Anda di halaman 1dari 5

Widji Thukul, yang bernama asli Widji Widodo (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26

Agustus 1963 – meninggal di tempat dan waktu yang tidak diketahui, hilang sejak diduga
diculik, 27 Juli 1998 pada umur 34 tahun) adalah sastrawan dan aktivis hak asasi manusia
berkebangsaan Indonesia. Tukul merupakan salah satu tokoh yang ikut melawan penindasan
rezim Orde Baru. Sejak 1998 sampai sekarang dia tidak diketahui rimbanya, dinyatakan
hilang dengan dugaan diculik oleh militer[1].

Keluarga Thukul, begitu sapaan akrabnya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia
lahir dari keluarga Katolik dengan keadaan ekonomi sederhana. Ayahnya adalah seorang
penarik becak, sementara ibunya terkadang menjual ayam bumbu untuk membantu
perekonomian keluarga.[2]

Thukul Mulai menulis puisi sejak SD, dan tertarik pada dunia teater ketika duduk di bangku
SMP. Bersama kelompok Teater Jagat, ia pernah ngamen puisi keluar masuk kampung dan
kota. Sempat pula menyambung hidupnya dengan berjualan koran, jadi calo karcis bioskop,
dan menjadi tukang pelitur di sebuah perusahaan mebel. Pada Oktober 1989, Thukul menikah
dengan istrinya Siti Dyah Sujirah alias Sipon yang saat itu berprofesi sebagai buruh.[3]. Tak
lama semenjak pernikahannya, Pasangan Thukul-Sipon dikaruniai anak pertama bernama
Fitri Nganthi Wani, kemudian pada tanggal 22 Desember 1993 anak kedua mereka lahir yang
diberi nama Fajar Merah.[2]

Pendidikan Thukul pernah bersekolah di SMP Negeri 8 Solo dan melanjutkan


pendidikannya hingga kelas dua di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia jurusan tari.[2].
Thukul memutuskan untuk berhenti sekolah karena kesulitan keuangan. [4]
Aktivitas Kendati hidup sulit, ia aktif menyelenggarakan kegiatan teater dan melukis
dengan anak-anak kampung Kalangan, tempat ia dan anak istrinya tinggal. Pada 1994, terjadi
aksi petani di Ngawi, Jawa Timur. Thukul yang memimpin massa dan melakukan orasi
ditangkap serta dipukuli militer.

 Pada 1992 ia ikut demonstrasi memprotes pencemaran lingkungan oleh pabrik tekstil
PT Sariwarna Asli Solo.
 Tahun-tahun berikutnya Thukul aktif di Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jakker)
 Tahun 1995 mengalami cedera mata kanan karena dibenturkan pada mobil oleh aparat
sewaktu ikut dalam aksi protes karyawan PT Sritex.
 Peristiwa 27 Juli 1998 menghilangkan jejaknya hingga saat ini. Ia salah seorang dari
belasan aktivis yang hilang.
 April 2000, istri Thukul, Sipon melaporkan suaminya yang hilang ke Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
 Forum Sastra Surakarta (FSS) yang dimotori penyair Sosiawan Leak dan Wowok
Hesti Prabowo mengadakan sebuah forum solidaritas atas hilangnya Thukul berjudul
"Thukul, Pulanglah" yang diadakan di Surabaya, Mojokerto, Solo, Semarang,
Yogyakarta, dan Jakarta.

Penyebab hilangnya Thukul Kerusuhan pada Mei 1998 telah menyeret beberapa
nama aktivis kedalam daftar pencarian aparat Kopassus Mawar.[2]. Di antarapara aktivis itu
adalah aktivis dari Partai Rakyat Demokratik, Partai Demokrasi Indonesia, Partai Persatuan
Pembangunan, JAKKER, pengusaha, mahasiswa, dan pelajar yang menghilang terhitung
sejak bulan April hingga Mei 1998. [2]. Semenjak bulan Juli 1996, Thukul sudah berpindah-
pindah keluar masuk daerah dari kota satu ke kota yang lain untuk bersembunyi dari kejaran
aparat.[2]. Dalam pelariannya itu Thukul tetap menulis puisi-puisi pro-demokrasi yang salah
satu di antaranya berjudul Para Jendral Marah-Marah.[2]. Pada tahun 2000, Sipon melaporkan
hilangnya Thukul pada KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan), namun Thukul belum ditemukan hingga kini.[2]

Korban penculikan Setelah Peristiwa 27 Juli 1996 hingga 1998, sejumlah aktivis
ditangkap, diculik dan hilang, termasuk Thukul. Sejumlah orang masih melihatnya di Jakarta
pada April tahun 1998. Thukul masuk daftar orang hilang sejak tahun 2000.

Karya Ada tiga sajak Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi
massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, dan Bunga dan Tembok (ketiganya ada dalam antologi
"Mencari Tanah Lapang" yang diterbitkan oleh Manus Amici, Belanda, pada 1994. Tapi,
sesungguhnya antologi tersebut diterbitkan oleh kerjasama KITLV dan penerbit Hasta Mitra,
Jakarta. Nama penerbit fiktif Manus Amici digunakan untuk menghindar dari pelarangan
pemerintah Orde Baru.
 Dua kumpulan puisinya : Puisi Pelo dan Darman dan lain-lain
 Puisi: Bunga dan Tembok[5]
 Puisi: Peringatan
 Puisi: Kesaksian [1]

Prestasi dan penghargaan

 1989, ia diundang membaca puisi di Kedubes Jerman di Jakarta oleh Goethe Institut.
 1991, ia tampil ngamen puisi pada Pasar Malam Puisi (Erasmus Huis; Pusat
Kebudayaan Belanda, Jakarta).
 1991, ia memperoleh Wertheim Encourage Award yang diberikan Wertheim
Stichting, Belanda, bersama WS Rendra.
 2002, dianugerahi penghargaan "Yap Thiam Hien Award 2002"
 2002, sebuah film dokumenter tentang Widji Thukul dibuat oleh Tinuk Yampolsky.

Beberapa Puisi Karya Wiji Thukul

PERINGATAN
Oleh :Wiji Thukul

Jika rakyat pergi

Kita penguasa berpidato

Kita harus hati hati

Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat sembunyi

Dan berbisik bisik

Ketika membicarakan masalahnya sendiri

penguasa harus waspada dan belajar mendengarDan bila rakyat tidak berani mengeluh

Itu artinya sudah gawat

Dan bila omongan penguasa

Tidak boleh dibantah

Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang


Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversi dan menggangu keamanan

Maka hanya satu kata : LAWAN !

(Solo,1986)

BUNGA DAN TEMBOK

Oleh: Wji Thukul

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

Kau hendaki tumbuh

Engkau lebih suka membangun

Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

Kau kehendaki adanya

Engkau lebih suka membangun

Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang

Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga

Engkau adalah tembok itu

Tapi di tubuh tembok itu

Telah kami sebar biji-biji


Suatu saat kami akan tumbuh bersama

Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

Dalam keyakinan kami

Di manapun – tirani harus tumbang!

NYANYIAN AKAR RUMPUT

Oleh: Wiji Thukul

Jalan raya dilebarkan

kami terusir

mendirikan kampung

digusur

kami pindah-pindah

menempel di tembok-tembok

dicabut terbuang

kami rumput

butuh tanah

dengar!

Ayo gabung ke kami

Biar jadi mimpi buruk presiden!

Anda mungkin juga menyukai