Anda di halaman 1dari 85

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Inovasi teknologi,
kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta revolusi industri telah membawa
manusia pada era eksploitasi sumber daya alam. Negara Indonesia memiliki
sumber daya alam dengan potensi besar untuk di eksploitasi , mulai dari sabang
sampai Merauke selalu saja dapat dijumpai berbagai sumber daya alam khususnya
bahan tambang.
Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang memegang
peranan penting dalam menunjang kesejahteraan masyarakat dan pembangunan
nasional. Negara Indonesia mempunyai potensi berbagai jenis bahan tambang,
baik logam,non logam, batuan bahan konstruksi dan industri, batu bara, panas
bumi maupun minyak dan gas bumi yang melimpah.
Salah satu bahan tambang berupa logam yang ada di Indonesia ialah nikel,
daerah tambang nikel di Indonesia tersebar di pulau Sulawesi, Halmahera dan
Papua. Nikel adalah logam berkilau dengan warna putih keperakan, logam ini
memiliki daya hantar listrik dan panas yang relatif rendah, sangat tahan terhadap
korosi dan oksidasi. Nikel sering kita jumpai sebagai bahan baku alat alat rumah
tangga, transportasi, kedokteran, konstruksi, aplikasi industri kimia, migas, dan
mesin jet hingga pembangkit tenaga listrik.
PT. Vale Indonesia, Tbk. (PTVI) dahulunya dikenal sebagai PT.
International Nickel Indonesia (INCO) merupakan salah satu perusahaan besar
produsen nikel di dunia yang mulai menandatangani kontrak karya dengan
pemerintah Indonesia pada tahun 1968 yang menandai dimulainya proses
eksplorasi dan terhitung sejak tahun 1978 telah melakukan produksi komersial
nikel dalam bentuk matte yang merupakan produk nikel berbentuk bijih laterit.
PTVI sendiri dalam proses pengolahan produknya menghasilkan limbah
dan perubahan kualitas yang berasal dari proses industri seperti limbah cair, padat,
limbah domestik, emisi udara dan bahan beracun dan berbahaya (B3). Limbah
tersebut berasal dari operasi penambangan, proses produksi dan sarana

1
pendukung yang berpotensi mencemari lingkungan, oleh karenanya PTVI telah
melakukan beberapa langkah pengelolaan limbah dan bahan buangan sesuai
dengan regulasi dan baku mutu yang ditetapkan pemerintah dalam upaya
menjaga kelestarian kualitas lingkungan dan kesehatan manusia disekitar wilayah
operasinya dalam proses produksinya.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka, Kerja Praktek ini dilaksanakan
untuk lebih mengetahui langkah langkah pengelolaan kualitas lingkungan yang
dilakukan oleh PTVI yang berguna sebagai bahan pembelajaran dan syarat
kelulusan akademik.

II.2 Tujuan Kerja Praktek


Adapun Tujuan Kerja Praktek ini adalah:
1.Mengetahui proses pengelolaan kualitas air permukaan di PTVI.
2.Mengetahui proses pengolahaan air limpasan stockpile di pelabuhan Balantang
(batubara dan sulfur) PTVI.
3.Mengetahui proses pengelolaan limbah B3 di PTVI.
4.Menganalisa efisiensi unit pengelolaan kualitas air di PTVI.

II.3 Ruang Lingkup


Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, ruang
lingkup yang dilakukan adalah mengenai “Pengelolaan Kualitas Air dan Limbah
B3 di PTVI”.

II.4 Sistematika Penulisan Laporan


Dalam penulisan laporan dibutuhkan sistematika penulisan yang benar agar pihak
yang membacanya dapat memahami isi dari laporan ini.
Adapun sistematika penyusunan laporan yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1 Halaman Judul : Memuat judul laporan, nama, Nim, Program
studi, Lambang Unhas, Institusi penyelenggara,
dan Tahun pengajuan laporan.
2 Lembar Pengesahan : Halaman ini menunjukkan bahwa laporan telah
disetujui dan dipresentasikan dihadapan

2
pembimbing kerja praktek serta manager
environmen. Halaman ini memuat: judul
laporan, nama dan nim, departement, dan
pengesahan pembimbing kerja praktek.
3 Kata Pengantar : Berisi antara lain ucapan syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa, Objek dan waktu penelitian, dan
ucapan terima kasih pada pihak - pihak yang
dianggap sangat berjasa dan berhubungan
langsung dalam penyusunan laporan.
4 Daftar Tabel : Untuk memberikan petunjuk dimana (pada
halaman berapa) tabel tersebut dapat ditemukan.
5 Daftar Gambar : Untuk memberikan petunjuk dimana (pada
halaman berapa) gambar tersebut dapat
ditemukan.
6 Daftar Lampiran : Untuk memberikan petunjuk dimana (pada
halaman berapa) lampiran tersebut dapat
ditemukan. Dengan susunan gambar rencana dan
pelaksanaan, rangkuman spesifikasi teknis dan
khusus, gambar detail elemen konstruksi,
monitoring pelaksanaan pekerjaan dan jadwal
KP, Log book, daftar kehadiran dan lembar
asistensi, foto kegiatan, materi persentasi dan
ringkasan laporan akhir KP.
7 Daftar Isi : Memuat halaman setiap bab dengan tujuan untuk
mempermudah pembaca menemukan bacaan
yang diinginkan.
8 Bab I : Berisikan tentang pendahuluan, latar belakang,
identifikasi permasalahan, maksud dan tujuan,
batasan kegiatan dan sistematika penulisan
laporan kerja praktek.
9 Bab II : Bab ini akan menerangkan metode yang
dilakukan selama kerja praktek. Dalam bab ini
juga dijelaskan mengenai metode pengumpulan
data selama kegiatan kerja praktek. Dalam bab ini
telah ditampilkan data-data yang diperoleh pada

3
kerja praktek baik data primer maupun data
sekunder.
10 Bab III : Berisikan tentang metode pelaksanaan kerja
praktek, lokasi dan waktu kerja praktek,
persiapan dan pengumpulan data objek kerja
praktek, rancangan jadwal pelaksanaan, deskripsi
metode pelaksanaan kerja praktek, persentasi dan
pelaporan akhir kerja praktek.
11 Bab IV : Membandingkan hasil pengamatan dengan hasil
studi literatur. Kemudian menganalisa
permasalahan yang muncul dan memberikan
alternatif-alternatif solusi permasalahan.

BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI KERJA PRAKTEK

II.1. Profil Perusahaan


PTVI adalah bagian dari Vale, perusahaan pertambangan terbesar di dunia.
sebuah perusahaan penanaman modal asing yang mendapatkan izin usaha dari
pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi, kegiatan penambangan,
pengolahan dan produksi nikel.
PTVI mengoperasikan tambang nikel open pit dan pabrik pengolahan di
Sorowako selama lebih dari 3 dekade, sejak tahun 1968. Saat ini, PTVI menjadi
produsen nikel terbesar di Indonesia dan menyumbang 5% pasokan nikel dunia,
perseroan telah menyediakan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan,
memperlihatkan kepedulian terhadap kebutuhan masyarakat dimana perseroan
beroperasi memberikan keuntungan bagi para pemegang saham dan memberi
sumbangan yang positif kepada ekonomi Indonesia.
PTVI menghasilkan nikel disulfida yaitu produk setengah jadi dari bijih
laterit, dari aktivitas pertambangan dan pengolahan yang terpadu di wilayah
Sorowako, Sulawesi Selatan. Daya saing PTVI terletak pada cadangan bijih
dalam jumlah besar. Tenaga kerja yang terampil, terlatih, listrik tenaga air

4
berbiaya rendah, fasilitas produksi yang modern dan pasar yang terjamin untuk
produknya.
Saham perseroan sebanyak 58,73% dimiliki oleh Vale Canada Limited
dan sebanyak 20,09% oleh Sumitomo Metal Mining Co.Ltd,sebuah perusahaan
tambang dan peleburan utama di Jepang. Disamping itu 20,49% saham PTVI
Sorowako dimiliki oleh pemegang saham publik serta sisanya oleh Vale Japan
Limited sebesar 0,54% dan 0,14% oleh Sumitomo Corporation.(Sustainability
Report PTVI, 2017)

II.2. Visi, Misi dan Nilai-Nilai PTVI


1. Visi Perusahaan
Menjadi perusahaan sumber daya alam nomor satu di dunia yang
menggunakan standar global dalam menciptakan nilai jangka
panjang ,melalui keunggulan kinerja dan kepedulian terhadap
manusia dan alam.
2. Misi Perusahan
Mengubah sumber daya alam menjadi sumber kemakmuran dan
pembangunan berkelanjutan.
3. Nilai-nilai
a. Kehidupan adalah yang terpenting
Keselamatan jiwa lebih penting daripada keuntungan semata.
b. Menghargai karyawan
Membimbing dan membuka peluang bagi perkembangan
induvidu, memberikan penghargaan kepada seseorang tanpa
memandang latar belakang mereka, mendukung keberagaman,
mengakui aspirasi serta kebutuhan individu.
c. Menjaga kelestarian bumi
Komitmen terhadap perkembangan masyarakat, lingkungan dan
ekonomi dalam berbagai keputusan bisnis.
d. Melakukan hal-hal yang benar
Mendukung kepercayaan yang didasarkan pada komunikasi yang
terbuka dan jelas, bertindak adil, penuh integritas, dan tunduk
pada peraturan hukum.
e. Bersama-sama menjadi lebih baik
Berjuang untuk terjadinya kerjasama,penegakan disiplin untuk
nilai-nilai jangka panjang.

5
f. Mewujudkan tujuan
Suka tantangan, kemampuan berdaptasi, bangga atas prestasi
yang telah dilakukan dalam membentuk dunia.

II.3 Gambaran Umum Industri

Gambar II.1. Wilayah kontrak kerja PTVI

Menurut Sustainability Report PTVI tahun 2017, PTVI hanya beroperasi


di Indonesia dan tidak memiliki anak perusahaan di negara lain. Wilayah
operasional Perusahaan terletak di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan
Sulawesi Tengah. Kantor pusat Perusahaan di Jakarta berpindah ke lokasi yang
baru mulai tanggal 18 Maret 2016.PTVI mempunyai kontrak karya seluas 118,435
ha setelah perubahan kontrak karya pada 17 Oktober 2014, terletak pada koordinat
121018’57”- 121026’50” BT dan 2032’59” LS. Secara umum wilayah kontrak
karya PTVI dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
1. Di Propinsi Sulawesi Selatan, atau area Sorowako sebesar 70,894 ha
2. Di Propinsi Sulawesi Tengah, di daerah Bahodopi luas sekitar 22,699 ha
3. Di Propinsi Sulawesi Tenggara, di daerah sekitar Pomala seluas 20,286 ha
dan di daerah Suasua sekitar 4,466 ha.

6
II.4 Persyaratan Hukum dan Peraturan Lingkungan Terkait Kegiatan
dan Operasi PTVI
PTVI sebagai perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, maka semua
kegiatan yang dilaksanakan khususnya aktifitas pertambangan sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu mulai dari
Undang-undang sampai peraturan menteri.
Beberapa persyaratan hukum yang digunakan sebagai landasan
pelaksanaan manajemen pengelolaan lingkungan di PTVI antara lain :
1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 9 Tahun 2006 tentang “Baku
Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel”.
2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang “Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup”.
3. Peraturan Gubernur Sul-Sel 69. Tahun 2010 tentang “Baku Mutu dan
Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup”.
Semua kegiatan perusahaan harus sejalan dengan operasi Vale Global
Procedure antara lain :
 PTVI Kode Etik Perilaku
 POL-003-G tentang Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
 NOR-0003 Norma tentang Tanggung Jawab Kesehatan, Keselamatan dan
Lingkungan
 NOR-0008 tentang Norma Sistem Manajemen Lingkungan
 ISO 14001;2004 tentang Sistem manajemen lingkungan, Persyaratan dan
Panduan Penggunaan
PTVI sendiri telah memiliki aturan-aturan yang mengatur semua kegiatan
perusahaan yang berada di Sorowako, yaitu :
 Sistem manajemen lingkungan (SML) Manual PTVI 2018
 MHS (Major Hazards Standards)
Standar ini dirancang untuk mengatur bahaya keselamatan utama di
PTVI. Setiap bahaya utama yang telah mempunyai pengendalian dengan
jangkauan penuh yang dapat diterapkan untuk mengatur semua aspek
bahaya dalam konteks praktek-praktek dalam industri.
 General EHS (Environment Health dan Safety) Standars
Standar Umum ini dirancang agar menjadi landasan untuk melaksanakan
pekerjaan yang sudah menjadi tugas EHS. Setiap tugas telah mempunyai
pengendalian yang dapat di terapkan untuk mengatur semua aspek
kesehatan, keselamatan dan lingkungan.

7
Adapun EHS Standars di PTVI, yaitu :
1) EHS01 Hydrocarbon Management
2) EHS02 Waste Management
3) EHS03 Runoff Water Management Standard
4) EHS06 Risk dan Crisis Management
5) EHS07 General EHS
6) EHS09 Personal Protective Equipment
7) EHS10 EHS Accountabilities
8) EHS11 Document Management
9) EHS12 Records Management
10) EHS13 Environmental Aspect and Impact Assessment
11) EHS14 Legal Management
12) EHS15 Atmospheric Emission Management
13) EHS16 Water Resource Management
14) EHS17 Supplier and Third Parties
15) EHS20 Emergency Preparedness and Response
16) EHS21 Non-Compliance Management
17) EHS22 Resource Management
18) EHS33 Fire Protection Standars
19) EHS34 Environmental Inspection dan Monitoring
20) EHS35 Landfill Operation
21) EHS36 Waste Segregation Plant
22) EHS37 PCB Free Operation
 SP (Standard Procedure)
Prosedur standar ini dirancang agar menjadi pedoman seluruh aktifitas
yang dilaksanakan di seluruh lokasi di PTVI. Setiap praktek pelaksanaan,
pengendalian, dan pemantauan harus sesuai dengan panduan lingkungan
PTVI.

II.5. Sejarah Perkembangan PTVI


1901 : Nikel ditemukan di Sulawesi oleh ahli geologi Belanda
1937 : Kunjungan pertama ahli geologi Inco Ltd ke Sorowako.
1966 : Survei geologi yang komprehensif dilakukan oleh
Pemerintah Republik Indonesia.
1967 : Pemerintah Republik Indonesia mengundang perusahaan
diseluruh dunia untuk mengajukan proposal eksplorasi dan
pengembangan endapan mineral di pulau Sulawesi.
1968 : Inco memenangkan hak untuk kegiatan ekplorasi dan
penambangan.
1970 : Contoh bijih nikel dari Sulawesi dikirim ke Kanada.
1971-1973 : Eksplorasi dan pembangunan dimulai di Sorowako.
1974 : Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) diganti menjadi
pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Ukuran pabrik
peleburan ditingkatkan tiga kali untuk mengurangi biaya

8
dan mengimbangi PLTA tersebut.
1976-1977 : 10.000 tenaga kerja Indonesia dan 1.000 tenaga asing yang
dipekerjakan untuk membangun fasilitas pengolahan nikel,
pembangkit tenaga, sarana dan prasarana lainnya.
1978 : Produksi komersial PT. Inco, dimulai tanggal 1 April 1978.
1987 : Tahun pertama PT. Inco, meraih untung.
1988 : 20% saham terjual ke Sumitomo Metal Mining dari Jepang.
1990 : Terdaftar di bursa efek Jakarta pada tanggal 16 Mei 1990
dengan nama INCO.
1996 : Menandatangani perpanjangan kontrak karya.
2008 : Persetujuan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
( Amdal ) 225 Mlbs
2014 : Amandemen kontrak karya dimana terjadi perubahan luas
wilayah kontrak karya pada 17 Oktober 2014.
2015 :
Pengurusan Addendum Amdal 225 Mlbs.
2016 :
Perpanjangan Kontrak Karya PTVI sampai 2025.
2017 :
Persetujuan Addendum Amdal 225 oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
II.6. Sarana dan prasarana
1. Sarana penunjang umum
a. Pembangkit Listrik Tenaga Air ( PLTA )
PTVI membangun 3 PLTA ramah lingkungan diperuntukkan sebagai
pembangkit listrik untuk pabrik, program Corporate Social
Responsibility ( CSR ), PTVI turut berpartisipasi dalam program
nasional Elektrifikasi dengan menyumbang 10 MW ke masyarakat
sekitar area operasi PTVI.
b. Pengolahan dan Pendistribusian Air Minum ( PAM )
PTVI membangun fasilitas pengambilan air baku untuk didistribusikan
ke masyarakat di Sorowako, Towuti, Wawondula, Wasuponda dan
Malili.
2. Transportasi
a. Transportasi darat
Jaringan transportasi darat didukung oleh kondisi jalan yang secara
umum bisa dikatakan dalam kondisi baik dengan tipe permukaan jalan
adalah aspal. Jalan operasi darat Sorowako – Pelabuhan Balantang 65
km dibuat dan dipelihara oleh PTVI. Jalan pemantauan jalur pipa
minyak sekitar 40 km juga dipelihara oleh PTVI.

b. Transportasi laut

9
Sarana transportasi laut di kabupaten ini didukung oleh tersedianya
sarana Pelabuhan Balantang di Kecamatan Malili yang selama ini
dimanfaatkan oleh PTVI untuk kegiatan ekspor - impor, termasuk
pengangkutan material dalam wilayah Indonesia. Terminal minyak
berada di daerah Lampia untuk menerima bahan baku dan bahan bakar
berupa HSFO dan HSD.
c. Transportasi udara
Bandar udara Sorowako di Sorowako merupakan bandara perintis yang
dimanfaatkan oleh perusahaan PTVI untuk mengangkut penumpang
dari dan menuju ke Sorowako.
3. Telekomunikasi
PTVI bekerjasama dengan telkomsel membangun jaringan
telekomunikasi seperti penguat sinyal.
4. Bidang kesehatan
PTVI telah membuat kebijakan kesehatan kerja dimana PTVI telah
berkomitmen untuk memelihara kesehatan para tenaga kerjanya agar
mereka dapat bekerja dengan aman dan nyaman sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerjanya.
Untuk mendukung kebijakan kesehatan kerja tersebut, PTVI telah
menyediakan sarana dan prasarana kesehatan demi terwujudnya derajat
kesehatan yang optimal bagi para tenaga kerjanya.
Sarana kesehatan yang ada di sekitar wilayah PTVI yaitu terdapat satu
rumah sakit pemerintah dan satu rumah sakit swasta, unit puskesmas yang
tersebar di setiap kecamatan dan unit puskesmas pembantu. Adapun
prasarana yang ada di sekitar wilayah PTVI antara lain:
a. Pembangunan Puskesmas Plus Sorowako kerja sama Pemerintah
Daerah dan PTVI.
b. Bantuan ambulans bagi Puskesmas Sorowako.
c. Bantuan para dokter perawat dan staf di Pusksmas Sorowako, Towuti,
Nuha dan Malili
d. Bantuan suplai obat - obatan dan peralatan untuk Puskesmas Sorowako
dan Towuti.
5. Bidang pendidikan dan pelatihan
a. Pelatihan pemuda dalam program magang di PTVI.
b. Bantuan komputer bagi sekolah-sekolah lokal.
c. Bantuan buku-buku bagi perpustakaan sekolah-sekolah umum daerah
Nuha, Towuti dan Malili.
d. Fasililtas air bersih bagi SD lokal.
e. Bantuan renovasi sekolah-sekolah lokal.

10
f. Kerjasama bidang pendidikan dengan sekolah dan kampus di tingkat
Kabupaten serta Provinsi.
6. Bidang pertanian, peternakan, dan perikanan
a. Hand traktor bagi petani lokal.
b. Bantuan mesin penggiling/perontok padi.
c. Pengembangan pertanian organik ramah lingkungan.
7. Bidang sosial budaya
a. Bantuan bagi Forum Komunikasi Umat Beragama ( FKUB ) yang giat
melakukan kegiatan peace campaign (video shooting tentang
kerukunan umat beragama) di wilayah operasional PTVI.
b. Bantuan bagi forum atau kegiatan kemasyarakatan.
c. Bantuan bagi potensi-potensi olahraga lokal.
d. Bantuan merelokasi kelompok masyarakat Indigenous People sekitar
wilayah operasi PTVI.
8. Bidang pengembangan usaha-usaha lokal
a. Bantuan bagi koperasi lokal.
b. Bantuan peralatan bagi Koperasi Mandiri Karang Taruna Tambang
Sorowako, sebagai bagian untuk mendukung rehabilitasi lahan
tambang ( penghijauan ).
9. Produk
Proses produksi nikel dalam matte dijalankan melalui mekanisme
Sistem Produksi Vale atau Vale Production System (VPS). Mekanisme ini
menjadikan produksi dilakukan dalam sistem terpadu yang merupakan
standarisasi di empat bidang utama: karyawan, operasi, perawatan dan
manajemen; serta tiga bidang pendukung: kesehatan, keselamatan, serta
lingkungan hidup.(Vale Sustainability Report, 2017)
Tabel di bawah ini menunjukkan tingkat produksi dan pendapatan
rata-rata dari tahun 2011 sampai 2017.
Tabel II.1. Pencapaian Produksi Nikel
PRODUKSI TAHUN
NIKEL 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
PRODUKSI
NIKEL 66,900 70,717 75,802 78,726 81,177 76,80
77,5
(Ton)

Harga 18,296 13,552 12,301 13,061 9,526 7,3 8,106


Realisasi 9
rata-rata

11
($/ton)

Pendapatan 1,242,555 967,327 940,440 1,038,1 789,7 629,3


584

Sumber : Sustainability Report PTVI, 2017

10. Pemasaran
PTVI menyediakan pasokan jangka panjang untuk memenuhi
kebutuhan konsumen, yakni Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo
Metal Mining Co. Ltd (SMM). Sesuai dengan perjanjian penjualan maka
80% dari produksi PTVI di beli oleh VCL dan 20% oleh SMM.
Keberadaan perjanjian penjualan dengan VCL dan SMM, menjadikan
PTVI tidak perlu melakukan komunikasi pemasaran termasuk promosi.
Kekhususan pasar tersebut juga menjadikan Perseroan tidak menghadapi
persaingan usaha dengan produsen nikel lain di Indonesia. (Sustainability
Report PTVI, 2017)
11. Penghargaan Perusahaan tahun 2012 – 2018
Sepanjang tahun 2012-2018, PTVI mendapatkan beberapa
penghargaan. Tabel 2 menunjukkan bahwa penghargaan berasal dari
pemerintah maupun dari pihak swasta.
Tabel II.2. Penghargaan Perusaahaan
No Nama Penghargaan Kategori Lembaga Pemberi
1 Pekan Lingkungan Stand Terbaik Kategori Kementerian Lingkungan
Indonesia XVI 2012 Lingkungan Hidup

2 The Sustainable Best Mining & Metals Kadin (Indonesia


Business Award Company in Indonesia Chamber of Commerce
2014, 2015, 2016 Best Company for Energy and Industry) and
Conservation Singapore-Based Global
Initiatives and Climate
Business
3 Annual Indonesia Medali Perak Indonesia Fire Rescue
Fire Rescue Penyelamatan di Challenge
Challenge (IFRC) Ketinggian Medali
XV 2015 Perunggu Kategori

12
Penyelamatan dalam
Struktur Bangunan Rubuh
4 Program Penilaian
Peringkat Kinerja
Kementerian Lingkungan
Perusahaan 2012, PROPER BIRU
Hidup
2013, 2014 , 2015,
2016, 2017
5 Aditama Award Pengelolaan Lingkungan Kementrian ESDM
(EMAS dan Trophy Pertambangan Mineral dan
Best Of The Best ) Batubara
2013, 2014, 2015,
2016, 2017, 2018
6 Aditama ( EMAS ) Pengelolaan Keselamatan Kementrian ESDM
2018 Pertambangan Tahun 2018
7 Sustainable Business Keberlanjutan di Kategori Global Initiatives bersama
Awards (SBA) 2017 Business Responsibility Price water house Coopers
and Ethics (PwC) dan IBCSD
(Indonesia Business
Council for
SustainableDevelopment)
8 Social Business The Best Social Business Media Warta Ekonomi
Inovation Award & Inovation Company 2017
Green CEO Award Category Metal & Mineral
2017 Mining
10 Program P2-HIV & The Best Corporote for Kementerian Tenaga Kerja
AIDS di tempat Prevention and Control dan Transmigrasi
kerja tahun 2017 HIV and AIDS at Workplace
program,Platinum Category
Sumber : Data Sekunder PTVI, 2018

13
II.7. Struktur Organisasi PTVI

///

Gambar II.2. Struktur Organisasi PTVI

14
II.8. Uraian Tugas Departement Enviro
1. Melakukan pengambilan sampel
Pengambilan sampel terbagi beberapa jenis dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel II.3. Pengambilan Sampel
Titik Pengambilan Sampel Air Limbah (25)

Compliance Point (18) Monitoring Point (7)

Lamangka, Lamangka 1, PP 1, PP2, Fiona Dam,


Lamangka 2, Lamangka 3, Helai MEM Petea 1, MEM Petea
STP, D Lagoon, F Lagoon, 2, Pakalangkai, Nickel Hill.
Katherine, Lorraine, YPS, RS

Harian Inco, Sumasang Primary Pond,


Pelabuhan Balantang, Lamona
Creek 3, New Lamona Creek,
Petea East, Petea West, Petea Far
East.

Titik Pengambilan Sampel Air Limbah (3)


Mingguan Out Kockum, Golf 2, Thermal Plant

Titik Pengambilan Sampel Air Permukaan (8)

Sungai Pongtiku, Balambano Upstream, Balambano


2
Mingguan Downstream, Dam Batu Besi, Karebbe, Power House, Sungai
Pongkeru, Malili.

Bulanan Titik Pengambilan Sampel (71)

Water (2) Dust Fall (19) Oil Grase (50)

15
Katherine,Clara Otuno,Stasiun dilakukan pada
Palapa,Stasiun 50 titik yang
Meteorologi,Sumasang, memiliki
Watulabu,Lawewu,
fasilitas
Pontada,Salonsa,
Sorowako,Asuli, hidrokarbon,
Wawondula A,
pencucian
Wawondula B,
Timampu,Nuha kendaraan/alat
Hydro,Matano
berat dan
Wasuponda A,
Wasuponda B, workshop.
Balantang

Titik Pengambilan Sampel (3)


3
Bulanan Danau Matano, Danau Mahalona, Danau Towuti.

Sumber : Data Sekunder PTVI, 2018

2. Melakukan penginputan data


Penginputan data ini dilakukan setiap hari setelah melakukan sampling.
3. Melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap penaatan lingkungan
Pengawasan ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua outlet hasil dari
pembuangan limbah, baik yang berasal dari limbah perusahaan maupun
perumahan di sekitar masyarakat (limbah domestik) sudah memenuhi baku
mutu yang telah ditetapkan atau tidak.
4. Melakukan sosialisasi dan pelatihan

16
Sosialisasi ini dilakukan apabila PTVI akan melakukan suatu kegiatan yang
akan berdampak pada masyarakat. Pelatihan kepada karyawan dan
kontraktornya serta pihak ke 3 mengenai dampak dari operasi PTVI.
5. Membangun dan menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan secara terus
menerus dan berupaya untuk mempraktekkan upaya lingkungan seperti
penghematan energi, prinsip 3R terhadap limbah dan teknologi bersih.
6. RKL/RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan
Lingkungan).
RKL/RPL adalah suatu program pengelolaandan pemantauan tentang
lingkungan selama operasi penambangan dan pengolahan bijih nikel yang
memberikan gambaran tentang kondisi awal/rona lingkungan, prediksi
dampak dan cara penanggulangannya yang mengacu pada dokumen RKL,
RPL dan ANDAL PTVI.
7. Pemenuhan Aturan dan Undang-undang
Dalam melaksanakan tugasnya, PTVI selalu memperhatikan
aturan/undang-undang pemerintah.PTVI selalu mengacu pada baku mutu
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

II.7 Proses Operasi PTVI


Proses produksi nikel yang ada di PTVI dibagi kedalam beberapa proses
yaitu:
 Proses penambangan
 Proses pengolahan (pabrik)
 Proses penunjang
II.7.1. Proses Penambangan
Bijih nikel sulfida merupakan endapan yang terjadi sebagai mineral
kompleks dengan kandungan tembaga, perak, dan kobalt. Bijih laterit merupakan
endapan massif dan dapat ditemukan pada permukaan tanah atau tidak jauh di
dalam permukaan tanah. Sebagian besar nikel terdapat dalam inti bumi bersama
besi, sehingga jumlah yang ditemukan di kerak bumi relatif kecil.
Operasi penambangan yang dilakukan PTVI adalah secara open cast yang
memulai penambangan secara bertahap dari level atas. Operasi ini dilakukan pada
pegunungan Verbeek dengan ketinggian 500-700 m dari permukaan laut, sekitar

17
10 Km dari pusat kota Sorowako. Luas daerah penambangan bijih nikel yang
dikontrak oleh PTVI adalah 118.000 ha dan hanya 1/9 bagian yang ditambang.
Daerah penambangan bijih nikel tersebut dibagi atas dua tipe geologi yang
berbeda, yaitu daerah timur (East Block) dan daerah barat (West Block). Daerah
timur rata-rata mengandung 1,8% nikel dengan kadar silika rendah. Daerah barat
rata-rata mengandung 2,1% nikel dengan kadar silika yang tinggi.
Meskipun kandungan nikelnya rendah, ongkos penambangan daerah timur
jauh lebih murah dibandingkan di barat. Hal ini disebabkan karena daerahnya
lebih lunak dibandingkan di barat yang banyak mengandung batu-batuan yang
besar, sehingga terkadang memerlukan bantuan peledak untuk menambangnya.

Komposisi material yang terkandung di dalam mineral tambang masing-


masing blok juga berbeda satu sama lain pada tabel berikut :
Tabel II.4. Komposisi batuan pada East Block dan West Block

No. Komposisi East Block West Block


1. % Ni 1,6 1,6
2. % Co 0,07 0,1
3. % Fe 13,5-16,5 20,5-24,5
4. % SiO2 34,7 37,1
5. % MgO 20,7 15,4
6. % SiO2/MgO 1,8 2,2
7. % Air bebas 35-38 28-32
8. Sifat batuan Lunak Keras
Sumber : Data Sekunder PTVI, 2018

Kegiatan utama operasi penambangan yang dilakukan adalah sebagai


berikut :
a. Exploration & Survey
Tahapan ini meliputi pemetaan lokasi ,perhitungan cadangan dan
perencanaan.
b. Drilling
Tahapan ini berupa proses pengeboran dilakukan pada kedalaman
rata-rata 25 meter untuk mengambil sampel batuan yang akan dibawa
ke Laboratorium untuk diteliti.
c. Land Clearing

18
Tahapan ini meliputi pembersihan tanaman/tumbuhan dengan
menggunakan bulldozer. Pohon-pohon berukuran besar ditebang dan
kayunya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan.

d. Stripping
Tahapan ini meliputi pengelupasan tanah penutup. Lapisan ini
disebut over burden (OB). Tanah ini diangkut ke tempat pembuangan
atau digunakan untuk menimbun daerah purna tambang (post mining)
sebagai dasar bagi tanaman penghijauan dalam rangka penghutanan
kembali daerah pertambangan (revegetation). Setelah penambangan
selesai, lapisan dasar yang berupa batuan barren rock ditimbun
kembali dengan tanah over burden ini.
e. Ore Mining (penambangan bijih)
Tahapan ini meliputi penambangan bijih nikel, dimana bijih nikel
kadar rendah (Medium Grade Limonite, MGL) 1,0%-1,5% diangkut
dan ditumpuk pada tempat tertentu. Sedangkan bijih nikel kadar tinggi
dengan rata-rata kandungan Ni adalah 1,8% ditumpuk pada daerah
East Block dan 2,1% pada West Block disebut dengan saprolite ore
dan diangkut ke tempat penyaringan bijih (Screening Station).
f. Screening (pengayakan)
Pengayakan dilakukan di screening station untuk memperoleh bijih
dengan ukuran yang diinginkan pabrik. Hasil akhir penyaringan adalah
bijih dengan fraksi ukuran kurang dari 6 inchi.
g. Storage (penyimpanan)
Tahap ini berupa penyimpanan produk bijih nikel yang tempatkan
dalam tempat penampungan bijih basah (wet ore stockpile) dan siap
untuk dikirim ke pabrik untuk diolah lebih lanjut.
h. Rehabilitasi Pasca Tambang
Tahap ini meliputi penanaman kembali (Reboisasi) vegetasi dan
penutupan kembali lokasi pasca tambang yang telah ditimbun
(backfill).

Adapun urutan keseluruhan yang terjadi pada proses penambangan


ditunjukkan pada gambar berikut :

19
Gambar II.3. Diagram alir proses Penambangan

Peralatan tambang yang digunakan dalam proses penambangan adalah :


- Bull Dozer (alat pendorong)
- Excavator (alat penggali/penyendok)
- Shovel/Loader (penggali/pemuat)
- Heavy Haul Truck (alat angkut berat)
- Grader (alat perata jalan)
- Compactor (alat pemadat/pengeras jalan)

II.9.2. Proses Pengolahan Bijih


Proses yang digunakan PTVI dalam mengolah bijih nikel adalah proses
pyrometalurgy yaitu proses peleburan bijih dengan menggunakan temperatur
tinggi untuk memisahkan nikel dari unsur lain seperti besi silika dan magnesium.
PTVI sendiri telah memiliki aturan-aturan yang mengatur semua kegiatan
perusahaan yang berada di Sorowako, yaitu :
Pabrik PTVI dirancang dan dibangun untuk mengolah endapan bijih yang
terdapat dalam bentuk nikel oksida (NiO) atau bijih laterit sehingga menghasilkan
sulfida dengan komposisi Ni 78-80%, Fe < 0,7%, S 18-22%, dan Co < 1,5%.
Tahap pengolahan bijih nikel adalah sebagai berikut :
 Unit Pengeringan (dryer)
 Unit Reduksi dan Sulfidasi
 Unit Peleburan (Melting)
 Unit Pemurnian (Converter)
 Unit Penanganan Produk
a) Unit Pengeringan (dryer)
Pengeringan bijih nikel dilakukan dalam suatu unit rotary dryer. Tujuan
dari proses pengeringan bijih laterit adalah untuk mengurangi kadar air dalam

20
bijih basah yang semula berkisar 30-33% menjadi 20%. Hal ini dilakukan agar
bijih tidak terlalu basah atau terlalu kering. Jika produk dryer terlalu kering, akan
memunculkan debu yang mengakibatkan banyaknya nikel yang terbuang, juga
mempersulit penangannya. Bila terlalu basah material akan cenderung melekat
serta mempersulit penyaringan dan pengolahan selanjutnya.
Bahan baku yang akan diproses dalam dryer yang utama adalah ore hasil
dari Screening Station Product (SSP) yang kemudian dimasukkan ke dalam
stockpile (wet ore stockpile). Ore ini diangkut ke hopper untuk umpan ke apron
feeder bersama-sama dengan bahan revert yang antara lain berupa :
 Debu dari dryer dan Kiln yang berasal dari 500 ton dust bin.
 Slurry dari thickener dan dust pond.
 Calcine Oversize dari kiln, namun tidak dapat diproses di furnace.
Pencampuran bahan revert ini dilakukan dalam sebuah unit pugmill,
kemudian produknya dicampur dengan ore dalam apron feeder. Dari apron feeder
bijih basah dibawah menuju feed chute oleh belt conveyor. Melalui feed chute
inilah umpan dimasukkan ke dalam rotary dryer. Tempat penimbunan bijih ada
dua jenis, yaitu :
 Tempat penimbunan bijih West Block
 Tempat penimbunan bijih East Block
Dalam dryer ada 2 tahapan proses yaitu :
a. Pengeringan
Terdapat dua jenis tempat penimbunan bijih, yaitu tempat
penimbunan bijih West Block (WB) dan tempat penimbunan bijih East
Block (EB). Pengeringan untuk kedua jenis bijih tersebut dilakukan secara
terpisah karena komposisi kimia kedua jenis stockpile tersebut berbeda.
Proses pengeringan diperhatikan dengan adanya penguapan air bebas yang
terkandung dalam material umpan akibat adanya kontak langsung material
tersebut dengan gas panas. Proses pengeringan berlangsung dalam arah
aliran searah (co-current) sehingga baik ore maupun gas panas masuk
melalui ujung yang sama. Tekanan operasi adalah 10 mm H 2O di bawah
tekanan atmosfer, hal ini dilakukan supaya tidak terjadi ledakan ataupun
kebocoran alat. Dryer dilengkapi lifter untuk memperbesar permukaan
kontak antara umpan dengan gas panas. Feed akan keluar dari dryer secara
perlahan karena adanya putaran dan kemiringan dryer sekitar 3oC.

21
Pada dryer ini terdapat dua burner, yaitu :
 Main burner, digunakan untuk memanaskan udara masuk dengan
menaikkan suhu inlet 890-910 oC.
 Secondary burner/auxiliary burner berfungsi untuk memanaskan feed
secara langsung sekaligus manambah efisiensi pembakaran.
Panas yang digunakan dalam pengeringan ini berasal dari fuel oil
HSFO (High Sulfur Fuel Oil) yang terlebih dahulu mengalami proses
pemanasan oleh steam hingga ± 100 oC dan proses pengabutan HSFO oleh
steam agar pembakaran dapat berlangsung dengan baik. Untuk
pembakaran awal digunakan bahan bakar HSD. Udara untuk pembakaran
berasal dari blower dan diatur sedemikian rupa sehingga pembakaran
berlangsung dengan sempurna. Pembakaran yang sempurna mengurangi
jumlah polutan yang keluar bersama gas buang.

b. Penyaringan
Pada bagian pengeluaran (discharge end) rotary dryer terdapat
trommel screen dengan ukuran -3/4 inchi. Bijih West Block yang di-reject
(oversize) dimasukkan dalam secondary trommel screen untuk
mendapatkan bijih dengan ukuran -3/4 inchi yang lolos saringan pertama
dan sisanya yaitu bijih +3/4 inchi dibuang ketempat pembuangan.
Sedangkan bijih East Block yang di-reject dihancurkan oleh symons
crusher dan digabungkan kembali dengan produk dryer. DKP ini
kemudian dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan bijih kering (DOS,
Dry Ore Strorage). Di dalam DOS, bijih West Block dan East Block
ditempatkan secara terpisah.
Debu yang terbawa oleh gas buang dilewatkan melalui unit multiclone.
Berdasarkan gaya gravitasi dan sentrifugal, partikel debu yang besar akan jatuh
dan kemudian disatukan kembali dengan DKP (Dryer Kiln Product). Debu-debu
halus yang tidak berhasil disaring dalam multiclone ditahan oleh unit ESP dan
dicampur dengan slurry dalam pugmill untuk kemudian masuk kembali sebagai
umpan dryer.Selain bertugas untuk mengeringkan bijih basah dari stockpile, dryer
juga dipergunakan untuk mengeringkan pasir silika yang akan digunakan oleh unit
converter.
b) Unit Reduksi dan Sulfidasi
 Proses reduksi

22
Proses reduksi berlangsung pada pada reduction kiln bertujuan
untuk mereduksi nikel dan besi oksida yang dikandung bijih. Secara
garis besar, daerah dalam tanur pereduksi ini dibagi atas 3 zona, yaitu :
 Zona Pengeringan Lanjut
Zona ini terletak mulai dari feed end hingga ±25 m dari feed end.
Pada zona ini, dilakukan pengeringan lebih lanjut untuk
menghilangkan air bebas yang masih terkandung dalam DKP.
Temperatur bijih diharapkan mencapai 100 oC dan temperatur gas
panas dalam zona ini adalah 400 oC.
 Zona Kalsinasi
Zona terletak sesudah zona pengeringan lanjut dan terbentang
sejauh ±8 m. Di sini terjadi pemanasan dan penghilangan air kristal
yang masih terdapat dalam umpan. Temperatur bijih mencapai 950
o
C. Penghilangan kristal ini menyebabkan bijih menjadi porous
sehingga memudahkan terjadinya reduksi.
 Zona Reduksi
Pada daerah ini terjadi proses reduksi logam-logam oksida yang
berasal dari umpan karena bereaksi dengan C, CO, dan H 2 yang
berasal dari pembakaran. Selama mengalir dalam tanur maka
reduksi bijih nikel melalui daerah yang suhu dan kekuatan
reduksinya semakin tinggi. Suhu dan kekuatan reduksi
dipertahankan dengan mengatur aerasi pembakaran utama,
kecepatan aliran udara dari pipa dan kecepatan di ujung
pengeluaran kiln. Untuk itu dimanfaatkan aliran gas dari
pembakaran utama dan oil lance.
Gas Combustible dari kelebihan zat-zat pereduksi yang tidak
bereaksi dibakar oleh udara yang mengalir melalui lima buah lance
sehingga menghasilkan suatu daerah dengan kekuatan reduksi yang
tinggi. Terbentuknya gas Carbon Monoksida (CO), Hidrogen (H2),
dan Carbon (C). Zat-zat pereduksi tersebut adalah hasil dari
pembakaran yang tidak sempurna antara minyak oil lance dengan
udara. Senyawa-senyawa oksida yang terkandung dalam bijih
laterit akan tereduksi secara selektif ke dalam bentuk logamnya.
 Proses Sulfidasi

23
Pada akhir zona reduksi ini dilakukan suatu penambahan sulfur,
dimana prosesnya disebut sebagai sulfidasi. Umpan yang telah
tereduksi ditambahkan dengan cairan sulfur untuk mengikat logam-
logam yang telah tereduksi agar tidak kembali teroksidasi dengan
udara luar, karena nikel (Ni dan Fe) bersifat tidak stabil. Selain itu
penambahan sulfur juga berguna untuk memenuhi spesifikasi nikel
sulfida yang diinginkan. Reaksi sulfidasi yang terjadi adalah debu
yang terkandung dalam gas panas yang dihasilkan oleh kiln ini
dipisahkan oleh multiclone. Dari multiclone, debu masuk ke tempat
penampungan debu (50 ton bin) untuk kemudian dicampur dengan
slurry pada pugmill dan kembali menjadi umpan dryer. Sedangkan
debu yang lolos dari multiclone ini masuk ke dalam wet scrubber dan
ditangkap oleh air. Sedangkan air jernih/overflow dari thickener di
kembalikan wetscrubber untuk kembali menangkap debu.
Gas panas setelah melewati scrubber keluar menuju stack burner
dan dipanaskan hingga titik embunnya, kemudian keluar melalui
stack. Dengan pengaturan ini maka diharapkan perubahan kualitas
dapat dikurangi, efisiensi penggunaan air dapat ditingkatkan, dan debu
yang kaya nikel tidak terbuang.
c) Unit Peleburan (Melting)
Proses peleburan ini bertujuan untuk melebur kalsin dan memisahkan
bagian yang kaya nikel berdasarkan perbedaan berat jenis. Selain itu pada
proses peleburan ini juga terjadi reduksi lebih lanjut terhadap NiO yang
belum tereduksi di dalam kiln. Alat yang dipakai adalah electric furnace.
Hal yang paling penting untuk diperhatikan mengenai feed dari
furnace adalah menjaga agar logam-logam hasil reduksi di kiln tidak
tereduksi kembali, memiliki temperatur lebih dari 700 oC, memiliki
kandungan karbon sekitar 1% dan ratio Ni sekitar 3%. Untuk mendapatkan
kondisi tersebut, maka perjalanan kalsin ke furnace diatur sedemikian
rupa, yaitu kalsin panas yang keluar dari tanur pereduksi masuk ke dalam
surge bin dan kemudian dipindahkan ke suatu kontainer. Umpan tersebut
kemudian diatur pemasukannya ke dalam dapur listrik (electric furnace)
oleh operator di ruang pengendali (control room).

24
Kalsin panas yang berada pada suatu kontainer selanjutnya dibawa ke
lantai 5 untuk dimasukkan ke dalam furnace feed bin (penampungan kalsin
sebelum dimasukkan ke dalam electric furnace). Setiap bin memiliki
butterfly valve untuk mencegah reaksi oksidasi kalsin karena kontak
dengan udara luar. Untuk masing-masing elektroda terdapat 3 buah feed
bin, sehingga total seluruh feed bin adalah 9 buah untuk satu furnace.
Setiap feed bin memiliki 3 buah feed chute yang digunakan untuk
memasukkan kalsin dalam electric furnace.
Umpan yang masuk ke furnace diatur dengan membuka atau menutup
gate chute. Pemasukan umpan kalsin ini diatur oleh komputer agar umpan
dapat tersebar secara merata di dalam furnace.
Proses yang berlangsung dalam furnace :
 Proses penghilangan air kristal yang tertinggal dalam RKP
(calcine)
 Proses reduksi lanjut dengan menggunakan karbon dan batu bara
yang tercampur dalam kalsin (batu bara yang digunakan
mengandung 46% C)
 Peleburan kalsin menjadi fase nikelsulfida dan fase terak besi
(slag)
 Pengeluaran fase terak (slag) yang terletak pada lapisan atas
(skimming)
 Pengeluaran fase sulfida yang terletak pada lapisan bawah
(tapping)
Proses peleburan yang terjadi sebenarnya merupakan perpindahan
panas dari elektroda yang dialiri listrik ke cairan kalsin. Proses ini sangat
dipengaruhi oleh posisi elektroda terhadap slag di dalam furnace. Apabila
posisi elektroda terlalu jauh dari permukaan kalsin, maka panas yang
dihasilkan akan banyak yang terbuang. Sebaliknya apabila elektroda
terbenam di dalam kalsin, maka beban arus menjadi sangat besar sehingga
rawan terjadi ledakan. Untuk mengatur posisi elektroda ini maka
dilakukan slipping, yaitu : penurunan elektroda secara bertahap fix carbon
untuk mempertahankan jarak antara elektroda dan permukaan kalsin.Di
dalam furnace ini terjadi reaksi reduksi lanjutan dengan karbon batubara
(46% C) dan peleburan kalsin menjadi Ni sulfida dan slag.

25
Dari kalsin yang telah melebur, 91% diambil sebagai slag dan
hanya 7% yang diperoleh sebagai matte. Komposisi EFM (electric
furnace matte) yang diharapkan mengandung 23-25% Ni, 55-60% Fe, dan
8-10% S. Temperatur matte yang dihasilkan 1300oC sedangkan temperatur
slag 1500oC. Perbandingan Ni/S yang diinginkan adalah sekitar 3, karena
apabila sulfurnya berlebihan maka produk matte yang dihasilkan akan
mengandung sulfur lebih besar dari yang ditentukan (22%). Sebaliknya
apabila rasio Ni/S terlalu kecil maka produk nikel sulfida yang dihasilkan
akan ditolak konsumen (S<18%). Untuk menjaga agar tidak terjadi hal
demikian di atas diperlukan suatu koordinasi yang baik antar unit kiln dan
furnace.
Dinding furnace bagian dalam dilengkapi dengan batu tahan api
(refractory) dan bagian luarnya dialiri dengan air pendingin. Untuk
melindungi refractory agar tidak cepat terkorosi, maka perbandingan
magnesium dan silica di dalam umpan harus dijaga sekitar 1,0 - 2,0. Hal
ini disebabkan karena umpan dengan rasio SiO2/MgO yang terlalu tinggi
bersifat asam dan menyebabkan terkorosinya refraktory yang bersifat basa.
Pada proses peleburan kalsin dan reduksi lanjutan akan
menghasilkan senyawa-senyawa gas yaitu CO, CO 2, SO2, dan H2. Seluruh
gas ini akan dibuang ke atmosfer melalui cerobong gas buangan.
d) Unit Pemurnian (converter)
Pemurnian bertujuan untuk menaikkan kadar Ni di dalam matte dari
sekitar 27 persen menjadi di atas 75 persen.
PTVI melakukan proses pemurnian dalam converter jenis Pierce
Smith, melalui operasi batch. Tahap-tahap operasi yang terjadi pada
converter jenis pierce smith untuk satu kali heat, yaitu :
 Charging
Proses ini dilakukan dengan cara memasukkan furnace matte
ke dalam converter dengan menggunakan metal crane. Selain furnace
matte, juga dimasukkan silica flux sebagai batuan pengikat slag dan
scrap yang merupakan converter matte yang tertinggal di dalam ladle
sewaktu penuangan matte untuk proses granulasi.
Beberapa bahan recycle yang digunakan sebagai feed converter :
- Bongkahan scrap yang mengandung nikel lebih dari 2%
- Oversize dari proses granulasi dan butiran yang tertumpah

26
- Material yang berasal dari sistem pengumpalan debu alat pengering
granule (butiran)
- Lumpur atau slurry dari evaporating chamber dan bak pengendapan
matte (matte setling pond)
Scrap yang ditambahkan berfungsi untuk mengatur
temperatur operasi sehingga ketika penambahan scrap terjadi
penurunan temperatur. Untuk menaikkan temperatur ditambahkan
udara melalui proses blowing.
 Blowing
Proses ini dilakukan setelah converter menerima umpan,
dengan cara menghembuskan udara bebas bertekanan tinggi dari
bawah silinder melalui lubang udara yang berjumlah 26 buah
sehingga terjadi kontak langsung antara udara dengan matte. Dengan
demikianefisiensi reaksi oksida besi oleh udara dapat ditingkatkan.
Hal yang tidak dapat dihindari adalah terjadinya
penyumbatan pada lubang udara tersebut dan untuk
menanggulanginya dilakukan penusukan dengan menggunakan alat
yang disebut puncher.
Reaksi oksidasi terjadi berdasarkan tingkat afinitas unsur-
unsur dalam furnace matte terhadap oksigen. Makin besar derajat
afinitas unsur terhadap oksigen maka semakin mudah unsur tersebut
teroksidasi.Pada temperatur operasi yang sama, urutan kekuatan
afinitas unsur terhadap oksigen adalah Fe, Co, dan Ni. Dengan
demikian Fe akan teroksidasi terlebih dahulu daripada cobalt dan
nikel.
Jumlah udara yang masuk dibatasi hanya untuk mengoksidasi
besi dan unsur lain sehingga nikel tetap berada dalam keadaan nikel
sulfida . Besi oksida akan segera terikat oleh silica fluks (SiO2 ±68-
70%) membentuk slag.
Proses pembentukan terak dilakukan terus-menerus sampai
seluruh besi dan pengotor lainnya terpisah. Operasi converting
dihentikan dan hasilnya dikeluarkan jika kadar nikel sulfida > 78%
dan kadar besi <0,7%.
 Dry Up
Proses ini dilakukan untuk memperoleh matte yang
komposisinya memenuhi syarat untuk proses selanjutnya.

27
Sasarannya adalah dengan menurunkan kadar besi hingga <0,75%
sehingga kadar nikel sulfida menjadi >78%. Apabila kadar besi
dalam matte sudah rendah (<5%) pemisahan besi menjadi slag
dengan cara blowing tidak dapat dilakukan lagi karena akan
mempertinggi kadar nikel dalam slag.
Dengan penambahan fluks yang berlebihan, kadar besi dapat
diturunkan menjadi kurang dari 0,7%. Disini tidak terbentuk lagi
slag tetapi gumpalan-gumpalan yang mengapung di atas nikel matte
yang disebut mush. Karena perbedaan berat jenis, maka converter
slag dan mush membentuk lapisan di atas converter matte.
Converter matte diambil sebagai produk dan slag
dikeluarkan. Dengan cara-cara seperti di atas maka diharapkan dapat
diperoleh nikel matte dengan spesifikasi yang sesuai dengan
permintaan konsumen, yakni Ni 78-80%, Co<1,5%, S 18-22%, dan
Fe<0,70%.

 Skimming
Terak dari campuran matte dipisahkan berdasarkan perbedaan
berat jenis terak dan matte. Berat jenis matte lebih besar daripada
slag sehingga proses pemisahannya dilakukan dengan cara
dekantasi, yaitu dengan cara memiringkan converter, sehingga terak
akan keluar dan ditampung di dalam ladle. Kandungan SiO2 dalam
terak diusahakan sekitar 25%-30% karena apabila SiO2 rendah atau
terlalu tinggi akan mengakibatkan rusaknya batu tahan api pada
converter. Kandungan MgO juga tidak boleh lebih dari 10% karena
terak akan menjadi kental sehingga proses pemisahannya tidak baik
dan banyak nikel yang terbawa dalam terak.
 Tapping
Nikel matte dikeluarkan setelah semua terak dipisahkan dari
matte. Nikel matte ini kemudian dituang ke dalam ladle yang
selanjutnya akan dibawa oleh hot metal crane ke unit granulasi.
Pada proses skimming dan tapping dilakukan sampling, untuk
mengetahui hasil dari operating converting. Dengan menggunakan
sample spoon, cairan matte dan terak diambil dan dianalisa di
laboratorium X-ray Process Technology Section.
e) Unit Penanganan Produk

28
Nikel sulfida yang merupakan produk converter dibentuk menjadi
butiran (granule) kering yang siap dipasarkan. Beberapa tahap operasi
yang dilakukan sebelum produk tersebut dipasarkan adalah :
1. Granulasi
Granulasi bertujuan untuk menghasilkan produk berbentuk butiran
dengan ukuran tertentu. Proses ini dilakukan dengan cara matte cair
dituangkan melalui tundish untuk kemudian dilewatkan pada
semprotan air. Tekanan air yang digunakan sekitar 5,8 kg/cm2 dengan
laju alir sekitar 145 1/detik. Air ini dilewatkan melalui suatu nozel
sehingga terbentuk butiran-butiran yang ukurannya sesuai dengna
standar spesifikasi yaitu ukuran kasar +10 mesh sejumlah 0% dan
untuk ukuran halus -100 mesh sekitar 20%.
2. Pengeringan
Butiran matte yang tertampung dalam granulation pit, diangkat
dengan clampshekk ke hopper/screen. Dalam keadaan basah, butiran
akan jatuh ke dewatering belt dan air akan diisap dengan vaccum
pump sampai kandungan airnya sekitar 5%.
Selanjutnya butiran nikel dibawa ke rotary dryer melalui transfer
conveyor. Dryer ini berdiameter 1,58 m, panjang 9,8 m dan kecepatan
putaran 6,7 rpm dengan kemiringan 1,20. Sepanjang dryer dilengkapi
lifter agar proses pengeringan berjalan baik.
Panas untuk pengeringan diperoleh dari pembakaran minyak solar
dalam combustion chamber, dengan aliran gas pemanas searah (co-
current). Dalam dryer ini butiran nikel dikeringkan sampai
kandungan air sekitar 0,64%.
3. Pengepakan dan penimbangan
Produk yang sudah dikeringkan di masukkan ke dalam bucket
elevator dan dibawa ke tempat pengayak getar dengan ukuran -10
mesh. Hasil pengayakan yang oversize akan dikembalikan ke
converter. Produk nikel matte yang lolos dari screening dimasukkan
ke dalam bin penampungan produk. Bin ini dilengkapi pendingin
agar produk tidak terlalu panas dan tidak merusak kantong. Setiap
kantong akan berisi 3 ton nikel matte.

29
Setelah analisa terakhir menyatakan bahwa produk tersebut sesuai
dengan standar yang diinginkan maka kantong-kantong berisi matte siap
dipasarkan.

Adapun urutan keseluruhan yang terjadi pada proses pengolahan


ditunjukkan pada gambar berikut :
SIMPLIFIED FLOW SHEET
Dry Dust

M.C
Dryer Kiln ESP
Wet Ore Stockpile

HSFO
DKP

HSFO Reduction Kiln

Hot Calcine

Dried Ore Storage Stack


Scrubber

Liquid Sulphur
M.C 500 T 100 T
ESP BIN BIN
E.L E.L E.L
Dry Dust
Slag to Dispossal area
Slurry
THICKENER Pugmill Dust
Electric Furnace Recycle
Furnace Matte
Product Dryer to Dryer
Silica Flux
Scrap

Converter
Matte Cast
Market P.T. INCO INDONESIA
Granulation
Packing

Gambar II.4. Proses Pengolahan Nikel

II.9.3. Proses penunjang


a).Bongkar Muat di Pelabuhan Balantang
Pelabuhan Balantang yang terletek di Malili, Luwu Timur merupakan
merupakan fasilitas pelabuhan yang digunakan oleh PTVI dalam mengirimkan
hasil produknya keluar negeri.Dalam proses pengolahan bijih nikel terlebih
dahulu diketahui bahwasanya energi yang digunakan dalam proses tersebut pada
umumnya berasal dari bahan bakar batu bara serta dalam membentuk Nikel
Sulfida (Nis) diperlukan penambahan sulfur.

30
Adapun proses bongkar muat batu bara dan sulfur di stockpile yang
berada di pelabuhan balantang, dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:

Sulfur dari Pelabuhan di


Kanada
Balantang Port
(Pelabuhan PTVI, Malili)
Batubara dari Pelabuhan
di Kalimantan

Bongkar Muatan dengan


Kanada
bantuan E-crane

Penimbunan Muatan dengan


bantuan Truk Angkut

Sulfur Batu Bara


Spesifikasi Tempat Spesifikasi Tempat
Penimbunan: Penimbunan:
HDPE Liner Beton
Lempung Sediment Pond
Waste Water Waste Water
Treatment (CP1 Treatment (CP3
dan CP4) dan CP4)

Gambar II.5. Diagram Alir Proses Bongkar Muat Sulfur and Batubara di
Pelabuhan Balantang

31
b).Pasokan Listrik
Proses produksi memerlukan pasokan energi yang besar dimana sumber
energi untuk peleburan tersebut dipasok dari PLTA. Larona (165 MW), PLTA
Balambano (120 MW), PLTA Karebbe (90 MW). 3 PLTA tersebut telah memiliki
Sistem Tanggap Darurat yang sudah disetujui oleh Balai Keamanan Bendungan
dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Di dekat pabrik pengolahan nikel juga dibangun sebuah Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang terdiri dari 2 unit generator masing-masing
berkapasitas 28,5 MW. PTVI juga menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel
generator set dengan kapasitas 8 MW. Electric furnace merupakan pemakai
tenaga listrik PLTA terbesar, masing-masing furnace mempergunakan sampai 45
MW pada saat operasi penuh.
c).Pasokan Air
Dalam proses produksinya PTVI juga memerlukan air baku dalam jumlah
yang sangat banyak,sumber air baku diambil dari air Danau Matano menggunakan
beberapa pompa penghisap yang selanjutnya ditampung di reservoir lalu
dialiarkan ke process plant serta wilayah sekitar area operasi PTVI

II.8. Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Pemantauan Lingkungan PTVI


II.8.1 Kondisi Lingkungan
Di akhir tahun 2013, luas wilayah perijinan eksploitasi adalah 218.528,99
Ha yang meliputi wilayah tiga propinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Tenggara. Terbagi atas 100.141,54 Ha dalam “Coastal Deposit”,
108.377,25 Ha di wilayah sekitar Danau Towuti, Mahalona dan Matano, serta
10.010,20 Ha di wilayah Sorowako yang sekarang sedang aktif dikerjakan yang
pemanfaatannya telah mendapat izin berdasarkan keputusan Presiden (Keppres)
No. 41/2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang
berada di kawasan Hutan.
Berdasarkan surat dari Direktorat Energi dan Sumber Daya Mineral
No.483.K/30/DJB/2010, PTVI disetujui untuk mengembalikan sebagian wilayah
kontrak karya seluas 28,019.33 Ha (12,8%) (handover) yang meliputi Blok

32
Mapulu, Torubulu, Tasalo, dan Paopao. Berdasarkan Amandemen kontrak karya
dari sebelumnya luas 190,510 hektar menjadi 118,435 hektar.
Pada akhir kontrak karya tanggal 28 Desember 2025, Perseroan dapat
mempertahankan 25.000 hektar zona bijih yang akan diusulkan perseroan untuk
dieksploitasi. Selain zona bijih tersebut, Perseroan tetap dapat mempertahankan
lahan yang diperlukan untuk kegiatan operasional dan keperluan lainnya.
PTVI secara berkesinambungan berupaya meminimalkan perubahan
kualitas (degradasi) lingkungan, melalui pelaksanaan praktek-praktek pengelolaan
lingkungan yang didasarkan pada standar ISO 14001 dan terangkum dalam Vale
Environmental Management System (EMS).
Dalam pelaksanaannya, PTVI mempertimbangkan kondisi yang dihadapi
dalam menentukan prioritas kegiatan yang dilaksanakan. Untuk tahun 2013, PTVI
melanjutkan berbagai upaya untuk memenuhi standar baku mutu emisi sulfur
(SO2) di pabrik pengolahan, perbaikan dan penambahan kolam pengendapan unuk
mengurangi padatan tersuspensi (TSS), perbaikan fasilitas penanganan chromium
serta pelaksanaan reklamasi di area pascatambang. PTVI juga tidak mengabaikan
potensi ancaman lain terhadap lingkungan dan melakukan penanggulangan sesuai
pemetaan yang sudah dilakukan.
Adapun secara umum dampak dari aktifitas dan regulasi terkait dengan
operasi PTVI dapat dilihat pada tabel Aspek Dampak (ASDAM) berikut ini :

33
Tabel II.5. Aspek Dampak Lingkungan (ASDAM) PTVI

No Proses Aspek Dampak Regulasi Pengendalian

Kebisingan,
UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Merambah Getaran serta
1 Eksplorasi Perlindungan dan Pengelolaan Melaksanakan SOP
Hutan Gangguan terhadap
Lingkungan Hidup
Flora dan Fauna
- PerMen Energi Dan Sumber Daya
Mineral No. 26/2018 tentang
Pelaksanaan kaidah pertambangan
yang baik dan Pengawasan
pertambangan mineral dan batubara.
- KepMen Pertambangan dan Energi
No. 1211.K/1995 tentang Pencegahan Rehabilitasi dan
dan penanggulangan perusakan dan r,aevegetasi Lahan,
Perubahan
Mining Mengeruk pencemaran lingkungan pada pembuatan drainase
2 Topografi, Erosi
(Penambangan) Tanah kegiatan usaha pertambangan umum. dan pengoperasian
dan limpasan
- PerMen Negara Lingkungan Hidup Instalasi Pengolahan
No 9 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah
air limbah bagi usaha dan/atau
kegiatan pertambangan bijih nikel.
- Peraturan Gubernur Sul-Sel 69.
Tahun 2010 tentang Baku Mutu dan
Kriteria Kerusakan Lingkungan
Hidup.
No Proses Aspek Dampak Regulasi Pengendalian

- PP No 41 Tahun 1999 Tentang


Pengendalian Pencemaran Udara.
Konsumsi Penangkap partikulat
Perubahan Kualitas - PP No 82 Tahun 2001 Pengelolaan
Listrik, ESP (Electrostatic
Udara, Perubahan kualitas air dan pengendalian
Processing Konsumsi Air, Precipitator),
Kualitas Air, pencemaran air.
3 (Pembuatan Bijih, bahan Pemantauan kualitas
Perubahan Kualitas - Peraturan Gubernur SulSel 69. Tahun
Produk) kimia, dan udara emisi dan
Tanah, dan Limbah 2010 tentang baku mutu dan kriteria
bahan bakar ambient, Landfill dan
B3 kerusakan lingkungan hidup.
(BBM) Disposer
- Peraturan Pemerintah 101 Tahun
2014 tentang pengelolaan B3.
Sumur Pantau,
- Keputusan Dirjen Geologi dan
Tanggul penahan
Perubahan Kualitas Sumber Daya Mineral No 204 Tahun
(Bunding), Perangkap
Konsumsi Udara, Perubahan 2001 tentang Izin Tangki Penimbunan
Minyak dan Lumpur
4 Logistik Bahan bakar Kualitas Air, Bahan Bakar Cair.
(Oil and Silt Trap)
(BBM) Perubahan Kualitas - Peraturan Gubernur SulSel 69. Tahun
Pemantau kualitas air
Tanah 2010 tentang baku mutu dan kriteria
dan udara. Fasilitas
kerusakan lingkungan hidup.
Netralisasi pH.
Pembuata baricade
Penggunaan Perubahan Kualitas suara, penanaman
- Keputusan Menteri Lingkungan
5 PLTA Sumber Daya Udara, Perubahan pohon. Pemantauan
Hidup no. 48 tahun 1996.
Air Kualitas Air, kualitas Air. Rencana
Tanggap Darurat
No Proses Aspek Dampak Regulasi Pengendalian

- PP 101/2014 tentang Pengelolaan


Konsumsi
Limbah B3. Pengoperasian
bahan bakar
- KepMen Lingkungan Hidup No 113 Instalasi Pengolahan
(BBM) dan Tumpahan minyak
Tahun 2003 tentang Baku Mutu air Air Limbah, Rencana
6 Shipment storage dan tumpahan
limbah bagi usaha dan atau kegiatan Tanggap Darurat
(penampungan produk
pertambangan batu bara (khusus ditangani oleh Team
batubara dan
untuk penimbunan batu bara dan Emergency PTVI
sulfur)
sulfur di balantang).

Sumber : Data Sekunder PTVI, 2018


II.9. Pengelolaan Kualitas Lingkungan PTVI
A.Pengelolaan Kualitas Air Permukaan
Jenis dampak yang muncul sebagai akibat dari kegiatan penambangan
yaitu meningkatnya kandungan sedimen dan total padatan tersuspensi (TSS) serta
potensi terbentuknya Total Chrom (Tot Cr) sedangkan dampak dari kegiatan
produksi di pabrik ialah terbentuknya Nikel terlarut (Soluble Nickel) dan dampak
yang ditimbulkan pada sarana penunjang pelabuhan balantang yaitu rendahnya pH
pada penumpukan batubara dan belerang.Pelaksanaan pengelolaan dampak yang
dilakukan antara lain :
 Membangun kolam dan dam pengendapan sedimen sekaligus
melakukan pengerukan rutin untuk pengelolaan TSS, total kolam
yang sudah dibangun dan digunakan sebanyak 84 kolam.
 Netralisasi pH dengan injeksi caustic di kolam pengendapan dari
lokasi tumpukan batubara dan sulfur pelabuhan balantang.
 Memisahkan effluent pabrik pengolahan nikel dan penambangan
dan menangani Ni injeksi caustic soda Cr 6+ dengan injeksi
ferrosulfat.
 Meningkatkan kinerja pengendapan air tambang dengan teknologi
Lamella Gravity Settler.

B.Pengelolaan Emisi Udara


Upaya pengelolaan kualitas udara yang timbul dari kegiatan penambangan
dan pabrik pengolahan dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
o Melakukan upaya pengurangan debu dijalan tambang dengan
melakukan penyiraman jalan tambang secara berkala.Penyiraman
dilakukan dengan menggunakan empat unit mobil tangki air
kapasitas 18.000 liter
o Penanaman pohon di daerah mining untuk mengurangi debu
kedaerah pemukiman penduduk.
o Pemasangan dan pemeliharaan alat penangkap debu diantaranya
ESP (Electrostatic precipirator) di drayer dan kiln ; bag house di
furnace dan wet scrubber di incenerator.
o Penggunaan masker bagi pekerja untuk mengurangi dampak debu.

C.Pengelolaan Limbah B3

44
Dalam kegiatan operasinya, PTVI menghasilkan beberapa jenis limbah B3
dari proses produksi dan sarana penunjang lainnya yaitu rumah sakit, bengkel
perawatan peralatan, oil trap.Pengelolaan limbah di area PTVI dengan penyediaan
fasilitas penampungan sementara limbah B3 dan melakukan pemisalahan limbah
dengan kategori yaitu: Oli bekas, Asbestos, limbah elektronik, aki bekas, abu
incenerator, bahan kimia kadaluarsa, limbah terkontaminasi minyak.PTVI telah
memili ijin untuk penyimpanan sementara LB3 berdasarkan Surat Keputusan
Bupati Luwu Timur No.131/V/2013 dan 660/01/2016, dimana lokasinya meliputi
Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) aki bekas, limbah terkontaminasi minyak,
dan limbah bahan kimia,dimana limbah yang telah terkumpul akan dikirim ke
PPLI di Bogor untuk diolah lebih lanjut. Sedangkan Pengolahan limbah medis
infeksius yang berasal dari RS Inco dan puskesmas sekitar diolah di Incenerator
RS Inco berdasarkan ijin Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.199
Tahun 2010.
Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa oli bekas untuk pembakaran di
tanur pengering (dryer) dan slag nikel untuk lapisan dasar jalan pertambangan di
PTVI, dimana ijin untuk pemanfaatan oli bekas dan slag nikel masih dalam proses
pengurusan di Kementerian Lingkungan Hidup.

D.Pengelolaan Flora dan Fauna


Dampak penting dari proses penambangan yang dilakukan PTVI terhadap
keberadaan flora dan fauna yaitu hilangnya habitat satwa liar dan tergangunya
populasi flora yang ada.Untuk menangulangi hal tersebut PTVI melakukan
rehabilitasi area pasca tambang,dimana akan dilakukan terlebih dahulu survei
keanekaragaman flora dan fauna dilokasi yang akan dibuka untuk
penambangan.Hasil dari survei tersebut akan digunakan sebagai data ketika
pengijauan kembali area tambang dimana tanaman yang akan ditanam akan
mendekati jenis-jenis aslinya.

45
BAB III
METODE KERJA PRAKTEK

III.1 Lokasi dan Waktu Kerja Praktek


III.1.1 Lokasi Kerja Praktek
Lokasi kerja praktek dilaksanakan di PTVI, Dept. Environment, Health,
and Safety (EHS) bagian Environment. beralamat di Plant Site, Sorowako, Kab.
Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
III.1.2. Waktu Kerja Praktek
Kerja praktek dilaksanakan pada periode 9 April 2018 – 6 Juni 2018.
Kerja praktek dilaksanakan pada periode 16 Maret 2018 – 06 Juni 2018. Kegiatan

46
kerja praktek dilakukan setiap hari Senin hingga Jum’at, tepatnya pukul 07.00 –
16.00 WITA.

Gambar III.1. Sorowako, Lokasi Pabrik PTVI

III.2. Metode Pembelajaran


Metode pembelajaran yang digunakan selama kegiatan kerja praktek di
PTVI antara lain :
a).Observasi Lapangan, yaitu mengamati pelaksanaan produksi dan
pemantauan langsung pengelolaan B3 dan kualitas air di lapangan
b).Data Primer, yaitu mengumpulkan data langsung dari lapangan melalui
pengambilan sampel dan pengukuran parameter air limbah.
c).Data Sekunder, yaitu mengumpulkan data terkait pengolaaan dan
evaluasi Kualitas air serta limbah B3 dari PTVI, dan internet. peraturan
terkait.
III.3. Gambaran Umum Pelaksanaan Kerja Praktek

Pada pelaksanaan Kerja Praktek di PTVI hal yang menjadi pokok


pelaksanaan kerja praktek dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar III.1. Gambaran Pelaksanaan Kerja Praktek

47
Gambar di atas merupakan gambaran proses operasional PTVI. Adapun
yang menjadi penelitian Kerja Praktek kami ialah effluent yang dihasilkan
yang berupa Limbah B3
III.4 Deskripsi Metode Pelaksanaan Kerja Praktek
Selama pelaksanaan kerja praktek diberikan beberapa pelatihan sesuai
dengan prosedur yang berlaku di PTVI. Pelatihan ini bertujuan untuk pengenalan
umum perusahaan dan departemen khusus yang dijadikan tempat kerja, prosedur
kerja serta kesehatan dan keselamatan kerja (k3) sehingga mampu mengetahui dan
menghindari bahaya. Adapaun pelatihan pelatihan yang diikuti yaitu General
Induction Program (GIP), Safety Talk, Hazard Identification and Control, ,
Mining Site Spesific Induction Program (MSSIP), Site Specific Induction Program
– Process Plant (SSIP – PP), Site Specific Induction Program – Maintenance and
Utility (SSIP – MU) dan juga Workshop Hydrocarbon, Waste Management, serta
Sistem Manajemen Lingkungan. Di samping itu juga diberikan kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mendengarkan penjelasan-penjelasan,
baik secara lisan maupun tulisan tentang hal-hal yang berhubungan dengan PTVI.
Selama Kerja Praktek kami diberikan Pembimbing yang membantu

48
menyelesaikan semua kegiatan serta menjelaskan secara rinci mengenai hal-hal
yang kurang jelas pada saat observasi.
Adapun metode yang dilakukan dalam upaya persiapan dan pengumpulan
data untuk memperoleh dan menganalisis data yang dibutuhkan untuk penulisan
laporan Kerja Praktek ini adalah:
1. Studi Literatur
Penulis mencari referensi dan literatur yang terkait dengan kegiatan yang
akan menjadi data pelengkap dan pembanding dengan data yang ada.
2. Observasi
Observasi di area sedimen pond dan fasilitas-fasilitas pengolah air limbah
dan limbah B3 di wilayah sekitar Plant Site. Pengamatan lapangan
dilakukan untuk mengetahui proses yang terjadi di sedimend pond dan
pengelolaan limbah B3.
3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dan sekunder dari departemen yang
berhubungan dengan aspek yang dikaji yaitu .
Pengumpulan data primer dapat melalui wawancara, observasi dan
pengambilan sampel. Sedangkan data sekunder diperoleh dari rekaman
dan dokumen di departemen terkait yang menangani efisiensi sedimend
pond dan limbah B3
4. Wawancara
Wawancara yaitu metode pengambilan data primer secara lisan.
Wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan penjelasan dan klarifikasi
atas permasalahan-permasalahan teknis yang terjadi di lapangan dengan
diskusi langsung kepada pihak terkait.
5. Perumusan dan Penulisan Laporan
Data-data yang didapatkan akan dianalisis dan dideskripsikan berdasarkan
keadaaan yang ada kemudian dibandingkan dengan persyaratan dan
referensi yang ada.

III.5 Uraian Aktifitas Selama Kerja Praktek

Minggu
Kegiatan
I II III IV V VI VII
Tahapan pelaksanaan awal
Diskusi dan pelatihan
Kunjungan lapangan
Pengambilan sampel

49
Analisis data
Penyusunan laporan
Presentasi dan tahap pelaksanaan akhir
Tabel III.1 Matriks Kegiatan Kerja Praktek

50
Tabel III.2 Uraian Kegiatan
Tanggal Kegiatan Uraian Lokasi keterangan

MINGGU I

9 April Melapor ke Ruangan


Melapor Front Office
2018 Eksternal PTVI Eksternal

1. Training
Human
General Induction
Resources
Program
12 April Ruang People
Pelatihan
2018 (GIP) Training Development
(HRPD)
2. Training Safety
Department
Talk

Melapor telah
13 April selesai mengikuti
Melapor Ruangan
2018 pelatihan dan Front Office
Eksternal
mengumpulkan
berkas/foto.

Tanggal Kegiatan Uraian Lokasi keterangan

MINGGU II

Mengambil Alat
16 April Ruangan
Melapor Pelindung Diri dan Front Office
2018 Eskternal
ID Card

51
1. Diterima di
Departement
Environment,
Health, and Safety
(EHS)
2. Sosialisasi Environment
16 April dengan staf EHS
Perkenalan Technician
2018 Environment dan Departement
Room
pengarahan dari
pembimbing untuk
kegiatan-kegiatan
yang akan
dilakukan selama di
PTVI

17 April Waste Management Ruang HRPD


Pelatihan
2018 dan Hydrocarbon Training Department

Mengenai cara
menghitung Bersama
18 April GIP Room
Diskusi dimensi kolam dan Environment
2018 EHS
Efisiensi kolam Officer
sedimen pond

Hazard Fire,
FES Training
Identification and Emergency and
19 April Room
Pelatihan Control Safety (FES)
2018
Pelatihan SSIP - Mining
MSSIP Room
Mining Harapan

20 April Pelatihan Pelatihan SSIP - GIP Room EHS


2018 Maintenance and EHS Department
Utility

52
Pelatihan SSIP -
Process Plant

Tanggal Kegiatan Uraian Lokasi keterangan

MINGGU III

Pemantauan
Observasi
Kualitas Air Bersama
23 April dan
Mengunjungi Sorowako Environment
2018 Pengambilan
Laboratorium Technician
Sampel
Lingkungan

24 April Hydrocarbon Mining


Pelatihan MSSIP Room
2018 Management Harapan

Awareness on EMS
25 April ISO 14001 Mining
Pelatihan MSSIP Room
2018 Implementation in Harapan
PTVI

26 April Working Near HRPD


Pelatihan Training Room
2018 Water Departement

Pemantauan
27 April Kunjungan Kualitas Air
Sorowako Bersama
Lapangan Mengunjungi
2018 Environment
Laboratorium
Technician
Lingkungan
Tanggal Kegiatan Uraian Lokasi Keterangan

MINGGU IV

Pemantauan Bersama
30 April Kunjugan Pelabuhan
Stockpile Batubara Environment
2018 lapangan Balantang
dan Sulfur Officer

53
1 Mei
LIBUR
2018

Mengenai titik-titik Bersama


Environment
2 Mei pengambilan Environment
Diskusi Technician
2018 sampel di beberapa Technician dan
Room EHS
sedimen pond Officer

Ke titik Bersama
3 Mei Kunjungan
pengambilan Sorowako Environment
2018 lapangan
sampel rencana Technician

Penanaman Penanaman pohon Bersama staf


4 Mei Pelabuhan
Pohon bersama staf dan dan pegawai
2018 Balantang
Bersama pegawai PTVI PTVI

Tanggal Kegiatan Uraian Lokasi Keterangan

MINGGU V

7 Mei Meminta data Perumusan laporan,


Bersama Staff
dimensi datang ke kantor
2018 Mining Hydrology
kolam Hydrology
Harapan Mine
sedimen Geotechnical
Departement
Survey

8 Mei Kunjungan Pengambilan Maintanance Bersama


2018 Lapangan sampel Equipment Environment
Mobile (MEM) Officer
Petea dan
Rante

9 Mei Pengujian Pengukuran Nilai Laboratorium Bersama Staff


2018 Sampel TSS dan Cr6+ Lingkungan Laboratorium
Lingkungan
Process

54
Technology
Section

10 Mei
LIBUR
2018

Environment
11 Mei Penyusunan Mencari Jurnal EHS
Technician
2018 Laporan yang Relevan Departement
Room

Tanggal Kegiatan Uraian Lokasi Keterangan

MINGGU VI

14 Mei Kunjungan Kunjungan ke TPS Bersama


2018 Lapangan limbah B3 PTVI Plant Site Environment
Officer

15 Mei Bersama
2018 Penyusunan Asistensi Laporan GIP Room Environment

Laporan EHS Officer

Stasiun Bersama
Kunjungan Pengecekan Data Meteorologi Environment
16 Mei Lapangan Meteorologi Plant Site Technician
2018

16 Mei Penyusunan Asistensi laporan GIP Room Bersama


2018 Laporan Environment
EHS
Officer

55
III.6. Studi Literatur
III.6.1 Hirarki Pengolahan Limbah
Hirarki pengelolaan limbah adalah suatu prinsip yang memberikan
pedoman tentang tahapan-tahapan dalam pengelolaan limbah mulai dari yang
lebih prioritashingga yang tidak prioritas.Upaya pengelolaan pertama akan
berpengaruh pada keberhasilan dari upaya pengelolaan kedua dan selanjutnya.
Begitu pula pilihan satu upaya pengelolaan yang tidak prioritas harus
memperhatikan upaya pengelolaan lainnya yang lebih prioritas.Dengan demikian
diharapkan melalui penerapan prinsip hirarki pengelolaan limbah ini dapat
mengurangi jumlah limbah secara signifikan mulai dari sumbernya sampai
ketempat pembuangan akhir.
Langkah pertama dalam hirarki pengelolaan limbah adalah mencegah /
mengurangi timbulnya limbah pada sumbernya sehingga tidak dihasilkan limbah
(zero waste).Upaya pencegahan ini dapat dilakukan melalui penerapan prinsip
produksi bersih (clean production) yaitu melalui penerapan teknologi bersih,
pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, memodifikasi
proses produksi, mempromosikan penggunaan bahan-bahan yang tidak berbahaya
dan beracun atau lebih sedikit kadar bahaya dan racunnya, menerapkan teknik
konservasi, dan menggunakan kembali bahan daripada mengolahnya sebagai
limbah sehingga dapat mencegah terbentuknya limbahdan zat pencemar.
Langkah yang kedua adalah pemanfaatan dengan cara penggunaan
kembali (reuse) dan daur ulang (recycle).Reuse adalah penggunaan kembali
limbah dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia,
fisika, biologi, dan/atau secara termal. Contoh sederhana dari konsep reuse ini
adalah menggunakan sisi kertas yang masih kosong dari kertas bekas untuk
menulis atau untuk membuat amplop. Recycle yaitu mendaur ulang komponen-
komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi,
dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produkyang

56
berbeda. Contoh sederhana dari konsep recycle ini adalah mengolah kertas
bekasyang sudah tidak dipakai lagi untuk dijadikan kertas hasil daur ulang
(recycled paper) dengan suatu proses tertentu.
Langkah yang ketiga adalah pemanfaatan limbah dengan cara
reclamation / revalue yaitu perolehan kembali komponen-komponen yang
bermanfaat dengan proses kimia, fisika,biologi, dan/atau secara termal.Contoh
dari konsep reclamation ini adalah penggunaan limbah sekam padi (rice husk)
sebagai substitusi bahan bakar.
Langkah yang keempat adalah pengolahan (processing) limbah dengan
metode yang memenuhi persyaratan lingkungan dan keselamatan manusia.
Contoh pengolahan yang umum adalah pembakaran limbah (insinerasi)
penimbunan (landfilling). (Arif Latar)
Gambaran umum hirarki pengolahan limbah dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar III.2. Hirarki Pengolahan Limbah

Semakin
Efektif

III.6.2 Limpasan Limbah Cair Batubara dan Sulfur


Di area Pelabuhan Balantang dan Enggano terdapat air limpasan dari
Penimbunan Batubara dan Sulfur yang menjadi air limbah yang diolah sebelum di
buang ke badan air.
Air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang berbentuk cair.
Limbah cair batubara adalah limbah yang timbul akibat kotoran-kotoran dan
sludge serta karbon pada batubara yang ikut terbawa oleh air pada saat turun
hujan sehingga air yang mengalir berbentuk seperti lumpur. Sebelum digunakan
dalam proses produksi, batubara disimpan dalam Coal Yard yang merupakan

57
tempat penampungan sementara batubara sebelum digunakan. Didalam Coal Yard
juga terdapat saluran pembuangan air yang digunakan untuk mengalirkan air
menuju Coal Run Off Basin pada saat musim hujan agar air tidak menggenang.
(Wisnu Yoga, 2015)
Metode penyimpanan sulfur hampir sama dengan batubara. Secara fisik
sulfur ini terlihat berwarna kuning menyala dan bentuknya berupa butiran halus.
Sulfur Pile adalah tempat penampungan sulfur, dimana sulfur ini digunakan di
pabrik untuk menghasilkan Nickel Matte.
Polutan yang sesungguhnya ada di dalam air limpasan (khususnya yang
terkait dengan batubara) adalah sulfat ( ) dan senyawa senyawa besi. Zat ini
terbentuk sebagai hasil dari reaksi antara air, udara dan pirit ( ) yang ada
didalam lapisan batu bara. Jenis bakteri tertentu terlibat dalam reaksi, tetapi
peranannya belum diketahui dengan jelas. Reaksi ini dapat terjadi dibagian
permukaan dan bagian dalam mineral mineral tambang.

Persamaan untuk overall reaksi ini diberikan sebagai berikut :

2 +7 +2 → 2 +2

III.6.3. Parameter Perubahan kualitas Kualitas Air

 pH
pH adalah istilah yang digunakan secara universal untuk menunjukkan
intensitas asam atau basa dari suatu larutan. Nilai pH merupakan nilai yang
menunjukkan konsentrasi ion hidrogen atau aktivitas ion hidrogen. Parameter ini
sangat penting bagi bidang teknik lingkungan (Sawyer, 1994). Secara definisi pH
adalah ukuran aktivitas hidrogen bebas dalam air dan dapat dinyatakan sebagai:

pH = -log [H+]

Dalam istilah yang lebih praktis (meskipun tidak secara teknis benar dalam
semua kasus) pH adalah ukuran keasaman atau kebasaan bebas dari air (asiditas
dan alkalinitas air). Diukur pada skala 0-14, larutan dengan pH kurang dari 7,0
adalah asam sementara larutan dengan pH lebih besar dari 7,0 adalah basa Di
berbagai unit proses dan operasi pengolahan air limbah, seringkali dibutuhkan pH
adjustment. Berbagai bahan kimia dapat digunakan, pemilihannya tergantung

58
pada kesesuaian aplikasinya dan dari segi ekonomi. Air limbah dengan pH rendah
dapat dinetralkan dengan berbagai jenis bahan kimia misalnya sodium hidroksida
atau sodium karbonat, yang walaupun cukup mahal, banyak digunakan untuk
pengolahan yang skalanya tidak begitu besar.
Kapur adalah bahan yang cukup murah sehingga banyak digunakan. Kapur
dapat ditemukan dalam berbagai bentuk misalnya limestone atau batu gamping
dan dolomitic lime (kapur dengan kadar kalsium tinggi). Kapur mudah didapat
seringkali membentuk lapisan sehingga penggunaannya dibatasi untuk proses
tertentu. Senyawa kimia dengan kalsium dan magnesium sebagai pembentuk
utamanya kerap menghasilkan lumpur atau endapan yang membutuhkan
pengerukan dan pembuangan. (Andre Wardian, 2009)
Pengukuran pH diperlukan untuk mengontrol korosi atau kerak. Pada pH
rendah akan terjadi korosi dan pada pH tinggi akan terjadi kerak. Selain itu pH
tinggi menimbulkan busa, sehingga akan menimbulkan carry over. (Andre
Wardian, 2009)
 Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan densitas lebih besar dari 5
g/cm, mempunyai afinitas yang tinggi dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92,
dari periode 4 sampai 7 (Miettinen, 1977 dalam Ernawati, 2010). Logam berat
masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam
lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini
berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Berbeda dengan logam
biasa, logam berat menimbulkan efek-efek khusus pada makluk hidup. (Palar,
2008 dalam Rosmiati, 2015)
Dapat dikatakan semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan
dapat meracuni tubuh makhluk hidup. Sebagai contoh adalah logam air raksa
(Hg), cadmium (Cd), timah hitam (Pb), mangan (Mn), besi (Fe). Meskipun semua
logam berat dapat mengakibatkan keracunan atas makluk hidup, sebagian dari
logam berat tesebut tetap dibutuhkan oleh makluk hidup. Karena dibutuhkan
dalam tubuh maka disebut logam esensial, logam beresensial ini adalah tembaga
(Cu), seng (Zn), besi (Fe), magnesium (Mg). (Palar,2008 dalam Rosmiati, 2015)
Adapun penjelasan mengenai besi (Fe) dan mangan (Mn) sebagai berikut
a) Besi (Fe)

59
Logam Besi (Fe+) merupakan logam transisi dan memiliki nomor
atom 26. Fe memiliki berat atom 55,845 g/mol, titik leleh 1.5380 C, dan
titik didih 2.8610 C menempati urutan sepuluh besar sebagai unsur di
bumi. Logam Besi (Fe+) ditemukan berupa hematit di dalam inti bumi.
Logam besi (Fe+) hampir tidak dapat ditemukan sebagai unsur bebas.
Diperkirakan didalam kerak bumi kandungan (Fe+) adalah sebesar 5,63 x
104 mg/kg sedangkan kandungan di laut sebesar 2 x 10-3 mg/L.
Perairan alam, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa
FeCl2, Fe(HCO3), dan Fe(SO4). Pada perairan yang diperuntukkan bagi
keperluan domestik, pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan wama
kemerahan pada porselin, bak mandi, pipa air, dan pakaian. Kelarutan
besi meningkat dengan menurunnya pH.
Menurut Cole dalam Mahyudi 2010, Sumber besi di alam adalah
pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4), limonite
[FeO(OH)], goethite (HFeO2), dan ochre [Fe(OH)3] (Cole, 1988 dan
Moore, 1991). Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan
cukup banyak terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat
sebagai senyawa siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air.
Meskipun besi pada umumnya terdapat dalam bentuk terlarut
bersenyawa dengan bikarbonat dan sulfat, besi (Fe) juga ditemukan
bersenyawa dengan hidrogen sulfida (H2S), Selain itu besi ditemukan
pula pada air tanah yang mengandung asam yang berasal dari humus
yang mengalami penguraian dari tanaman atau tumbuhan yang bereaksi
dengan unsur besi untuk membentuk ikatan kompleks organik.
Konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dari 0,01 mg/1 sampai
dengan ± 25 mg/1.
Besi pada air permukaan terdapat dalam beberapa bentuk, antara
lain bentuk suspensi dari lumpur, tanah liat dan partikel (dispersi) halus
dari besi (III) hidroksida, [Fe(OH)3] dalam bentuk koloid dan organik
kompleks. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH. (Mahyudi,
2010)

60
Menurut Widowati,dkk (2008), didalam tubuh manusia Fe
memiliki berbagai fungsi esensial dalam konsentrasi tertentu,
diantaranya:
- Sebagai alat angkut elektron dalam sel.
- Sebagai bagian terpadu dari berbagai reaksi enzim.
- Sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Didalam tubuh manusia kadar Fe kira-kira sebesar 3-5 gr. Sebanyak
2/3 bagian terikat oleh Hb, 10% diikat mioglobin dan enzim mengandung
logam besi (Fe+) dan sisanya terikat dalam hemosiderin dan protein
feritin. Asupan Fe dalam dosis besar dapat bersifat toksik bagi manusia
karena besi ferro (Fe2+) bisa bereaksi dengan peroksida dan
menghasilkan radikal bebas. Kerusakan-kerusakan jaringan karena
akumulasi (Fe+) disebut hemokromatosis.
Penderita hemokromatosis berisiko terserang kanker hati, penyakit
jantung, serosis, dan berbagai penyakit lain. Konsumsi (Fe+) dosis besar
akan merusak sel alat pencernaan secara langsung, kemudian akan
mengikuti peredaran darah. Toksisitas kronis Fe dapat menyebabkan
gangguan fungsi kardiovaskuler, gangguan fungsi hati, dan gangguan
fungsi endokrin. Perlakuan toksisitas akut besi per oral bisa
mengakibatkan muntah, gangguan alat pencernaan, dan shock.
Dalam mengurangi perubahan kualitas logam besi dapat digunakan
teknologi fitoremediasi, menaikkan pH larutan, saringan pasir aktif,
mikroorganisme bioremoval, dan oksidasi menggunakan H2O2 sebagai
oksidator. (Widowati, dkk, 2008)
b) Mangan (Mn)
Logam mangan (Mn+) adalah logam berwarna abu-abu keputihan
yang mempunyai sifat yang mirip besi (Fe+), merupakan logam yang
mudah retak, mudah teroksidasi, dan merupakan logam keras. Logam
mangan (Mn+) termasuk unsur terbesar yang ada dikerak bumi. Logam
mangan (Mn+) bereaksi dengan air dan larut dalam larutan asam. Secara
alami mangan ditemukan di air, tanah, dan udara. Logam Mangan (Mn+)
termasuk ke dalam unsur logam golongan VII. Mangan memiliki berat
atom sebesar 54,93, titik lebur 1247 oC, dan titik didih 2032 oC.
(Widowati,dkk, 2008)

61
Mangan jarang ditemukan dalam keadaan unsur di alam tetapi
berada dalam bentuk senyawa dengan berbagai macam valensi. Didalam
sistem air alami konsentrasi mangan umumnya kurang dari 0,1 mg/l.
Oleh karena itulah air dengan konsentrasi mangan yang melebihi 1 mg/l
maka, pengolahan air dengan cara biasa akan sangat sulit untuk
menurunkan konsentrasi mangan sampai dengan batas yang diizinkan
sebagai air minum. (Said, 2008 dalam Puspita, 2015)
Kadar mangan yang berlebihan akan berpengaruh terhadap
kesehatan. Berdasarkan penelitian Ashar (2007), mengkonsumsi air
minum yang secara alami mengandung konsentrasi mangan yang cukup
tinggi seumur hidup dapat gangguan pada sistem saraf dan menimbulkan
peningkatan retensimangan. Sedangkan menurut Said (2008), di dalam
tubuh manusia mangan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bila
dalam jumlah yang kecil tetapi dalam jumlah yang besar dapat
mengakibatkan tertimbunnya mangan di dalam hati dan ginjal. Pada
umumnya dalam keadaan kronis, mangan dapat menimbulkan gangguan
pada sistem saraf dan menampakkan gejala seperti penyakit parkinson.

 Sulfur
Sulfur terdapat secara luas dialam sebagai unsur, yaitu sebagai H2S dan
SO2, dalam bijih sulfida logam dan sebagai sulfat seperti gips dan anhidrit. Sulfur
diperoleh dalam skala besar dari gas hidrokarbon alamiah seperti yang ada di
Alberta, Kanada yang mengandung sampai 30% H2S, ini dihilangkan melalui
interaksi dengan SO2 yang diperoleh dari pembakaran sulfur dalam udara.
Sulfurdioksida adalah gas dengan bau yang tajam. Cairan SO2 melarutkan banyak
senyawa organik dan anorganik dan digunakan sebagai pelarut dalam reaksi
pembuatan.
Ion Sulfida (S2-) dikenal dalam bentuk padatan tetapi tidak didalam
larutan oksida. Konstanta disosiasi kedua dari hidrogen sulfida sering dinyatakan
sekitar 10-13. Dalam proses industri, keberadaan sulfida dalam bentuk hidrogen
sulfida sangat mengganggu karena dapat menyebabkan kerusakan pada beton-
beton dan juga menyebabkan berkaratnya logam-logam (pipa penyaluran). (Elisa
Margareth, 2009)

62
Asal usul pengenalan asam sulfat kurang jelas tetapi zat ini sudah disebut –
sebut sejak abad ke sepuluh. Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4,
merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada
semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan, termasuk dalam
kebanyakan reaksi kimia. Kegunaan utama termasuk pemrosesan bijih mineral,
sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. Penyebab asam
dalam air limbah dan mengganggu kehidupan tanaman dan binatang dalam air.
Penetralan dapat dilakukan dengan soda atau air kapur sampai pH 6-9 sebelum
dibuang ke lingkungan. Residu netralisasi dapat dicampur dengan tanah atau pasir.
(Andre Wardian, 2009).

 TSS
Total Suspended Solid (TSS) merupakan zat-zat padat yang berada pada
dalam suspensi, dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi
koloid (partikel koloid) dan partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi). TSS
yaitu berat dalam mg/l kering lumpur yang ada didalam air limbah setelah
mengalami proses penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 um. Adanya
padatan-padatan ini menyebabkan kekeruhan air, padatan ini tidak terlarut dan
tidak dapat mengendap secara langsung.Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-
partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen, seperti
bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan kikisan tanah yang disebabkan
terjadinya erosi tanah. TSS yang tinggi menghalangi masuknya sinar matahari
kedalam air, sehingga akan mengganggu proses fotosintesis menyebabkan
turunnya oksigen terlarut yang dilepas kedalam air oleh tanaman. Jika sinar
matahari terhalangi dari dasar tanaman maka tanaman akan berhenti memproduksi
oksigen dan akan mati.
TSS juga menyebabkan perubahan kejernihan dalam air. Kekeruhan air
disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun
organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam,
sedangkan zat organik dapat berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Zat
organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung
perkembangbiakannya. Jumlah padatan tersuspensi dalam air dapat diukur dengan

63
Gravimetri. Seperti halnya padatan terendap, padatan tersuspensi akan
mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga akan mempengaruhi
regenerasi oksigen serta fotosintesis. (Elisa Margareth, 2009)
Materi yang tersuspensi adalah materi yang mempunyai ukuran lebih besar
daripada molekul/ion yang terlarut. Dalam air alam ditemui dua kelompok zat,
yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul organis, dan zat padat tersuspensi dan
koloidal seperti tanah liat dan kwarts. Perbedaan pokok antara kedua kelompok
zat ini ditentukan melalui ukuran/diameter partikel-partikel. Analisa zat padat
dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air secara lengkap,
juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang
air minum maupun bidang air buangan. (Sumestri, S. dan Alaerts, G, 1984)
Cara menghitung TSS menggunakan metode gravimetri,dilakukan dengan
o o
menguapkan contohuji pada suhu 103 C – 105 C kemudian ditimbang
sehinggadiperoleh berat tetap, penentuan kadar padatan total menggunakan
rumus:

A = Berat tetap (g) cawan kosong setelah pemanasan 103oC -105oC


B = Berat tetap (g) cawan berisi padataFn total setelah pemanasan
10oC -105oC(residu),
V = Volume contoh uji (ml)
(Widjonarko et al., 2003)

 Kromium
Krom (Cr) sebagai salah satu logam berat berpotensi sebagai pencemar
akibat kegiatan pewarnaan kain pada industri tekstil, cat, pertambangan,
penyamakan kulit, pelapisan logam, baterai atau industri krom (Ackerley, et al,
2004).
Logam kromium (Cr) pertama kali ditemukan oleh Vauquelin (1797).
Umumnya logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur
lain dan sangat jarang ditemukan dalam bentuk unsur tunggal. Logam kromium
(Cr) di alam ditemukan dalam bentuk chromite (FeO·Cr2O3). Kromium adalah

64
logam yang berwarna putih, tak begitu liat, dan tak dapat ditempa. Jika tidak
terkena udara, akan terbentuk ion-ion kromium.

Logam kromium tidak dapat teroksidasi oleh udara yang lembab dan
proses pemanasan cairan. Logam kromium mudah larut dalam HCl, H2SO4, dan
asam perklorat. Logam kromium (Cr) mempunyai tingkat oksidasi yang berbeda-
beda,ion kromium yang telah membentuk senyawa, mempunyai sifat yang
berbeda sesuai dengan tingkat oksidasinya. (Palar, 2004)
Akumulasi kromium dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan
kerusakan dalam sistem organ tubuh. Efek toksisitas kromium (Cr) dapat merusak
serta mengiritasi hidung, paru-paru, lambung, dan usus. Mengkonsumsi makanan
berbahan kromium dalam jumlah yang sangat besar, menyebabkan gangguan
perut, bisul,kejang, ginjal, kerusakan hati, dan bahkan kematian. Melalui rantai
makanan krom dapat terdeposit dalam bagian tubuh mahluk hidup yang pada
suatu ukuran tertentu dapat menyebabkan racun. Umumnya krom di alam berada
pada valensi 3 (Cr 3+) dan valensi 6 (Cr 6+). Cr 6+ bersifat toksik dibandingkan
dengan Cr 3+. Toksisitas Cr 6+ diakibatkan karena sifatnya yang berdaya larut
dan mobilitas tinggi di lingkungan. (Palar, 1994)
Analisis (Cr6+) karena logam ini dalamkeadaan teroksidasi paling tidak
stabil dan memiliki resiko kesehatan paling tinggi diantara logam berat lainnya
yang diduga terkandung dalam limbah cair penambangan nikel dengan level sama
dengan resiko paparan merkuri, dan arsen. Baku mutu (Cr6+) terlarut dalam
limbah cair pertambangan maksimal yang ditoleransi dan diperbolehkan dibuang
ke lingkungan tidak melebihi 0,1 mg/L.Artinya setiap liter limbah cair yang
dibuang ke lingkungan maksimal mengandung 0,1 mg chromium hexavalent
terlarut. (Marzuki dkk., 2011;Venkateswara et. al., 2009; Idris, 2005; Satpathy,
dkk., 2997).
III.6.4. Netralisasi Air
Sebagian besar limbah cair dari industri mengandung bahan bahan yang
bersifat asam (Acidic) ataupun Basa (alkaline) yang perlu dinetralkan sebelum
dibuang kebadan air maupun sebelum limbah masuk pada proses pengolahan,

65
baik pengolahan secara biologic maupun secara kimiawi, proses netralisasi
tersebut bisa dilakukan sebelum atau sesudah proses equalisasi. (Shafira, 2015)
Netralisasi adalah penambahan Basa (alkali) pada limbah yang bersifat
asam (pH 7). Pemilihan bahan/reagen untuk proses netralisasi banyak ditentukan
oleh harga/biaya dan praktis-nya.
Bahan (reagen) yang biasa digunakan tersebut adalah :
Asam : - Sulfuric acid ( H2SO4 )
- Hydrochloric acid ( HCI )
- Carbon dioxide ( CCG2 )
- Sulfur dioxide
- Nitric acid

Basa : - Caustic soda (NaOH)


- Ammonia
- Soda Ash (Na2CO3)
- Limestone (CaCO3)

Pengaturan pH. Pada tahap awal penelitian pendahuluan dilakukan untuk


mengetahui pola perubahan pH akibat penambahan sejumlah tertentu basa atau
asam. Dengan diketahuinya pola perubahan tersebut, maka dapat diketahui jumlah
asam atau basa yang diperlukan untuk membuat larutan memiliki nilai pH
tertentu. Untuk meningkatkan pH ditambahkan natrium hidroksida (NaOH) 50%
(w/v) dan untuk menurunkan pH digunakan asam sulfat (H2SO4) 1N Presipitasi.
Presipitasi dilakukan dengan menambahkan NaOH untuk menyisihkan logam
berat terlarut. Dalam konteks ini diinginkan sebanyak mungkin terbentuk padatan
logam hidroksida sehingga dapat dipisahkan dari cairan secara fisik, misalnya
dengan sedimentasi. (Suprihatin dan Nastiti Siswi Indrasti, 2010)

Netralisasi dapat didefinisikan sebagai reaksi antara proton (atau ion


hidronium) dan ion hidroksida membentuk air. Konsep paling mendasar dan
praktis dalam kimia asam basa tidak diragukan lagi adalah netralisasi. Fakta
bahwa asam dan basa dapat saling meniadakan satu sama lain telah dikenal baik
sebagai sifat dasar asam basa sebelum perkembangan kimia modern.
Netralisasi dapat didefinisikan sebagai reaksi antara proton (atau ion
hidronium) dan ion hidroksida membentuk air.

66
H+ + OH- → H2O
H3O+ + OH- → 2H2O

Jumlah mol asam (proton) sama dengan jumlah mol basa (ion hidroksida).
menyatakan asam dan basa, n valensi, M konsentrasi molar asam atau basa, dan V
volume asam atau basa. Dengan bantuan persamaan di atas, mungkin untuk
menentukan konsentrasi basa (atau asam) yang konsentrasinya belum diketahui
dengan netralisasi larutan asam (atau basa) yang konsentrasinya telah diketahui.
Prosedur ini disebut dengan titrasi netralisasi. Reaksi netralisasi merupakan reaksi
penetralan asam oleh basa dan menghasilkan air. Hasil air merupakan produk dari
reaksi antara ion H+ pembawa sifat asam dengan ion hidroksida (OH-) pembawa
sifat basa,
Proses netralisasi bertujuan untuk melakukan perubahan derajat keasaman
(pH) air limbah. Proses ini dilakukan pada awal proses (pengkondisian) air limbah
sebelum dilakukan proses lanjutan atau pada akhir proses sebelum air limbah
dibuang kelingkungan dalam rangka memenuhi standar baku mutu air limbah
yaitu pH 6-9.
Beberapa air limbah memiliki derajat keasaman (pH) asam dan basa,
dalam proses netralisasi diharapkan pH air limbah menjadi netral atau berkisar 6-
9. Reaksi yang terjadi pada netralisasi ada yang bersifat eksotermis (The Enthalpy
Of Neutralization) seperti reaksi antara natrium hidroksida dengan asam clorida,
dan bersifat endotermis yaitu natrium karbonat dengan asam asetat.
Pada air limbah yang bersifat asam, dibutuhkan basa untuk netralisasi dan
sebaliknya. Pada netralisasi air limbah dapat pula terbentuk padatan sehingga
dibutuhkan proses pemisahan padatan.

Gambar III.3. Grafik Pola Perubahan pH Akibat Penambahan Basa


NaOH

67
III.6.5. Limbah Berbahaya dan Beracun (LB3)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 101 Tahun 2014 Bahan Berbahaya
dan Beracun yang disingkat B3 ialah zat,energi atau komponen yang karena sifat,
konsentrasi dan jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
merusak lingkungan hidup serta keberlangsungan hidup manusia dan mahluk
hidup lainnya.Sedangkan limbah B3 merupakan sisa dari suatu kegiatan/usaha
yang mengandung B3.
A.Sumber Limbah B3
Adapun jenis LB3 berdasarkan sumbernya yaitu :
 Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
Limbah B3 yang pada umumnya bukan berasal dari kegiatan atau proses
utamanya tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian,
pencegahan korosi, pengemasan, dan lain-lain.
 Limbah B3 dari B3 kadaluarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi
spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3.

 Limbah B3 dari sumber spesifik


Berasal dari proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat
ditentukan.
B.Kategori Limbah B3
Limbah B3 berdasarkan dampaknya terbagi atas kategori yaitu :

68
 Limbah B3 kategori I merupakan limbah B3 yang berdampak akut dan
langsung terhadap manusia dan dapat dipastikan berdampak negatif
terhadap lingkungan.
 Limbah B3 kategori II merupakan limbah B3 yang berdampak tidak
langsung atau memiliki efek tunda (delayed) dan berdampak tidak
langsung.
 Limbah non B3 teridentifikasi apabila tidak memenuhi salah satu
karakteristik limbah b3 yaitu mudah meledak,mudah terbakar, korosif,
infeksius, beracun, dan reaktif.

Tabel III.3. Parameter Karakteristik Limbah Berbahaya dan Beracun


No Uji Karakteristik Kriteria Penetapan Limbah Berbahaya dan Beracun

Limbah B3 mudah meledak adalah limbah yang pada


suhu dan tekanan standar 25℃ atau 760 mmHg dapat
1 Mudah Meledak meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika
(Explosive - E) dapat menghasilkan dengan suhu dan tekanan tinggi
yang dengan cepat merusak lingkungan sekitarnya.

69
Limbah B3 mudah menyala memiliki salah satu sifat
sebagai berikut :
a). Limbah berupa cairan yang mengandung alkohol
kurang dari 24% volume dan/atau pada titik nyala
tidak lebih dari 60℃ atau 140F akan menyala jika
terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber
nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg
.Pengujian sifat mudah menyala untuk limbah
bersifat cair dilakukan menggunakan seta closed
2 Mudah Menyala tester , pensky martens closed cup , atau metode
(Ignitiable - I) lain yang setara dan termutakhir.
b). Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada
temperatur dan tekanan standar yaitu 25℃ atau
760 mmHg mudah menyala melalui gesekan,
penyerapan uap air atau perubahan kimia secara
spontan dan jika menyala dapat menyebabkan nyala
terus menerus. Sifat ini dapat diketahui secara
langsung tanpa harus melalui pengujian di
laboratorium.
3 Reaktif Limbah B3 reaktif adalah Limbah yang memiliki
(Reactive – R) salah satu atau lebih sifat-sifat berikut:
a). Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil
dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan.
Limbah ini secara visual menunjukkan adanya
antara lain gelembung gas, asap, dan perubahan
warna.
b). Limbah yang jika bercampur dengan air
berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas,
uap, atau asap. Sifat ini dapat diketahui secara
langsung tanpa melalui pengujian di laboratorium.
c). Merupakan Limbah sianida, sulfida yang pada
kondisi pH antara 2 (dua) dan 12,5 (dua belas koma
lima) dapat menghasilkan gas, uap, atau asap

70
beracun. Sifat ini dapat diketahui melalui pengujian
Limbah yang dilakukan secara kualitatif.

Limbah B3 bersifat infeksius yaitu Limbah medis


padat yang terkontaminasi organisme patogen yang
tidak secara rutin ada di lingkungan, dan organisme
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup
untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Yang termasuk ke dalam Limbah infeksius antara
lain:
a). Limbah yang berasal dari perawatan pasien yang
memerlukan isolasi penyakit menular atau
perawatan intensif dan Limbah laboratorium;
b). Limbah yang berupa benda tajam seperti jarum
suntik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, dan
Infeksius
4 pecahan gelas;
( Infectious – X )
c). Limbah patologi yang merupakan Limbah
jaringan tubuh yang terbuang dari proses bedah atau
otopsi;
d). Limbah yang berasal dari pembiakan dan stok
bahan infeksius, organ binatang percobaan, bahan
lain yang telah diinokulasi, dan terinfeksi atau
kontak dengan bahan yang sangat infeksius; dan/atau
e). Limbah sitotoksik yaitu Limbah dari bahan yang
terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat
sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan membunuh atau
menghambat pertumbuhan sel hidup.

71
a). Limbah dengan pH sama atau kurang dari 2
untuk Limbah bersifat asam dan sama atau lebih
besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa. Sifat
korosif dari Limbah padat dilakukan dengan
mencampurkan Limbah dengan air sesuai dengan
metode yang berlaku dan jika limbah dengan pH
lebih kecil atau sama dengan 2 untuk Limbah
Korosif
5 bersifat asam dan pH lebih besar atau sama dengan
( Corrosive – C )
12,5 untuk yang bersifat basa; dan/atau;
b). Limbah yang menyebabkan tingkat iritasi yang
ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema dan
pembengkakan atau edema. Sifat ini dapat diketahui
dengan melakukan pengujian pada hewan uji mencit
dengan menggunakan metode yang berlaku.

Limbah B3 beracun adalah Limbah yang memiliki


karakteristik beracun berdasarkan uji ( toxic - T)
6 Beracun penentuan karakteristik beracun melalui TCLP, Uji
Toksikologi LD , dan uji sub-kronis.

1). Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3


karakteristik kategori 1 jika Limbah memiliki
konsentrasi beracun zat pencemar lebih besar dari
TCLP-A melalui TCLP sebagaimana tercantum dalam
a.penentuan Lampiran III yang merupakan bagian tidak
kateristik beracun terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
melalui TCLP 2). Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3
kategori 2 jika Limbah memiliki konsentrasi zat
pencemar sama atau lebih kecil dari TCLP-A dan
lebih besar dari TCLP-B sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
b.Uji toksiologi Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 LD 50
LD50 kategori 1 jika memiliki nilai sama dengan atau
lebih kecil dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 hari

72
dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 50
mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat
badan pada hewan uji mencit.
Limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2
jika memiliki nilai lebih besar dari Uji Toksikologi
LD50 oral 7 0 hari dengan nilai lebih kecil atau
sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per
kilogram) berat badan pada hewan uji mencit dan
lebih kecil atau sama dari Uji Toksikologi LD 50
oral 7 hari dengan nilai lebih kecil atau sama
dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per
kilogram) berat badan pada hewan uji mencit.
Sumber : Data Sekunder PP 101 tahun 2014

C. Upaya Pengelolaan Limbah B3


Adapun terkait pengelolaan, pada PP No.101 tahun 2014 tentang
“Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun”, pasal 1 dijelaskan
bahwa Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau
penimbunan.
1) Pengurangan
Pengurangan adalah kegiatan penghasil limbah untuk mengurangi
jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun dari limbahnya
sebelum dihasilkan dari suatu usaha dan/atau kegiatan. Pengurangan dapat
dilakukan dengan kegiatan substitusi bahan. Maksudnya adalah mengganti
bahan dalam suatu proses sehingga nantinya tidak akan ada limbah yang
diterima. Secara bertahap pula perlu memikirkan modifikasi proses. Atau
dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan. Pada pasal 11 ayat 2
dijelaskan bawah penghasil diminta untuk melaporkan kegiatan
pengurangan tersebut paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
2) Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan limbah yang dilakukan
oleh Penghasil dengan maksud menyimpan sementara limbah yang
dihasilkannya. Untuk penyimpanan, penghasil wajib memiliki izin Tempat

73
penyimpanan sementara limbah B3 (TPS LB3). Umumnya perizinan ini
dikeluarkan oleh Bupati atau Walikota. Biasanya tim dari instansi terkait
akan melakukan verifikasi terhadap kesesuaian bangunan tempat
penyimpanan sementara (TPS). Sebagai saran berdasarkan pengalaman
penulis, pastikan bahwa bangunan yang dibuat tersedia sejumlah peralatan
pemadam api ringan (APAR), Spill Kit, Eye Wash, sudut kemiringan lantai
serta oil trap. Hal tersebut disesuaikan kembali dengan jenis limbah yang
akan dimasukkan kedalam perizinan. Umumnya ini masukkan dari pihak
verifikator lapangan yang sering dijumpai terkait fasilitas penunjang di
bangunan TPS. Begitu pula lampu sebaiknya yang menggunakan cover.
Namun sebelum mengajukan izin TPS LB3 sebaiknya harus memiliki izin
lingkungan terlebih dahulu. Karena izin lingkungan menjadi syarat wajib
untuk mengajukan izin TPS LB3. Pastikan bahwa bangunan tersebut bebas
dari banjir atau rawan terkena bencana alam. Terkait fasilitas
penyimpanan, sebenarnya bukan hanya berupa bangunan, namun dalam
pasal 15 disebutkan bahwa fasilitas penyimpanan dapat berupa bangunan,
tangki dan/atau kontainer, silo, tempat tumpukan limbah, waste
impoundment atau bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi.
Proses berikutnya yang perlu diketahui adalah mengenai
pengemasan limbah B3. Dalam pengemas limbah B3 ini secara spesifik
dijelaskan bahwa pengemasan untuk limbah B3 dilakukan dengan
menggunakan kemasan yang terdiri dari:
 Terbuat dari bahan yang sesuai dengan jenis limbah B3
 Mampu menutup limbah B3 agar tetap berada dalam kemasan tersebut
 Memiliki penutup yang kuat untuk menghindari kemungkinan
terjadinya tumpahan saat dilakukan penyimpanan, pemindahan atau
pengangkutan
 Kondisinya baik, tidak bocor, tidak berkarat atau tidak rusak
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah kemasan tersebut
diwajibkan dilekati Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3 sesuai
dengan jenis limbahnya. Adapun syarat terkait limbah B3 yaitu terdapat
setidaknya informasi: Nama limbah, Identitas penghasil limbah, Tanggal
dihasilkannya limbah, Tanggal pengemasan limbah.
3).Pengumpulan

74
Pengumpulan adalah kegiatan mengumpulkan limbah dari
Penghasil sebelum diserahkan kepada Pemanfaat Limbah B3, Pengolah
Limbah B3, dan/atau Penimbun. Kegiatan pengumpul umumnya dilakukan
oleh internal perusahaan dari tempat sampah yang ada di area produksi
umumnya yang diberikan warna merah menuju TPS Limbah B3 yang
berizin di dalam pabrik. Dalam proses ini dicatat dalam log book atau
neraca limbah B3 besaran limbah-limbah yang masuk kedalam TPS
tersebut. Umumnya di TPS ini adalah dapat terlihat dengan jelas usia dari
Limbah yang dihasilkan karena ada pencatatan yang cukup baik.

Untuk itu, pihak organisasi harus memperhatikan lama waktu


penyimpanan yang dipersyarakatan seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel III.4 Waktu penyimpanan B3
Limbah B3 yang disimpan Lama penyimpanan
Limbah B3 yang dihasilkan 50 kg per hari atau 90 hari sejak limbah
lebih dihasilkan
Limbah B3 yang dihasilkan <50 kg per hari untuk 180 hari sejak
limbah B3 kategori 1 limbah dihasilkan
Limbah B3 yang dihasilkan <50 kg per hari untuk 365 hari sejak
limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik limbah dihasilkan
dan sumber spesifik umum
Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus 365 hari sejak
limbah dihasilkan
Sumber : Data Sekunder PP 101 Tahun 2014

4).Pengangkutan
Pengangkutan adalah kegiatan mengangkut limbah dari Penghasil
yang telah dikumpulkan sebelumnya di TPS atau dari Sumber menuju
Pemanfaat, Pengolah, dan/atau Penimbun. Ada bebebrapa hal yang perlu

75
diperhatikan terkait pengangkutan misalnya adalah izin transporter. Kita
harus memastikan apakah izin transporter tersebut telah sesuai dengan
jenis limbah yang diangkutnya serta masa berlaku dari perizinan tersebut.
5).Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah kegiatan penggunaan kembali, daur ulang,
dan/atau perolehan kembali yang bertujuan untuk mengubah Limbah B3
menjadi produk yang dapat digunakan sebagai substitusi bahan baku,
bahan penolong, dan/atau bahan bakar yang aman bagi kesehatan manusia
dan lingkungan hidup

6).Pengolahan
Pengolahan Limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau
menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun pada Limbah B3
7).Penimbunan
Penimbunan adalah kegiatan menempatkan Limbah B3 pada
fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan
manusia dan lingkungan hidup.
Lokasi Penimbunan Limbah B3 harus memenuhi persyaratan yang
meliputi:
 Bebas banjir;
 Permeabilitas tanah;
 Merupakan daerah yang secara geologis aman, stabil, tidak
rawan bencana, dan di luar kawasan lindung; dan
 Tidak merupakan daerah resapan air tanah, terutama yang
digunakan untuk air minum.

III.6.6. Teknik Pengambilan Sampel


Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian (sampel
sendiri secara harfiah berarti contoh). Hasil pengukuran atau karakteristik dari
sampel disebut "statistik" yaitu X untuk harga rata-rata hitung, S atau SD untuk
simpangan baku.

76
Alasan perlunya pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.
2. Lebih cepat dan lebih mudah.
3. Memberi informasi yang lebih banyak dan dalam.
4. Dapat ditangani lebih teliti.
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang
penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang
menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis
kualitatif, ukuran sampel bukanmenjadi nomor satu, karena yang dipentingkan
alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi,
maka sampelnya lebih bermanfaat. (Nasution, 2003)
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi
beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat
keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia.
(Singarimbun dan Effendy, 1989)
Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin
banyak sampel yangharus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci
maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin
mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakanperusahaan, peneliti juga
bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar
tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang
pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.Makin sedikit waktu, biaya, dan
tenaga yangdimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh.
(Nasution, 2003)
Secara umum, penentuan ukuran sampel dapat dikelompokkan dalam dua
macam pendekatan, yaitu: (1) pendekatan statistika, dan (2) pendekatan non
statistika. Pada pendekatan non statistika, subyektifitas peneliti dianggap
terlampau besar dalam menentukan ukuran sampel, sehingga terlihat ada
kecenderungan preferensi untuk lebih memilih pendekatan statistika.
Teknik pengambilan sampel tersebut dibagi atas 2 kelompok besar,yaitu :
1. Probability Sampling (Random Sample)
Pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Dengan

77
cara random, bias pemilihan dapat diperkecil, sekecil mungkin. Ini
merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan sampel yang representatif
(mewakili).
Keuntungan pengambilan sampel dengan probability sampling adalah
sebagai berikut:
- Derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan.
- Beda penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel, dapat
diperkirakan.
- Besar sampel yang akan diambil dapat dihitung secara statistik.
2. Non Probability Sample (Selected Sample)
Pemilihan sampel dengan cara ini tidak menghiraukan prinsip-
prinsip probability. Pemilihan sampel tidak secara random. Hasil yang
diharapkan hanya merupakan gambaran kasar tentang suatu keadaan. Cara
ini dipergunakan: Bila biaya sangat sedikit, hasilnya diminta segera, tidak
memerlukan ketepatan yang tinggi, karena hanya sekedar gambaran umum
saja, untuk studi kasus, untuk penelitian kualitatif, dan untuk
mengembangkan hipotesis untuk penelitian selanjutnya.
Cara-cara yang dikenal adalah sebagai berikut :
a. Sampel Dengan Maksud (Purposive Samping).
Pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan
penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada
dalam anggota sampel yang diambil. Kelebihan dari pengambilan menurut
tujuan ini adalah tujuan dari peneliti dapat terpenuhi. Sedangkan,
kekurangannya adalah belum tentu mewakili keseluruhan variasi yang ada.
b. Sampel Tanpa Sengaja (Accidental Sampling).
Sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan
lebih dahulu. Juga jumlah sampel yang dikehendaki tidak berdasarkan
pertimbangan yang dapat dipertanggung jawabkan, asal memenuhi
keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan sementara
saja. Kelebihan dari pengambilan sesaat ini adalah kepraktisan dalam
pemillihan anggota sampel. Sedangkan, kekurangannya adalah belum
tentu responden memiliki karakteristik yang dicari oleh peneliti.
c. Sampel Berjatah (Quota Sampling).
Pengambilan sampel hanya berdasarkan pertimbangan peneliti
saja, hanya disini besar dan kriteria sampel telah ditentukan lebih dahulu.
Misalnya sampel yang akan diambil berjumlah 100 orang dengan
perincian 50 laki-laki dan 50 perempuan yang berumur 15-40 tahun. Cara

78
ini dipergunakan kalau peneliti mengenal betul daerah dan situasi daerah
dimana penelitian akan dilakukan. Kelebihan dari pengambilan menurut
jumlah ini adalah praktis karena jumlah sudah ditentukan dari awal.
Sedangkan kekurangannya adalah bias, belum tentu mewakili seluruh
anggota populasi.
d. Pengambilan beruntun (Snow-ball sampling)
Merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan
sistem jaringan responden. Mulai dari mewawancarai satu responden.
Kemudian, responden tersebut akan menunjukkan responden lain dan
responden lain tersebut akan menunjukkan responden berikutnya. Hal ini
dilakukan secara terus-menerus sampai dengan terpenuhinya jumlah
anggota sampel yang dibutuhkan oleh peneliti. Kelebihan dari
pengambilan beruntun ini adalah bisa mendapatkan responden yang
kredibel di bidangnya. Sedangkan,kekurangannya adalah memakan waktu
yang cukup lama dan belum tentu mewakili keseluruhan variasi yang ada.

Perbedaan antara Probabilitas (Random) Sampling Dan Non-


Probabilitas (Non-Random) Sampling dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel III.5 Perbedaan Random Sampling dan Non Random Sampling

Non Probabilitas (Non-Random)


Probabilitas (Random) Sampling
Sampling

Memungkinkan penggunaan Penelitian eksplorasi, menghasilkan


statistik, tes terhadap hipotesis hipotesis

Dapat memperkirakan parameter- Penduduk parameter tidak menarik


parameter populasi

Menghilangkan bias Kecukupan sampel tidak dapat


diketahui

79
Harus memiliki pilihan acak unit Lebih murah, lebih mudah, lebih
cepat untuk melakukan

Sumber : Data Sekunder

III.6.7. Perhitungan Efiensi Kolam Pengendapan


Kolam pengendapan (sediment pond) adalah tempat untuk menangkap
run-off dan menahan air ketika tanah dan kotoran lain dalam air mengendap
menjadi sedimen. Kebanyakan kolam pengendapan diperlukan karena air keluaran
yang mengandung banyak Total Suspended Solid (TSS) atau residu tersuspensi
yang melampaui baku mutu kualitas keluaran air. Tujuan Pembuatan kolam
pengendapan di suatu lokasi tambang yaitu memastikan bahwa limbah cair yang
keluar ke badan air akibat dari proses penambangan akan memenuhi baku mutu
yang disyaratkan oleh pemerintah. Diharapkan air yang keluar dari daerah
penambangan sudah bersih dari partikel padatan sehingga tidak menimbulkan
kekeruhan pada sungai atau laut sebagai tempat pembuangan akhir. Selain itu juga
tidak menimbulkan pendangkalan sungai akibat dari partikel padatan yang
terbawa bersama air. Di kolam pengendapan tersebut bisa dilakukan treatment
berupa pengapuran, pemberian alum, aerasi, dan perlakuan-perlakuan lainnya
sesuai dengan kondisi kandungan limbahnya. (Hartono, 2013)
Adapun gambaran zona-zona pada kolam pengendapan dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Gambar III.4 Zona Kolam Pengendapan

1.Zona masukan
Tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam pengendapan.
2.Zona pengendapan

80
Tempat partikel akan mengendap, material padatan di sini akan mengalami
proses pengendapan di sepanjang saluran masing-masing ceck dam.
3.Zona endapan lumpur
Tempat di mana partikel padatan dalam cairan mengalami sedimentasi dan
terkumpul pada bagian bawah saluran pengendapan.
4.Zona Keluaran
Tempat keluarnya buangan cairan yang relatif bersih, zona ini terletak pada
akhir saluran.

Efisiensi kolam pengendapan dapat dihitung dengan rumus (Metcalf &


Eddy, 1991) :

Dimana :

E = Efisiensi Kolam ( % )
Co = Konsentrasi Influen ( mg/l )
C = Konsentrasi Efluen ( mg/l )

81
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK

IV.1. Pengelolaan Kualitas Air Buangan


Limbah (waste) adalah limbah yang dapat berwujud cair, gas, maupun
padatan yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk jenis kegiatannya.
Kandungan di dalam limbah cair tidak selalu berupa zat cair. Limbah cair dapat
juga mengandung gas dan padatan, namun biasanya dalam proporsi yang jauh
lebih kecil daripada zat cair.
PTVI melakukan pengolahan pada semua jenis limbah yang akan masuk
ke lingkungan sehingga kondisi lingkungan yang terpengaruh masih berada pada
baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. PTVI secara berkesinambungan
berupaya meminimalkan penurunan kualitas (degradasi) lingkungan, melalui
pelaksanaan praktek-praktek pengelolaan lingkungan yang didasarkan pada
standar ISO 140001 dan terangkum dalam Vale Environmental Management
System (EMS).
Dari beberapa permasalahan terkait pengolahan limbah cair yang berada
pada PTVI, pembahasan penelitian ini berfokus pada limbah cair limpasan dari
penampungan batu bara dan sulfur yang terletak di Pelabuhan Balantang,
Pengelolaan Limbah B3, dan pengukuran untuk mengetahui tingkat efisiensi
kolam pengendapan di wilayah MEM Petea serta Rante.
Pada operasi kegiatannya, PTVI telah menujukkan komitmennya untuk
menangani berbagai bahan buangan atau limbah cair yang dihasilkannya. Air
asam merupakan salah satu produk samping hasil dari penimbunan batu bara dan

82
sulfur di stock pile, air asam ini berasal dari guyuran hujan yang membasahi batu
bara sehingga membilas partikel dan logam berat seperti Fe dan Mn serta sulfur
yang pada akhirnya tersuspensi dalam limpasan yang menyebar di sekitar
penampungan batu bara dan sulfur.
Beberapa sumber penghasil limbah cair yang dikelola PTVI serta dan
teknologi yang diterapkan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel IV.1 Sumber dan Teknologi Pengololaan Kualitas Air PTVI

No. Area Sumber Teknologi

Enggano
Coal and  Penyimpanan Batu Bara
1.  Water Neutralization Plant
Sulfur dan Sulfur
Strorage

Balantang  Penyimpanan sulfur dan


2.  Water Neutralization Plant
Port batu bara
 System aerasi dan Rotating
Biological Contactor
(D.Lagoon).
 Pemukiman khusus  Aerasi dan kolam
karyawan pengendapan (F.Lagoon)
3. Domestik  Masyarakat umum  STP (Sewage Treatment
 IPAL domestik yang Plant)
berada di rumah sakit  WWTP (Waste Water
Treatment Plant). Aerasi
dan SBR (Sequencing
Batch Reactor).
 Oil Trap
4. Plant Site  Pabrik  Watulabu (Nikel Soluble
Treatment)
 Pond Treatment
 Penambangan bijih
5. Mining (pengendapan)
Nikel  Cromium Hexavalen
 Pengolahan bijih nikel
Treatment
6. Hospital  Pencucian pakaian  WWTP (Waste Water
 Toilet Treatment Plant).

83
Sumber : Data Sekunder PTVI

Air limpasan tersebut memiliki pH yang sangat rendah sehingga dapat


berpotensi merubah kualitas lingkungan perairan. Menyadari dampak negatif air
limpasan asam kuat yang berasal dari penampungan batu bara dan sulfur di
pelabuhan balantang tersebut, PTVI telah membuat instalasi pengolahan air
limpasan tersebut dengan beberapa unit tertentu yang berguna untuk menetralkan
kandungan dalam air limpasan seperti pH, TSS serta logam Fe dan Mn sesuai
baku mutu yang ditetapkan pemerintah untuk selanjutnya dibuang ke badan air.

84
IV.2. Pengelolaan Air Limpasan Penampungan Batu bara, Sulfur, Pelabuhan
Balantang.
Pada pelabuhan balantang milik PTVI terdapat tempat penampungan
batubara dan sulfur yang berkapasitas 60000 Ton, Sulfur didatangkan langsung
dari Canberra, Kanada. Coal Stockpile atau penampungan batu bara tidak
memiliki atap atau media pelindung dari air hujan begitupun dengan sulphur
stockpile atau penampungan sulfur. Hal tersebut menyebabkan adanya kontak
langsung antara air hujan dengan batu bara dan sulfur, sehingga air hujan tersebut
dapat membilas sekaligus mengikat berbagai padatan, sulfida serta logam berat
berupa Fe dan Mn sebagai bagian dari kandungan batu bara dan sulfur.
Terbilas dan terendamnya pecahan batu bara dan sulfur oleh air hujan
mengakibat timbulnya limpasan air yang tergolong sebagai air asam kuat disekitar
coal stockpile dan sulphur stockpile. Air limpasan tersebut memiliki kadar pH
yang sangat rendah antara 1 sampai 4 skala saja, hal tersebut disebabkan karena
tersuspensinya berbagai logam berat dan sulfur didalamnya.
Untuk mengendalikan aliran air limpasan maka dilakukan pembuatan
lapisan dasar stockpile yang kedap air dan memiliki dinding pengaman (khusus
sulphur stockpile) serta mempunyai kemiringan tertentu yang mengarah ke
saluran inlet menuju unit pengolahan yang selanjutnya akan mengalami proses
pengendapan netralisasi tingkat keasamannya.

Gambar IV.1 Coal Stockpile

85
Gambar IV.2 Sulfur Stockpile

IV.2.1. Proses Pengaliran Limpasan


Aliran air limpasan dari penampungan sulfur mengarah langsung ke CP1
secara gravitasi disebabkan karena outlet penampungan terhubung langsung
dengan inlet unit netralisasi yang memiliki level ketinggian dibawah
penampungan tersebut tanpa perantara saluran apapun, sedangkan aliran air
limpasan dari penampungan batu bara dialirkan menggunakan pipa dengan
bantuan pompa mengarah langsung menuju CP3 yang merupakan unit
sedimentasi.

Sulphur Stockpile Coal Stockpile

Screener
Screneer Pemisah
Pemisah Lumpur
Lumpur

CP 1 CP1 CP CP3
3

Gambar IV.3. Diagram alir pengaliran air limpasan

86
IV.2.2. Proses Pengolahan Netralisasi Air Limpasan
Fasilitas Waste water Treatment Balantang ini didesain khusus untuk
mengolah limbah cair hasil limpasan di penampungan batu bara dan sulfur yang
mengandung senyawa yang bersifat asam kuat seperti sulfat dan H2S serta
berbagai logam berat diantaranya Besi (Fe2+) dan mangan (Mn2+). Instalasi
pengolahan ini bertujuan untuk menetralkan air asam agar parameter pencemar
tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu pada Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu
Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara dan
Peraturan Gubernur Sul-Sel No 69 Tahun 2010 tentang Baku Mutu dan kriteria
kerusakan lingkungan bagian Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau
Kegiatan Pertambangan Batu Bara dalam mengendalikan keluaran limbahnya
dilakukan dengan system IPAL yang terpadu dan sesuai dengan karakteristik
limbah cair serta effluent yang dinginkan.
a).Deskripsi pengolahan
Alat dan bahan yang digunakan pada pengolahan air limbah
limpasan batu bara dan sulfur ialah kolam bak penampungan limbah, alat
ukur kecepatan aliran, tangki bak pencampur NaOH dengan air, pompa,
Daily Tank dan bubuk NaOH Adapun kegunaan dari masing-masing alat
dan bahan yang ada di IPAL Balantang, yaitu :
 Alat :
1. Mixing Tank, Alat ini berfungsi untuk mencampurkan caustic soda
(NaOH) dengan air untuk penginjeksian.
2. Transfer Pump khusus untuk mentransfer hasil larutan bahan kimia
NaOH
3. Daily tank (Capasity 7.000 liter), Daily tank ini disiapkan untuk
menyimpan stock caustik yang sudah di mixing.
4. Circulation pump, Pompa berfungsi untuk mensirkulasi air limbah
supaya tercampur dengan larutan.
5. Control Station, kotak berisi kenop untuk mengaktifkan pompa atau
merubah operasi dari otomatis ke manual.
6. pH Meter untuk mengukur tingkat keasaman influent dan effluent.
 Bahan :
1. NaOH atau Caustic Soda yaitu bahan kimia yang digunakan untuk
menaikkan nilai pH.
2. Air bersih untuk mengencerkan caustic soda.

87
Usaha yang dilakukan oleh PTVI dalam mengurangi dampak lingkungan
yang dihasilkan dari proses penimbungan batu bara dan sulfur adalah dengan
membangun instalasi pengolahan limbah cair sebelum di buang ke badan air.
Instalasi pengolahan limbah cair ini terdiri dari kolam CP1, kolam pengamatan
CP2, kolam sedimentasi CP3, dan kolam netralisasi akhir sekaligus titik penaatan
CP4.
Adapun penjelasan dari masing-masing unit dapat dilihat pada tabel
berikut :

Tabel IV.2. Instalasi Pengolahan Limbah Cair Pelabuhan Balantang

No Unit Pengolahan Uraian Pengolahan

1. CP1 Kolam air limpasan dari sulfur stockpile yang terdiri


dari dua kompartemen yang berbeda tingkat elevasi,
dimana kompartemen pertama berfungsi sebagai unit
sedimentasi butiran sulfur dan kompartemen kedua
yang memiliki elevasi lebih rendah berfungsi sebagai
unit penetralan limbah cair dengan penginjeksian
larutan NaOH menggunakan pipa silkulator.

2. CP2 Tempat pengamatan hasil limbah cair pengolahan CP1


yang juga berfungsi sebagai kolam equalisasi untuk
menseragamkan aliran menuju saluran ke unit
pengolahan CP4.

3. CP3 Unit sedimentasi padatan yang terkandung dalam air


limpasan yang berasal dari penampungan batu bara, unit
ini terdiri dari dua kompartemen dimana kompatemen
pertama memiliki penyaring yang berfingsi
menyisihkan padatan berukuran besar pada air limbah,
sedangkan kompartemen 2 mengendapkan padatan yang
lebih kecil.

88
4. CP4 Unit penetralan akhir dimana ditampungnya semua air
limbah yang berasal dari CP1, CP2 dan CP3 yang
selanjutnya kembali diinjeksikan dengan NaOH. CP4
merupakan titik penaatan akhir sebelum air limbah
dibuang ke badan air.

Sumber : Data Sekunder PTVI

Unit Pengolahan diatas ditunjang oleh unit penginjeksi NaOH yang


merupakan perangkat pengencer dan penginjeksi NaOH serta berfungsi sebagai
sirkulator yang terdiri dari beberapa pompa, tangki pencampur dan tangki
penyimpanan larutan NaOH.
b).Proses Mixing caustic soda
Pengolahan limbah cair hasil limpasan di penampungan batu bara
dan sulfur PTVI, menggunakan sistem injeksi dengan menambahkan
serbuk NaOH 99% sebanyak 100 kg ke dalam tangki 1000 L yang
kemudian di simpan dalam tangki storange untuk disimpan apabila terjadi
over flow. Adapun prosedur pengisian larutan NaOH di fasilitas
pengolahan air limpasan:
1). Pengecekan system control pada kontrol & power panel yaitu
dengan cara memeriksa kondisi panel control system masih
baik dan siap untuk dioperasikan, kemudian ON kan power
supply control panel. Pastikan zelic login sudah on, status run
pada display, dan pastikan setiap breaker pada posisi on.
2). Menjalankan Agitator, pertama yang harus dilakukan yaitu buka
katup inlet 1 untuk mengisi air kedalam tangki sampai volume
800 L kemudian siapkan caustic flakes sebanyak 100 kg (4
bungkus). Masukkan caustic flakes secara perlahan-lahan agar
tidak terpercik air dari dalam tangki. Setelah itu pastikan air
mencapai 1000 L dan jalankan Agitator selama 25-30 menit
dengan memposisikan control ke ON selanjutnya tekan start
pada control station. Selanjutnya buka autlet untuk sirkulasi air
pendingin selama proses pencampuran larutan. Agitator ini
dijalankan secara manual.

89
3). Mentransfer larutan caustic dari Mixing Tank ke Daily Tank,
Sebelum menjalankan proses ini, hal – hal yang perlu
diperhatikan ialah sebagai berikut :
• Memastikan power ke pompa transfer sudah siap
• Memastikan level larutan caustik tetap pada level diatas
low
Adapun langkah pentransferan larutan adalah :
- Menjalankan Transfer Pump yaitu pertama buka katup
outlet mixing tank, setelah itu buka juga katup discarging
pada transfer pump dan katup inlet pada daily tank
kemudian putar kenop pada control station keposisi ON
selanjutnya tekan tombol start. Transfer dilakukan hanya
ketika suhu ditangki sudah mencapai 35 ºC, atau dinginkan
sekitar 1 jam lalu dipompa. Transfer pump ini hanya bisa
dijalankan secara manual, matikan pompa jika ada suara
tidak normal.
- Menjalankan Agitator pada Daily Tank yaitu dengan cara
putar kenop ke posisi ON pada control station kemudian
tekan tombol start. Setelah itu matikan agitator dengan
menekan tombol stop dan putar kenop keposisi OFF.
c).Prosedur Injeksi Larutan NaOH
Injeksi Larutan NaOH dilakukan secara berkala tergantung jumlah
dan kondisi pH influent yang masuk pada CP 1 dan CP4 dalam kondisi
normal (flow rata-rata) biasanya dilakukan 1-2 kali proses pencampuran
dan pada influent yang cukup besar terkadang dilakukan sampai 3 kali
pencampuran.
Pada penginjeksian caustic soda di balantang, PTVI menggunakan
pompa yang mengalirkan larutan NaOH ke dalam pipa pencampur,
Adapun tahap penginjeksian yaitu :
1) Larutan NaOH dialirkan menggunakan pipa penginjeksi dari
tanki penampung ke mixing pipe yang memiliki 3 kompartemen
pengaduk campuran larutan.
2) Disaat yang bersamaan air dari kolam netralisasi juga dihisap
dan dialirkan dengan bantuan pompa memasuki mixing pipe.

90
3) Air hasil pencampuran kemudian dialirkan kembali ke depan
inlet dan sebelum outlet kolam penetralan (Final pond CP4)
4) Penghisapan dan pengaliran air terus dilakukan dalam rentang
waktu 1-3 jam sehingga membentuk suatu pola sirkulasi aliran,
hal ini dilakukan agar nilai pH dalam kolam seragam antara 6-9.
5) Setelah nilai pH dalam kolam CP4 seragam nilainya ±8 maka
sudah dinyatakan dapat dialirkan ke outlet pembuangan.

Gambar IV.4. Proses Injeksi Larutan NaOH

Adapun gambaran seluruh proses pengolahan air limpasan Stockpile


Sulfur dan Batubara dapat dilihat melalui gambar berikut :
Sulfur Stockpile Coal Stockpile

CP1 Kompartemen 1 Kompartemen 1


91
Unit Pengendapan Penyaring Lumpur
Injektorr
CP3
NaOH
Kompartemen 2 Kompartemen 2
Unit Netralisasi Unit Pengendapan

CP2 Pompa

CP4 Injektorr
Unit Netralisasi NaOH

Outlet

Gambar IV.5. Pengolahan Limbah Cair Limpasan Batubara dan Sulfur

IV.3. Pengelolaan Limbah B3 PTVI

92

Anda mungkin juga menyukai