ESSAY
ESSAY
A. Latar Belakang
Saat ini kejadian syok hipovolemik menjadi salah satu kondisi yang memerlukan
tindakan segera di Intalasi Gawat Darurat (IGD). Pasien yang masuk di IGD dengan
syok hipovolemik memerlukan pemantauan ketat terhadap tanda – tanda klinis yang dan
juga pemamtauan pada status hemodinamik dan status intravaskular. Hal ini
dikarenakan bantuna sirkulasi dan medikasi pada pasien gawat darurat diberikan
Lupy, 2014). Penanganan yang tepat dan sedini mungkin terhadap pasien syok juga
menjadi faktor yang penting untuk menentukan hasil pengobatan, karena penilaian yang
akurat dalam terhadap syok merupaka hal penting menuju tatalaksana yang adekuat
dalam mencegah terjadinya syok dan perdarahan (WHO dalam Daryani, dkk, 2016).
Oleh karena itu, syok hipovolemik menjadi salah satu masalah kegawatdaruratan yang
waktu yang singkat yang sampai saat ini merupakan salah satu penyebab kematian di
negara – negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Penyebab syok hipovolemik
yang banyak terjadi diantaranya adalah cedera akibat kecelakaan. Menurut WHO
kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit tergolong tinggi pada rumah sakit dengan peralatan yang
kurang memadai yaitu sebesar 36% dibandingkan dengan rumah sakit dengan tingkat
pelayanan yang lengkap yaitu 6% (Lupy, 2014). Jadi dapat disimpulkan bahwa
penanganan di rumah sakit juga mempengaruhi angka kematian pada pasien dengan
syok hipovolemik.
Selain disebabkan oleh cedera akibat kecelakaan, syok hipovolemik juga banyak
hipovolemik yaitu sindrom syok dengue (SSD) (Pangaribuan, 2014). Angka kematian
(case fatality rate) yang disebabkan oleh DBD di Indonesia tergolong tinggi. Laporan
Kementrian Kesehatan mencatat di tahun 2015 pada bulan Oktober ada kasus DBD
dengan kematian mencapai 32 jiwa, sementara November ada 2.921 kasus dengan
angka kematian mencapai 37 jiwa dan Desember 1.104 kasus dengan 31 kematian
karena kasus obstetri. Angka kematian karena syok hipovolemik mencapai 500.000 per
tahun dan 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang (Lupy, 2014). Pasein
yang meninggal diakibatkan karena setelah beberapa jam perdarahan, tidak adanya/
Pada balita biasanya diakibatkan karena diare. Menurut WHO, angka kematian akibat
diare yang disertai syok hipovolemik pada balita di Brazil mencapai 800.000 jiwa.
Sebagian besar penderita meninggal karena tidak mendapat penanganan pada waktu
yang tepat (Diantoro, 2014).Maka perlu tindakan yang tepat dan segera untuk
tinggi yang hanya dikarenakan kurangnya penanganan yang tepat dan segera untuk
menangani kasus syok hipovolemik ini. Tenaga medis yang berperan untuk mengatasi
dan menangani masalah ini salah satunya adalah perawat. Oleh karena itu penulis
B. Literature Review
Menurut Huda dan Kusuma (2016), mengatakan bahwa syok merupakan sindrom
klinis bukan diagnose yang terjadi akibat memnurunnya tekanan darah secara persisten
yang menyebabkan perfusi memburuk serta malfungsi organ vital. Syok dapat terjadi
karena kehilangan cairan dalam waktu singkat dari ruang intravaskuler. Tanda dan
gejala yang biasanya muncul saat syok adalah tekanan darah menurun, nadi rendah,
syok hipovolemik merupakan salah satu kondisi yang memerlukan tindakan segera di
IGD. Pasien dengan syok memerlukan pemantauan ketat terhadap tanda – tanda klinis
serta status intravaskular. Peneliti menjelaskan bahwa syok hipovolemik terjadi karena
disebabkan oleh cedera akibat kecelakaan atau pasien trauma yang mengalami syok,
penatalaksanaan yang tepat dan adekuat, dan pada balita yang mengalami diare yang
disertai syok hipovolemik dan tidak mendapat penanganan pada waktu yang tepat.
Menurut peneliti syok hipovolemik sendiri bergantung pada efisiensi mekanisme
kompensasi seseorang dan kecepatan kehilangan darah. Tanda dan gejala syok harus
dimonitor oleh perawat secara berkala. Sebagai perawat harus mengenal dan
mempunyai kemampuan atau kecakapan untuk menangani kondisi ini, disetiap tempat/
gawat darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil dalam penelitian dalam
penelitian ini adalah ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang syok
hipovolemik dengan penatalaksanaan awal pada pasien di instalasi gawat darurat RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini sejalan dengan teori Notoatmodjo yang
berpengaruh terhadap upaya peningkatan perilaku kesehatan. Oleh karena itu hubungan
darurat atau dapat dikatakan semakin baik pengetahuan seseorang maka semakin baik
keperawatan.
Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 30 responden, dimana responden –
responden tersebut adalah perawat yang bekerja di di instalasi gawat darurat RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado. Instrumen yang digunakan peneliti adalah lembar kuesioner
tentang pengetahuan mengenai syok hipovolemik dan lembar observasi untuk menilai
Desky Daryani (2016). Peneliti memaparkan bahwa syok merupakan gangguan sirkulasi
yang diartikan sebagai kondisi tidak adekuatnya transport oksigen ke jaringan atau
perfusi yang diakibatkan oleh hemodinamik. Syok hipovolemik merupakan syok yang
disebabkan oleh berkurangnya volume plasma di intrasvaskuler. Syok hipovolemik juga
merupakan syok yang terjadi pada pasien DHF (Dengue Haemoragic Faver) atau
Demam Berdarah Dengue. Pada penelitian ini peneliti berfokus pada penyakit ini dalam
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan
kematian terutama pada anak, serta menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah.
kapiler. Manifestasi klinis yang muncul dari penyakit ini yang paling ditakutkan adalah
terjadinya perdarahan dan syok pada pasien DHF di RSUD Pandan Arang Boyolali”.
dan syok pada pasien DHF (Dengue Haemoragic Faver). Selain itu peneliti juga
syok pada pasien DHF di RSUD Pandan Arang Boyolali. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa upaya pencegahan terjadinya perdarahan dan syok pada pasien DHF yang
pada kepala dan sedikit nyeri pada abdomen. Menurut Dr.Soedarto (2010) menjelaskan
bahwa gejala atau keluhan yang sering muncul pada pasien DHF yaitu sakit kepala
bagian frontal yang berlangsung sekitar 1 – 5 hari yang tidak spesifik karena tergantung
dari kondisi masing – masing pasien. Pada penelitian Kautner, dkk, mengatakan demam,
muntah, dan nyeri perut merupakan gejala yang mencolok. Selanjutnya pemeriksaan
fisik yang didapatkan pada pasien terdapat patekie pada tangan dan kaki. Patekie terjadi
berat dan frekuensi perdarahan berkolerasi dengan jumlah trombosit. Menurut ( Yuliana,
2014 ) secara umum hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila
sampai dengan 50.000/μL terdapat luka memar atau hematom. Trombosit 10.000
memanjang bila ada luka. Trombosit <10.000/μL terjadi perdarahan mukosa seperti
perdarahan sistem saraf pusat. Dari gangguan tersebut yang disebabkan adanya
perdarahan dapat dilihat dari tanda dan gejala yang dialami pasien selain adanya petekie
syok pada pasien Dengue Haemoragic Faver (DHF) lebih sering ditemukan pada pasien
syok pada penderita DBD sangat penting, karena terjadinya kematian pada Dengue
Syok Syndrom (DSS) 10 kali lebih besar dibandingkan penderita DBD tanpa disertai
syok (Kemkes RI, 2013 dalam Yatra, 2015). Menurut (Yuliana,2014) adapun tanda
gejala dari syok pada pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu syok hipovolemik
dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan dan jari kaki serta sianosis di sekitar mulut. Hal ini diakibatkan
karena adanya pengurangan volume plasma dan penurunan tekanan darah,
hemokosentrasi. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukkan
prognosis yang buruk. (Yuliana,2014). Nadi menjadi lembut dan cepat, kecil bahkan
sering tidak teraba (Misbakh,2015). Seringkali petkie pada dahi dan tungkai adanya
sianosis disekeliling mulut, Hati mungkin membesar sampai 4-6 cm dibawah tepi kosta
dan biasa keran serta nyeri tekan atau agak sakit.(Widagdo,2011). Perdarahan saluran
cerna yang nyata, biasanya pasca masa syok yang tidak terkoreksi. Data laboratorium
keluarga klien untuk mengistirahatkan klien dan batasi aktivitas selama sakit (NANDA
NIC-NOC,2013) Anjurkan untuk minum air putih yang banyak (Yekti, 2011).
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian antipiretik yaitu dengan Injeksi
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah trombosit yaitu dengan memberikan
jus jambu biji merah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Prasetio, 2013)
Memberikan jus buah jambu biji merah pada pasien DHF berpotensi untuk
vitamin C yang ada pada buah ini memberikan kekebalan tubuh melawan infeksi
termasuk infeksi virus dengue. Senyawa lain seperti flavonoid juga memiliki fungsi
dalam menghambat virus dengue untuk bereplikasi sehingga tingkat virulensi dari virus
dengue berkurang. Hal ini akan mencegah perdarahan akibat rusaknya trombosit yang
disebabkan serangan virus dengue. (Prasetio, 2013). Selain jus jambu biji merah
menurut penelitian yang dilakukan oleh (Giyatmo,3013) menjelaskan bahwa pemberian
jus kurma merupakan salah satu tambahan diet alternatif dalam meningkatkan kadar
trombosit darah pada pasien dengan Demam Berdarah. Buah kurma meliki menzat-zat
berikut Gula (campuran glukosa, sukrosa, dan fruktosa), protein, lemak, serat, vitamin
A, B1, B2, B12, C, potasium, kalsium, besi, klorin, tembaga, magnesium, sulfur, fosfor,
dan beberapa enzim yang dapat berperan dalam penyembuhan berbagai penyakit.
keperawatan pada pasien DHF sudah sama dengan melakukan upaya pencegahan
sindrom syok dengue yang di teliti oleh Anggy Pangaribuan, dkk (2014). Dalam
penelitian ini memaparkan bahwa patogenesis utama yang menyebabkan kematian pada
hampir seluruh pasien DBD adalah syok karena kebocoran plasma. Berdasarkan
penelitian – penelitan sebelumnya faktor yang menyebabkan kematian pada DSS sangat
beragam. Pada penelitian inilah peneliti akan memaparkan tentang faktor prognosisnya.
Dalam penelitian ini dari hasil yang diperoleh yaitu 221 kasus DSS dengan angka
kematian 59/221 (27%) dari data rekam medis bulan Januari 2006 – Juli 2012. Angka
kematian per tahun mulai dari tahun 2006 berturut-turut adalah 18/26 (69%), 8/13
(62%), 8/42 (19%), 9/42 (21%), 11/78 (14%), 2/13 (15%), 3/7(43%). Dari 96 kasus DSS
terdapat 32% usia ≤5 tahun dan 51% berjenis kelamin perempuan. Pasien DSS usia ≥5
tahun (51%) dan perempuan (64%) lebih banyak yang meninggal. Terdapat 77% kasus
DSS rujukan, 91% kasus rujukan meninggal. Hal ini menunjukan bahwa manajemen
cairan sebelum masuk rumah sakit tidak adekuat, perdarahan mayor dan prolonged
shock merupakan faktor prognosis independen kematian pada anak dengan SSD.
C. Pembahasan
Berdasarkan beberapa literatur yang dipaparkan diatas menjelaskan bahwa
pengetahuan dan cara penanganan serta pencegahan sangatlah penting pada pasien yang
mengalami kegawat daruratan akibat syok hipovolemik, mengingat hal ini dapat menekan
perawat berpengaruh pada penatalaksanaan awal pasien dengan syok hipovolemik. Pada
penelitian ini meneliti tingkatan pendidikan perawat. Menurut Irmayanti et. al dalam
pengetahuan yang baik ini dikarenakan pendidikan dari perawat yang diteliti memiliki
latar belakang pendidikan yang cukup tinggi yaitu minimal D3 Keperawatan. Dimana hal
ini sesuai dengan ketentuan keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2001 bahwa tenaga
menunjukan ada hubungan pengetahuan dengan peran perawat. Selain itu, penelitian
Eriawan dalam Lupy (2014) juga memiliki hasil yang sama yaitu menunjukan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan
keperawatan. Oleh karena itu sebagai calon seorang perawat, mahasiswa keperawatan
perlu dan penting untuk memiliki pengetahuan tentang syok hipovolemik dan cara
penangananya dengan cara menempu pendidikan yang sedang ditempu dengan belajar
yang maksimal.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Shita Intan Desky Daryani (2016)
tentang syok hipovolemik khususnya pada pasien Deman Berdarah Dengue. Dimana
DHF dapat menyebabkan syok karena berkurangnya volume plasma darah di
memonitor vital sign pasien, monitor nilai laboratorium yang meliputi Hematokrit,
Trombosit, Protein Plasma, kaji ada tidaknya tanda – tanda perdarahan, anjurkan keluarga
klien untuk mengistirahatkan klien dan batasi aktivitas selama sakit, anjurkan untuk
minum air putih yang banyak, serta kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
antipiretik. Sehingga dari penelitian ini kita tahu bagaimana cara atau upaya untuk
mencegah terjadinya syok hipovolemik pada pasien demam berdarah dengue dengan
membahas tentang prognosis kematian akibat syok hipovolemik akibat demam berdarah
dengue. Anak dengan DSS dengan manajemen cairan yang tidak adekuat sebelum masuk
RSUP Dr. Sardjito atau masuk pertama kali mempunyai prognosis meninggal 2,7 kali
lebih besar atau 38 % lebih tinggi dibandingkan anak dengan DSS dengan manajemen
cairan adekuat. Pada pasien dengan gejala syok yang dapat diketahui secara awal dan
mendapat terapi cairan secara adekuat akan mengalami perbaikan secara cepat dan angka
kematian yang rendah 0,2%. Sekali terjadi syok dan tidak mendapat terapi yang baik ma
dan hemokonsentrasi akan mengalami tanda syok lebih dini, tetapi dengan manajemen
cairan yang tepat dan adekuat akan mengisi cairan intravaskular untuk mempertahankan
meninggal 8 kali lebih besar atau 88% lebih tinggi dibandingkan anak dengan DSS yang
tidak mengalami perdarahan mayor. Perdarahan pada infeksi dengue bisa disebabkan
karena vaskulopati, trombositopenia, dan koagulopati. Perdarahan mayor yang biasanya
berasal dari saluran cerna seperti hematemesis dan melena merupakan manifestasi
perdarahan berat yang paling sering ditemukan. Pasien dengan perdarahan masif atau
perdarahan tersembunyi yang tidak dapat diketahui, terutama perdarahan saluran cerna
dapat mengakibatkan syok, gagal hati dan ginjal, dan gagal banyak organ sampai
prognosis meninggal 16 kali lebih besar atau 88% lebih tinggi dibanding anak dengan
SSD yang tidak mengalami prolonged shock. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD
dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena, preload miokard,
volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan
perfusi organ. Kondisi syok pada DBD berhubungan dengan angka kematian yang tinggi
(9%) dan meningkat menjadi 47% jika syok tidak tertangani dengan baik dan menjadi
profound shock. Syok berkepanjangan diikuti dengan asidosis metabolik, hipoksemia dan
pengetahuan yang cukup tentang syok hipovolemik dengan cara penanganannya. Hal ini
dikarenakan sebagai seorang calon perawat, mahasiswa harus mampu mengetahui hal
yang tepat yang harus dilakukan untuk menangani serta mencegah syok hipovolemik
serta harus menjadi perawat yang mampu mengenali tanda awal syok serta
penatalaksanaanny yang berupakan asuhan keperawatan yang tepat dan segera untuk
Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, dan kapan saja. Sehingga
sudah menjadi tugas petugas kesehatan untuk menangani kasus dan masalah tersebut.
Salah satu yang menjadi kondisi kegawatdaruratan adalah kejadian syok hipovolemik.
Saat ini kejadian syok hipovolemik menjadi salah satu kondisi yang memerlukan
tindakan segera di Intalasi Gawat Darurat (IGD). Pasien yang masuk di IGD dengan
syok hipovolemik memerlukan pemantauan ketat terhadap tanda – tanda klinis yang dan
juga pemamtauan pada status hemodinamik dan status intravaskular. Hal ini
dikarenakan bantuna sirkulasi dan medikasi pada pasien gawat darurat diberikan
Lupy, 2014).
Syok merupakan sindrom klinis bukan diagnose yang terjadi akibat menurunnya
tekanan darah secara persisten yang menyebabkan perfusi memburuk serta malfungsi
organ vital. Syok dapat terjadi karena kehilangan cairan dalam waktu singkat dari ruang
intravaskuler. Tanda dan gejala yang biasanya muncul saat syok adalah tekanan darah
menurun, nadi rendah, kulit tampak pucat. Syok hipovolemik biasanya menjadi sindrom
klinis dari cedera akibat kecelakaan, pada wanita yang mengalami perdarahan obstrti,
syok hipovolemik akibat deman berdarah dengue dan pada anak yang mengalami diare
Saat ini mahasiswa keperawatan menjadi salah satu bagian yang memiliki peran
yang sangat penting dalam penanganan kondisi gawat darurat, karena mahasiswa
keperawatan juga akan melakukan tindakan kegawatdaruratan baik pada saat mereka
turun praktek laboratorium klinik di rumah sakit maupun pada saat di luar rumah sakit.
keterampilan tentang bantuan hidup terhadap kondisi gawat darurat khususnya untuk
Nurarif, Amin Huda., & Kusuma, Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Percetakan Mediaction;
Jogjakarta.
Pangaribuan, Anggy., Prawirohartono, Endy Prayanto., & Laksanawati, Ida Safitri. (2014).
Faktor Prognosis Kematain Sindrom Syok Dengue. Sari Pediartri, Vol. 15, No. 5,
Februari 2014.
Daryani, Shita Intan Desky., & Arifah, Sitti. (2016). Upaya Pencegahan Terjadinya Perdarahan
Lupy, Ivon Kristi. (2014). Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Syok Hipovolemik dengan
Penatalaksanaan Awal Pasien Di Intalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado