Anda di halaman 1dari 29

Materi 5 menjelaskan aspek moral beragama dan akhlak mulia

A Moral

1-pengertian moral.
Moral adalah kemampuan penerapan norma. Moral dari bahasa latin mores yang
artinya kebiasaan. Moral agak mirip artinya dengan akhlaq. Seperti etika dari kata
ethikos yang bermakna kebiasaan, memiliki arti yang mirip dengan moral dan akhlaq,
tetapi sebenarnya etika bisa diberi makna yang berbeda dengan moral. Etika juga disebut
sebagai kajian ‘filsafat moral ( yaitu kajian filsafati yang objek kajiannya moral). Hanya
saja untuk kuliah saya ini, saya membuat definisi moral sendiri, miskipun demikian tetap
ada kesamaan dengan definisi moral yang sudah ada. Definisi moral yang saya buat, saya
tujukan untuk membuat perbedaan antara istilah kebiasaan, nilai, norma, moral, dan etika,
yang sering bercampur aduk sehingga menghilangkan makna yang sejati yang saya
maksud waktu menerangkan konsep-konsep norma. Untuk memahami itu semua maka
mahasiswa harus mengerti siklus-etika.

Moral diambil daribahasa Latin mos (j, mores) yang artinya kebiasaan, adat. Dalam
bahasa inggris dikenal moral, morality. Kata moral dalam bahasa indonesia bisa menjadi,
bermoral, moralitas, moralnya, semua menunjuk pada maksud yang sama yaitu kebiasan,
sifat kemoralannya, kebiasannya.
Moral adalah suatu aturan atau tata cara hidup yang bersifat normatif
(mengatur/mengikat) yang sudah ikut serta bersama kita seiring dengan umur yang kita
jalani (Amin Abdulah: 167), sehingga titik tekan ”moral” adalah aturan-aturan normatif
yang perlu ditanamkan dan dilestarikan secara sengaja, baik oleh keluarga, lembaga
pendidikan, lembaga pengajian, atau komunitas-komunitas lainnya yang bersinggungan
dengan masyarakat.

2-pengertian moralitas
Moralitas/mo·ra·li·tas/ n Sas sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan
dengan etiket atau adat sopan santun. (cek, https://kbbi.web.id/moralitas). Moralitas
adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar
atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan
manusia. (W.Poespoprojo, 1998: 18).
Secara umum, MORAL dapat diartikan sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan,
ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan buruk atau benar dan salah.
Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku
positif dan tidak merugikan orang lain. Seseorang dikatakan telah bermoral jika ucapan,
prinsip, dan perilaku dirinya dinilai baik dan benar oleh standar-standar nilai yang berlaku
di lingkungan masyarakatnya.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik dan buruk (bertens, 2002:7). Moralitas juga berperan sebagai pengatur dan
petunjuk bagi manusia dalam berperilaku agar dapat dikategorikan sebagai manusia yang
baik dan dapat menghindari perilaku yang buruk (keraf, 1993: 20). Dengan demikian,
manusia dapat dikatakan tidak bermoral jika ia berperilaku tidak sesuai dengan moralitas
yang berlaku.
Velazquez memberikan pemaparan pendapat para ahli etika tentang lima ciri yang
berguna untuk menentukan hakikat standar moral (2005:9-10). Kelima ciri tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius
atau benar-benar menguntungkan manusia. Contoh standar moral yang dapat diterima
oleh banyak orang adalah perlawanan terhadap pencurian, pemerkosaan, perbudakan,
pembunuhan, dan pelanggaran hukum.
2. Standar moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu. Meskipun
demikian, validitas standar moral terletak pada kecukupan nalar yang digunakan untuk
mendukung dan membenarkannya.
3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk kepentingan diri.
Contoh pengutamaan standar moral adalah ketika lebih memilih menolong orang yang
jatuh di jalan, ketimbang ingin cepat sampai tempat tujuan tanpa menolong orang
tersebut.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak. Dengan kata lain,
pertimbangan yang dilakukan bukan berdasarkan keuntungan atau kerugian pihak
tertentu, melainkan memandang bahwa setiap masing-masing pihak memiliki nilai yang
sama.
5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosakata tertentu. Emosi yang
mengasumsikan adanya standar moral adalah perasaan bersalah, sedangkan kosakata atau
ungkapan yang merepresentasikan adanya standar moral yaitu “ini salah saya,” “saya
menyesal,” dan sejenisnya.
3 -Pemahaman berdasarkan contoh
Orang dapat dikatakan tidak bermoral apabila tingkah lakunya berlawanan dengan
moralitas yang berlaku dalam masyarakat. Contoh perbuatan yang berlawanan dengan
moralitas masyarakat di indonesia adalah tidak adanya tenggang rasa terhadap orang
yang berbeda agama. Sebagai masyarakat indonesia yang plural dengan suku, ras, dan
agama, tentunya persoalan perbedaan tidak menjadi masalah, bahkan menjadi suatu
kebanggaan yang harus dijunjung tinggi dilatarbelakangi oleh makna dari semboyan
bhinneka tunggal ika. Dengan demikian, orang yang tidak memiliki tenggang rasa atas
perbedaan agama, di indonesia, dianggap tidak bermoral.
Untuk menghindari cap jelek sebagai orang yang tidak bermoral, maka sebagai
manusia kita harus memahami moralitas yang terdapat dalam masyarakat. Dengan
memahami konsep moralitas, orang juga akan mudah membaur dengan masyarakat dan
menerima respon positif atas tingkah laku baik.
(cek, https://www.apaitu.net/2010/1608/makna-moralitas-dan-lima-ciri-standar-
moral/)

4 -siklus etika
Siklus etika menerangkan urutan terbentuk konsep etika sebagai proses berpikir
filsafati. Produk etika yang berupa nasehat serupa dengan energi yang akan dipakai oleh
manusia sebagai tuntunan untuk melangkah atau mengambil langkah selanjutnya yang
lebih baik. Maka umumnya nasehat dari etika adalah diawali dengan kata ‘sebaiknya’.
Misalnya sebaiknya orang tidak mencuri bagaimanapun alasannya. Untu mengenal siklus
etika diawali dengan mengenal kebiasaan.
Kebiasaan. Apa itu kebiasaan? Kebiasaan adalah perilaku lahiriah (umumnya) yang
dilakukan oleh manusia lebih dari satu kali dalam hidupnya. Jadi jika dilakukan sekali
tidak disebut kebiasaan. Misalnya menikah dan khitan. Kebiasaan manusia sangat
banyak. Kita dapat mengenali banyaknya jenis kebiasaaan ini dengan melakukan
introspeksi diri, apa yang sudah dilakukan atau biasa dilakukan sejak bangun tidur, tadi
pagi.
Umumnya, atau biasanya orang bangun pagi yang dilakukan pertama kali adalah
membuka mata? Mungkin ya, lalu apa? Doa , mungkin ya, bisa juga tidak. Kemudia apa?
Molet (meregangkanbadan), mengusap-usap mata, mraba-raba cari hp, memegang dan
mengambil hape, menyalakan hape, melihat jam di hape, (tidur lagi), melihat pesan di
hape, baca baca hape, duduk di kasur, ngesot di kasur tepi dipan, menurunkan kaki,
berdiri, melangkah ke kamar mandi, membuka pintu kamar madi, berdoa sebelum masuk
km, masuk km pakai kaki kiri dulu (gag bareng kaki kanan dan kiri), menutup pintu km,
melakukan bak, bab, bersuci, wudhu, keluar kamar mandi kakikanan dulu, berdoa keluar
kamar mandi,.. Dstnya, dstnya.
Banyak sekali aktifitas yang sudah kita lakukan dari bangun tidur ke 1 jam
kemudian. Dan pada umumnya aktifitas kita itu relatif sama dari hari ke hari tersebut.
Adakah perilaku kita, hanya sekedar perilaku yang rutin, sehingga disebut sebagai
rutinitas saja ,dan tanpa makna?
Nilai. Nilai adalah warna yang membuat sebuah perilaku atau aktifitas yang
menjadi kebiasaan itu menjadi hitam atau putih. Artinya sebuah aktifitas yang diberi
warna putih, itu akan disebut sebagai sebuah perilaku yang baik. Yang mana perilaku
baik itu disarankan untuk dibiasakan secara lahiriah sebagai aktifitas. Sebaliknya sebuah
aktifitas yang diberi warna hitam atau disebut juga kebiasaan buruk. Adalah perilaku
yang disarankan untuk tidak dilahirkan untuk menjadi aktifitas. Intinya nilai adalah
pemberi warna. Apakah aktifitas itu disebut sebagai aktifitas yang baik, atau aktifitas
yang buruk. Nilai yang ada disini juga disebut + untuk yang baik, atau – utnuk yang
buruk. Kebiasaan yang sudah diberi warna oleh nilai bisa dikartakan kemudian sebagai
sebuah kebiasaan baik atau kebiasaan buruk
Norma. Norma adalah tuntunan perilaku. Norma lahir dari perilaku yang sudah
diberi nilai yang dijadikan tuntutnan perilaku. Oleh karena sudah jadi tuntunan perilaku
dan bersifat baku, artinya sebagai tuntunan biasanya diajarkan terus dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Misalnya: memasukkan makanan ke mulut memakai tangan kanan.
Perilaku memasukkan makanan ke mulut memakai tangan kanan, itu sudah baku, dan
sudah diajarkan oleh hampir semuaorang tua kita, juga orang-orang tua disekitar kita,
guru-guru, juga para ulama. Artinya perilaku memasukkan makanan ke mulut memakai
tangan kanan, itu sudah jadi tuntunan perilaku atau sudah jadi norma, dan disebut norma
baik. Jika memakai tangan kiri yang dipakai untuk makan maka disebut memakai norma
buruk. Akhirnya, sebuah perilaku itu, bisa dinilai perilaku yang baik atau buruk dengan
melihat normanya, apakah dia mendasarkan perilakunya pada norma baik atau buruk.
Kalau ditilik bahwa dari kebiasaan yang sudah diberi warna oleh nilai. Dan warna yang
disematkan adalah warna baik, atau positif atau putih. Dan kemudian kebiasaaan yang
telah diberi nilai itu dijadikan tuntunan perilaku makan terbentuklah norma. Jadi norma
adalah tuntunan perilaku yang lahir dari kebiasaan yang sudah diberi nilai. Dan norma
yang lahir dari kebiasaaan ini disebut norma kebiasaan, atau adat istiadat, atau budaya
atau kultur. Semua tuntutunan perilaku adalah norma. Hanya saja kemudian akan banyak
jenisnya, tergantung dari siapa yang melahirkan norma itu.
Moral. Moral adalah kemampuan menerapkan norma. Menerapkan norma, tentut
itdak sekedar memilih norma yang sesuai dengan hati. Tidak mungkin begitu. Hati
bukanlah dasar pedoman. Kalau diperhatikan ,kalauhati dipakai sebagai pedoman maka
norma yang baik adalah yang sesuai dengan keinginan hati. Ternyata tidak. Orang ingin
pandai, maka normanya. Jika ingin pandai maka belajarlah. Orang ingin kaya, maka
normanya adalah jika ingin kaya maka berhematlah dan rajinlah bekerja. Jika ingin sehat,
maka normanya adalah jaga makanan, dan atau jangan makan terlalu banyak. Tampak
bahwa untuk menjadi baik maka pada umumnya normanya adalah disuruh kerja, disuruh
hemat, disuruh belajar, disuruh rajin. Pada umumnya untuk menjadi baik intinya disuruh
bekerja. Padahal bekerja tidaklah hal yang pada umunya disukai, atau hati tidak suka, hati
pinginnya itu tidak bekerja tapi bisa kaya. Apapbenar itu hati... Bukan, itu bukan hati, tapi
bisikan setan yang membisiki hati. Kemudian... Moral baik atau orang yang bermoral
baik.. Adalah kemampuan untuk memilih norma baik sebagai tuntunan perilakunya.
Orang yang mampu memilih norma baik sebagai tuntunan perilakunya dan kemudian
diwujudkan dalam atifiti harianya maka dia disebut orang bermoral baik. Jadi moral
identik dengan norma. Jika orang itu tidak memakai norma baik, maka perilakunya
terlihat tidak baik, atauorang itu dosebut bermoral tidak baik atau moralnya buruk. Moral
juga bisa dikatakan sebagai penerapan norma. M~N (moral identik dengan norma dalam
hal dasar dan akibatnya). Orang yang mampu melahirkan norma baik maka dia disebut
bermoral baik. Oral melahirkan norma buruk, maka dia disebut bermoral buruk.
... Kemudian orang berperilaku atau beramal. Selama manusia itumasih hidup
maka dia akan selalu melakukan aktifitas tersu menerus. Manusia akan selalu melahirkan
norma menjadi perilaku.
Bagi manusia lain... Perilaku orang itu merupakan objek yang sering dijadikan
fokus pembicaraan (menggosip). Membicarakan perilaku orang, sebenarnya lebih banyak
membahas masalah mengapa orang itu berperilaku seperti itu, kemudian dilanjutkan
biasanya dengan mengatakan sebaik berperilaku begini atau begitu,.. Atau mengatakan
sebenarnya dia harus berperilaku begini atau begitu. Dengan alasan yang dianalisis
sendiri dan dicari sendiri untuk membenarnkan pendapatnya dan menjadi dasar bahwa
kesimpulannya itu benar dan sesuai dengan norma-norma yang benar menurut orang
menggosip itu.
Sebenarnya perilaku menggosip itu, dilihat dari kajian yang lebih ilmiah (jika
pengamat-nya adalah ilmuwan), maka menggogsip itu lebih memperhatikan analisis
aspek mengapa orang itu bisa perperilaku seperti itu. Apakah yang menjadi latar belakang
sehingga dia musti mengambil norma itu untuk dijadikan landasan pembenr dari
perilakunya itu. Apakah dia tidak memikirkan lebih jauh akibat dari perilakunya itu nanti
bagi dirinya atau mungkin keluarganya atau temannya? Apakah dia melakukan itukarena
memang dia sudah mempertimbngkan untung ruginya dan akhirnya... Bagi pengamat
yang sedang melakukan analisis dari perilakunya orang itu, pengamat akan mengatakan
sebaiknya pda situasi dan kondisi apapun dia tidak boleh melakukan seperti itu, sebaiknya
dia melakukan begini saja,. Dan seterusnya saran-saran yang disampaikan atau dibuat
oleh pengamat biasanya adalah berupa nasehat.
Sebenarnya istilah yang baik untuk kita sebagai pelajar bukanlah kata menggosip,
tetapi mengkritisi. Isitilah ini menunjukkan adanya fungsi otak. Seperti tangan,..maka
tangan memiliki fungsi memegang, tetapi berhenti dengan memagang saja. Jika yang
dipegang sendok dan memegangnya pakai tangan kanan dan kemudian dipakai untuk
memasukkan makanan ke mulut, makatangan itu disebut dipakai untuk makan. Atau
tangan itu berfungsi untuk makan. Masih kegiatan tangan yang memegang,,. Jika yang
dipegang adalah pensil dan dengan pensil dia membuat coretan huruf-huruf, maka dapat
dikatan tangan itu sedang menulis, atau dapat dikatakan bahwa tangan itu memiliki fungsi
menulis. Maka otak, yang juga seperti tangan,... Maka otak juga memiliki fungsi. Fungsi
otak untuk menyimpan informasi dari apa-apa yang dilihat mata, apa-apa yang didengar
teilinga, juga informasi dari lidah, hidung, semuanya disimpan di otak. Otak memiliki
fungsi sebagai penyimpan informasi –seperti hardisk dalam alat komputer-. Tetapi otak,
juga memiliki fungsi untuk berpikir. Berpikir untuk menyelesaikan masalah. Otak juga
memiliki fungsi berpikir yang ‘sedalam dalamnya’ yang disebut mengkritisi. Kegiatan
otak mengkritisi ini khas pada otak dan disebut sebagai berfilsafat. Jadi fungsi otak untuk
mengkritisi ini disebut berfilsafat.
Di dalam berfilsafat, maka akan ditanyakan apa yang difilsafati? Jika objek yang
difilsafati adalah moral maka disebut filsafat moral. Dan filsafat moral adalah nama lain
dari etika. Jadi etika adalah filsafat moral, yaitu suatu fungsi (otak untuk) berpikir yang
‘sedalam dalamnya’ atau fungsi kritis yang objeknya kajiannya moral.

Etika. Etika adalah filsafat moral, atau fungsi kritis dari moral. Setealh
memahamimakna dari arti etika. Maka kita akan menadapat manfaat pengertian, bahwa
etika itu sebanrnya adalah fungsi kritis denganobjek moral. Setidaknya kata beretika
dapat kita fahami bahwa disana bermaksud berpikir mencari kebaikan dari perilaku yang
sebaiknya (akan) dilakukan. Sehingga etika dapat dipakai sebagai metode untuk menilai
diri sendiri, miskipun juga dapat dipakai untuk menilai orang lain. Dan manfaat uang
lebih pasti adalah bagaimana kita sendiri mampu perpikir untuk diri sendiri bagiaman
sebaiknya harus berbuat. Dengan etika maka akan muncul suatu saran atau nasehat.
Nasehat itu biasanya kita awali dengan kata ‘sebaiknya’. Seperti,. Sebaiknya mahasiswa
memperhatikan dosen saat sedang diberi kuliah. Atau sebaiknya mahasiswa tenang kita
sedang ada kuliah. Atau, sebaiknya kita bersikap sopan kepada orang tua. Sehingga dapat
dikatakan bahwa produk dari etika adala nasehat. Nasehat mana kemudian dapat dipakai
oleh orang yang menerima nasehat itu, bahwa nasehat itu baik dan akan dipakai sebagai
tuntunan perilakunya. Pada saat nasehat itu kemudian dipakai sebagai tuntunan perilaku,
maka di sini lahirlah norma yang diambil dari nasehat yang berasal dari etika. Norm
ayang seperti ini disebut norma etika. Kemudian,.. Saat norma etika itu dipakai oleh
banyak manusia sebagai tuntunan yang dianggap baik untuk diterapkan di dalam
kehidupan, maka norma etika itupun menjadi kebiasaan. Tentu sebagai kebiasaan yang
memiliki nilai baik. Yang diajarkan oleh orang-orang tua kepada anak anaknya dan
terjadilah kemudian kebiasaan-kebiasaan baru lagi.

B Agama sebagai sumber moral


Sumber moral maksudnya adalah bahwa tempat nilai baik buruk berasal. Sebagai
mana sudah disebutkan dia tas bahwa moral adalah penerapan dari norma. Maka agama
sebagai sumber moral dapat dimaknai bahwa agama adalah pemberi nilai baik buruk dari
perilaku. Suatu perilaku pasti akan diwarnai oleh nilai. Pemberi warna nilai itu yang
paling utama adalah agama.
Seperti sudah disebutkan di atas, di dalam siklus etika maka sangat mungkin terjadi
perubahan tuntunan atau norma baik buruk. Karena proses dinamis dari siklus etika, dan
perkembangan budaya manusia (yang tidak lepas dari adanya godaan jin dan manusia
yang berposisi sebaga setan untuk mencari kesenangan dunia dan melupakan akhirat)
yang dengan akalnya dan kemampuan mengakalinya manusia lainnya, dalam rangka
keinginannya untuk berkuasa. Maka, manusia itu mengolah nilai, dan bahkan mungkin
menutupi nilai agama, untuk digantikan dengan nilai yang dibuat sendiri oleh manusia
karena dikait-kaitkan dengan kemajuan teknologi yang mana teknologi itu diterpaksakan
mengikuti tuntunan yang menjauhi agama. Maka boleh jadi nilai yang dituntunkan agama
dikalahkan karena tidak praktis, saat ini terkait teknologi yang ada yang dibuat manusia
saat ini.
Agama. Agama adalah tuntunan yang dibuat oleh tuhan. Tuhanlah yang yang
membuat manusia. Tuhan pula yang menetapkanmanusia ituharus bagaimana dan apa
yang harus dilakukan selama hidupnya di dunia ini. Sebagai mana tuhan sudah berfirman
bahwa diciptaknnya manusia itu untuk beribadah kepada tuhan saja. Dan manusia juga
diturunkan ke bumi untuk menjadi khalifah. Artinya jadi pemimpin di bumi. Memimpin
dirinya sendiri, istri dan keluarganya, anak buahnya, dan organisasi yang dikelolanya.
Artinya tiap manusia adalah pemimpin. Dan.. Di dlam memimpin tersebut harus
mengikuti norma-norma yang sudah di buat oleh tuhan. Tidak kemudian malah membuat
norma sendiri. Norma yang dibuat oleh tuhan itu adalah agama. Maka jadikanlah agama
sebagai sumber norma yang menjadi pedoman dari norma-norma lain yang akan ada yang
dibuat oleh manusia.
Moral manusia bersendi pada norma agama. Manusia akan berperilaku terus
selama dia masih hidup. Perilaku manusia itu umumnya merupakan pengulangan-
pengulanganyang disebut dengan kebiasaan. Kebiasaan manusia itu bukanlah sekedar
kebiasaan yang tidak membawa makna. Di dalam perilaku manusia itu tersirat kebaikan
dan kebenaran yang dibawa oleh nilai. Dan nilai yang tersebut adalah warna yang
diciptakan oleh tuhan untuk membentuk makna dari perilaku itu menjadi perilakuyang
baik dan benar. Kebiasaaan yang sudah diberi warna nilai agama tersebut menjadi
tuntunan perilaku yang disebut norma agama. Norma agama dibuat oleh tuhan dan
penjelasannya disampaikan oleh nabi dan rasul. Yang kemudian dari nabi dan rasul
disampikan oleh sahabat. Dari sahabat ke tabi’in. Dari tabi’in ke tabi’it-tabi’in. Terus dari
mereka itu terus kebawahnya lagi dan akhirnya sampai ke ulama yang mengajarkan kita
agama tersebut. Nilai yang dibawa oleh agama tersebut mewarnai norma. Dan akhirnya
norma tersebut dipakai oleh manusia untuk dijadikan tuntunan perilakunya. Orang yang
mampu memilih norma yang baik maka akan menjadi orang yang bermoral baik.
Sebaliknya jika orang itu memilih norma buruk maka dia disebut bermoral buruk.
Kebenaran agama adalah mutlak. Agama bisa dipakai sebagai sumber moral utama
dibanding sumber moral yang lain karena pada dasarnya sumber moral lainnya adalah
sumber moral yang baru ada. Sementara agama sebagai sumber moral utama karena
agama adalah ciptaan tuhan. Awal mulai nilai dibangun oleh Sang pencipta yaitu Tuhan
Yang Maha Esa. Untuk memahami masalah kebenaran agama adalah mutlak maka
selayaknya kita perlu mengetahui tingkat-tingkat kebenaran.

1 -Tingkat-tingkat kebenaran
Pengetahuan keilmuan. Pengetahuan keilmuan juga disebut ilmu pengetahuan.
Pengetahuan dari kata tahu. Orang untuk tahu diawali dengan bertanya, ‘apa itu atau apa
ini? Pertanyaan apa itu menggambarkan objek yang ditanyakan itu relatif jauh. Dan
pertanyaan apa ini menggambarkan kalau objek yang ditanyakan itu dekat. Artinya untuk
memiliki tahu atau mendapat tahu maka harus ada objek yang ditanyakan atau ada objek
yang menjadi sasaran untuk ‘dicari’ tahu-nya. Objek dalam ‘tahap awal’ ini adalah segala
hal yang bisa di-indera.
Jika ada seorang anak memakai indera matanya melihat sesuatu. Lalu bertanya
‘apa itu? Kepada bapaknya. Maka bapaknya menjawab ‘ini adalah penghapus’. Artinya
penghapus adalah objek. Dan anak yang semula tidak tahu tentang objek itu kemudian
menjadi tahu setelah diberi tahu oleh bapaknya ( bahwa objek itu adalah penghapus).
Pada anak tersebut terjadi interaksi antara indera matanya dengan objek. Peristiwa
interaksi antara indera dengan objek disebut ‘pengalaman’. Interaksi antara indera dengan
objek tidak hanya dilakukan oleh mata saja. Tetapi semua indera dapat berinteraksi
dengan objek sesuai dengan bentuk dari objek itu. Mata akan melakukan aktifitas yang
disebut melihat, danyang dilihat adalah objek yang tampak. Kemudian, telingan akan
berinteraksi dengan objek yang bentuk objeknya adalah gelombang suara. Seperti,
nyanian, panggilan, atau suara-aura burung dan lain-lain. Sementara indera hidung
mampu berinteraksi dengan objek melalui aktifitas yang disebut menghidu, dan objeknya
adalah bau-bau-an. Kemudian lidah mampu mengecap objek dan mengatakan asin, manis,
pahit, dan lain sebagainya. Lalu kulit akan berinteraksi dengan objek melalui sentuhan
atau rabaan. Dari pengalaman yang dimiliki oleh orang tersebut selama hidupnya, maka
orang itu akan memiliki pengalaman yang banyak. Dari pengalaman tersebut maka orang
itu memiliki banyak sekali tahu (pengetahuan). Orang bisa mendapat pengalaman dari
orang lain melalui ceritanya orang lain itu. Juga,.. Bisa mendapat ‘pengalaman’ dari
membaca buku, atau juga milihat video. Hanya saja pengalaman yang diperoleh dari
informasi masih perlu dilakukan klarifikasi atau tabayun, untuk mengurangi
kemungkinan kesalahan yang ada dari informasi itu.
Orang yang sudah punya tahu disebut memiliki pengetahuan. Pengetahuan yang
dimiliki orang sangat banyak, karena tiap hari dia menggunakan inderanya untuk
berinteraksi dengan objek-objek yang diperlukan di dalam hidupnya. Bahkan
pengetahuan yang dimilikinya tersebut dapat dipakai untuk mengenakkan hidupnya.
Misalnya, dengan pengetahuan budi-daya cara menanam padi yang dimilikinya maka
orang-orang tidak lagi hidup nomaden (berpindah-pindah tempat untuk mencari lahan
yang masih banyak makanan dari alam). Dengan pengetahuan tentang musim hujan dan
kemarau, maka orang-orang dapat menjadwal kapan menanam padi. Setelah,... Orang
dapat manfaat dari pengetahuan yang dia miliki, maka membuat orang semakin suka
dengan pengetahuan, dan memperkaya pengetahuan yang ditujukan untuk mengenakkan
hidupnya.
Akhirnya orang tidak lagi ingin mendapat pengetahuan hanya dengan cara ‘secara’
kebetulan. Tetapi, secara sadar mulai berusaha mendapatkan pengetahuan dengan cara2
tertentu. Cara tertentu itu ada memakai metode (dari kata hodos, metodos , yunani).
Pengetahuan bersistem, kemudian pengetahuan itu juga universal. Pengetahuan yang
sudah diperoleh secara sadar, bermetode, bersistem, dan universal akhirnya disebut ilmu.
Oleh karena ilmu lahir dari pengetahuan, maka ilmu juga memerlukan ada-nya objek
untuk dijadikan sasaran keingin-tahuannya. Objek dari ilmu adalah hal yang ada dan
yang mungkin ada. Jenis objek ada dua yaitu objek material dan objek formal.
Oleh karena ilmu itu menggambarkan keberadaan objek apa adanya, maka
kebenaran ilmu bersifat objektif (O). Hanya saja manusia harus menyadari bahwa
objektifitas dari ilmu itu mengandung makna bahwa kebenaran yang diperoleh hanya
berdasar kemampuan indera untuk menyerap informasi yang dikeluarkan oleh objeknya.
Semakin baik indera manusia semakin akurat informasi yang diperoleh. Akibatnya (jika
mata yang dipakai contoh sebagai indera) orang yang matanya normal akan memberi
informasi yanglebih objektif dibanding dengan orang yang buta warna untuk
menerangkan keberadaan objek terkait warna-warna yang ada pada objek yang sedang
diamatinya. Hal ini menunjukkan adanya subjektifitas dari ilmu terkait dengan kelemahan
dari indera yang dimiliki oleh manusia.
Usaha manusia untuk mengurangi subjektifitas sudah dilakukan. Jika itu dikaitkan
dengan mata, maka kelemahana mata untuk melihat benda ukuran kecil sampai ukuran
mikro, maka dibantu dengan alat yang disebut mikroskop. Demikina juga denganalat
bantu inera yanglain-lainnya. Hanya saja..., alat bantu apapun yang dipakai manusia, tetap
tidak bisa sempurna. Akibatnya,.. Nilaikebenaran yangbisa dibawa oleh ilmu tetap ada
nilai subjektifitasnya (S). Sehingga untuk pengetahuan keilmuan ini saya beri nilai
objektif subjektif (OS), bahkan subjektifitasnya ada dua sehingga saya sebut OSS.
Gambar pemandangan yang saya buat ini adalah cerita klasik yang biasa saya pakai
untuk contoh mengenai objektitifitas dan subjektifitas dari ilmu.

Pengetahuan kefilsafatan. Tingkat kebenaran yang bisa dilahirkan oleh manusia


selanjutnya adalah pengetahuan kefilsafatan. Jika dibandingkan dengan pengetahuan
keilmuan maka ada usaha dari manusia untuk mendapatkan kebenaran yang lebih hakiki
dari pengetahuan keilmuan. Hal ini disadari mengingat ada koreksi dari otak dengan
kerjanya yang disebut berpikir, terhadap objek yang mampu dilihat oleh mata, tetapi
ternyata tidak mampu memberikan informasi yang sebenarnya. Seperti yang terdapat
pada gambar pemandangan di atas. Lebar jalan yang terdapat di dekat mobil panjangnya
misalnya 10 sentimeter, tetapi semakin ke atas jalan itu semakin sempit. Tampak dibagian
pertenganhan lebarnya 5 sentimeter. Bahkan pada ujung jalan lebarnya hanya 1
sentimeter. Benarkah demikian yang terjadi? Secara inderawiah mata dan dilihat dari sini,
maka benar jalan itu lebarnya berkurang atau menyempit. Tetapi jika didatangi di dalam
dunia nyata maka jalan itu tidak menyempit, memang terlihat dari jauh menyempit,
tetapijika didekati maka jalan itu lebarnya sama, artinya jika kemudian kita naik mobil
dari ujung jalan sini menuju ke ujung jalan sana maka mobil itu akan tidak kejepit dan
dapat berjalan di jalan tiu dengan aman-aman saja.
Kemudian orang berpikir, ..dengan matanya orang melihat bahwa yang tampak
pada jalan yang jauh itu menyempit. Tetapi peristiwa menyempit yang terjadi karema
kelemahan mata. Dan yang demikian masih bisa dikatakan tidak menyempit oleh orang
itu karena,.. Jaraknya semakin jauh, adanya tambahan variabel jarak membuat yang
kelihatan sama itu menjadi kecil jka menjauh. Hal ini terjadi karena otak berpikir dan
telah membuktikan saat menuju ke ujung jalan yang jauh di sana itu.. Ternyata tidak
menyempit. Dan dengan otaknya manusia berpikir mengapa peristiwa itu bisa terjadi.
Setelah dilakukan penelitian, akhirnya diketahui bahwa hal itu terjadi karena mata
manusia memiliki lensa yang cembung, juga mata mansuia ada dua sehingga akan
melihat objek secara stereoskopik,.. Hal itu semua dilakukan manusia karena manusia
ingin mengetahui apakah pengetahuannya yang dimilikinya itu benar benar objektif.
Setelah berpikir mendalam, akhirnya mansuia dapat menerangkan fenomena mengapa
jalan yang menjauh itu terlihat mengecil, padahal sebenarnya yang terjadi jalan itu
lebarnya tetap sama. Bahkan,.. Dengan berpikirnya ini akhirnya manusia dapat
menemukan ilmu ukur, juga ilmu geometri.
Manusia dengan berpikir, dan berpikir mendalam akhirnya dapat menjelaskan
berbagai fenomena alam dan juga dapat membuat berbagai jenis ilmu atau pengetahuan
keilmuan. Tapi,.. Kembali bahwa apa yang dilahirkan oleh pengalaman dan sudah diikuti
dengan cara berpikir yang mendalam akan melahirkan banyak pengetahuan keilmuan.
Tetapi masih saja pengetahuan keilmuan memiliki kelemahan. Kelemahan itu terjadi
mengingat pengetahuan keilmuan hanya akan melakukan penelaahan terhadap objek yang
yang dikaji apa adanya. Artinya pengetahuan keilmuan hanya menerangkan terhadap
gejala yang mampu yang dilahirkan oleh objek itu apa adanya, sehingga indera... Apa
yang ada pada objek yang mampu dicerap informasinya oleh indera akan melahirkan
ilmu. Ilmu membatasi dirinya hanya pada pengalaman dan berpikir secara mendalam
terhadap apa yang terindera dari adanya objek itu, apa adanya.
Hal hal yang berada DI LUAR, dari apa yang ada dari objek, yang tidak terindera
(terlahir) dari adanya objek itu, tidak dipakai untuk menjadi bahan pembenar atau
menjadi bahan kajian dari ilmu. Informasi yang letaknya berada di luar dari apa yang ada,
tidak menjadi bahan yang dikaji. Penggunaan informasi, di luar dari apa yang ada (pada
objek), yang tidak dilahirkan oleh objek apa adanya merupakan cara kajian baru. Cara
kajian ini disebut menkaji dengan cara sedalam dalamnya. Atau berpikir yang sedalam
dalamnya. (tidak hanya berpikir mendalam seperti yang ada pada ilmu).
Cara berpikir yang sedalam-dalamnya dapat dipakai sebagai objek (formal) untuk
mendapat pengetahuan yang lebih baik dengan memanfaatkan otak untuk berpikir dengan
menggunakan semua informasi yang ada. Baik yang ada pada objek, maupun apa yang
ada diluar objek. Dalam rangka untuk mengenal objek tersebut semakin tepat, dengan
cara berpikir yang sedalam-dalamnya. Cara berpikir yang sedalam-dalamnya dalam
rangka untuk mendapatkan pengetahuan atau memiliki tahu yang sedalam-dalamnya
merupakan ciri dari filsafat.
Jika orang sudah mendapat tahu yang sedalam-dalamnya, maka dia akan
mendapatkan kepuasan. Miskipun sebatas akal-pikirannya bisa menjangkau. Karena
kemudian orang akan mendapat rantai pemahaman miskipun hanya ide/imajiner tapi bisa
dipakai sebagai asumsi, yaitu sebagai dasar pijakan untuk memecahkan masalah lebih
lanjut yang yang masih dipecahkan dengan memakai sarana otak dengan berpikir. Untuk
itu maka kebenaran yang bisa diberikan pada pengetahuan kefilsafatan adalah OOS
(objektif-objektif-subjektif).
Pengetahuan keagamaan. Dua pengetahuan sebelumnya adalah pengetahuan yang
untuk dapat memiliki tahunya maka orang harus melakukan pencarian dan berpikir.
Artinya orang harus mencari untuk memiliki pengetahuan itu. Setelah mencari maka
orang itu akan mendapatkan pengetahuan itu. Dan sarana utama untuk pengetahuan
keilmuan dan pengetahuan kefilsafatan adalah otak. Otak memiliki peranan utama di
dlam menetapkan kebenaran yang dilahirkannya.
Hal ini berbeda dengan pengetahuan keagamaan yang untuk bisa memilikinya tidak
dengan mencari. Mengapa demikian? Karena pengetahuan keagamaan bersifat diberi dari
tuhan. Given. Bukan dengan dengan cara mencari dan berpikir untuk kemudian mendapat
diskripsi dari pengetahuan, seperti yang terjadi pada pengetahuan keilmuan dan
pengetahuan kefilsafatan.
Kebenaran dari pengetahuan keagamaan atau agama itu ada langsung diberi oleh
tuhan. Tidak akibat manusia berpikir dan mencari. Mengapa demikian karena otak
manusia yang ada di dalam kepala ini tidak akan mampu bekerja dengan berpikir. Otak
hanya diisi dan dimemori saja. Karena kebenarannya sudah ditetapkan oleh tuhan. Dan
kebenarannya ini diyakini oleh hati. Hati memiliki peranan penting dalam hal
pembenaran ini. Mengapa karena otak hanya bisa menuruti hati dengan yakin bahwa apa
yang diberikantuhan itu benar. Dan BENAR.
Untuk memudahkan pemahaman adalah sebagai berikut. Orang sudah mampu
menerangkan bagaimana bumi dan planet-planet yang ada di matahar ini bisa
mengelilingi matahari terus menerus dalam lintasan orbitnya dengan tidak meleset.
Konsep itu dicoba diterangkan dengan konsep gaya tarik menarik antar benda-benda
langit tersebut satu dengan lainnya dengan matahari. Bagaimana terjadinya siang dan
malam, sudah dapat diterangkan secara ilmiah atau memakai pengetahuan keilmuan.
Tetapi,.. Pengetahuan keilmuan tidak akan ada bisa menerangkan.. Alam kubur. Di mana
dan bagaimana keadaannya. Karena keberadaan alam kubur tidak mungkin bisa diamati
oleh indera. Adanya alam kubur hanya bisa diyakini ADA. Dengan kebenaran keyakinan
yang bersifat mutlak atau OOO (objektif-objektif-objektif). Tidak bisa dan tidak mungkin
diragukan. Memang kemudian pengetahuan keagamaan sebagao pembenar bersifat
mutlak. Kebenaran yang harus diyakini hati dan dimasukkan ke otak sebagai pedoman
yang tidak perlu dipertanyakan. Dan tidak pernah ada riwayat orang yang bisa
menceritakan alam kubur, karena orang tersebut tidak mungkin setelah mati dan masuk
alam kubur kemudian bisa hidup lagi. (kecuali untuk mujizat yang diberikan oleh tuhan
kepada pada rasul/nabi).

2 -Catatan tambahan:

A Kebenaran ilmu
Kebenaran ilmu sebagai hasil usaha manusia untuk berfikir dan menyelidiki
tentang pengetahuan dah keilmuan yg menghasilkan kebenaran nisbi yang selalu dapat
berubah dan berkembang
Ilmu berawal dari dorongan ingintahu manusia yang sangat besar untuk
menghasilkan“ pengetahuan “ (knowledge).
S. Homby mengartikan ilmu sebagai susunan atau kumpulan pengetahuannya yang
di peroleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta
Kebenaran ilmu bersifat apostiori karena harus teruji atau dapat di buktikan
kebenarannya sbb; ilmu eksakta dan ilmu social. Ilmu adalah kebenaran obyektif (tau
secaratepat). Ilmu pada dasarnya merupakan upaya manusia untuk menjelaskan berbagai
fenomena empiris yang terjadi di alam ini, tujuan dari upaya tersebut adalah untuk
memperoleh suatu pemahaman yang benar atas fenomena tersebut. Terdapat
kecenderungan yang kuat sejak berjayanya kembali akal pemikiran manusia adalah
keyakinan bahwa ilmu merupakan satu-satunya sumber kebanaran, segala sesuatu
penjelasan yang tidak dapat atau tidak mungkin diuji, diteliti, atau diobservasi adalah
sesuatu yang tidak benar, dan karena itu tidak patut dipercayai.
Akan tetapi kenyataan menunjukan bahwa tidak semua masalah dapat dijawab
dengan ilmu, banyak sekali hal-hal yang merupakan konsern manusia, sulit, atau bahkan
tidak mungkin dijelaskan oleh ilmu seperti masalah Tuhan, Hidup sesudah mati, dan hal-
hal lain yang bersifat non – empiris. Oleh karena itu bila manusia hanya mempercayai
kebenaran ilmiah sebagai satu-satunya kebenaran, maka dia telah mempersempit
kehidupan dengan hanya mengikatkan diri dengan dunia empiris, untuk itu diperlukan
pemahaman tentang apa itu kebenaran baik dilihat dari jalurnya (gradasi berfikir) maupun
macamnya.

B kebenaran filsafat

Kebenaran kodrati karena merupakan hasil usaha manusia melalui proses berfikir
secara mendasar untuk mencari hakikat, kebenaran tentang obyek yang dipikirkan
Filsafat bersifat nisbi sebagai hasil berfikir manusia untuk memenuhi
keingintahuannya dalam mencar dan mengungkapkan kebenaran yang dapat berubah dan
berkembang.
Fisafat diterima dengan akal sehat (comman sense) tanpa perlu di buktikan secara
empiris.
Filsafat dalam kesemestaannya mencari hakikat kebenaran segala sesuatu yang
dapat di pikirkan sebagai objek berfikir
Sumber kebenaran filsafat adalah hasil usaha manusia yang tidak sempurna
Kebenaran filsafat bukan kebenaran sektoral, factual dan bukan pula kebenaran
empiris.
Kebenaran filsafat benar demi pikiran sehat (common sense) dan bukan kebenaran
ilmu yang benar karena bukti dan bukan kebenaran agama yang benar karena keimanan

C gradasi kebenaran
Bila dilihat dari gradasi berfikir kebenaran dapat dikelompokan kedalam empat
gradasi berfikir yaitu :

Kebenaran biasa. Yaitu kebenaran yang dasarnya adalah common sense atau akal
sehat. Kebenaran ini biasanya mengacu pada pengalaman individual tidak tertata dan
sporadis sehingga cenderung sangat subjektif sesuai dengan variasi pengalaman yang
dialaminya. Namun demikian seseorang bisa menganggapnya sebagai kebenaran apabila
telah dirasakan manfaat praktisnya bagi kehidupan individu/orang tersebut.
Kebenaran Ilmu. Yaitu kebenaran yang sifatnya positif karena mengacu pada fakta-
fakta empiris, serta memungkinkan semua orang untuk mengujinya dengan metode
tertentu dengan hasil yang sama atau paling tidak relatif sama.
Kebenaran Filsafat. Kebenaran model ini sifatnya spekulatif, mengingat sulit/tidak
mungkin dibuktikan secara empiris, namun bila metode berfikirnya difahami maka
seseorang akan mengakui kebenarannya. Satu hal yang sulit adalah bagaimana setiap
orang dapat mempercayainya, karena cara berfikir dilingkungan filsafatpun sangat
bervariasi.
Kebenaran Agama. Yaitu kebenaran yang didasarkan kepada informasi yang
datangnya dari Tuhan melalui utusannya, kebenaran ini sifatnya dogmatis, artinya ketika
tidak ada kefahaman atas sesuatu hal yang berkaitan dengan agama, maka orang tersebut
tetap harus mempercayainya sebagai suatu kebenaran.
Dari uraian di atas nampak bahwa maslah kebenaran tidaklah sederhana, tingkatan-
tingkatan/gradasi berfikir akan menentukan kebenaran apa yang dimiliki atau
diyakininya, demikian juga sifat kebenarannya juga berbeda. Hal ini menunjukan bahwa
bila seseorang berbicara mengenai sesuatu hal, dan apakah hal itu benar atau tidak, maka
pertama-tama perlu dianalisis tentang tataran berfikirnya, sehingga tidak serta merta
menyalahkan atas sesuatu pernyataan, kecuali apabila pembicaraannya memang sudah
mengacu pada tataran berfikir tertentu.

D. Kebenaran dalam konteks ilmu


Dalam konteks Ilmu, kebenaran pun mendapatkan perhatian yang srius,
pembicaraan masalah ini berkaitan dengan validitas pengetahuan/ilmu, apakah
pengetahuan yang diliki seseorang itu benar/valid atau tidak, untuk itu para akhli
mengemukakan berbagai teori kebenaran (Theory of Truth), yang dapat dikategorikan ke
dalam beberapa jenis teori kebenaran yaitu :

Teori korespondensi (The Correspondence theory of truth).


Menurut teori ini kebenaran, atau sesuatu itu dikatakan benar apabila terdapat
kesesuaian antara suatu pernyataan dengan faktanya (a proposition - or meaning - is true
if there is a fact to which it correspond, if it expresses what is the case). Menurut White
Patrick “truth is that which conforms to fact, which agrees with reality, which
corresponds to the actual situation. Truth, then can be defined as fidelity to objective
reality”. Sementara itu menurut Rogers, keadaan benar (kebenaran) terletak dalam
kesesuaian antara esensi atau arti yang kita berikan (berupa ucapan) dengan esensi yang
terdapat di dalam objeknya (visual/inderawinya). Contoh : kalau seseorang menyatakan
bahwa Kualalumpur adalah ibukota Malayasia, maka pernyataan itu benar kalu dalam
kenyataannya memang ibukota Malayasia itu Kualalumpur.

Teori Konsistensi (The coherence theory of truth).


Menurut teori ini kebenaran adalah keajegan antara suatu pernyataan dengan
pernyataan lainnya yang sudah diakui kebenarannya, jadi suatu proposisi itu benar jika
sesuai/ajeg atau koheren dengan proposisi lainnya yang benar. Kebenaran jenis ini
biasanya mengacu pada hukum-hukum berfikir yang benar. Misalnya Semua manusia
pasti mati, Uhar adalah Manusia, maka Uhar pasti mati, kesimpulan uhar pasti mati
sangat tergantung pada kebenaran pernyataan pertama (semua manusia pasti mati).

Teori Pragmatis (The Pragmatic theory of truth).


Menurut teori ini kebenaran adalah sesuatu yang dapat berlaku, atau dapat
memberikan kepuasan, dengan kata lain sesuatu pernyataan atau proposisi dikatakan
benar apabila dapat memberi manfaat praktis bagi kehidupan, sesuatu itu benar bila
berguna.
Teori-teori kebenaran tersebut pada dasarnya menunjukan titik berat kriteria yang
berbeda, teori korespondensi menggunakan kriteria fakta, oleh karena itu teori ini bisa
disebut teori kebenaran empiris, teori koherensi menggunakan dasar fikiran sebagai
kriteria, sehingga bisa disebut sebagai kebenaran rasional, sedangkan teori pragmatis
menggunakan kegunaan sebagai kriteria, sehingga bisa disebut teori kebenaran praktis.

Keterbatasan Ilmu
Hubungan antara filsafat dengan ilmu yang dapat terintegrasi dalam filsafat ilmu,
dimana filsafat mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ilmu,
menunjukan adanya keterbatasan ilmu dalam menjelaskan berbagai fenomena kehidupan.
Disamping itu dilingkungan wilayah ilmu itu sendiri sering terjadi sesuatu yang dianggap
benar pada satu saat ternyata disaat lain terbukti salah, sehingga timbul pertanyaan
apakan kebenaran ilmu itu sesuatu yang mutlak ?, dan apakah seluruh persoalan manusia
dapat dijelaskan oleh ilmu ?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya menggambarkan
betapa terbatasnya ilmu dalam mengungkap misteri kehidupan serta betapa tentatifnya
kebenaran ilmu.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya diungkapkan pendapat para akhli
berkaitan dengan keterbatasan ilmu, para akhli tersebut antara lain adalah :
Jean Paul Sartre menyatakan bahwa ilmu bukanlah sesuatu yang sudah selesai
terfikirkan, sesuatu hal yang tidak pernah mutlak, sebab selalu akan disisihkan oleh hasil-
hasil penelitian dan percobaan baru yang dilakukan dengan metode-metode baru atau
karena adanya perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna, dan penemuan baru tiu
akan disisihkan pula oleh akhli-akhli lainnya.
D.C Mulder menyatakan bahwa tiap-tiap ahli ilmu menghadapi soal-soal yang tak
dapat dipecahkan dengan melulu memakai ilmu itu sendiri, ada soal-soal pokok atau soal-
soal dasar yang melampaui kompetensi ilmu, misalnya apakah hukum sebab akibat itu ?,
dimanakah batas-batas lapangan yang saya selidiki ini?, dimanakah tempatnya dalam
kenyataan seluruhnya ini?, sampai dimana keberlakuan metode yang digunakan?. Jelaslah
bahwa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut ilmu memerlukan instansi lain
yang melebihi ilmu yakni filsafat.
Harsoyo menyatakan bahwa ilmu yang dimiliki umat manusia dewasa ini belumlah
seberapa dibandingkan dengan rahasia alam semesta yang melindungi manusia. Ilmuwan-
ilmuwan besar biasanya diganggu oleh perasaan agung semacam kegelisahan batin untuk
ingin tahu lebih banyak, bahwa yang diketahui itu masih meragu-ragukan, serba tidak
pasti yang menyebabkan lebih gelisah lagi, dan biasanya mereka adalah orang-orang
rendah hati yang makin berisi makin menunduk. Selain itu Harsoyo juga mengemukakan
bahwa kebenaran ilmiah itu tidaklah absolut dan final sifatnya. Kebenaran-kebenaran
ilmiah selalu terbuka untuk peninjauan kembali berdasarkan atas adanya fakta-fakta baru
yang sebelumnya tidak diketahui.
J. Boeke menyatakan bahwa bagaimanapun telitinya kita menyelidiki peristiwa-
peristiwa yang dipertunjukan oleh zat hidup itu, bagaimanapunjuga kita mencoba
memperoleh pandangan yang jitu tentang keadaan sifatzat hidup itu yang bersama-sama
tersusun, namun asas hidup yang sebenarnya adalah rahasiah abadi bagi kita, oleh karena
itu kita harus menyerah dengan perasaan saleh dan terharu.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, nampak bahwa ilmu itu tidak dapat
dipandang sebagai dasar mutlak bagi pemahaman manusia tentang alam, demikian juga
kebenaran ilmu harus dipandang secara tentatif, artinya selalu siap berubah bila
ditemukan teori-teori baru yang menyangkalnya. Dengan demikian dpatlah ditarik
kesimpulan berkaitan dengan keterbatasan ilmu yaitu :
Ilmu hanya mengetahui fenomena bukan realitas, atau mengkaji realitas sebagai
suatu fenomena (science can only know the phenomenal, or know the real through and as
phenomenal - R. Tennant)
Ilmu hanya menjelaskan sebagian kecil dari fenomena alam/kehidupan manusia
dan lingkungannya. Kebenaran ilmu bersifat sementara dan tidak mutlak. Keterbatasan
tersebut sering kurang disadari oleh orang yang mempelajari suatu cabang ilmu tertentu,
hal ini disebabkan ilmuwan cenderung bekerja hanya dalam batas wilayahnya sendiri
dengan suatu disiplin yang sangat ketat, dan keterbatasan ilmu itu sendiri bukan
merupakan konsern utama ilmuwan yang berada dalam wilayah ilmu tertentu.

Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang padu
mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu sendiri, dan yang
cenderung terfragmentasi. Untuk itu filsafat ilmu bermanfaat untuk :
-Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu
-Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu
-Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap bahwa
ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
-Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang
lain di luar bidang ilmunya.
Rangkuman
Berfikir filsafati berarti berfikir untuk menemukan kebenaran secara tuntas.
Analisis filsafati tentang filsafat ilmu harus ditekankan pada upaya keilmuan dalam upaya
mencari kebenaran. Kebenaran terkait erat dengan aspek-aspek moral, seperti kejujuran.
Analisis filsafati ilmu tidak bolah berhenti pada upaya untuk meningkatkan penalaran
keilmuan, tetapi sekaligus harus mencakuyp pendewasaan moral keilmuan.

Filsafat ilmu mempunyai wilayah lebih luas dan perhatian lebih transenden
daripada ilmu-ilmu. Oleh karena itu, filsafatpun memp[unyai wilayah lebih luas daripada
peyelidikan tentang cara kerja ilmu-ilmu. Filsafat ilmu bertugas meneliti hakekat ilmu.
Diantaranya paham tentang kepastian, kebenaran dan obje
Filsafat ilmu harus merupakan pengetahuan tentang ilmu yang didsekati secara
filsafati dengan tujuan untuk lebih memfungsionalkan wujud keilmuan, baik secaa moral,
intelektual, maupun sosial. Filsafat ilmu harus mencakup bukan saja pembahasan
mengenai ilmu itu sendiri beserta segenap perangkatnya, melainkan sekaligus kaitan ilmu
dengan beberapa aspek kehidupan, seperti pendideikan, kebudayaan, moral sosiasl, dan
politik. Demikian juga pembahasan yang bersifat analitis dari tiap-tiap unsur bahasan
harus diletakkan dalam kerangka berfikir secara keleseluruhan.

Dengan menunjukkan sketsa umum hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan serta
garis besar mengenai kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pada
gilirannya melahirkan suatu cabang filsafat ilmu kiranya menjadi jelas bahwa filsafat
ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah ataupun penelitian.
Filsafat ilmu adalah refleki filsafati yang tidak pernah mengenal titik henti dalam
menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang
memang tidak pernah akan habis dipikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan.
Hakikat ilmu adalah sebab fundamental dan kebenaran universal yang implisit
melekat di dalam dirinya. Dengan memahami Filsafat Ilmu, berarti memahami seluk-
beluk ilmu yang paling mendasar sehingga dapat dipahami pula perspektif ilmu,
kemungkinan perkembangannya, keterjalinan antar (cabang) ilmu yang satu dengan yang
lain, simplifikasi dan artifisialitasnya.
Memasukkan mata kuliah Filsafat Ilmu ke dalam kurikulum adalah tepat, dalam
kerangka peningkatan mutu akademik. Sebab filsafat ilmu adalah implisit dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan tinggi, dan implisit dalam paradigma “manusia Indonesia
sutuhnya” yang di dalam penalarannya pertama-tama dan terutama harus mampu dan
sanggup melakukan terobosan ke kawasan yang paling mendasar, ke kawasan untuk
memahami hakikat ilmu sampai batas ultimate.
Dengan memahami seluk-beluk ilmu secara ilmiah-filsafati, tanpa harus menjadi
seorang filsuf, akan menjadikan masing-masing orang sebagai ilmuwan atau sarjana yang
arif, terhindar dari kecongkakan intelektual yang memuakkan, dan terhindar dari arus
yang memandang kebenaran ilmiah sebagai barang jadi, selesai dan mandeg dalam
kebekuan normatif untuk diulang-ulang sebagai barang hafalan.
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi
1. Mengapa ilmu memerlukan telaahan kritis dan radikal dari filsafat?
2. Jelaskan hubungan filsafat dengan ilmu ?
3. Jelaskan makna filsafat ilmu?
4. Apa yang dimaksud dengan pernyataan bahwa filsafat ilmu merupakan refleksi sekunder?
5. Jelaskan dampak dari perkembangan ilmu yang tidak memperhatikan dimensi etika?
6. Jelaskan bagaimana pandangan Thomas Kuhn mengenai revolusi ilmiah?
7. Jelaskan ciri utama dan paradigma dari ilmu modern?
8. Jelaskan lingkup dan bidang kajian filsafat ilmu?
9. Jelaskan persesuaian dan perbeaan antara filsafat dengan ilmu?
10. Jelaskan hubungan antara Filsafat, Ilmu dan Filsafat ilmu?
11. Jelaskan posisi filsafat ilmu dalam epistemologi?
12. Jelaskan apa yang dimaksud dengan keterbatasan ilmu, dan apa saja pokok-pokok
keterbatasannya
13. Jelaskan dengan bahasa sendiri manfaat mempelajari filsafat ilmu, dan bagaimana
aplikasinya bagi kehidupan saudara?

C Akhlak mulia dalam kehidupan


Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang
berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata akhlak berasal dari kata khuluk yang
dalam bahasa Arab artinya watak, kelakuan, tabiat, perangai, budi pekerti, tingkah laku
dan kebiasaan. Pengertian akhlak dalam islam adalah perangai serta tingkah laku yang
terdapat pada diri seseorang yang telah melekat, dilakukan dan dipertahankan secara terus
menerus.
Note hw: di siklus etika disebutkan bahwa ada fase kebiasaan. Nampak bawa
kebiasaan yang merupakan perilaku yang berulang yang sudah diperoleh dari norma
sudah memiliki warna nilai. Kebiasaan yang baik yang dimiliki orang juga berarti
kemampuan memilih norma baik yang artinya juga bermakna memiliki moral yang baik.
Karenamoral didefinisikan dalam siklus etika sebagai kemampuan memilih norma baik
untuk dijadikan tuntunan perilakunya).
Karakter adalah watak, sifat, akhlak ataupun kepribadian yang membedakan
seorang individu dengan individu lainnya. Atau karakter dapat di katakan juga sebagai
keadaan yang sebenarnya dari dalam diri seorang individu, yang membedakan antara
dirinya dengan individu lain.

1 Akhlak
(Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong


oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[1]

Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab
yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.[2] cara membedakan akhlak, moral
dan etika yaitu Dalam etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau
buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam moral
dan susila menggunakan tolok ukur norma-norma yang tumbuh dan berkembang
dan berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalam akhlaq
menggunakan ukuran Al Qur’an dan Al Hadis untuk menentukan baik-buruknya.

Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad
Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri
seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan
pikiran terlebih dahulu.[3]

Definisi

Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku
tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali
melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.[4] Seseorang dapat
dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari
dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi
pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan
untuk berbuat.[2] Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah
pencerminan dari akhlak.[2]

Dalam Encyclopedia Brittanica[5], akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang


mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai
baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan
dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat
moral.[2] (note hw: filsafat moral adalah etika. Maka etika dalam istilah lain juga
disebut akhlak, hanya saja di dalam definisi yang saya buat, makna akhlak disini
lebih dekat dengan istilah moral)

Syarat

Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan
berakhlak.[2]

1. Perbuatan yang baik atau buruk.


2. Kemampuan melakukan perbuatan.
3. Kesadaran akan perbuatan itu
4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk

Sumber

Akhlak bersumber pada agama.[2] Perangai sendiri mengandung pengertian


sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[2] Pembentukan
peragai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri
maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya.[2] Lingkungan yang paling kecil
adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk.
Secara terminologi akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh
suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[2] Para
ahli seperti Al Gazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat
pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa
mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Peragai sendiri mengandung
pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[2]

Budi pekerti

Sumber

Akhlak bersumber pada agama.[2] Perangai sendiri mengandung pengertian


sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[2] Pembentukan
peragai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri
maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya.[2] Lingkungan yang paling kecil
adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk.
Secara terminologi akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh
suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.[2] Para
ahli seperti Al Gazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat
pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa
mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Peragai sendiri mengandung
pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.[2]

Budi pekerti

Budi pekerti pada kamus bahasa Indonesia merupakan kata majemuk dari
kata budi dan pekerti [1]. Budi berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat
kesadaran.[2] Pekerti berarti kelakuan.[2] Secara terminologi, kata budi ialah yang
ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh
pemikiran, rasio yang disebut dengan nama karakter.[2] Sedangkan pekerti ialah
apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang
disebut behavior.[2] Jadi dari kedua kata tersebut budipekerti dapat diartikan
sebagai perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan
tingkah laku manusia.[2] Penerapan budi pekerti tergantung kepada
pelaksanaanya.[2] Budi pekerti dapat bersifat positif maupun negatif.[2] Budi
pekerti itu sendiri selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Budi pekerti
didorong oleh kekuatan yang terdapat di dalam hati yaitu rasio.[2] Rasio
mempunyai tabiat kecenderungan kepada ingin tahu dan mau menerima yang
logis, yang masuk akal dan sebaliknya tidak mau menerima yang analogis, yang
tidak masuk akal.[2]

Selain unsur rasio di dalam hati manusia juga terdapat unsur lainnya yaitu
unsur rasa.[2] Perasaan manusia dibentuk oleh adanya suatu pengalaman,
pendidikan, pengetahuan dan suasana lingkungan.[2] Rasa mempunyai
kecenderungan kepada keindahan [2] Letak keindahan adalah pada keharmonisan
susunan sesuatu, harmonis antara unsur jasmani dengan rohani, harmonis antara
cipta, rasa dan karsa, harmonis antara individu dengan masyarakat, harmonis
susunan keluarga, harmonis hubungan antara keluarga.[2] Keharmonisan akan
menimbulkan rasa nyaman dalam kalbu dan tentram dalam hati.[2] Perasaan hati
itu sering disebut dengan nama “hati kecil” atau dengan nama lain yaitu “suara
kata hati”, lebih umum lagi disebuut dengan nama hati nurani.[2] Suara hati selalu
mendorong untuk berbuat baik yang bersifat keutamaan serta memperingatkan
perbuatan yang buruk dan brusaha mencegah perbuatan yang bersifat buruk dan
hina.[2] Setiap orang mempunyai suara hati, walaupun suara hati tersebut kadang-
kadang berbeda. [6]. Hal ini disebabkan oleh perbedaan keyakinan, perbedaan
pengalaman, perbedaan lingkungan, perbedaan pendidikan dan sebagainya.
Namun mempunyai kesamaan, yaitu keinginan mencapai kebahagiaan dan
keutamaan kebaikan yang tertinggi sebagai tujuan hidup.[2]

Karsa

Dalam diri manusia itu sendiri terdapat karsa yang berhubungan dengan
rasio dan rasa.[2] Karsa disebut dengan kemauan atau kehendak, hal ini tentunya
berbeda dengan keinginan.[2] Keinginan lebih mendekati pada senang atau cinta
yang kadang-kadang berlawanan antara satu keinginan dengan keinginan lainnya
dari seseorang pada waktu yang sama, keinginan belum menuju pada
pelaksanaan.[2] Kehendak atau kemauan adalah keinginan yang dipilih di antara
keinginan-keinginan yang banyak untuk dilaksanakan.[2] Adapun kehendak
muncul melalui sebuah proses sebagai berikut[7]:

 Ada stimulan kedalam panca indra


 Timbul keinginan-keinginan
 Timbul kebimbangan, proses memilih
 Menentukan pilihan kepada salah satu keinginan
 Keinginan yang dipilih menjadi salah satu kemauan, selanjutnya akan dilaksanakan.

Perbuatan yang dilaksanakan dengan kesadaran dan dengan kehendaklah


yang disebut dengan perbuatan budi pekerti.[1]

Moral

Moral, etika dan akhlak memiliki pengertian yang sangat berbeda. Moral
berasal dari bahasa latinyaitu mos, yang berarti adat istiadat yang menjadi dasar
untuk mengukur apakah perbuatan seseorang baik atau buruk [8]. Dapat dikatakan
baik buruk suatu perbuatan secara moral, bersifat lokal. Sedangkan akhlak adalah
tingkah laku baik, buruk, salah benar, penilaian ini dipandang dari sudut hukum
yang ada di dalam ajaran agama. Perbedaan dengan etika, yakni Etika adalah ilmu
yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan
moralitas. Etika terdiri dari tiga pendekatan, yaitu etika deskriptif, etika normatif,
dan metaetika [9]. Kaidah etika yang biasa dimunculkan dalam etika deskriptif
adalah adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-
tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Sedangkan kaidah yang
sering muncul dalam etika normatif, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung
jawab, nilai dan norma, serta hak dan kewajiban. Selanjutnya yang termasuk
kaidah dalam metaetika adalah ucapan-ucapan yang dikatakan pada bidang
moralitas. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa etika adalah
ilmu, moral adalah ajaran, dan akhlak adalah tingkah laku manusia [10].

2 Pembagian Akhlak

A. Akhlak Baik (Al-Hamidah)

1. Jujur (Ash-Shidqu)

Adalah suatu tingkah laku yang didorong oleh keinginan (niat) yang baik
dengan tujuan tidak mendatangkan kerugian bagi dirinya maupun oranglain.

2. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)

Adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya dengan cara


yang terpuji.

3. Malu (Al-Haya')

Adalah akhlak (perangai) seseorang untuk meninggalkan perbuatan-


perbuatan buruk dan tercela,sehingga mampu menghalangi seseorang untuk
melakukan dosa dan maksiat serta dapat mencegah seseorang untuk melalaikan
hak orang lain.

4. Rendah hati (At-Tawadlu')Washiyatul mushtofa

Adalah sifat pribadi yang bijak oleh seseoarang yang dapat memposisikan
dirinya sederajat dengan orang lain dan tidak merasa lebih tinggi dari orang lain.

5. Murah hati (Al-Hilmu)

Adalah suka (mudah) memberi kepada sesama tanpa merasa pamrih atau
sekadar pamer.

6. Sabar (Ash-Shobr)

Adalah menahan atau mengekang segala sesuatu yang menimpa diri


kita(hawa nafsu).

Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, semoga Allah
merelakannya, berkata, "Rasulullah SAW. Bersabda", "Ketika Allah
mengumpulkan segenap makhluk pada hari kiamat kelak, menyerulah Penyeru",
"Di manakah itu, orang-orang yang utama (ahlul fadhl) ?". Maka berdirilah
sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas
menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka.
"Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini
menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang utama (ahlul fadhl)". "Apa keutamaan
kalian ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami, jika
didzalimi, kami bersabar. Jika diperlakukan buruk, kami memaafkan. Jika orang
lain khilaf pada kami, kamipun tetap bermurah hati". Akhirnya dikatakan pada
mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan
bagi orang-orang yang beramal". Setelah itu menyerulah lagi penyeru, :"Di
manakan itu, orang-orang yang bersabar (ahlush shabr) ?". Maka berdirilah
sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas
menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka.
"Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini
menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang sabar (ahlush shabr). "Kesabaran apa
yang kalian maksud ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami
sabar bertaat pada Allah, kamipun sabar tak bermaksiat padanya. Akhirnya
Dikatakan pada mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah
sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal". (Hilyatul Auliyaa'/ Juz III/
Hal. 140)

B. Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah)

1. Mencuri/mengambil bukan haknya 2. Iri hati 3. Membicarakan kejelekan


orang lain (bergosip) 4. Membunuh 5. Segala bentuk tindakan yang tercela dan
merugikan orang lain ( mahluk lain)

3 Ruang Lingkup Akhlak

1 Akhlak pribadi

Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka
hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya
dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak
yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping
itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia
mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.[1]

2 Akhlak berkeluarga

Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat.
Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan
pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran
yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang
mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-
bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan
perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk
berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri,
kehormatan dan kemuliaan.[1]
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih
berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.[1]
Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau,
mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam
masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat.[1] Dan coba ketahuilah bahwa
saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta
kepada engkau, menolong bapak dan mamakmu dalam mendidikmu, mereka
gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu.[1] Pamanmu,
bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau
selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong
keduanya disetiap keperluan.[1]

3 Akhlak bermasyarakat

Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika
orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan
dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka
wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.[1]

Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial


kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral
selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan
masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah
satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling
membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut
masyarakat. Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika
tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan
yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.[1]

4 Akhlak bernegara

Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa


yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu,
engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan
ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul
tenggelam bersama mereka.[1]

5 Akhlak beragama

Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya,


karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek
kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan
sesama makhluk Tuhan.[1]
Referensi

1. ^ a b c d e f g h i j k l m Ahmad A.K. Muda. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta:


Reality Publisher. Hal 45-50
2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae Mubarak, Zakky, dkk. 2008. Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Terintegrasi, Buku Ajar II, Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan
Masyarakat. Depok: Lembaga Penerbit FE UI.Hlm. 20-39
3. ^ Rahmat Djanika, 1992:27
4. ^ Bertens, K. 2000. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 76
5. ^ Ensiklopedia Brittanica
6. ^ Robert C. Solomon. 1985. Introducing Philosophy: A Text with Reading, (third edition),
New York: Hacourt Brace Jovanovich, Hlm. 65
7. ^ C.A, Van Peursen. 1980. Susunan Ilmu Pengetahuan J. Drost, Jakarta:Gramedia, Hlm.
109.
8. ^ Charles F. Andrain. Kehidupan Politik dan perubahan Sosial, (Terjemahan Luqman
Hakim), Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.Hlm 69
9. ^ Anton Bakker. 1984. Metode-Metode Filsafat, Jakarta: Ghalia Indonesia.Hlm. 48
10. ^ Irving Copi. 1976. Introduction to Logic, New York: The Miridian Library.Hlm. 27

(baca: https://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak)

Anda mungkin juga menyukai