Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP INTENSITAS

NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI HERNIA


DI RSUD WATES KULON PROGO
1 2 3
Ika Cahyaningsih , Wenny Savitri , Anggono Joko Prasojo

INTISARI

Latar Belakang: Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial. Nyeri
pada pasien pasca operasi hernia sangat mempengaruhi kemampuan mobilisasi
pasien dan dapat memperpanjang hari rawat di rumah sakit. Terdapat banyak terapi
komplementer untuk mengurangi nyeri pasien. Salah satunya dengan pemberian
kompres hangat. Kompres hangat merupakan salah satu solusi praktis untuk
mengurangi rasa nyeri. Akan tetapi, teknik ini belum diterapkan di RSUD Wates
Kulon Progo.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
kompres hangat terhadap intensitas nyeri pada pasien pasca operasi hernia di RSUD
Wates.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain Quasy-eksperimen dengan pre-test and
post-test with control group design. Responden yang masuk dalam kriteria inklusi
diambil 16 orang untuk masing-masing kelompok intervensi dan kontrol. Pengukuran
skala nyeri menggunakan Numerical Rating Scales, dimana skala nyeri diukur
sebelum dan setelah pemberian intervensi selama 2 hari, dimana setiap hari diberikan
2 kali intervensi. Analisa data menggunakan uji Mann-Whitney U dengan p<0,05.

Hasil: Hasil uji Mann-Whitney U antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
diperoleh p value 0,000 (<0,05). Rata-rata skala nyeri kelompok intervensi sebesar
3,38, ini lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol dimana rata-rata
sebesar 4,71 (skala 1-10).
Kesimpulan: Teknik kompres hangat berpengaruh terhadap intensitas nyeri pada
pasien pasca operasi hernia di RSUD Wates.
Kata Kunci: Teknik kompres hangat, nyeri, terapi komplementer.
---------------------------------------------------------------------------------------------
1. Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendral Ahmad Yani Yogyakarta
2. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendral Ahmad Yani Yogyakarta
3. Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulon Progo

xv
xvi

THE EFFECT OF APPLYING WARM COMPRESSES ON PAIN INTEMSITY


POST OPERATIVE HERNIA PATIENTS IN GENERAL HOSPITAL WATES
KULON PROGO

ABSTRACT
1 2 3
Ika Cahyaningsih , Wenny Savitri , Anggono Joko Prasojo
Back ground: Pain is a sensory and emotional experience ominous caused by actual
or potential damage of body tissue. Pain after surgery Ptients greatly affect the ability
to mpbilize the patient and may prolong hospitalization. There are many
complementary therapies to reduce the patient’s pain. One of them is by giving a
warm compress. Warm compress is one practical solution to reduce pain. However,
this technique has not been applied in the General Hospital of Wates Kulon Progo.
Objective : The purpose of this study was to determine the effect of applying warm
compresses to the intensity of pain in patient with post operative hernia in General
Hospital Wates.
Method : This study used quasy experimental with pre-test and post-test with control
group design. Responden included in the inclusion criteria were taken 16 people for
each intervention and control group. Measurements using a pain scale Numerical
Ratin Scales, which measured pain scale before and after the administration of the
intervention for 2 days, where each day is given 2 times the intervention. Data
analysis using by Mann-Whitney U test with p<0,05.
Result : The result of Mann-Whitney U test between intervention group and control
group obtained p value of 0,000 (<0,005). The average of pain scale in the
intervention group is 3,38 was lower than the control group with an average of 4,471
(scale of 0-10).
Conclusion : Warm compress technique affects the intensity of pain in patien with
post-operative hernia in General Hospital of Wates Kulon Progo
Keywoeds : Warm compress technique, pain, complementary therapy.

1. Student of STIKES A.Yani Yogyakarta


2. Lecture of STIKES A.Yani Yogyakarta
3. Nurse of District General Hospital Wates Kulon Progo

xvi
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuhan keperawatan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien/klien di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah
keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
bersifat humanistik dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk
mengatasi masalah yang dihadapi klien. Menurut Maslow dalam Perry, (2010)
ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis seperti udara, air,
dan makamam, kebutuhan keamanan dan kenyaman, termasuk juga keamanan
fisik dan psikologis, kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki,termasuk di
dalamnya hubungan pertemanan, hubungan sosial, dan hubungan cinta,
kebutuhan akan penghargaan dan penghargaan diri, termasuk juga kepercayaan
diri, pendayagunaan, nilai diri, dan kebutuhan aktualisasi diri, keadaan
pencapaian potensi, dan mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
dan beradaptasi dengan kehidupan. Kebutuhan nyaman artinya terpenuhi rasa
nyaman terbebas dari rasa nyeri dan cemas.
Setiap orang pasti pernah mengalami nyeri. Menurut International
Association for The Study of Pain dalam NANDA (2012), nyeri merupakan
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri adalah sesuatu hal yang bersifat subyektif.
Tidak ada dua orang sekalipun yang mengalami kesamaan rasa nyeri dan tidak
ada dua kejadian menyakitkan yang mengakibatkan respons atau perasaan yang
sama pada individu (Perry, 2010). Assosiasi internasional yang khusus

1
2

mempelajari tentang nyeri The International Association for The Study of Pain
/IASP (1979) dalam Perry, (2010) mendefinisikan nyeri sebagai sesuatu yang
tidak menyenangkan, bersifat subyektif dan berhubungan dengan panca indera,
serta merupakan suatu pengalaman emosional yang dikaitkan dengan kerusakan
jaringan baik aktual maupun potensial, atau digambarkan sebagai suatu
kerusakan/cedera . Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa
nyeri timbul bila ada jaringan yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan
individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri.
Rasa nyeri dapat disebabkan oleh berbagai hal, tiga tipe stimulus yang
merangsang rasa nyeri yaitu mekanik, suhu, dan kimiawi. Nyeri dapat
dikategorikan sesuai dengan asalnya sebagai nyeri kutaneus, somatik profunda,
atau viseral. Nyeri Kutaneus berasal di kulit atau jaringan sub kutan. Nyeri
somatik profunda berasal dari ligamen, tendon, tulang, pembuluh darah dan
saraf. Nyeri viseral berasal dari stimulasi reseptor nyeri di rongga abdomen,
kranium, dan thoraks. Nyeri viseral cenderung menyebar dan sering kali terasa
seperti nyeri somatik profunda, yaitu rasa terbakar, teori nyeri tumpul atau
merasa tertekan, (Kozier dkk, 2002).
Berdasarkan beberapa teori diatas, salah satu penyebab nyeri adalah
akibat adanya kerusakan jaringan. Salah satu penyebab terjadinya kerusakan
jaringan yaitu tindakan pembedahan atau operasi, misalnya tindakan herniotomi.
Menurut Sabiston, (2002), hampir semua kasus hernia dikoreksi dengan tindakan
pembedahan, kecuali ada kontraindikasi bermakna yang menolak. Pada hernia
inguinalis diperlukan pemahaman dengan jelas anatomi normal dan abnormal
daerah inguinalis, ini penting untuk memahami prinsip yang mendasari
herniorafi inguinalis langsung. Daerah tubuh ini merupakan salah satu daerah
yang paling rumit anatominya, karena beberapa lapisan dinding abdomen
berbeda arah seratnya dan berakhir dalam lipat paha. Prinsip pertama operasi
adalah diseksi cermat dan identifikasi kantong hernia. Insisi kulit harus
ditentukan tempatnya dengan tepat untuk mencegah cedera pada nervus
3

iliohipogastrikus dan ilioinguinalis, yang penting dalam persarafan kulit pada


kulit abdomen bawah, penis dan skrotum. Insisi pada koreksi hernia inguinalis
meliputi insisi kulit di atas ligamentum inguinalis dalam lengkungan halus
mengikuti garis Langer. Aponeurosis oblikus telah dibuka, funikulus dibebaskan
dari lantai inguinalis, nervus ilioinguinalis yang bebas terlihat diatas dan bawah
yang teretraksi dari aponeurosis oblikus eksternus, muskulo kremaster
dilepaskan dari funikulus, kantung peritonium harus dilepaskan dari funikulus
dan dinding abdomen pada anulus inguinalis profundus. Perincian teknis ligasi
tinggi kantong ini penting dalam perbaikan. Peritonium harus bebas dari
omentum, serta visera yang melekat harus dilepaskan. Appendises epiplioka atau
omentum tidak boleh terperangkap dalam penutupan. Komponen lamina
transversus abdominalis harus diidentifikasikan dengan cermat dan ditutup pada
annulus profundus. Triangulasi fasia transversalis merupakan perincian
bermanfaat untuk membantu pencapaian penutupan tepat pada anulus profundus.
Arkus transversus dijahit ke traktus iliopubikum dan ligamentum inguinale.
Aponeurosis oblikus eksternus ditutup diatas funikulus spermatikus. Kemudian
fasia skarpa ditutup dengan jahitan terputus. Jahitan subartikular untuk
menyatukan tepi luka. (Sabiston, 2002).
Pada pasien pasca operasi hernia keluhan utama yang disampaikan oleh
pasien adalah perasaan tidak nyaman karena nyeri. Nyeri ini timbul oleh adanya
stimulus mekanik yang menyebabkan kerusakan jaringan akibat tindakan insisi
pembedahan. Untuk mengatasi nyeri dapat diberikan dengan pemberian terapi
farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis dengan pemberian
analgesik, ada tiga tipe analgesik yaitu (1) non opioid, mencakup asetaminofen
dan obat antiinflamasi nonsteroid (nonsteroidal antiinflamasi non-steroid); (2)
opioid (secara tradisional dikenal dengan narkotik); dan (3)
tambahan/pelengkap/koanalgesik (adjuvants). Sedangkan terapi nonfarmakologis
dapat diberikan antara lain dengan distraksi, berdoa, relaksasi, imajinasi
terpimpin, musik, dan biofeedback. Tindakan ini bertujuan untuk
4

memberikan penanganan nyeri agar nyeri berkurang, memperbaiki disfungsi


fisik, mengubah respons fisiologis, serta mengurangi ketakutan yang
berhubungan dengan nyeri (Perry, 2010).
Ketika seseorang mengalami nyeri, terdapat strategi non farmakologi
yang sama baiknya dengan strategi farmakologis yang bisa ditawarkan kepada
klien. Beberapa intervensi non farmakologis tidak membutuhkan instruksi, tetapi
inisiatif dari perawat (Perry, 2010).
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan
data bahwa hernia merupakan termasuk dalam 3 besar penyakit bedah yang ada
di RSUD Wates. Jumlah pasien hernia selama tahun 2012 sebanyak 200 pasien,
dengan jumlah rata-rata perbulan sebanyak 16 pasien. Keluhan utama yang
disampaikan pasien adalah rasa nyeri pada daerah luka operasi, terutama pada
saat pasien mobilisasi. Nyeri secara umum dapat mengganggu kemampuan
pasien dalam melanjutkan aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas pribadi
seperti berpakaian atau makan, dan melakukan hubungan interpersonal (Smeltzer
& Bare, 2001). Selain itu nyeri yang berkepanjangan akan memperpanjang masa
rawat inap atau Length of Stay. Karena pada pasien post operasi hernia hari
kedua dokter sudah memperbolehkan rawat jalan jika nyeri sudah berkurang, dan
pasien sudah dapat melakukan mobilisasi secara mandiri. Dalam mengatasi nyeri
pasien, perawat biasanya memberikan terapi farmakologis sesuai instruksi
dokter, dan tidak jarang pasien yang telah diberikan analgetik masih
mengeluhkan rasa nyeri. Dalam hal ini perawat dapat memberikan terapi non
farmakologis berupa kompres hangat, karena hanya membutuhkan alat dan
bahan sederhana yang dapat disediakan oleh keluarga pasien. Sedangkan untuk
terapi nonfarmakologis lainnya seperti pemberian kompres dingin, untuk alat
dan bahan tidak semua pasien mampu menyediakan. Akan tetapi terapi non
farmakologis ini masih jarang dilakukan, perawat di RSUD Wates lebih banyak
memberikan terapi distraksi relaksasi untuk mengurangi nyeri pada pasien pasca
pembedahan.
5

Dari masalah tersebut peneliti merasa tertarik untuk mengadakan


penelitian bagaimana pengaruh pemberian kompres hangat terhadap intensitas
nyeri pada pasien post operasi hernia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah penelitian


ini adalah bagaimana pengaruh pemberian kompres hangat terhadap intensitas
skala nyeri pada pasien pasca operasi hernia di RSUD Wates.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian kompres hangat terhadap
intensitas nyeri pada pasien pasca operasi hernia di RSUD Wates.
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasinya intensitas nyeri pasien pasca operasi hernia sebelum
dan sesudah diberikan terapi kompres hangat pada kelompok
intervensi
b. Teridentifikasinya intensitas nyeri pasien pasca operasi sebelum dan
sesudah pengukuran kedua pada kelompok kontrol.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan tentang
penanganan nyeri terutama untuk pemberian terapi komplementer pada
pasien pasca operasi hernia.
6

2. Manfaat Praktis
Dapat diaplikasikan dalam pemberian asuhan keperawatan dan
pemberian terapi nonfarmakologi dalam penanganan nyeri pada pasca
operasi hernia.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang pengaruh kompres hangat terhadap penurunan intensitas

nyeri sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain:

1. Tri Johan Agus Yuswanto, Bambang Soemantri, dan Anita Rahmawati .


(2010). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Pinggang Bawah (Low Back Pain) Pada Lansia Di Panti Wredha Pangesti
Malang. Dari hasil penelitian didapat bahwa bahwa kompres hangat dapat
menurunkan intensitas nyeri pinggang bawah pada lansia. Perbedaan dengan
penelitian diatas adalah lokasi penelitian, variabel penelitian adalah pasien
pasca operasi hernia, dan metode penelitian.
2. Yuliana Reginaldis Rosali Krowa. (2012). Pengaruh Pemberian Kompres
Hangat Terhadap Skala Nyeri Pasien Pasca Operasi Sectia Caesarea di
RSUD Sleman. Merupakan jenis Penelitian Quasy-eksperimen dengan pre-
test and post-test with control group design dengan menggunakan metode
analisis Independent Sample t-test dengan sampel sebanyak 15 responden.
Pengambilan sampel yang digunakan berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan, kemudian diambil jumlah minimal sampel. Teknik pengumpulan
data menggunakan wawancara dan observasi. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah pemberian kompres hangat, sedangkan variabel
terikatnya adalah skala nyeri. Hasil penelitian ini menggambarkan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol diperoleh t = -3,445, p = 0,002.
Rata-rata skala nyeri kelompok intervensi sebesar 5,80 lebih rendah
dibandingkan kelompok kontrol sebesar 0,87 (skala 1-10). Dengan
7

kesimpulan teknik kompres hangat secara signifikan dapat menurunkan


skala nyeri pasca operasi sectio caesarea.Perbedaan dengan penelitian ini
adalah sampel, dan analisis statistik yang digunakan.
3. Handoyo (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian
Kompres Hangat Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Caesarea
Dengan Spinal Anestesi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
Subyek dalam penelitian tersebut adalah seluruh pasien pasca bedah caesar
dengan spinal anestesi berjumlah 40 orang. Penelitian ini merupakan
penelitian quasy eksperimen dengan metode pretest dan postest in a group.
Analisis statistik menggunakan uji perbedaan mean (t-test). Hasil dari
penelitian ini adalah terdapat pengaruh secara signifikan pemberian kompres
hangat terhadap intensitas nyeri pasien pasca bedah sesar. Perbedaan dengan
yang akan diteliti oleh peneliti adalah metode yang digunakan, sample, dan
analisis statistik yang digunakan.
42

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian


Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wates merupakan Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo
yang berlokasi di Jalan Tentara Pelajar Km.1 No. 5 Wates kulon Progo.
RSUD Wates merupakan salah satu RSU Pratama type B. Pelayanan yang
diselenggarakan di RSUD Wates meliputi pelayanan spesialis Bedah, Dalam,
Syaraf, Obsgyn, Anak, THT, Kulit dan Kelamin, Mata, Jiwa dan IGD 24 jam.
Selain itu juga terdapat pelayanan unit hemodialisa dan pelayanan rawat
jalan.
Jumlah ruang rawat inap yang ada sebanyak 12 bangsal, termasuk
bangsal bedah. Jumlah bangsal Bedah sebanyak 1 bangsal dengan 22 tempat
tidur, akan tetapi pasien bedah juga terdapat diruangan lain, yaitu di Bangsal
Edelweis (bangsal kelas III), Bangsal Flamboyan (bangsal kelas I), Bangsal
Dahlia dan Melati (bangsal VIP). Fasilitas ruang untuk kelas III dalam satu
ruangan terdiri dari 4 - 6 tempat tidur, unntuk ruang kelas II dalam satu ruang
terdiri dari 2 tempat tidur, sedangkan untuk fasilitas ruang kelas I dan VIP
dalam satu ruang terdiri dari 1 tempat tidur.

2. Analisis Hasil Penelitian


Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 18 Maret – 18 Juni 2013
kemudian dianalisis dengan analisa univariable dan bivariable. Hasil analisis
univariabel bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dari subyek
penelitian sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang
berguna. Sedangkan analisis bivariabel bertujuan untuk mengetahui
efektifitas pemberian kompres hangat terhadap skala nyeri pasien pasca
operasi hernia.

42
43

a. Analisis Univariabel
1) Karakteristik Responden
Subyek penelitian adalah pasien pasca operasi hernia hari
pertama dan kedua yang berjumlah 32 orang. Pasien yang
mendapatkan perlakuan kompres hangat sebanyak 16 orang,
sedangkan kelompok pembandingnya yang toidak mendapatkan
perlakuan kompres hangat sebanyak 16 orang. Berdasarkan hasil
penelitian terhadap pasien pasca operasi hernia di RSUD Wates Kulon
Progo, diperoleh karakteristik responden sebagai berikut:

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pada Pasien Pasca
Operasi Hernia di RSUD Wates
Umur Kelompok Responden
Kontrol Intervensi
f % f %
15- 40 tahun 5 31,25 2 12,5
41 – 50 tahun 0 0 1 6,25

51 – 70 tahun 10 62,5 7 43,75

>70 tahun 1 6,25 6 37,5

Total 16 100 16 100

Sumber: Data Primer, 2013


Tabel 4.1 menunjukkan kelompok intervensi sebagian besar
pada kelompok umur 52 – 70 tahun sebanyak 7 orang (43,75 %).
Demikian juga pada kelompok kontrol sebagian besar berada pada
kelompok umur 51 – 70 tahun sebanyak 10 orang (62,25 %).

2) Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Hernia Sebelum dan Sesudah


Diberikan Terapi Kompres Hangat Pada Kelompok Intervensi
Hasil pengukuran intensitas nyeri pasien pasca operasi hernia
sebelum dan sesudah diberikan terapi kompres hangat pada kelompok
intervensi disajikan pada tabel berikut:
44

Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Hernia Sebelum dan
Sesudah Diberikan Terapi Kompres Hangat Pada Kelompok Intervensi di RSUD
Wates
Intensitas Nyeri Sebelum Sesudah
f % f %
Ringan 0 0 7 43,7
Sedang 15 93,7 9 56,3
Berat 1 6,3 0 0
Total 16 100 15 100
Sumber: Data Primer, 2013.

Tabel 4.2 menunjukkan intensitas nyeri pasien pasca operasi


hernia sebelum diberikan terapi kompres hangat pada kelompok
intervensi sebagian besar adalah nyeri sedang sebanyak 15 orang
(93,7%). Intensitas nyeri pasien pasca operasi hernia sesudah
diberikan kompres hangat pada kelompok intervensi sebagian besar
adalah nyeri sedang sebanyak 9 orang (56,3%).

Tabel 4.3
Distribusi Hasil Uji Wilcoxon Perubahan Intensitas Nyeri Sebelum
dan Sesudah Diberikan Terapi Kompres Hangat Pada Kelompok
Intervensi Pasien Pasca Operasi Hernia di RSUD Wates

Intensitas f %
Nyeri
Negatif Rank 15 6,3
Positif Rank 0 0
Ties 1 93,7
Total 16 100
Sumber: Data Primer, 2013.

Dari hasil uji Wilcoxon pada kelompok intervensi menunjukkan


adanya perubahan intensitas skala nyeri sebelum dan sesudah
diberikan terapi kompres hangat. Diperoleh hasil perubahan intensitas
nyeri berupa penurunan intensitas nyeri sebanyak 15 orang (93,7%),
nyeri menetap sebanyak 1 (6,3%), dan tidak ada yang mengalami
peningkatan intensitas nyeri (0%).
45

3) Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Hernia Sebelum dan Sesudah


Pengukuran Kedua Pada Kelompok Kontrol
Hasil pengukuran intensitas nyeri pasien pasca operasi hernia
sebelum dan sesudah pengukuran kedua pada kelompok kontrol
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Hernia
Sesudah diberikan Terapi Kompres Hangat Pada Kelompok Kontrol
dan Intervensi di RSUD Wates

Intensitas Nyeri Sebelum Sesudah


f % f %
Ringan 0 0 1 6,25
Sedang 15 93,7 14 87,5
Berat 1 6,3 1 6,25
Total 16 100 16 100
Sumber: Data Primer, 2013.

Tabel 4.4 menunjukkan intensitas nyeri responden kelompok


kontrol sebelum dilakukan pengukuran kedua sebagian besar adalah
nyeri sedang, yaitu 15 orang (93,7%), demikian juga sesudah
pengukuran kedua sebagian besar adalah nyeri sedang sebesar 14
orang (87,5%).
Tabel 4.5
Distribusi Hasil Uji Wilcoxon Perubahan Intensitas Nyeri Pasien
Pasca Operasi Hernia Sebelumdan Sesudah Pengukuran Kedua Pada
Kelompok Kontrol

Intensitas f %
Nyeri
Negatif Rank 3 18,75
Positif Rank 0 0
Ties 13 81,25
Total 16 100
Sumber: Data Primer, 2013.

Dari hasil uji Wilcoxon pada kelompok kontrol menunjukkan


adanya perubahan intensitas skala nyeri sebelum dan sesudah pengukursn
kedua. Diperoleh hasil perubahan intensitas nyeri berupa penurunan
46

intensitas nyeri sebanyak 3 orang (18,75%), nyeri menetap sebanyak 13


(81,25%), dan tidak ada yang mengalami peningkatan intensitas nyeri
(0%).
Hasil analisa data diatas dapat dilihat bahwa penurunan intensitas
nyeri banyak terjadi pada kelompok intervensi, sedangkan intensitas
nyeri pada kelompok kontrol cenderung menetap.

b. Analisis Bivariabel
Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Intensitas Nyeri Pada
Pasien Pasca Operasi hernia di RSUD Wates

Pengujian pengaruh pemberian kompres hangat terhadap intensitas


nyeri pasien pasca operasi hernia dilakukan dengan uji dua sampel
independent.

Tabel 4.6
Distribusi Hasil Uji Mann-Whitney U pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap
Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca
Operasi Hernia di RSUD Wates
.
Kategori N Mean Rank Z P
hitung value
Kontrol 16 22,17 -4,126 0,000
Intervensi 16 8,83
Sumber: Data Primer, 2013.

Hasil Uji Mann-Whitney U antara kelompok intervensi dan kontrol


diperoleh p value sebesar 0,000 < 0,05, artinya ada perbedaan yang nyata
intensitas nyeri pasien pasca operasi hernia kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Sehingga dapat disimpulkan pemberian kompres
hangat berpengaruh terhadap intensitas nyeri pada pasien pasca opersi
hernia di RSUD Wates.
47

B. Pembahasan

. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektitifitas pemberian


kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri pada pasien pasca operasi
hernia. Pengukuran skala nyeri dilakukan sebelum dan setelah diberikan
intervensi menggunakan Numerical Rating Scales. Kompres hangat diberikan
selama 2 hari, yaitu pada hari pertama dan kedua pasca operasi hernia. Dalam
sehari diberikan intervensi sebanyak 2 kali, yaitu 7 jam setelah pemberian
analgetik injeksi maupun oral
Rasa nyeri timbul pada setiap jenis operasi, termasuk operasi hernia, hal
ini disebabkan karena terjadi torehan, tarikan, manipulasi jaringan dan organ
yang menyebabkan kerusakan sel, akibat stimulasi ujung saraf oleh bahan kimia
yang dilepaskan pada saat operasi atau karena iskhemi jaringan akibat gangguan
suplai darah ke salah satu bagian (Smeltzer & Bare, 2001).
Banyaknya keluhan nyeri yang disampaikan pasien dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain kecemasan, keletihan dan pengalaman nyeri
sebelumnya. Pasien yang akan menjalani operasi hernia merasa cemas akan
kondisi kesehatannya, proses penyembuhan, dan aktifitas yang dapat dilakukan
pasca operasi mampu meningkatkan persepsi nyerinya dan menurunkan
kemampuan koping inidivu dalam mengatasi nyerinya. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pasien usia dewasa (≥ 15 tahun) yang menjalani
operasi hernia.
Hasil analisa data pada tabel 4.2 menunjukkan intensitas nyeri pasien
pasca operasi hernia sebelum diberikan terapi kompres hangat pada kelompok
intervensi sebagian besar adalah nyeri sedang sebanyak 15 orang (93,7%).
Sedangkan ntensitas nyeri pasien pasca operasi hernia sesudah diberikan
kompres hangat pada kelompok intervensi sebagian besar adalah nyeri sedang
sebanyak 9 orang (56,3%).
Pada pasien pasca operasi hernia keluhan utama yang disampaikan adalah
perasaan tidak nyaman karena nyeri. Nyeri ini timbul oleh adanya stimulus
48

mekanik yang menyebabkan kerusakan jaringan akibat tindakan insisi


pembedahan.
Banyaknya pasien pasca operasi hernia mengalami intensitas nyeri sedang,
hal ini dipengaruhi oleh faktor umur pasien yang sebagian besar masuk dalam
kelompok umur lansia (>50 tahun). Menurut Potter & Perry (2010) usia
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nyeri seseorang. Anak-anak
mempunyai kesulitan dalam mengekspresikan dan menggambarkan secara
verbal nyeri yang dirasakan. Pada umumnya anak-anak akan takut
mengungkapkan rasa nyeri pada perawat dikarenakan takut terhadap intervensi
yang akan diberikan nantinya (Perry, 2010). Pada usia dewasa akan lebih rentan
mengalami nyeri dikarenakan adanya perkembangan kondisi patologis. Bahkan
pada usia dewasa pun terkadang mengalami kebingungan dalam mengingat
pengalaman nyerinya, padahal hal ini sangatlah penting dalam pengkajian nyeri.
Bagi lansia, terkadang merasa pasrah dalam menghadapi rasa nyeri, mereka
beranggapan bahwa hal ini adalah sebuah konsekuensi penuaan yang tak dapat
dihindari (Perry, 2010).
Dari hasil analisa data pada tabel 4.4 menunjukkan intensitas nyeri
responden kelompok kontrol sebelum dilakukan pengukuran kedua sebagian
besar adalah nyeri sedang, yaitu 15 orang (93,7%), demikian juga sesudah
pengukuran kedua sebagian besar adalah nyeri sedang sebesar 14 orang (87,5%).
Setelah dilakukan analisa data dengan uji Wilcoxon pada kelompok kontrol
menunjukkan adanya perubahan intensitas skala nyeri sebelum dan sesudah
pengukuran kedua. Diperoleh hasil perubahan intensitas nyeri berupa penurunan
intensitas nyeri sebanyak 3 orang (18,75%), nyeri menetap sebanyak 13
(81,25%), dan tidak ada yang mengalami peningkatan intensitas nyeri (0%).
Pada kelompok intervensi terdapat responden yang mengalami perubahan
nyeri dimana pada pengukuran hari pertama awalnya nyeri sedang berubah menjadi
nyeri berat pada pengukuran hari kedua, hal ini disebabkan karena beberapa faktor
diantaranya lokasi insisi pembedahan di kedua inguinal (hernia duplek), kecemasan
pasien tentang kondisi kesehatannya dan lingkungan yang
49

terlalu ramai sehingga pasien tidak dapat berkonsentrasi pada intervensi yang
diberikan.
Adanya penurunan skala nyeri pada kelompok intervensi disebabkan
adanya perlakuan yaitu pemberian kompres hangat. Kompres hangat merupakan
penanganan nyeri yang dapat diterapkan atau dilakukan sendiri oleh pasien atau
keluarga pasien karena cara ini sangat mudah dilakukan dan sangat terjangkau.
Kompres hangat merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan
memberikan rasa hangat dengan suhu 43º-46ºC pada daerah tertentu dengan
menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian tubuh
yang memerlukan sehingga kebutuhan rasa nyaman terpenuhi (Hidayat &
Uliyah, 2004: Istichomah, 2007).
Potter dan Perry (2010), menjelaskan bahwa kompres hangat bertujuan
untuk melebarkan pembuluh darah sehingga meningkatkan sirkulasi darah ke
bagian yang nyeri, menurunkan ketegangan otot sehingga mengurangi nyeri
akibat spasme atau kekakuan otot. Wahyuni dan Nurhidayat (2008), juga
mengungkapkan bahwa kompres hangat menyebabkan pelebaran pembuluh
darah sehingga memperkecil inflamasi, menurunkan kekakuan dan nyeri otot
serta mempercepat penyembuhan jaringan lunak. Kompres hangat akan
menenangkan pasien, dan juga meningkatkan penerimaan terhadap jenis masase
yang dihentakkan yang tidak dapat ditolelir akibat kulitnya sensitif atau sakit
(Sinkin & Ancheta, 2005).
Hal ini sesuai teori Wulandari (2009), yang menyatakan bahwa stimulasi
kompres hangat merupakan salah satu solusi praktis untuk mengurangi rasa
nyeri. Kompres hangat dapat diterapkan di semua rumah sakit dan rumah
bersalin, karena teknik non farmakologi ini sangat mudah diakukan dan
biayanya terjangkau (Gondo, 2011).
Hasil uji Mann-Whitney U menunjukkan pemberian kompres hangat
berpengaruh terhadap intensitas nyeri pada pasien pasca operasi hernia di RSUD
Wates. Rata-rata intensitas nyeri sesudah diberikan kompres hangat pada
kelompok intervensi sebesar 3,38, ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai
rata-rata intensitas nyeri setelah pengukuran kedua pada kelompok kontrol
50

dimana rata-rata sebesar 4,71 (skala 1-10). Selain itu dari analisa Uji Wilcoxon
pada kedua kelompok didapatkan hasil bahwa penurunan intensitas nyeri banyak
terjadi pada kelompok intervensi dibandingkan pada kelompok kontrol, dimana
pada kelompok kontrol intensitas nyeri cenderung menetap. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian terkait yang dilakukan oleh Yuswanto (2010) yang
menyimpulkan bahwa kompres hangat dapat menurunkan intensitas nyeri
pinggang bawah pada lansia di Panti Wredha Pangesti Malang.
Pada kasus pembedahan seperti operasi hernia, nyeri lebih disebabkan
karena adanya kerusakan jaringan pada saat dilakukan pembedahan. Nyeri
karena insisi bedah seringkali digambarkan sebagai sensasi tumpul, sakit, dan
berdenyut, mengindikasikan nyeri nosiseptif (Potter & Perry, 2010). Penggunaan
kompres hangat untuk area yang tegang dan nyeri dianggap meredakan nyeri
dengan mengurangi spasme otot yang disebabkan oleh iskhemia, yang
merangsang nyeri dan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah
ke area tersebut. Smeltzer & Bare (2001), mengatakan pemberian sensasi hangat
akan mengurangi nyeri dengan mempercepat penyembuhan luka sebagai efek
dari vasodilatasi pembuluh darah karena sensasi hangat tersebut.
Hal yang sama disampaikan Handoyo (2008), bahwa kompres hangat
yang mengenai salah satu bagian tubuh bahkan meningkatkan temperatur pada
daerah tersebut, kemudian peningkatan suhu akan menyebabkan permeabilitas
membran sel meningkat, pada jaringan terjadi peningkatan metabolisme seiring
dengan peningkatan pertukaran zat-zat kimia tubuh dengan cairan tubuh
termasuk didalamnya zat-zat kimia yang merupakan stimulus kimia nyeri
dengan cepat dapat direabsorpsi.
Potter& Perry (2010), menjelaskan bahwa teknik ini menyebabkan
pelepasan endorfin yang menghambat transmisi nyeri, selain itu berdasarkan
teori gate control bahwa stimulasi ini mengaktivasi transmisi serabut saraf
sensorik A-Beta yang lebih besar dan lebih cepat sehingga menutup “gerbang”
dan menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dengan diameter yang kecil.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Krowa (2012) yang menunjukkan
teknik kompres hangat secara signifikan dapat menurunkan skala nyeri pasca
51

operasi sectio caesarea di RSUD Sleman. Demikian juga dengan penelitian


Handoyo (2008) yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara signifikan
pemberian kompres hangat terhadap intensitas nyeri pasien pasca bedah caeesar
dengan spinal anesthesi di Rumah Sakit PKU Muhammmadiyah Surakarta.

C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki bebagai keterbatasan yang mengakibatkan
hasilnya belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Keterbatasan tersebut
meliputi:

1. Kelemahan Dalam Penelitian


Peneliti tidak melakukan pengendalian tehadap faktor-faktor kebudayaan,
makna nyeri, perhatian, ansietas (kecemasan), keletihan, suasana ruangan
serta dukungan keluarga dan sosial. Peneliti juga tidak mengkaji tentang
latar belakang pendidikan, serta riwayat kesehatan pasien.
2. Kesulitan Dalam Penelitian
Pasien kesulitan dalam mengungkapkan rasa nyeri yang dialaminya.
Kondisi ruangan yang ramai saat dilakukan penelitian mengakibatkan
pasien kurang konsentrasi.
52

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
bahwa intensitas nyeri pasien pasca operasi hernia sebelum diberikan terapi
kompres hangat pada kelompok kontrol sebagian besar adalah nyeri sedang
(5,05), demikian juga pada kelompok intervensi intensitas nyeri sebagian besar
adalah nyeri sedang (5,18). Intensitas nyeri pasien pasca operasi hernia pada
kelompok intervensi setelah dilakukan kompres hangat sebagian besar adalah
nyeri sedang (3,38), demikian juga pada kelompok kontrol pada pengukuran
kedua sebagian besar pasien mengalami nyeri sedang (4,71). Dari hasil tersebut
diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian kompres hangat berpengaruh terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi hernia di RSUD Wates.

B. Saran
Berdasarkan hasil analisis, pembahasan, dan kesimpulan, saran yang dapat
peneliti berikan sebagai berikut:
1. Rumah Sakit
RSUD Wates hendaknya lebih meningkatkan pemberian teknik
kompres hangat menjadi terapi pelengkap untuk menunjang intervensi
nyeri pasien pasca operasi hernia.
2. Profesi Perawat
Tenaga kesehatan hendaknya memberikan informasi kepada pasien dan
keluarga tentang teknik pemberian kompres hangat sebagai salah satu
alternatif pengendalian nyeri non-farmakologi, karena metode ini lebih
murah, mudah, efektif, tanpa efek yang merugikan.
3. Pasien Pasca Operasi Hernia
Pasien pasca operasi hernia hendaknya menggunakan teknik ini
dirumah ketika merasakan ketidaknyamanan atau nyeri.

52
53

4. Pengembangan Ilmu
Peneliti yang akan datang hendaknya menyempurnakan hasil
penelitian ini dengan melakukan pengendalian terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi dan reaksi pasien pasca operasi hernia,
seperti: kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas (kecemasan),
keletihan, serta dukungan keluarga dan sosial. Selain itu dikembangkan
cara atau teknik pengukuran intensitas nyeri yang efektif dan mudah
dipahami oleh pasien terutama pasien usia lanjut. Dapat sebagai bahan
pertimbangan untuk mengurangi atau menurunkan penggunaan terapi
analgetik.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,S ( 2010), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT.


Rineka Cipta.
Asmadi,( 2008), Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien, Jakarta. Salemba Medika.

Brunner, L dan Suddarth, D. (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.
Gondo, K. H (2011). Pendekatan Non Farmakologis Untuk Mengurangi Nyeri
Saat Persalinan. CDK 185. Vol. 38 no.4 Edisi Mei-Juni 2011. Surabaya.
Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma.
Handoyo, D. (2008). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Intensitas
Nyeri Pasien Pasca Bedah Sessar dengan Spinal Anestesi di Rmah Sakit
PKU Muhammadiyah Surakarta, Profesi, edisi 03/Februari-Agustus 2008.

Istichomah. (2007). Pengaruh Teknik Pemberian Kompres Terhadap Perubahan


Skala Nyeri pada Klien Kontusio di RSUD Sleman. SNT
Kozzier, (2002), Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, &
Praktik. Jakarta. EGC.
Krowa, Y. (2012), Pengaruh Pemberian Teknik Kompres Hangat Terhadap Skala
Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Sectio Caesarean Di RSUD Sleman
Tahun 2012. Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ahmad Yani.
NANDA International, (2012), Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta. EGC.
Nursalam, (2008), Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Perry, P. (2010), Fundamental of Nursing: Fundamental Keperawatan Buku 3
Edisi ke-7, Jakarta. Salemba Medika.
Perry, P. (2010), Fundamental of Nursing Fundamental Keperawatan Buku 1,
Edisi ke-7, Jakarta. Salemba Medika.

Prasetyo, S. (2010), Konsep dan Proses Perawatan Nyeri. Yogyakarta. Graha


Ilmu.
Sabiston, (2002). Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta. EGC.
Sandra, F., S., Donna, J., D., dan Barbara, C., M., (2000), Clinical Nursing Skill:
Basic To Advanced Skills Volume 4 , New Jersey. Prentice-Hall.
Sastroasmoro, S., dan Ismael, Sofyan. (2011), Dasar-Dasar Metodelogi
Penelitian Klinis. Jakarta. Sagung Seto.
Simkin, P., Ancheta, & Ruth. (2005). Buku Saku Persalinan. Jakarta. EGC
Smeltzer, S., C., dan Bare, B., G, (2001), Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Dan Suddarth Volume 2.Jakarta: Penerbit EGC.
Sugiyono. (2010), Statistika untuk Penelitian, Bandung:Penerbit Alfabeta.
Tamsuri, A. (2006), Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: Penerbit:
EGC.
Wulandari, S. R (2009). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Nyeri
Haid. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu, 24-30.
Yuswanto, T., Soemantri, B., Rahmawati, A. (2010), Pengaruh Kompres Hangat
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pinggang Bawah (Low Back Pain)
Pada Lansia Di Panti Wredha Pangesti Malang. dalam
elibrary.ub.ac.id/bitstream, diakses tanggal 28 September 2012 pukul
20.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai