Anda di halaman 1dari 6

Cerpen pendidikan

Aku Harus Genius

Awal kehidupan dari bawah tentunya juga akan mempunyai ilmu yang masih bawah.
Keinginan menjadi Bintang belum terfikirkan dalam otakku. Karena masa kecilku aku masih
hanya mengetahui hal-hal yang kecil ya seperti main, belajar. Dan dalam belajar saja aku
masih dalam tahap meraih pintu ilmu dunia.

Guru yang paling setia mengajariku tak lain adalah ibuku sendiri saat TK meskipun aku
sekolah aku jarang masuk otak karena biasalah guru killer. Dirumah akuu diajari ibuku
menulis, membaca huruf demi huruf hingga aku bisa mencapai kalimat dan tentu bisa
membaca cerita.

Saat aku memasuki SD kelas 1 awal aku beradaptasi di sekolah itu, selama 1 tahun aku tidak
mencapai tingkat baik nilaku jelek pokoknya tidak memuaskanlah dilihat, tapi syukurnya aku
naik kelas tentu ke kelas 2 ya. Di kelas 2 aku bisa mengerti hal-hal banyak tentu keinginan ya
harapan disitulah dan saat itulah harapan muncul dari relung hatiku.

Aku belajar namun aku dari dulu aku tidak pernah belajar ngetril seperti tidak lihat tv aku
selalu lihat tv dengan belajar namun aku selalu mudeng dan bisa. Di tingkatan kelas 2,
peningkatan tampak saat itu yaitu aku mendapat ranking 4 hal yang tak disangka datang.
Yang mulanya kelas 1 membaca saja masih kurang di kelas 2 aku bisa meraih peningkatan
drastis.

Pergantian jenjang membuatku semakin dewasa tentunya dalam berfikir. Aku mempunyai
harapan menjadi pintar. Dannnnn untuk jadi pintar di SD ku, saat itu sulit karena persaingan
antar murid sungguh menantang karena teman-temanku anak yang pintar-pintar. Namun
harapanku tak pernah pupus akan apa realita, yang ada aku selalu bisa masuk 5 besar/ 3 besar.
Dan dari dulu angka keberuntunganku selalu 4 saat SD aku sering ranking 4 namun ranking 3
aja sekali dalam 6 tahun ( hmmm!!!).

Masa SD usai saatnya aku masuk jejang lebh tinggi SMP. Aku bisa masuk di SMPN 02 Batu.
Disitu harapan besarrrrku bangkit. Aku selaaaaaluuu berharapan besar dan itu aku imbangi
dengan belajar giat. Di masa SMP aku selau belajar belajar belajar saja aku jarang main
keluar karena aku selalu dikamar terus. Setelah aku analisa persainganku di SMP lebih berat
karena temanku semua pintar sekali jadi aku kayaknya harus bisa jadi no.1 nih di SMPN 02
Batu. Dari dulu impanku itu dan harapan terbesarku aku ingin ikut lomba hingga tingakat
nasional/internasional.

Aku ingin seperti di tv-tv mereka bisa jadi terkenal karena kepintaran mereka dan katanya
karena usaha giat belajar dan berdoa. Aku selalu mencobanya sampai-sampai 1 hari aku
belajar 9 jam sambil nonton tv. Usahaku dan niatku besar untuk jadi terbaik terpintar menjadi
bintang. Aku mempunyai harapan yang sangat besar untuk menjadi jenius.

Namun kenapa aku masih saja tidak jadi no.1 padahal aku orang yang punya semagat tinggi
untuk menggapai cita-cita karena aku ingin mempunyai masa depa yang cerah yag baik. Aku
tidak ingin menjadi anak yang ikut pergaulan bebas dan akhirnya masa depan cerahku tak
bisa kudambakan lagi, aku tidak ingin menjadi seperti itu.

Setiap hari aku selalu berdoa kapan usahaku ini akan Tuhan hargai dan ia bisa memberikan
hasil yang apa kuinginkan untukku. Hanya doalah yang bisa kucurahkan untuk Tuhan surat-
surat kecil aku tujukan untuk Tuhan karena aku selalu menunggu jawaban darinya aku tidak
pernah menyerah sebelum cita-citaku menjadi jenius no.1 di Indonesia bisa tercapai aku
yakin ini bukanlah khayalan yang tidak bisa tercapai , karena keinginan itu tergantung dalam
diri kita.
Usahaku, niatku, harapaku begitu besar aku tidak menyerah untuk menggapai semua ini aku
ingin menjadi terbaik namun rasanya hasilnya akan begitu lama karena aku seperti diuji oleh
Tuhan. Namun akankah dia mengabulkan harapanku ???. katanya Tuhan suka oleh hambanya
yang pantang menyerah dan aku ingin buktikan aku adalah salah satu dari ucapannya.

Aku tidak akan menyerah menggapai apa yang terbaik untuk hidupku karena aku ingin hidup
bahagia dan aku akan buktikan kepada seluruh dunia bahwa aku Agnes adalah seorang gadis
yang akan bisa menjadi terbaik di Indonesia. Karena akulah berlian, emas Indonesia.

Namun kenapa orang lain selalu beraggap negatiif. Apalagi murid sekolah , harapan emas
mereka selalu mengatakan yang inilah sensasi inilah khayalan tinggi yang fatamorgana deh.
Aku selalu heran pada orang seperti itu apa dalam hati mereka , mereka tidak ingin punya
masa depan cerah apa mereka tidak ingin jadi terbaik jadi pintar.

Demikianlah ulasan kita yang membahas tentang contoh cerpen pendidikan. Semoga apa
yang sudah di sampaikan bisa memberi manfaat kepada semua pembaca di indonesis
Cerpen Persahabatan

Promise
Pada suatu hari di sebuah sekolah yang bernama North.

“Albert apakah benar jika kau akan dipindahkan?” tanyaku dengan seseorang yang berada beberapa
langkah di depanku. Laki-laki itu pun menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya dan
berkata.
“Dari mana kau tahu semua itu Adila Nisa Ardhani?” jawab lak-laki yang bernama Adam Albert
Adrian itu dengan tatapan yang serius.

“Saat kau berbicara dengan kep–” ucapanku terpotong karena tiba-tiba saja Albert memelukku dengan
erat, pada saat itu aku menangis karena selama ini aku hanya seorang anak yang setiap harinya ia
lindungi atau lebih tepatnya bersembunyi di belakangnya.

Albert melepaskan pelukannya dan berkata. “Ayo buat janji.” ucapnya yang diikuti dengan senyuman.
“Adila berjanjilah padaku jika kau akan baik-baik saja tanpaku,” ucapnya yang diikuti dengan
senyuman yang sama.

“Hiks… Hiks,” suara tangisanku yang tak dapat ku bendung lagi.

“Adila kamu akan cantik dan kuat jika kamu tidak menangis,” ucapnya sambil mengelus rambutku.
“Baiklah. Albert berjanjilah jika kita akan bertemu suatu hari nanti,” ucapku.

“Ah kalau itu sih aku nggak yakin,” ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tak gatal
itu.

“Ah kamu gitu deh.” ucapku sambil melipat kedua tanganku di dada.

“Hahaha…” tawa kami bersama.

“Akhirnya kau tersenyum juga.” ucapnya menghentikan tawanya.

“A… Itu kan karena kamu ngelawak Bert,” ucapku dengan wajah yang memerah.

“Iya deh, oh iya aku hampir lupa. Nih ambil aja,” ucap Albert sambil menyerahkan sebuah kotak
dengan pita berwarna merah.

“Tapi kan ulang tahunku masih lama Bert,” ucapku yang sedang bertanya-tanya.

“Ya cuman buat kenang kenangan aja selama aku pergi,” ucapnya yang diikuti dengan senyuman.

“Kapan aku boleh membukanya?” tanyaku.

“Saat kau membutuhkannya.” ucapnya sambil berjalan menjauh dariku, karena terlalu fokus dengan
kado yang Albert berikan aku pun tak sadar jika Albert sudah berjalan menjauh.

2 tahun sudah aku tanpanya, dan selama 2 tahun itu hidupku benar-benar menyakitkan. Karena selama
itu aku selalu disakiti. Maafkan aku Albert karena tak bisa menempati janjiku. Dan selama itu pun aku
tak membuka sedikit pun kado yang Albert berikan. Hingga pada suatu hari aku pun menjadi sangat
bodoh. Pada saat itu temanku yang bernama Nina menghampiriku dan berkata jika Lisa sedang
dipukuli, aku pun kaget mendengar hal itu dan bertanya kepadanya dan katanya jika aku ingin tahu
aku harus datang ke belakang sekolah. Karena menurutku nyawa sahabatku jauh lebih penting aku
mengikuti Nina yang sedang menuju ke belakang sekolah.

Sesampai di belakang sekolah aku mencari keberadaan Lisa yang katanya sedang dipukuli tiba-tiba
bahuku dipukul dengan menggunakan kayu, saat tubuhku mulai terbaring di tanah mereka mereka
langsung memukuliku tanpa ampun. Aku melihat sekilas dan ku lihat Nina dan Lisa berdiri di
belakang mereka yang sedang memukuliku dan mereka tersenyum tanda senang, aku tak tahu apa
yang mereka pikirkan yang jelas sekarang aku harus memprioritaskan nyawaku ketimbang apa yang
mereka pikirkan. Saat itu yang ada di pikiranku adalah Albert orang yang selama ini melindungiku
dari siapa pun. Tiba-tiba saja mereka menghentikan pukulan mereka dan setelah berhenti beberapa
menit Lisa datang menghampiriku dan mengambil beberapa helai rambutku lalu ia menarik dengan
kuat lantas aku pun berdiri dengan rasa sakit lalu ia berkata.

“Dasar anak lemah, nggak bisa apa-apa, bisanya itu cuman nyusahin orang aja!” ucapnya dengan nada
setengah berteriak. “Nggak bakalan ada yang bisa nolongin kamu lagi karena pahlawan kesianganmu
itu sudah pergi jauh meninggalkanmu dan tak akan pernah kembali lagi!!” ucap Nina lalu tertawa
jahat.

Lisa melepaskan genggamannya dan sengaja ia benturkan ke tembok, pada saat itu pandanganku
mulai kabur hingga akhirnya menjadi gelap. Saat ku bangun aku melihat Kak Nakhla sedang berada
di depan sebuah taman bunga dengan baju putih seperti seorang pangeran sambil tersenyum ke
arahku, aku pun mendekati Kak Nakhla hingga jarak kami hanya selangkah saja. Karena tak tahu
tempat apa ini aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepada kakak tentang tempat apa ini.

“Kak tempat apa ini?” tanyaku.

“Mungkin bukan saat yang tepat untuk memberitahumu tentang tempat ini sekarang. Kembalilah ke
duniamu di sana ada seseorang yang sedang menunggumu bangun dari tidurmu yang panjang.
Sayonara my beloved princes.” ucap kakak lalu mengecup keningku dan mendorongku ke sebuah
cahaya yang mirip dengan pintu.

Di saat yang sama aku pun terbangun dari tidurku yang panjang tanpa mengetahui tentang siapa pun,
orang yang ku ingat hanyalah kakak Nakhla saja. Saat aku bangun ku dapati seseorang sedang tertidur
di sebelah ranjangku sambil memegang tangan kiriku, awalnya aku pikir dia adalah Kak Nakhla
namun aku merasa jika ia dan Kak Nakhla sangat berbeda. Aku merasa jika aku dengan orang ini
pernah bertemu tapi aku tak tahu pasti kapan hal itu terjadi. Saat ia bangun dan mendapatiku
terbangun ia tampak senang, aku pun semakin bingung dengan tingkah laku yang ia buat. Aku pun
memberanikan diri untuk bertanya kepadanya.

“Maaf apakah kau Kak Nakhla atau orang yang pernah bertemu denganku sebelumnya?” tanyaku
kepadanya, ia sempat kaget dan justru membalas dengan pertanyaan.

“Apakah kau tak ingat apa pun tentangku?” tanyanya, aku hanya menggelengkan kepala.

“Kalau begitu dengan janji bahwa kita akan bertemu lagi?” tanyanya dengan wajah yang mulai cemas.
“Entahlah aku tak terlalu mengingatnya,” ucapku.

“Dan kado yang ku berikan?” tanyanya lagi.

“Maksudmu ini?” ucapku sambil mengeluarkan sebuah kalung yang berbentuk hati.
“Kapan kau membukanya?” tanyanya lagi.

“Saat bertemu Kak Nakhla,” ucapku santai.

“Aku Adam Albert Adrian,” ucapnya memperkenalkan diri.

“Oh kalau begitu boleh ku panggil kau Albert?” tanyaku.

“Silahkan saja.” ucapnya sambil tersenyum.

Sejak saat itu ku anggap ia pengganti kakakku yang menghilang entah ke mana. Walaupun
sebenarnya aku tak tahu apa-apa tentangnya.
Cerpen Pergaulan

Hitam Putih Pergaulan

Dalam kenangan masa lalu yang sangat buruk tentu Naila tak mau lagi jatuh ke jurang yang sama. Karena
salah memilih sahabat, ia menjadi anak pemalas dan boros. Sebelumnya ia berteman dengan Hafiz, laki-
laki yang kehidupannya hanya bermain dan bermain saja. Tak sama dengan sifat buruknya ternyata Hafiz
adalah pemuda yang sangat baik hatinya, sama sekali ia tak pernah menyakiti orang lain.

Naila adalah anak dari seorang mantri yang terkenal didaerahnya. Hafiz dan Naila setiap harinya selalu
bermain dan bercanda bersama, tak hanya mereka berdua tapi juga banyak temannya. Kedekatan mereka
membuat mereka saling jatuh hati, pikiran Naila dan Hafiz yang masih sama-sama pendek membuat Naila
sering menangis.

Nilai-nilai Naila anjlok, raportnya seperti api unggun. Bahkan ia mendapatkan ranking yang sangat jauh
diluar pikiran orang tuanya. Sebagai anak perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara tentu orang tuanya
tak mau Naila menderita dimasa yang akan datang.

Karena sadar sang putri mengalami penurunan belajar, ayah Naila ini memanggilkan guru privat untuk
anak kesayangannya. Awalnya Naila sedikit tidak senang dengan keputusan ayahnya, namun ia tidak bisa
menolak keputusan itu.

Dihari pertama guru privat itu datang, Naila sama sekali tidak bersemangat dan lebih asik nonton tv.
Setelah ayahnya berteriak memanggilnya, barulah ia mau menemui guru barunya. Wajah Naila yang
semua muram kini menjadi sangat berbinar ketika ia melihat guru barunya.
“ini guru privat kamu, namanya Ranza” ujar ayahnya untuk memperkenalkan Ranza kepada putrinya.

Naila tidak mau mengerjakan satu pun soal pemberian Ranza, ia lebih suka menggambar gambar-gambar
abstrak yang mungkin hanya ia yang mengerti maksud dari lukisannya itu. Ranza adalah laki-laki cerdas
dan tampan, umurnya sekitar dua tahun lebih tua dari Naila. Kesabaran Ranza untuk menghadapi Naila itu
diacungi jempol oleh ayah Naila.

Setiap harinya Ranza datang kerumah Naila, dengan kejailannya tak jarang Naila mengerjai Ranza dengan
berbagai cara. Sekali pun tak pernah Ranza terlihat marah. Ketika Naila sedang belajar bersama Ranza,
Hafiz datang membawakan makanan kesukaan mereka berdua dan tentunya ini membuat Naila
meninggalkan pelajarannya.

Sehari-hari ia menangis karena ayahnya melarang ia berteman dengan Hafiz dan lebih mengutamakan
Ranza untuk menjadi guru sekaligus teman untuknya. Sering sekali Naila membentak Ranza dan
meninggalkannya pergi ke kamar, namun Ranza tetap datang dan menunggunya. Tamparan, pukulan,
cubitan, dan hinaan selalu diterima Ranza dari Naila. Ranza sama sekali tidak membenci Naila, sebagai
laki-laki yang lebih dewasa Ranza memaklumi Naila karena pergaulannya. Tak jarang Ranza memohon
agar Naila tidak lagi berbuat kasar kepada siapa saja, namun Naila tetap saja membenci Ranza.

Naila dan Hafiz hanya dapat bertemu disekolah. Setelah lima bulan mereka tidak bermain kini saatnya
mereka menghadapi ujian kenaikan kelas. Dengan sangat bersemangat Naila mengerjakan semua soal yang
diberikan, sedangkan Hafiz hanya bisa diam dan melirik kiri dan kanan tanpa berfikir banyak. Kejadian itu
berulang berkali-kali hingga ujian dinyatakan selesai.

Beberapa hari berlalu menunggu penerimaan raport , namun Ranza sudah tak pernah datang ke rumah
Naila. Berulang kali Naila menanyakan tentang Ranza kepada ayahnya. Ketika mendapat jawaban dari
ayahnya bahwa tugas Ranza untuk mengajarnya sudah selesai, Naila terlihat sedih. Ia masuk ke kamarnya
dan memikirkan berbagai sifat buruknya kepada Ranza, ia sempat menangisi Ranza.
“ayah.. Naila mau ketemu Ranza” ucapnya sambil menangis.

“besok kalau raport kamu sudah dibagikan ayah akan mengantarmu” jawab sang ayah yang mengelus
lembut rambut indah Naila.

Setelah penerimaan raport, Naila seakan tak percaya dengan nilai-nilainya. Bahkan ia masuk kedalam
sepuluh besar dikelasnya, Naila pun menangis dipelukan ayahnya. Setibanya dirumah Naila memohon
kepada ayahnya untuk mengantarnya ke Ranza. Dengan senyuman kecil sang ayah menyanggupi
permintaan putri cantiknya itu.

Mereka berdua menuju ke kampung sebelah, selama perjalanan dengan sepeda motor Naila hanya terdiam
bersandar dipunggung ayahnya. Setibanya disebuah rumah yang sepi, Naila berlari mengintari rumah. Ia
melihat Ranza tergeletak ditempat tidur, tengan wajah yang sangat ketakutan Naila berteriak memanggil
nama Ranza namun tak ada sahutan.

Beberapa kali Naila berusaha membangunkan Ranza tapi ia tak kunjung sadar. Sang ayah datang dan
duduk disamping Naila, Naila menyuruh sang ayah untuk memeriksa Ranza namun sang ayah sama sekali
tak bereaksi dan hanya bergeleng. Naila terus menangisi Ranza yang masih memejamkan mata.

Sesekali Naila menggenggam tangan Ranza bahkan berteriak ditelinganya. Naila juga memeriksa nafas
dan nadi Ranza namun masih normal dan ini membingungkan Naila. Suasana mencengkram ini
terpecahkan oleh suara Ranza “berisik banget sih ah” dan itu sangat mengejutkan Naila. Kemudian Ranza
benar-benar terbangun dan duduk ditempat tidurnya.
“kamu ngapain nangis disini? Enggak naik kelas?” tanya Ranza sedikit cuek.

“enak aja..!! kamu itu apa-apaan sih.. diteriakin enggak bangun, buat orang takut aja..” bentak Naila yang
cemberutkarena malu tapi Ranza hanya tertawa kecil.

“Ranza.. Naila masuk sepuluh besar” sahut ayah Naila dengan senyumannya.

Dengan bahagia Ranza bengong memperhatika Naila “yang bener?” tanyanya kepada Naila namun hanya
dibalas dengan anggukan saja. Sang ayah berterimakasih kepada Ranza yang telah membantu Naila dalam
belajar, Naila juga minta maaf atas segala kelasahan yang ia lakukan kepada Ranza.

Dengan senyuman Ranza mengajungkan jari kelingkingnya beserta senyuman manisnya yang dapat
membius Naila, dengan kelingking imutnya Naila mengikatkan janji persahabatan mereka berdua. Sejak
saat ini Ranza selalu datang kerumah Naila tapi bukan sebagai guru privat namun sebagai Sahabat terindah
pembahwa berkah. Naila sadar selama ini ia menjadikan Ranza sebagai motivasinya, ia membenci Ranza
karena ia iri akan kemampuan Ranza. Tanpa disadari Naila jatuh hati kepada Ranza, namun ia belum mau
berhubungan yang lebih jauh, baginya persahabatan lebih berharga.

Sedangkan Hafiz, ia kembali mendapat nilai yang sangat jatuh. Tentu saja orang tua dan gurunya sangat
kecewa kepadanya. Kebaikan Hafiz memang membuatnya memiliki banyak teman, tapi kemalasannya
membuat ia jatuh dibawah teman-temannya. Kini Naila tidak lagi sedekat dulu dengan Hafiz tapi mereka
tetap berteman, kini dengan sifat anggunnya Naila memiliki banyak teman yang dapat membawanya ke
jalan yang lebih baik untuk prestasi bintang kejora.

“Jadikan hal disekitar kita sebagai pendorong kita untuk maju bukan sebagai penghambat dalam
kesuksesan kita. Hal yang kita benci belum tentu itu adalah hal yang akan menjatuhkan kita, tapi bisa jadi
hal yang sangat kita banggakan itu adalah bom untuk kehidupan kita”

Anda mungkin juga menyukai