Anda di halaman 1dari 154

Puslitbang tekMIRA Bandung

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, bukan hanya
teknologi yang semakin canggih namun manusia yang hidup
harus semakin cerdas dan berkualitas. Karena teknologi tidak
akan maju dan bertambah canggih dengan sendirinya, akan
tetapi hal itu salah satunya disebabkan oleh ciri khas manusia
yang tak pernah puas. Tidak puas bukan berarti tidak mensyukuri
apa yang telah di karuniakan Allah SWT sehingga menghalalkan
segala cara untuk meraih hasrat dalam diri, akan tetapi
mengaplikasikan sifat tak pernah puas ini tidak selalu cenderung
hal yang negatif, tapi dapat pula di aplikasikan ke hal-hal yang
positif seperti mengasah ilmu dan terus bereksperimen hingga
pada
akhirnya
menemukan
sesuatu
yang
baru
dan
mengembangkannya menjadi lebih canggih.
Tentu manusia yang cerdas dan berkualitas tak akan
terbentuk dengan sendirinya. Dibutuhkan perjuangan dan kerja
keras serta sikap pantang menyerah untuk membentuk itu
semua. Namun selain perjuangan dan kerja keras, tetaplah harus
ada lembaga khusus sebagai sarana prasarana pendidikan
seperti sekolah atau perguruan tinggi agar pembelajaran yang
dilakukan lebih mudah dan efisien. Selain itu sekaligus sebagai
landasan pembentukan karakter yang baik agar saat tiba
saatnya siswa atau mahasiswa yang sudah waktunya untuk
mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya ke masyarakat luas, tidak
akan memanfaatkan ilmunya untuk meraih keuntungan individu
semata.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh yayasan SMK
Chemica Bandung adalah mendirikan sebuah sekolah kejuruan
dengan bidang keahlian Analisis Kimia progam 4 tahun. Dengan
3 tahun pertama di latih untuk menimba ilmu dan pembentukan
karakter yang baik di bawah pengawasan guru, dan pada tahun
ke 4 siswa di lepas untuk Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
1

Puslitbang tekMIRA Bandung

berbagai industri yang membutuhkan tenaga Analis Kimia. Upaya


ini dilakukan sebagai bekal agar siswa bisa mempraktekan
segala hal yang telah di pelajarinya di sekolah dan melatih
mentalnya agar terbiasa di dunia luar yang sebenarnya, yang
nantinya
di
harapkan
setelah
siswa
menyelesaikan
pendidikannya siswa dapat menjadi tenaga kerja yang
berpotensi, siap pakai dan membentuk karakter pantang
menyerah dan bertanggung jawab.

1.2 Dasar Penyelenggaraan Praktek Kerja Lapangan


Guna merelisasikan tujuan Praktek Kerja Lapangan
dilaksanakan dengan menggunakan dasar sebagai berikut :
1. Memberikan landasan kemampuan akademik siswa melalui
pemahaman teori dan kerja praktek di Labolatorium.
2. Memberi bekal kemampuan profesional melalui praktek
kerja lapangan.
3. Melatih siswa untuk mengembangkan kemampuannya baik
teori maupun praktek kerja.
4. Memantapkan kemampuan praktek dan olah data secara
ilmiah
5. Melatih ketahanan mental siswa agar siswa bisa menyiapkan
diri untuk beradaptasi dengan berbagai karakter yang akan
ditemuinya di lapangan kerja yang sebenarnya.

1.3 Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Lapangan :


1. Mempelajari dan memahami prinsip kerja yang di lakukan di
Labolatorium baik secara konvensional maupun instrumen.
2. Dapat mempelajari berbagai macam peralatan praktek yang
mungkin tidak bisa di jangkau di sekolah.
3. Memahami pengoprasian dan perawatan peralatan kerja
praktek.
4. Dapat menyempurnakan hasil praktek dan peralatan praktek
yang telah ada.
5. Menjadikan siswa tenaga kerja yang siap pakai.

1.4 Ruang Lingkup

Puslitbang tekMIRA Bandung

Pelaksanaan praktek kerja yang dilakukan di labolatorium


mineral basah Puslitbang tekMIRA mewakili kemampuan uji
analisis batuan bahan galian tambang dengan berbagai macam
metode. Analisis yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan
suatu nilai kandungan yang akurat yang dibutuhkan perusahaan
sebagai data kongkrit pelakasanaan penambangan selanjutnya.
Bahan paktek yang dianalisis mencakup batuan dan
mineral yang di nilai memiliki nilai penting antara lain ; batuan
fosfat, zeolit, dolomit, andesit, pasir kuarsa, pasir besi, pirit,
bauksit, batubara, dan beberapa unsur kimia dari batuan
tersebut.

Puslitbang tekMIRA Bandung

BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1
Sejarah
Berdirinya
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
(Puslitbang tekMIRA)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan
Batubara yang sering kali di singkat menjadi Puslitbang tekMIRA
terlahir dari penggabungan Balai Penelitian Tambang dan
Pengolahan Bahan Galian dengan Akademi Geologi dan
Pertambangan pada tanggal 11 november 1976. Sebelum dikenal
dengan sebutan Puslitbang tekMIRA, Institusi ini bernama Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral (P3TM) sebagai
perubahan dari nama Pusat Penelitian Teknologi Mineral (PPTM)
yang pada saat itu berada di bawah Direktorat Jenderal
Pertambangan Umum (DJPU), dan Depatement Pertambangan
dan Energi (DPE). Cukup banyak karya nyata yang telah
dihasilkan untuk kepentingan pengembangan usaha di subsektor
mineral dan batubara, serta tidak sedikit kontribusi yang
diberikan untuk mendukung kebijakan DJPU maupun DPE.
Pada tahun 2000, terjadi perubahan tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara, menyusul era reformasi yang diikuti
oleh demokratisasi di berbagai bidang dan pemberlakuan
Undang-undang nomor 22 tahun 1999 mengenai pemerintah
daerah. Melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 dan
Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000, Departemen
Pertambangan dan Energi secara resmi berganti nama menjadi
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM). Atas
dasar Keppres tersebut, selanjutnya dikeluarkan Keputusan

Puslitbang tekMIRA Bandung

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 150 Tahun 2000
dan Nomor 1915 Tahun 2000, yang keduanya mengatur
mengenai organisasi di lingkungan DESDM. Rekstrukturisasi terus
berlanjut, antara lain menghasilkan reaktualisasi visi dan misi
DESDM, pembentukan Badan Litbang ESDM berikut visi dan
misinya, serta pergantian nama P3TM menjadi Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang
tekMIRA) yang kini berada di bawah badan Litbang ESDM. Nama
tekMIRA diharapkan dapat menjadi identitas atau ikon lembaga
yang profesional dalam melakukan litbang dan pelayanan jasa
teknologi mineral dan batu bara.

2.2 Kedudukan Puslitbang tekMIRA


Puslitbang tekMIRA adalah instansi di bawah Badan Litbang
ESDM di bidang penelitian dan pengembangan teknologi
penambangan,
teknologi
pengolahan
mineral,
teknologi
pemanfaatan batubara, rancang bangun dan rekayasa
pertambangan, serta pelayanan jasa teknologi pertambangan
dan pemanfaatan batubara yang bertanggung jawab langsung
kepada Badan Litbang ESDM.

2.3 Tugas Pokok Puslitbang tekMIRA


Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan
Batubara (Puslitbang tekMIRA) mempunyai tugas untuk
melakukan penelitian, pengkajian, pemanfaatan dan pelayanan
jasa kajian di bidang penglolaan, komoditi dan pengusahaan
mineral dan batubara.

2.4 Fungsi Puslitbang tekMIRA


Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu
bara mempunyai fungsi dan peranan :
1. Menguji fisika dan kimia mineral, penelitian dan
pengembangan pengolahan mineral industri, mineral logam,

Puslitbang tekMIRA Bandung

2.

3.

4.

5.

teknologi bahan serta melakukan pelayanan teknologi


pengolahan maupun ekstraksi mineral
Meneliti dan mengembangkan teknologi tambang terbuka,
tambang tertutup, geomekanika tambang, keselamatan
kerja fan reklamasi tambang, serta melakukan jasa teknologi
pertambangan
Pengujian kimia fisika batubara dan mineral serta penelitian
dan pengembangan teknologi, pengolahan konservasi dan
pembakaran batubara.
Meneliti dan mengembangkan rancang bangun dan simulasi
kendali poses dan rekayasa mineral, teknologi lingkungan
serta rekaman teknologi pertambangan.
Pengumpulan informasi dan pengolahan data kemineralan
pertambangan, penelitian dan pengembangan ekonomi
mineral, melaksanakan studi kelayakkan dan pemasaran
mineral, serta mendokumentasikan dan menyebarluaskan
informasi kemineralan pertambangan.

2.5 Struktur Organisasi Puslitbang tekMIRA


Pusat penelitian dan Pengembanga Teknologi Mineral dan
Batubara terdiri dari :
1. Bagian Tata Usaha
2. Bidang
Penelitian
dan
Pengembangan
Teknologi
Pertambangan
3. Bidang Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral
4. Bidang Penelitian dan Pengembangan Teknologi Batubara
5. Bidang Penelitian dan Pengembangan Teknologi Rancang
bangun dan Rekayasa Pertambangan
6. Bidang Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ekonomi
dan informasi Mineral
7. Kelompok tenaga fungsional :
a. Kelompok Geo Teknologi Tambang
b. Kelompok Teknologi Penambangan
c. Kelompok Lingkungan Penambangan
d. Kelompok Teknologi Pengolahan Mineral
e. Kelompok Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan
Batubara
f. Kelompok tekno-Ekonomi Mineral dan Batubara
g. Kelompok Teknologi Informasi Pertambangan

Puslitbang tekMIRA Bandung

2.6 Penelitian Di Labolatorium Kimia Mineral


Penelitian yang diselenggarakan meliputi analisa terhadap
kandungan dengan melakukan analisa kualitatif yang ada pada
sampel serta menghitung bobot jumlahnya dengan analisa
kuantitatif baik dilakukan secara konvensional maupun
instrumental untuk mengetahui jumlah bobot kandungannya
dengan akurat.

2.7 Jasa yang Diberikan Puslitbang tekMIRA kepada


masyarakat
Jasa yang diberikan tekMIRA kepada masyarakat antara
lain sebagai berikut :
1. Jasa pengujian komposisi mineral
2. Jasa pengujian kimia mineral
3. Jasa pengujian X-RAY
4. Jasa pengujian mineralogi
5. Jasa pengujian fisika mineral
6. Jasa pengujian ekstraktif metarulurgi
7. Jasa pengujian kimia dan fisika batubara
8. Jasa pengujian analisis proksimat
9. Jasa pengujian analisis ultimat
10. Jasa pengujian analisis bentuk belerang
11. Jasa pengujian lainnya
12. Jasa analisis gas dan cairan batubara
13. Jasa pengujian mekanika batuan
14. Jasa pengujian geoteknologi tambang
15. Jasa analisis dan desain geoteknologi tambang
16. Jasa penyelidikan atau survei geoteknologi tambang
17. Jasa pengujian mekanika tanah
18. Jasa teknologi informasi pertambangan
19. Bimbingangan teknis

2.8 Fasilitas dan Sarana Penelitian

Puslitbang tekMIRA Bandung

Sarana prasarana untuk menunjang seluruh kegiatan


penelitian di lingkungan Puslitbang tekMIRA dalam mencapai
sasaran dan tujuan mencakup fasilitas teknologi sarana
operasional lapangan, perpustakaan dan fasilitas komputer.
1. Fasilitas Labolatorium Teknologi
Tabel 2.1 Fasilitas labolatorium yang tersedia di Puslitbang
tekMIRA dengan kemampuan ujinya.

N
o
1.

Labolatorium

Kemampuan Uji

Mineralogi
2.

Kimia Fisika

3.
Pengolahan
Mineral
4.
Metalurgi
Ekstraksi
5.

6.

Kimia
Lingkungan
Rancang Bangun
dan Rekayasa

Identifikasi Mineral (optik XRD,


SEM)
Mikroskop bijih (liberasi, karakter
bijih, analisa kuantitatif
Analisis unsur dan senyawa kimia
dari bijih
Analisa air dan tanah serta gas
untuk
masalah
lingkungan
pertambangan
Uji sifat fisik mineral dalam
kaitannya
dengan
proses
pengolahan
Uji konsentrasi gravimetri
Uji konsentrasi flotasi
Uji konsentrasi magnetik
uji
konsentrasi
kontinue
elektrostatik
Uji ekstraksi secara piro
Uji ekstraksi secara hidro
Uji ekstraksi secara elektro
Uji ekstraksi secara bio
Analisa air, tanah, dan udara
Desain proses dan peralatan untuk
pengolahan limbah
Rancang bangun peralatan dan
pabrik pengolahan atau ekstaksi
mineral

Puslitbang tekMIRA Bandung

7.
Batubara
8.

Pilot Plan
Pengolahan
Mineral dan
Metalurgi

9.

Simulasi
Pengolahan

1
0.
1
1.

1
2.

Tambang
Retrivasi
Database
Internasional
Pengembangan
sistem-sistem
Informasi geologi

Rekayasa Peralatan
Analisa proksimat dan ultimat
batubara
Pengkajian pemanfaatn batubara
Pengkajian teknoligi batubara
Uji pembuatan pelet
Uji peleburab besi atau nonbesi

Membuat
suatu
proses
pengolahan
mineral
dengan
bantuan komputer
Memperkirakan proses yang akan
terjadi
Membantu perancangan peralatan
Uji fisik mekanis tanah dan batuan
Uji desain tambang dan simulasi
Retrivasi informasi yang tersedia
dalam kumpulan yang dikelolah
dialouge (Amerika Serikat) dan
Questel (prancis)
Fasilitas untuk pengembangan dan
pemanfaatan
sistem-sistem
informasi geografis.

2. Sarana Operasi Lapangan


Untuk mendukung kegiatan operasi apangan Puslitbang
tekMIRA memiliki sarana sebagai berikut :
a. Peralatan pemboran
b. Perangkar ERDAS (Earth Resources Data Analysis System)
c. Peralatan pemboran untuk peledakan
d. Peralatan pemindahan tanah (buldozer)
3. Perpustakaan
Dengan aset yang telah ada, Puslitbang tekMIRA telah
mampu melaksanakan :
a. Dokumentasi ilmu dan teknologi mineral dan ilmu-ilmu
yang terkait

Puslitbang tekMIRA Bandung

b. Information Retrival ataupun penelusuran literatur bafi


peneliti, pengkaji, dsb.
c. Current awareness, mengomunikasikan topik-topik terbaru
dari berbagai majalah dan procedding pada lembaga atau
instansi dan pihak-pihak yang berkepentingan
d. Referal service, melaksanakan komunikasi antara pencari
dan sumber informasi
e. Menerbitkan kamus istilah pertambangan
f. Pendokumentasian laporan berupa microfilm
4. Publikasi
Tujuan publikasi adalah berbagi dan menyebarluaskan
hasil-hasil kegiatan yang dilakukan oleh Puslitbang tekMIRA, yang
mencakup masalah penelitian pengembangan interpretasi
pengolahan, analisis dan evaluasi data mineral beserta kaitannya
yang tertuang dalam bentuk tulisan-tulisan, laporan, brosur,
pamflet, artikel-artikel dalam bentuk buletin dan informasi
litbang teknologi mineral serta visualisasi lainnya.
5. Kerjasama
Dalam kegiatannya, Puslitbang tekMIRA melakukan
berbagai kerjasama dalam negeri maupun luar negeri dalam
rangka lebih mengoptimasikan fasilitas peralatan yang dimiliki.
a. Kerjasama Dalam Negeri
Kerjasama ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih
mendayagunakan fasilitas, kemampuan maupun tenaga ahli
yang dimiliki masing-masing instansi dalam negeri agar dapat
mencapai hasil yang lebih optimal dan efisiensi waktu yang lebih
singkat dalam mencapai sasaran.
Tabel 2.2 Kerjasama Puslitbang tekMIRA dengan berbagai
instansi
No
1.

Nama Bidang
Teknologi
Penambangan,
Pengolahan, dan
Pemanfaatan
Pengkajian dan
Pengolah Data

Lembaga

a.

LIPI
BPP Teknologi
Direktorat Sumber Daya Mineral
Perguruan tinggi
Pengumpulan dan Pengolahan Data
bahan galian industri
10

Puslitbang tekMIRA Bandung

Informasi

Biro pusat statistik, kantor


statistik daeah
Departement
perindustrian,
departement perdagangan
BAPPEDA
Dinas-dinas
Pertambangan
daerah
b. Komputerisasi
Kanwil-kanwil,
Departement
pertambangan dan energi
Dinas-dinas
pertambangan
daerah
BUMN
c. Silanglayan dan Pertukeran informasi
LIPI
(PDII,
LMN,
LFN,
Oceanologi, dll)
BPP Teknologi
Perguruan Tinggi
Departement
perindustrian
(Balai besar Penelitian dan
pengembangan
industri
keramik, Balai besar selulosa,
dll)

b. Kerjasama Luar Negeri


Dalam upaya mencapai hasil yang lebih optimal dan lebih
efisien lagi, Puslitbang tekMIRA juga menjalin kerjasama dengan
lembaga-lembaga luar negeri.
Tabel 2.3 kerjasama puslitbang tekMIRA dengan lembagalembaga luar negeri.
N
o

1.

Negara
/
Organis
asi
Jepang

Lembaga

c. Goverment
Institut
for
research
Industrial

Bidang Penelitian

e. Penelitian
bahan
baku
semen
f. Penelitian
pemanfaatan
11

Puslitbang tekMIRA Bandung

d.

2.

h.
Korea

3.

j.
Inggris

4.

l.
Amerika
Serikat

5.

n.
Belanda

6.

p.
Associat
ion of
South
East
Asia
Nations
(ASEAN)

Science dan
teknologi,
(AIST)
Japan
Sociaty gor
the
promotion of
scince
Korea
Agency
of
Industrial
Science and
Technolgy
(KAIST)
British
Meaning
Consultant
Limited
(BMCL)
Energi
and
Environment
Research
Centre
(EERC)
Institute for
Hydrolic and
Enviromental
Engineering
Coal
Labolatory
Asean
Research anf
Developmen
t centre for
Mineral
Resources
(ARDCMR)

zeolit
g. Penelitian
mineral sulfida

i. Ekstraksi TiO2

k. Peralatan
Labolatorium
Batubara

m. Pemanfaatan
batubara kadar
rendah
(batubara
sintetik)
o. Hidroiska dan
teknik
lingkungan
q. Profam
pertukaran
labolatorium
penelitian,
pelatihan
an
istem informasi

BAB 3

12

Puslitbang tekMIRA Bandung

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Sejarah Perkembangan Bahan Galian
Bahan galian digunakan sebagai salah satu bahan baku
dalam industri, dengan persyaratan tertentu. Maka dari itu harus
dilakukan pengolahan sebelum digunakan.
1. Macam-macam bahan galian
Bahan galian menurut pemanfaatannya di kelompokkan
sebagai berikut :
a. Bahan galian logam-bijih (ore)
Bahan galian logam antara lain ; timah putih, besi,
tembaga, nikel, emas, perak, dll. Pengolahan tahap pertama
biasanya disebut Ore Dressing karena yang diolah adalah ore
atau bijih , atau disebut juga mineral processing karena hasil dari
proses masih berupa mineral, dan disebut juga Unit Operation
karena proses ini berdasarkan sifat mineralnya.
b. Bahan galian energi
Merupakan bahan galian yang dimanfaatkan untuk energi
seperti minyak bumi dan batubara. Agar batubara bisa
memenuhi kriteria pasar maka harus dilakukan pengolahan
dengan pencucian.
c. Bahan galian industri
Merupakan bahan galian yang dimanfaatkan untuk
keperluan industri seperti asbes, aspal, bentonit, batugamping,
batupasir, dsb. Untuk pengolahannya dilakukan penggilingan,
pengayakan maupun klasifikasi. Untuk pengotor bersifat logam
dilakukan dengan Flotasi atau Magnetic separator.
2. Definisi pengolahan bahan galian
Pengolahan bahan galian disebut juga dengan pemisahan
mineral yang berharga, dari mineral yang tidak berharga
(gangue). Yang dilakukan secara mekanis yang menghasilkan
13

Puslitbang tekMIRA Bandung

produk kaya mineral berharga (konsentrat)dan produk yang


mineralnya berkadar rendah (tailing). Proses pemisahan ini
didasarkan pada sifat fisik mineral maupun sifat kimia fisika
permukaan
mineral
dan
diupayakan
menguntungkan.
Keuntungan dari pengolahan bahan galian antara lain :
a. Secara ekonomis
Mengurangi biaya angkut tiap ton logam dari lokasi
penambangan ke pabrik pengolahan, karena sebagian
mineral tidak berharga (waste mineral) telah terbuang
selama proses pengolahan dan kadar bijih sudah
ditingkatkan.
Mengurangi jumlah flux yang ditambahkan saat
peleburan serta mengurangi metal yang hilang
bersama slag.
Mengurangi biaya peleburan tiap ton logam yang
dihasilkan, sebab dalam peleburan tonase logam yang
dihasilkan lebih banyak (pada waktu yang sama) bila
dibandingkan
dengan
peleburan
tanpa
diawali
pengolahan bahan galian.
b. Secara teknis
Pengolahan
bahan
galian
akan
menghasilkan
konsentrat yang mempunyai kadar mineral berharga
relatif tinggi, sehingga lebih mudah untuk mengambil
metalnya.
Ada kemungkinan konsentratnya mengandung lebih
dari satu mineral berharga, maka ada kemungkinan
dapat diambil logam yang lain sebagai hasil
samplingan.
3. Studi bahan baku
Proses pengolahan bahan galian adalah jembatan antara
penambangan dengan ekstraksi logam (metallurgi ekstraksi),
karena pengolahan bahan galian mendasarkan atas sifat fisik
mineral, maka informasi yang terkandung dalam bahan galian
sangat diperlukan, misalnya :
a. Macam dan komposisi mineral dalam bahan galian
b. Kadar masing-masing mineral
c. Besar kecilnya ukuran (distribusi ukuran)
14

Puslitbang tekMIRA Bandung

d. Drajat
liberasi
(kebebasan
dari
mineral)
yaitu
perbandingan antara mineral yang terliberasi sempurna
dengan jumlah mineral yang sama secara keseluruhan.
e. Sifat fisik mineral antara lain :
Hardness (kekerasan), Structure, Fracture
Sifat ini diperlukan dalam menentukan alat penghancur.
Ikatan mineral dan besar kecilnya logam.
Berkaitan dengan drajat liberasi, semakin tinggi drajat
liberasi akan semakin sempurna proses pengolahan.
Warna dan kilap
Berkaitan dengan proses pengolahan secara hand
sortng/hand picking, yaitu pemisahan yang dilakukan
secara manual (tangan biasa).
Spesific Grafity (SG)
Berkaitan dengan pengolahan konsentrasi gravitasi
Magnetic suceptibility (sifat kemagnetan)
Berkaitan dengan pengolahan magnetik separator
Electro konductivity (daya hantar listrik)
Berkaitan dengan pengolahan Electristatic Separation
atau High Tension Separation.
Sifat permukaan (senang tidaknya terhadap udara)
Berkaitan dengan pengolahan flotasi

3.2 Ilmu Bahan Galian


Pada mulanya Heredotus dari Yunani kurang lebih 450
tahun sebelum masehi, hanya memberi emas didalam urat-urat
kuarsa. Satu abad kemudian buku mengenai mineral diterbitkan
oleh Theopratus, seorang muris Aristoteles dengan judul The
Book of Stone yang memberikan gambaran mengenai 16
mineral yang digolongkannya menjadi logam, batu, dan tanah.
Sepuluh abad setelah masehi filsuf arab bernama Abu Sina
memperluas penggologan mineral menjadi ; batu mineral,,
sulfida, logam dan garam.
Teori mengenai genesa, barulah dirumuskan oleh
Georgius Agricola (1494-1555) menurut Crook (Bateman, 1960)
dalam bukunya De Re Metallica. Dengan tegas beliau
membedakan antara kelompok mineral seragam dan kelompok
mineral tak seragam atau batuan. Selanjutnya kelompok mineral

15

Puslitbang tekMIRA Bandung

seragam dibagi lagi menjadi tanah, garam, batu permata, logam,


dan mineral lainnya.

3.3 Siklus Batuan


Gambar 3.1 Siklus Batuan
sebelumnya
kita
telah mengetahui bahwa di
bumi ada 3 jenis batuan
yaitu batuan beku, batuan
sedimen
dan
baruan
metamorf. Ketiga batuan
tersebut dapat berubah
menjadi batuan metamorf,
tetapi ketiganya juga bisa
barubah menjadi batuan
lainnya.
Semua
batuan
akan mengalami pelapukan
dan erosi menjadi partikelpartikel atau pecahan-pecahan yang lebih kecil yang akhirnya
juga bisa membentuk batuan sedimen. Batuan juga bisa melebur
atau meleleh menjadi magma dan kemudian kembali menjadi
batuan beku. Keseluruhan tersebut disebut sebagai siklus batuan
atau disebut juga Rock Cycle.

Gambar 3.2 pelapukan batuan


Semua batuan yang ada di permukaan bumi mengalami
pelapukan. Penyebab terjadi pelapukan antara lain :

16

Puslitbang tekMIRA Bandung

1. Pelapukan secara fisika


Perubahan suhu dari panas ke dingin akan membuat batuan
mengalami perubahan. Hujan pun dapat membuat rekahanrekahan yang ada di dalam batuan menjadi berkembang
sehingga proses-proses fisika tersebut dapat membuat
batuan pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
2. Pelapukan secara kimia
Beberapa jenis larutan kimia dapat bereaksi dengan batuan
seperti contohnya larutan HCl akan bereaksi dengan
batugamping. Bahkan air pun dapat bereaksi melarutkan
beberapa jenis batuan. Salah satu contoh yang nyata adalah
hujan asam yang sangat mempengaruhi terjadinya
pelapukan kimia.
3. Pelapukan secara biologi
Selain pelapukan secara kimia dan fisika, salah satu
pelapukan yang dapat terjadi adalah pelapukan biologi.
Salah sati contonya adalah pelapukan yang disebabakan
oleh gangguan dari akar tanaman yang cukup besar. Akarakar tanaman yang cukup besar ini mampu membuat
rekahan-rekahan di batuan dan akhirnya dapat memecah
batuan menjadi batuan yang lebih kecil lagi.

Gambar 3.3 erosi pada batuan


Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan
tersebut akan pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi
sehingga mudah untuk berpindah tempat. Berpindah tempatnya
dari partikel-partikel ini disebut erosi. Proses erosi ini dapat
terjadi melalui beberapa cara antara lain :
1. Akibat gravitasi

17

Puslitbang tekMIRA Bandung

Akibat adanya gravitasi bumi, maka pecahan batuan yang


bisa
langsung
jatuh
ke
permukaan
tanah
atau
menggelinding melalui tebing sampai akhirnya terkumpul di
permukaan tanah.
2. Akibat air
Air yang melewati pecahan-pecahan batuan yang ada dapat
mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat
yang lain. Salah satu contoh yang dapat diamati dengan
jelas adalah peranan sungai dalam mengangngkut pecahanpecahan batuan yang kecil ini.
3. Akibat angin
Selain air, angin pun dapat mengangkut pecahan-pecahan
batuan kecil yang ukurannya seperti hal nya yang sekarang
ini terjadi di daerah gurun.
4. Akibat glasier
Sungai es atau yang sering disebut juga glasier seperti yang
terdapat di Alaska sekarang juga mampu memindahkan
pecahan-pecahan batuan yang ada.

Gambar 3.4 proses pengendapan pada batuan


Pecahan-pecahan batuan yang terbawa akibat erosi tidak
dapat terbawa selamanya. Seperti halnya sungai akan bertemu
laut, angin akan berkurang tiupannya, dan juga glasier akan
meleleh. Akibat semua ini, maka pecahan batuan yang terbawa
akan terendapkan. Hal ini dinamakan proses pengendapan.
Selama proses pengendapan, pecahan batuan akan diendapkan
secara berlapis dimana pecahan yang berat akan terlebih dahulu
diendapkan, baru kemudian diikuti pecahan yang lebih ringan
dan seterusnya. Proses pengendapan ini akan membentuk
perlapisan pada batuan yang sering kita temukan pada batuan
sedimen.

18

Puslitbang tekMIRA Bandung

Gambar 3.5 proses Kompaksi


Pada saat perlapisan di batuan sedimen ini terbentuk,
tekanan yang berada di lapisan yang paling bawah akan
bertambah akibat pertambahan beban di atasnya. Akibat
pertambahan tekanan ini, air yang adal di dalam lapisan-lapisan
batuan akan tertekan sehingga keluar dari lapisan batuan yang
ada. Proses ini disebut juga kompaksi. Pada saat yang bersamaan
pula, partikel-partikel yang ada di dalam lapisan mulai bersatu.
Adanya semen seperti lempung, silika atau kalsit di antar
partikel-partikel yang ada membuat partikel tersebut menyatu
membentuk partikel yang lebih keras. Proses ini dinamakan
sementasi.
Setelah proses kompaksi dan sementasi terjadi pada
pecahan batuan yang ada, pelapisan sedimen yang ada
sebelumnya berganti pada batuan sedimen yang berlapis-lapis.
Batuan sedimen seperti batu pasir, batu lempung, dan batu
gamping dapat dibedakan dari batuan lainnya melalui adanya
pelapisan. Butiran butiran sedimen yang menjadi satu akibat
adanya semen, dan juga adanya fosil yang ikut terendapkan saat
pecahan batuan dan fosil mengalami proses erosi, kompaksi, dan
akhirnya tersementasikan bersama-sama.
Pada kerak bumi yang culup dalam, tekanan dan suhu
yang ada sangatlah tinggi. kondisi tekanan dan suhu yang sangat
tinggi yang seperti ini dapat mengubah minerel dalam batuan.
Proses
ini
dinamakan
metamorfisme.
Tingkat
proses
metamorfisme yang terjadi bergantung dari :
1. Apakah batuan ada yang terkena efek tekanan dan suhu
yang tinggi.
2. Apakah batuan tersebut mengalami perubahan bentuk.
3. Berapa lama batuan terkena tekanan dan suhu yang tinggi.

19

Puslitbang tekMIRA Bandung

Gambar 3.6 proses metamorfiesme


Dalam suatu batuan dalam bumi, kemungkinan batuan
yang ada melebur kembali menjadi magma sangatlah besar. Ini
karena tekanan dan suhu yang sangat tinggi pada kedalaman
yang sangat dalam. Akibat densitas dari magma yang terbentuk
lebih kecil dari batuan di sekitarnya, maka magma tersebut akan
mencoba kembali ke permukaan menembus kerak bumi yang
ada. Magma juga terbentuk di bawah kerak bumi yaitu mantle
bumi. Magma ini juga akan berusaha menerobos kerak bumi
untuk kemudian berkumpul dengan magma yang telah
terkumpul sebelumnya dan selanjutnya berusaha menerobos
kerak bumi untuk membentuk batuan beku baik itu plutonik
ataupun vulkanik.
Terkadang magma mampu menerobos sampai ke
permukaan bumi melalui rekahan atau patahan yang ada di
bumi. Pada saat magma mampu menembus permukaan bumi,
maka kadang terbentuk ledakan atau volcanic eruption. Proses
ini sering disebut proses ekstrusif. Basalt dan prumice (batu
apaung) adalah salah satu contoh batuan ekstrusif. Jenis batuan
yang terbentuk akibat proses ini bergantung pada komposisi
magma
yang
ada.
Umumnya
batuan
beku
ekstrusif
memperlihatkan ciri-ciri berikut ini :
1. Butirannya sangatlah kecil. ini disebabkan magma yang
keluar dari permukaan bumi, mengalami proses pendinginan
yang sangat cepat sehingga mineral mineral yang ada
sebagai penyusun batuan tidak memiliki banyak waktu
untuk berkembang.

20

Puslitbang tekMIRA Bandung

2. Umumnya memperlihatkan adanya rongga-rongga yang


terbentuk akibat gas yang terkandung dalam batuan atau
dinamakan gas bubble.
Batuan yang meleleh akibat tekanan dan suhu yang sangat
tinggi sering membentuk magma chamber yang relatif dalam
dan tidak mengalami proses ekstrusif. Maka magma yang ada
mengalami proses pendinginan yang relatif lambat dan
membentuk kristal-kristal mineral yang akhirnya membentuk
batuan beku instrusif. Batuan beku instrusif dapat tersingkap di
permukaan membentuk pluton. Salah satu jenis pluton terbesar
dan tersingkap dengan jelas adalah batholit granit yang sangat
besar. Gabbro juga salah satu jenis batuan instrusif. Umumnya
batuan beku intrusif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Butirannya cukup besar. Ini disebabkan magma yang keluar
ke permukaan bumi mengalami proses pendinginan yang
sangat lambat sehingga mineral-mineral yang ada sebagai
penyusun batuan mempunyai banyak waktu untuk dapat
berkembang.
2. Biasanya mineral-mineral pembentuk batuan beku instrusif
memperlihatkan angilar interlocking.

3.4 Mineral dan Perkembangannya


1. Definisi mineral
Menurut International Mineralogical Association tahun
1995 mineral yaitu senyawa alami yang terbentuk dari proses
geologis. Mineral termasuk ke dalam komposisi unsur murni dan
garam sederhana sampai silikat yang sangat kompleks dengan
ribuan bentuk yang diketahui (senyawa organik biasanya tidak
termasuk).
Sedangkan
dalam
klasifikasi
modern
telah
mengikutsertakan senyawa organik ke dalam daftar mineral.
Ilmu yang mempelajari mineral biasanya disebut mineralogi.

21

Puslitbang tekMIRA Bandung

Agar dapat diklasifikasikan sebagai mineral sejati,


senyawa tersebut haruslah berupa padatan dan memiliki struktur
kristal. Senyawa ini juga harus terbentuk secara alami dan
memiliki komposisi kimia yang tertentu.
Definisi mineral menurut beberapa ahli antara lain :
a. L.G Berry dan B. Mason, 1959
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang
terdapat di alam dan terbentuk secara anorganik,
mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu
dan memiliki atom-atom yang tersusun secara teratur.
b. D.G.A Whitten dan J.R.V Brooks, 1972
Mineral adalah suatu bahan padat yang secara struktural
homogen, memiliki komposisi kimia tertentu dan dibentuk
oleh proses alam yang anorganik.
c. A.W.R Potter dan H. Robinson, 1977
Mineral adalah suatu bahan atau zat yang homogen,
memiliki komposisi kimia tertentu atau dalam batas-batas
dan memiliki sifat tetap, dibentuk di alam dan bukan hasil
suatu kehidupan.
Tetapi dari ketiga definisi tersebut mereka masih
memberikan anomali atau sifat pengecualian beberapa zat atau
bahan yang disebut mineral, walaupun tidak termasuk di dalam
suatu definisi. Sehingga sebenarnya dapat dibuat suatu definisi
baru atau definisi kompilasi. Dimana definisi kompilasi tidak
menghilangkan suatu ketentuan bahwa mineral memiliki sifat
sebagai ; bahan alam, memiliki sifat fisis dan kimia tetap serta
berupa unsur tunggal atau senyawa.
Definisi mineral kompilasi, mineral adalah suatu bahan
alam yang memiliki sifat fisis dan kimia tetap, dapat berupa
unsur tunggal atau persenyawaan kimia yang tetap yang pada
umumnya bersifat anorganik, homogen dan dapat berwujud
padat, cair dan gas.
Mineral merupakan zat hablur yang ada di dalam kerak
bumi serta bersifat homogen, fisik maupun kimiawi. Mineral juga
merupakan persenyawaan anorganik asli, serta memiliki susunan
kimia yang tetap. Yang dimaksud dengan persenyawaan kimia
yang asli adalah bahwa mineral itu terbentuk dari alam, karena
banyak zat memiliki sifat sama seperti mineral yang dapat dibuat

22

Puslitbang tekMIRA Bandung

di dalam labolatorium. Sebuah zat yang banyak sekali terdapat di


dalam bumi adalah SiO2 dan dalam ilmu mineralogi, mineral itu
disebut kuarsa. Sebaliknya zat ini pun dapat dibuat secara kimia
akan tetapi dalam hal ini tidak disebut mineral melainkan zat
sillisium dioksida.
Istilah mineral dapat memiliki beberapa macam makna.
Sukar untuk mendefinisikan mineral, oleh karena itu kebanyakan
orang mengatakan bahwa mineral adalah satu frase yang
terdapat di alam. Macam-macam bentuk mineral antara lain :
a.
b.
c.
d.

Lempeng
Tiang
Limas
Kubus

Setiap mineral yang dapat membesar tanpa gangguan


akan memperkembangkan bentuk kristalnya yang khas, yaitu
suatu wajah lahiriah yang dihasilkan unsur kristalen (bentuk
kristal). Ada mineral dalam keadaan amorf yang artinya, tidak
memiliki susunan dan bangunan kristal sendiri (mis kaca dan
opal). Tiap-tiap pengkristalan akan semakin bagus hasilnya jika
berlangsungnya proses itu makin tenang dan lambat.

2. Batasan-batasan mineral
a. Suatu bahan alam
Bahan yang terbentuk secara alamiah bukan buatan
manusia.
b. Mempunyai sifat fisik dan kimia tetap
Sifat fisik : warna, serat, kekerasan, belahan, perawakan,
berat jenis, pecahan.
Sifat kimia : nyala api terhadap api oksidasi/api reduksi,
pengarangan
c. Berupa unsur tunggal atau persenyawaan yang tetap
Unsur tunggal : diamond (C), Nativa silver (Ag), dll
Unsur senyawa : barit (BaSO4), magnetite (Fe3O4), Zircon
(ZrSiO4)
Unsur senyawa kimia kompleks :
Epistolite : (NaCa)(CbTiMgFeMn)SiO2(OH)
Polymignyte : (CaFeYZrTh)(CbTiTa)O4
d. Anorganik

23

Puslitbang tekMIRA Bandung

Mineral bukan hasil dari suatu kehidupan


Mineral hasil kehidupan = mineral organik, contoh : Coal,
Asphal
e. Homogen
Mineral tak dapat diuraikan menjadi senyawa lain yang
lebih sederhana oleh proses fisika.
f. Berupa padat, cair, dan gas
Zat padat : kuarsa SiO2, barite BaSO4
Zat cair : air raksa HgS, air H2O
Gas : H2S, CO2, CH4
3. Kekerasan mineral
Kekerasan adalah sebuah sifat fisik lain, yang dipengaruhi
oleh letak tata intern dari atom. Untuk mengukur kekerasan
mineral digunakan skala kekerasan Mohs (1773-1839). Sifat
kekerasan mineral antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Talk : mudah digores dengan kuku ibu jari


GIPS
:mudah digores dengan kuku ibu jari
Kalsit
: mudah digores dengan pisau
Fluorit
: mudah digores dengan pisau
Apatiti
: dapat di potong dengan pisau (agak sukar)
Ortoklas : dapat dicuil tipis-tipis dengan pisau di bagian
pinggir.
g. Kuarsa
: dapat menggores kaca
h. Topaz
: dapat menggores kaca
i. Intan :
dapat menggores korundum
Bentuk kristal :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

K = 1 : Talk/silikat magnesia yang mengandung air


K = 2 : Gips (CaSO4), batu tahu
K= 3 : Kalsit (CaCO3)
K = 4 : Vluispat (CaF2)
K = 5 : Apatit (mengandung chlor)
K = 6 : Veldspat, kaca tingkap
K = 7 : Kuarsa, pisau dari baja
K = 8 : Topas, silikat alumunium yang mengandung
borium, batu permata
i. K= 9 : Korsum (Al2O3 dalam corak merah, batu permata
delima, corak biru batu nilam/safir).
j. K = 10 : Intan batu permata

24

Puslitbang tekMIRA Bandung

Masing-masing mineral di atas dapat menggores mineral


lain yang bernomor lebih kecil dapat digores oleh mineral lain
yang bernomor lebih besar. Dengan kata lain skala Mohs adalah
skala relative. Dari segi kekerasan mutlak skala ini masih dapat
di pakai sampai yang ke 9, artinya no 9 kira-kira 9x sekeras
nomor 1. Tetapi bagi nomor 10 adalah 42x sekeras nomor 1.
K.E kinge (1860) dalam Han Sam Kay mengelompokkan
batu permata yang dijadikan perhiasan dalam 15 kelas sebagai
berikut :

Batu permata kelas I


Nilai keras antara 8-10
Batu permata kelas II
Nilai keras antara 7-8
Batu permata kelas III
Batu permata kelas ini tergolong jenis batu mulia dan
batu mulia tanggung. Nilai kerasnya kira-kira 7,
sebagian besar terdiri dari asam kersik (kiezelzuur),
keculai pirus (tuquois).
Batu permata kelas IV
Batu-batu mulia tanggung yaitu batu kelas IV, nilai
kerasnya antara 4-7.
Batu permata kelas V
Batu kelas V keras dan kadar berat jenisnya sangat
berbeda-beda.
Warnanya
gelap
(kusam)
dan
kebanyakan agak keruh, tidak tembus cahaya dan
batunya sedikit mengkilap.

4. Penggolongan mineral
Berdasarkan
senyawa
kimiawinya,
mineral
dapat
dikelompokkan menjadi mineral silikat dan mineral non silikat.
Terdapat 8 kelompok mineral non silikat yaitu kelompok oksida,
sulfida, sulfat, native, elemen, halid, karbonat, hidroksida, dan
phospat.

25

Puslitbang tekMIRA Bandung

Terdapat tidak kurang dari 2000 jenis mineral yang kita


kenal hingga saat ini. Namun ternyata hanya beberapa jenis saja
yang terlibat dalam pembentukkan batuan. Mineral-mineral
tersebut dinamakan mineral pembentuk batuan atau rockforming minerals yang merupakan penyusun utama batuan dari
kerak dan mantel bumi.
Mineral pembentuk batuan di kelompokkan menjadi 4
bagian, yaitu :
1. Mineral silikat
Hampir 90% mineral pembentuk batuan termasuk dari
kelompok ini, yang merupakan persenyawaan antara silikon
dan oksigen dengan beberapa unsur metal.
Karena
jumlahnya yang besar, maka hampir 90% dari jumlah kerak
bumi terdiri dari mineral silikat, dan hampir 100% dari
mantel bumi (sampai kedalaman 2900m dari kerak bumi).
Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan
baik itu batuan sedimen, batuan beku, maupun batuan
malihan. Silikat pembentuk batuan yang umum dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu:
Kelompok ferromagnesium
Umumnya warnanya gelap atau hitam dan memiliki
berat jenis yang besar.
Kuarsa (SiO2), Felspar alkali (KalSi3O8), Felspar plagiklas
(Ca,Na)AlSi3O8, Mika muskovit (K2Al4(Si6Al2O20)(OH,F)2
Kelompol nin-ferromagnesium
Mika biotit : K2(Mg,Fe,Al)3(SiAl)8022(OH), pyroksen :
(Mg,Fe,Mg,Ca)(Mg,Fe,AL)Si2O6, olivin (Mg,Fe)2SiO4.
2. Mineral oksida
Terbentuk akibat persenyawaan langsung antara oksigen
dan
unsur
tertentu.
Susunanya
lebih
sederhana
dibandingkan silikat. Mineral oksida umumnya lebih keras
dibandingkan mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga
lebih berat dibandingkan mineral lainnya kecuali sulfida.
Unsur yang paling utama dalam oksida adalah besi, chrom,
mangan, timah, dan alumunium. Beberapa mineral oksida
yang paling umum adalah es (H2O), korondum (Al2O3),
hematit (Fe2O3), dan kassiterit (SnO2).
3. Mineral sulfida
Merupakan mineral hasil persenyawaan langsung antara
unsur tertentu dengan unsur belerang (sulfur) seperti besi,

26

Puslitbang tekMIRA Bandung

perak, tembaga, timbal, seng, dan merkuri. Beberapa dari


mineral sulfida ini terdapat sebagai bahan yang memiliki
nilai ekonomis atau bijih seperti pirit (FeS3), chalcochite
(Cu2S), galena (PbS), dan sphalerit (ZnS).
4. Mineral-mineral karbonat dan sulfat
Merupakan persenyawaan ion CO32- yang disebut karbonat.
Umpamanya persenyawaan dengan Ca dinamakan CaCO 3
yang dikenal sebagai mineral kalsit. Mineral ini merupaka
penyusun utama yang membentuk batuan sedimen.

3.5 Macam-macam contoh batuan dan mineral


1. Batu bara
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian
umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar,
terbentuk dari endapan organik, terutama sisa-sisa tumbuhan
dan terbentuk melaui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen.
Analisa unsur memberikan rumus empiris C 137H97O9NS
untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Gambar 3.7 berbagai macam jenis batubara


Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi
tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang
sejarah geologi. Zaman karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu

27

Puslitbang tekMIRA Bandung

adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif yang


mana hampir seluruh deposit batubara (black coal) yang
ekonomis di belahan bumi bagia utara terbentuk.
Berdasarkan tingkat proses pembentukkannya yang di
kontrol oleh tekanan, panas, dan waktu, batubara umumnya
dibagi menjadi 5 kelas yaitu :
a. Antrasit
Merupakan kelas batubara yang tertinggi. Dengan warna
hitam berkilauan (uster) metalik, mengandung antara 8698% unsur carbon (C) dengan kadar air kurang dari 8 %.
b. Bituminus
Mengandung 68-86% unsur carbon (C), dan memiliki
kadar air 8-10 % dari beratnya. Merupakan kelas batubara
yang paling banyak ditambang di Australia.
c. Sub-bituminus
Mengandung sedikit carbon (C) dan banyak air. Oleh
karenayanya menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminus.
d. Lignit (batubara coklat)
Adalah batubara yang sangat lunak mengandung air 3575% dari beratnya.
e. Gambut
Berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta memiliki
nilai kalori yang sangat rendah.
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut
hingga batu bara disebut dengan istilah pembatubaraan
(coalifification). Secara ringkas, ada 2 tahap proses yang terjadi
yaitu :
a. Tahap Diagenetik atau Biokimia
Dimulai pada saat meterial tanaman terdeposisi hingga
lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan
gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material
organik serta membentuk gambut.
b. Tahap Malihan atau Geokimia
Meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus
dan akhirnya antrasit.

28

Puslitbang tekMIRA Bandung

2. Batuan sulfida
Mineral sulfida dapat terbentuk sebagai hasil aktivitas
hidrothermal maupun sebagai proses sedimentasi.
Dari
karakterisiknya, mineral sulfida dapat dimanfaatkan sebagai
bahan industri metalurgi maupun kimia. Namun, di alam
potensial juga sebagai penghasil air asam yang dapat
menurunkan kualitas lingkungan.

Gambar 3.8 batuan sulfida


Air asam dapat terbentuk secara alami, sebagai akibat
teroksidasi dan terlarutkannya sulfida ke dalam sistem aliran air
permukaan dan air tanah menyebabkan terjadinya penurunan pH
pada air. Kegiatan penambangan dengan memongkar endapan
sulfida, berpotensi memperbesar dan mempercepat peoses
terbentuknya air asam.
3. Bauksit
Bauksit yang dalam bahasa Inggris disebut bauxite
adalah biji utama alumunium terdiri dari hydrous aluminium
oksida dan aluminum hidroksida yakni dari mineral gibbsite
( Al(OH)3 ), boehmite y-ALO(OH), dan diaspore -ALO(OH),
bersama-sama dengan oksida besi geothite dan bijih besi,
mineral tanah liat kaolinit dan sejumlah kecil TiO 2. Bausit
pertama kali ditemukan pada tahun 1821 oleh geolog bernama
Pierre Berthier pemberian nama sama dengan nama desa Lex
Baux di selatan Prancis.
Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak
45-65%, SiO2 1-12 %, Fe2O3 2-25, TiO2 > 3% dan H2O 12-36 %.
Bijih bauksit terjadi di daerah tropica dan subtripica dengan
29

Puslitbang tekMIRA Bandung

memungkinkan pelapukan sangat kuat. Bauksit terbentuk dari


batuan sedimen yang mempunyaik kadar Al nisbi tinggi, kadar
Fe rendah dan kadar kuarsa bebasnya sedikit atau bahkan
tidak mengandung sama sekali. Batuan tersebut misalnya
sienit dan nefelin yang berasal dari batuan beku, batu
lempung, lempung dan serpih. Batuan-batuan tersebut akan
mengalami proses lateritisasi, yang kemudian oleh proses
dehidrasi akan mengeras menjadi bauksit. Bauksit dapat
ditemukan dalam lapisan mendatar tetapi kedudukannya di
kedalaman tertentu.

Gambar 3.9 mineral bauksit


Di Indonesia bauksit ditemukan di pulau Bintan dan
sekitarnya, pulau Bangka dan Kalimantan Barat. Sampai saat ini
penambangan bauksit di pulau Bintan satu-satunya yang
terbesar di Indonesia.
Penambangan bausit dilakukan dengan penambangan
terbuka diawali dengan lear clearing. Setelah pohon dan semak
dipindahkan dengan bulldozer, dengan alat yang sama dilakukan
pengupasan tanah penutup. Lapisan bijih bauksit kemudian digali
dengan shovel loader yang sekaligus memuat bijih bauksit
tersebut ke dalam dump truck untuk diangkut ke instalansi
pencucian.
Bijih bausit dari tambang dilakukan pencucian, hal ini
dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kualitasnya dengan
cara mencuci dan memisahkan bijih bauksit tersebut dari unsur
lain yang tidak diinginkan seperti kuarsa, lempung, dan pengotor
lainnya. Partikel yang halus ini dapat dibebaskan dari yang besar
melalui pancaran air (water jet) yang kemudian dibebaskan
melalui penyaringan (screening). Disamping itu sekaligus
30

Puslitbang tekMIRA Bandung

melakukan proses pemecahan (size reduction)


menggunakan jaw crusher.
Macam-macam cara leaching (pencucian) :
a. Cara asam (H2SO4)

dengan

Hanya dilakukan untuk pembuatan Al2(SO4)3 untuk proses


pengolahan air minum dan pabrik kertas.
Note :
Reaksi dapat dipercepat dengan menaikkan temperatur
sampai 180oC (Autoclaving)
Kalsinasi cocok untuk lowgrade Al2O3 tetapi high SiO2
yang tidak cocok dikerjakan dengan cara basa.
Hasil
basic-Al-sulfat
dikalsinansi
menjadi
Al 2O3.
Kelemahan cara ini adalah Fe2O3 ikut larut.
b. Cara basa (NaOH), proses bayers (Th 1888)
Ada 2 macam produk alumina yang bisa dihasilkan yaitu
Smelter Grade Alumina (SGA) Chemical Grade Alumina (CGA).
90% pengolahan bijih bauksit di dunia ini dilakukan untuk
menghasilkan Smelter Grade Alumina yang bisa dilanjutkan
untuk menghasilkan Al murni. Di bawah ini block diagram
pengolahan bauksit melalui proses SGA.

31

Puslitbang tekMIRA Bandung

Gambar 3.10 diagram pengolahan bauksit


c. Cara sintering dengan Na2CO3 (Deville-Peachiney)
Sintering dilakukan dalam Rotary Kiln 1000 oC selama 2-4
jam, cocok untuk bijih dengan high Fe2O3 dan SiO2.
Reaksi :
Al2O3 + Na2CO3
Fe2O3 + Na2CO3
TiO2 + Na2CO3

NaAlO2 + CO2 (g)


Na2O.Fe2O3 + CO2 (g)
Na2O.TiO2 + CO2 (g)
Na2O.SiO2 + CO2 (g)

SiO2 + Na2CO3
d. Dengan proses elektrolisa

Bahan utamanya adalah bauksit yang mengandung


Aluminium oksida. Pada katoda terjadi reaksi reduksi, ion
aluminium (yang terikat dalam aluminium oksida) menerima
elektron menjadi atom aluminium.
Reaksi :

32

Puslitbang tekMIRA Bandung

4 Al
4Al3+ + 12e -1
Pada anoda terjadi reaksi oksidasi, diman ion-ion oksida
melepaskan elektron mengahasilkan gas oksigen.
3O2 +12e-1
6O2Logam aluminium terdeposit di keping katoda dan keluat
melalui saluran yang telah disediakan.
4. Clay mineral
Clay mineral atau mineral lempung merupakan kelompok
mineral yang struktur kristalnya sangat kecil yang hanya dapat
dilihat
dan
dibedakan
dengan
mikroskop
(biasanya
menggunakan mikroskop elektron). Berdasarkan struktur kristal
dan variasi komposisinya, dapat dibedakan menjadi belasan jenis
mineral lempung antara lain :
a. Kaolinit
b. Halloysite
c. Momtmorillonite
d. Illite
e. Smectite
f. Vermiculite
g. Chlorite
h. Attapulgite
i. Allophone
j. Ball clay
k. Bentonite
l. Common clay
m. Fire clay
n. Fullers earth
Mineral lempung merupakan koloid dengan ukuran sangat
kecil (kurang dari 1 mikron). Masing-masing koloid terlihat seperti
lempengan-lempengan kecil yang terdiri dari lembaran-lembaran
kristal yang memiliki struktur atom yang berulang.
Macam-macam lembaran atom yang memiliki struktur
atom yang terulang antara lain :
a. Tetrahedron /silica sheet
Merupakan gabungan dari silika tertrahedron

33

Puslitbang tekMIRA Bandung

Gambar 3.11 struktur mineral lempung tetrahedron

b. Octahedron / Alumina sheet


Merupakan gabungan dari alumina octahedron

Gambar 3.12 struktur mineral lempung octahedraon

34

Puslitbang tekMIRA Bandung

Mineral lempung terbentuk di atas permukaan bumi


dimana udara dan air saling berinteraksi dengan mineral silikat,
memecahnya menjadi lempung dan produk lain. Mineral lempung
adalah mineral sekunder yang terbentuk karena proses
pengrusakan atau pemecahan dikarenakan iklim dan alterasi air (
hidrous alteration ) pada suatu batuan induk dan mineral yang
terkandung dalam batuan itu.
Dalam penentuan jenis mineral lempung baik secara
kimia maupun secara fisik telah dikembangkan berbagai metode
dengan berbagai alat mulai dari yang sederhana sampai
penggunaan alat yang modern. Menurut Sastiono (1997) dan
Sjarif (1991), penentuan mineral lempung secara kualitatif dan
kuantitatif dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu :
a. Metode berdasarkan sifat kimia
b. Metode berdasarkan sifat fisik
* Batu Lempung vs Mineral Lempung*
Istilah lempung dalam geologi memiliki dua pemakaian
yang berbeda. Lempung sebagai ukuran batuan sedimen klastik
yang diameter butirannya <1 /256 mm (skala wentworth).
Mungkin ada yang bertanya apakah batuan lempung tersusun
oleh mineral lempung? jawabanya adalah belum tentu.

Gambar 3.13 mineral lempung


Batu lempung tersusun oleh agregat atau mineral yang
berukuran lempung (<4m), tetapi ada kemungkinan sebagian

35

Puslitbang tekMIRA Bandung

penyusun batuan lempung ini berupa mineral lempung. Lalu ,


apakah yang dimaksudkan dengan mineral lempung itu? Seperti
pengertian di atas mineral lempung adalah mineral yang
berukuran lempung. Pernyataan ini bisa benar dan bisa juga
tidak. Namun mineral ini merupakan mineral silikat hidros yang
sangat melimpah di permukaan bumi. Khususnya, terkonsentrasi
pada kondisi geologi dimana interaksi air dan batuan cukup aktif.
Struktur dan komposisi kimianya merupakan suatu respon
terhadap destabilisasi mineral yang terbentuk pada temperatur
tekanan yang lebih tinggi. Lingkungan yang biasanya terdapat
mineral ini antara lain : tanah, lapukan batuan, sistem geotermal,
seri diagenesis terpendam, dll. Yang pasti, apapun asal
muasalnya, mineral ini pastilah berukuran <4m.
Mengapa susunan partikel ini selalu berukuran kecil ?
tulisan ini telah dirangkum artikel meunier (2006) yang berjudul
Why are Clay Minerals small ? Menurut tulisan ini dikatakan
bahwa mineral lempung berpartikel kecil karena sifatsifat kristal
lokimianya (ketersediaan ruang antar lapis yang tidak sempurna,
hidrasi yang heterogen, dsb). Sehingga secara genetik akan
cacat jika membentuk kristal yang berukuran lebih besar. Namun
tiap jenis mineral lempung memiliki kekuatan untuk berkembang
yang berbeda-beda. Mineral yang perkembangannya ada sedikit
kecacatan mungkin akan berkembang hingga beberapa puluh
m, misalnya kaolin atau ilit.

5. Kaolin
Kaolin atau kaolinitetermasuk jenis mineral clay dengan
formula Al2O3.SiO2. 2H2O. Nama kaolin berasal dari bahasa China
Kau-ling yaitu suatu daerah di China yang banyak mengandung
mineral ini. Kaolin mengandung SiO2 sekitar 50 %, oleh karena itu
kaolin dapat digunakan sebagai sumber SiO 2 untuk pembuatan
silica gel.

36

Puslitbang tekMIRA Bandung

Gambar 3.14 tepung kaolin


Silica gel berupa padatan amorf dan berpori yang
terbentuk dari proses polimerisasi asam silikat dan memiliki sifar
inert, netral, luas permukaannya besar, dan memilki daya
adsorbsi besar. Oleh karena itu silica gel banyak digunakan
sebagai adsorben anorganik, penyerap air, dan sebagai fasa
diam pada kromatografi lapis tipis dan kromatografi gas.

6. Laterit
Batuan induk bijih nikel adalah batuan peridotit. Menurut
vinofradov batuan ultra basa rata-rata memiliki kandungan nikel
sebanyak 0,2%. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi
kristal mineral olivin dan piroksin sebagai hasil subtitusi terhadap
Fe dan Mg. Proses terjadinya subtitusi antara Ni, Fe, dan Mg
dapat diterangkan karena radius ion dan muatan ion yang
hampir bersamaan diantara unsur-unsur tersebut.
Faktor-faktot yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel
laterit antara lain sebagai berikut :
a. Batuan asal
Batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya
endapan nikel laterit. Macam batuan asalnya adalah
batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa
tersebut terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara
batuan lainnya serta memiliki mineral yang paling mudah
lapuk atau tidak stabil seperti olivin dan piroksin memiliki
komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan
pengendapan yang baik untuk nikel.
b. Iklim
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan
dimana terjadi penaikan dan penurunan permukaan air
tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses

37

Puslitbang tekMIRA Bandung

pemisahan dan akumulasi unsur. Perbedaan temperatur


yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan
mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam
batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi
kimia pada batuan.
c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi
Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsurunsur
atau
senyawa-senyawa
yang
membantu
mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang
mengandung CO2 memegang peranan penting dalam
proses
pelapukan
kimia.
Asam-asam
humus
menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat mengubah
pH larutan.
d. Topografi
Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi
sirkulasi air beserta reagen-reagen lainnya. Untuk daerah
yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan
sehingga akan memiliki kesempatan untuk mengadakan
penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau poripori batuan.
e. Waktu
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan
yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup
tinggi.

Gambar 3.15 Laterit

38

Puslitbang tekMIRA Bandung

Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradiasi


sebagai berikut :
a. Iron capping
Merupakan bagian paling atas dari suatu penampang
laterit. Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus,
oksida besi dan sisa bahan organik lainnya. Warna khas
adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar
nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam
penambangan. Ketebalan lapisan tanah penutup rata-rata
0.3-6 m. Iron capping memiliki kadar besi yang tinggi tap
memiliki kadar nikel yang rendah.
b. Limonite layer
Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku
ultrabasa. Komposisinya meliputi oksida besi yang
dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini
rata-rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya
akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat
kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku
ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak
ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basaultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat hasil
dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained, merah
coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil
menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah
yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari
nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese
oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc,
tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.
c. Silika boxworth
orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan
sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine
fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan
tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal,
magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam
boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika.
Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang
serpentinized.
d. Saprolite

39

Puslitbang tekMIRA Bandung

Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni.


Komposisinya berupa oksida besi, serpentin sekitar <0,4%
kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih
terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m.
Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada
rekahan-rekahan
batuan
asal
dijumpai
magnesit,
serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal
yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan
MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran
dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic
rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz,
mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika
boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite
ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang
mengisi
rekahan,
mineral-mineral
primer
yang
terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya
diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau
kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur
batuan asal masih terlihat.
e. Bedrock
Bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah
yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan
dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung
mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau
sama dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan
batuan asal dari nikel laterit yang umumnya merupakan
batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang
pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%,
garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan
dasar
meningkat
sebanding
dengan
intensitas
serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang
membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika.
Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya
root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya
tersembunyi.
7. Lime stone
Limestone atau batu kapur adalah batuan beku sebagian
besar mengandung CaCO3 (kalsium carbonat). Batu kapur dapat

40

Puslitbang tekMIRA Bandung

terjadi dengan beberapa cara yaitu secara organik, secara


mekanik, ataupun secara kimia. Sebagian besar batu kapur di
alam terjadi secara organik. Jenis ini berasal dari pengendapan
cangkang/rumah kerang dan sifut, foraminifera atau ganggang,
atau dapat pula berasal dari kerangka binatang koral/kerang.

Gambar 3.16 Lime stone


Untuk batu kapur yang terjadi secara mekanik sebetulnya
tidak jauh berbeda dengan batu kapur yang terjadi secara
organik. Yang membedakannya adalah terjadinya perombakan
dari bahan batu kapur tersebut yang kemudian terbawa oleh
arus dan biasanya diendapkan tidak jauh dari tempat semula.
Sedangkan yang terjadi secara kimia, adalah jenis batu kapur
yang terjadi dalam kondisi iklim, adalah jenis batu kapur yang
terjadi dalam kondisi iklim dan suasana tertentu dalam air laut
ataupun air tawar.
Macam-macam-batu kapur antara lain :
a. Berdasarkan kadar lempungnnya :
Batu kapur
Bila CaCO3 > 95% dan lempung 5%.
Batu kapur napalan
Bila Bila CaCO3 85 95 % dan lempung 5 15 %.
Batu kapur Napal
Bila CaCO3 75-85% dan lempung 15-25%.
Napal gampingan
Bila CaCO3 > 65-75% dan lempung 25-35%.
Napal
Bila CaCO3 35-65% dan lempung 35-65%.
Napal lempung
Bila CaCO3 25-35 dan lempung 65-75%.
Lempun napal
Bila CaCO3 15-25% dan lempung 75-85%
Lempung napalan
Bila CaCO3 5-15% dan lempung 85-95%

41

Puslitbang tekMIRA Bandung

Lempung (karlin)
Bila CaCO3 <5% dan lempung 95%.
b. Bila terjadi campuran antara kalsium carbonat (kalsit) fan
magnesium carbonat (magnesit), maka dapat dibedakan :
Batu kapur
Bila kalsit 95% dan magnesit 5%
Kapur magnesium
Bila kalsit > 90% dan magnesit < 5-10%
Kapur dolomit
Bila kalsit < 10% dan magnesit > 90%
8. Mangan
Mangan adalah logam kimia aktif abu-abu merah muda
yang di tunjukan pada simbol Mn dan nomor atom 25. Ini adalah
elemen pertama di group 7 dari tabel periodic. Mangan
merupakan 12 unsur paling berlimpah di kerak bumi (sekitar 0,1
%) yang terjadi secara alamiah. Mangan merupakan logam keras
dan sangat rapuh. Sulit untuk meleleh, tetapi mudah teroksidasi.
Mangan bersifat reaktif ketika murni, dan sebagai bubuk itu akan
terbakar dalam oksigen, bereaksi dengan air dan larut dalam
asam encer. Menyerupai besi akan tetapi lebih keras dan lebih
rapuh.

Gambar 3.17 Mangan


Asal usul nama mangan adalah kompleks. Pada zaman
dahulu, 2 mineral hitam dari magnesia di tempat yang sekarang
menjadi Yunani modern sama-sama disebut magnes, tetapi
dianggap berbeda dalam gender. Magnes laki-laki terterik besi,
dan bijih besi yang sekarang kita kenal sebagai magnet atau

42

Puslitbang tekMIRA Bandung

magnetik dan mungkin diberi istilah magnet. Sedangkan magnes


wanita tidak menarik bijih besi, tetapi digunakan untuk membuat
kaca tidak berwarna. Magnes feminin ini kemudian disebut
Magnesia, yang di zaman modern sekarang dikenal sebagai
pyrolusite atau mangan dioksida. Pada abad ke 16 mangan
dioksida dikenal dengan sebutan mangaesum oleh Glassmakers.
Sekitar awal abad ke-19, mangan digunakan dalam
pembuatan baja dan beberapa paten yang diberikan. Pada 1816,
ia mencatat bahwa menambahkan mangan pada besi akan
membuatnya lebih keras, tanpa membuatnya lagi rapuh. Pada
tahun 1837, British akedemik James Couper mencatat hubungan
antara eksposur berat untuk mangan di pertambangan dengan
bentuk penyakit Parkinson. Pada tahun 1912, konversi lapisan
elektrokimia phosphating mangan untuk melindungi senjata api
terhadap karat dan korosi yang dipatenkan di Amerika Serikat.
Penemuan Leclanche Sel pada tahun 1866 dan
peningkatan berikutnya berisi batrai mangan dioksida sebagai
katodik depolarizer meningkatkan permintaan mangan dioksida.
Sampai pengenalan baterai nikel-cadmium dan baterai
mengandung lithium, sebagian besar berisi baterai mangan. The
zink-carbon baterai dan baterai alkali biasanya menggunakan
mangan dioksida yang dihasilkan industri, karena mangan
dioksida yang terdapat di alam biasanya memiliki banyak
pengotor.
a. Isotop
Mangan alami terdiri dari 1 isotop stabil ; 55 Mn. 18
radioisotop telah ditandai dengan yang paling stabil 53 Mn
dengan paruh waktu 3,7 juta tahun, 54 Mn dengan paruh waktu
dari 312,3 hari, dan 52 Mn dengan paruh waktu 5,591 hari.
Semua sisa radioaktif isotop memiliki paruh waktu yang kurang
dari 3 jam dan mayoritas ini memilki wakru paruh kurang dari 1
menit. Mangan merupakan bagian dari komplekelemen besi,
yang dianggap besar disentitetis oleh bintang, lama sebelum
terjadi ledakan supernova.
b. Kejadian dan produksi

43

Puslitbang tekMIRA Bandung

Mangan dibuat hingga sekitar 1000 ppm (0,1 %) dari


kerak bumi, sehingga merupakan 12 unsur yang paling melimpah
disana. Tanah mengandung mangan 7-9000 ppm dengan ratarata 440 ppm. Air laut yang hanya 10 ppm mangan dan suasana
mengandung 0,01 g/m3. Mangan terjadi terutama sebagai
pyrolusite (MnO2), braunite (Mn 2 + ,Mn, 3 +, Mn 6+) (SiO12),
psilomelane (Ba, H2O) 2 Mn 5 0 1 0, dan ke tingkat yang lebih
rendah sebagai rhodochrosite (MnCO3). Yang paling penting
adalah pyrolusite bijih mangan, lebih dari 80% dari sumber daya
bijih mangan penting biasanya menunjukan yang erat kaitannya
dengan bijih besi. Tanah yang berbasis mangan didunia dikenal
ditemukan di Afrika selatan dan Ukrania. Endapan mangan
penting lainnya berada di Australia, India, China, Gabon dan
Brazil. Pada tahun 1978 diperkirakan 200 miliyar ton nodul
mangan ada di dasar laut. Usaha-usaha untuk menemukan
metode ekonomis nodul mangan panen ditinggalkan pada tahun
1970-an.
c. Aplikasi dan Manfaat
Mangan sangat penting untuk produksi besi dan baja.
Mangan adalah komponen kunci dari biaya rendah formulasi baja
stainless dan telah digunakan secara luas. Mangan digunakan
dalam paduan baja untuk meningkatkan karakterisik yang
menguntungkan seperti kekuatan, kekerasan dan ketahanan.
Mangan digunakan dalam pembuatan kaca agar kaca tidak
berwarna dan membuat kaca berwarna ungu.
Mangan dioksida juga digunakan sebagai katalis. Selain
itu mangan digunakan dalam industri elektronik, dimana mangan
dioksida baik alam ataupun sintetis yang digunakan untuk
menghasilkan senyawa mangan yang memiliki tahanan listrik
yang tinggi. Diantara aplikasi lain ini digunakan sebagai
komponen dalam setiap pesawat televisi.
Mangan merupakan salah satu mineral yang digunakan
oleh beberapa orang untuk membantu mencegah keropos tulang
dan mengurangi gejala yang menganggu terkait dengan syndrom
pramenstruasi (PMS).

44

Puslitbang tekMIRA Bandung

Methylcylopentadienyl mangan trycarbonyl digunakan


sebagai aditif dalam bensin bebas timbel bensin bebas oktan dan
mengurangi
ketukan
mesin.
Mangan
adalah
senyawa
organologam yang tidak biasa ini dalam bilangan oksidasi 1.
MnO2 digunakan sebagai reagen dalam kimia organik
untuk oksidasi dari benzelik alkohol (bersebelahan dengan
sebuah cincin aromatic). Mangan dioksida telah digunakan sejak
zaman dahulu untuk menetralkan oksidatif kehijauan semburat di
kaca disebabkan oleh jumlah jejak terkontaminasi besi. MnO2
juga digunakan dalam pembuatan oksigen dan khlorin, dan
dalam pengeringan cat hitam.
Mangan (IV) oksida digunakan dalam jenis asli sel kering
baterai sebagai akseptor elektron dari seng, dan merupakan
bahan kehitaman yang ditemukan saat membuka seng karbonjenis sel senter. Mangan dioksida yang direduksi ke mangan
hidroksida
MnO
(OH)
selama
pemakaian,
mencegah
pembentukan hidrogen pada anoda baterai.

9. Pasir kuarsa
Pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri atas kristalkristal silika dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa
saat proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan
nama pasir putih, merupakan hasil pelapukan batuan yang
mineral utama seperti feldspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci
dan terbawa oleh air atau angin yang terendapkan di tepi-tepi
sungai, danau, atau laut.
Kuarsa adalah mineral utama dari silika dan salah satu
mineral pembentuk kristal optik. Struktur atomik dari kuarsa
adalah tetra hidron yang satu atom silikon dikelilingi empat atom
oksigen. Contoh penting adalah forstart (Mg 2 SiO2) dalam Mg SiO4
dan ion SiO4 diperoleh empat elektron dari atom magnesium
memberikan 1 elektron ke satuab dari SiO4.

45

Puslitbang tekMIRA Bandung

Gambar 3.18 Pasir Kuarsa


Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2,
Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K 2O, berwarna putih bening
atau warna lain yang bergantung pada senyawa pengotornya.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sifat-sifat pasir kuarsa antara lain :


Kekerasan : 7 (skala mohs)
Berat jenis : 2,65
Titik lebur : 1715oC
Bentuk kristal : heksagonal
Panas spesifik : 0,185
Konduktivitas panas : 12-100oC

Pada temperatur kamar, satuan tetra hidral dari silika


tersusun dalam suatu susunan heksagonal, tetapi pada
temperatur 875oC kestabilan unsur tetra hidral silika berubah.
Fasa temperatur rendah dari silika disebut kuarsa, sedangkan
mineral tempetatur tinggi disebut kristobalit.
Perubahan dari kuarsa trydynit memerlukan perubahan
besar dalam susunan kristalnya. Kristobalit mengalami suatu
perubahan struktur yang lebih baik tetapi bukan pematahan,
sedangkan trydynit mengalami dua perubahan pada jangkauan
meta stabilnya.
Pertama pada temperatur 117oC dari yang lainnya. Pada
temperatur 163oC inversi yang cepat ini mempengaruhi silika
sebagai bahan reflelatory (bahan tahan api) dengan di bawah
kondisi perubahan temperatur yang cepat.

46

Puslitbang tekMIRA Bandung

Dalam kegiatan industri, penggunaan pasir kuarsa sudah


berkembang meluas. Baik langsung sebagai bahan baku utama
maupun bahan pelengkap. Sebagai bahan baku utama, misalnya
digunakan dalam industri gelas kaca, semen, tegel, mosaik,
keramik, bahan baku ferro silikon, silikon carbide bahan abrasit
(ampelas dan sand blasting), watewr treatment yaitu
penggunaan pasir silika untuk menyaring lumpur, tanah dan
partikel besar atau kecil dalam air dan biasa digunakan untuk
penyaringan tahap awal, dll. Sedangkan sebagai bahan
pelengkap misalnya dalam indusri cor, industri perminyakan dan
pertambangan, bata tahan api (refraktori), dll.
Cadangan pasir kuarsa terbesar terdapat di Sumatra
Barat, potensi lain terdapat di Kalimantan Barat, Jawa Barat,
Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, dan pulau Bangka serta
Belitung.
Di Indonesia khususnya Sumatra Utara keadaan industri
pertambangan bahan galian alam seperti pasir kuarsa yang
belum berkembang pesat. Salah satu penyebabnya karena
pemakaian bahan galian tersebut belum cukup besar. Endapan
pasir kuarsa banyak tersebar di beberapa tempat di Indonesia
dan beberapa tempat di Sumatra Utara yaitu sepanjang pantai
kabupaten asahan.

10. Pasir Besi


Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang
bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non logam
seperti kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan
tourmalin. Mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous
magnetit, ilmenit, limonit dan hematit. Mineral bijih pasir besi
terutama berasal dari batuan basaltik dan andesitik volkanik.
Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi.
Karakter dari endapan besi ini bisa berupa endapan logam yang
berdiri sendiri namun sering kali ditemukan berasosiasi dengan
mineral logam lainnya. Kadang besi terdapat sebagai kandungan
logam tanah (residual), namun jarang yang memiliki nilai

47

Puslitbang tekMIRA Bandung

ekonomis tinggi. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa


magnetite, hematite, limonite, dan siderite.

Gambar 3.19 Pasir Besi


Dari mineral-mineral bijih besi, magnetit adalah mineral
yang kandungan Fe nya paling tinggi, tetapi terdapat dalam
jumlah yang kecil. sementara hematit merupakan mineral bijih
utama yang dibutuhkan dalam industri besi.
Tabel 3.1 Kandungan Fe dan klasifikasi komersil
Mineral

Susunan Kimia

Magnetit

FeO, Fe2O3

Kandungan
Fe %
72,4

Hematit
Limonit
Siderit

Fe2O3
Fe2O3.nH2O
FeCO3

70,00
59-63
48,2

Klasifikasi
komersil
Magnerik atau bijih
hitam
Bijih merah
Bijih coklat
Sphatic, black band,
clay ironstone

Analisis labolatorium pasir besi meliputi analisis kimia dan


fisika. Unsut yang dianalisis pada analisis kimia antara lain Fe
total, FeO, Fe2O3, Fe3O4, TiO2, S, P, SiO2, MgO, CaO, K2O,
Al2O3, L.O.I . Sedangkan pada analisis fisika yang dilakukan
antara lain mineragrafi, petrografi, dan berat jenis.
Kegunaan pasir besi ini selain untuk industri logam besi,
juga telah banyak dimanfaatkan pada industri semen. Selain itu
manfaat dan kegunan pasir besi adalah bahan dasar untuk tinta
kering (toner) pada mesin fotocopy dan tinta laser, bahan utama

48

Puslitbang tekMIRA Bandung

untuk pita kaset, pewarna serta campuran untuk cat, bahan


dasar untuk industri magnet pemanen.

11. Pasir Zirkon


Mineral utama yang mengandung unsur zirkonium adalah
zirkon/ zirkonium silika (ZrO2.SiO2) dan baddeleyit/zirkonium
oksida (ZrO2), kedua mineral ini dijumpai dalam bentuk senyawa
dengan hafnium. Pada umumnya zirkon mengandung unsur besi,
kasium sodium, mangan dan unsur lainnya yang menyebabkan
warna pada zirkon bervariasi seperti putih bening hingga kuning
kehijauan, coklat kemerahan, kuning kecoklatan, dan gelap serta
memiliki sistem kristal monoklin, prismatik, dipiramida, dan
ditetragonal, kilap lilin sampai logam, belahan sempurna-tidak
beraturan. Zirkon memiliki bobot jenis 4-4,8, indeks refraksi 1,922,19, kekerasan 6-7,5, hilang pijar 0,1 % dan titik lebur 2.500 oC.
Zirkon memiliki kemampuan mendispersikan cahaya sehingga
terlihat berkilau yang kilauannya hanya kalah jika dibandingkan
dengan intan.

Gambar 3.20 mineral zirkon


Zirkon di Kalimantan tengah terbentuk bersama-sama
dengan batuan beku seri kalk alkali-alkali (granit, grano diorit

49

Puslitbang tekMIRA Bandung

dan monzonit). Apabila batuan tersebut lapuk maka mineralmineralnya akan lepas dan terbentuklah pasir zirkon yang karna
adanya proses transpotrasi terjadi pengkayaan dibeberapa
tempat tertentu.
Kegunaan zircon, zirconia, dan zirconium antara lain
untuk selongsong reaktor nuklir, sebagai bahan pelapis keramik
mutu tinggi, refractory, katalis, komponen elektronik, permata,
dll.
Secara geologi endapan pasir zirkon dijumpai di formasi
dahor dan aluvium. Lokasi-lokasi yang biasanya mengandung
endapapan pasir zirkon tinggi adalah yang berada di dasar atau
kanan kiri sungai atau anak-anak sungai berupa endapan
channel atau teras sungai.
12. Pirit

Gambar 3.21 Pirit


Pirit merupakan mineral yang mengandung besi dan
belerang. Oleh sebab itu mineral pirit disebut juga besi sulfife
(FeS2) yang memiliki kristal isometrik yang pada umumnya
terlihat atau nampak atau terlihat seperti dadu atau kubus atau
disebut juga striated (garis sejajar pada permukaan kristal ).

13.

Posfat
Ortofosfat atau gugus fosfat adalah sebuah ion
poliatomik atau radikal yang terdiri dari satu atom fosforus dan
empat oksigen. Ama bentuk ionik dia membawa sebuah -3
muatan formal dan dinotasikan PO4 3-. Fosfat adalah unsur dalam
sebuah batuan beku (apatit) atau sedimen dengan kandungan

50

Puslitbang tekMIRA Bandung

fosfor ekonomis. Biasanya kandungan fosfor dinyatakan sebagai


Bone Phospate of Lime (BPL) atau Triphosphate of Lime (TPL),
atau berdasarkan kandungan P2O5.

Gambar 3.22 Batuan Fosfat


Fosfat apatit termasuk fosfat primer karena gugusan
oksida fosfatnya terdapat dalam mineral apatit (Ca10(PO4)6.F2)
yang terbentuk selama proses pembentukan magma. Terkadang
endapan fosfat berasosiasi dengan batuan beku alkali kompleks,
terutama karbonit kompleks dan sienit.
Fosfat adalah sumber utama unsur kalium dan nitrogen
yang tidak larut dalam air, tetapi untuk memperoleh produk
fosfat dapat diolah dengan menambahkan asam.
Fosfat dipasarkan dengan berbagai kandungan P2O5,
antara 4-42%. Sementara itu tingkat uji produk fosfat ditentukan
oleh jumlah kandungan N (nitrogen), P (fosfat / P2O5) dan K
(potas cair atau K2O). Fosfat sebagai pupuk alam tidak cocok
untuk tanaman pangan, karena tidak larut dalam air sehingga
sulit diserap oleh akar tanaman pangan.

14. Zeolit
Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat
dengan kation natrium, kalium dan barium. Secara umum zeolit
memiliki molekular struktur yang unik, dimana atom silikon
dikelilingi oleh 4 atom oksigen sehingga membentuk semacam
jaringan dengan pola yang teratur. Di beberapa tempat jaringan
ini, atom silicon digantikan dengan atom Aluminium, yang hanya

51

Puslitbang tekMIRA Bandung

terkoordinasi dengan 3 atom oksigen. Atom aluminium ini


memiliki muatan 3+, sedangkan silicon sendiri memiliki muatan
4+. Keberadaan atom aluminium ini secara keseluruhan akan
menyebabkan zeolit memiliki muatan negatif. Muatan negatif
inilah yang menyebabkn zeolit mampu mengikat kation.
Zeolit
juga
sering
disebut
sebagai
molecular
sieve/molecular mesh (saringan molekuler) karena zeolit
memiliki pori-pori berukuran molekuler sehingga mampu
memisahkan atau menyaring molekul dengan ukuran tertentu.

Gambar 3.23 Mineral Zeolit


Zeolit memiliki beberapa sifat antara lain ; mudah
melepas air akibat pemanasan, tetapi juga mudah mengikat
kembali molekul air dalam udara lembab. Oleh sebab sifatnya
tersebut maka zeolit banyak digunakan sebagai bahan
pengering. Disamping itu zeolit juga mudah melepas kation dan
diganti dengan kation lainnya. Misalnya, zeolit melepas natrium
dan digantikan dengan mengikat kalsium atau magnesium. Sifat
ini pula menyebabkan zeolit dimanfaatkan untuk melunakkan air.
Zeolit dengan ukuran rongga tertentu digunakan pula sebagai
katalis untuk mengubah alkohol menjadi hidrokarbon sehingga
alkohol dapat digunakan sebagai bensin. Zeolit di alam banyak
ditemukan di India, Sirpus, Jerman, dan Amerika Serikat.

3.6

Preparasi Sampel

Preparasi sampel merupakan langkah awal dalam analisis


batuan dan mineral yang menentukan keberhasilan analisa

52

Puslitbang tekMIRA Bandung

terutama analisa kimia. Pada umumnya sampel diterima dalam


bentuk batuan, lempung, lumpur larutan atau dalam bentuk
pasir. Contoh yang masih basah harus dikeringkan dulu dengan
cara diangin-aginkan, dijemur, dioven pada suhu 100-105oC.
Suhu ini tidak boleh lebih pada waktu pengeringannya karna
dapat mempengaruhi komposisi kimia tersebut.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam preparasi
antara lain :
1. Cara pengambilan contoh
2. Cara mempersiapkan contoh
3. Cara pemeriksaan contoh
Contoh yang berbentuk bongkahan yang akan dianalisis
harus dihancurkan terlebih dahulu dengan mesin pemecah (Jaw
Crusher) hingga mencapai ukuran 3 mesh. Selanjutnya seluruh
batuan tersebut digiling dengan Roller mil sampai mencapai
kehalusan 10 mesh. Kemudian diperkecil beratnya dengan sistem
perempatan (conning dan querting) hingga memperoleh berat
yang diperlukan. Untuk keperluan analisis kimia, cukup 50 gram
sedangkan untuk penelitian pengolahan jumlahny berbeda.
Pengurangan berat dapat dilakukan dengan 2 jalan yaitu :
1. Menggunakan alat pembagi (spliter)
2. Sistem perempatan (quartering)
Contoh yang 50 gram tersebut digerus lebih lanjut dengan
mesin pelumat (pull veriser) sampai kehalusan 150 mesh. Untuk
keperluan analisi kimia diperluan kehalusan 150-200 mesh.
Sebelum dan sesudah pemakaian alat harus selalu dibersihkan,
hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kontaminasi antara contoh
satu dengan contoh lainnya.

3.7 Alat-alat preparasi


Alat yang digunakan untuk preparasi antara lain :
1. Pengering contoh (Drying Oven)
2. Pemecah batuan (Jaw crusher, Giratory crusher, Lumpang
baja)
3. Alat penggiling (Grinder, Roll crusher)

53

Puslitbang tekMIRA Bandung

4.
5.
6.
7.

Alat Sampling (pipa sampling, spliter, Cone quartering)


Alat pelumat (Pulveriser, Batu Agate/Besi Agate)
Alat pengayak (Ayakan dari baja tahan karat)
Tempat contoh (pot plastik, kantong plastik)

3.8

Teknik Sampling
Teknik sampling yang umum dilakukan ada 2 cara antara

lain
1. Hand Sampling
Yaitu cara sampling dengan menggunakan tangan
2. Mechine Sampling
Yaitu cara sampling dengan menggunakan mesin
Teknik sampling secara khusus dilabolatorium antara lain :
1. Cara Spliting
Yaitu cara sampling dengan membagi sampel menjadi dua
bagian yang sama banyak.
2. Cara Cone Quarting
Yaitu sistem perempatan. Langkah kerjanya adalah sebagai
berikut :
a. Disiapkan selembar plastik, dibuat gundukan dari contoh
b. Dihomogenkan dengan cara membolak-balikan sebanyak
20 kali hingga merata
c. Dibagi menjadi 4 bagian yang sama banyaknya. Diambil
bagian yang bersebrangan, sebagian disimpan sebagai
arsip, sedangkan bagian lain disampling kembali hingga
didapat contoh mineral sekitar 20-50 gram.
3. Cara Quoning
Sama halnya dengan Cone Quartering tetapi contoh tidak
dibagi menjadi 4 bagian melainkan sedikit-sedikit secara
melingkar.
4. Menggunakan pipa sampling]
5. Cara kombinasi splitting
6. Cara ayak random (Grap)
Cara ini digunakan pada contoh yang terlalu banyak.

3.9 Sistem Analisis


Analisis kimia adalah serangkaian pekerjaan yang
bertujuan untuk menentukan kandungan unsur atau senyawa
dalam suatu sampel (analisa kualitatif) dan menentukan jumlah
unsur atau senyawa tersebut dalam sampel (analisa kuantitatif).

54

Puslitbang tekMIRA Bandung

Secara umum tahap-tahap analisis adalah sebagai berikut


:
1. Perencanaan Analisis
2. Pengambilan sampel (sampling)
3. Preparasi sampel untuk dianalisis (pengeringan sampel,
penimbangan atau pengukuran volume sampel, pelarutan
sampel )
4. Pemisahan senyawa penganggu
5. Pengukuran analisis unsur atau senyawa yang diketahui
6. Perhitungan, pelaporan, dan evaluasi hasil analisis
Secara umum metode analisis kimia dibagi menjadi 2, yaitu
:
1. Metode Klasik ( Konvensional )
Yang termasuk ke dalam metode analisis konvensional
antara lain :
a. Gravimetri
Analisis gravimetri adalah analisis kimia secara kuantitatif
berdasarkan proses pemisahan dan penimbangan suatu unsur
atau senyawa tertentu dalam bentuk yang semurni mungkin.
Dasar dan cara analisis gravimetri meliputi :
Penimbangan
Pelarutan
Pengendapan
Penyaringan
Pencucian
Pengarangan
Pengabuan
perhitungan
b. Volumetri
Analisis volumetri adalah metode penentuan jumlah,
kadar atau konsentrasi dari suatu sampel. Volumetri didasarkan
pada pengukuran volume titrasi yan diperlukan untuk mencapai
titik ekivalen. Volumetri atau yang disebut juga titrimetri terdiri
dari beberapa jenis, antara lain :
Acidimetri
Alkalimetri

55

SmbnMrokK(esultap)vDd
Puslitbang tekMIRA Bandung

Kompleksometri
Argentometri
Iodometri
Iodimetri
Dikhromatometri
Permanganometri
Cerimetri
Nitritrometri
2. Metode Modern ( Instrumental )
Analisi instrumental adalah cara analisis yang didasarkan
pada gabungan alat-alat elektronik dan optik serta sifat-sifat
kimia fisika untuk menggantikan ketajaman mata atau indra
penglihatan. Contoh instrumen yang sering digunakan antara lain
:
a. Spektrofotometer

Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur


besarnya transmis atau absorbansi suatu sampel sebagai fungsi
dari panjang gelombang. Spektrofotomter terdiri dari 2 jenis
yaitu :
Spektofotometer UV
Digunakan untuk sampel yang tidak memiliki warna
Spektrofotometer visible (tampak)
Digunakan untuk sampel yang memiliki warna
Prinsip :
Mengabsorbsikan cahaya dari polikromatis
monokromatis yang dapat menembus sampel.

menjadi

Bagian-bagian Spektrofotometer :

Gambar 3.24 Bagan Spektrofotometer


Sumber
Lampu Deuterium (Hidrogen)
Lampu ini biasanya digunakan pada daerah UV
yang memiliki panjang gelombang 200-350 nm.
Lampu Tungsten ( wolfram )

56

Puslitbang tekMIRA Bandung

Lampu ini biasanya digunakan pada daerah visible


yang memiliki panjang gelombang antara 350-750
nm.

Monokromator
Monokromator adalah peralatan optik yang berfungsi
untuk mengisolasi cahaya dari polikromatis menjadi
monokromatis yaitu prisma dan grating.
Kuvet
Tempat untuk menyimpan sampel yang akan di analisis
pada spektrofotometer. Syarat-syarat kuvet yang baik
antara lain :
Tidak berwarna
Permukaan dengan optik sejajar
Tidak boleh rapuh
Bentuknya sederhana
Detektor
Berfungsi untuk mengubah energi radiasi yang jatuh
mengenainya menjadi suatu besaran yang dapat diukur.
Recorder
Merupakan alat yang digunakan untuk mencatat hasil
dari pengukuran sampel.
b. Atomic Absoption Spektrofotometer (AAS)
Spektrofotometer serapan atom adalah suatu metoda
analisis kimia untuk penentuan unsur-unsur logam dan
metaloid yang didasarkan pada penyerapan (absorpsi)
radiasi oleh atom bebas unsur tersebut.
Prinsip :
Dalam spektrofotometri serapan atom, maka atom bebas
berinteraksi dengan berbagai bentuk energi, mulai dari energi
termis atau panas, energi elektrromagnetik, energi kimia, dan
energi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam
atom tersebut, yang hasilnya berupa emisi (pancaran) radiasi,
panas dan sebagainya pula. Radiasi yang ditimbulkan oleh
radiasi ini bersifat khas atau spesifik, karena mempunyai panjang
gelombang yang benar-benar karakteristik untuk atom bebas
yang bersangkutan.

57

SucNyalMknmroDetRd
Puslitbang tekMIRA Bandung

Bagian-bagian spektrofotometer serapan atom

Gambar 3.25 Bagan Alat Spektrofotometer Serapan Atom


Source

Sumber cahaya dalam SSA ( Spektrofotometer Serapan


Atom) menggunakan spectrum garis yang mempunyai panjang
gelombang tertentu , untuk itu digunakan lampu katoda dan
anoda serta diisi gas mulia yang bertekanan rendah. Dengan
memberikan tegangan sebesar 600 volt, gas mulia yang
bertekanan rendah akan memijar dan mengusir atom dari unsur
lain pada katoda. Atom ini akan tereksitasi dan akan
menghasilkan sinar emisis yang memiliki panjang gelombang
yang khas. Sehingga tinggal dipilih unsur pada katoda agar sama
dengan unsur yang akan dianalisa. Pada umumnya lampu katoda
akan stabil dipanaskan kurang lebih 15 menit. Sumber radiasi
resonansi yang digunakan biasanya adalah lampu katoda
berongga (Hollow Cathode Lamp) atau Electrodeless Discharge
Tube (EDT).
Elektroda lampu katoda berongga biasanya terdiri dari
wolfram dan katoda berongga dilapisi dengan unsur murni atau
campuran dari unsur murni yang dikehendaki. Tanur lampu dan
jendela (window) terbuat dari silika atau kuarsa, diisi dengan gas
pengisi yang dapat menghasilkan proses ionisasi. Gas pengisi
yang biasanya digunakan ialah Ne, Ar, atau He.

Nyala

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa


padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga
berfungsi untuk
atomisasi. Untuk spektroskopi nyala suatu
persyaratan yang penting adalah bahwa nyala yang dipakai
hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari 2000oK.

Komposisi nyala asitelin-udara sangat baik digunakan


untuk lebih dari tiga puluh unsur sedangkan komposisi nyala

58

Puslitbang tekMIRA Bandung

propane-udara disukai untuk logam yang mudah menjadi uap


atomic. Untuk logam seperti Alumunium (Al) dan titranium (Ti)
yang membentuk oksida refrakori temperatur tinggi dari nyala
asitelin-NO sangat perlu, dan sensitivitas dijumpai bila nyala
kaya akan asitilen.

Dibawah ini merupakan bagan proses terjadinya nyala


atau disebut juga proses atomisasi :

Gambar 3.26 proses terjadinya nyala


Alat yang dapat membuat atom-atom bebas dalam AAS
ini disebut atomizer. Atomizer terdiri dari :
Nebulizer
Berfungsi untuk mengubah larutan aerosol (butiran cairan
yang sangat halus seperti kabut). Larutan atau sampel akan

59

Puslitbang tekMIRA Bandung

disedot melalui kapiler sehingga menumbuk glass bead dengan


kecepatan yang tinggi, sehingga cairan akan terpecah menjadi
butiran-butiran yang amat halus dan tercampur dalam udara
membentuk aerosol.
Spray Chamber
Berfungsi untuk membuat campuran yang homogen dari
gas oksidan plus bahan bakar plus aerosol yang mengandung
sampel. Butirab-butiran cairan dalam aerosol yang besarnya
lebih dari 5 mikron akan mengembun kembali kedasar spray
Chamber, dan mengalir keluar melalui pembuangan (drain).
Untuk menjaga agar campuran gas tidak keluar melalui drain,
maka disitu dipasang berupa alat yang diisi air/larutan.

Burner
Berfungsi sebagai tempat pengatoman atau terbentuknya
atom-atom. Disinilah aerosol larutan sampel yan bercampur
secara homogen dengan gas oksidan dan gas bahan bakar (fuel)
dinyalakan pada burner. Maka terjadilah proes-proses pemanasan
aerosol dalam larutan hingga suhu maksimum.

Monokromator

Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar dengan


panjang gelombang tertentu dari sinar yang dihasilkan oleh
lampu katoda. Denga demikian, apabila ada beberapa panjang
gelombang cahaya, maka yang dilewatkan ke detector hanya
cahaya tertentu saja, sedangkan yang lain diserap atau
dipantulkan.
Monokromator yang umum dipakai antara lain filter,
prisma dan grating. Monokromator yang baik adalah yang
mempunyai daya isolasi tinggi.

Detektor

60

Puslitbang tekMIRA Bandung

Detektor
yang
biasa
digunakan
pada
SSA
( Spektrofotometer Serapan Atom) adalah Photo multiflier tube,
yang terdiri dari vakum yang berisi lempeng katoda dan anoda
yang dilengkapi dengan beberapa diode. Lempeng katoda
dilengkapi dengan unsur yang peka terhadap cahaya, bila
terkena cahaya akan membebaskan elektron yang dilipatkan
oleh diode , sehingga jumlah elektron yang menuju anoda akan
bertambah. Tenaga listrik yang dihasilkan kemudian diteruskan
ke amplifier, setelah itu baru ke sistem pembacaan skala yang
biasanya dalam satuan absorbansi.

Read Out

Read out merupakan sistem pencatatan hasil. Hasil


pembacaan dapat berupa angka atau kurva dari suatu recorder
yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

BAB 4
METODE ANALISIS
4.1 Bauksit
I.Pelarutan sampel menggunakan aqua Regia-sulfat 1 : 1 ( 3 : 1 :
2)
a. Prinsip :
Aqua Regia-Sulfat melarutkan garam-garam yang
terdapat di dalam sampel terkeculi SiO2.
b. Alat dan Bahan meliputi pelarutan sampel, pemeriksaan
SiO2, Al2O3 dan TiO2 :
Alat :

Gelas piala tinggi 250 ml


Labu ukur 250 ml
Labu ukur 25 ml
Buret
Labu Erlenmeyer
Corong pendek

61

Puslitbang tekMIRA Bandung

Cawan platina
Furnace
Eksikator
Spektrofotometer UV-vis
Kaca arloji kecil
Batang pengaduk

Bahan :

HCl pekat
HNO3 pekat

NH4OH
H2SO4 1:1
ZnSO4
Ind EBT
H3PO4
H2O2
NaOH padat
EDTA 0,02M
HF analitis
Kaliumpyrosulfat
Kertas whatman No. 40

c. Cara Kerja :
1. Ditimbang dengan teliti sampel sebanyak
0,5 gram dan dimasukan dalam gelas
piala tinggi 200 ml
2. Dibasahi dengan sedikit aquadest,
lalu ditambahkan 15 ml HCl pekat,
5 ml HNO3, dan 10 ml H2SO4
3. Dipanaskan dia atas Hotplate
hingga sangat kering, lalu
dinginkan sebentar
4. Ditambahkan lagi 10 ml HCl pekat,
dan dipanaskan lagi hingga semua
garam larut
5. Diencerkan dengan aquadest
hingga 100 ml, kemudian di
didihkan
6. Disaring dengan kertas whatman
No. 40 dan filtratnya ditampung di

62

Puslitbang tekMIRA Bandung

II.

dalam labu ukur 250 ml (larutan


induk). Residu digunakan untuk
pemeriksaan senyawa SiO2,
sedangkan filtratnya digunakan
untuk analisis lainnya.
Penentuan SiO2
a. Prinsip :
d.
Silikat dan senyawa lain yang
masih belum larut dengan pelarutan
asam,
dipisahkan
dengan
jalan
penyaringan.
Dengan
penambahan
H2SO4
1:1
senyawa
pada
waktu
pemijaran diubah menjadi oksidaoksidanya. Dengan penambahan HF,
maka silikat akan membentuk senyawa
SiF4 yang akan menguap pada waktu
pemijaran. Kadar SiO2 dihitung dari
selisih
sebelum
dan
sesudah
penambahan HF.
e.
b. Reaksi :
f.

SiO2 + 6HF

H2SiF6 + 2H2O

SiF4(g) + 2HF
g.
H2SiF6
c. Cara Kerja :
1. Dari proses pelarutan sampel dan
penyaringan
pada
prosedur
sebelumnya(I.c.6), dicuci endapan
dengan aquadest panas, kemudian
dimasukan dalam cawan platina
2. Diarangkan di atas maker, lalu
dipijarkan dalam furnace dengan
suhu 900oC selama 1 jam
3. Didinginkan
dalam
eksikator
selama + 15 menit, dan ditimbang
(A gram)
4. Di basahi dengan sedikit aquadest,
ditambahkan 3 ml HF dan 1-2 tetes
H2SO4 1:1

63

Puslitbang tekMIRA Bandung

III.

5. Dipanaskan di atas pelat pemanas


hingga kering (penambahan HF
dilakukan beberapa kali hingga
larut sempurna)
6. Diasapkan sisa sulfat di atas Fisher,
lalu dipijarkan kembali di dalam
furnace selama 15 menit dan
didinginkan
7. Ditimbang kembali hasil pemijaran
(B gram), lalu sisa pemijaran di
lebur dengan K2S2O7
8. Dilarutkan dengan HCl encer dan
dipanaskan di atas pelat pemanas
hingga larut
9. Disatukan kembali hasil peleburan
dengan larutan induk (1.c.6) di
dalam labu ukur 250 ml, kemudian
ditandabataskan
dan
dihomogenkan (1.c.6).
h.
d. Perhitungan :
i.
j.
AB
k. % SiO2 =
W
l.
Keterangan :
m.
A = Berat setelah diabukan
n.
B = Berat setelah di HF
o.
W = penimbangan sampel
p.
Penentuan % Al2O3 secara kompleksometri
a. Prinsip :
q.
Fe3+ dalam sampel diendapkan
dalam
suasana
basa
kuat,
lalu
dipisahkan agar tidak bereaksi dengan
EDTA, kelebihan EDTA dititrasi dengan
lar. ZnSO4 menggunakan indikator EBT
hingga terjadi perubahan warna dari
biru ke ungu.
b. Reaksi :

r.
Fe2+(aq) + 3OH- (aq )
Fe(OH)3(s)
64

Puslitbang tekMIRA Bandung

s.

Al3+(aq) + 4OH-(aq)

Al(OH)4(aq)
t.
Al(OH)4-(aq) + H2Y-

AlY-(aq) + 2H2O + 2OHu.


H2Y2- + Zn2+(aq)
ZnY2-(aq) + 2H+(aq)
v.
Zn2+ + Hin2-(aq)

ZnIn-

(aq) + H+(aq)
c. Cara kerja :
1. Dipipet 10 ml dari larutan induk
pada prosedur sebelumnya (II.c.9)
2. Ditambahkan NaOH sebanyak 3
butir
3. Diencerkan secukupnya
4. Disaring dengan kertas saring
teknis, lalu dicuci dengan air panas
dan filtratnya ditampung dalam
labu erlenmeyer 250 ml (reside
dibuang)
5. Ditambahkan 15 ml EDTA 0,02 M
6. Dinetralkan
(ditambahkan
HCl
pekat hingga larutan berwarna
merah muda, ditambahkan NaOH
5%
hingga
larutan
bening,
ditambahkan
HCl
5%
hingga
larutan merah muda, ditambahkan
kembali NaOH 5% hingga bening,
ditambahkan HCl hingga merah
muda, dan terakhir ditambahkan
NH4OH hingga bening).
7. Ditambahkan
ind
EBT,
dan
kelebihan EDTA dititrasi dengan lar.
ZnSO4 hingga terjadi perubahan
warna dari biru menjadi ungu
d. Perhitungan :
w.
x.2O3 =
% Al

mgrek EDTAmgrek ZnSO 4 x Fp x Ar Al x 1,8889


W

65

Puslitbang tekMIRA Bandung

IV.

y.
Keterangan :
z.
Mgrek = ml x Normalitas
aa.
Fp
= Faktor pengenceran
ab.
W = berat sampel (mg)
ac.
Ar Al
= 27
ad.
Penentuan TiO2 secara spektrofotometer
a. Prinsip :
ae.
TiO2
direaksikan
agar
membentuk kompleks yang berwana
kuning agar dapat diukur menggunakan
spektrofotometer
UV-vis
dengan
panjang gelombang 400 nm. Namun
karena masih banyak terdapat pengotor
yaitu unsur besi, sehingga perlu
direaksikan dengan H2SO4 dan H3PO4
agar Fe membentuk senyawa yang tidak
berwana sehingga tidak menganggu
pengukuran.
b. Reaksi :
Fe3+ + Claf.
FeCl3 (kuning)
ag.

2 FeCl3 + 3 H2SO4

Fe2(SO4)3 + 6HCl
Fe3+ + H3PO4
ah.

FePO4 + 3 H+ (bening)
ai.
Ti2+ + 2 H2O + 2 SO42-

[TiO2(SO4)2]2- + 2 H2O
c. Cara Kerja :
1. Dipipet 10 ml dari larutan induk di
prosedur sebelumnya (II.c.9) dan
masukan dalam labu ukur 25 ml
2. Ditambahkan H2SO4 1:1 sebanyak
2,5 ml, lalu dikocok
3. Ditambahkan H3PO4 1,5 ml dan
dikocok kembali
4. Ditambahkan H2O2 2,5 ml dan
kembali dikocok

66

Puslitbang tekMIRA Bandung

5. Diimpitkan dengan tanda batas


menggunakan
aquadest
dan
dihomogenkan
6. Diukur
menggunakan
spektrofotometer dengan panjang
gelombang 400 nm.
aj.

ak. 4.2

Pasir Besi dan Pirit

al.
I. Pelarutan Sampel dengan
Peleburan
a. Alat dan Bahan meliputi pelarutan,
pemeriksaan SiO2, H2O-, L.O.I, Fe total,
FeO dan S total :
am. Alat :

Gelas kimia 200 ml


Labu ukur 250 ml
Cawan platina
Tutup cawan platina
Furnace
Corong pendek
Nerace analitis dengan ketelitian 4
desimal
Fisher
Plat pemanas
Cawan porslen
Drying oven
Eksikator
Buret
Statif, klem dan tegel
Pipet seukuran 100 ml
Batang pengaduk
Botol semprot
Kaca arloji

Bahan :

Na2O2

67

Puslitbang tekMIRA Bandung

II.

Na2CO3
HCl pekat
SnCl2
HgCl2
Asam campur
HF
H2SO4
K2S2O3
H2SO4 1 : 1
H3BO3
H3PO4
Ind. Natrium fenilamin
K2Cr2O7 0.05 N
KClO3
HNO3 1:1
HF
NH4OH
Metil merah
AgNO3
BaCl2

b. Cara Kerja
1. Ditimbang sampel dengan teliti
sebanyak 0,2000 g, dan dimasukan
dalam cawan platina tertutup yang
telah berisi 7 g Na2CO3 dan 1 g
Na2O2
2. Dihomogenkan hingga tercampur
merata
3. Dilebur dalam furnace pada suhu
900oC selama 3 jam
4. Didinginkan hasil peleburan, lalu
dilarutkan dengan HCl 30%
5. Setelah
larut
sempurna,
didinginkan dan dimasukan ke
dalam
labu
ukur
250
ml,
ditandabataskan
dan
dihomogenkan (labu induk).
Penentuan SiO2
a. Prinsip :

68

Puslitbang tekMIRA Bandung

Silikat dan senyawa lain yang


masih belum larut dengan pelarutan
asam,
dipisahkan
dengan
jalan
penyaringan.
Dengan
penambahan
H2SO4
1:1
senyawa
pada
waktu
pemijaran diubah menjadi oksidaoksidanya. Dengan penambahan HF,
maka silikat akan membentuk senyawa
SiF4 yang akan menguap pada waktu
pemijaran. Kadar SiO2 dihitung dari
selisih
sebelum
dan
sesudah
penambahan HF.
b. Reaksi :
H2SiF6

SiO2 + 6HF
+
2H2O

H2SiF6

SiF4(g)

2HF
c. Cara Kerja :
1. Dipipet 100 ml dari labu induk di
prosedur sebelumnya (I.b.5) dan
dimasukan dalam gelas kimia 300
ml
2. Dipanaskan hingga suhu sekitar
80oC, lalu ditambahkan ammonia
berlebih
3. Disaring dengan kertas saring
teknis, filtrat ditampung di dalam
gelas kimia 300 ml (filtrat dibuang)
4. Dipanaskan hingga kering
5. Didinginkan
sebentar,
lalu
ditambahkan HCl 10 ml
6. Dipanaskan
hingga
berhenti
bereaksi dan volume diencerkan
hingga 100 ml
7. Disaring dengan kertas saring No.
40
8. Dimasukan rasidu ke dalam cawan
platina dan diarangkan

69

Puslitbang tekMIRA Bandung

III.

9. Diabukan dalam furnace selama 1


jam
10.
Didinginkan dalam eksikator
dan ditimbang (A gram)
11.
Ditambahkan HF 3 ml, dan
ditambahkan H2SO4 sebanyak 1-2
tetes
12.
Dipanaskan di atas pelat
pemanas
hingga
kering
(penambahan
HF
dilakukan
beberapa
kali
hingga
larut
sempurna)
13.
Diasapkan sisa sulfat di atas
Fisher, lalu dipijarkan kembali di
dalam furnace selama 15 menit dan
didinginkan
14.
Ditimbang hasil pemijaran
kembali
(B
gram),
lalu
sisa
pemijaran di lebur dengan K2S2O7
15.
Direndam platina yang telah
dilebur dengan HCl pencuci hingga
platina bersih
d. Perhitungan :

AB

% SiO2 =
x
W

Keterangan
:

A = Berat setelah diabukan

B = Berat setelah di HF

W = penimbangan sampel

Penentuan H2O
a. Prinsip :

Air yang terkandung dalam sampel


diuapkan di dalam oven pada suhu 100105oC hingga diperoleh berat yang tetap
atau konstan.
b. Cara Kerja :
1. Dipanaskan cawan kosong dalam
oven selama 15 menit

70

Puslitbang tekMIRA Bandung

IV.

2. Didinginkan dalam eksikator


selama 15 menit dan ditimbang ( A
gram)
3. Ditambahkan sampel sebanyak + 1
gram ( B gram)
4. Dipanaskan dalam oven selama 1
jam, lalu didinginkan kembali di
dalam eksikator selama 15 menit
5. Ditimbang kembali hasil
pengeringan ( C gram)
c. Perhitungan :

BC
% H2O- =
BA x

Keterangan :

A = Berat cawan kosong


setelah dipanaskan

B= Berat cawan + sampel

C = Berat setelah keluar dari


oven
Penentuan % L.O.I (Lost Of Ignition)
a. Prinsip :

Pada umumnya batuan atau tanah


mengandung

air

lembap,

senyawa

organik dan anorganik. Senyawa organik


atau anorganik akan mengurai atau
hilang bila dipijarkan pada suhu 900 oC.
Selisih

bobot

sebelum

dan

sesudah

pemijaran, dihitung sebagai kadar zat


hilang bakar (L.O.I).
b. Cara Kerja :
Dipanaskan cawan kosong di dalam
furnace selama 10 menit
Didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang (A gram)
Ditambahkan + 1 g sampel yang
telah dikeringkan ( B gram)

71

Puslitbang tekMIRA Bandung

Dipijarkan dalam furnace pada suhu


900oC selama 2 jam
Didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang kembali ( C gram)
c. Perhitungan :

% L.O.I =

V.

BC
BA

Keterangan :

A = Berat cawan kosong


setelah dipanaskan dalam furnace

B= Berat cawan + sampel

C = Berat setelah dipijarkan


dalam furnace

Penentuan % Fe total secara


dikhromatometri
a. Prinsip :

Senyawa Fe dalam sampel


dipisahkan dengan cara pengendapan
dalam suasana basa, lalu dilarutkan
kembali dan dihitung menggunakan
cara dikromatrometri
b. Reaksi :

2 Fe3+ + Sn2+

2 Fe2+ + Sn4+

2 HgCl2 + Sn2+

Hg2Cl2 + SnCl4

Cr2O72- + 6 Fe2+ + 14 H+

2 Cr3+ + 6Fe3+ + 7H2O


c. Cara Kerja :
1. Dipipet 100 ml dari dari larutan
induk di prosedur sebelumnya
(I.b.5), dan dimasukan kedalam
gelas kimia 300 ml
2. Dipanaskan sebentar, dan
ditambahkan ammonia hingga

72

Puslitbang tekMIRA Bandung

mengendap, lalu disaring (filtrat


dibuang)
3. Di larutkan kembali endapan
menggunakan HCl dalam gelas
kimia 300 ml semula
4. Dipanaskan hingga larut, lalu
ditambahkan HCl 5ml
5. Dipanaskan kira-kira 80oC,
ditambahkan SnCl2 hingga bening,
lalu ditambahkan 3 tetes SnCl2
berlebih
6. Didinginkan, lalu ditambahkan 5ml
HgCl2 dan didiamkan sebentar
7. Ditambahkan asam campur 5ml,
lalu ditambahkan ind. Barium
natrium fenil amin sebanyak 3-5
tetes
8. Dititrasi menggunakan K2Cr2O7
hingga terjadi perubahan warna ke
ungu lembayung
9. Perhitungan

ml penitrasi x N penitrasi x BM x Fp
% Fe Total :
mg sampel

Keterangan :

ml penitrasi
pemakaian K2Cr2O7

: volume

N penitrasi
K2Cr2O7 (0.05)

: konsentrasi

BM
(55.847)

: Berat Molekul Fe

: faktor

Fp

V . Labu
pengenceran ( V . pipet

73

Puslitbang tekMIRA Bandung

VI.

Pemeriksaan FeO secara Dikhromatometri


a. Prinsip :

Silikat yang terkandung dalam


sampel akan diikat oleh HF. Dan sulfat
akan mempertahankan Fe sebagai Fe2+.
Setelah dititrasi dengan K2Cr2O7 sampel
akan dioksidasi menjadi Fe3+. Fitandai
dengan
adanya
perubahan
warna
menjadi violet.
b. Reaksi :

SiO2 + Fe2+ + 6 HF

H2SiF6 + FeSO4 + 2H2O

SiF4

H2SiF6

+ 2HF
Cr2O72- + 6 Fe2+ + 14H+

2Cr3+ + 6Fe3+ + 7H2O

c. Cara kerja :
1. Ditimbang sampel dengan teliti
sebanyak 0,1000 gram dan
dimasukan ke dalam cawan platina
tertutup
2. Dipanaskan di atas fisher selama
15 menit
3. Dimasukan H3BO3 sebanyak 50 ml
ke dalam gelas kimia 200, dan
ditambahkan H3BO3 sebanyak 2,5
ml
4. Setelah dipanaskan 15 menit,
larutan dicampurkan ke dalam
gelas kimia 200 ml yang telah
berisi H3BO3 dan H3PO4
5. Ditambahkan indikator
Natriumbarium fenilamin
6. Dititrasi dengan K2Cr2O7 0,05 N
hingga terjadi perubahan warna
menjadi violet.
d. Perhitungan :

74

Puslitbang tekMIRA Bandung

FeO :
%

ml penitrasi x N penitrasi x BM
mg sampel

x 100

Keterangan :

ml penitrasi
pemakaian K2Cr2O7

: volume

N penitrasi : konsentrasi K2Cr2O7


(0.05)

BM
(71.85)

: Berat Molekul FeO

: faktor pengenceran (

Fp
V . Labu
V . pipet )

VII.

Pemeriksaan % S total
a. Prinsip :

Sulfur yang terkandung dalam


sampel dioksidasi sepenuhnya oleh
KClO3 dan HNO3 membentuk sulfat. Ion
sulfat
diendapkan
oleh
BaCl2
membentuk endapan berwarna putih
dalam suasana HCl pada suhu panas,
kemudian disaring. Endapan dipijarkan
dan ditimbang sebagai BaSO4. Kadar S
total dihitung menggunakan faktor
kimia.
b. Reaksi :

S + KClO3 + HNO3 K2SO4


+ HCl + H2O

SO4 + BaCl2

BaSO4

2Clc. Cara Kerja :


1. Ditimbang sampel dengan teliti
sebanyak 1,000 gram dan

75

Puslitbang tekMIRA Bandung

dimasukan ke dalam gelas kimia


200 ml yang telah berisi KclO3
sebanyak 3 gram
2. Dibasahi dengan sedikit aquadest,
lalu ditambahkan HNO3 1:1
sebanyak 50 ml dan ditambahkan
HF 5 tetes dan didiamkan selam
15 menit
3. Dipanaskan di atas plat pemanas
yang telah dilapisi asbes hingga
kering atau macak-macak
4. Didinginkan sebentar, lalu
ditambahkan 10 ml HCl dan
dipanaskan hingga tak berbuih
5. Diencerkan hingga volume 100 ml
dan didihkan selama 10 menit
6. Ditambahkan NH4OH berlebih dan
dipanaskan sebentar
7. Disaring dengan kertas saring
teknis dan filtratnya ditampung
dalam gelas kimia 300 ml (residu
dibuang)
8. Ditambahkan metil merah hingga
kuning, lalu ditambahkan HCl
hingga pink
9. Dipanaskan hingga mendidih
10.
Ditambahkan BaCl2 sebanyak
10 ml dan dipanaskan selama 30
menit
11.
Didiamkan 1 malam, lalu
disaring dengan kertas saring No.
42 hingga bebas Cl- (ditampung
sedikit filtrat dalam tabung reaksi
dan tambahkan beberapa tetes
AgNO3 hingga tidak terjadi
endapan putih)
12.
Dimasukan kertas saring ke
dalam cawan porslen yang telah
ditimbang

76

Puslitbang tekMIRA Bandung

13.
Diarangkan dan diabukan di
dalam furnace selama 1 jam lalu
ditimbang kembali
d. Perhitungan :

BA
% S total =
x
W

Keterangan :

A
= Berat cawan kosong
yang telah dipanaskan

B
= Berat residu setelah
dipijarkan

W
= Berat sampel
( gram )
Ar S

0,1373
= Mr BaSO 4

4.3

Pasir Zirkon

I.Pelarutan dengan peleburan


a. Alat dan Bahan meliputi pelarutan,
pemeriksaan SiO2 dan ZrO2:

Alat :
Cawan platina
Tutup cawan platina
Plat pemanas
Furnace
Gelas Kimia 300 ml
Labu ukur 250 ml
Corong pendek
Pipet seukuran 100 ml
Corong Panjang
Batang pengaduk
Corong panjang
Cawan porslen

77

Puslitbang tekMIRA Bandung

6.

II.

Eksikator
Bahan :
Na2O2
HCl pekat
HF
H2SO4
K2S2O3
NH4OH 25%
Asam mandalat serbuk
Asam mandalat 2%
Kertas saring teknis
Kertas saring No. 40
Aquadest

b. Cara Kerja
1. Ditimbang sampel dengan teliti
sebanyak 0,5 g, dan dimasukan
dalam zirkon yang telah berisi 3
gram Na2O2
2. Dihomogenkan hingga tercampur
merata
3. Dilebur dalam furnace pada suhu
900oC selama 3 jam
4. Didinginkan hasil peleburan, lalu
dimasukan ke dalam gelas kimia
gelas kimia 300 ml
5. Ditambahkan 150 ml air dan 3m ml
HCl pekat, lalu dipanaskan hingga
larut
6. Dimasukan kedalam labu ukur 250
ml,
ditandabataskan
dan
dihomogenkan (labu induk).
Penentuan % SiO2
a. Prinsip :
c.
Senyawa silika dalam pasir zirkon
dengan Na2O2 akan membentuk garam
rangkap yang mudah larut dalam HCl.
Penambahan NH4OH akan menghasilkan
SiOH yang larut dalam H2SO4. Pada

78

Puslitbang tekMIRA Bandung

pemanasan SiO2 akan mengendap.


Endapan yang terbentuk direaksikan
dengan HF, kemudian diuapkan. Selisih
bobot sebelum dan setelah di HF
dihitung sebagai SiO2 total.
b. Reaksi :
d.
2 SiO2 + 2 Na2O2

2 Na2SiO3 +

O2(g)
e.
Na2SiO3 + 2 HCl

H2SiO3 + 2

NaCl
f.
H2SiO3 + 4 NH4OH

Si(OH)4 (s) + 4 NH3 (g) + 3 H2O


g.
h.
Si(OH)4 + 2 H2SO4 Si(SO4)2(s) +
4 H2O
i.
j.

Si(SO4)2

(g)

k.
l.

SiO2 + 2 SO3

SiO2 + 6 HF

H2O
m. H2SiF6

H2SiF6 + 2

SiF4(g) + 2

HF
n.
c. Cara Kerja :
1. Dipipet 100 ml dari labu induk di
prosedur sebelumnya (I.b.6) dan
dimasukan dalam gelas kimia 300
ml
2. Dipanaskan hingga suhu sekitar
80oC, lalu ditambahkan ammonia
berlebih
3. Disaring dengan kertas saring
teknis (filtrat dibuang)
4. Dilarutkan
kembali
endapan
dengan sedikit HCl, ditambah 10 ml

79

Puslitbang tekMIRA Bandung

H2SO4 1:1, lalu dipanaskan hingga


asap putih hilang
5. Didinginkan, lalu ditambahkan 10
ml HCl dan dipanaskan hingga
berhenti bereaksi
6. Diencerkan
dengan
aquadest
hingga volume 100 ml, dan
dididihkan
7. Disaring dengan kertas saring No.
40, filtratnya ditampung dalam
gelas kimia 300 ml
8. Dimasukan residu ke dalam cawan
platina dan diarangkan
9. Diabukan dalam furnace selama 1
jam
10.
Didinginkan dalam eksikator
dan ditimbang (A gram)
11.
Ditambahkan HF 3 ml, dan
ditambahkan H2SO4 sebanyak 1-2
tetes
12.
Dipanaskan di atas pelat
pemanas
hingga
kering
(penambahan
HF
dilakukan
beberapa
kali
hingga
larut
sempurna)
13.
Diasapkan sisa sulfat di atas
Fisher, lalu dipijarkan kembali di
dalam furnace selama 15 menit dan
didinginkan
14.
Ditimbang
kembali
hasil
pemijaran(B
gram),
lalu
sisa
pemijaran di lebur dengan K2S2O7
15.
Ditambahkan HCl encer, dan
dipanaskan di atas plat pemanas
hingga larut
o.
d. Perhitungan :
p.
q.
AB
r.
%
SiO2
=
x :
W
s.
Keterangan

80

Puslitbang tekMIRA Bandung

III.

t.
A = Berat setelah diabukan
u.
B = Berat setelah di HF
v.
W = penimbangan sampel
(gram)
Penentuan ZrO2
a. Prinsip :
w.
Senyawa zirkon dengan Na2O2
membentuk
garam
rangkap
yang
mudah larut dalam HCl. Penambahan
NH4OH akan membentuk Zr(OH)4 yang
larut dalam H2SO4. Larutan direaksikan
dengan NH4OH, endapan yang terjadi
dilarutkan
kembali
dengan
HCl,
kemudian direaksikan dengan asam
mandalat
yang
membentuk
Zr
mandalat. Endapan yang terbentuk
dipijarkan atau dioksidasi menjadi ZrO 2
dan ditentukan secara gravimetri.
b. Reaksi :
x.
2 ZrO2 + 2 Na2O2 2
Na2ZrO4 + O2
y.

Na2ZrO3 + 2 HCl

H2ZrO3 + 2 NaCl
z.
H2ZrO3 + 4 NH4OH
Zr(OH)4
aa.

+ 3 H2O + 4 NH3
Zr(OH)4 + 2 H2SO4

Zr(SO4)2 + 4 H2O
ab.
Zr(SO4)2 + 4 NH4OH
Zr(OH)4

+ 2 (NH4)SO4

ac.

Zr(OH)4 + 4 HCl

+ 4 H2 O
ad.

ZrCl4 + 4 H8C8O3

Zr(H8C8O3)4

ZrCl4

+ 4 HCl

81

Puslitbang tekMIRA Bandung

ae.
1000

Zr(H8C8O3) + 34 O2
ZrO2 + 14 H2O + 32 CO2

c. Cara kerja :
1. Disatukan ke dalam gelas kimia
yang telah berisi filtrat penyaringan
sisa silikat yang telah dilebur dan
larut (II.c.7)
2. Diendapkan kembali dengan
ammonia berlebih dan disaring
dengan kertas saring teknis
3. Dilarutkan kembali endapan
dengan sedikit HCl
4. Ditambahkan 150 ml air dan 30 ml
HCl ke dalam gelas kimia dan
ditambahkan 16 gram asam
mandalat, lalu dipanaskan 30 menit
5. Didiamkan semalam, lalu disaring
dengan kertas saring No. 40
6. Dicuci endapan dengan air panas
dan asam mandalat 2%
7. Dimasukan ke dalam cawan porslen
yang telah ditimbang, lalu
diarangkan
8. Diabukan dalam furnace selama 1
jam dan ditimbang kembali
d. Perhitungan :
af.
ag.

% ZrO2 =
ah. Keterangan :
x 100 %
ai.
A = Berat cawan kosong yang
telah dipanaskan
aj.
B = Berat residu setelah
dipijarkan
ak.
W = Berat sampel (gram)
al.
am.
an.
82

Puslitbang tekMIRA Bandung

ao.
ap.

4.4

Fosfat

I.Pelarutan Sampel menggunakan HF-HNO3HClO4


a. Alat dan Bahan meliputi pelarutan,
pemeriksaan P2O5 total dan
pemeriksaan P2O5 CAS :
aq. Alat :

Beker teflon
Labu ukur 100 ml
Labu ukur 25 ml
Spektrofotometer
Botol semprot
Labu erlenmeyer 250 ml tertutup
stearel
Bahan :
HF
HNO3
HClO4
Ammonium vanadat 0,25%
Ammonium molibdat 5%
HNO3 1:24
Asam sitrat EDTA (pH nentral)

b. Cara kerja :
1. Ditimbang sampel dengan teliti
sebanyak 0,2000 g dan dimasukan
ke dalam beker teflon
2. Dibasahi dengan sedikit aquadest,
ditambahkan 10 ml HF dan 5 ml
HNO3
3. Dipanaskan di atas plat pemanas
hingga kering
4. Ditambahkan 5ml HNO3 dan 2,5 ml
HClO4
5. Dipanaskan kembali hingga macakmacak

83

Puslitbang tekMIRA Bandung

6. Ditambahkan 5 ml HNO3 dan


dipanaskan kembali hingga larut
7. Diencerkan hingga volume + 50ml
8. Didinginkan lalu dimasukan dalam
labu ukur 100 ml
9. Ditandabataskan dan
dihomogenkan (labu induk).
c.
d.
II.

Pemeriksaan Posfat total


a. Prinsip :
e.
Ion ortoposfat direaksikan
dengan
ammonium
vanadat
dan
ammonium molibdat dalam suasana
HNO3
akan
membentuk
senyawa
kompleks yang berwarna kuning. Warna
kuning
yang
terbentuk
diukur
absorbannya dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 460 nm.
b. Reaksi :
f.

PO43-

(NH4)6Mo7O24.24H2O

NH4VO3

(NH4)6PO4NH4VO3.16MoO3
c. Cara Kerja :
1. Dipipet 10 ml dari larutan induk di
prosedur sebelumnya (I.b.9) dan
dimasukan ke dalam labu ukur
25ml
2. Ditambahkan ammonium vanadat
sebanyak 2,5 ml
3. Ditambahkan ammonium molibdat
sebanyak 2,5 ml setelah warnanya
memudar
4. Ditandabataskan
dengan
HNO3
1:24, kemudian dihomogenkan
5. Dibiarkan + 15 menit agar bereaksi
sempurna

84

Puslitbang tekMIRA Bandung

III.

6. Diukur
absorbannya
dengan
spektrofotometer dengan panjang
gelombang 460 nm.
Pemeriksaan posfat CAS
a. Prinsip :
g.
Ion ortoposfat yang tidak
larut dalam asam sitrat direaksikan
dengan
ammonium
vanadat
dan
ammonium molibdat dalam suasana
HNO3
akan
membentuk
senyawa
kompleks yang berwarna kuning. Warna
kuning
yang
terbentuk
diukur
absorbannya dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 460 nm.
b. Reaksi :
h.
PO43+
NH4VO3
+

(NH4)6Mo7O24.24H2O
(NH4)6PO4NH4VO3.16MoO3
c. Cara Kerja :
1. Ditimbang masing 12,5 g asam
EDTA dan 25 g asam sitrat ke
dalam gelas kimia yang berbeda
2. Dicampurkan
larutan
dan
diencerkan hingga 1L, setelah
keduanya larut sempurna.
3. Diatur pHnya hingga netral
4. Ditimbang sampel dengan teliti
sebanyak 0,5000 g dan dimasukan
kedalam labu erlenmeyer tertutup
yang telah berisi 100 ml asam sitrat
EDTA yang telah diatur pHnya
5. Dipanskan sambil terus diaduk
pada suhu 60oC selama 1 jam
(pengadukan
dibantu
menggunakan sterarel)
6. Didinginkan
sebentar,
lalu
dimasukan ke dalam labu ukur 250
ml
7. Ditandabataskan
dan
dihomogenkan
85

Puslitbang tekMIRA Bandung

8. Disaring dengan kertas saring


teknis
9. Dipipet 10 ml dari larutan induk
yang telah disaring dan dimasukan
ke dalam labu ukur 25ml
10.
Ditambahkan
ammonium
vanadat sebanyak 2,5 ml
11.
Ditambahkan
ammonium
molibdat sebanyak 2,5 ml, setelah
warnanya memudar.
12.
Ditandabataskan
dengan
HNO3
1:24,
kemudian
dihomogenkan
13.
Dibiarkan + 15 menit agar
bereaksi sempurna
14.
Diukur absorbannya dengan
spektrofotometer dengan panjang
gelombang 460 nm.
i.
j.

4.5

Lime Stone

I.Pelarutan dengan asam (HCl)


a. Alat dan Bahan meliputi pelarutan,
pemeriksaan SiO2, CaO dan MgO :
k.
Alat :

Gelas piala tinggi 200 ml


Kaca arloji
Batang pengaduk
Plat pemanas
Labu ukur 250 ml
Corong Panjang
Cawan platina
Furnace
Eksikator
Labu Erlenmeyer 250 ml
Pipet seukuran 10 ml
Filler
Buret
Penampung (beker glass)
Botol semprot

86

Puslitbang tekMIRA Bandung

Tegel, klem, statif

1. Bahan :

II.

HCl pekat
Kertas whatman No. 40
HCl pekat
HF analitis
H2SO4 1:1
Kaliumpyrosulfat
EDTA 0.02 M
Trietanolamin
Indikator Calcon
NaOH (padatan)
EDTA 0.02 M
Trietanolamin
Indikator EBT
NH4OH 1 : 1

b. Cara Kerja :
2. Ditimbang sampel dengan teliti
sebanyak 0,5000 g dan dimasukan
ke dalam gelas piala 200 ml
3. Dibasahi dengan sedikit aquadest
dan ditambahkan 15 ml HCl pekat
4. Dipanaskan di atas plat pemanas
sampai kering
5. Didinginkan sebentar, lalu
ditambahkan lagi 10 ml HCl dan
dipanaskan hingga tak bereaksi
6. Diencerkan hingga volume 100 ml,
kemudian didihkan
7. Disaring dengan kertas whatman
No. 40, dan ditampung filtratnya ke
dalam labu ukur 250 ml (larutan
induk).
8. Dipakai residu untuk penetapan
SiO2, sedangkan filtrat digunakan
untuk analisis lainnya(labu induk).
Pemeriksaan SiO2
a. Prinsip :

87

Puslitbang tekMIRA Bandung

c.
Silikat dan senyawa lain yang
masih belum larut dengan pelarutan
asam,
dipisahkan
dengan
jalan
penyaringan.
Dengan
penambahan
H2SO4
1:1
senyawa
pada
waktu
pemijaran diubah menjadi oksidaoksidanya. Dengan penambahan HF,
maka silikat akan membentuk senyawa
SiF4 yang akan menguap pada waktu
pemijaran. Kadar SiO2 dihitung dari
selisih
sebelum
dan
sesudah
penambahan HF.
b. Reaksi :
d.
SiO2 + 6 HF H2SiF6 + 2 H2O
SiF4(g) + 2HF
e.
H2SiF6
f.
c. Cara Kerja :
1. Dari proses pelarutan sampel dan
penyaringan
pada
prosedur
sebelumnya(I.b.7), dicuci endapan
dengan aquadest panas, kemudian
dimasukan dalam cawan platina
2. Diarangkan di atas maker, lalu
dipijarkan dalam furnace dengan
suhu 900oC selama 1 jam
3. Didinginkan
dalam
eksikator
selama + 15 menit, dan ditimbang
(a gram)
4. Dibasahi dengan sedikit aquadest,
ditambahkan 3 ml HF dan 1-2 tetes
H2SO4 1:1
5. Dipanaskan di atas pelat pemanas
hingga kering (penambahan HF
dilakukan beberapa kali hingga
larut sempurna)
6. Diasapkan sisa sulfat di atas Fisher,
lalu dipijarkan kembali di dalam
furnace selama 15 menit dan
didinginkan

88

Puslitbang tekMIRA Bandung

III.

7. Ditimbang kembali hasil pemijaran


(b gram), lalu sisa pemijaran di
lebur dengan K2S2O7
8. Dilarutkan dengan HCl encer dan
dipanaskan di atas pelat pemanas
hingga larut
9. Hasil peleburan disatukan kembali
dengan larutan induk di dalam labu
induk 250 ml (I.b.7), kemudian
ditandabataskan
dan
dihomogenkan.
d. Perhitungan
g.
h.
AB
i.
% SiO2
=
x
W
j.
Keterangan :
k.
A = Berat setelah diabukan
l.
B = Berat setelah di HF
m.
W = penimbangan sampel
(gram)
n.
Pemeriksaan CaO secara Kompleskometri
a. Prinsip :
o.
Ion Ca2+ dapat bereaksi dengan
EDTA membentuk senyawa kompleks
yang stabil. Penitaran dilakukan pada
pH 12 karena Mg dapat mengendap,
sehingga tidak bereaksi dengan EDTA.
Untuk mengulangi adanya gangguan
dari logam-logam lain (seperti Fe dan Al)
dapat ditambahkan trietanolamin yang
akan membentuk senyawa komplek
yang tidak bereaksi dengan EDTA.
b. Reaksi :

p.
Mg2+ + 2 NaOH
Mg(OH)2 + 2 Na+
q.
Ca2+ + 2 Hin-

CaIn- (merah) + 2H+


r.
CaIn- + 2H2Y2-

CaY2- + Hin89

Puslitbang tekMIRA Bandung

c. Cara Kerja :
1. Dipipet 10 ml dari larutan induk di
prosedur sebelumnya (II.c.9) dan
dimasukan
ke
dalam
labu
erlenmeyer 250 ml
2. Ditambahkan
NaOH
padatan
sebanyak 3 butir sambil dikocok
hingga larut
3. Ditambahkan
trietanolamin
sebanyak 2.5 ml
4. Ditambahkan
indikator
Calcon
(hingga larutan berwarna merah
anggur)
5. Dititrasi dengan larutan EDTA
0,02M hingga terjadi perubahan
warna menjadi biru jelas
d. Perhitungan :
s.

ml penitrasi x M EDTA x BM x Fp
t. =
% CaO
Mg Sampel
u.
Keterangan :
v.
Ml penitrasi
pemakaian EDTA

: volume

w. M penitrasi : konsentrasi EDTA


(0.02 M)
x.
BM
(56,08)
y.
Fp

: Berat molekul CaO


: faktor pengenceran (

V . Labu
V . pipet )

IV.

z.
aa.
Pemeriksaan MgO secara kompleksometri
a. Prinsip :
ab. Logam Ca2+ dan Mg2+ dapat
membentuk kompleks dengan EDTA
pada pH 10. Pada tahap pertama akan
terbentuk atau terjadi antara indikator
90

Puslitbang tekMIRA Bandung

logam dengan ion logamnya. Sedangkan


setelah
penambahan
EDTA
akan
terbentuk logam dengan EDTA. Apabila
pembentukn kompleks logam dengan
EDTA telah ekivalen maka akan terjadi
perubahan warna. Pada titrasi ini
digunakan indikator Eriochome Black T
(EBT), akan terbentuk kompleks logam
antara Ca-indikator dengan Mg-indikator
yang akhirnya akan terbentuk logam
dengan EDTA menjadi Ca-EDTA dan MgEDTA yang disertai dengan perubahan
warna menjadi biru jelas.
b. Reaksi :
ac. Mg2+ + Hin+ H+
ad.
MgY2- + 2H+
ae.

Mg2+ + H2Y

MgIn2-

MgIn- + H2Y2
MgY2- + Hin-

(biru) + H+
c. Cara kerja :
1. Dipipet 10 ml dari larutan induk di
prosedur sebelumnya (II.c.9) dan
dimasukan
ke
dalam
labu
erlenmeyer 250 ml
2. Ditambahkan NH4OH 1 : 1 sebanyak
2,5 ml
3. Ditambahkan
trietanolamin
sebanyak 2,5 ml
4. Ditambahkan indikator EBT hingga
larutan berwarna merah anggur
5. Diencerkan
dengan
sedikit
aquadest
6. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,02
M hingga larutan berubah warna
menjadi biru jelas
d. Perhitungan :

91

Puslitbang tekMIRA Bandung

af.
(VbVa) x M EDTA x BM x Fp
ag.MgO =
%
Mg Sampel
ah.
ai.
Keterangan :
aj.
Va
: Volume
EDTA yang diperlukan untuk CaO (ml)
ak.
Vb
: Volume
EDTA yang diperlukan untuk MgO (ml)
al. M penitrasi
EDTA (0.02 M)

: konsentrasi

am. BM
MgO (40,31)

an. Fp

Berat

molekul
faktor

V . Labu
pengenceran ( V . pipet )
ao.

4.6

Batu Bara

I.Penentuan L.O.I H2Oa. Prinsip :


ap. Air yang terkandung dalam sampel
diuapkan di dalam oven pada suhu 100105oC hingga diperoleh berat yang tetap
atau konstan lalu dihitung % H2O-nya.
Sampel yang kandungan airnya telah
diuapkan dimasukan kedalam furnace
selama 1-2 jam untuk mendapatkan
kadar L.O.I
b. Alat
dan
Bahan
sudah
meliputi
pemeriksaan L.O.I, H2O , dan, SO3 :
aq. Alat :

Cawan porslen
Drying oven
Furnace
Plat pemanas
Neraca analitis
Eksikator

92

Puslitbang tekMIRA Bandung

Gelas piala tinggi 200 ml


Gelas kimia 300 ml
Kaca arloji
Batang pengaduk
Corong panjang

Bahan :
HCl
NH4OH
Metil merah
BaCl2
Kertas whatman No. 42
c. Cara Kerja :
1. Dipanaskan cawan kosong dalam
oven selama 15 menit
2. Didinginkan dalam eksikator selama
15 menit dan ditimbang ( A gram)
3. Ditambahkan sampel sebanyak + 1
gram ( B gram)
4. Dipanaskan dalam oven selama 1
jam, lalu didinginkan kembali di
dalam eksikator selama 15 menit
5. Hasil pengeringan ditimbang kembali
( C gram)
6. Dimasukan ke dalam furnace selama
1-2 jam
7. Didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang kembali ( D gram)
d. Perhitungan :

BC
% H2O- = BA x
% L.O.I =

Keterangan :

A = Berat cawan kosong


setelah dipanaskan

B = Berat cawan + sampel

C = Berat setelah keluar dari


oven

D = Berat setelah keluar dari


Furnace

93

CD
CA

Puslitbang tekMIRA Bandung

II.

Penentuan SO3
a. Prinsip :

Ion sulfit diendapkan dengan


BaCl2 membentuk endapan berwarna
putih dalam suasana HCl pada suhu
panas, kemudian disaring. Endapan
dipijarkan dan ditimbang sebagai BaSO4.
Kadar SO3 dihitung menggunakan faktor
kimia.

b. Reaksi :

SO4 + BaCl2 BaSO4 +


2Clc. Cara Kerja :
1. Ditimbang dengan teliti sampel
sebanyak 1-2 gram dan dimasukan
ke dalam gelas piala tinggi 200 ml
2. Dibasahi dengan sedikit aquadest
dan ditambahkan 10 ml HCl dan
dipanaskan di atas hotplate hingga
macak-macak.
3. Diencerkan dengan aquadest
hingga volume 100 ml
4. Ditambahkan NH4OH hingga
terendapkan sempurna
5. Disaring dengan kertas saring
teknis dan ditampung filtratnya ke
dalam gelas kimia 300 ml
6. Ditambahkan metil merah
sebanyak 3 tetes dan ditambahkan
HCl hingga larutan berwarna merah
muda
7. Dipanaskan di atas plat pemanas
hingga mendidih
8. Ditambahkan BaCl2 sebanyak 10
ml dan dipanaskan selama 30
menit
9. Didiamkan selama 1 malam

94

Puslitbang tekMIRA Bandung

10.
Disaring dengan kertas
Whatman No. 42 dan dicuci
dengan aquadest panas hingga
bebas Cl (diuji dengan
manampung sedikit filtrat di
tabung reaksi dan ditambahkan
AgNO3, jika masih terdapat
endapan putih artinya Cl masih
ada)
11.
Dimasukan residu ke dalam
cawan porselen yang telah
dipanaskan dan ditimbang
12.
Diarangkan dan dimasukan ke
dalam furnace hingga putih.
d. Perhitungan :

BA
% SO3 =
x
W
Keterangan :

A
= Berat cawan kosong
yang telah dipanaskan

B
= Berat residu setelah
dipijarkan

W
= Berat sampel
( gram )
Ar SO3

0,3411
= Mr BaSO 4

4.7

Mangan

I.Penentuan MnO2 secara Permanganometri


a. Prinsip :

Senyawa
MnO2
bereaksi
dengan garam natrium oksalat (H2C2O4)
dalam
suasana
sulfat
(H2SO4)
menghasilkan MnSO4, CO2, dan H2O.
Kelebihan H2C2O4 di titrasi dengan lar.
KMnO4 0,1 N.

95

Puslitbang tekMIRA Bandung

b. Reaksi :

MnO2 + H2SO4 + H2C2O4

MnSO4 + 2H2O + 2CO2

KMnO4 + 3H2SO4 + 5 H2C2O4

K2SO4 + 2MnSO4 + 8H2O

+ 10 CO2
c. Alat dan bahan sudah meliputi
pemeriksaan MnO2 dan Mn total

Alat :
Labu erlenmeyer 250 ml
Penampung (beker gelas)
Buret
Statif, tegel, klem
Pipet seukuran 25 ml
Plat pemanas
Neraca analitis dengan ketelitian 4
desimal
Labu erlenmeyer 1000 ml

Bahan :

KMnO4 0,1 N
Na2C2O4 0,1 N
H2SO4 1 : 1
ZnO

d. Cara Kerja
1. Di timbang sampel dengan teliti
sebanyak 0,1000 gram
2. Ditambahkan 25 ml Na2C2O4 0,1 N
3. Dipanaskan dengan suhu sekitar
60oC hingga larut
4. Dititrasi dengan KmnO4 0,1 N
hingga terjadi perubahan warna
menjadi merah muda yang
warnanya bertahan 30 detik

e. Perhitungan :

( AB ) x N penitrasi x BM x Fp
% MnO2 =
W
96

Puslitbang tekMIRA Bandung

II.

Keterangan :

A
= volume
pemakaian blanko

B
= volume pemakaian
sampel

N
= konsentrasi KMnO4

BM
= berat molekul MnO2
(43,469)

Fp
= faktor pengenceran

W
= berat sampel (Mg)
Penentuan Mn Total
a. Prinsip :

Bila suatu larutan garam


mangan
dalam
suasana
netral
direaksikan dengan larutan KmnO4,
maka
semua
mangan
akan
dioksidasikan dan mengendap sebagai
MnO2. Titik akhir dari reaksi ini dapat
dimati dari pembentukan warna merah
lembayung muda.

b. Reaksi :

3 MnSO4 + 2 KMnO4 + 2 H2O

5 MnO2 + K2SO4 + 2

H2SO4
5 ZnSO4 + 6 MnSO4 + 4 KMnO4 +

14
H2O

4KHS
O4 +
7H2S
O4 +
5
ZnH2
+

97

Puslitbang tekMIRA Bandung

2MnO
3

c. Cara kerja :
1. Ditimbang 0,5 gram contoh batuan
mangan,

dimasukkan

ke

dalam

gelas kimia 300 mL, basahi dengan


aquadest.
2. Ditambahkan 15 mL HCl pekat dan
5 mL HNO3 pekat, panaskan sampai
kering.
3. Ditambahkan

mL

HCl

pekat,

panaskan kembali hingga semua


garam-garamnya

larut,

encerkan

hingga 75 mL, didihkan.


4. Disaring endapan silikat disaring
dengan kertas saring No.40, Filtrat
ditampung dalam labu ukur 250
mL,

ditandabataskan

dan

dihomogenkan.
5. Dipipet 25 mL dari larutan induk
diatas,

masukan

ke

dalam

erlenmeyer 1000 mL, tambahkan


bubur ZnO sampai jenuh (larutan
putih

keruh),

lalu

diencerkan

sampai 400-500 mL.


6. Dipanaskan diatas hot plate sampai
mendidih,

lalu

dtitrasi

dalam

keadaan panas dengan KMnO4.


7. Dititrasi dengan cara 5 tetes sekali
dikocok-kocok, terbentuk endapan
coklat.

Titrasi

sampai

TA

yang
98

Puslitbang tekMIRA Bandung

ditandai supernatan yang berwarna


merah sangat muda.
8. Perhitungan :

ml x N penitrasi x BM x Fp
3
% Mn Total =
W

Keterangan :

Ml
= Volume Pemakaian
KMnO4 0.1004 N

N
= konsentrasi KMnO4

BM
= berat molekul Mn
(16,4814)

Fp
= faktor pengenceran

W
= berat sampel (Mg)

4.8 Pasir Kuarsa


I.Penentuan SiO2 secara Langsung
a. Prinsip :

Contoh pasir kuarsa langsung


direaksikan dengan HF, kemudian
diuapkan. Selisih bobot sebelum dan
setelah di HF dihitung sebagai SiO2 total.
b. Reaksi :

SiO2 + 6 HF H2SiF6 + 2H2O

H2SiF6

SiF4

(g)

+ 2HF(g)

c. Alat dan Bahan :

Alat :
Cawan platina
Neraca analitis dengan ketelitian 4
desimal
Eksikator
Furnace
Plat pemanas

Bahan :
HF
HCl
d. Cara kerja :

99

Puslitbang tekMIRA Bandung

1. Dipanaskan cawan platina kosong


dalam furnace 15 didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang ( A
gram)
2. Ditambahkan
sampel
sebanyak
0,5000 gram
3. Dipijarkan dalam furnace 1-2 jam
4. Didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang kembali ( B gram )
5. Ditambahkan 3 ml HF dan 2 tetes
H2SO4 1 : 1
6. Dipanaskan di atas plat pemanas
hingga kering (penambahan HF
dilakukan hingga jernih)
7. Diasapkan di atas fisher hingga
asap putih hilang dan dimasukan
dalam furnace 15
8. Didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang kembali ( C gram)
9. Dilebur
dengan
K2S2O7
dan
dilarutkan dengan HCl encer di atas
pemanas
10.
Dibilas hingga bersih ke
dalam
labu
ukur
100
ml,
ditandabataskan
dan
dihomogenkan.
11.
Digunakan
larutan
untuk
analisisi lainnya.
e. Perhitungan :

% SiO
2 =

BC

Keterangan :
BA x 100 %

A
= Berat platina kosong

B
= Berat platina + endapan
sebelum di HF

C
= Berat platina + endapan
setelah di HF

4.9 Clay Mineral

I.Penentuan % H2O-

100

Puslitbang tekMIRA Bandung

a. Prinsip :

Air yang terkandung dalam sampel


diuapkan di dalam oven pada suhu 100105oC hingga diperoleh berat yang tetap
atau konstan.
b. Alat dan Bahan :

Alat :
Cawan porslen
Drying oven

Bahan : c. Cara Kerja :


1. Dipanaskan cawan kosong dalam
oven selama 15 menit
2. Didinginkan dalam eksikator
selama 15 menit dan ditimbang ( A
gram)
3. Ditambahkan sampel hingga terisi
2
3

cawan ( B gram)

4. Dipanaskan dalam oven selama


seharian, lalu didinginkan kembali
di dalam eksikator selama 15 menit
5. Ditimbang kembali hasil
pengeringan ( C gram)
6. Perhitungan :

% H2O- =

BC
BA

Keterangan :

A = Berat cawan kosong setelah


dipanaskan

B= Berat cawan + sampel

C = Berat setelah keluar dari oven

101

Puslitbang tekMIRA Bandung

BAB 5
Hasil Analisis

5.1 Bauksit

Tabel 5.1 Analisis sampel Bauksit

o
Sampel

3
507

3
508

3
509

3
510

3
511

3
512

3
513

3
514

3
515

3
516

3
517

3
518

3
519

Al

2O3
iO2

(%
T
)
otal

(
%)

47
1
.53
5.00

53
8
.4
.78

32
4
.00
0.2

38
2
.70
4.2

48
1
.77
4.30

52
8
.18
.62

36
2
.02
6.2

32
3
.35
7.0

41
1
.72
9.58

54
7
.51
.88

30
3
.95
7.9

36
2
.34
6.5

46
1
.00
9.64

iO2

iO2

B
ebas

(
%)

1
0.98

6
.19

3
2.6

6
.03

1
0.14

7
.24

8
.51

2
5.1

1
1.77

5
.44

3
0.6

6
.07

1
1.29

R
eaktif

(
%)

4.
02

2.
59

7.
60

1
8.17

4.
16

2.
38

1
7.69

1
1.90

7.
81

2
1.44

7.
30

2
0.4

7.
75

iO2

e2O3
(

%)

%)

.898

.673

.781

.848

.884

.635

.681

.138

.922

.530

.983

.758

.862

102

Puslitbang tekMIRA Bandung

520

521
522

524

525

526

527

528

530

37

004

005

2
6.3

.4
4

5.4
25

5
.83

7.0

.32
4

.30
3

5
.46

.68
40

5
.04

0.

.578
9.

.818

10

.3

4.50
54

529

.31
3

48

.814
5.

2.6

6.0

47
3

.254

79
5

.16
3

39

.83

1.7

.70
3

.60
3

30

0.5

0.23

.30

0
.590

.26

3.00
5

2.

4.0

6.02
54

81

.51
3

.33
3

5.8
47

4
.83

7.6
38

523

.34
3

32

7
1.64

.54
3

.91
3

52

.939
1

9.70

5.
04

1.
85

1
0.70

1
9.76

.880

.889

.698

.116

.128

3.5
33

.0

.99
5

1.2

3
.38

5.2 Pasir Zirkon

Tabel 5.2 Analisis Pasir Zirkon

No
Sampel

3767
3768

ZrO2

SiO2

TiO2

(%)
66.8
68.1

(%)
8.75
8.75

(%)
4.85
2.33

103

Puslitbang tekMIRA Bandung

4538
4539
4540
4541

36.8
39.76
62.08
63.24

1.6
16.94
15.54
30.54

1.33
1.06
1.97
1.48

5.3 Abu Batubara


Tabel 5.3 Analisis abu batubara

o
Sampel

iO2

O3

T
otal

T
iO2

%)

O5

.O.I

%)

%)

%)

%)

(
%)

4
019

255

255

2.2

6
A
6
B

.80

.64

1.

.27

0
.40

315
2

7.74

0.
68

7.98

1.
361

0.
0191

0.
0220

0
.064

0
.54

0
.16

0
.56

0
.33

5.4 Kalsium
Tabel 5.4 Analisis sampel kalsium

CaCO3

o
Sampe
l

4
089

98.4

L.O

(%)

Ca

.I

(%)

(%)

55.

43.

H2O

(%)

4.49

5.5 Pasir Besi, bijih besi dan Pirit

Tabel 5.5 Analisis pasir besi, bijih besi dan pirit


N

o
Samp

Fe
tot

FeO

Fe2
O3

SiO2

TiO2 P2O
5

S
tot

L.O.
I

H2
O104

Puslitbang tekMIRA Bandung

el

al

(%)

4
398
36.3
0

4
399
47.5

5
378
21.2

5
379
34.7

5
380
43.3
5
381
24.9
5
382
39.7
5
383
25.7

5
384
19.8
3

5
385
36.9

5
386
36.9

(%)

14.7
3

12.7
5

11.8
6

12.6
0

10.4
2

13.4
7

19.0
4

12.0
3

11.8
6

17.5
1

15.0
9

(tota
l)

(%)

1.7

(%)

(%)

53.7
4

17.1
3

19.5
6

50.3

(%)

35.5

2.0

al

(%)

(%)

(%)

0.17 0.7
6

0.19 33.
01

0.1
2

0.1
1

43.3

3.39
-

40.4

6.51
-

18.9

3.59
-

20.6

40.4

4.25
-

35.6

25.1

7.16
-

23.4

33.6

5.03
-

15.1
7

33.3

49.6

3.18
-

23.2

7.11
-

36.0

20.0

6.14
-

105

Puslitbang tekMIRA Bandung

387
22.9 10.0
6

388
36.3 9.88

389
26.2 8.75

390
16.2 8.35
0

391
26.5 11.4

392
44.4 19.7
6

393
13.1 8.44
2

394
20.9 11.1
0
4

395
47.2 14.0
1

438
32.7 19.4
6
0

439
32.2 17.0
0
6

440
29.9 13.4
6
7

441
54.7
4

442
4.64
-

21.6

45.5

3.30
-

40.9

31.1

13.8
8

25.5

41.5

25.3

35.9

46.7

5.97

4.44

2.95
-

32.9

7.40

9.38

54.8

5.26

10.1
8

1.99
-

17.5
0

51.9

43.4

3.67
-

5.90

9.12
-

25.2
8

27.0
8

27.8
6

78.2
6

6.63

15.95 25.6
2

24.85 14.3
6

27.35 13.3
7

0.9
12.5
6

0.9
20.5

0.1
3

0.0
9

0.1
1

2.2
1

0.0

0.04
2

0.03
4

0.01
8

0.02
1

0.16

0.6
0

1.4
4

0.2
8

11.
85

11.

106

Puslitbang tekMIRA Bandung

443
64.1 17.7 71.9
2
8
1

7.85

17.0 0.0
5
6

22

0.01 0.0
9
6

5.6 Fosfat
Tabel 5.6 Analisis Batuan Fosfat

o
Sampe
l

4
659

4
660

4
661

4
662

4
663

4
664

4
665

4
666

4
667

4
668

4
669

P2

O5
total

(
%)

4
1.23

2
7.89

4
5.01

2
8.89

7
6.46

3
3.20

3
1.76

2
6.61

1
8.12

2
9.53

2
9.24

P2
O5 CAS

(
%)

SiO2
Total

(%)

41.0

9.08

9.24

0.01

9.88

0.57

9.78

2.91

7.7

3.78

9.58

3.18

8.1

7.77

9.14

0.57

9.98

2.40

19.

19.

18.

19.

18.

19.

23.

18.

18.

18.

90
2

4.69

52
2

97
2

20.

23
1

30
2

15
2

12.

37
2

(%

04
2

(%)

5
2

O2

62

0.98

2
2

Ti

3.12

L.O.

10.6

8
2

06
10.0

107

Puslitbang tekMIRA Bandung

670

7.21
4

671

672
673
674

675

C
RM

5
175

5
176

5
177

5
178

5
179

9.78

9.04

18.

18.

14.

19.

43

8.46

1.89
2

19.

91
2

1.47

8.70
4

9.52

06
2

0.95

9.86
4

70

6.04

6.51
4

3
4.57

3.69

63
2

8.75

2.57

3
8.8580

3
5.53

3
6.24

3
0.96

3
3.38

2
6.57

3
6.6797

1
9.56

2
8.10

6.
63

1
5.65

1
1.99

10.5

23

24.4

14.

85
20.6

34
27.7

1.9
5

15.

1.7
5

14.

55
26.8

1.4
5

15.

5
21.6

1.3
9

9.1

96

1.4
8

5.7 Gipsum
Tabel 5.7 Analisis Gipsum

No
Sampel

SO

(%

46

86

87

46

63.

23.

27.

28.

36.

2
55.

6
46

88

48.

(%
)

9
46

Ca

2
32.

L.

gO
O.I
(%
(%
)
)
0.
27
71
.2
0.
16
78
.59
0.
14
78
.62
1.
25

Si
O2 Total

(%
)

1.
58

0.
08

0.
04

4.
108

Puslitbang tekMIRA Bandung

89

46
90

91

92

32.

93

19

17

0.
26

.09
2.

0.
80

17

5.

.28

05
39.

11

3.

06

.87

72

5
40.

2.

3
42.

.30

61
35.

4
46

1
43.

18
40.

0
46

44.
2

46

0.
36

17
.04

0.
54

5.8 Lime Stone


Tabel 5.8 Analisis Lime stone atau Batu Kapur

o
Samp
el

aO

gO
(

%)

.O.I
(

%)

S
iO2

P2O5

(%)

0.

0.11

0.

0.24

0.

0.22

0.

0.04

0.39

0.62

0.12

0.59

0.11

%)

T
otal

(
%)

600

601
602
603
5
604

5
605

5
606

5
607

5
608

56

6.04
2

0.68
3

4
6.33

9.83

9.83
5

2
1.89

0.73
5

0.40
5

12
4

5.80
2

60
4

1.68
0.76
6.46
14

2.
0.
4.
5
44
47
04
4.28

2.
0.
4.
5
98
79
47
1.64

3
2
4
0.
1.96
0.16
6.18
50

3
2
4
0.
0.40
0.07
5.30
80

3
2
4
0.
1.12
1.16
6.66
06

109

Puslitbang tekMIRA Bandung

5
609

3
0.56

1.36

6.54

0.

0.04

5.9 Laterit
Tabel 5.9 Analisis Laterit

o
Sampel

N
i

S
iO2

%)

M
gO

T
otal

aO
(

%)

o
(

%)

L
.O.I

0.

%)

(
%)

453

454
455

457

458

459

461

462

463

464

4.8
3

9.9
4

0.

1
1.51

0.

013
0

1
3.26

018
0

1
3.07

0.

.82
2

015
0

1
2.61

0.

.72
2

011
0

1
2.65

0.

.90
2

08
0

5.3

5.7
0

1
3.03

0.

.83
2

.27
5

2.1
0

14
1

1
2.70

0.

.05

8.1

1.3

.34
5

0.5
3

015
0

1
2.44

0.

.77
3

015
0

4.8

9.3
0

1
2.85

0.

.94
2

.30
5

.28
5

4.9
0

014
0

1
2.60

0.

.75

4.5

2.3
0

.23
5

4.7

012
0

0.

.86
2

1.81

019
0

2.2

3.2
0

460

.31
5

.76
2

024
0

6.7

2.3

.32
5

.92
2

3.7

2.4
0

.70

.31
5

.30
5

2.5
0

1
8.60

9.4
0

456

.25
5

3
8.3

.29
5

.24
5

1
2.44

0.

1
110

Puslitbang tekMIRA Bandung

465

.24

5
466

467

469

5
470

473

5
474

475

476

4.0

5
477

0.6

.32

5.8

2.2

0.

0.

.84

1
3.93

015
0

1
2.86

013
0

1
3.05

0.

.78
3

014
0

1
6.77

0.

.71

0.9

015
0

1
2.36

0.

.85
3

.27

2.9

017
0

1
1.64

0.

.71

3.0

.29

019
0

1
1.14

0.

.93
3

3
7.1

1.5

.29
5

3
6.5

020
0

1
0.30

0.

.74

0.4

.31

033
0

1
0.60

0.

.87
2

3
4.1

4.9

.44
5

3
7.1

017
0

1
0.25

0.

.88

1.9

472

7.5

.16
5

013
0

0.

.74
1.

1.64

011
0

75

471

6.3

.88
2

6.9

.23
5

9.8

013

.74
2

.29

3.2

4
3.7

.15

1.2

.32
5

4.4
0

468

.28
5

4.9

0
.23

6.3

1
1.17

0.

015

1
1.72

5.10Pasir Kuarsa
Tabel 5.10 Analisis Pasir Kuarsa

o
Samp
el

Al

iO2

O3

otal

a2O
(

%)

.O.I
(

%)

H
2O

%)

iO2
(

%)

%)

(
%)

0.

0.

111

Puslitbang tekMIRA Bandung

937

7.1
5

938

941

942

943

944

945

946

947

948

349

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

033
0.

030

.89
9

350

4.72

0
.077

.04

9.10

.15
9

356

.063

.18

9.34
6

0
.63

355

.08

7.5
6

6.49
6

27
9

34
0.

9.5
6

17
9

0.

30
0.

9.3
5

54
9

047
0.

9.2
5

06
9

025
0.

9.7
5

11
9

040
0.

9.6
5

13
9

035
0.

9.5
5

059
9

034
0.

9.7
5

064
9

040
0.

9.6
5

057
9

0.
030

0.

9.5
5

054
9

940

0.

5.8
5

031

072
9

939

0.9
5

066

0
.027

.04

0
.029

5.11Mangan
Tabel 5.11 Analisis Mangan

o
Sampe

M
M
L
nO2
n Total
.O.I

(
(
(

S
iO2

S
Total

O5

(
112

Puslitbang tekMIRA Bandung

%)

%)

%)

otal

%)

%)

(
%)

304

304

6
A
6
B

8
6.41

5
2.94

8
6.41

6.

.76

5
4.77

08
9

.014
6.

.76

36

0
.725

0
.034

0
.0714

5.12Clay Mineral
Tabel 5.8 Analisis Clay Mineral

No
Sampel

SiO2

Total

(%)

(%)

(%)

(%)
75.3

15.6

4.89

0.24

636
3

8
636

47.9

24.1

1.65

46.4

12.4

1
2.40

2
636

3.64

1.00

5.62

71.8

6.83

0.76
2

12.3

7.58

2
79.7

0.20
2

27.1

0
637

0.19

2
57.5

0.55
5

5
636

0.06

6.77

6
46.5

6
636

TiO2

6
636

L.O.I

5
91.5

6
636

H2O-

0.57
2

3.46

4.94

0.39

113

Puslitbang tekMIRA Bandung

8
637

5
93.9

2
637

18.9

0.88

3
69.0

0.01
4

27.2
8

7.76

0.55
3

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

114

Puslitbang tekMIRA Bandung

Dari hasil kerja praktek di labolatorium kimia mineral,


dapat disimpulkan bahwa :
1. Dengan PKL (Praktek Kerja Lapangan) siswa dapat
menerapkan dan mengaplikasikan dasar-dasar teori selama
di sekolah pada dunia kerja yang sebenarnya.
2. Dalam suatu contoh mineral, tidak hanya tersusun oleh satu
unsur atau satu senyawa saja tapi terkandung jga
didalamnya unsur atau senyawa lain sebagai penyerta yang
komposisinya berbeda.
3. Setiap sampel memiliki kandungan unsur atau senyawa
yang lebih dominan dari unsur atau senyawa lain yang
terkandung di dalamnya.
4. Analisis dengan cara instrumental lebih banyak digunakan
daripada cara analisis konvensional karena memiliki
beberapa keuntungan antara lain :
a. Penghematan waktu

Hal ini berlaku pada analisis rutin dimana terdapat


sejumlah besar contoh yang yang memiliki konposisi
hampir sama.
b. Menghindari pemisahan pada analisis kadar logam dalam
campuran kompleks. Karena pada umumnya analisisi
dengan metode konvensional, zat yang menganggu saat
proses analisa harus dipisahkan terlebih dahulu,
sedangkan pada metode instrumental dapat dipilih suatu
cara pengukuran dimana gangguan dapat dihilangkan,
sehingga pemisahan tidak diperlukan lagi.
c. Menambah akurasi

Dalam analisis makro, biasanya cara konvensional


lebih
akurat
dibandingkan
analisis
instrumental,
sebaliknya makin kecil kadar maka analisis instrumental
memiliki akurasi yang lebih besar, terlebih-lebih dalam
contoh yang sangat kompleks.

Keterampilan seorang analis sangat diperlukan baik


pada analisis konvensional maupun instrumental. Cara analisis
instrumental bersifat pada modal dan memakan teknologi yang
tinggi, sehingga penanganannya harus secara khusus. Oleh
karena itu sampai sekarang cara analisis konvensional ,masih

115

Puslitbang tekMIRA Bandung

sering dilakukan, karena selain menghemat biaya alat-alat yang


digunakan pun masih sederhana.

6.2 Saran-saran
1. Saran untuk Industri :
a. Praktek kerja lapangan (PKL) yang di adakan di industri
maupun di lembaga penelititan oleh masing-masing
sekolah ditujukan agar siswanya dapat betul-betul
merasakan praktek pada dunia kerja yang sebanarnya
serta untuk mencoba berbagai analisis baik secara
konvensional maupun instrumental yang tidak di ajarkan
di sekolah. Oleh karena itu akan lebih baik jika siswa
diberi kesempatan untuk mencoba berbagai alat
instrumen besar yang digunakan, misalnya : AAS.
b. Sebaiknya uji kompetensi pada siswa yang sedang
praktek kerja tidak hanya uji praktek di laboratorium saja,
akan tetapi dilakukan juga presentasi di hadapan
pembimbing agar dapat dinilai sejauh mana siswa
menguasai hasil praktek kerjanya.
2. Saran untuk sekolah :
a. Penjelasan mengenai tatacara penulisan laporan kerja
praktek hendaknya lebih dilengkapi sehingga mengurangi
dan mengatasi kesulitan pada saat penyusunan laporan.
b. sebelum melaksanakan kerja praktek, hendaknya siswa
diberikan keterampilan yang memadai untuk menunjang
kelancaran praktek kerja di industri ataupun lembaga
penelitian.

116

Puslitbang tekMIRA Bandung

Daftar Pustaka

Svehla. G. 1804. Vogel, A Analisis Kuantitatif Makro dan


Semi Makro. Kalman Media Pustaka : Jakarta.

http://anitanurdianingrum.blogspot.com

http://bumi-is-earth.blogspot.com

117

Puslitbang tekMIRA Bandung

Lampiran Gambar

Gambar Alat-Alat yang digunakan di Laboratorium Kimia


Mineral

1. Neraca, Eksikator dll.

118

Puslitbang tekMIRA Bandung

119

Puslitbang tekMIRA Bandung

2. Oven dan Furnace

120

Puslitbang tekMIRA Bandung

121

Puslitbang tekMIRA Bandung

122

Puslitbang tekMIRA Bandung

3. Proses Pelarutan, Pemanasan ,analisis dll di Laboratorium


Mineral

123

Puslitbang tekMIRA Bandung

124

Puslitbang tekMIRA Bandung

125

Puslitbang tekMIRA Bandung

126

Puslitbang tekMIRA Bandung

4. Spektrofotometer dan AAS

127

Puslitbang tekMIRA Bandung

128

Puslitbang tekMIRA Bandung

129

Puslitbang tekMIRA Bandung

130

Puslitbang tekMIRA Bandung

131

Puslitbang tekMIRA Bandung

132

Lampiran Hasil Analisis


A. Bauksit
1. Penentuan % Al2O3 secara Kompleksometri

o
Samp
el

l
EDTA
0.02
M

3
507

1
0.00

1
0.00

1
3.97

1
0.00

1
1.86

1
0.00

1
0.00

1
0.00

1
2.70

1
0.00

1
3.85

1
0.00

1
0.91

1
0.00

6.9

1
4.29

14.

1
0.00

3
510

3
511

3
512

3
513

3
514

3
515

3
516

3
517

V.
Akhir Pemakai
an

(
ml)

3
509

1
0.00

3
508

V.
Awal

(ml)

9
.08

9.0
8

7
.25

7.2
5
13.
97
11.
86

8
.70

8.7
0

7
.63

6
.90

7.6

12.
70
13.
85
10.
91

29

Peni
mbangan

Samp
el

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

F
p

%
Al2O
3

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

47.5
3

53.4

32.0
0

38.7
0

48.7
7

52.1
8

36.0
2

32.3
5

41.7
2

54.5
1

30.9
5

3
518

1
0.00

1
2.60

1
0.00

1
0.00

1
0.00

1
3.79

1
0.00

1
1.97

1
0.00

1
0.00

1
0.00

2
0.00

1
9.55

1
0.00

1
0.00

1
0.00

1
3.36

1
0.00

1
2.29

3
519

3
520

3
521

3
522

3
523

3
524

3
525

3
526

3
527

3
528

3
529

3
530

B. Pasir Besi dan Pirit

12.
60

9
.57

9.5
7

7
.40

7.4
0
13.
79
11.
97

9
.15

5
6

.90

9.1

6.9

14.

4.4

4
19.
55

8
.89

8.8
9

6
.96

6.9
6
13.
36
12.
29

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

36.3
4

46.0
0

52.9
1

32.5
4

38.3
4

47.3
3

54.5
1

30.6
0

39.7
0

48.1
6

54.3
1

40.3
0

37.3
2

1. Penentuan Fe Total secara Dikhromatometri

N . awal
o. Lab
(
ml )

V.
Akhir

(m
l)

5
438

.00
5

439

.00

383

.00

384

6.6
0

.00
5

8.3
0

6.8
0

.00

382

7.5
0

.00

381

9.4
0

.00

380

5.7
0

.00

379

22.
90

.00

378

1.7
5

.00

443

19.
55

.00

442

10.
70

.00

441

11.
50

.00

440

11.
70

.00

439

9.0
0

12.

.00

438

90

6.1
2

.00

605

7.5
0

8.7

V.
Pemakai
an
K2Cr2O7
0.05 N

(m
l)

6.1
2

5.9
0

9.0
0

11.
70

11.
50

10.
70

19.
55

1.7
5

22.
90

5.7
0

9.4
0

7.5
0

6.8
0

8.3
0

6.6
0

7.5
0

8.7

Peni
mbangan

Samp
el

( mg
)

F
p

200

200

500

100

100

100

100

100

100

200

200

200

200

200

200

200

200

Fe
total

1
4.18
1
2.95
1
0.14

2.76

2.20

9.96

4.74

.90

4.12
1
1.83
1
2.5
1
1.9
1
8.00
1
6.4
1
6.9
1
1.9
1

3
3
5
3
3
2
5
4
6
3
5
4
3
4
3
4
4

385

.00
5

386

387

.00
5

390

391

392

393

394

395

.00

5.6

4.3
0

0
0

10.
95

4.3

.00
5

0
0

6.6
0

10.

.00
5

95
0

4.3
0

6.6

.00
5

0
0

6.5
0

4.3

.00
5

0
0

11.
10

6.5

.00
5

0
0

6.1
0

11.

9.1

10
0

0
6.1

.00

389

0
0

9.1

.00

388

0
0

.00
5

5.6
0

11.
20

2. Penentuan % FeO

11.
20

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

8.9
1

5
0.8

1
0

3
4.1

1
0

6
2.0

1
0

3
6.3

1
0

2
4.0

1
0

3
6.9

1
0

6
1.2

1
0

2
4.0

1
0

3
1.3

1
0

6
2.6

V.
Pemakai
an
K2Cr2O7
0.05 N

(m
l)

5.4
0

4.7
5

3.7
5

4.9
5

6.6
0

9.8
0

5.8
0

7.5
0

10.
6

6.7
0

6.6
0

9.7
5

8.4
0

5.6
0

5.5
0

3.2
0

4.6
5

6.2
0

11.
00

4.7
0

6.2
0

7.8
0

V.
awal

(
ml )

N
o. Lab

438

381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393

394

00

6.2

0
0.

4.7

00
5

11.

00

0.

6.2

00
5

395

0.

4.6

00
5

0.

3.2

00
5

0.

5.5

00
5

0.

5.6

00
5

0.

8.4

00
5

0.

9.7

00
5

0.

6.6

00
5

0.

6.7

00
5

0.

10.

00
5

0.

7.5

00
5

0.

5.8

00
5

0.

9.8

00
5

6.6

0.

4.9
5

00
5

3.7
5

0.

380

00
5

0.

4.7
5

0.

379

00
5

0.

5.4
0

0.

378

00
5

0.

00

443

00

440

0.
00

439

V.
Akhir

(m
l)

7.8

Peni
mbangan

Samp
el

( mg
)

100
100
100

100

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

%
FeO

19

.40
17

.06
13

.47
17

.78
11

.86
17

.60
10

.42
13

.47
19

.04
12

.03
11

.86
17

.51
15

.09
10

.06
9.

88
5.

75
8.

35
11

.14
19

.76
8.

44
11

.14
14

.01

3. Penentuan % SiO2 Total

No
. Lab

43

43

54

54

54

54

54

54

98

99

38

39

40

41

42

43

Berat

(A
gram )
25.306
3
25.495
3
36.347
6
34.553
2
36.862
1
25.502
4
25.265
1
25.275
5

Berat

(B
gram )
25.302
9
25.491
3
36.315
7
34.503
5
36.807
4
25.500
6
25.263
3
25.259
8

(gram
)

SiO2

0.2

1.77

0.2

0.2

15.95

0.2

24.85

0.2

27.35

0.2

0.90

0.2

0.90

0.2

7.85

4. Penentuan % L.O.I (Lost Of Ignition)

No
Sampel

4398

4399

5438

5439

5440

5441

5442

A
(gram
)
15.812
1
16.089
2
14.853
4
16.209
1
15.907
2
15.663
5
14.657
3

B
(gram
)
16.857
5
17.130
9
15.896
8
17.290
8
17.028
0
16.759
4
15.789
3

C
(gram
)
16.777
8
16.787
0
15.890
6
17.275
2
17.024
8
16.629
5
15.662
3

%
L.O.I
0.76
33.0.1

0.60

1.44

0.28

11.85

11.22

5443

16.177
1

17.238
8

17.238
1

0.06

5. Penentuan % H2O
No
Sampel

4398

4399

A
(gram
)
16.176
8
14.629
8

(gram
)
17.491
9
15.957
5

C
(gram
)
17.490
3
15.956
1

%
H2O-

0.12

0.11

6. Penentuan S total

No.
Lab

439

439

543

543

544

544

544

544

Berat

(A
gram )
14.547
9
15.902
3
14.337
6
14.788
2
15.661
9
14.629
1
16.208
2
16.176
4

Berat

(B
gram )
14.554
3
15.909
2
14.340
7
14.790
7
15.663
2
14.630
6
16.209
4
16.177
8

(gram
)
0.5

0.5

%
S total

0.17

0.19

0.042

0.034

0.018

0.021

0.016

0.019

C. Pasir Zircon
1. Penentuan % ZrO2

No.

Berat

Berat

Lab

459

459

454

454

366

366

(A
gram )
15.904
7
15.855
3
14.547
4
14.568
5
13.664
4
15.846
5

(B
gram )
16.088
7
16.054
1
14.857
8
14.884
7
13.998
4
16.187
0

(gram
)
0.5

ZrO2

36.8

0.5

39.76

0.5

62.08

0.5

63.24

0.5

66.8

0.5

68.1

(gram
)
0.5

0.5

0.5

0.5

(gram
)
0.5

0.5

2. Penentuan SiO2 total

No.
Lab

459

459

454

454

Berat

(A
gram )
25.284
7
25.389
9
35.342
9
25.648
6

Berat

(B
gram )
25.279
4
25.305
2
35.265
2
25.495
9

SiO2

1.60

16.94

15.54

30.54

D. Posfat
1. Penentuan SiO2

No.
Lab

465
9

466
0

Berat

(A
gram )

34.265
4

35.345
8

Berat

(B
gram )

34.245
3

35.300
4

SiO2

4.02

9.08

466

466

466

466

466

466

466

466

466

467

467

467

467

467

467

517

517

517

517

517

32.561
0
34.561
6
35.349
1
34.747
5
34.189
0
33.622
8
37.226
3
37.015
4
36.416
0
36.013
0
36.894
4
34.549
6
36.356
1
35.309
6
33.737
4
25.617
9
33.656
6
34.253
0
34.607
9
37.116
0

32.514
8
34.512
2
35.300
2
34.709
0
34.141
1
33.582
3
37.180
6
36.965
5
36.362
6
35.963
0
36.846
8
34.500
7
36.310
9
35.267
3
33.684
8
25.495
7
33.553
3
34.144
7
34.473
6
36.977
2

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

9.24

9.88

9.78

7.7
9.58
8.1

9.14

9.98

10.68

10.00

9.52

9.78

9.04

8.46

10.52

24.44

20.66

21.66

26.86

27.76

2. Penentuan % L.O.I (Lost Of Ignition)

No
Sampel

4659

4660

4661

4662

4663

4664

4665

4666

4667

4668

4669

4670

4671

4672

4673

4674

4675

5175

5176

A
(gram
)
14.335
5
14.550
0
15.747
1
15.923
3
15.906
4
16.208
1
15.042
0
15.906
4
15.906
3
15.209
0
15.906
3
16.176
0
14.550
4
14.655
6
16.015
2
15.855
8
15.043
1
16.207
1
15.855

B
(gram
)
15.577
8
15.830
0
16.897
5
16.941
0
16.925
8
17.474
6
16.130
0
16.928
7
16.929
1
17.237
1
16.944
0
17.199
0
15.563
0
15.679
7
17.065
6
16.878
5
16.110
4
17.247
8
16.901

C
(gram
)
15.421
0
15.567
6
16.678
5
16.743
9
16.740
8
17.230
2
15.931
6
16.724
6
16.688
5
17.042
9
16.756
6
17.007
7
15.370
0
15.486
0
16.872
0
16.729
2
15.905
2
17.093
2
16.805

%
L.O.I
12.62
20.5

19.04

19.37

18.15

19.30

18.23

19.97

23.52

18.90

18.06

18.70

19.06

18.91

18.43

14.63

19.23

14.85

9.15

5177

5178

5179

9
14.569
8
16.209
1
15.044
6

3
15.636
9
17.308
4
16.132
7

6
15.471
0
17.150
8
15.952
6

15.55

14.34

15.96

E. Lime Stone
1. Penentuan % CaO secara Kompleksometri

N
o. Lab

V
. awal

(
ml )

V.
Akhir

(m
l)

5
600

0.00
5

601

602

.00
4

.00

500

500

5.7

500

5.4

500

500

500

500

500

5.5

5.4

6.8
0

8.4

500

0
0

0.4

5
6.8

500

45
0

500

5
17.

500

2
11.

0.5

55
1

689
690

2.00
4

5.4

Peni
mbangan

Samp
el

( mg
)

2
6

609

.00
5

40.
70

608

.00
5

34.
40

607

5.00
5

33.
50

606

4.00
5

32.
65

605

3.00
5

26.
80

604

7.00
5

21.
48

603

1.48
5

15.
42

6.00
5

V.
Pemakai
an EDTA
0.02 M

(m
l)

5.4
2

5.4
8

5.3
2

5.6
5

8.4
0

%
CaO

2
5

0.40
2

0.73
2

5
2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
5

2
9.83

1.68

2.
80

2.
24

3
1.96

3
0.40

3
1.12

3
0.56

3
8.10

4
7.10

4
691

.00

4
692

0
0

693

90

.00
4

12.

90
8.0

0
0

.00

12.
8.0
0

7.8
0

7.8
0

500

500

500

5.20
2

2
4
4.90

4
3.7

2. Penentuan % MgO secara Kompleksometri

N
o. Lab

V
. awal

(
ml )

V.
Akhir

(m
l)

5
600

.00
5

601

602

608

609

10.
8

1
0.08

21.
10

.00
5

10.
70

0.70
5

21.
25

607

.00
5

10.
45

606

0.45
5

21.
25

603

.00
5

10.
85

0.85
5

21.
55

V.
Pemakai
an EDTA
0.02 M

(m
l)

10.
85

10.
40

10.
45

10.
80

10.
70

10.
40

10.
80

10.
75

Peni
mbangan

Samp
el

( mg
)

500

500

500

500

500

500

500

500

(gram
)
0.5

%
CaO

2
5

1.89
2

9.83
2

2
0.07

2
0.16

2
0.76

2
0.68

2
1.16

2
1.36

3. Penentuan SiO2

No.
Lab

560
0

Berat

(A
gram )

34.496
8

Berat

(B
gram )

34.494
0

SiO2

0.56

560

560

560

560

560

560

560

560

560

36.806
0
38.890
5
25.485
5
36.295
3
25.312
3
24.332
9
24.596
9
23.990
8
25.491
8

36.805
4
38.887
5
25.484
8
36.023
9
25.054
1
24.310
4
24.592
9
23.990
5
25.491
3

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.12

0.60

0.14

54.28

51.64

0.50

0.80

0.06

0.1

4. Penentuan % L.O.I

No
Sampel

5600

5601

5602

5603

5604

5605

5606

5607

5608

A
(gram
)
14.630
1
14.338
9
16.177
3
19.296
8
15.884
6
14.788
9
14.749
9
14.629
7
15.662

B
(gram
)
15.773
8
15.336
0
17.343
6
20.356
1
17.022
8
15.918
2
15.864
2
15.701
2
16.685

C
(gram
)
15.243
9
14.887
7
16.809
5
19.864
8
16.976
8
15.867
7
15.349
6
15.215
8
16.208

%
L.O.I

46.33

46.04

45.80

46.46

4.04

4.47

46.18

45.30

46.66

5609

2
16.177
3

5
17.364
8

0
16.812
1

46.54

F. Laterit
1. Penentuan SiO2

No.
Lab

545

545

545

545

545

545

545

546

546

546

546

546

546

546

546

546

Berat

(A
gram )
25.513
2
25.338
8
24.019
5
34.568
8
25.348
9
24.601
5
36.002
2
38.970
2
36.400
0
25.578
9
36.897
1
24.674
2
25.570
8
35.981
8
24.067
2
24.382

Berat

(B
gram )
25.321
7
25.141
8
23.807
0
34.356
8
25.137
4
24.385
5
35.790
7
38.795
7
36.203
5
25.372
4
36.686
6
24.495
7
25.339
3
35.709
8
23.848
7
24.233

(gram
)
0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

SiO2

35.20

36.10

41.30

43.40

43.40

34.25

43.35

42.40

43.05

23.45

34.70

31.00

36.25

38.75

42.40

36.3

546

547

547

547

547

547

547

547

547

9
25.052
8
25.577
0
24.676
0
25.336
0
36.692
9
25.572
5
38.967
2
36.699
2
34.577
3

9
24.771
3
25.389
5
24.490
5
25.165
5
36.710
4
25.387
0
38.797
2
36.146
2
34.398
3

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

41.10

39.65

41.25

93.40

39.05

33.65

8.85

29.15

9.45

2. Penentuan % L.O.I

No
Sampel

5453

5454

5455

5456

5457

5458

5459

5460

A
(gram
)
14.789
7
14.630
2
15.885
0
16.209
0
14.751
0
19.299
7
16.177
4
14.750
4

B
(gram
)
15.832
9
15.645
8
16.913
5
17.253
4
15.821
8
20.405
4
17.244
2
15.803
6

C
(gram
)
15.709
7
15.517
8
16.781
3
17.123
5
15.685
9
20.261
3
17.109
2
15.670
8

%
L.O.I

11.81

12.60

12.85

12.44

12.70

13.03

12.65

12.61

5461

5462

5463

5464

5465

5466

5467

5468

5469

5470

5471

5472

5473

5474

5475

5476

5477

14.338
8
15.407
8
16.208
8
19.299
4
15.663
0
16.176
8
15.560
3
15.406
3
14.789
0
19.298
9
15.885
6
19.299
5
16.209
1
14.750
6
14.339
3
15.662
7
15.663
6

G. Batubara
1. Penentuan % SiO2

15.492
2
16.505
4
17.244
9
20.318
6
16.811
9
17.181
8
16.520
2
16.462
3
15.992
1
20.310
5
16.974
4
20.872
8
17.244
3
15.837
6
15.489
0
16.703
1
16.850
8

15.341
4
16.359
8
17.125
6
20.191
8
16.678
2
17.078
8
16.412
8
16.353
5
15.858
1
20.192
7
16.839
8
20.608
9
17.109
2
15.697
8
15.328
8
16.586
9
16.711
6

13.07

13.26

11.51

12.44

11.64

10.25

10.60

10.30

11.14

11.64

12.36

16.77

13.05

12.86

13.93

11.17

11.72

No.
Lab

625
5A
625
5B

Berat

(A
gram )

25.474
6

25.698
0

Berat

(B
gram )

25.284
7

25.509
3

(gram
)
0.5

0.5

SiO2

37.98

37.74

2. Penentuan % SO3

No.
Lab

625
5A
625
5B
401
9

Berat

(A
gram )

14.336
9

16.436
0

13.664
4

Berat

(B
gram )

14.360
1

16.456
0

13.833
6

(gram
)

SO3

0.3

2.64

0.3

2.27

5.80

3. Penentuan % L.O.I dan H2O

No
Sampel

625
5A
625
5B

(gra
m)
15.0
410
14.3
393

B
(gra
m)
16.0
410
15.3
394

C
(gra
m)
16.0
394
15.3
361

%
L.O.I

0.54

0.56

H2O

o
Samp
el

l
H2C2
O4
0.1 N

V.
Awal

(ml)

V.
Pemakai
.
an
Akhir

KM

(
nO4
ml)
0.1004 N

5
5.1

Peni
mbangan

Samp
el

0.1

%
MnO
2

0.3
3

H. Mangan
1. Penentuan % MnO2
M

0.5
6

%
-

304 A
5

6
304 B
5

0.00
2
5.10

.10

1
0.20

6.50
5.1

0.1

8
6.50

2. Penentuan % Mn total

N
o. Lab

304

304

V
. awal

(
ml )

V.
Akhir

(m
l)

6
A
6
B

0
.00

16.
00

0
.00

16.
55

V.
Pemakai
an
KMnO4
0.1004 N

(m
l)

16.
00

16.
55

Peni
mbangan

Samp
el

( mg
)

500

500

%
Mn
total

1
0

2.94

5
4.77

3. Penentuan % L.O.I

No
Sampel

6304
A
6304
B

A
(gram
)
16.435
9
14.336
8

(gram
)
17.435
9
15.336
9

(gram
)
17.338
3
15.239
3

%
L.O.I

9.76

9.76

4. Penentuan % SiO2

No.
Lab
630
4A
630
4B

Berat

(A
gram )

25.298
5

25.520
0

Berat

(B
gram )

25.268
1

25.488
2

5. Penentuan % S total

(gram
)
0.5

0.5

SiO2

6.08

6.36

No.
Lab

630
4A
630
4B

Berat

(A
gram )

15.991
3

15.848
3

Berat

(B
gram )

15.992
3

15.850
8

(gram
)

%
S total

0.014

0.034

I. Pasir Kuarsa
1. Penentuan SiO2 total

No
Sampel

634
635

635

635

(gra
m)
34.4
680
38.8
505
24.3
286
24.9
559

B
(gra
m)
34.9
681
39.3
505
24.8
287
25.4
559

C
(gra
m)
34.9
635
39.3
435
24.8
274
25.4
540

(gra
m)
34.4
854
38.8
629
24.3
319
24.9
604

SiO2

96.
49

97.
5

99.
34

99.
10

2. Penentuan % L.O.I

No
Sampel

6349

6350

6355

6356

A
(gram
)
15.993
9
13.493
4
14.838
1
13.699
6

(gram
)
17.077
6
14.520
5
15.845
4
14.703
4

C
(gram
)
17.067
9
14.514
0
15.843
9
14.354
9

%
L.O.I

0.89

0.63

0.15

34.72

3. Penentuan H2O

No
Sampel

(gra
m)

(gra
m)

14.7
351

15.7
386

15.7
378

15.9
916
14.6
308
14.8
381

16.9
959
15.6
390
15.8
574

16.9
941
15.6
368
15.8
570

635
0

635
5

(gra
m)

634

635
6

%
H2O-

0.0
8

0.1
0

0.0
4

0.0
4

J. Clay Mineral
1. Penentuan SiO2 total

No.
Lab

636

636

636

636

636

636

636

637

637

637

Berat

(A
gram )
25.652
0
25.750
8
25.458
1
36.265
7
25.724
4
37.184
4
37.296
6
36.313
3
25.961
4
25.302
1

Berat

(B
gram )
25.275
1
25.293
0
25.218
3
36.032
9
25.492
3
36.896
9
36.937
6
35.914
4
25.491
8
24.956
9

(gram
)
0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

SiO2

75.38

91.56

47.96

46.56

46.72

57.50

71.80

79.78

93.92

69.04

2. Penentuan H2O

No
Sampel

636

636

636

636

636

636

636

637

637

637

(gram
)
15.439
1
14.790
1
14.358
7
15.851
4
16.994
5
16.180
6
14.838
3
13.493
6
15.662
7
14.322
0

(gram
)
22.707
2
28.017
7
22.286
2
27.438
8
32.852
9
26.239
0
25.660
3
19.339
8
25.677
0
22.025
5

C
(gram
)
21.569
9
27.122
7
20.370
8
27.161
6
32.694
0
23.507
6
24.326
9
19.137
6
23.780
8
19.923
5

% H2O

15.65

6.77

24.16

2.40

1.002

27.15

12.32

3.46

18.93

27.28

3. Penentuan % L.O.I

No
Sampel

636

636

636

636

636

A
(gram
)
16.283
2
15.438
9
15.201
2
16.177
9
15.849
0

B
(gram
)
17.304
0
16.511
6
16.205
0
17.214
7
16.866
2

C
(gram
)
17.254
1
16.493
9
16.080
4
17.177
0
16.809
0

%
L.O.I

4.89

1.65

12.41

3.64

5.62

636

636

637

637

637

15.991
7
17.451
4
14.738
0
14.631
1
14.356
4

16.993
2
18.492
1
15.743
0
15.645
5
15.360
9

16.928
4
18.413
2
15.693
3
15.636
6
15.282
9

6.83

7.58

4.94

0.88

7.76

Anda mungkin juga menyukai