Limfadenitis di daerah leher merupakan keadaan yang sering ditemui pada orang dewasa, di
mana paling sering disebabkan oleh kelainan jinak, yang tidak membutuhkan pemeriksaan
lanjutan atau pengobatan tertentu. Namun, pemeriksaan klinis yang lengkap perlu dilakukan
untuk menyingkirkan berabagai diagnosis yang mengarah pada keganasan.
Limfadenitis akut didefinisikan sebagai peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah
bening. Limfadenitis adalah kompetensi 4A menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia versi
2012. Keluhan Utama yang sering disampaikan pasien adalah pembesaran/bengkak kelenjar
getah bening (seringkali leher).
Beberapa pasien (meskipun jarang) mengeluh takut jika pembengkakan di kelenjar leher
disebabkan oleh kanker. Dokter umum di Puskesmas diharapkan memiliki kompetensi untuk
membedakan secara klinis apakah pembengkakan kelenjar leher yang diderita pasien disebabkan
oleh kanker atau penyebab yang lain (inflamasi, infeksi dsb).
Faktor risiko limfadenitis akut di antaranya adalah riwayat ISPA/oral hygiene tidak baik:
tonsilitis (bakteri streptokokus), infeksi gigi dan gusi (bakteri anaerob). Pada wisatawan, riwayat
perjalanan ke daerah endemis penyakit tertentu, misalnya Afrika (tripanosomiasis) dan pekerja
hutan (tularemia) adalah faktor risiko limfadenitis.
Riwayat paparan/kontak dengan penderita ISPA, faringitis oleh Streptococcus, dan tuberkulosis
harus ditanyakan untuk mendukung diagnosis.
Kasus keganasan pada kasus limfadenopati sangat kecil < 1%. Namun seorang dokter dituntut
untuk dapat membedakan apakah keluhan pembengkakan kelenjar getah bening yang dikeluhkan
pasien memiliki dampak serius atau suatu self limiting disease yang ringan. Beberapa faktor
resiko limfadenopati karena keganasan perlu ditanyakan di antaranya
1. Usia lanjut
2. Nodul Keras
5. Letaknya Supraclavicular
Jika didapatkan kecurigaan terhadap keganasan, biopsi terkadang perlu dilakukan untuk
mengkonfirmasi. Rujuk pasien ke dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD) jika sejawat
menemukan kasus yang limfadenopati unexplained.
3. Tonsil-faring : bila karena Streptococcus --> kemerahan, bercak-bercak putih di tonsil, bercak
merah di palatum, bila karena difteri --> beslag+(susah dilepas dan bila dilepas berdarah)
4. Koplik spot (salah satu trias klasik Campak) --> infeksi campak
6. Bila disertai petechiae, contusio tanpa sebab jelas, dan hepatosplenomegali --> leukemia
Pemeriksaan Penunjang yang dapat diusulkan adalah DL, LED, sedangkan untuk kecurigaan
karena TB: BTA sputum,mantoux test.
1. Penyebab bakterial (Streptococcus) --> antibiotik oral selama 10 hari: flucloxacillin 25 mg/kgBB
4x/hari selama 2 hari
2. Bila terdapat alergi golongan penisillin --> cephalexin 25 mg/kgBB (sampai 500 mg) 3x/hari
atau eritromisin 15 mg/kgBB (sampai 500 mg) 3x/hari
4. Bila limfadenitis disebabakan virus --> self limiting, tidak perlu antibiotik, cukup simptomatis.
2. Bila terdapat tanda/gejala kearah keganasan, atau dengan terapi yang tepat makin membesar,
atau diagnosis belum dapat tegak (limfadenopati unexplained).
Jika didapatkan tanda bahaya/keadaan serius, atau jika linfadenitis bersifat menyeluruh
(melibatkan lebih dari 2 kelenjar/nodus dilokasi yang berbeda), maka pasien tersebut harus
segera dirujuk untuk mendapatkan penanganan oleh dokter spesialis penyakit dalam untuk
menjalani pemeriksaan lanjutan yang lebih spesifik.