A Moral
1-pengertian moral.
Moral adalah kemampuan penerapan norma. Moral dari bahasa latin mores yang
artinya kebiasaan. Moral agak mirip artinya dengan akhlaq. Seperti etika dari kata
ethikos yang bermakna kebiasaan, memiliki arti yang mirip dengan moral dan akhlaq,
tetapi sebenarnya etika bisa diberi makna yang berbeda dengan moral. Etika juga disebut
sebagai kajian ‘filsafat moral ( yaitu kajian filsafati yang objek kajiannya moral). Hanya
saja untuk kuliah saya ini, saya membuat definisi moral sendiri, miskipun demikian tetap
ada kesamaan dengan definisi moral yang sudah ada. Definisi moral yang saya buat, saya
tujukan untuk membuat perbedaan antara istilah kebiasaan, nilai, norma, moral, dan etika,
yang sering bercampur aduk sehingga menghilangkan makna yang sejati yang saya
maksud waktu menerangkan konsep-konsep norma. Untuk memahami itu semua maka
mahasiswa harus mengerti siklus-etika.
Moral diambil daribahasa Latin mos (j, mores) yang artinya kebiasaan, adat. Dalam
bahasa inggris dikenal moral, morality. Kata moral dalam bahasa indonesia bisa menjadi,
bermoral, moralitas, moralnya, semua menunjuk pada maksud yang sama yaitu kebiasan,
sifat kemoralannya, kebiasannya.
Moral adalah suatu aturan atau tata cara hidup yang bersifat normatif
(mengatur/mengikat) yang sudah ikut serta bersama kita seiring dengan umur yang kita
jalani (Amin Abdulah: 167), sehingga titik tekan ”moral” adalah aturan-aturan normatif
yang perlu ditanamkan dan dilestarikan secara sengaja, baik oleh keluarga, lembaga
pendidikan, lembaga pengajian, atau komunitas-komunitas lainnya yang bersinggungan
dengan masyarakat.
2-pengertian moralitas
Moralitas/mo·ra·li·tas/ n Sas sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan
dengan etiket atau adat sopan santun. (cek, https://kbbi.web.id/moralitas). Moralitas
adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar
atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan
manusia. (W.Poespoprojo, 1998: 18).
Secara umum, MORAL dapat diartikan sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan,
ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan buruk atau benar dan salah.
Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku
positif dan tidak merugikan orang lain. Seseorang dikatakan telah bermoral jika ucapan,
prinsip, dan perilaku dirinya dinilai baik dan benar oleh standar-standar nilai yang berlaku
di lingkungan masyarakatnya.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik dan buruk (bertens, 2002:7). Moralitas juga berperan sebagai pengatur dan
petunjuk bagi manusia dalam berperilaku agar dapat dikategorikan sebagai manusia yang
baik dan dapat menghindari perilaku yang buruk (keraf, 1993: 20). Dengan demikian,
manusia dapat dikatakan tidak bermoral jika ia berperilaku tidak sesuai dengan moralitas
yang berlaku.
Velazquez memberikan pemaparan pendapat para ahli etika tentang lima ciri yang
berguna untuk menentukan hakikat standar moral (2005:9-10). Kelima ciri tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius
atau benar-benar menguntungkan manusia. Contoh standar moral yang dapat diterima
oleh banyak orang adalah perlawanan terhadap pencurian, pemerkosaan, perbudakan,
pembunuhan, dan pelanggaran hukum.
2. Standar moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu. Meskipun
demikian, validitas standar moral terletak pada kecukupan nalar yang digunakan untuk
mendukung dan membenarkannya.
3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk kepentingan diri.
Contoh pengutamaan standar moral adalah ketika lebih memilih menolong orang yang
jatuh di jalan, ketimbang ingin cepat sampai tempat tujuan tanpa menolong orang
tersebut.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak. Dengan kata lain,
pertimbangan yang dilakukan bukan berdasarkan keuntungan atau kerugian pihak
tertentu, melainkan memandang bahwa setiap masing-masing pihak memiliki nilai yang
sama.
5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosakata tertentu. Emosi yang
mengasumsikan adanya standar moral adalah perasaan bersalah, sedangkan kosakata atau
ungkapan yang merepresentasikan adanya standar moral yaitu “ini salah saya,” “saya
menyesal,” dan sejenisnya.
3 -Pemahaman berdasarkan contoh
Orang dapat dikatakan tidak bermoral apabila tingkah lakunya berlawanan dengan
moralitas yang berlaku dalam masyarakat. Contoh perbuatan yang berlawanan dengan
moralitas masyarakat di indonesia adalah tidak adanya tenggang rasa terhadap orang
yang berbeda agama. Sebagai masyarakat indonesia yang plural dengan suku, ras, dan
agama, tentunya persoalan perbedaan tidak menjadi masalah, bahkan menjadi suatu
kebanggaan yang harus dijunjung tinggi dilatarbelakangi oleh makna dari semboyan
bhinneka tunggal ika. Dengan demikian, orang yang tidak memiliki tenggang rasa atas
perbedaan agama, di indonesia, dianggap tidak bermoral.
Untuk menghindari cap jelek sebagai orang yang tidak bermoral, maka sebagai
manusia kita harus memahami moralitas yang terdapat dalam masyarakat. Dengan
memahami konsep moralitas, orang juga akan mudah membaur dengan masyarakat dan
menerima respon positif atas tingkah laku baik.
(cek, https://www.apaitu.net/2010/1608/makna-moralitas-dan-lima-ciri-standar-
moral/)
4 -siklus etika
Siklus etika menerangkan urutan terbentuk konsep etika sebagai proses berpikir
filsafati. Produk etika yang berupa nasehat serupa dengan energi yang akan dipakai oleh
manusia sebagai tuntunan untuk melangkah atau mengambil langkah selanjutnya yang
lebih baik. Maka umumnya nasehat dari etika adalah diawali dengan kata ‘sebaiknya’.
Misalnya sebaiknya orang tidak mencuri bagaimanapun alasannya. Untu mengenal siklus
etika diawali dengan mengenal kebiasaan.
Kebiasaan. Apa itu kebiasaan? Kebiasaan adalah perilaku lahiriah (umumnya) yang
dilakukan oleh manusia lebih dari satu kali dalam hidupnya. Jadi jika dilakukan sekali
tidak disebut kebiasaan. Misalnya menikah dan khitan. Kebiasaan manusia sangat
banyak. Kita dapat mengenali banyaknya jenis kebiasaaan ini dengan melakukan
introspeksi diri, apa yang sudah dilakukan atau biasa dilakukan sejak bangun tidur, tadi
pagi.
Umumnya, atau biasanya orang bangun pagi yang dilakukan pertama kali adalah
membuka mata? Mungkin ya, lalu apa? Doa , mungkin ya, bisa juga tidak. Kemudia apa?
Molet (meregangkanbadan), mengusap-usap mata, mraba-raba cari hp, memegang dan
mengambil hape, menyalakan hape, melihat jam di hape, (tidur lagi), melihat pesan di
hape, baca baca hape, duduk di kasur, ngesot di kasur tepi dipan, menurunkan kaki,
berdiri, melangkah ke kamar mandi, membuka pintu kamar madi, berdoa sebelum masuk
km, masuk km pakai kaki kiri dulu (gag bareng kaki kanan dan kiri), menutup pintu km,
melakukan bak, bab, bersuci, wudhu, keluar kamar mandi kakikanan dulu, berdoa keluar
kamar mandi,.. Dstnya, dstnya.
Banyak sekali aktifitas yang sudah kita lakukan dari bangun tidur ke 1 jam
kemudian. Dan pada umumnya aktifitas kita itu relatif sama dari hari ke hari tersebut.
Adakah perilaku kita, hanya sekedar perilaku yang rutin, sehingga disebut sebagai
rutinitas saja ,dan tanpa makna?
Nilai. Nilai adalah warna yang membuat sebuah perilaku atau aktifitas yang
menjadi kebiasaan itu menjadi hitam atau putih. Artinya sebuah aktifitas yang diberi
warna putih, itu akan disebut sebagai sebuah perilaku yang baik. Yang mana perilaku
baik itu disarankan untuk dibiasakan secara lahiriah sebagai aktifitas. Sebaliknya sebuah
aktifitas yang diberi warna hitam atau disebut juga kebiasaan buruk. Adalah perilaku
yang disarankan untuk tidak dilahirkan untuk menjadi aktifitas. Intinya nilai adalah
pemberi warna. Apakah aktifitas itu disebut sebagai aktifitas yang baik, atau aktifitas
yang buruk. Nilai yang ada disini juga disebut + untuk yang baik, atau – utnuk yang
buruk. Kebiasaan yang sudah diberi warna oleh nilai bisa dikartakan kemudian sebagai
sebuah kebiasaan baik atau kebiasaan buruk
Norma. Norma adalah tuntunan perilaku. Norma lahir dari perilaku yang sudah
diberi nilai yang dijadikan tuntutnan perilaku. Oleh karena sudah jadi tuntunan perilaku
dan bersifat baku, artinya sebagai tuntunan biasanya diajarkan terus dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Misalnya: memasukkan makanan ke mulut memakai tangan kanan.
Perilaku memasukkan makanan ke mulut memakai tangan kanan, itu sudah baku, dan
sudah diajarkan oleh hampir semuaorang tua kita, juga orang-orang tua disekitar kita,
guru-guru, juga para ulama. Artinya perilaku memasukkan makanan ke mulut memakai
tangan kanan, itu sudah jadi tuntunan perilaku atau sudah jadi norma, dan disebut norma
baik. Jika memakai tangan kiri yang dipakai untuk makan maka disebut memakai norma
buruk. Akhirnya, sebuah perilaku itu, bisa dinilai perilaku yang baik atau buruk dengan
melihat normanya, apakah dia mendasarkan perilakunya pada norma baik atau buruk.
Kalau ditilik bahwa dari kebiasaan yang sudah diberi warna oleh nilai. Dan warna yang
disematkan adalah warna baik, atau positif atau putih. Dan kemudian kebiasaaan yang
telah diberi nilai itu dijadikan tuntunan perilaku makan terbentuklah norma. Jadi norma
adalah tuntunan perilaku yang lahir dari kebiasaan yang sudah diberi nilai. Dan norma
yang lahir dari kebiasaaan ini disebut norma kebiasaan, atau adat istiadat, atau budaya
atau kultur. Semua tuntutunan perilaku adalah norma. Hanya saja kemudian akan banyak
jenisnya, tergantung dari siapa yang melahirkan norma itu.
Moral. Moral adalah kemampuan menerapkan norma. Menerapkan norma, tentut
itdak sekedar memilih norma yang sesuai dengan hati. Tidak mungkin begitu. Hati
bukanlah dasar pedoman. Kalau diperhatikan ,kalauhati dipakai sebagai pedoman maka
norma yang baik adalah yang sesuai dengan keinginan hati. Ternyata tidak. Orang ingin
pandai, maka normanya. Jika ingin pandai maka belajarlah. Orang ingin kaya, maka
normanya adalah jika ingin kaya maka berhematlah dan rajinlah bekerja. Jika ingin sehat,
maka normanya adalah jaga makanan, dan atau jangan makan terlalu banyak. Tampak
bahwa untuk menjadi baik maka pada umumnya normanya adalah disuruh kerja, disuruh
hemat, disuruh belajar, disuruh rajin. Pada umumnya untuk menjadi baik intinya disuruh
bekerja. Padahal bekerja tidaklah hal yang pada umunya disukai, atau hati tidak suka, hati
pinginnya itu tidak bekerja tapi bisa kaya. Apapbenar itu hati... Bukan, itu bukan hati, tapi
bisikan setan yang membisiki hati. Kemudian... Moral baik atau orang yang bermoral
baik.. Adalah kemampuan untuk memilih norma baik sebagai tuntunan perilakunya.
Orang yang mampu memilih norma baik sebagai tuntunan perilakunya dan kemudian
diwujudkan dalam atifiti harianya maka dia disebut orang bermoral baik. Jadi moral
identik dengan norma. Jika orang itu tidak memakai norma baik, maka perilakunya
terlihat tidak baik, atauorang itu dosebut bermoral tidak baik atau moralnya buruk. Moral
juga bisa dikatakan sebagai penerapan norma. M~N (moral identik dengan norma dalam
hal dasar dan akibatnya). Orang yang mampu melahirkan norma baik maka dia disebut
bermoral baik. Oral melahirkan norma buruk, maka dia disebut bermoral buruk.
... Kemudian orang berperilaku atau beramal. Selama manusia itumasih hidup
maka dia akan selalu melakukan aktifitas tersu menerus. Manusia akan selalu melahirkan
norma menjadi perilaku.
Bagi manusia lain... Perilaku orang itu merupakan objek yang sering dijadikan
fokus pembicaraan (menggosip). Membicarakan perilaku orang, sebenarnya lebih banyak
membahas masalah mengapa orang itu berperilaku seperti itu, kemudian dilanjutkan
biasanya dengan mengatakan sebaik berperilaku begini atau begitu,.. Atau mengatakan
sebenarnya dia harus berperilaku begini atau begitu. Dengan alasan yang dianalisis
sendiri dan dicari sendiri untuk membenarnkan pendapatnya dan menjadi dasar bahwa
kesimpulannya itu benar dan sesuai dengan norma-norma yang benar menurut orang
menggosip itu.
Sebenarnya perilaku menggosip itu, dilihat dari kajian yang lebih ilmiah (jika
pengamat-nya adalah ilmuwan), maka menggogsip itu lebih memperhatikan analisis
aspek mengapa orang itu bisa perperilaku seperti itu. Apakah yang menjadi latar belakang
sehingga dia musti mengambil norma itu untuk dijadikan landasan pembenr dari
perilakunya itu. Apakah dia tidak memikirkan lebih jauh akibat dari perilakunya itu nanti
bagi dirinya atau mungkin keluarganya atau temannya? Apakah dia melakukan itukarena
memang dia sudah mempertimbngkan untung ruginya dan akhirnya... Bagi pengamat
yang sedang melakukan analisis dari perilakunya orang itu, pengamat akan mengatakan
sebaiknya pda situasi dan kondisi apapun dia tidak boleh melakukan seperti itu, sebaiknya
dia melakukan begini saja,. Dan seterusnya saran-saran yang disampaikan atau dibuat
oleh pengamat biasanya adalah berupa nasehat.
Sebenarnya istilah yang baik untuk kita sebagai pelajar bukanlah kata menggosip,
tetapi mengkritisi. Isitilah ini menunjukkan adanya fungsi otak. Seperti tangan,..maka
tangan memiliki fungsi memegang, tetapi berhenti dengan memagang saja. Jika yang
dipegang sendok dan memegangnya pakai tangan kanan dan kemudian dipakai untuk
memasukkan makanan ke mulut, makatangan itu disebut dipakai untuk makan. Atau
tangan itu berfungsi untuk makan. Masih kegiatan tangan yang memegang,,. Jika yang
dipegang adalah pensil dan dengan pensil dia membuat coretan huruf-huruf, maka dapat
dikatan tangan itu sedang menulis, atau dapat dikatakan bahwa tangan itu memiliki fungsi
menulis. Maka otak, yang juga seperti tangan,... Maka otak juga memiliki fungsi. Fungsi
otak untuk menyimpan informasi dari apa-apa yang dilihat mata, apa-apa yang didengar
teilinga, juga informasi dari lidah, hidung, semuanya disimpan di otak. Otak memiliki
fungsi sebagai penyimpan informasi –seperti hardisk dalam alat komputer-. Tetapi otak,
juga memiliki fungsi untuk berpikir. Berpikir untuk menyelesaikan masalah. Otak juga
memiliki fungsi berpikir yang ‘sedalam dalamnya’ yang disebut mengkritisi. Kegiatan
otak mengkritisi ini khas pada otak dan disebut sebagai berfilsafat. Jadi fungsi otak untuk
mengkritisi ini disebut berfilsafat.
Di dalam berfilsafat, maka akan ditanyakan apa yang difilsafati? Jika objek yang
difilsafati adalah moral maka disebut filsafat moral. Dan filsafat moral adalah nama lain
dari etika. Jadi etika adalah filsafat moral, yaitu suatu fungsi (otak untuk) berpikir yang
‘sedalam dalamnya’ atau fungsi kritis yang objeknya kajiannya moral.
Etika. Etika adalah filsafat moral, atau fungsi kritis dari moral. Setealh
memahamimakna dari arti etika. Maka kita akan menadapat manfaat pengertian, bahwa
etika itu sebanrnya adalah fungsi kritis denganobjek moral. Setidaknya kata beretika
dapat kita fahami bahwa disana bermaksud berpikir mencari kebaikan dari perilaku yang
sebaiknya (akan) dilakukan. Sehingga etika dapat dipakai sebagai metode untuk menilai
diri sendiri, miskipun juga dapat dipakai untuk menilai orang lain. Dan manfaat uang
lebih pasti adalah bagaimana kita sendiri mampu perpikir untuk diri sendiri bagiaman
sebaiknya harus berbuat. Dengan etika maka akan muncul suatu saran atau nasehat.
Nasehat itu biasanya kita awali dengan kata ‘sebaiknya’. Seperti,. Sebaiknya mahasiswa
memperhatikan dosen saat sedang diberi kuliah. Atau sebaiknya mahasiswa tenang kita
sedang ada kuliah. Atau, sebaiknya kita bersikap sopan kepada orang tua. Sehingga dapat
dikatakan bahwa produk dari etika adala nasehat. Nasehat mana kemudian dapat dipakai
oleh orang yang menerima nasehat itu, bahwa nasehat itu baik dan akan dipakai sebagai
tuntunan perilakunya. Pada saat nasehat itu kemudian dipakai sebagai tuntunan perilaku,
maka di sini lahirlah norma yang diambil dari nasehat yang berasal dari etika. Norm
ayang seperti ini disebut norma etika. Kemudian,.. Saat norma etika itu dipakai oleh
banyak manusia sebagai tuntunan yang dianggap baik untuk diterapkan di dalam
kehidupan, maka norma etika itupun menjadi kebiasaan. Tentu sebagai kebiasaan yang
memiliki nilai baik. Yang diajarkan oleh orang-orang tua kepada anak anaknya dan
terjadilah kemudian kebiasaan-kebiasaan baru lagi.
1 -Tingkat-tingkat kebenaran
Pengetahuan keilmuan. Pengetahuan keilmuan juga disebut ilmu pengetahuan.
Pengetahuan dari kata tahu. Orang untuk tahu diawali dengan bertanya, ‘apa itu atau apa
ini? Pertanyaan apa itu menggambarkan objek yang ditanyakan itu relatif jauh. Dan
pertanyaan apa ini menggambarkan kalau objek yang ditanyakan itu dekat. Artinya untuk
memiliki tahu atau mendapat tahu maka harus ada objek yang ditanyakan atau ada objek
yang menjadi sasaran untuk ‘dicari’ tahu-nya. Objek dalam ‘tahap awal’ ini adalah segala
hal yang bisa di-indera.
Jika ada seorang anak memakai indera matanya melihat sesuatu. Lalu bertanya
‘apa itu? Kepada bapaknya. Maka bapaknya menjawab ‘ini adalah penghapus’. Artinya
penghapus adalah objek. Dan anak yang semula tidak tahu tentang objek itu kemudian
menjadi tahu setelah diberi tahu oleh bapaknya ( bahwa objek itu adalah penghapus).
Pada anak tersebut terjadi interaksi antara indera matanya dengan objek. Peristiwa
interaksi antara indera dengan objek disebut ‘pengalaman’. Interaksi antara indera dengan
objek tidak hanya dilakukan oleh mata saja. Tetapi semua indera dapat berinteraksi
dengan objek sesuai dengan bentuk dari objek itu. Mata akan melakukan aktifitas yang
disebut melihat, danyang dilihat adalah objek yang tampak. Kemudian, telingan akan
berinteraksi dengan objek yang bentuk objeknya adalah gelombang suara. Seperti,
nyanian, panggilan, atau suara-aura burung dan lain-lain. Sementara indera hidung
mampu berinteraksi dengan objek melalui aktifitas yang disebut menghidu, dan objeknya
adalah bau-bau-an. Kemudian lidah mampu mengecap objek dan mengatakan asin, manis,
pahit, dan lain sebagainya. Lalu kulit akan berinteraksi dengan objek melalui sentuhan
atau rabaan. Dari pengalaman yang dimiliki oleh orang tersebut selama hidupnya, maka
orang itu akan memiliki pengalaman yang banyak. Dari pengalaman tersebut maka orang
itu memiliki banyak sekali tahu (pengetahuan). Orang bisa mendapat pengalaman dari
orang lain melalui ceritanya orang lain itu. Juga,.. Bisa mendapat ‘pengalaman’ dari
membaca buku, atau juga milihat video. Hanya saja pengalaman yang diperoleh dari
informasi masih perlu dilakukan klarifikasi atau tabayun, untuk mengurangi
kemungkinan kesalahan yang ada dari informasi itu.
Orang yang sudah punya tahu disebut memiliki pengetahuan. Pengetahuan yang
dimiliki orang sangat banyak, karena tiap hari dia menggunakan inderanya untuk
berinteraksi dengan objek-objek yang diperlukan di dalam hidupnya. Bahkan
pengetahuan yang dimilikinya tersebut dapat dipakai untuk mengenakkan hidupnya.
Misalnya, dengan pengetahuan budi-daya cara menanam padi yang dimilikinya maka
orang-orang tidak lagi hidup nomaden (berpindah-pindah tempat untuk mencari lahan
yang masih banyak makanan dari alam). Dengan pengetahuan tentang musim hujan dan
kemarau, maka orang-orang dapat menjadwal kapan menanam padi. Setelah,... Orang
dapat manfaat dari pengetahuan yang dia miliki, maka membuat orang semakin suka
dengan pengetahuan, dan memperkaya pengetahuan yang ditujukan untuk mengenakkan
hidupnya.
Akhirnya orang tidak lagi ingin mendapat pengetahuan hanya dengan cara ‘secara’
kebetulan. Tetapi, secara sadar mulai berusaha mendapatkan pengetahuan dengan cara2
tertentu. Cara tertentu itu ada memakai metode (dari kata hodos, metodos , yunani).
Pengetahuan bersistem, kemudian pengetahuan itu juga universal. Pengetahuan yang
sudah diperoleh secara sadar, bermetode, bersistem, dan universal akhirnya disebut ilmu.
Oleh karena ilmu lahir dari pengetahuan, maka ilmu juga memerlukan ada-nya objek
untuk dijadikan sasaran keingin-tahuannya. Objek dari ilmu adalah hal yang ada dan
yang mungkin ada. Jenis objek ada dua yaitu objek material dan objek formal.
Oleh karena ilmu itu menggambarkan keberadaan objek apa adanya, maka
kebenaran ilmu bersifat objektif (O). Hanya saja manusia harus menyadari bahwa
objektifitas dari ilmu itu mengandung makna bahwa kebenaran yang diperoleh hanya
berdasar kemampuan indera untuk menyerap informasi yang dikeluarkan oleh objeknya.
Semakin baik indera manusia semakin akurat informasi yang diperoleh. Akibatnya (jika
mata yang dipakai contoh sebagai indera) orang yang matanya normal akan memberi
informasi yanglebih objektif dibanding dengan orang yang buta warna untuk
menerangkan keberadaan objek terkait warna-warna yang ada pada objek yang sedang
diamatinya. Hal ini menunjukkan adanya subjektifitas dari ilmu terkait dengan kelemahan
dari indera yang dimiliki oleh manusia.
Usaha manusia untuk mengurangi subjektifitas sudah dilakukan. Jika itu dikaitkan
dengan mata, maka kelemahana mata untuk melihat benda ukuran kecil sampai ukuran
mikro, maka dibantu dengan alat yang disebut mikroskop. Demikina juga denganalat
bantu inera yanglain-lainnya. Hanya saja..., alat bantu apapun yang dipakai manusia, tetap
tidak bisa sempurna. Akibatnya,.. Nilaikebenaran yangbisa dibawa oleh ilmu tetap ada
nilai subjektifitasnya (S). Sehingga untuk pengetahuan keilmuan ini saya beri nilai
objektif subjektif (OS), bahkan subjektifitasnya ada dua sehingga saya sebut OSS.
Gambar pemandangan yang saya buat ini adalah cerita klasik yang biasa saya pakai
untuk contoh mengenai objektitifitas dan subjektifitas dari ilmu.
2 -Catatan tambahan:
A Kebenaran ilmu
Kebenaran ilmu sebagai hasil usaha manusia untuk berfikir dan menyelidiki
tentang pengetahuan dah keilmuan yg menghasilkan kebenaran nisbi yang selalu dapat
berubah dan berkembang
Ilmu berawal dari dorongan ingintahu manusia yang sangat besar untuk
menghasilkan“ pengetahuan “ (knowledge).
S. Homby mengartikan ilmu sebagai susunan atau kumpulan pengetahuannya yang
di peroleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta
Kebenaran ilmu bersifat apostiori karena harus teruji atau dapat di buktikan
kebenarannya sbb; ilmu eksakta dan ilmu social. Ilmu adalah kebenaran obyektif (tau
secaratepat). Ilmu pada dasarnya merupakan upaya manusia untuk menjelaskan berbagai
fenomena empiris yang terjadi di alam ini, tujuan dari upaya tersebut adalah untuk
memperoleh suatu pemahaman yang benar atas fenomena tersebut. Terdapat
kecenderungan yang kuat sejak berjayanya kembali akal pemikiran manusia adalah
keyakinan bahwa ilmu merupakan satu-satunya sumber kebanaran, segala sesuatu
penjelasan yang tidak dapat atau tidak mungkin diuji, diteliti, atau diobservasi adalah
sesuatu yang tidak benar, dan karena itu tidak patut dipercayai.
Akan tetapi kenyataan menunjukan bahwa tidak semua masalah dapat dijawab
dengan ilmu, banyak sekali hal-hal yang merupakan konsern manusia, sulit, atau bahkan
tidak mungkin dijelaskan oleh ilmu seperti masalah Tuhan, Hidup sesudah mati, dan hal-
hal lain yang bersifat non – empiris. Oleh karena itu bila manusia hanya mempercayai
kebenaran ilmiah sebagai satu-satunya kebenaran, maka dia telah mempersempit
kehidupan dengan hanya mengikatkan diri dengan dunia empiris, untuk itu diperlukan
pemahaman tentang apa itu kebenaran baik dilihat dari jalurnya (gradasi berfikir) maupun
macamnya.
B kebenaran filsafat
Kebenaran kodrati karena merupakan hasil usaha manusia melalui proses berfikir
secara mendasar untuk mencari hakikat, kebenaran tentang obyek yang dipikirkan
Filsafat bersifat nisbi sebagai hasil berfikir manusia untuk memenuhi
keingintahuannya dalam mencar dan mengungkapkan kebenaran yang dapat berubah dan
berkembang.
Fisafat diterima dengan akal sehat (comman sense) tanpa perlu di buktikan secara
empiris.
Filsafat dalam kesemestaannya mencari hakikat kebenaran segala sesuatu yang
dapat di pikirkan sebagai objek berfikir
Sumber kebenaran filsafat adalah hasil usaha manusia yang tidak sempurna
Kebenaran filsafat bukan kebenaran sektoral, factual dan bukan pula kebenaran
empiris.
Kebenaran filsafat benar demi pikiran sehat (common sense) dan bukan kebenaran
ilmu yang benar karena bukti dan bukan kebenaran agama yang benar karena keimanan
C gradasi kebenaran
Bila dilihat dari gradasi berfikir kebenaran dapat dikelompokan kedalam empat
gradasi berfikir yaitu :
Kebenaran biasa. Yaitu kebenaran yang dasarnya adalah common sense atau akal
sehat. Kebenaran ini biasanya mengacu pada pengalaman individual tidak tertata dan
sporadis sehingga cenderung sangat subjektif sesuai dengan variasi pengalaman yang
dialaminya. Namun demikian seseorang bisa menganggapnya sebagai kebenaran apabila
telah dirasakan manfaat praktisnya bagi kehidupan individu/orang tersebut.
Kebenaran Ilmu. Yaitu kebenaran yang sifatnya positif karena mengacu pada fakta-
fakta empiris, serta memungkinkan semua orang untuk mengujinya dengan metode
tertentu dengan hasil yang sama atau paling tidak relatif sama.
Kebenaran Filsafat. Kebenaran model ini sifatnya spekulatif, mengingat sulit/tidak
mungkin dibuktikan secara empiris, namun bila metode berfikirnya difahami maka
seseorang akan mengakui kebenarannya. Satu hal yang sulit adalah bagaimana setiap
orang dapat mempercayainya, karena cara berfikir dilingkungan filsafatpun sangat
bervariasi.
Kebenaran Agama. Yaitu kebenaran yang didasarkan kepada informasi yang
datangnya dari Tuhan melalui utusannya, kebenaran ini sifatnya dogmatis, artinya ketika
tidak ada kefahaman atas sesuatu hal yang berkaitan dengan agama, maka orang tersebut
tetap harus mempercayainya sebagai suatu kebenaran.
Dari uraian di atas nampak bahwa maslah kebenaran tidaklah sederhana, tingkatan-
tingkatan/gradasi berfikir akan menentukan kebenaran apa yang dimiliki atau
diyakininya, demikian juga sifat kebenarannya juga berbeda. Hal ini menunjukan bahwa
bila seseorang berbicara mengenai sesuatu hal, dan apakah hal itu benar atau tidak, maka
pertama-tama perlu dianalisis tentang tataran berfikirnya, sehingga tidak serta merta
menyalahkan atas sesuatu pernyataan, kecuali apabila pembicaraannya memang sudah
mengacu pada tataran berfikir tertentu.
Keterbatasan Ilmu
Hubungan antara filsafat dengan ilmu yang dapat terintegrasi dalam filsafat ilmu,
dimana filsafat mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ilmu,
menunjukan adanya keterbatasan ilmu dalam menjelaskan berbagai fenomena kehidupan.
Disamping itu dilingkungan wilayah ilmu itu sendiri sering terjadi sesuatu yang dianggap
benar pada satu saat ternyata disaat lain terbukti salah, sehingga timbul pertanyaan
apakan kebenaran ilmu itu sesuatu yang mutlak ?, dan apakah seluruh persoalan manusia
dapat dijelaskan oleh ilmu ?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya menggambarkan
betapa terbatasnya ilmu dalam mengungkap misteri kehidupan serta betapa tentatifnya
kebenaran ilmu.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya diungkapkan pendapat para akhli
berkaitan dengan keterbatasan ilmu, para akhli tersebut antara lain adalah :
Jean Paul Sartre menyatakan bahwa ilmu bukanlah sesuatu yang sudah selesai
terfikirkan, sesuatu hal yang tidak pernah mutlak, sebab selalu akan disisihkan oleh hasil-
hasil penelitian dan percobaan baru yang dilakukan dengan metode-metode baru atau
karena adanya perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna, dan penemuan baru tiu
akan disisihkan pula oleh akhli-akhli lainnya.
D.C Mulder menyatakan bahwa tiap-tiap ahli ilmu menghadapi soal-soal yang tak
dapat dipecahkan dengan melulu memakai ilmu itu sendiri, ada soal-soal pokok atau soal-
soal dasar yang melampaui kompetensi ilmu, misalnya apakah hukum sebab akibat itu ?,
dimanakah batas-batas lapangan yang saya selidiki ini?, dimanakah tempatnya dalam
kenyataan seluruhnya ini?, sampai dimana keberlakuan metode yang digunakan?. Jelaslah
bahwa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut ilmu memerlukan instansi lain
yang melebihi ilmu yakni filsafat.
Harsoyo menyatakan bahwa ilmu yang dimiliki umat manusia dewasa ini belumlah
seberapa dibandingkan dengan rahasia alam semesta yang melindungi manusia. Ilmuwan-
ilmuwan besar biasanya diganggu oleh perasaan agung semacam kegelisahan batin untuk
ingin tahu lebih banyak, bahwa yang diketahui itu masih meragu-ragukan, serba tidak
pasti yang menyebabkan lebih gelisah lagi, dan biasanya mereka adalah orang-orang
rendah hati yang makin berisi makin menunduk. Selain itu Harsoyo juga mengemukakan
bahwa kebenaran ilmiah itu tidaklah absolut dan final sifatnya. Kebenaran-kebenaran
ilmiah selalu terbuka untuk peninjauan kembali berdasarkan atas adanya fakta-fakta baru
yang sebelumnya tidak diketahui.
J. Boeke menyatakan bahwa bagaimanapun telitinya kita menyelidiki peristiwa-
peristiwa yang dipertunjukan oleh zat hidup itu, bagaimanapunjuga kita mencoba
memperoleh pandangan yang jitu tentang keadaan sifatzat hidup itu yang bersama-sama
tersusun, namun asas hidup yang sebenarnya adalah rahasiah abadi bagi kita, oleh karena
itu kita harus menyerah dengan perasaan saleh dan terharu.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, nampak bahwa ilmu itu tidak dapat
dipandang sebagai dasar mutlak bagi pemahaman manusia tentang alam, demikian juga
kebenaran ilmu harus dipandang secara tentatif, artinya selalu siap berubah bila
ditemukan teori-teori baru yang menyangkalnya. Dengan demikian dpatlah ditarik
kesimpulan berkaitan dengan keterbatasan ilmu yaitu :
Ilmu hanya mengetahui fenomena bukan realitas, atau mengkaji realitas sebagai
suatu fenomena (science can only know the phenomenal, or know the real through and as
phenomenal - R. Tennant)
Ilmu hanya menjelaskan sebagian kecil dari fenomena alam/kehidupan manusia
dan lingkungannya. Kebenaran ilmu bersifat sementara dan tidak mutlak. Keterbatasan
tersebut sering kurang disadari oleh orang yang mempelajari suatu cabang ilmu tertentu,
hal ini disebabkan ilmuwan cenderung bekerja hanya dalam batas wilayahnya sendiri
dengan suatu disiplin yang sangat ketat, dan keterbatasan ilmu itu sendiri bukan
merupakan konsern utama ilmuwan yang berada dalam wilayah ilmu tertentu.
Filsafat ilmu mempunyai wilayah lebih luas dan perhatian lebih transenden
daripada ilmu-ilmu. Oleh karena itu, filsafatpun memp[unyai wilayah lebih luas daripada
peyelidikan tentang cara kerja ilmu-ilmu. Filsafat ilmu bertugas meneliti hakekat ilmu.
Diantaranya paham tentang kepastian, kebenaran dan obje
Filsafat ilmu harus merupakan pengetahuan tentang ilmu yang didsekati secara
filsafati dengan tujuan untuk lebih memfungsionalkan wujud keilmuan, baik secaa moral,
intelektual, maupun sosial. Filsafat ilmu harus mencakup bukan saja pembahasan
mengenai ilmu itu sendiri beserta segenap perangkatnya, melainkan sekaligus kaitan ilmu
dengan beberapa aspek kehidupan, seperti pendideikan, kebudayaan, moral sosiasl, dan
politik. Demikian juga pembahasan yang bersifat analitis dari tiap-tiap unsur bahasan
harus diletakkan dalam kerangka berfikir secara keleseluruhan.
Dengan menunjukkan sketsa umum hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan serta
garis besar mengenai kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pada
gilirannya melahirkan suatu cabang filsafat ilmu kiranya menjadi jelas bahwa filsafat
ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah ataupun penelitian.
Filsafat ilmu adalah refleki filsafati yang tidak pernah mengenal titik henti dalam
menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang
memang tidak pernah akan habis dipikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan.
Hakikat ilmu adalah sebab fundamental dan kebenaran universal yang implisit
melekat di dalam dirinya. Dengan memahami Filsafat Ilmu, berarti memahami seluk-
beluk ilmu yang paling mendasar sehingga dapat dipahami pula perspektif ilmu,
kemungkinan perkembangannya, keterjalinan antar (cabang) ilmu yang satu dengan yang
lain, simplifikasi dan artifisialitasnya.
Memasukkan mata kuliah Filsafat Ilmu ke dalam kurikulum adalah tepat, dalam
kerangka peningkatan mutu akademik. Sebab filsafat ilmu adalah implisit dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan tinggi, dan implisit dalam paradigma “manusia Indonesia
sutuhnya” yang di dalam penalarannya pertama-tama dan terutama harus mampu dan
sanggup melakukan terobosan ke kawasan yang paling mendasar, ke kawasan untuk
memahami hakikat ilmu sampai batas ultimate.
Dengan memahami seluk-beluk ilmu secara ilmiah-filsafati, tanpa harus menjadi
seorang filsuf, akan menjadikan masing-masing orang sebagai ilmuwan atau sarjana yang
arif, terhindar dari kecongkakan intelektual yang memuakkan, dan terhindar dari arus
yang memandang kebenaran ilmiah sebagai barang jadi, selesai dan mandeg dalam
kebekuan normatif untuk diulang-ulang sebagai barang hafalan.
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi
1. Mengapa ilmu memerlukan telaahan kritis dan radikal dari filsafat?
2. Jelaskan hubungan filsafat dengan ilmu ?
3. Jelaskan makna filsafat ilmu?
4. Apa yang dimaksud dengan pernyataan bahwa filsafat ilmu merupakan refleksi sekunder?
5. Jelaskan dampak dari perkembangan ilmu yang tidak memperhatikan dimensi etika?
6. Jelaskan bagaimana pandangan Thomas Kuhn mengenai revolusi ilmiah?
7. Jelaskan ciri utama dan paradigma dari ilmu modern?
8. Jelaskan lingkup dan bidang kajian filsafat ilmu?
9. Jelaskan persesuaian dan perbeaan antara filsafat dengan ilmu?
10. Jelaskan hubungan antara Filsafat, Ilmu dan Filsafat ilmu?
11. Jelaskan posisi filsafat ilmu dalam epistemologi?
12. Jelaskan apa yang dimaksud dengan keterbatasan ilmu, dan apa saja pokok-pokok
keterbatasannya
13. Jelaskan dengan bahasa sendiri manfaat mempelajari filsafat ilmu, dan bagaimana
aplikasinya bagi kehidupan saudara?
1 Akhlak
(Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab
yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.[2] cara membedakan akhlak, moral
dan etika yaitu Dalam etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau
buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam moral
dan susila menggunakan tolok ukur norma-norma yang tumbuh dan berkembang
dan berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalam akhlaq
menggunakan ukuran Al Qur’an dan Al Hadis untuk menentukan baik-buruknya.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad
Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri
seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan
pikiran terlebih dahulu.[3]
Definisi
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku
tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali
melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.[4] Seseorang dapat
dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari
dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi
pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan
untuk berbuat.[2] Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah
pencerminan dari akhlak.[2]
Syarat
Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan
berakhlak.[2]
Sumber
Budi pekerti
Sumber
Budi pekerti
Budi pekerti pada kamus bahasa Indonesia merupakan kata majemuk dari
kata budi dan pekerti [1]. Budi berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat
kesadaran.[2] Pekerti berarti kelakuan.[2] Secara terminologi, kata budi ialah yang
ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh
pemikiran, rasio yang disebut dengan nama karakter.[2] Sedangkan pekerti ialah
apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang
disebut behavior.[2] Jadi dari kedua kata tersebut budipekerti dapat diartikan
sebagai perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan
tingkah laku manusia.[2] Penerapan budi pekerti tergantung kepada
pelaksanaanya.[2] Budi pekerti dapat bersifat positif maupun negatif.[2] Budi
pekerti itu sendiri selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Budi pekerti
didorong oleh kekuatan yang terdapat di dalam hati yaitu rasio.[2] Rasio
mempunyai tabiat kecenderungan kepada ingin tahu dan mau menerima yang
logis, yang masuk akal dan sebaliknya tidak mau menerima yang analogis, yang
tidak masuk akal.[2]
Selain unsur rasio di dalam hati manusia juga terdapat unsur lainnya yaitu
unsur rasa.[2] Perasaan manusia dibentuk oleh adanya suatu pengalaman,
pendidikan, pengetahuan dan suasana lingkungan.[2] Rasa mempunyai
kecenderungan kepada keindahan [2] Letak keindahan adalah pada keharmonisan
susunan sesuatu, harmonis antara unsur jasmani dengan rohani, harmonis antara
cipta, rasa dan karsa, harmonis antara individu dengan masyarakat, harmonis
susunan keluarga, harmonis hubungan antara keluarga.[2] Keharmonisan akan
menimbulkan rasa nyaman dalam kalbu dan tentram dalam hati.[2] Perasaan hati
itu sering disebut dengan nama “hati kecil” atau dengan nama lain yaitu “suara
kata hati”, lebih umum lagi disebuut dengan nama hati nurani.[2] Suara hati selalu
mendorong untuk berbuat baik yang bersifat keutamaan serta memperingatkan
perbuatan yang buruk dan brusaha mencegah perbuatan yang bersifat buruk dan
hina.[2] Setiap orang mempunyai suara hati, walaupun suara hati tersebut kadang-
kadang berbeda. [6]. Hal ini disebabkan oleh perbedaan keyakinan, perbedaan
pengalaman, perbedaan lingkungan, perbedaan pendidikan dan sebagainya.
Namun mempunyai kesamaan, yaitu keinginan mencapai kebahagiaan dan
keutamaan kebaikan yang tertinggi sebagai tujuan hidup.[2]
Karsa
Dalam diri manusia itu sendiri terdapat karsa yang berhubungan dengan
rasio dan rasa.[2] Karsa disebut dengan kemauan atau kehendak, hal ini tentunya
berbeda dengan keinginan.[2] Keinginan lebih mendekati pada senang atau cinta
yang kadang-kadang berlawanan antara satu keinginan dengan keinginan lainnya
dari seseorang pada waktu yang sama, keinginan belum menuju pada
pelaksanaan.[2] Kehendak atau kemauan adalah keinginan yang dipilih di antara
keinginan-keinginan yang banyak untuk dilaksanakan.[2] Adapun kehendak
muncul melalui sebuah proses sebagai berikut[7]:
Moral
Moral, etika dan akhlak memiliki pengertian yang sangat berbeda. Moral
berasal dari bahasa latinyaitu mos, yang berarti adat istiadat yang menjadi dasar
untuk mengukur apakah perbuatan seseorang baik atau buruk [8]. Dapat dikatakan
baik buruk suatu perbuatan secara moral, bersifat lokal. Sedangkan akhlak adalah
tingkah laku baik, buruk, salah benar, penilaian ini dipandang dari sudut hukum
yang ada di dalam ajaran agama. Perbedaan dengan etika, yakni Etika adalah ilmu
yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan
moralitas. Etika terdiri dari tiga pendekatan, yaitu etika deskriptif, etika normatif,
dan metaetika [9]. Kaidah etika yang biasa dimunculkan dalam etika deskriptif
adalah adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-
tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Sedangkan kaidah yang
sering muncul dalam etika normatif, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung
jawab, nilai dan norma, serta hak dan kewajiban. Selanjutnya yang termasuk
kaidah dalam metaetika adalah ucapan-ucapan yang dikatakan pada bidang
moralitas. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa etika adalah
ilmu, moral adalah ajaran, dan akhlak adalah tingkah laku manusia [10].
2 Pembagian Akhlak
1. Jujur (Ash-Shidqu)
Adalah suatu tingkah laku yang didorong oleh keinginan (niat) yang baik
dengan tujuan tidak mendatangkan kerugian bagi dirinya maupun oranglain.
3. Malu (Al-Haya')
Adalah sifat pribadi yang bijak oleh seseoarang yang dapat memposisikan
dirinya sederajat dengan orang lain dan tidak merasa lebih tinggi dari orang lain.
Adalah suka (mudah) memberi kepada sesama tanpa merasa pamrih atau
sekadar pamer.
6. Sabar (Ash-Shobr)
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, semoga Allah
merelakannya, berkata, "Rasulullah SAW. Bersabda", "Ketika Allah
mengumpulkan segenap makhluk pada hari kiamat kelak, menyerulah Penyeru",
"Di manakah itu, orang-orang yang utama (ahlul fadhl) ?". Maka berdirilah
sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas
menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka.
"Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini
menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang utama (ahlul fadhl)". "Apa keutamaan
kalian ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami, jika
didzalimi, kami bersabar. Jika diperlakukan buruk, kami memaafkan. Jika orang
lain khilaf pada kami, kamipun tetap bermurah hati". Akhirnya dikatakan pada
mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan
bagi orang-orang yang beramal". Setelah itu menyerulah lagi penyeru, :"Di
manakan itu, orang-orang yang bersabar (ahlush shabr) ?". Maka berdirilah
sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas
menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka.
"Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?". Orang-orang ini
menjawab, "Kamilah itu orang-orang yang sabar (ahlush shabr). "Kesabaran apa
yang kalian maksud ?", tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, "Kami
sabar bertaat pada Allah, kamipun sabar tak bermaksiat padanya. Akhirnya
Dikatakan pada mereka, "Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah
sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal". (Hilyatul Auliyaa'/ Juz III/
Hal. 140)
1 Akhlak pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka
hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya
dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak
yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping
itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia
mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.[1]
2 Akhlak berkeluarga
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat.
Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan
pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran
yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang
mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-
bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan
perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk
berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri,
kehormatan dan kemuliaan.[1]
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih
berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati.[1]
Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau,
mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam
masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat.[1] Dan coba ketahuilah bahwa
saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta
kepada engkau, menolong bapak dan mamakmu dalam mendidikmu, mereka
gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu.[1] Pamanmu,
bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau
selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong
keduanya disetiap keperluan.[1]
3 Akhlak bermasyarakat
Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika
orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan
dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka
wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.[1]
4 Akhlak bernegara
5 Akhlak beragama
(baca: https://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak)