Anda di halaman 1dari 2

Cerpen Pendidikan :

Sarjana

Setiap harinya aku hidup seperti ini, ada kalanya senang dan ada kalanya susah.
Seorang anak kecil sepertiku yang tidak punya biaya untuk bersekolah hanya bisa
menarik ilmu dengan Pak San sebagai guru relawan yang mau mengajar di
tempatku. Dia hanya mengajar aku dan enam orang lainnya yang tidak mampu
untuk bersekolah di sekolah yang layak. Pak San hanya mengajar di pinggir jalan
raya yang memang cukup untuk kami bertujuh. Kadang di saat belajar aku
terganggu dengan suara-suara kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. Suatu
pagi, aku sangat senang akan belajar bersama Pak San. Tetapi, tetanggaku yang
kaya raya menghinaku dan merendahkanku.

“Heh.. bocah gembel, mau ke mana kamu? Ke sekolah? Sekolah yang mana?”
kata Bu Ni tetanggaku yang kaya raya. Aku membiarkannya lalu
meninggalkannya. Aku tetap berjalan menuju tempatku belajar dengan hanya
membawa satu buku dan satu pensil yang sudah seukuran jari telunjuk orang
dewasa.

Hari ini Pak San memberitahu kami tentang orang yang sukses. Dia berkata pada
kami bahwa seorang sarjana yang sudah lulus S3 pun belum tentu menjadi orang
yang sukses di kemudian hari. “Pak, jika lulus S3 saja tidak menjadi orang yang
sukses, apalagi kami yang hanya belajar di pinggir jalan raya?” tanyaku.
“Jika orang-orang mengira bahwa kalian tidak akan menjadi apa-apa, maka
mereka salah justru kalianlah yang akan menjadi orang yang sukses, bahkan bisa
melebihi orang yang lulus S3 ataupun orang sukses lainnya.” jawab Pak San.

Oleh karena perkataan Pak San itu aku pun bersemangat untuk belajar walaupun
harus berbeda tahun dengan yang bersekolah biasa, karena aku hanya mengikuti
kejar paket. Setelah aku selesai belajar dengan Pak San pada jenjang SD sampai
SMP. Sekarang, aku mengikuti kejar paket setara SMA. Setelah lulus aku pun
ingin melanjutkan kuliah, tapi keinginanku itu harus bertentangan dengan ayahku.

“Nak, kamu mau apa? Mau kuliah?” tanya ayah.


“Iya yah. Saya minta izin,” jawabku. Dengan memukul meja yang ada di depan
ayah. Ayah menentang permintaanku.
“Nak! buat apa kamu kuliah tinggi, jangan harap Nak! Kamu itu anaknya siapa?
Kamu anaknya orang melarat Nak, berbeda dengan orang lain yang punya duit
untuk kuliah. Dengar Nak, kau lihat anaknya Bu Ni! Dia sudah punya anak dan
anaknya sudah lulus S3 Ekonomi, dan sadar kau? Dia sampai sekarang belum
punya pekerjaan Nak. Ayah tahu keinginanmu, tapi kau juga harus sadar Nak!
Kita ini orang tak punya…” kata-kata ayah terdiam sebentar lalu merenung dan
melanjutkannya. “Jadi, Ayah serahkan padamu!” jelas ayah.

Aku termenung mendengar perkataan ayah. Dan aku mulai berpikir untuk mencari
jalan keluar agar aku bisa kuliah. Akhirnya, belum ada satu bulan aku ditawari
masuk universitas, aku sangat senang. Mungkin ini karena hasil nilaiku bagus.
Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku langsung menemui ayah, dan
yang mengejutkanku adalah ayahku sangat senang dan menaruh harapan padaku
ia berkata padaku, “Jadilah orang yang sukses karena diri sendiri, jangan jadi
orang yang sukses karena hal lain.”

Setelah aku mengambil S1 Jurusan Manajemen. Aku tidak melanjutkan studiku.


Bukan karena aku malas, tetapi banyak investor dan pimpinan saham yang
menginginkanku untuk mengembangkan investasi. Mereka bilang aku dapat
dipercaya oleh karena itulah aku dicari-cari banyak investor baik dalam negeri
atau luar negeri. Akhirnya, aku telah menerima salah satu perusahaan yang
terkenal hingga seluruh dunia. Aku sadar dan yakin bahwa seseorang yang ingin
meraih kesuksesan dan ingin meraih hasil sempurna yang dibutuhkan adalah
kejujuran dan kerja keras. Dan aku paham bahwa seorang sarjana tidak akan
sukses jika ia hanya mengandalkan kesarjanaannya.

Anda mungkin juga menyukai