Anda di halaman 1dari 9

Tantangan Profesi Akuntan dalam Menyongsong MEA dan Integrasinya dalam

Pendidikan Akuntansi

Tugas Mata Kuliah


Auditing 1

Oleh :

Muhamad Jazuli Widyo Hananto


150810301098

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jember
2017
PENDAHULUAN

Saat ini Profesi akuntan mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan
perkembangan dunia bisnis dan manajemen sektor publik. Berbagai jasa yang
ditawarkan oleh profesi akuntan antara lain mencakup jasa pembukuan, penyusunan
laporan keuangan, jasa manajemen, akuntansi manajemen, konsultasi manajemen,
jasa perpajakan, jasa prosedur yang disepakati atas informasi keuangan, jasa sistem
teknologi informasi, pendidikan akuntansi, dan jasa di bidang audit.
Pemerintah Indonesia bersama dengan seluruh anggota Negara-negara Asia
Tenggara yang tergabung dalam ASEAN sudah menyepakati pemberlakukan MEA
pada tahun 2015 yang lalu.Secara sederhana MEA dapat diartikan pasar bebas untuk
wilayah ASEAN.Salah satu bidang jasa yang diberlakukan secara bebas adalah jasa
profesi akuntansi.Untuk itu pemerintah telah menyiapkan berbagai perangkat peraturan
untuk menjamin adanya persiangan yang sehat dalam penyediaan jasa profesi
akuntansi.Pemberlakuan MEA juga memberikan konsekuensi positif maupun negatif
bagi profesi akuntan di Indonesia.Untuk itu, pemerintah melalui kementerian riset,
teknologi, dan pendidikan tinggi dan kementerian terkait perlu menyiapkan kurikulum
bagi mahasiswa jurusan akuntansi untuk menghasilkan lulusan sarjana akuntansi yang
siap dalam menghadapi persaingan lingkup ASEAN dan juga persaingan global.
Oleh karena itu, saya menulis sebuah ringkasan materi yang berjudul
“Tantangan Profesi Akuntan dalam Menyongsong MEA dan Integrasinya dalam
Pendidikan Akuntansi.” agar pembaca tahu apa saja yang memang harus dilakukan
oleh seorang akuntan pada saat MEA sudah diberlakukan di ASEAN. Dengan
mengetahui informasi yang berkaitan ini diharapkan lulusan mahasiswa jurusan
akuntansi harus membekali diri dengan kompetensi bidang akuntansi berdasarkan
kurikulum yang ditetapkan ditambah dengan kemampuan bahasa asing yang baik,
semangat kewirausahaan, kemandirian, kreativitas, dan optimisme untuk menyambut
masa depan yang lebih menjanjikan.
PEMBAHASAN

Berbicara mengenai ASEAN, saat ini telah terbentuk ASEAN Economic


Community (AEC), dimana pertama kali dibentuk pada tahun 2003. Pada KTT ASEAN
ke -9 di Bali, Indonesia 2003, seluruh negara anggota ASEAN sepakat untuk segera
mewujudkan integrasi ekonomi kawasan ASEAN yang lebih nyata dan signifikan
melalui pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community) salah satunya dalam
bidang ekonomi ASEAN Economic Community (AEC). Komunitas Ekonomi ASEAN
(ASEAN Economic Community) adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN yang sudah
terlaksana mulai tahun 2015 yang lalu.
Salah satu butir kesepakatan terkait bidang ekonomi dan sumberdaya manusia
dalam kerangka MEA adalah disepakatinya 8 profesi yang pada tahap pertama bisa
berkarier bebas di 10 negara ASEAN. Kedelapan profesi tersebut adalah: perawat,
dokter, dokter gigi, akuntan, insinyur, dosen, land surveyor (appraisal) dan arsitek.
Akuntan sebagai salah satu profesi yang pada tahap pertama ini bisa berkarier
diantara negara 10 ASEAN, tentu memerlukan persiapan khusus guna menghadapi
tantangan sekaligus peluang untuk menghadapi MEA.
Tantangan pertama yang dihadapi akuntan Indonesia adalah belum mengenal
pasar, akuntan Indonesia tidak berekspansi ke luar negara Indonesia, akuntan
Indonesia lebih suka untuk berkarir di dalam negeri sehingga belum terlalu mengerti
mekanisme kinerja akuntan di negara lain terutama ASEAN. Berbeda dengan akuntan
Indonesia, akuntan di negara lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand sudah
banyak melakukan kerja sama dengan negara lain di asia maupun eropa, karena
negaranya melakukan kerja sama dengan negara lain di luar ekspor & impor, sehingga
akuntan di negara lain jauh lebih berpengalaman dan memiliki kecakapan dalam
melakukan tugasnya. Hal ini tidak menutup kemungkinan dengan di adakannya MEA,
perusahaan dalam negeri justru lebih tertarik untuk memekerjakan akuntan dari negara
lain, karena profil perusahaan dilihat dari laporan keuanganya sehingga perusahaan
mengurangi risiko kesalahan dalam pembuatan laporan keuanganya, dan lebih
memercayakan proses pembuatan laporan keuanganya kepada akuntan dari negara
lain karena akuntan dari negara lain dianggap memiliki kemampuan dan pengalaman
di bidang keuangan.
Tantangan kedua Dikutip dari blog IAI bahwa ‘’kebanyakan akuntan kita lemah
dalam penguasaan bahasa Inggris’’, padahal untuk menjadi akuntan profesional
akuntan harus menguasai bahsa inggris sebagai bisnis global. Ini membuktikan bahwa
akuntan Indonesia sudah memenuhi persyaratan administrasi tapi belum memiliki
kapabilitas dalam pekerjaanya.

Langkah Akuntan pada Pasar Bebas MEA


Akuntan sebagai salah satu profesi yang mengalami liberalisasi lintas negara
harus bersiap menghadapi persaingan ketat. Kesempatan ini tentunya tidak diabaikan
oleh beberapa akuntandi Luar Negeri. Oleh sebab itu, banyak pendapat yang
menyatakan bahwa akan terjadi arus besar-besaran dari para akuntan di luar
Indonesia datang ke negara tercinta ini. Eksodus akuntan secara besar-besaran pasti
tidak dapat dibendung lagi. Pemerintah sudah menandatangani MRA atau pengakuan
kesetaraan dengan negara lain di ASEAN. Jasa akuntan adalah salah satu profesi
yang diakui kesetaraannya, selain jasa arsitek, jasa insinyur, jasa medis, dokter gigi,
perawat dan surveyor. Oleh sebab itu, akuntan di Indonesia harus dapat
mempersiapkan diri ditengah persaingan yang dilegalkan oleh beberapa negara
ASEAN ini. Hal ini juga diungkapkan oleh Ketua DPR RI Bapak Setya Novanto yang
menyatakan bahwa hampir seluruh proses akumulasi dan distribusi sumber daya
ekonomi dan sumber daya lain memerlukan campur tangan akuntan. Sedangkan
menurut Menteri Keuangan RI Prof Bambang Permadi Soemantri Brojonegoro dalam
Media Akuntansi (2015), IAI sebagai mitra strategis pemerintah akan bersama-sama
mengembangkan profesi akuntan di Indonesia. “saat ini pemerintah bersama dengan
IAI telah dan tengah menyiapkan infrastruktur untuk mewujudkan akuntan Indonesia
yang profesional dan memiliki daya saing tinggi. Maka untuk menghadapi MEA, semua
akuntan harus beranung dalam satu asosiasi profesi” Selanjutnya menurut, Bojonegoro
(2015) melalui penataan secara profesional, para akuntan di Indonesia akan siap untuk
menghadapi segala bentuk persaingan, baik internal, regional dan global. Seperti kita
ketahui akuntan berkembang sangat dinamis, untuk itu siapa saja yang menganggap
dirinya seorang akuntan harus dapat mempersiapkan diri, mengasah kemampuan dan
skill agar dapat bersaing dengan akuntan dari negara lain.
Strategi diperlukan untuk menjawab tantangan profesi akuntansi, strategi yang
pertama yaitu regulasi. PMK 25/PMK.01/2014 mengatur tentang persyaratan akuntan
asing yang akan praktik di Indonesia. Di pasal 7 disebutkan, warga negara asing dapat
mengajukan registrasi di Indonesia setelah adanya saling pengakuan antara
pemerintah Indonesia dengan pemerintah asal negara akuntan asing tersebut. Ini
sejalan dengan tujuan pasar bebas ASEAN, dimana jasa akuntan memang akan
bersaing bebas di regional Asia Tenggara. Tentunya Kemenkeu harus membuat
sejumlah parameter agar persaingan di dalam negeri tetap menguntungkan akuntan
lokal. Dengan adanya PMK tentang Akuntan Beregister Negara, profesi akuntan
profesional mempunyai dasar hukum yang sinkron antara profesi dan regulasi. Dengan
begitu, seorang calon akuntan memiliki kejelasan di dalam proses menjadi akuntan
profesional dengan memenuhi standar yang sesuai dengan kualifikasi dan
kompetensinya. IAI telah mempersiapkan diri menghadapi era baru ini dan
melaksanakan amanah PMK. Salah satunya adalah dengan peluncuran Chartered
Accountant (CA) yang telah dilakukan tahun 2012. Tahun ini telah dilaksanakan ujian
CA pertama pada Juni 2014.
Strategi yang kedua adalah dengan Standar Kompetensi lulusan sarjana
akuntansi. Dengan diluncurkannya PMK 25/PMK.01/2014, pemerintah merombak
prosedur dalam tata cara seseorang untuk terdaftar dalam Register Negara Akuntan
yang dilakukan oleh Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) dan
menyandang gelar Akuntan (“Ak.”). Hal ini sangatlah penting untuk memperjelas posisi
akuntan beregister negara setelah dicabutnya pasal empat dan lima Undang-Undang
No. 34 tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan (“Accountant”) seiring dengan
terbitnya Undang-Undang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Dengan adanya
PMK Akuntan ini, pemerintah dapat mendorong perkembangan profesi akuntan
Indonesia dalam menghadapi MEA. Hal ini dikarenakan bahwa PMK Akuntan ini
mengatur secara ketat kualifikasi dan kompetensi yang harus dimiliki oleh akuntan
yang akan dan telah terdaftar dalam Register Akuntan Negara. Terdapat beberapa
ketentuan baru dalam PMK Akuntan ini yang patut diperhatikan, seperti kewajiban
akuntan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL) yang
diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Akuntan (dalam hal ini IAI) dan PPAJP. Akuntan
juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan realisasi PPL kepada Asosiasi Profesi
Akuntan. Dalam PMK Akuntan ini, pemerintah menetapkan batas minimal bagi seorang
akuntan untuk mengikuti PPL yaitu sebesar tiga puluh satuan kredit PPL.
Selain itu, dalam PMK Akuntan ini juga telah mengakui kualifikasi yang berasal
dari luar negeri yang memiliki tingkat setara dengan diploma empat (D-IV) atau strata
satu (S-1) dan lebih tinggi. Hal ini dapat membuka kesempatan bagi masyarakat
Indonesia yang menjalani pendidikan tinggi akuntansi di luar negeri untuk mengambil
ujian sertifikasi akuntan profesional. Bahkan, para lulusan perguruan tinggi yang bukan
berasal dari jurusan akuntansi dapat mengikuti ujian sertifikasi ini dengan mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi untuk menyetarakan kompetensinya dalam bidang
akuntansi hingga sesuai dengan lulusan jurusan akuntansi. Hal ini dapat berdampak
positif karena dengan semakin dibukanya peluang bagi masyarakat Indonesia dari
berbagai kalangan untuk menjadi akuntan yang terdaftar, maka secara kuantitas
jumlah akuntan terdaftar yang memiliki kompetensi terjamin karena telah memenuhi
kualifikasi yang ketat akan meningkat. Secara keseluruhan, seorang akuntan yang
telah terdaftar pada Register Akuntan Negara ini telah menjalani pendidikan akuntansi,
memiliki pengalaman di bidang akuntansi, dan telah menjadi anggota Asosiasi Profesi
Akuntan. Selanjutnya, diharapkan para akuntan yang terdaftar ini akan mengisi
kebutuhan akan akuntan profesional di perusahaan-perusahaan dalam dan luar negeri
serta siap untuk bersaing dengan akuntan-akuntan negara ASEAN lainnya saat MEA.
Maka, permasalahan kuantitas akuntan terdaftar di Indonesia yang dianggap masih
sangat kurang diharapkan akan segera teratasi dengan adanya PMK Akuntan ini.
A. Standar Kompetensi Lulusan Sarjana Akuntansi
Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo, mengakui ada
kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya kompetisi
yang semakin ketat. Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka
juga sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing
dengan akuntan luar negeri. Untuk itu perlu ditetapkan standar kompetensi lulusan
sarjana akuntansi sebagai berikut:
1) Mampu menyusun laporan keuangan perusahaan jasa, dagang, dan
manufaktur sesuai dengan standar akuntansi.
2) Mampu menganalisis informasi keuangan untuk kebutuhan internal
perusahaan.
3) Mampu mendesain sistem akuntansi manual dan berbasis teknologi
informasi.
4) Mampu mendesain Kertas Kerja Audit dan melakukan pengauditan laporan
keuangan.
5) Mampu menyusun dan menganalisis laporan keuangan sektor publik.
6) Mampu menghitung, melaporkan, dan menyetorkan pajak sesuai peraturan
perpajakan.
7) Mampu melakukan riset/menulis karya ilmiah.

Salah satu bentuk nyata persiapan yang dimungkinkan untuk dilakukan adalah
dengan program sertifikasi profesi yang diterima secara global. Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan publik yang diakui di
Indonesia, yang berhak memberikan gelar akuntan publik (certified public accountant/
CPA) memiliki peran strategis untuk dapat mendukung keberhasilan profesi akuntan
publik Indonesia di kancah internasional, melalui peningkatan jumlah testing center
pelaksanaan ujian sertifikasi CPA. Dengan demikian semakin mempermudah dan
memperluas akses bagi pihak-pihak yang hendak mengambilnya.
Untuk dapat bersaing dalam MEA, para akuntan Indonesia juga memerlukan
sertifikasi tambahan yang diakui secara universal dalam ASEAN. Sesuai dengan
ketentuan MRA dalam jasa akuntansi, Sekretariat ASEAN mengeluarkan ASEAN
Chartered Professional Accountant (ASEAN CPA) sebagai sertifikasi yang diakui oleh
negara-negara anggota ASEAN. ASEAN CPA sendiri merupakan perwujudan dari
semakin terintegrasinya sistem sertifikasi bagi para akuntan di negara-negara ASEAN
sebagai salah satu upaya untuk memuluskan arus lalu-lintas jasa akuntansi di ASEAN.
Dengan mendapat sertifikasi ASEAN CPA, maka para akuntan Indonesia dapat
memperoleh banyak peluang karena ASEAN CPA dapat bertindak sebagai free pass
dalam memperluas pasar ke negara-negara ASEAN. Hal ini tentu saja dengan catatan
bahwa mereka wajib tetap tunduk dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku pada
negara tempat akuntan bekerja. Dalam kaitannya dengan PMK Akuntan, PMK Akuntan
telah mengadopsi persyaratan yang serupa dengan persyaratan untuk memperoleh
ASEAN CPA yang tertera dalam MRA. Hal ini akan membawa keuntungan bagi para
akuntan Indonesia yang telah terdaftar, karena dengan memenuhi persyaratan-
persyaratan sebagai akuntan terdaftar di Register Akuntan Negara, maka hal ini akan
membawa mereka dalam selangkah lebih dekat untuk memperoleh sertifikasi ASEAN
CPA.
Dengan diluncurkanya peraturan-peraturan dari pemerintah untuk para akuntan
maupun calon akuntan dalam menghadapi MEA, memengaruhi prosedur pendidikan
untuk menjadi akuntan, seperti yang dijelaskan diatas mengenai PMK 25/PMK.01/2014
tentang kualifikasi dan kompetensi kelulusan sarjana akuntansi yang harus dimiliki
oleh akuntan yang akan dan telah terdaftar dalam Register Akuntan Negara.
B. Komitmen
Komitmen pribadi lulusan sarjana akuntansi menghadapi MEA adalah sebagai berikut:
1) Menjelang kelulusan kuliah, pastikan untuk mencari tahu dengan pasti ingin
dibawa ke mana gelar S.E. yang akan disandingkan di belakang nama lulusan.
Lulusan jurusan akuntansi saja akan mendapat gelar S.E. saja jika tidak
mengambil pendidikan profesi akuntan.
2) Pemahaman bahasa Inggris pasif dan aktif menjadi keunggulan tersendiri
pasalnya bahasa Inggris sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
dokumen-dokumen bisnis termasuk pencatatan dan pelaporan keuangan.
3) Ikuti program pelatihan kerja di kampus. Program ini biasanya dilakukan oleh
perguruan tinggi sebagai pemantapan pemahaman kerja setelah
diselenggarakannya wisuda sarjana. Di sini, akan dilatih bagaimana cara
membuat lamaran kerja, kiat menghadapi tes psikologi dan wawancara, sikap
wibawa di hadapan Human Resources Department (HRD) atau user, dan
jenjang karier.
4) Pahami pekerjaan yang cocok dengan lulusan tersebut namun jangan sekali-
kali menutup peluang untuk bekerja dengan bidang yang bertentangan dengan
gelar yang dimaksud. Tentunya ini adalah langkah akhir jika sebelumnya
lamaran di bidang akuntansi tidak diterima. Tidak jarang seorang lulusan
akuntansi berprofesi sebagai staf marketing, manajer customer service, dan
lain-lain. Sebaliknya, lulusan teknik informatika bisa bekerja sebagai teller atau
manajemen risiko di sebuah bank. Jadi, perlu ilmu-ilmu terapan sebagai nilai
tambah keunikan yang dimiliki.

KESIMPULAN
Profesi Akuntan dalam menyongsong MEA memiliki dua tantangan.Tantangan
pertama yang dihadapi akuntan Indonesia adalah belum mengenal pasar, akuntan
Indonesia tidak berekspansi ke luar negara Indonesia, akuntan Indonesia lebih suka
untuk berkarir di dalam negeri sehingga belum terlalu mengerti mekanisme kinerja
akuntan di negara lain terutama ASEAN. Berbeda dengan akuntan Indonesia, akuntan
di negara lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand sudah banyak melakukan
kerja sama dengan negara lain di asia maupun eropa, karena negaranya melakukan
kerja sama dengan negara lain di luar ekspor & impor, sehingga akuntan di negara lain
jauh lebih berpengalaman dan memiliki kecakapan dalam melakukan tugasnya.
Tantangan kedua Dikutip dari blog IAI bahwa ‘’kebanyakan akuntan kita lemah
dalam penguasaan bahasa Inggris’’, padahal untuk menjadi akuntan profesional
akuntan harus menguasai bahasa inggris sebagai bisnis global. Ini membuktikan
bahwa akuntan Indonesia sudah memenuhi persyaratan administrasi tapi belum
memiliki kapabilitas dalam pekerjaannya.
Dengan demikian semakin mempermudah dan memperluas akses bagi pihak-
pihak yang hendak mengambilnya. PMK 25/PMK.01/2014 ini juga mengatur megenai
kualifikasi dan kompetensi kelulusan sarjana akuntansi yang harus dimiliki oleh
akuntan yang akan dan telah terdaftar dalam Register Akuntan Negara. Terdapat
beberapa ketentuan baru dalam PMK Akuntan ini yang patut diperhatikan, seperti
kewajiban akuntan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL) yang
diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Akuntan (dalam hal ini IAI) dan PPAJP. Akuntan
juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan realisasi PPL kepada Asosiasi Profesi
Akuntan. Dalam PMK Akuntan ini, pemerintah menetapkan batas minimal bagi seorang
akuntan untuk mengikuti PPL yaitu sebesar tiga puluh satuan kredit PPL. Ini
membuktikan bahwa usaha yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi MEA,
memiliki pengaruh terhadap prosedur pendidikan untuk menjadi akuntan

REFERENSI

Harahap, Sofyan Safri. 1991. Auditing Kontemporer. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Tuanakotta, Theodorus M. 2015. Audit Kontemporer. Jakarta : Salemba Empat.

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Pendidikan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

(http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/asset/files/post/1076_a/KTI%20WAKHYUDI%20-
Kesiapan%20Sarjana%20Akuntansi%20Indonesia.pdf diakses pada 26/02/2017)

(http://www.iaiglobal.or.id/v03/files/file_publikasi/Presentasi%20DSAP%20-%20CA
%20Juni%202016%20-%20Pak%20Dewo-edit.pdf diakses pada 26/02/2017)

(https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/6121/J.5.pdf?sequence=1
diakses pada 26/02/2017)

Anda mungkin juga menyukai