan tersebut ditangkap oleh suatu reseptor pada sistem imun yang disebut
juga dengan PRS (Pattern Recognition receptors) yang bentuknya dapat berupa
a. Toll-like receptors (TLR)
b. Scavenger receptor (SR)
c. Mannose receptors
d. CD14/LPS receptors.

Fungsi masing-masing reseptor


a. Toll-Like Receptors (TLR).
Peran TLR Aktivasi respon imun.
Tiap TLR dapat mengenali satu atau lebih PAMP’s atau sinyal-sinyal patogen dan
biasanya interaksi interaksi langsung dengan molekul yang ada dipermukaan patogen.
b. Scavenger Receptors
Peka terhadap karbohidrat dan lipid yang dibawa oleh patogen.
Merupakan molekul pengenal yang diekspresikan oleh makrofag dan Sel dendritik yang
fungsinya adalah untuk mengikat berbagai bakteri gram postif dan bakteri gram negatif,
fagositosis serta apoptosis jaringan.

25
c. Nucleotide-binding
Oligomerization Domain (NOD receptor).
NOD merupakan reseptro yang bereperan dalam imunitas non-spesifik yang bersifat
sitotoksik. Terdapat 2 jenis NOD yaitu NOD-1 dan NOD-2 yang peka terhadap
komponen dinding sel bakteri (Peptidoglikan).
d. Fragment-crystallized receptors (FcR)
FcR merupakan reseptor yang terdapat di beberapa jenis limfosit, makrofag, dan sel mast
dimana merupakan tempat melekatnya immunoglobulin (Ig). Untuk pemberian namanya
sejauh ini yang sudah dikenali adalah FcɣR untuk IgG, FcεR untuk IgE, FcαR IgA namun
untuk beberapa jenis Ig masih belum diketahui secara pasti.

3. Aktivasi Komplemen
Komplemen merupakan senyawa protein. Komplemen terdapat pada serum darah yang
dapdt bekerja sama dengan antibodi dalam kerjanya menghadapi patogen. Komplemet
dihasilkan oleh hepatosit yang memiliki peran sebagai
1. Opsonin
2. Faktor kemotaktik
3. Destruksi atau lisis patogen.
Penamaan komplemen diawali huruf “C” lalu diikuti dengan angka. Angka disini bukan
urutan aktivasi melainkan diurutkan berdasarkan penemuannya. Lalu dilanjutkan dengan
suffix berupa huruf “a” untuk molekul kecil, dan “b” untuk molekul besar.
*pengecualian pada:
1. molekul C2 “a”=molekul besar dan “b”= molekul kecil.
2. molekul C1 tidak diikuti suffix a atau b melaikan “q” “r” “s”.
3. ditemukan komlemen baru yang disebut faktor B dan faktor D.

4. Sistem Fagosit Makrofag

Merupakan sebutan klasik kolektif untuk semua sel fagosit yang daoat hidup lama di
seluruh jaringan tubuh yang kemudian disebut dengan fagosit makrofag. Sel-sel sistem imun
nonspesifik utamanya ada 4, yaitu:

26
a¶ Neutrofil
Fgs: - Fagositosis
- Spesies reaktif oksigenb dan nitrogen
- Peptide antimicrobial
b. Makrofag

fgs.

- Fagositosis
- Mediator inflamasi
- Presentasi antigen
- Spesises reaktif oksigen dan nitrogen
- Sitokin
- Protein komplemen
c. SD

fgs.

- Presentasi antigen
- Sinyal konstimulator
- Spesies oksigen reaktif
- Interferon
- Sitokin
d. Sel NK

fgs.

- Lisis sel yang terinfeksi sel yang terinfeksi virus


- Interferon
- Aktivasi makrofag

27
5. Mekanisme Fagositosis Dan Efek Yang Ditimbulkan

Fagoistosis efektif dalam invasi kuman dini akan dapat mencegah timbulnya infeksi. Yang dalam
kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik. Penghancuran kuman
terjadi dalam beberapa tingkat sbb:

1. Kemotaksis
2. Menangkap
3. Memakan
4. Fagositosis
5. Memusnahkan dan
6. Mencerna

28
Fagositosis meningkatkan aktivasi dan penghancuran patogen

Fagositosis membunuh mikroba intraseluler

29
Fagositosis memerlukan proses mengena;l, menelan dan degradasi

6. Faktor Yang Meningkatkan Fagositosis

Fagosit memiliki reseptor Fc untuk IgG (Fc-gamma) yang meningkatkan interaksi antarsel dan
opsonisasi. Isotipe IgG (IgG1 dan IgG3) merupakan opsonin teraktif. IgG2, IgG4 dan IgA juga dapat
berperan sebagai opsosnin, tetapi kurang efisien.

30
D. IMUNITAS SPESIFIK SELULER DAN HUMORAL

1. Macam-Macam APC

1. APC : sel yang mampu menangkap, memproses dan mempresentasikan antigen kepada
sel T.
APC juga menyuplai sinyal kedua kepada sel T agar sel T bisa melakukan prliferasi,
diverensiasi dan aktifitas efektor
Faktor yang mempengaruhi APC : ekspresi MHC I dan II, internalisasi dan degradasi Ag,
aktivitas co-stimulatory
2. APC profesional, distribusi di limfonodi
a. Dendritik: korteks, Memiliki fungsi utama sbg inflamasi respon sel T CD4, penolakan
alograft, mempresentasikan sel T,
-presentasi ke sel T naif, kostimulator B7 pada dendritik dengan ligan CD28 pada sel
T naif.
- respon :sel T efektor: aktivasi sel T naif, ekspansi dan diferensial kloning menjadi
sel Tefektor
b. Makrofag : korteks dan medulla, berfungsi sebagai perkembangan sel efektor CD4 ,
mempresentasikan sel T dan sel B ( hati : kupfer, otak : astrosit)
- Presentasi ke sel T efektor
- Mikroba dibunuh akibat aktivasi sel T efektor dan makrofag
c. B limfosit : di germinal center, dirangsang respon sel T CD4 pada respon humoral,
mempresentasikan sel T
- Presentasi ke sel T efektor
- Membentuk antibodi, akibat aktivasi sel T sel B dan produksi Ab

31
2. Mekanisme APC

3. MHC :
a. MHC I :dijumpai di seluruh sel berinti pada tubuh dan akan mempresentrasikan
Antigen kepada sel T citotoxyc
b. MHC II : berlokasi di sel dendritik, makrofag dan sel B untuk mempresentasikan
patogen ke sel T CD4+ atau sel T helper
4. Aktivasi Sel T
- Terdiri atas sel T naive : blm terpapar antigen spseifik
- Sel T armed efektor : sel T yg sudah sensitisasi antigen -> proliferasi dan
diferensiasi
a. Mekanisme aktivasi sel T
1. Prosessin dan presentasi antigen
- Antigen endogen maka yg berperan adalah MHC I
- Antigen eksogen maka yg berperan adalah MHC II

32
- Antiigen akan ditangkap sel dendritik kemudian sel dendritik aktif akibat adanya
ligan TLR dan sitokin, DC dan antigen bermigrasi ke pembuluh limfatik dan
menuju ke nodus limfonodi untuk dipresentasikan ke sle T
2. Sel T teraktifasi
- Sel T yg teraktifasi akan mensekresi IL2 dengan yg diinduksi oleh rantal alfa beta
dan gama ( plg kuat rantai alfa)
- Sel T ygteraktivasi akan mengubah ekspresi molekul permukaannya sehingga
terjadi diferensiasi sel T cd4 menjadi sel Th1( aktif karena adnya IL12 dari APC)
dan sel Th2(aktif karena adanya IL4)
- Th1 DAN Th2 akan mengekspresikan :

3. Fase Efektor :
Terdapat 3 kelas sel T efektor :
1. Sel T CD8 sitotoksik : membunuh sel dengan MHC 1
2. Sel T CD4 1 helper 1 dan 2 mengenali fragmen antigen yg dipresentasikan
MHC 2. Th1 : mengaktifkan makrofag sel B, th2 : induksi sel B dan priliferasi
serta pbtkn Ab

33
3. Th1 dengan IFN gamma : opsonisasi dan fagositosis
4. Th2 dengan IL 5 : aktivasi eosinofil, dengan ILF : degranulasi sel mast
5. Sel T memori yg terbentuk dari sel T naive membutuhkan IL7 dn IL15 untuk
survive

5. Aktivasi Sel B

1. Aktivasi sel B : karena adanya molekul CD40L dan sitokin IL4 dan IL6 dari sel T efektor
Proses aktivasi sel B

34
2. Terbentuk Immunoglobulin yg berfungsi sebagai :
1. Netralisasi toxin dengan cara Ab akan block binding toxin ke sel
2. Netralisasi virus dengan cara antibody block binding virus reseptor
3. Mencegah kolonisasi bakteri melalui blok molekul adhesi
4. Inisiasi aktivasi kompelemen dengan cara IgM dan IgG bind ke C1q untuk aktivasi
kaskade
3. Sel B terdiri dari sel plasma dan sel memori. Sel plasma merupakan bentuk dari sel B yg
telah aktif akibat adanya antigen dan akan melakukan respon. Sedangkan sel memori
merupakan memori untuk antigen sepsifik
4. Antibodi terdiri atas rantai berat dan rantai ringan. Adanya rantai berat menjadi Ig
bervariasi menjadi IgA, IgM, IgG, IgD, IgE

35
36
E. SISTEM IMUNITAS MUKOSA

1 Menjelaskan Pengertian Dan Komponen Sistem Imun Mukosa

Sistem Imun Mukosa merupakan bagian dari organ limfoid sekunder yang mengandung
jaringan limfoid yang kurang terorganisasi secara kolektif dan ditemukan di berbagai tempat di
tubuh. Sistem imun mukosa berperan dalam pertahanan imun local dan regional melalui kontak
langsung dengan antigen asing.

MALT atau Mucosal Associated Lymphoid Tissue merupakan agregat jaringan limfoid
atau limfosit di permukaan mukosa. MALT ditemukan di jaringan mukosa saluran napas bagian
atas, saluran cerna, saluran urogenital, dan kelenjar mamae yang berupa jaringan limfoid tanpa
kapsul mengandung sel limfosit dan APC yang mengawali respon imun terhadap antigen yang
terhirup dan termakan.

Komponen system imun mukosa terdiri atas IgA Sekretori dan sel epitel. IgA Sekretori
diproduksi sel plasma di lamina propria yang dapat bereaksi dengan makanan atau alergen lain
yang dicerna. Sel Epitel mukosa merupakan sawar antara lingkungan internal dan eksternal.

BALT atau Bronchial Associated Lymphoid Tissue memiliki struktur berupa cincin
berupa nodul terletak di sekitar bronkus dan berhubungan dengan epitel seperti plak sel limfoid.
BALT berperan dalam respon terhadap antigen kuman yang terhirup. GALT atau Gut Associated
Lymphoid Tissue tersebar di mukosa saluran cerna. Pada orang dewasa mempunyai luas
permukaan sekitar 400m2 . Permukaan yang luas tersebut selalu terpajan dengan mikroba dan
makanan yang munkin dapat menerangkan mengapa 2/3 seluruh system imun ada di saluran
cerna. Secara fungsional, GALT terdiri atas dua komponen, yang terorganisasi dan yang difus.

2 Menjelaskan Struktur Komponen Sistem Imun Mukosa (Inductive Site Dan Effector Site)
Dan Perannya Dalam Sistem Imun Mukosa

Antigen diangkut melalui lapisan epitel oleh sel M ditempat induksi yang mengaktifkan
sel B di folikel limfoid sekitar. Sel B yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
memproduksi IgA, Bermigrasi sepanjang jaringan submucosa. Lapisan epitel mukosa luar
mengandung limfosit intraepitel yang banyak diantaranya adalah sel T.

37
*) INDUCTIVE SITE

Komponen terdiri atas : Epitel Mukosa dan Sel M

Epitel Mukosa yaitu MALT merupakan daerah induksi yaitu sebagai daerah yang terpapar
antigen pertama kali sebagai sumber memori sel B dan sel T.

Sel M sebagai sel pengangkut khusus antigen memiliki kantong besar pada membrane
basolateral berisikan limfosit dan makrofag. Sel mengantarkan antigen dari lumen saluran cerna
ke sel imun yang berada di dalam kantong.

*) EFFECTOR SITE

Komponen terdiri atas : Lamina Propria, Epitel Saluran (GIT, RT, GUT), Stroma kelenjar
eksokrin.

Merupakan tempat respon imun mukosa berlangsung, mengandung sel-sel efektor spesifik
antigen, sel plasma sebagai penghasil IgA, dan adanya sel memori sel B dan T.

3 Menjelaskan Peran Sel M, Peyer Patches Dalam Sistem Imun Mukosa

*) Sel M

Sel M atau Microfold Cell merupakan sel epitel saluran cerna yang pinositik aktif, berperan
dalam mengantarkan antigen dan bahan makromolekul dari lumen intestinal ke plak Peyer /

38
Peyer Patches. Sel M BUKAN merupakan APC, tetapi sel yang berada di epitel plak peyer
berperan dalam presentasi antigen. Sel M berperan pada daerah induksi system imun mukosa.

*) Tonsil dan Plak Peyer

Tonsil tenggorok terdiri atas 3 golongan tonsil, yaitu tonsil palatina, tonsil lingual, dan
tonsil faringeal atau adenoid. Ketiganya membentuk cincin WALDEYER. Tonsil Faring
merupakan analog dengan Plak Peyer.

Plak Peyer merupakan folikel limfoid yang terisolasi di usus kecil berperan pada fase
induksi system imun. Regio sentral plak Peyer diisi sel B dan juga mengandung sel T (CD4 + ).
Plak Peyer merupakan agregat folikel limfoid di mukosa gastrointestinal yang ditemukan di
seluruh Jejunum dan Ileum (Paling banyak di Terminal Ileum). Merupakan tempat precursor sel
B yang akan mengalihkan produksi IgA dan tempat sel T naif yang akan berubah menjadi sel
memori T yang bermigrasi ke mukosa distal dan tempat non-mukosal. Limfosit B dan T yang
antigen reaktif, keluar melalui eferen limfatik dan bermigrasi ke kelenjar getah bening
mesenterik, lalu ke ductus torasikus dan akhirnya ke pembuluh darah. Selanjutnya sel-sel
tersebut mencari tempat tertentu (homing) di berbagai tempat terutama di lamina propia berbagai
jaringan mukosa saluran cerna

39
4 Menjelaskan Peran IgA dalam Sistem Imun Mukosa

Sistem imun mukosa difus terdiri atas limfosit intraepitel dan limfosit di lamina propria.
Limfosit intraepitel ditemukan di epitel mukosa dan di atas lamina propria. Sel-sel tersebut
tersebar difus di jaringan mukosa dan tidak memiliki struktur jelas seperti di system imun
mukosa yang terorganisasi. Limfosit intraepitel terbanyak adalah sel T (lebih dari 90%) yang
dapat berupa CD8+ atau CD8-.

Respon imun terhadap antigen oral berbeda dengan respon imun terhadap antigen di
tempat lain. Perbedaan utama karena adanya produksi kadar IgA yang tinggi di jaringan mukosa.
Lamina propria terletak tepat di bawah epitel yang strukturnya longgar sebagai sekresi antibody

40
terutama IgA yang diproduksi sejumlah besar sel plasma. IgA diangkut dari lamina propria ke sel
epitel melalui reseptor immunoglobulin polimerik untuk selanjutnya ke lumen. Lamina propria
mengandung banyak sel CD4+ dan CD8+ (CD4+ 2x lebih banyak) dan juga sel B (ekspresi IgM
terbanyak, IgA sedikit, tetapi dapat meningkatkan produksi IgG walaupun jumlah sel B sedikit.
IgA berfungsi terutama pada system sekretoris eksternal seperti kolostrum, saliva, pernapasan
dan pencernaan. Mencegah keberadaan mikroba di mucus.

41
F. TOLERANSI IMUNOLOGI

Tolerransi Imun adalah keadaan tidak adanya respon sel limfoid aktif terhadap Ag tertentu

 Bersifat spesifik

 Terjadi baik pada sel B maupun sel T

 Melibatkan berbagai mekanisme

 Terbentuk karena proses “belajar”

1. Bentuk toleransi imunologi

1. Natural/self tolerance: toleransi imun terhadap self-ag, gagal  autoimun

2. Induced tolerance : toleransi terhadap Ag dari luar  dengan memanipulasi sistem imun

Toleransi sentral
• Lokasi : organ limfoid primer

• Terjadi selama proses maturasi  limfosit imatur terpapar self-Ag :

 sel mati

 mengekspresi reseptor Ag baru (sel B)

 perubahan kemampuan fungsional (sel T CD4+)

Toleransi Perifer
• Lokasi: organ limfoid sekunder

• Limfosit matur  terpapar self-Ag:

 tidak mampu berespon

 apoptosis

 mengalami penekanan/supresi

2. Toleransi sel T
toleransi sentral SEL T

1) Delesi: seleksi positif dan negatif dengan di resentasikanya self-antigen

AIRE (autoimmune regulator) :

- Protein regulator transkripsi gen

42
- Mengatur sel epitel timus mengekspresikan berbagai protein self antigens (tissue spesific Ag)
jaringan perifer

- Faktor genetik penyebab human autoimmune disease (APS-1)

2) Diferensiasi menjadi sel Treg (sel T CD4+)

Toleransi perifer sel T

1. Anergi: inaktivasi fungsional

Aktivasi sel T dipengaruhi oleh 2 sinyal :

1. Interaksi epitop pada MHC dg TCR

2. Interaksi molekul kostimulator pada APC dg ligand-nya pada sel T

Kostimulator : B7 (CD 80/86)

Ligand : CD28

2. Ignorance

Beberapa jaringan tubuh tersembunyi di balik barrier anatomi  tidak bisa dicapai oleh sel T reaktif

Barrier rusak : sel T terpapar protein jaringan  autoimun

Contoh :

Trauma mata  protein lensa mata

ke luar  terpapar sistem imun

3. Apoptosis Apoptosis  menerima sinyal untuk mati

4. Pengaturan Oleh Sel T Regulatory (Treg)

43
Treg :

Fenotip: CD4, high IL-2 receptor (CD25), low IL-7 receptor, Foxp3 transcription factor; other markers

Mekanisme : menekan respon imun dengan

 Melepaskan sitokin imunomodulator :

 IL-10

 TGF-β (Transforming Growth Factor)

 menghambat aktivasi limfosit, DC, makrofag

 Mengekspresikan reseptor CTLA-4 menghambat sinyal kostimulator

 Menghambat fungsi sel T efektor dg mengikat IL-2 yang dibutuhkan utk aktivasi sel T

3. Toleransi Sel B
 self-Ag yang bersifat T-cell independent : polisakarida, lipid, asam nukleat  tidak dikenali oleh
sel T

 Perlu toleransi sel B untuk mencegah produksi autoantibodi

 Toleransi sentral

 perubahan pada spesifisitas reseptornya (receptor editing)

 delesi sel B imatur dg apoptosis

mekanisme = mekanisme delesi sel T

 Toleransi perifer = anergi, apoptosis, follicular exclusion

44
G. INFLAMASI

1. MENJELASKAN PENYEBAB INFLAMASI

o Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit)


o Nekrosis jaringan (iskemia)
o Jejas fisik (trauma, radiasi, panas, dingin)
o Jejas kimiawi (bahan korosif, asam, alkali)
o Benda asing (serpihan, kotoran, jahitan)
o Reaksi imun/reaksi hipersensitivitas

2. MENJELASKAN MEKANISME INFLAMASI

Jenis inflamasi
 Inflamasi akut, dimana proses berlangsung singkat (beberapa menit hingga beberapa hari),
dengan gambaran utama eksudasi cairan dan protein plasma serta emigrasi leukosit terutama
neutrofil.
 Inflamasi kronik, berlangsung lebih lama dan ditandai adanya sel limfosit dan makrofag serta
proliferasi pembuluh darah dan jaringan ikat.
• Dasar reaksi radang ialah reaksi vaskuler dan reaksi seluler.
• Tahapan respon inflamasi (five Rs): (1) recognition of the injurious agent,(2) recruitment of
leukocytes, (3) removal of the agent,(4) regulation (control) of the response, and (5) resolution
(repair).

Gambaran inflamasi akut dan kronik

Inflamasi Akut

 inflamasi akut merupakan respon cepat dari tubuh untuk mengantarkan leukosit dan protein
plasma, misalnya antibodi, ke tempat infeksi/jaringan.

 Penyebab inflamasi akut :

infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), Nekrosis jaringan (iskemia), Jejas fisik (trauma,
radiasi, panas, dingin), Jejas kimiawi (bahan korosif, asam, alkali), Benda asing (serpihan,
kotoran, jahitan), Reaksi imun/reaksi hipersensitivitas

45
Gambaran umum inflamasi akut

1. Perubahan kaliber vaskuler (hiperemi)


Reaksi vaskuler
2. Eksudasi cairan
Reaksi vaskuler
3. Emigrasi leukosit Reaksi seluler
eaksi vaskuler

Reaksi Vaskuler/Hemodynamic changes


 Tujuan perubahan pembuluh darah adalah untuk memaksimalkan pergerakan protein plasma
dan sel keluar dari sirkulasi dan memasuki lokasi infeksi/jejas
 Mekanisme :
1. Perubahan aliran dan kaliber/hiperemi
2. Peningkatan permeabilitas vaskuler/eksudasi cairan
3. Respon saluran limfatik dan kelenjar limfe

A. Perubahan Aliran dan Kaliber


a. vasokonstriksi awal sementara
b. vasodilatasi massif yang di mediasi histamine, bradykinin, and prostaglandins
c. Meningkatnya permeabilitas vaskular
Mediator kimia dalam memingkatnya permeabilitas :Vasoactiveamines, histamine, and
serotonin, Bradykinin, an end-product of the kinin cascade, Leukotrienes (e.g., LTC4,LTD4,LTE4)
d. aliran darah melambat (stasis) disebabkan oleh meningkatnya viskositas, memungkinkan
neutrofil bermarginasi
B. Peningkatan Permeabilitas Vaskuler
- Pada tahap awal, menghilangnya cairan disebabkan oleh vasodilatasi dan peningkatan
konsekuen tekanan hidrostatis. Transudat ini bersifat alami. Tapi kemudian, karateristik
inflamasi edema, eksudat timbul dengan meningkatnya permeabilitas vaskular dari
mikrosirkulasi.

46
Pembentukan transudat dan eksudat : tekanan hidrostatik normal ( panah biru ) sekitar 32
mmHg pada bagian akhir kapiler dan 12 mmHg pada akhir vena, rata rata tekanan osmotik
koloid di jaringan sekitar 25 mmHg ( panah hijau ), dimana hal itu sama dengan rata rata
tekanan kapiler. Karena itu, aliran cairan di vaskuler hampir nol.
- sebuah eksudat terbentuk di bagian inflamasi, karena permeabilitas vaskular bertambah sebagai
hasil daru bertambahnya ruang interendotelial.
- sebuah transudat terbentuk ketika cairan mengalami kebocoran disebabkan bertambahnya
tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan osmotik
Mekanisme Peningkatan Permeabilitas Vaskuler

Prinsip mekanisme penambahan permeabilitas


vaskular pada inflamasi dan fitur-fiturnya serta
penyebab utamanya

Mediator inflamasi pada peningkatan


permeabilitas vaskular

C. Respon Saluran Limfatik dan Kelenjar Limfe


Hydraulic function : Aliran limfe meningkat dan membantu
drainase cairan edema. Terjadi juga proliferasi saluran
limfatik.
Keadaan kapiler limfatik pada edema. Kiri : normal, kanan :
edema

Biological function : filtering station

Secara sekunder, dapat terjadi limfangitis dan limfadenitis

47
Reaksi Seluler

• Ekstravasasi leukosit
Di lumen: margination, rolling, adhesi pada endotel. Transmigrasi menyeberang endotel dan
pembuluh darah (diapedesis). Migrasi di dalam jaringan/kemotaktik
• Fagositosis

Adhesi dan Transmigrasi Leukosit

Adhesi dimediasi oleh molekul-molekul di permukaan leukosit dan endotel

Step 1:at sites of inflammation, the endothelial cellshave increased expression of E-selectin and P-
selectin

Step 2: neutrophils weakly bind to the endothelial selectins and roll along the surface

Step 3: neutrophils are stimulated by chemokines to express their integrins

Step 4: binding of the integrins firmly adheres the neutrophil to the endothelial cell

Transmigrasi (diapedesis) dimediasi oleh interaksi antara PECAM-1 (platelet-endothelial cell


adhesion molecul-1 atau CD31) pada leukosit dan endotel

Modulasi pada adhesi molekul di inflamasi

 Redistribusi ke permukaan : P-selektin normalnya terdapat di badan Weibel-Palade dari sel


endotel dan dapat terdistribusi kembali ke permukaan dengan pembongkaran menjadi mediator
inflamasi seperti histamin
 Sintesis tambahan : sitokin IL-1 dan TNF menginduksi produksi E-selektin, ICAM-1, dan VCAM di
endotelial sel
 Penambahan ikatan afinitas : agen-agen kemotaktik menyebabkan sebuah konformasi pada
leukosit integrin LFA -1, dimana telah dikonversi ke ikatan afinitas kuat

48
Proses multistep pada migrasi leukosit melalui pembuluh darah, ditunujukkan pada
skema diatas dengan neutrofil. Gulungan pertama leukosit, kemudian menjadi aktif dan
mengikuti endotelium, kemudian bertansmigrasi ke endotrlium, menembus membran
basement, dan bermigrasi terhadap kemoatraktan yang memancar dari sumber jejas. Molekul
molekul yang berbeda memainkan peran utama di fase yang berbeda beda dalam proses ini :
selektin ketika menggelinding ; kemokin (biasanya terikat pada proteoglikan ) dalm aktivasi
neutrofil untuk meningkatkan aviditas integrin; integrin dalam adhesi kuat; dan CD31 (PECAM-
1) pada transmigrasi. ICAM -1, intercelluler adhesion molecule ; PECAM-1 (CD31) platelet
endhotelial cell adhesion molecule 1; TNF tumor necrosis factor

Infiltrasi leuokosit pada reaksi inflamasi

49
Sifat leukosit ialah melakukan infiltrasi dalam reaksi inflamasi. Photomicrograf menunjukkan
sebuah reaksi inflamasi pada myocardium setelah nekrosis iskemik (infarc). A, infiltrasi awal
neutrofil dan pembuluh darah padat. B, lalu ( mononuklear ) sel infiltrasi. C, terjadinya edema
dan infiltrasi seluler. Sederhananya, edema ditunjukkan sebagai respon transient akut, walaupun
gelombang kedua penundaan edema dan infiltrasi neutrofil juga dapat terjadi.
Jenis leukosit yg beremigrasi bergantung pada usia respon inflamasi dan rangsangan aslinya.
Inflamasi akut :
• neutrofil mendominasi pada 6-24 jam pertama
• digantikan oleh monosit setelah 24 hingga 48 jam kemudian.
Alasan :
• Jumlah neutrofil > monosit
• Neutrofil memberikan respons yg lebih cepat terhadap kemokin dan melekat lebih kuat pada
molekul adhesi ttt yg terinduksi
• Usia neutrofil pendek, akan apoptosis sesudah 24-48 jam

Kemotaktik

 Kemotaksis ialah tarikan sel terhadap sebuah mediator kimiawi yang dilepaskan di area
inflamasi
 Kemotaktik faktor penting untuk neutrofil :
1. Produk produk bakteri, seperti N-formyl-metioniin
2. Leukotriene B4 (LTB4)
3. Produk sistem komplemen C5a
4. A-kemokin (IL-8)

Tahapan Fagositosis :

- Pengenalan dan pengikatan. MO dibungkus o/opsonin yg meningkatkan efisiensi fagositosis mll


ikatan dgn reseptor leukosit.Opsonin utama :Fragmen IgG Fc, Fragmen komplemen C3b, Lektin
- Penelanan

Oleh pseudopodia, membungkus partikel MO dalam fagosom intrasel.Fagosom berfusi dengan


granul lisosom  fagolisosom

- Pembunuhan dan penguraian

50
Tahap tahap fagositosis pada partikel asing. A, opsonisasi partikel. B, pseudopod menelan
partikel yang telah dikenali. C, penggabungan dengan sel (vakuola fagositik) dan degranulasi. D,
pembentukan fagolisosom setelah fusi lisosom sel.

Digambarkan diatas.

51
Aktivasi leukosit. Kelas kelas yang berbeda reseptor pada permukaan leukosit memiliki
stimulus yang berbeda beda. Reseptor menginisiasi respon yang dimediasi fungsi dari leukosit.
Hanya beberapa resptor yang digambarkan pada skema diatas. LPS pertama kali berikatan pada
sirkulasi LPS binding protein.

- Pelepasan Produk Leukosit dan Jejas jaringan Akibat leukosit


Leukosit merupakan sebab penting dari jejas menuju sel normal dengan beberapa keadaan

 Sebagai bagian reaksi pertahanan normal menghadapi mikroba infeksius, ketika berdekatan
dengan jaringan yang menderita tambahan kerusakan. Dalam beberapa infeksi yang sulit
untuk dibasmi, seperti tuberculosis dan penyakit viral tertentu, respon berkepanjangan dari
sel inang lebih patologis dari mikroba itu diri sendiri
 Ketika respon inflamasi tidak sesuai dalam menghadapi jaringan jejas, seperti pada penyakit
autoimun.
 Ketika jaringan jejas bereaksi berlebihan menghadapi substansi yang tidak berbahaya, seperti
pada pemyakit alergi termasuk asma

 Selama aktivasi dan fagositosis leukosit akan melepaskan produknya :Ke dalam fagolisosom,
Masuk ke dalam ruang ekstrasel

 Produk leukosit :

Enzim-enzim lisosom yg dikeluarkan ketika tjd frustated phagocytosis atau ketika lisosom
dirusak oleh material yg ditelan (misal asam urat), Metabolit aktif yg berasal dari oksigen :
ROS dan Produk metabolisme asam arakidonat

Substansi substansi yang telah dilepaskan ini dapat menghancurkan sel normaldan endotel
vaskular, dan mungkin dapat memperbesar efek pada agen cedera. Jika tidak sesuai dengan
yang dihadapi, leukosit yang infiltrasi itu sendiri akan menjadi menyerang jaringan itu sendiri,
dan bahkan leucocyte-dependent tissue mendasari bnyak cedera akut dan kronik.

Jejas Jaringan Karena Leukosit

52
Disorders Cells and Molecules Involved in Injury

Acute

Acute respiratory distress syndrome Neutrophils

Acute transplant rejection Lymphocytes; antibodies and complement

Asthma Eosinophils; IgE antibodies

Glomerulonephritis Antibodies and complement; neutrophils, monocytes

Septic shock Cytokines

Lung abscess Neutrophils (and bacteria)

Chronic

Arthritis Lymphocytes, macrophages; antibodies

Asthma Eosinophils, other leukocytes; IgE antibodies

Atherosclerosis Macrophages; lymphocytes

Chronic transplant rejection Lymphocytes; cytokines

Pulmonary fibrosis Macrophages; fibroblasts

Defek Fungsi Leukosit

 Defek bawaan pada adhesi leukosit: integrin


dan selektindefisiensi adhesi leukositinfeksi
bakterial rekuren
 Defek bawaan fungsi fagolisosom
 Defek bawaan aktivitas mikrobisidal
 Defisiensi didapat: supresi sumsum tulang
karena kemoterapi/radiasi
Terminasi Respon Inflamasi Akut

 Mediator inflamasi memiliki waktu paruh yg


pendek, namun memiliki kemampuan menimbulkan
kerusakan jaringan  diregulasi dengan ketat 
memicu sinyal untuk menghentikannya.
 Mekanisme:
 Perubahan tipe metabolit asam arakidonat
darin leukotrien pro-inflamasi menjadi lipoksin anti-

53
inflamasi
 Pelepasan sitokin anti-inflamasi seperti TGF-β, IL-10 o/ makrofag dan sel lainnya
 Impuls saraf (kolinergik) dengan menghambat produksi TNF di makrofag.

Outcomes Inflamasi Akut

• Resolusi komplit :
• regenerasi sel & pemulihan ke keadaan normal
• Pd jejas yg terbatas dan destruksi jaringan tidak luas
• Terjadi pd sel yg dapat regenerasi.
• Healing by connective tissue :
• penggantian oleh jar. Ikat (fibrosis) terjadi setelah destruksi jaringan yg luas. Biasanya pd
jaringan yg tidak bisa regenerasi, atau dlm keadaan fibrin yg berlebihan.
• Jaringan ikat tumbuh di area jejas atau eksudat membentuk suatu massa jaringan
fibrous (organization).
• Progresivitas  Inflamasi Kronik

• Progressivitas dari akut ke kronik terjadi ketika reaksi thd inflamasi akut tidak dapat
ditangani, yg disebabkan agen yg persisten

54
Mediator Inflamasi
• Mediator dihasilkan dari sel atau protein plasma
• Diproduksi sbg respons dari berbagai rangsang  produk-produk mikroba, substansi-substansi
sel yang mengalami nekrosis, protein komplemen, kinin, & sistem koagulasi
• Satu mediator dapat merangsang pelepasan mediator lain (mediator inisial  mediator
sekunder). Contoh : sitokin TNF yang bekerja di sel endotel merangsang pelepasan sitokin lain,
IL-1 & kemokin.
• Mediator berbeda-beda dalam hal target selnya
• Begitu mediator dihasilkan akan terurai atau diinaktivasi/diinhibisi dengan cepat  sebagian
besar mediator hidupnya singkat
Mediator Selular

1. Amin vasoaktif

a. Histamin

 sumber: sel mast (terbanyak), basofil, trombosit

 menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, aktivasi endotelial

55
b. Serotonin

 sumber: trombosit & sel-sel neuroendokrin tertentu

 cara kerja ~ histamin

2. Metabolit Asam Arakidonat

Sel merespons rangsang aktif dengan menghasilkan eikosanoid dari AA. Eikosanoid disintesis
oleh 2 kelompok enzim:

siklooksigenase Prostaglandin

lipoksigenase Leukotrien & Lipoksin

3. Platelet-Activating Factor (PAF)

• Berasal dari fosfolipid

• Diproduksi oleh sel mast dan lekosit lainnya

• Menyebabkan sebagian besar gambaran utama inflamasi  agregasi dan pelepasan trombosit,
bronkokonstriksi, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, peningkatan adhesi lekosit.

56
4. Reactive Oxygen Species (ROS)

• Metabolit berupa radikal bebas yang berasal dari oksigen dilepas dari lekosit ke ekstrasel

• Efek yang dapat ditimbulkan oleh ROS:

• kerusakan sel endotel  permeabilitas vaskular 

• Inaktivasi antiprotease  aktivitas protease tidak dihambat  destruksi matriks


ekstrasel berlanjut

• Menimbulkan jejas pada sel lain  sel parenkim, sel darah merah

5. Nitrogen Oksida

• NO ~ suatu gas yang dapat larut, diproduksi oleh sel-sel endotelial, makrofat dan sel-sel saraf
otak.

• Waktu paruh sempit  berdampak lokal

• Disintesis dari L-Arginin oleh enzim nitric oxide synthase (NOS).

• Pada proses inflamasi, NO:

• relaksasi otot polos

• inhibitor komponen-komponen selular pada reaksi inflamasi  produksi NO


diperkirakan sbg meknisme endogen untuk kontrol reaksi inflamasi.

• merupakan mediator pada mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi  bersifat


mikrobisidal

6. Sitokin & Kemokin

• Sitokin:Protein yang dihasilkan oleh limfosit & makrofag aktif, juga oleh endotelium, epitelium,
& sel-sel jaringan ikat

• TNF & IL-1  sitokin utama yang memediasi inflamasi

• Sitokin lainnya

• IL-6  terlibat dalam reaksi inflamasi lokal & sistemik, dibuat oleh makrofag

• IL-17  diproduksi terutama oleh limfosit-T

• Kemokin  merupakan sitokin yang juga menstimulasi gerakan leukosit

• Terbagi 4 kelompok: α-kemokin, β-kemokin, γ-kemokin, CX3C-kemokin

• Fungsi utama:Menstimulasi leukosit pada proses inflamasi. Mempertahankan migrasi sel


dalam keadaan normal

57
8. Konstituen
Lisosom pada
Lekosit

• Granula lisosom pada netrofil dan monosit  lepas  memberikan kontribusi dalam reaksi
inflamasi

• Enzim-enzim lisosom bersifat destruktif  pada inisiasi infiltrasi lekosit yang tidak terkendali 
potensial untuk terjadinya proses inflamasi berkepanjangan  kerusakan jaringan.

7. Neuropeptida

8. Substansi P:Merupakan mediator kuat untuk permeabilitas vascular, Menstransmisikan sinyal rasa
nyeri, Mengatur tekanan darah, Menstimulasi sistem imun serta sekresi sel endokrin

Mediator Protein Plasma


Terutama diproduksi di Hati. 3 mediator berasal dari protein plasma dalam proses inflamasi :Sistem
KomplemenSistem Kinin

Sistem Komplemen

Fungsi biologik komplemen:

a. Inflamasi  C3a, C5a  produk-produk komplemen yang menstimulasi pelepasan histamin dari
sel mast.

b. Fagositosis diperankan oleh C3b dan iC3b (inaktif C3b)  bekerja sbg opsonin  meningkatkan
fagositosis oleh netrofil dan makrofag

c. Lisis sel  penumpukan dari Membrane Attack Complex (MAC) pada permukaan sel  lebih
permeabel terhadap air dan elektrolit

58
Koagulasi dan Sistem Kinin

• Inflamasi vs koagulasi  sistem yang saling berkaitan erat

11.Sistem Kinin

• Protein plasma kininogen  dipecah oleh enzim protease spesifik yang disebut kalikrein 
menghasilkan bradikinin

• Bradikinin : Meningkatkan permeabilitas vaskuler, Kontraksi otot polos, Vasodilatasi vascular,


Menimbulkan rasa nyeri (bila disuntikkan ke tubuh)

Aktivasi faktor Hageman (faktor XIIa)

Mengawali 4(empat) sistem yang terlibat dalam reaksi inflamasi:

1. Sistem kinin memproduksi kinin vasoaktif

2. Sistem koagulasi membentuk trombin

3. Sistem fibrinolitik menghasilkan plasmin dan degradasi fibrin  membentuk


fibrinopeptida  inflamasi

4. Sistem komplemen menghasilkan anafilatoksin dan mediator-mediator lainnya.

59
Mediator inflamasi. Turunan sel prinsipal dan protein plasma mediator.

EC, endothelial cells.

60
Mediator inflamasi respon

61
INFLAMASI KRONIK

Penyebab inflamasi kronik

• Inflamasi akut sebelumnya : rangsangan berkelanjutan atau proses penyembuhan terhenti atau
penyebab jejas bersifat ringan dan timbul berulang.

• Akibat respon tingkat rendah, respon lambat tanpa inflamasi akut sebelumnya :

• Infeksi persisten (mycobacterium, virus, parasit)

• Inflamasi yang dimediasi sistem imun - aktivasi berlebihan dari sistem imun (autoimun,
alergi)

• Pajanan lama terhadap agen toksik (Silicosis, atherosclerosis)

Tanda Inflamasi Kronik

Inflitrasi sel-sel mononuklear (makrofag, limfosit, sel plasma), Destruksi jaringan ,Penggantian
jaringan yang rusak oleh jaringan ikat, disertai angiogenesis dan fibrosis.

Inflamasi kronik di paru-paru, menunjukkan 3 karakteristik histologis : (1) koleksi sel inflamasi
kronik (*), (2) destruksi parenkimal (normal alveoli digantikan oleh ruang yang dibatasi oleh epitel
kuboid panah atas) (3) digantikan oleh jaringan ikat (fibrosis, panah)

Peran Makrofag pada Infeksi kronis

• Merupakan pemain utama pada radang kronis

• Monosit  sirkulasi; makrofag  jaringan

• Stimulasi makrofag oleh produk mikroba, sitokin dan


mediator kimia lainnya

• Produk makrofag aktif:

Eliminasi agen perusak (cont:mikroba), Inisiasi proses


penyembuhan jaringan, Bertanggung jawab dalam jejas
jaringan pada radang kronis

62
aktivasi makrofag pada inflamasi kronik

Aktivasi klasik dan alternatif makrofag. Perbedaan aktivasi stimulus monosit/makrofag untuk
perkembangan ke populasi yang berbeda. Makrofag teraktivasi secara klasik diinduksi oleh produk
mikrobial dan sitokin, yang secara partikel IFNγ. Mereka memfagosit dan merusak mikroba dan reaksi
inflamasi potensial. Secara alternatif makrofag teraktivasi diinduksi sitokin lain dan penting untuk
perbaikan dan resolusi jaringan.

Sel-sel lain pada inflamasi kronik

 Limfosit

 Berinteraksi dengan makrofag pada inflamasi kronik (interaksi dua arah)

 Sel plasma

 Memproduksi antibodi

 Eosinofil

 Memiliki granul yang berisi major basic protein (protein kationik yang toksik untuk
parasit dan menyebabkan lisis sel epitelial mamalia)

 Sel mast

 Partisipasi pada radang akut dan kronis

 Ikatan dengan IgE  degranulasi dan melepaskan mediator histamin dan prostaglandin

63
Fokus inflamasi menunjukkan sejumlah eosinofil

Makrofag-limfosit interaksi pada inflamasi kronik.

64
Inflamasi Kronik Granulomatosa

• Merupakan bentuk khusus inflamasi mononuklear.

• Terjadi akumulasi makrofag yg teraktivasi dan mengalami modifikasi sel epiteloid


(menyerupai sel epitel).

• Sel –sel epiteloid dapat berfusi menjadi sel raksasa/sel datia.

• Sel datia : sel dengan sitoplasma dan inti sel yang banyak.

• Granuloma : suatu daerah pada radang granulomatosa yang menunjukkan kumpulan sel
epitelioid, sel datia, dikelilingi oleh limfosit dan kadang sel plasma.

• Penyebab:agen infeksius yang resisten terhadap eradikasi & dapat menstimulasi imunitas yang
diperantarai sel T. Contoh:

• Mikobakteri : M.tuberculosis, M. Lepra

• Jamur : cryptococcus, Histoplasma capsulatum

• Parasit : schistosome eggs.

65
Efek sistemik pada inflamasi

• Demam

• Pirogen menstimulasi produksi prostaglandin di hipotalamus

• Protein fase akut

• Merupakan protein plasam yg seb besar disintesis di hati yg meningkat sbg respon
inflamasi

• Bekerja sbg opsonin dan komplemen tetap, memmbantu membersihkan inti sel yg
nekrotik dan memobilisasi simpanan metabolik

• (CRP/C-reactive protein, fibrinogen, SAA/amyloid A protein)

• Leukositosis

• Merupakan akselerasi pelepasan sel ss tlg, infeksi menginduksi proliferasi prekursor di ss


tlg

• Neutrophilia, limfositosis, eosinofilia

• Limfangitis, limfadenitis

• Peningkatan denyut nadi, TD, keringat 

• Infeksi berat (Sepsis)

• MO dan endotoksin merangsang produksi sitokin dlm jumlah yg besar DIC, gangguan
metabolik (syok sepsis)

66
H. HIPERSENSITIVITAS

1. Tipe 1
 Terjadi pada sel mast (immediate hypersensitivity)
Sel mast mengalami degranulasi (pengeluaran histamine sebagai vasoaktif, medator
lipid, dan sitokin).
 Sel yang memediasi sitokin pro-inflammatory (eosinofil, neutrofil dan limfosit)
 Sel yang terlibat langsung (Th2 cell, IgE, sel mast, eosinofil)
 Proses
o Aktivasi dari Th2 dan produksi IgE
1) Aktuvasi Th2 dan Tfh
2) Sehingga terjadi pengeluaran IL 4 dan IL 13, peningkatan produksi IgE
3) Dapat mempengaruhi gen
o Aktivasi sel mast dan sekresi mediator
1) Sensitisasi yakni proses sel mast mengikat IgE-Ag complexe
2) Dimana sel mast berada di jaringan ikat kecuali dibawah sel epitel
3) IgE diikat oleh FceRI pada sel mast
4) Sel mast akan degranulasi setelah pengikatan
o Degranulasi sel mast memicu pengeluaran sitokin pro-inflammatory sehingga
terjadi inflamasi lokal (late-phase reaction)
 Istilah
o Alergi = gangguan pada mediasi IgE sehingga memiliki efek segera pada
hipersensitivitas.
o Atopic = individual yang cenderung dapat menyumbangkan reaksi
hipersensitivitas tersebut.
2. Tipe 2
 Terjadi karena Ab secara langsung menyerang Ag pada permukaan sel atau komponen
jaringan.
 Mekanisme
o Opsonisasi dan fagositosis
1) Sel target yang bersirkulasi akan di opsonisasi oleh komplemen
2) Sel fagosit akan mengeluarkan Fc reseptor untuk mengikat IgG dan
komplemen C3b untuk opsonisasi sel target.
3) Lalu fagositosis di lien.
o Inflamasi
1) Ikatan sel target dengan sel fagosit tadi memicu pengeluaran
komplemen classical pathway
2) Komplemen C3a, C4a, dan C5a akan mendorong inflamasi (dikeluarkan
oleh neutrofil dan monosit)
3) Leukosit diaktifkan lewat ikatan Fc reseptor ke IgG
4) Contoh penyakit: good pasture syndrome dan pemphigus vulgaris
o Disfungsi dari Ab
1) Ab menyerang permukaan sel (block reseptor) sehingga terjadi
disregulasi fungsi sel tersebut tanpa terjadi inflamasi dan luka.
2) Contoh penyakit: myastenia dan blocking thyroid stymulating hormone
receptor

67
3. Tipe 3
 Komplex Ab-Agterbentuk di sirkulasi bakal menumpuk di vascular , mencetuskan
aktivasi komplemen dan inflamasi akut.
 Systemic immune complexe disease
o Proses
1) Formation
2) Deposition
3) Inflammation

o Pemberian serum asing pada tubuh sebagai imunisasi pasif agar terbentuk Ab
spesifik dalam kurun waktu 5 hari. Sehingga akan membentuk komplex Ab-Ag.
o Faktor
1) Muatan komplex
2) Ikatan Ag
3) Aviditas Ab
4) Hemodinamika vaskular
o Sifat paling patogenik
1) Komplex terbentuk saat Ag dalam jumlah berlebih
2) Ukuran Ag kecil atau intermediate
o Tempat deposition paling sering di:
1) Ginjal
2) Sendi
3) Pembuluh darah kecil
o 10 hari administrasi Ag
1) Anafilatoksin (C3a dan C5a)
Meningkatkan permeabilitas dan kemotaktik untuk neutrofil dan
monosit (dipacu oleh Fcgamma reseptor)
2) Leukosit tersebut sekresi pro-inflamasi: PG, Vasodilator, peptides dan
substansi kemotaktik.
3) Sekresi enzim lysosomal
4) ROS untuk merusak jaringan sekitar
5) Aktivasi agregat platelet dan faktor Hageman
o Contoh penyakit: acute serum sickness, vasculitis, glomerulonefritis, dan
arthritis.
4. Tipe 4
 Beberapa kelainan autoimun yang disebabkan oleh T-cell terhadap Ag bahan kimia
maupun pada bakterial.
 Tipe
o CD4+
1) akan membentuk T-helper (Th1 dan Th17) setelah berikatan dengan
MHC class 2
2) Akan dilanjutkan dengan DTH reaction yang mensekresi sitokin
sehinggaaktivasi sel fagosit.
3) DTH reaction
Respon terhadap Ag yang sebelumnya membuat individu peka
terhadapnya, berlangsung selama 12-48 jam. Sehingga akan

68
mengerahkan T cell effector dan sekresi sitokin. Contoh penyakit yakni
M. Tuberculosis.

o CD8+
1) Ketika berikatan dengan MHC class 1, akanberubah menjadi T cell
effector yang resisten terhadap virusdan beberapa tumor.
2) Mekanisme ini bergantung pada perforin-granzyme system pada
granula T cell effector. Granzyme bakal induksi apoptosis.

69
I. AUTOIMUNITAS

1. Pengertian

Respon imun terhadap antigen diri (self antigen) yang disebabkan kegagalan dari self-
tolerance sel B, T atau keduanya. Penyakit autoimun adalah penyakit yang disebabkan adanya
respon imun terhadap antigen diri (self antigen). Penyakit autoimun ini bisa bersifat spesifik
organ, mengenai sedikit organ, bisa juga bersifat sistemik (mempunyai efek yang lebih luas).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit autoimun bisa disebabkan karena autoantibodi bisa
juga karena sel T yang autoreaktif terhadap antigen diri.

2. Faktor-faktor yang Berperan dalam Autoimunitas

1. Faktor genetik
a. Alel gen HLA
Dikatakan bahwa alel gen HLA ini menjadi faktor yang meningkatkan faktor
resiko untuk timbulnya penyakit autoimun. Gen HLA ini bukan penyebab
timbulnya penyakit autoimun.

70
Contoh : jika
seseorang mempunyai gen DR2, maka kemungkinan orang tersebut terkena
penyakit autoimun lebih dari satu dalam satu waktu. Misal : sindrom goodpasture
dan sklerosis multiple.

b. Gen non MHC


Polimorfisme gen HLA berhubungan pada beberapa penyakit autoimun dan
berperan pda kegagalan toleransi diri atau kelainan aktivasi limfosit.

- AIRE  Merupakan suatu protein regulator yang dapat mengekspresikan self


antigen  Tidak adanya AIRE  Poliendokrin syndrome  penurunan
produksi self antigen
- FOXP3  Defisiensi T-reg cell

71
2. Faktor lingkungan
a. Virus
Beberapa virus seperti virus adeno dan koksaki A9, B2, B4, B6 sering
berhubungan dengan poliartritis, pleuritis, mialgia, ruam kulit, faringitis,
miokarditis, dan leukositosis.

b. Bakteri
Beberapa mikroba yang infeksius dapat menghasilkan peptida yang serupa , dan
bereaksi silang dengan autoantigen. Respon imun terhadap antigen mikroba dapat
mengakibatkan serangan terhadap autoantigen. Proses ini dinamakan mimikri
molekuler.
c. Hormon
Penyakit Autoimun sering ditemukan pada wanita. Puncaknya ketika periode
reproduksi, yaitu ketika kadar estrogen meningkat sehingga mengakibatkan
prolaktin yang meningkat. Hal ini diduga sebagai penyebab penyakit RA
d. Obat
Obat-obatan seperti procainamid dan hiralazin dapat mendorong penyakit seperti
SLE. Obat tersebut mengakibatkan demetilasi DNA, yang dapat mempengaruhi
ekspresi dari berbagai macam gen dalam perkembangan atoimunitas atau
kemampuan DNA untuk mengaktifkan sel inang.
e. Logam
Berbagai logam disinyalir mberpengaruh terhadap penyakiit autoimun. Contohnya
adalah silikon, inhalasi dari debu silikon di lingkungan pekerjaan dapat
menimbulkan silikosis. Silikon ini juga dapat memacu produksi ANA, RF, gejala
LES atau sindrom sklerodermadengan endapan kompleks imun di glomerulus.
f. Sinar UV
Sinar UV dapat menyebabkan inflamsi kulit, hal ini dapat memperburuk penyakit
LES. Fotosensitizer akan berikatan dengan sinar UV yang menginisiasi respon
imun. Sinarradiasi yang ditimbulkan oleh sinar UV merusak fungsi sel langehans
melalui induksi apoptosis, mengubah fenotip permukaan atau meningkatkan

72
migrasinya ke limfoid. Sel langerhans yang berubah dapa menimbulkan anergi
atau delesi sel Th 1.
g. Rokok
Rokok berperan pada kanker, penyakit paru, kasdiovaskuler dan di duga memacu
produksi antibodi yang mengenal CCP pada artritis rematoid atau meningkatkan
titer anti-dsDNA pada SLE.

3. Faktor lain
a. Stres
Stres berperan terhadap timbulnya penyakit Autoimun, begitu juga sebaliknya.
Hormon yang di pacu oleh faktor psiko-neuroendokrin di duga menimbulkan
disregulsi imun yang akhirnya memicu penyakit autoimun melalui perubahan dan
peningkatan produksi sitokin.
b. Kanker
Obat sitotoksik yang digunakan pada pengobatan rematik seperti metotreksat,
siklofosfamid, azatioprin atau anti-TNF juga dapat memacu berkembangnya
tumor. Antigen yang diproduksi tumor juga dapat diproduksi oleh sel tumor.
c. Imun
- Sequetered Antigen
 Merupakan antigen sendiri yang karena letak anatominya tidak
terpajan sel B dan sel T dari system imun  ketika terkena infeksi 
terpapar system imun  autoimun
 Adanya inflamasi  perubahan struktur pada self-antigen dan
pembentukan determinan baru  memicu reaksi autoimun

3. Mekanisme

(Adanya kegagalan dari proses toleransi autoimun)

Kegagalan kematian sel yang di induksi oleh aktivasi. Aktivasi sel T yang
berpotensi autoreaktif dapat menyebabkan apoptosis sel tersebut melalui sistem ligan
FAS. Hal ini berarti kelainan pada jalur ini dapat memungkinkan terjadinya proliferasi
dan persistensi sel Tautoreaktif di jaringan perifer.

73
Gangguan pada anergi sel T. Sel T yang berpotensi autoreaktif yang lolos dari
toleransi sentral berpotensi akan menjadi anergik pada saat sel tersebut bertemu dengan
antigen diri tanpa adanya kostimulasi.

Kegagalan supresi yang diperantarai sel T. Kemnugkinan berkurangnya funsi sel


T regulator dapat menyebabkan penyakit autoimun. Penelitian telah menunjukkan adanya
tipe khusus sel T CD4+ antigenspesifik yang menyekresi IL-10; sel T CD4+ ini dapat
menekan proliferasi sel T lain yang antigen-spesifik dan, yang lebih penting adalah
mencegah kolitis autoimun pada tikus percobaan. Masih diselidiki apakah hilangnya sel T
regulator tersebut berperan pada autoimunitas pada manusia.

Mimikri Molekular. Beberapa agen infeksius memberikan epitop kepada


antigen-diri, dan respons imun yang melawan mikroba tersebut akan menghasilkan
respons yang serupa terhadap antigen-diri yang bereaksi-silang. Sebagai contoh, penyakit
jantung rematik kadang-kadang muncul setelah infeksi streptokokus karena antibodi
terhadap protein M streptokokus bereaksi silang dengan glikoprotein jantung. Mimikri
molekular dapat pula diterapkan pada epitop sel T. Bukti paling kuat yang mendukung
hal ini diperoleh dari klon sel T yang reaktif terhadap protein dasar mielin yang berasal
dari penderita sklerosis multipel; klon ini bereaksi pula dengan peptida yang berasal dari
sejumlah protein nonsendiri, termasuk banyak yang berasal dari virus.

Aktivasi Limfosit Poliklonal. Seperti yang telah disebuikan sebelumnya, dalam


beberapa kasus, toleransi dipertahankan melalui anergi. Namun, autoimunitas dapat
terjadi jika klon yangself-reactiue, tetapi anergik tersebut dirangsang oleh mekanisme
yang tidak tergantung antigen. Beberapa mikroorganisme beserta produknya mampu
menyebabkan aktivasi poliklonal (yaitu antigen-nonspesifik) sel B. Yang paling tepat
untuk diteliti adalah lipopolisakarida bakteri (endotoksin), yang menginduksi limfosit
tikus untuk membentuk anti-DNA, antitimosit, dan antibodi antisel darah merah in vitro.
Selain itu, superantigen tertentu dapat berikatan dan mengaktivasi sekumpulan sel T
CD4+ dengan cara yang tidak tergantung antigen. Jadi, pada saat aktivasi superantigen
sel-T, beberapa sel T autoreaktifdapat dirangsang, dan dapat terjadi autoimunitas.

74
4. Fase dalam Autoimunitas

a. Inisiation
Adanya kombinasi antara faktor gen+lingkungan. Suatu penyakit autoimun sudah
pasti dapat terjadi apabila kedua faktor tersebut terpenuhi.
b. Propagation
Adanya ketidakseimbangan antara sel T- sel T-reg  memicu sintesis sitokin yang
banyak (badai sitokin)  terganggu kondisi dalam tubuh
c. Resolution
Membatasi respons efektor keseimbangan sel T- sel Treg  ketidakseimbangan
menurun (dipengaruhi oleh pemasukan obat2an sebagai bentuk treatment)
75
5. Aspek Klinis Penyakit Autoimun

a. Spesifik pada satu organ


- Sindrom Goodpasture
 Etiologi, ditimbulkan oleh autoantigen berupa non-collageneus domain of
basement membrane collagen type IV.
 Dapat menimbulkan glomerulonephritis, perdarahan pada paru
 Mekanisme hipersensitivitasnya  Type III

( Lungs of patient with Goodpasture’s)

76
b. Sistemik
- LES (Lupus Eritematosus Sistemik/SLE, Systemic Lupus Erythematosus)

SLE adalah suatu penyakit autoimun multisistem dengan manifestasi dan sifat
yang sangat berubah-hubah. Secara klinis, SLE merupakan suatu penyakit kambuhan,
dan sulit diperkirakan dengan awal manifestasi )rang akut atau tersamar yang sebenarnya
dapat menyerang setiap organ tubuh; namun, penyakit ini terutama menyerang kulit,
ginjal, membran serosa, sendi, dan, jantung. Secara imunologis, penyakit ini melibatkan
susunan antibodi yang membingungkan, yang secara klasik termasuk antibodi
antinuklear (ANA). Gambaran klinis SLE sangat beragam dan mempunyai sangat banyak
kemiripan dengan penyakit jaringan ikat autoimun lainnya (artritis rematoid,
poliomielitis).

Etiologi dan Patogenesis. Kelainan mendasar pada SLE adalah kegagalan


mempertahankan toleransi diri. Akibatnya, terdapat autoantibodi dalam jumlah besar
yang dapat mernsak jaringan secara langsung ataupun dalam bentuk endapan kompleks
imun. Telah diidentifikasi bahwa antibodi tersebut melawan komponen nuklear dan
sitoplasma sel seorang pejamu yang tidak spesifik terhadap organ atau spesies. Suatu
kelompok lain antibodi diarahkan untuk melawan antigen permukaan sel unsur darah,
sementara yang lain diarahkan untuk melawan protein yang membentuk kompleks
dengan fosfolipid (antibodi antifosfolipid).

77
- Artritis rematoid
Artritis rematoid (RA) adalah suatu penyakit peradangan kronis sistemik yang
menyerang berbagai jaringan, tetapi pada dasarnya menyerang sendi untuk menghasilkan
suatu sinovitis proliferatif nonsupuratif yang sering kali berkembang menjadi kehancuran
tulang rawan sendi dan tulang di bawahnya dan menimbulknn kecacatan akibat artritis.
Jika terjadi serangan pada ekstraartikular-misalnya, pada kulit, jantung, pembuluh darah,
otot, dan paru-RA dapat menyerupai SLE atau skleroderma.
Patogenesis, diawali oleh genetic yang memiliki gen HLA (DR-4 atau DR-1).
Pada alel DR ini terdapat jajaran 4 asam amino dimana kondisi DR ini terdapat pada
antigen. Sehingga adanya alel DR ini, memiliki peningkatan kemapuan dalam mengikat
antigen Atritogenik (contoh : mikroba)  mengaktifkan sel T helper  mengawali
reaksi selanjutnya.
Lalu, sel T helper yang teraktivasi pada lesi RNA mengeluarkan ligan RANK 
dapat menginduksi diferensiasi dan aktivasi osteoklas  peningkatan resorpsi tulang.
SElain itu, pengaktifan dari CD4+ mengaktifkan makrofag dan limfosit untuk
mensintesis sitokin (IL-1, TGF-alfa, FBA,PG,SP)  enzim degradatif  peradangan
(edem,eritem)  panus

- Sindrome sjogren
Sindrom ini mempunyai karakter mulut dan mata yang kering. Sindrom ini diakibatkan
karna adanya infiltrasi dari sel (T, B, dendritik) merusak dan mengganggu fungsi
kelenjar. Hal ini di picu oleh sekresi IFN 1 dan 2 dan produksi autoantibodi yang
mengganggu resptor muskarinik dan sekresi MMP akibatnya mengganggu fungsi sekresi
kelenjar.
- Scleroderma
Ditandai dengan peningkatan fibrosis yang mengakibatkan pertumbuhan jaringan ikat
aabnormal.
a. Difus skleroderma
Ditandai dengan adanya lesi kulit
b. Skleroderma terbatas

78
J. DEFISIENSI IMUN

1. Defisiensi Imun Primer (Kongenital)

Imunodefisiensi primer disebabkan oleh defek genetik yang mengakibatkan hambatan


maturasi atau fungsi komponen imun.
1. Spesifik
Karakteristik umum pada defisiensi sel B adalah jumlah folikel dan pusat
germinal di organ limfoid berkurang karena sel B merupakan penyusun terbesar
pada organ limfoid. Selain itu, kadar Ig serum juga berkurang. Defisiensi sel B
banyak disebabkan oleh infeksi bakteri.
Sedangkan karakteristik umum defisiensi sel T adalah gangguan kerja sel T itu
sendiri tanpa mengganggu aktivitas limfoid secara keseluruhan. berkurangnya zona
sel T di organ limfoid, berkurangnya reaksi DTH terhadap antigen yang umum, dan
gangguan respon proliferasi sel T terhadap mitogen in vitro. Defisiensi sel T lebih
disebabkan oleh infeksi intraseluler seperti pada HIV.

Contoh-contoh kelainan maturasi


a. X-linked SCID
Penyebab:
Mutasi rantai yc progenitor limfoid
Dampak:
Sitokin IL 2, 4, 7, 9, dan 15 tidak bisa mengenali rantai yc sehingga sel T
(terutama IL-7), sel B (terutama IL-4,), dan sel NK (terutama IL 15) tidak dapat
berproliferasi dan maturase.
b. SCID autosomal resesif
Penyebab 1:
Defisiensi ADA dan PNP
Dampak:
Akumulasi metabolit purin yang bersifat toksik sehingga mengganggu proliferasi
limfosit. Defisiensi ADA meningkatkan kadar dATP sedangkan PNP
meningkatkan kadar dGTP yang keduanya toksik bagi proliferasi limfosit.

79
Penyebab 2:

Mutasi JAK 3

Dampak:

Seperti pada X-linked SCID

Penyebab 3:

Mutasi RAG 1 dan 2

Dampak:

Recombinase VDJ untuk keperluan rekombinasi gen reseptor sel T,


immunoglobulin, dan maturase limfosit terhambat.

c. X-linked agammaglobulinemia
Penyebab:
Mutasi BTK
Dampak:
Penumpukan sel B autoreaktif yang mengakibatkan autoimun, seperti arthritis.
Hambatan maturasi dari sel pre-B ke sel B imatur sehingga semua isotipe Ig
serum berkurang
d. Defisiensi rantai igG
Penyebab:
Delesi rantai kromosom yang meliputi lokus rantai berat Ig pada 14q32
Dampak:
Defisiensi IgG, terkadang juga berhubungan dengan tidak adanya igA atau igE
e. Sindrom Digeorge
Penyebab:
Kelainan pertumbuhan kantong brankial (faringeal) ke 3 dan 4
Dampak:
- Hipoplasia timus dan paratiroid
- Penurunan jumlah sel T

80
- Sel B normal tetapi serum Ig bisa menurun karena kurangnya aktivasi dari sel
T

Contoh-contoh defek aktivasi dan fungsi limfosit

a. Sindrom X-linked hyper igM

Penyebab:

Mutasi CD40L pada sel Th sehingga ligan tersebut tidak bisa berikatan dengan
CD40 pada sel B, dendritik, dan makrofag sehingga sel Th tidak bisa berikatan

Dampak:

- Perubahan isotipe dan maturasi afinitas pada imunitas humoral terganggu


- Respon sel B dan aktivasi makrofag yang tergantung sel Th terganggu
- Rentan terhadap infeksi Pneumocystis jiroveci, jamur yang bertahan hidup
dalam sel fagosit yang tidak mendapatkan bantuan terutama anak laki-laki
b. Sindrom Bloom
Penyebab:
Kerusakan DNA helicase dan paparan UV yang berlebihan
Dampak:
- Infeksi pada respirasi
- Penurunan sel T
- Penurunan antibodi
c. Sindrom hyper igM autosomal

Penyebab:

Mutasi enzim activation-induced deaminase (AID)

Dampak:

- Terjadi perubahan isotop dan hipermutasi somatik


- Terganggunya pembentukan sel plasma oleh sel B
d. Common variable immunodeficiency (CVID)
Penyebab:
81
Defisiensi gen yang menyandi reseptor untuk faktor pertumbuhan sel B atau
kostimulator yang terlibat dalam interaksi sel T-sel B.
Dampak:
Aktivasi sel B dan sel plasma terganggu
e. Defek diferensiasi sel Th 1
Penyebab:
Mutasi IL-12R dan IFNyR
Dampak:
Penurunan aktivasi makrofag yang diperantarai sel T
f. Defek diferensiasi sel Th 17
Penyebab:
Mutasi STAT3, IL-17, IL-17 R
Dampak:
- Penurunan respon inflamasi dan pengeluaran kemokin yang
diperantarai oleh sel T dan IL-17R
- Kandidiasis mukokutan
- Abses kulit bacterial
g. Sindrom X-linked lymphoproferative
Penyebab:
Mutasi gen penyandi SAP
Dampak:
- Proses sinyal limfosit berkurang, sehingga terjadi defek pada
fungsi sel NK dan CTL
- Proliferasi sel B yang diinduksi oleh EBC yang tidak
terkontrol
h. Sindrom Bare lymphocyte
Penyebab:
Mutasi gen yang menyandi faktor transkripsi untuk ekspresi MHC II
Dampak:
Gangguan aktivasi sel T CD4+
i. Ataxia-telangiektasia

82
Penyebab:
Mutasi pada ATM, gen yang terlibat dalam perbaikan DNA seperti selama
rekombinasi segmen gen reseptor antigen.
Dampak:
Kelainan gaya berjalan (ataxia), malformasi vaskuler yang mengecil
(telangiektasia), maturasi limfosit tidak normal
2. Non Spesifik
Contoh penyakit
a. Granulomatosus kronis
Penyebab:
Mutasi gen tertaut X yang juga penyandi enzim fagosit oksidase, seperti sitokrom
b558 (pada rantai α nya)
Dampak:
Gangguan produksi intermediet oksigen reaktif, seperti defisiensi G6PD untuk
membentuk NADPH oksidase yang berguna dalam pembentukan peroksidase,
serta defisiensi myeloperoksidase yang mengakibatkan peroksidase yang ada
digranul tidak dapat dilepaskan ke fagosom. Hal-hal tersebut mengakibatkan
neutrofil dan makrofag tidak mampu membunuh mikroba yang sudah difagosit.
b. Defisiensi adhesi leukosit tipe 1
Penyebab:
Mutasi gen penyandi rantai β (CD18) pada integrin β2
Dampak:
Fungsi adhesi leukosit terganggu
c. Defisiensi adhesi leukosit tipe 2
Penyebab:
Mutasi GDP-fucose transporter
Dampak:
Pembentukan sialil lewis X oleh fukosa terhambat sehingga ekspresi ligan
leukosit untuk selektin E dan P menurun yang akhirnya menyebabkan gagalnya
migrasi leukosit menuju jaringan. Biasanya disertai gangguan mental.
d. Defisiensi adhesi leukosit tipe 3

83
Penyebab:
Mutasi KINDLIN-3, protein sitoskeletal untuk aktivasi integrin
Dampak:
Defek kemokin, seperti CXCL 8 akibat gangguan aktivasi integrin
e. Defisiensi komplemen
Penyebab:
Gangguan protein komplemen
Dampak:
Fungsi masing-masing protein komplemen terganggu (lihat pada bagian fungsi
komplemen di pembahasan sebelumnya)
f. Sindrom Chediak Higashi
Penyebab:
Mutasi gen LYST
Dampak:
- Defek fungsi lisosom pada neutrofil, makrofag, dan sel dendritik
- Defek fungsi granul pada sel NK
g. Ensefalitis herpes simplex 1
Penyebab:
Mutasi gen TLR3
Dampak:
Defek imunitas antivirus pada sistem saraf pusat
h. Infeksi rekuren bakteri piogenik
Penyebab:
Mutasi gen MyD88, IRAK-4, IRAK-1
Dampak:
Defek pada respon alami terhadap bakteri piogenik
i. Sindrom Wiskott Aldrich
Penyebab:
X-linked, mutasi pada gen yang menyandi suatu protein yang terikat pada
berbagai molekul adaptor dan komponen sitoskeletal sel-sel hematopoietik
Dampak:

84
Eksim, penurunan trombosit, defek leukosit (tidak berkembang normal, berukuran
kecil, dan tidak dapat bermigrasi secara normal).

2. Defisiensi Imun Sekunder (Dapatan)

1. Faktor
- Infeksi HIV pada sel TCD4
- Terapi radiasi dan kemoterapi pada pasien kanker yang mengakibatkan
penurunan prekursor sumsum tulang untuk semua leukosit
- Imunosupresi untuk tolak cangkok dan penyakit inflamasi yang menyebabkan
deplesi fungsi leukosit
- Terkenanya sumsum tulang oleh kanker sehingga tempat perkembangan
leukosit menurun
- Malnutrisi protein-kalori yang dapat menghambat maturasi dan fungsi limfosit
melalui gangguan metabolik
- Pengambilan limpa yang menyebabkan penurunan fagositosis

85
K. ANEMIA

1. Definisi Anemia

Menurut buku Kapita Selekta Hematologi, anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar
hemoglobin darah di bawah nilai normal untuk usia dan jenis kelamin. Nilai normal menurut
WHO:

Kelompok Umur/Jenis Hb (gr/dL)


Kelamin
Anak-anak 6-59 bulan 11
5-11 tahun 11.5
12-14 tahun 12
Dewasa Laki-laki 13
Wanita 12
Wanita hamil 11

2. Klasifikasi Anemia

Berdasarkan etiologi/ morfologi/ patofisiologinya :

1. Hemorraghe (kehilangan darah)

a. Akut

 Dapat menyebabkan hipovolemia (kekurangan volume darah)


 Penyebabnya bisa karena trauma, operasi, hemorrhage peripartum, haematemesis,
dan haemoptysis
 Volume plasma akan diganti 1-3 hari setelah kehilangan darah akut sedangkan massa
eritrosit membutuhkan waktu sampai beberapa minggu
 Temuan hematologis pada kehilangan darah akut :
 Anemia normokromik normositik
 Puncak retikulositosis adalah 1-2 minggu setelah hemorrhage
 Meningkatnya jumlah platelet dan neutrofil

86
 Ada.nya prekursor neutrofil di darah perifer
 Volume plasma dan sel darah merah dapat kembali normal sebelum dilakukan
kompensasi atas hilangnya volume intravascular

b. Kronik

 Penyebab umum kehilangan darah kronik adalah lesi gastrointestinal dan


menorrhagia
 Konsekuensinya berupa anemia defisiensi besi
 Jangka waktunya lama dan hilangnya sedikit-sedikit tapi apabila ditotal jadi banyak
(hemoroid)
2. Destruksi Sel Darah Merah (Anemia Hemolitik)
Anemia hemolitik terjadi karena adanya pengurangan masa eritrosit yang normalnya 120
hari. Hal tersebut dapat disebabkan karena defek di dalam eritrosit (intrinsic) atau defek
pada ekstrakorpuskular (ekstrinsik).
a. Anemia Hemolitik Intrinsik /Intrakorpuskular
Herediter :
1) Defek sitoskeleton eritrosit
 Sferositosis herediter
 SH merupakan anemia hemolitik herediter yang
paling sering ditemukan pada orang Eropa Utara
dan pewarisannya bersifa autosomal dominan
 SH biasanya disebabkan oleh defek protein yang
terlibat dalam interaksi vertikal antara rangka Sel Sferosit

membran dan lapis ganda pada eritrosit


 Protein tersebut contohnya spektrin
 Hilangnya membran mungkin disebabkan oleh lepasnya bagian-bagian lipid
lapis ganda yang tidak didukung oleh rangka
 Pada SH, eritrosit yang dihasilkan memiliki bentuk bikonkaf yang normal tetapi
kehilangan membran dan menjadi makin sferis (hilangnya luas permukaan relatif
terhadap volume)

87
 Pada akhirnya sferosit tidak mampu melewati mikrosirkulasi limpa dimana
mereka mati sebelum waktunya
 Eliptositosis herediter
 Gangguan autosomal dominan ini disebabkan
karena abnormalitas protein sitoskeletal
 Defek yang mendasarinya adalah kegagalan
heterodimer spektrin untuk membentuk

heterotetramer Sel Elips/sel pensil

 Secara klinis hampir sama dengan sferositosis


herediter, namun lebih ringan
 Proporsi yang besar dari sel elips dapat ditemukan di darah perifer
2). Defisiensi enzim atau defek metabolik
 Defisiensi piruvat kinase
 Defisiensi piruvat kinase merupakan kondisi autosomal resesif yang
mempengaruhi jalur glikolitik yang mengakibatkan penurunan produksi ATP
 Eritrosit menjadi kaku lalu dihancurkan
 Pada sediaan hapus darah menunjukkan poikilositosis (dijumpai bentuk eritrosit yang
bermacam macam) dan sel “berduri” (prickle cell), khususnya pasca splenektomi

 Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD)


 Defisiensi G6PD merupakan gangguan terkait X yang mempengaruhi hexose
monophosphate shunt dan menyebabkan eritrosit menjadi rentan terhadap stres
oksidan
 G6PD berfungsi untuk melepaskan nikotinamida adenine dinukleotida fosfat
(NADP) yang merupakan sumber NADPH satu-satunya yang diperlukan untuk
produksi glutation tereduksi
 Defisiensi G6PD biasanya tidak bergejala sampai terjadi hemolisis yang
disebabkan oleh:
a. Infeksi
b. Asidosis seperti diabetes asidosis

88
c. Obat-obatan seperti primaquine, sulphonamides
d. Kacang Fava
 Pada saat hemolisis, terbentuk badan Heinz (Hemoglobi terdenaturasi yang
mengalami oksidasi)
 Defek enzim lain seperti hexokinase dan sintase glutation
3). Defek hemoglobin
 Talasemia
Pada talasemia terjadi defek pada produksi rantai globin α atau β
 Talasemia β
Terjadi karena adanya kegagalan produksi rantai globin β baik parsial maupun
keseluruhan yang dapat disebabkan oleh kesalahan pemotongan intron dari
mRNA, mutasi sekuens regulator, mutasi gen rantai β, dan mutasi yang
mempengaruhi poliadenilasi mRNA. Gen rantai β yang abnormal bisa tidak ada
rantai β sama sekali (β°) atau sedikit rantai β (β+).
Ada beberapa tipe talasemia yaitu:
a. Talasemia β mayor
Pada talasemia β mayor, defek pada gen homozigot menyebabkan
pengurangan produksi rantai β. Tanda-tandanya:
 Anemia mikrositik hipokromik (Hb 2-3 g/dL) dan retikulosit (pada 6-9
bulan jika tidak di tranfus.
 Pada apusan darah perifer terlihat basophilic stippling, sel
target dan normoblast.
 Tidak ada HbA pada elektropoesis
 Tingginya kadar besi serum karena meningkatnya absorpsi enterik dan
transfusi darah regular
b. Talasemia β minor
Pada talasemia minor disebabkan karena defek pada gen heterozigot (β°β
atau β+β). Biasanya tidak muncul gejala tetapi menyebabkan eritrosit
yang mikrositik dan anemia ringan.

89
 Talasemia α
Terdapat delesi satu, dua, tiga atau keempat gen rantai globin. Jumlah gen yang
terdelesi sebanding dengan keparahan penyakit, delesi keempat rantai globin α
tidak mampu bertahan hidup.
 Anemia sel sabit
 Anemia sel sabit disebabkan oleh pewarisan gen globin sabit β (HbS)
 Kelainan HbS diakibatkan oleh substitusi valin untuk asam glutamate pada
posisi 6 dalam rantai β
 HbS yang mengalami deoksigenasi, 50 kali lebih susah larut dibandingkan
dengan HbA yang deoksigenasi. HbS deoksigenase akan beragregasi dan
berpolimerisasi untuk membentuk serat intraseluler panjang yang disebut dengan
taktoid. Hal tersebut menyebabkan elongasi membentuk eritrosit yang berbentuk
sabit.
b. Anemia hemolitik Ekstrinsik/ Ekstrakorpuskular
1). Anemia hemolitik autoimun
 Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), autoantiibodi eritrosit menyebabkan
hemolysis.
 Ada 3 tipe AIHA :
1. AIHA panas (terjadi pada suhu tubuh)
2. AIHA dingin (biasanya terjadi di bawah suhu ruangan)
3. Hemoglobinuria dindin paroksimal
 AIHA panas dapat idiopatik atau penyakit autoimun sekunder seperti SLE,
leukemia (khususnya leukemia limfositik kronik). Tanda-tanda klinisnya seperti
anemia, jaundice, splenomegaly, dan sindrom evan yang merupakan kombinasi
dari AIHA panas dan idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP).
 AIHA dingin dapat idiopatik atau limfoma sekunder atau virus seperti
pneumonia mycoplasma. Tanda klinisnya ada acocyanosis (kulit tidak
berwarna), gejala memburuk saat dingin dan fenomena Raynaud.
2). Anemia hemolitik alloimun
 Disebabkan karena reaksi antara antibodi dan eritrosit dari orang yang berbeda
 Dapat terjadi pada:

90
a. Transfusi darah yang tidak kompatibel ABO
b. Transfer antibodi maternal melewati plasenta pada haemolytic disease of the
newborn
c. Transplantasi allogenik
3). Anemia hemolitik imun diinduksi obat
Beberapa obat-obatan seperti penisilin, quinine dan metildopa dapat menyebabkan
presipitasi melalui berbagai mekanisme imun.
4). Anemia hemolitik non imun
 Trauma mekanik :
 Disfungsi katup artifisial
 Microangiopathic haemolytic anemia terjadi ketika fibrin terdefosit di
pembuluh darah kecil
 March haemoglobinuria disebabkan karena kerusakan eritrosit di kaki seperti
saat lari dan berjalan dalam waktu yang lama
 Kimia dan toksin seperti venom ular
 Infeksi seperti malaria
 Hipersplenism
3. Kegagalan Produksi Eritrosit/Hipoploliferatif

Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemiahipoproliferatif ini


dapat disebabkan karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya:
leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang.
b. Defisiensi besi
c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat.
Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi(misalnya: interleukin 1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya padakeadaan hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat
pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi

91
ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan
melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.

4. Defek Maturasi

Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang“rendah”,
gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indekseritrosit yang abnormal.
Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditemukan kelainan morfologi berupa
makrositik.Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam
folat,defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme
DNA(seperti metotreksat, alkylating agent ), dan myelodisplasia. Alkohol juga
dapatmenyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih
disebabkanoleh defisiensi asam folat.
b. Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik
danhipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah
defisiensi besi yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan
gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)

Berdasarkan Indeks Eritrositnya :


Mikrositik hipokrom Normositik Normokrom Makrositik normokromik

MCV <80 fL MCV 80-95 fL MCV >95 fL

MCH <27 pg MCH ≥ 27 pg

Defisiensi besi Banyak anemia hemolitik Megaloblastik :defisiensi


vitamin B12 atau folat

Talasemia Anemia penyakit kronik Non-megaloblastik: alkohol,


penyakit hati, mielodisplasia,

92
anemia aplastic, dll

Anemia penyakit kronik Setelah perdarahan akut

Keracunan timbal Penyakit ginjal

Anemia sideroblastik Defisiensi campuran

Kegagalan sumsum tulang


(missal pasca kemoterapi,
infiltrasi oleh karsinoma, dll)

5.. Makrositik Normokromik


Pada anemia makrositik normokromik, sel darah merah mempunyai ukuran yang
lebih besar dari normal tetapi warnanya normal.Hal ini diakibatkan oleh gangguan sintesis
asam nukleat DNA seperti pada penyakit difisiensi vitamin B12 dan atau asam folat. Dapat
juga disebabkan oleh obat yang digunakan untuk khemoterapi pada kanker.
ANEMIA MEGALOBLASTIK
 Anemia yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel
megaloblast (prekursor eritrosit yang abnormal)
 Megaloblast merupakan sel besar yang berisi nukleus yang abnormal
 Anemia terjadi karena megaloblast di buang oleh fagosit sumsum tulang (inefektif
eritropoiesis)
 Anemia megaloblastik biasanya terjadi karena adanya defisiensi vitamin B12 dan atau
folat. Keduanya berperan sebagai koenzim pada jalur DNA sintase.
 Adapun temuan hematologisnya :
 Anemia makrositik (leukopenia dan trombositopenia pada beberapa anemia
megaloblastik)
 Adanya hipersegmentasi nukleus neutrophil
 Terlihat adanya megaloblast di sumsum tulang pada apusan
 Rendahnya kadar B12 dalam serum atau berkurangnya kandungan folat pada eritrosit

93
 Klasifikasi anemia megaloblastik:
1. Defisiensi vitamin B12
2. Defisiensi folat

1. Defisiensi Vitamin B12


 Vitamin B12 terdiri atas kobalamin yang berikatan dengan kelompok metil atau adenosil
dan hanya ditemukan pada makanan yang berasal dari hewan dan tidak terpengaruh oleh
proses memasak
 Absorpsi vitamin B12 terjadi di terminal ileum setelah vitamin B12berkombinasi dengan
faktor intrinsic (IF) yang diskresi dari sel parietal gaster
 Transport ke seluruh tubuh dilakukan oleh plasma-binding protein transcobalamin II
 Vitamin B12 disimpan di dalam liver
 Penyebab defisiensi B12:
 Diet
 Defisiensi faktor intrinsik karena anemia pernisiosa, postgastrectomy, atau
kongenital
 Malabsorpsi instestinal karena gangguan pada ileum terminal seperti pada sindrom
Crohn

ANEMIA PERNISIOSA

 Anemia pernisiosa merupakan gastritis atropik kronik autoimun dan penyebab tersering
defisiensi imun pada dewasa
 Autoantibodi secara langsung melawan sel parietal gaster dan IF yang terdeteksi di
serum dan jus gastrik
 Kerusakan pada sel parietal menyebabkan kegagalan sekresi IF dan absorpsi vitamin
B12
 Anemia pernisiosa berhubungan dengan penyakit autoimun tiroid dan pasien mengalami
peningkatan resiko terkena karsinoma
 Tanda klinis anemia pernisiosa :
 Kulit berwarna kuning lemon (jika berat)
 Glossitis
94
 Gangguan gastrointestinal
 Kehilangan berat badan
 Gangguan psikiatri
2. Defisiensi Folat
 Folat merupakan derivate dari asam folic (pteroyl glutamic) dan dapat ditemukan di
makanan, terutama pada sayuran hijau dan liver
 Absorpsi folat berlangsung di duodenum dan jejunum dan disimpan di liver
 Tidak seperti vitamin B12, folat disimpan di tubuh dalam jumlah yang kecil (10-15
mg) dan pengeluarannya lebih besar dibanding yang diburuhkan sehingga anemia
megaloblastik berkembang beberapa bulan setelah onset defisiensi folat
 Penyebab defisiensi folat :
 Penurunan intake karena diet yang jelek
 Penurunan absorpsi contohnya karna gangguan celiaca
 Peningkatan kebutuhan karena multiplikasi sel yang cepat contohya pada waktu
kehamilan, premature, anemia hemolitik
 Kehilangan folat meningkat missal karena dialysis
 Obat-obatan seperti etanol, methotrexate (dengan menghambat reduktase
dihidrofolat) dll

95
Tambahan

KLASIFIKASI KELAINAN ERITROSIT

-Menurut morfologi eritrosit-

Anemia Mikrositik Hipokromik

 Ciri-ciri : ukuran sel kecil, pewarnaan pucat


 3 kemungkinan diagnosis anemia ini adalah :
1. Anemia Defisiensi Besi
2. Thalasemia
3. Anemia Sideroblastik (jarang terjadi)
4. Anemia pada Penyakit Kronik (jika terjadi pada kasus berat)

1. Anemia Defisiensi Besi


- Merupakan anemia yang sering terjadi
- Terjadi karena ketidakseimbangan kadar Fe
- Disebabkan oleh : asupan makanan rendah, malabsorbsi, kebutuhan meningkat, atau
kehilangan darah kronik.

PATOGENESIS

- Pada negara berkembang, konsumsi besi yang rendah dan ketersediaan biologis bahan makanan
yang kurang merupakan masalah utama
- Peningkatan kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi selama kehamilan dan masa bayi
- Terjadinya gangguan absorbsi makanan (malabsorbsi) pada penyakit celiac dan setelah
gastrektomi.

Kekurangan Fe simpanan Fe ikut menurun penurunan ferritin serum dan tidak adanya Fe
dalam sumsum tulangpenurunan Fe serum dan peningkatan transferin menurunnya
kemampuan membentuk Hb, mioglobin, protein yang mengandung Feanemia mikrositik,
gangguan kinerja fisis dan kognitif, dan kekebalan tubuh menurun

96
GAMBARAN KLINIS

- Biasanya ringan dan tidak menunjukkan gejala (asimtomatik)


- Manifestasi tidak spesifik : lemah, letih lesu, pucat (terjadi pada kasus berat).
- Apabila berlangsung lama : kuku tipis, mendatar, dan melengkung seperti sendok (spooning)
- Komplikasi : pica atau keinginan memakan selain bahan makanan, seperti kotoran atau tanah
liat

DIAGNOSIS

- Apus darah tepi : mikrositik, hipokromik


- Kadar feritin dan Fe rendah pada serum
- Transferin rendah
- Kapasitas pengikatan Fe total meingkat
- Trombosit meningkat
- Eritropoietin meningkat, tapi respon trhdp sumsum tulang berkurang

2. Thalasemia
- Menjadi penyakit keturunan yang paling banyak didunia.
- Disebabkan oleh lesi genetik pada sintesis rantai α- dan β- globin HbA (α2β2) atau kurangnya
rantai globin.
- Lesi tersebut dikarenakan adanya mutasi genetik  tidak terjadi produksi mRNA dari gen yang
terkibat, produksi mRNA nonfungsional, atau produksi mRNA yang tidak stabil thalasemia
- Jenis : - Thalasemia-α
- Thalasemia-β

97
1. THALASEMIA-β

 HbA normal memiliki 2 rantai-α dan 2 rantai-β. Dikode oleh


Sepasang gen α-globin pada kromosom 16, satu gen β-globin di kromosom 11.
 Ditandai dengan menurunnya sintesis rantai β-globin yang normal secara struktural,
disertai dengan sintesis rantai-α yang normal. Terjadi akibat mutasi rantai globin.
Menurut Erlangga, dibagi menjadi :
1.) β-Thalasemia Trait.
 Memiliki 1 gen normal dan 1 gen termutasi.
 Mungkin mengalami anemia ringanditandai dengan eritrosit mengecil
(mikrositik)
2.) Thalasemia Intermedia

98
 Terjadi mutasi pada kedua rantai tapi masih bisa memproduksi sedikit rantai
beta globin
 Derajat keparahan tergantung pada mutasi gen yang terjadi
3.) Thalasemia Major (Cooley’s Anemia)
 Kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak memproduksi rantai beta globin
 Gejala dengan anemia berat pada bayi berumur 3 bulan

Menurut Robbin, dibagi menjadi :


1.) Thalasemia Mayor
 Manifestasi anemia terlihat pada 6 sampai 9 bulan setelah lahir karena
sintesis Hb bergeser dari HbF ke HbA (normalnya)
 Apusan darah tepi melihatkan anisositosis, poikilositosis, mikrositik,
hipokromik. Sel Target, fragmentasi eritrosit, dan basofilic stlippling
 HbF sangat meningkat dan menjadi hemoglobin utama eritrosit
 HbA2 dapat normal, rendah, atau tinggi.
 Terapi : transplantasi sumsum tulang dari saudara kandung dengan HLA
identik.

2.) Thalasemia Minor


 Lebih sering ditemukan daripada thalasemia mayor
 Menyebabkan resistensi terhadap malaria falsiparum
 Bersifat asimtomatik
 Apusan darah tepi terlihat sel target, fragmentasi eritrosit, dan basofilic
stlippling
 Hiperplasia eritroid ringan pada sumsum tulang
 Peningkatan HbA2
 Sangat diperlukan elektroforesis hemoglobin dalam penegakan diagnosis

2. THALASEMIA-α
 Terjadi akibat berkurang atau ketiadaan sintesis α-globin menyebabkan kelebihan
rantai non-α yang tidak memiliki pasangan (α,β,γ)
 Paling sering karena delesi gen α-globin sintesis rantai α-globin berkurang
 Thalasemia α pada neonatus membentuk hemoglobin Barts
Kelebihan rantai β-globin pada dewasa membentuk HbH

99
 Sifat talasemia-α
Trjadi delesi pada 2 gen α-globin yg berasal dari kromosom yang sama (α/α/-/-) atau
satu gen α-globin pada kromosom yang berbeda (α/-/α/-)

3. Anemia Sideroblastik
 Kelainan sintesis molekul heme, pada sintesis protoporfirin atau gabungan gangguan
besi dan cincin protoporfirinmenyebabkan akumulasi Fe di mitokondira saat
perkembangan eritroblast
 Diwariskan atau didapat
 Sideroblast : prekursor eritrosit berinti yang memiliki butiran besi
 Siderosit : eritrosit tidak berinti dengan besi.
 Gejala utama : adanya sideroblast bercincin pada ST
 Penyebab :
Bawaan
X-linked (mayoritas)
Autosom: dominan atau resesif
Sporadis

Didapat
Idiopatik
Terkait mielodisplasia

Reversibel
Alkoholisme
Obat : Isoniazid, kloramfenikol
Defisiensi tembaga
Kelebihan Znmenghambat penyerapan tembaga (Cu), padahal tembaga digunakan
sebagai faktor penting beberapa enzim dalam jalur protoporfirin

Jenis:
1. Anemia sideroblastik bawaan
 Disebabkan mutasi pada gen untuk sintase enzim levulinat (sintase ALA)
yang berada di kromosom X dan bawaan pada Xlinked, fungsinya untuk
mengkatalisis reaksi pertama dalam sistem protoporfirin.

100
 Fe serum dan saturasi transferin meningkat

2. Anemia sideroblastik didapat


Dibagi :
1.) Reversibel (sekunder)
Disebabkan oleh konsumsi kimia beracun atau obat-obatan
2.) Ireversibel (idiopatik)

Anemia Normositik Normokromik

1. Anemia pada Penyakit Kronik

- Menyerupai defisiensi Fe, namun penyebabnya karena terhambatnya eritropoiesis akibat


inflamasi sitemik.

PATOGENESIS

- Berawal dari tingginya hapsidin plasma, karena sitokin, misalnya IL6 yang meningkatkan
hapsidin dalam hati mengurangi feroportin dalam makrofag  menahan pemindahan Fe
dalam prekursor eritroid.
- Inflamasi kronik : menghambat sintesis eritropoietin pada ginjal
menghambat eritropoiesis pada ST.
- Inflamasi sitemik, memberi keuntungan fungsional untuk menahan perkembangan
miroorganisme yg bergantung pada kandungan zat besi

101
2. Anemia Aplastik (Hipoplasia)

- Kegagalan ST akibat dari ketiadaan sel tunas mieloid multipoten yang disertai pansitopenia
(anemia, neutropenia, trombositopenia).
- Patofisiologi : penekanan sel tunas diketahui oleh kerja sel T aktif atau karenakelainan sel tunas
sendiri
- Postulasi : sel tunas mengalami perubahan antigen pertama kali akibat terpajan oleh obat, agen
infeksi, atau gangguan lingkungan lainmeningkatkan respons imun selular sel T
menghasilkan sitokin TNF dan IFN-γmenghambat pertmbuhan dan perkembangan sel tunas
- Morfologi: Sumsum tulang sangat hiposeluler, umumnya tidak mengandung sel
hematopoietik, yang tersisa biasanya hanya sel lemak,stroma fibrosa.

102
L. IMUNOFARMAKOLOGI

1. Imunosupresan

3 indikasi digunakan obat ini :

1. Transplantasi organ
Untuk mencegah penolakan transplantasi organ.
ex : siklosporin dan pregnisolon
2. Penyakit imun
Penyakit seperti anemia hemolitik autoimun(AIHA) dan glomerulonefritis akut.
Saat respon hipersensitivitas imun terhadap self-antigen, sehingga ditekan selular imun.
Tetapi terapi imunosupresan berupa penekanan sel sitotoksik dapat berefek sampung
pada sel yang aktif membelah, seperti sel2 pada red bone marrowpansitopenia
3. Pencegahan hemolisis rhesus neonatus
eritroblastosis  saat lahiran, plasenta robke pencampuran darah bayi dan ibu. Ibu
yang beresus negatif pada kehamilan kedua yang telah membentuk antibodi rhesus
sehingga menyerang bayi kedua yang memiliki antigen rhesus(rhesus positif) sehingga
terjadi hemolisis RBC bayi.

PRINSIP IMUNOSUPRESAN
Memberi efek pada tiap antigen berbeda. Jika sudah terbentuk sel T memori, maka efek
imunosupresan menurun.
Obat imunosupresan memblok fase pada tahap pengenalan antigen sampai aktivas sel T
maupun sel B.
Antigen diikat oleh APC  ekspresi IL2 dan IL-1  aktivasi sel T dan Sel B.
(Kortikosteroid memblok tahap pengekspresian IL-2)  HAFALIN DAN PAHAMIN
GAMBAR PPT DR SUFI!

103
a. kortikosteroid
ex: prednison

-Bersifat antiinflamasi, menekan proliferasi seluler sistem imun


-diperlukan dosis besar
-obat asam  ningkatij resiko ulkus dalam penggunaan jangka panjang

b. Penghambat kalsineurin : siklosporin dan tacrolimus  kedua obat ini beda


struktur tapi mekanisme kerjanya sama
- siklos menghambat calcinerin sehingga ngurangin IL-2 sehingga nurunin produksi
TNF
- tacro berikatan dengan FK506binding protein  hambat calconerin  nurunin IL-2
 -Nurunin TNF
- SICLOS : bioavaibility 20-50%, metabolisme oleh CYP3A di hepar
-Kedua obat ini bisa berinterkasi dengan obat lain
ex : fenoborbital fenilalanin  nurunin kadar, atau mempercepat eliminasi siklospirin
Perbedaan siklo dan tacro :
Tac lebih poten drpd siklo, tapi dia lebih nephro dan neorptoxic.
PAHAMIN PERBEDAAN TACRO DAN SIKLOS
GAMBAR KE 3 SLIDE PPT!
Pokoknya soal UB dr. Sufi gambar pahami!

c. Sirolimus (SRL)
Dari fungi  antiproliferatif, gak hambat IL-2, tapi respon sel T terhadap sitokin
Efek toksik : trombositopenia, supresi sel proliferatif, hiperlipidemia

104
d. Obat Sitotoksik

- Inhibit metabolisme sintesis purin dan piriminidin(Antimetabolit)

Ex :
- azathioprine(derivat mercaptopurin, prodrug, intinya DIA HAMBAT JALUR DE
NOVO SINTESIS PURIN, dia gabisa lewat BBB, menghambat THIO
Acidsehinga 6 mercaptopurin toxic)
- myclophenolate mofetil(menghambat sintesis de novo purin, penghambat poten
IMP Crusial untuk sintesis purin sama efek sampingnya bisa toxicitas,
berbahaya untuk kehamilan)
- leflunamide(Prodrug, inhibitor sintesis pirimidin, hanya untuk artritis
reumatoid(paten), bisa nyebapin takikardi
methotrexate(anticancer, remutaoid disease)  menghambat enzim reduktase
dehisrofolat, antagonis asam folat(B9)  sehingga hambat sintesis basa nuklotid
untuk sintesis protein, efek samping  kebotakan)

- Agen alkilating
ex : cyclophosphamide

e. Antibodi
ALG(Antilimfosit globulin) dan ATG(Antitimosit globulin)
indikasi klinis :
reksi allograft akut
resistensi terhadap steroid
ex : muromonab  berikatan dengan CD3+ pada limfosit T  nurunin produksi
sitokin  nurnin respon imun

f. Interferon :
tipe I (a,b) antiviral
tipe II (gamma)  immune enhancing

105
2. Imunostimulan

Tujuan : perbaikin fungsi dan respon imun, biasanya dari tanaman obat. Efeknya
tidak spesifik. Biasanya untuk penyakit AIDS, infeksi kronis.
a. Adjucan Natural
-BCG  produk bakteri untuk imunostimulan, berefek pada sel T dan Sel NK
-isoprinisun  imunodefisiensi  sel T dan monosit
-Levamisol  untuk anticacing, tapi biasanya tidak nigkatin respon selular imun
-interferon  biasanya stimulasi karena virus
-CSF  cegah neutropenia, pemlilhan susm-sum tulang setelah transplantasi

106
M. OBAT AUTAKOID DAN ANTIHISTAMIN
1. Autakoid
Autokoid berasal dari dua kata, yaitu autos (sendiri) dan akos (obat). Secara istilah
autokoid adalah sekelompok substansi alami dalam tubuh yang biasanya dalam bentuk inaktif
dan berasal dari jaringan
Klasifikasi Autakoid:
1. Amin biogenik (AA)
Contoh; Histamin, serotonin
2. Polipeptida
Contoh: Angiotensin, kinin (bradikinin)
3. Small protein
Contoh: Sitokinin (TNF alfa, interleukin)
4. Membrane-derived lipid
Contoh: Eikosanoid (Leukotrien, Prostaglandin, Tromboksan, Platelet Activating
Factor/PAF)
5. Endothelium-derived agents
Contoh: Nitric Oxide (NO), Endothelin (ET)
2. Histamin
Merupakan hasil dekarboksilasi dari histidine, disimpan di kulit/epidermis, mukosa
saluran cerna, dan paru. Histamin disekresi apabila terdapat reaksi antigen-antibodi. Efek
histamin :
1. Respon alergi
2. Sekresi eksokrin (asam lambung, saliva, air mata)
3. Neurotransmitter di SSP
4. Kontraksi otot polos non vaskuler
5. Stimulasi medulla adrenal
6. Dilatasi pembuluh darah otak
7. Kebocoran vaskuler
Reseptor :
1. H1, terkait dengan reaksi alergi
2. H2, sekresi lambung
3. H3, feedback inhibition

107
3. Serotonin
Merupakan hasil hidroksilasi triptofan lalu dekarboksilasi menjadi
serotonin.
Efek serotonin :
1. Sebagai neurotransmitter di SSP, apabila over sekresi serotonin menjadi
migrain
2. Menjadi precursor melatonin
Defisiensi serotonin menyebabkan tidak ngantuk, stress.
Kelebihan serotonin menyebabkan cemas.
3. Induksi motilitas usus
4. Pengaturan suhu
5. Homeostasis
6. Sindrom karsinoid
Reseptor serotonin :
1. 5-HT1
SSP : inhibisi neural, menyebabkan kecemasan
Pembuluh darah : vasokonstriksi
2. 5-HT2
SSP : menyebabkan kegembiraan
Pembuluh darah : vasokonstriksi dan agregai platelet
3. 5-HT3
Sebagai mediator untuk 5 HT1 dan 5HT2
Antagonis serotonin :
1. Siproheptadin, spesifik terhadap 5HT2
2. Katanserin, spesifik untuk 5HT2, mempunyai afinitas terhadap alfa-1
(vaskuler), H1, dan dopamin
3. Metisergid, campuran terhadap 5HT1 dan 5 HT2

108
4. Fluoksetin, 5HT3 yang mengurangi uptake neural 5 HT1 dan
menghambat depresi

4. Bradikinin
Peran bradikinin :
1. Sebagai mediator nyeri
2. Regulasi tekanan darah
3. Meningkatkan permeabilitas kapiler
4. Keseimbangan cairan dan elektrolit
5. Menstimulasi sintesis prostaglandin
Reseptor :
1. B1, vasokonstriksi
2. B2, vasodilatasi, permeabilitas, kontraksi otot polos, nyeri
3. B3, kontraksi trakea

5. Angiotensin
Efek angiotensin :
1. Vasokonstriki
2. Meningkatkan tekanan darah
3. Menstimulasi jantung secara langsung
4. Memacu pelepasan epinefrin dan aldosterone
5. Meningkatkan reabsorpsi Na dalam tubulus ginjal
6. Stimulasi vasopressin

109
7. Sitokin
Macam sitokin :
1. TNF-α
2. Interleukin
3. Interferon
4. TGF-β
• EICOSANOID
Berasal dari asam arakidonat. Enzim utama merupakan siklooksigenase
(COX) dan lipooksigenase.
1. COX-1, penting untuk fungsi fisiologis normal
2. COX-2, berperan penting dalam cidera jaringan dan inflamasi
3. COX-3, di otak
• PAF
Terlibat dalam ovulasi, implantasi, persalinan.
Sifat farmakologik :
1. Memicu agregasi platelet
2. Vasodilator poten
3. Meningkatkan permeabilitas vaskuler
4. Melepas eikosanoid, bentuk superoksid
5. Kontraksi otot polos nonvaskuler
6. Meningkatkan sekresi saluran nafas, sebabkan edema paru
7. Menurunkan aliran ginjal

8. Nitric Oxid
Peran Nitrit Oxide :
1. vasodilator fisiologis
2. homeostasis anyaman vaskuler (otak, paru, koroner)

110
3. NOS blocker
4. sebabkan relaksasi lambung dan sfingter ani eksternus
Endothelin
Efek farmakologik :
1. Reaksi tipe 1 (ET-1 dan ET-2) : vasokonstriksi, bronkokonstriksi,
kontraksi uterus, stimulasi sintesis aldosterone
2. Reaksi tipe 2 (ET-1, ET-2, ET-3) : inhibisi agregasi platelet

9. Antihistamin
Histamin merupakan suatu neurotransmitter yang terlibat dalam respon
imun lokal. Histamin disintesis dari dekarboksilasi histidin.
Histamin akan dilepaskan apabila :
1. Cidera jaringan
Agen fisik/kimiawi yang merusak jaringan, kulit, atau mukosa (termasuk luka
bakar)
2. Reaksi alergi
Paparan terhadap Ag pd subyek yang telah terekspos
3. Obat dan bahan asing lain
Antihistamin berperan untuk memblok pengikatan histamin pada reseptornya.
Terdapat tiga generasi antihistamin, yaitu :
1. Antihistamin Generasi 1
• Kerja singkat
• Kelompok : etilendiamin, etolamin, alkilamin, piperazin, trisiklik.
• Tidak selektif terhadap reseptor H1
• Efeknya sedasi (mengantuk, gangguan motoric/keseimbangan), efek
antikolinergik (bingung, mulut kering, retensi urin), efek ke SSP
(gangguan fungsi kognitif)
2. Antihistamin Generasi 2
111
• Modifikasi generasi 1
• Lebih selektif pada H1
• Contoh : terfenadine, loratadine, cetrizin, mizolastin, astemizol
• Waktu paruh eliminasi cukup panjang
3. Antihistamin Next Generation
• Merupakan derivate antihistamin generasi sebelumnya
• Lebih aman, kerja lebih cepat, lebih poten
• Contoh : fexofenadine, desloratadin, levocetirizin

112
N. OBAT-OBAT HEMATINIK

PPT dr. Sufi - Katzung

1. Definisi Obat Hematinik


Obat hematinik adalah obat antianemia yang berfungsi untuk mengembalikan jumlah hemoglobin
dengan memperbaiki proses eritropoiesis.
Dalam proses hematopoietik, dibutuhkan asupan 3 nutrien penting: besi, B12, dan asam folat.
Defisiensi terhadap ketiga nutrien ini dapat memicu timbulnya anemia.
2. Terapi Besi
a. Farmakokinetika
Regulator sistem penyerapan besi merupakan peptida yang dihasilkan hati yaitu hepsidin.
Hepsidin akan mengikat feroportin dan menghambat perpindahan besi melalui membran
(pengeluaran simpanan besi dalam sel makrofag sistem retikuloendotelial; hati, limpa, dll.
Juga parenkim hati).
i. Penyerapan: terjadi di duodenum dan jejunum proximal. Besi nonhem(dalam
sayuran) harus direduksi oleh ferireduktase menjadi besi fero(Fe2) sebelum diserap.
ii. Pengangkutan: diangkut di plasma terikat ke transferin.
iii. Penyimpanan: di mukosa usus, ferritin di makrofag hati, limpa dan tulang dan
parenkim hati.
iv. Pengeluaran: besi keluar melalui feses dari eksfoliasi sel mukosa usus dan sangat
sedikit yang diekskresikan empedu, urin, dan keringat. (tidak lebih dari 1mg perhari)

113
b. Terapi Peroral
i. Obat-obatan konvensional: Ferosulfat, fero glukonat, fero fumarat (menggunakan
ferro karena fero paling mudah diserap). Obat-obatan tipe ini cenderung lebih murah
dan mudah serta efektif untuk digunakan.
Seseorang dengan defisiensi besi akan menyerap 50-100mg Fe ke dalam Hb setiap

hari dan sekitar 25% dari besi per oral dapat diserap sehingga dibutuhkan besi
elemental sebanyak 200-400 mg per hari (walau dalam kasus pasien yang tidak dapat
menolerir dosis tersebut dapat diberikan dosis yang lebih rendah dan lambat).

Efek samping umum:

- Mual*
- Rasa tidak enak pada epigastrium*
- Kram perut*
- Konstipasi*
- Diare*
- Feses hitam
*bergantung dosis
Ferrous sulfat memiliki efek samping yaitu insidensi tinggi terhadap penyakit
pencernaan; nausea, muntah, konstipasi, diare. Dosis yang biasanya diberikan adalah
300mg peroral sekali 12jam atau ditingkatkan 300mg selama 12 jam atau 250mg PO
perhari atau 12jam(extended release).

ii. Obat-obatan baru: Iron polymaltose complex (IPC), ferrous bisglycinate, carbonyl
iron
Iron polymaltose complex (IPC) memiliki bioavailabilitas yang mirip dengan
ferrous sulfat (bioavailabilitas sangat rendah) namun strukturnya lebih stabil dan
absorbsi besi lebih terkontrol. Kerugian yang ditimbulkan lebih rendah dari ferrous
sulfate. Pengguna kedua tipe obat-obatan ini akan mengalami peningaktan kadar Hb
yang serupa namun akan lebih ter tolerir pada pemakaian IPC. Sehingga obat ini
dapat digunakan oleh ibu hamil. Absorpsi besi dari obat IPC ini lebih terkontrol

114
melalui mekanisme feedback negatif. Ketika IPC berkontak dengan sisi pengikatan
besi di permukaan mukosa, seuatu perubahan fisiologik akan terjadi. IPC melepas
sejumlah besi ferric yang di butuhkan yang akan secara aktif ditranspotasinya ke
dalam sel mukosa lewat protein karier dan dari sana akan disimpan sebagai ferritin
maupun ditransfer sebagai transferin.
Ferrous Bisglycinate memiliki efek iritasi GI yang lebih rendah dan menunjukkan
efikasi yang lebih tinggi daripada obat konvensional dengan menurunkan defisiensi
besi dan anemia dalam waktu singkat dan dosis rendah. Bioavailabilitas tinggi dan
regulasi tinggi, namun dengan harga yang murah.
Carbonyl iron absorpsinya lebih lambat namun lengkap dengan efek samping yang
lebih kecil.
c. Terapi Parenteral
Terapi ini diberikan untuk pasien dengan batas toleransi rendah, kemampuan penyerapan
yang rendah, serta pengidap anemia kronik berat, mencakup penderita penyakit ginjal kronik,
sindrom malabsorpsi, riwayat ereksi usus halus, IBD(inflammatory bowel disease).

Terdapat tantangan dalam pemberian besi parenteral yang ada dalam bentuk feri bebas
inorganik, yaitu munculnya toksisitas dependen dosis yang membatasi jumlah dosis yang
dapat diberikan lewat jalur ini. Tetapi hal ini dapat dicegah lewat pemberian besi feri dengan
fromulasi dengan suatu pertikel mengandung koloid dengan inti besi oksihroksida yang
dikelilingi inti karbohidrat sehingga besi dapat dikeluarkan perlahan dan partikel koloid yang
stabil.

Obat: Besi dekstran, kompleks natrium feriglukonat, dan besi sukrosa.

Besi dekstran adalah suatu kompleks stabil feri oksihidroksida dan polimer dekstran yang
mengandung 50mg besi elemental per mL larutan. Bisa intramuskular maupun
intravena(sering karena tidak ada bekas, serta hilangkan nyeri lokal).

Efek samping besi dekstran IV:

- Nyeri kepala
- Kepala ringan
- Demam
- Artralgia
- Mual muntah
- Nyeri punggung
- Flushing
- Urtikaria
- Bronkospasme
- Anafilaksis*
- Kematian*
*jarang
Untuk menghindari reaksi hipersensitivitas, sebaiknya dilakukan pemberian dosis percobaan
terlebih dahulu.

Kompleks natrium feri glukonat dan kompleks besi sukrosa (preparat alternatif) diberikan IV
dan reaksi hipersensitivitas lebih rendah dari besi dekstran.

115
3. Toksisitas Klinis
a. Toksisitas besi akut
- Anak anak yang tidak sengaja menelan tablet besi.
- Cukup 10 tablet untuk mematikan
- Anak akan alami gastroenteritis nekroitkans dengan muntah nyeri abdomen, diare
berdarah, syok, letargi, dispnu. Kemudian akan terlihat perbaikanyang mungkin
diikuti asidosis metabolik berat, koma dan kematian.
- Terapi perlu segera
o Terapi irigasi usus menyeluruh dilakukan untuk membilas keluar pil pil
yang belum terserap.
o Deferoksamin (pengikat besi poten) diberikan IV untuk mengikat besi
dan mendorong ekskresi dari urin dan tinja.
o Arang aktif untuk menyerap kebanyakan toksin namun tidak menyerap
besi(tidak efektif)
o +terapi suportif untuk perdarahan saluran cerna, asidosis metabolik, dan
syok.
b. Toksisitas kronis besi (kelebihan besi, hemokromatosis)
- Terjadi ketika ada pengendapan berlebihan di jantung, hati, pankreas, dan organ
lain sehingga gagal organ dan kematian.
- Toksisitas sering terjadi pada hemokromatosis herediter yang ditandai dengan
penyerapan besi berlebih, dan pasien yang sering mendapat transfusi darah dalam
jangka panjang (misal penderita beta-thalasemia).
- Paling efisien diobati dengan flebotomi intermiten, sekitar setiap satu minggu
satu unit darah dikeluarkan hingga besi tidak berlebihan.
- Terapi kelasi besi deferoksamin dan deferasiroks tidak efektif tapi jadi pilihan
satu-satunya bagi yang tidak bisa mendapat terapi flebotomi intermiten seperti
anemia refrakter herediter misal thalasemia mayor, anemia sel sabit, anemia
aplastik.
Pasien yang diberi obat secara parenteral harus dimonitor secara periodik agar tidak
berlebihan.

4. Terapi B12
Defisiensi B12 menimbulkan anemia megaloblastik, gejala pencernaan, dan kelainan saraf. Pada
farmatikal digunakan vitamin b12 yaitu kobal yang berikatan dengan gugus sianida
(sianokobalamin).
a. Farmakokinetika
Simpanan B12 dalam tubuh totalnya sekitar 3000-5000mcg, kebutuhan normal harian hanya
2mcg dan butuh 5 tahun untuk habis total jika konsumsi berhenti.
Vitamin B12 lepas ikatannya dengan protein di lambung karena adanya Hcl, kemudian akan
berikatan dengan haptokorin dari kelenjar saliva/lambung (agar vitamin B12 bebas tidak
denaturasi). Pada pH asam faktor intrinsik afinitasnya rendah dengan B12, kalah dengan
haptokorin. Namun kemudian nanti di duodenumsaat suasana asam menurun, terjadi
pergantian ikatan dengan faktor intrinsik. Vitamin B12 akan diserap bersama faktor intrinsik
yang dihasilkan sel parietal mukosal lambung di ileum distal. Di enterosit faktor intrinsik
ikatan dengan reseptor, B12 masuk sel dan transportnya dalam tubuh dengan transkobalamin.
TCII akan membawa B12 ke hepar dimana tersimpan TC III. Di hepar ada yang disimpan
dalam bentuk koenzim B12.
B12 yang berlebihan akan dikeluarkan lewat urin saat hepar telah jenuh.

116
b. Farmakodinamika
Reaksi yang membutuhkan vit B12:
- Metilkobalamin berfungsi sebagai perantara dalam pemindahan satu gugus metil
dari N5-metiltetrahidrofolat ke homosistein membentuk metionin. Jika tidak ada
B12 maka tidak terbentuk kofaktor folat, tetrahidrofolat. Hal ini berpengaruh
pada pembentukan deoksitimidilat(dTMP) untuk sintesis DNA.
- Isomerasi metilmalonil ko-A menjadi suksinilkoA
c. Terapi
Vitamin B12 untuk mengobati dan mencegah ddefisiensi. Sebagian besar kelainan karena
absorpsi, makanya B12 biasanya parenteral. Bentukan obat parenteral biasanya
hidroksokobalamin dan hidroksokobalamin(lebih disukai karena lebih lama di sirkulasi.)
Terapi awal: 100-1000mcg vitamin B12 intramuskulus seklai selama 1-2 minggu
Terapi pemelihataan: 100-1000mcg IM sekali sebulan seumur hidup.
Kalau ada kelainan neurologik, obat diberikan tiap 1-2minggu selaama 6 bulan sebelum
diubah jadi penyuntikan sebulan sekali. Untuk preparat peroral diberikan 1000mcg tiap hari.
Setelah sembuh dengan terapi parenteral, terapi bisa dilanjutkan dengan vitamin intranasal.
5. Terapi Asam Folat
a. Terapi
Kebutuhan sehari 50-200mcg, ibu hamil 300-400mcg. Ada 5-20mcg tersimpan dalam hepar
dan akan diekskresikan di feses dan urin . Defisiensi terjadi setelah 1-6 bulan dari intake
terakhir.
Absorbsi terjadi di proksimal jejunum, metabolisme dalam bentuk metiltetrahidrofolat. Nanti
tetrahidrofolat akan ditransferkan.
Defisiensi terjadi karena obat (metotreksat, trimetrhoprime, pirimethamine), alkohol,
penyakit hepar.
Dosis 1mg asm folat PO cukup untuk memenuhi kebutuhan kekurangan dari anemia
megaloblastik.
6. Hematopoietic Growth Factors
a. EPO
Merupakan obat glikoprotein yang pertama kali diisolasi dan mampu menstimulasi proses
proloferasi dan diferensiasi dengan cara berinteraksi dengan reseptor EPO yaitu anggota
JAK/STAT.
Mampu menginduksi pengeluaran retikulosit. EPO diproduksi di ginjal dan memicu
terjadinya eritropoiesis.
EPO dibuat rekombinannya dari kloning gen (man-made version).
Rekombinan ini dikenal juga sebagai erythropietin stimulating agents(ESAs). Dimana obat
ini diberikan pada orang-orang yang mengalami gangguan ginjal kronik/stadium akhir. Pasien
ini juga menunjukkan Hb rendah. Juga diberikan pada pasien kanker dimana akan terjadi
anemia karena stres sumsum tulang.

117

Anda mungkin juga menyukai