Disusun oleh :
AGUS SANTOSO
150710101280
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
DAFTAR ISI
Berita Malpraktik di Indonesia sangat kurang menarik perhatian umum. Tak jarang,
kasus itu pun menguap begitu saja. Padahal, pasien yang menjadi korban malpraktik
cukup banyak. Ironisnya, pasien dan keluarga korban sering diperlakukan tak adil.
Usaha mereka untuk mendapatkan keadilan pun kerap membentur tembok (di tingkat
kepolisian). Karena, pembuktian masalah itu cukup rumit. Akhirnya, polisi enggan
Contoh, yang penulis ambil ini terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.
Yunus Bengkulu. Seperti biasa, rumah sakit itu dipadati pasien. Satu di antara pasien
yang datang adalah Arief Budiasa (16), putra bungsu Keluarga Djuharman. Kaki
sebelah kanan Arief patah. Hasil diagnosis dokter menyebutkan, pemuda yang
bercita-cita menjadi pilot itu harus menjalani operasi. Pada 22 Maret 2001, Arief
dinyatakan siap dioperasi. Sekitar pukul 10.00 WIB, dokter spesialis ortopedi Dicky
Keadaan mulai berubah 180 derajat saat Dicky memasukkan gas N2O dan oksigen
melalui hidung Arief untuk pembiusan. Kala itu, pembedahan sempat dihentikan
beberapa saat. Sebab, tubuh Arief bereaksi tak seperti yang dikehendaki. Operasi baru
pengambilan dan pemasangan pen hampir kelar, tiba-tiba tekanan darah Arief drop.
Masalah jadi tak sederhana. Segala usaha standar prosedural kedokteran dilakukan
Yusmana sempat berang saat mengetahui anaknya mati karena gas beracun.
"Rasanya, ingin aku cekik saja dokter itu," kata Nyonya Yusmana, ibunda Arief,
emosi. Perasaan serupa juga dialami Djuharman. Namun, kini Djuharman pasrah dan
menyerahkan semuanya pada Yang Kuasa. "Saya sadar, toh nantinya semua orang
harinya. Ironisnya, kematian Syaifuddin serupa dengan Arief. Nyonya Fauziyah, istri
prima. Lantaran itu, ia tak menduga bila operasi hidung--retak tulang hidung akibat
Faudziah terpaksa harus membanting tulang seorang diri untuk menghidupi ketiga
anaknya. "Suami saya meninggal saat dioperasi dokter Dody Sudjono Adipraja
Kedua kasus itu mengundang perhatian kepolisian setempat. Sebab, selain terjadi dua
hari berturut-turut, kedua pasien pun tewas dengan cara sama. Sebagai proses awal,
polisi menangkap dua dokter yang dianggap bertanggung jawab pada saat proses
operasi. "Setelah diselidiki, ternyata benar gas yang digunakan bukan N20. "Tapi,
Hariyanto. Menurut Genot, bila keduanya terbukti bersalah, mereka bisa dijerat delik
Culpa karena kelalaian yang menyebabkan kematian. Pada 4 Februari 2002, kasus
kedua dokter itu sudah mulai digelar di Pengadilan Negeri Bengkulu. Kini, kedua
Seusai persidangan Dicky mengaku sama sekali tak mengetahui bahwa gas yang
keluar dari konektor bertanda N20 itu berisi C02. "Demi Allah, saya sama sekali tak
mengetahui," kata dokter yang baru setahun tinggal di Bengkulu itu. Ia menjelaskan,
pada saat kejadian semua petugas yang berada di ruangan operasi juga telah bertindak
sebisa mungkin untuk menyelamatkan pasien. "Tapi, ternyata Tuhan berkendak lain,"
ungkap dokter yang pernah bertugas secara suka rela di Irian Jaya, dan menuntaskan
pendidikan spesialis ortopedi pada 2001 itu, merasa diperlakukan tak adil.
Ungkapan tak bersalah juga diutarakan Dodi. Bahkan, dokter lulusan Fakultas
meninggal itu ketika diperiksa ternyata karena kesalahan CO2. Jadi, yang mestinya
Penahanan terhadap Dicky dan Dodi pun ditentang keras para dokter di RSUD
Bengkulu. Menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kota Bengkulu Hamzah, kedua
dokter itu sudah melakukan tindakan sesuai dengan standar operasional kedokteran.
"Itu terjadi bukan lantaran kelalaian dokter yang menanganinya. Tapi, dari mana
tabung itu didapatkan," katanya. Dukungan buat Dicky dan Dodi juga datang dari
dokter. "Dokter sudah bekerja dengan betul, tapi malah dianggap lalai," kata anggota
Hal serupa juga dilontarkan Azi Ali Tjasa, kuasa hukum kedua terdakwa. Azi
mangatakan, seharusnya polisi menyelidiki dahulu kenapa tabung berisi gas beracun
itu sampai di ruang operasi. "Jadi jangan langsung menyalahkan dokter yang
Suhardi M. Nur. Menurut Suhardi, seharusnya tabung beracun itu tak ada di rumah
sakit. "Kesalahan itu bisa saja dilakukan pihak manajemen rumah sakit,"
ungkap dokter yang baru menjabat sebagai Direktur RSUD Bengkulu itu.
Marius Widjajarta menilai, yang paling bertanggung jawab atas tertukarnya gas
CO2 adalah pihak manejemen rumah sakit. "Pasca penahanan kedua dokter
spesialis itu berdampak cukup besar. Buktinya, para dokter di Bengkulu kini tak lagi
memiliki rasa aman menjalankan profesi," papar Marius. Penilaian Marius dibenarkan
Ketua MKEK wilayah Bengkulu Zaini Dahlan. Ia mengatakan ada 51 orang dokter
yang akan pindah karena merasa sudah tak memiliki rasa aman bekerja. Sebab,
mereka merasa sudah bekerja sesuai protap, tapi masih saja dihukum. Lantaran itu,
Agak berbeda, bekas Direktur RSUD Bengkulu Zayadi Hoesein mengatakan, jangan
pernah menyalahkan pihak manajemen. Sebab, pihak manajemen hanya memesan dan
kemudian diantarkan. "Jadi, jangan serta merta menyalahkan pihak manajemen," jelas
masyarakat terhadap rumah sakit kian menurun karena pemberitaan kasus itu, namun
"Akan banyak pasien yang terlantar. Padahal, hanya di RSUD Bengkulu, masyarakat
1http://news.liputan6.com/read/28945/dokter-dianggap-lalai-dua-nyawa-melayang diakses
pada 27 September 2018
ISU HUKUM
Dari fakta-fakta hukum yang didapat pada kasus posisi diatas, maka dapat ditarik isu
hukum, yaitu:
Terjadi malpraktik pada Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus Bengkulu yang
mengakibatkan meninggalnya 2 orang pasien yang bernama Arief Budiasa (16) dan
Syaifuddin (59) pada 22 dan 23 Maret 2001. Keduanya meninggal ketika sedang
menjalani operasi oleh dokter spesialis ortopedi Dicky Rachamaniady dan Dody
Sudjono Adipraja.
RUMUSAN MASALAH
ANALISIS HUKUM
Setelah ditelaah dari kasus posisi yang ada, maka ada beberapa pihak yang sekiranya
Seperti yang banyak diberitakan di media mengenai kasus ini, Dokter selaku orang
meninggal dunia, dianggap pihak yang paling kuat dituduhkan mengenai terjadinya
Kata Malpraktik sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidak dapat ditemukan
artinya. Sedangkan apabila kita menelaah makna kata Malpraktik pada hukum positif
Indoneisa, maka tidak ditemukan pengertian mengenai malpraktik. Akan tetapi makna
atau pengertian malpraktik justru didapati dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6
Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”) yang telah
dinyatakan dihapus oleh UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Oleh karena itu
ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan
berikut:
a. melalaikan kewajiban;
b. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang
Jadi, dilihat dari arti istilah malpraktik itu sendiri, malpraktik tidak merujuk hanya
kepada suatu profesi tertentu sehingga dalam hal ini kami akan menjelaskan dengan
merujuk pada ketentuan beberapa profesi yang ada. Tapi yang akan ditekankan pada
karya tulis disini adalah malpraktik yang dilakukan oleh tenaga medik. Dari sekian
2 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51314ec548bec/hukum-malpraktik-di-
indonesia diakses pada 27 September 2018
1. ada tindakan atau sikap dokter yang bertentangan dengan etik dan moral;
(SPM); dan kurang pengetahuan atau ketinggalan ilmu pada bidangnya yang
Dari unsur-unsur diatas, jika diterapkan dalam kasus posisi yang ada, para dokter
tersebut tidak berindikasi melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik dan
moral, dokter juga tidak bertentangan dengan standar profesi medik (SPM), dokter
tersebut juga tidak dapat dikatakan ketinggalan ilmu pada bidangnya. Tetapi ketika
menerapkan unsur nomer 2, dokter tersebut bisa saja dikatakan telah melakukan
kelalaian atau kekurang hati-hati. Karena ketika melakukan tindakan medik, semua
harus diperhatikan hingga hal yang sekecil mungkin. Sehingga hal tersebut bisa
hal sekecil mungkin, maka kesalahan pemberian tabung oksigen tidak dapat terjadi.
Dalam kasus ini, tidak dapat dikatakan juga ada kesalahan murni dari dokter atau
tenaga medik saja, tetapi pihak lain diluar kegiatan medik pun dapat disalahkan.
Sebutlah pihak penyedia tabung gas yang telah melakukan kelalaian dengan tidak
sesuai memberikan tabung gas seperti yang dipesan oleh pihak rumah sakit. Dalam
beberapa artikel lainnya dikatakan bahwa pihak rumah sakit telah melakukan
pemesanan sesuai dengan kebutuhan. Tetapi apabila memang pihak rumah sakit pun
3J. Guwandi, Kelalaian Medik, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
1994
melakukan pemesanan tabung gas CO2 dan kemudian tabung gas CO2 tersebut
tertukar dengan tabung gas O2, maka hal tersebut murni kesalahan dari pihak
manajemen rumah sakit. Karena pada umumnya tabung CO2 tidaklah seharusnya ada
Dalam hukum pidana, kelalaian (culpa) memiliki unsur tersendiri. Adapun culpa
mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
Adapun unsur-unsur kelalaian menurut Jan Remmelink dalam bukunya yang berjudul
Hukum Pidana (hal. 177) mengatakan bahwa pada intinya, culpa mencakup kurang
(cermat) berpikir, kurang pengetahuan, atau bertindak kurang terarah. Menurut Jan
Remmelink, ihwal culpa di sini jelas merujuk pada kemampuan psikis seseorang dan
karena itu dapat dikatakan bahwa culpa berarti tidak atau kurang menduga secara
nyata (terlebih dahulu kemungkinan munculnya) akibat fatal dari tindakan orang
tersebut – padahal itu mudah dilakukan dan karena itu seharusnya dilakukan.
Mengenai ukuran kelalaian dalam hukum pidana, Jan Remmelink (Ibid, hal. 179)
mengatakan bahwa menurut MvA (memori jawaban) dari pemerintah, yang menjadi
untuk penjatuhan pidana adalah sekedar kecerobohan serius yang cukup, ketidakhati
hatian besar yang cukup; bukan culpa levis (kelalaian ringan), melainkan culpa lata
Maka dapat ditarik sebuah kesimpulan yang mengacu kepada beberapa kemungkinan
yang ada, dan dikarenakan simpang siurnya pemberitaan di media, dan atas
kekurangan data yang didapat oleh penulis, maka penulis hanya dapat menyimpulkan
1. Seperti yang telah dijelaskan diatas, unsur kelalaian adalah tidak adanya
menurut parameter orang pada umumnya dan bukan menurut tolak ukur orang
yang sangat hati-hati. Lantas apakah memeriksa isi tabung gas oksigen
sebelum digunakan kepada pasien itu merupakan tindakan yang umum atau
Dalam kasus posisi diatas, meninggalnya Arief Budiasa menurut saya hal
tersebut tidak dapat menjadi kesalahan dokter dan tenaga medik apabila
didasari oleh pasal tentang kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain
(Pasal 359 KUHP). Karena menurut pendapat saya merupakan hal yang umum
ketika dokter langsung memberikan nafas bantuan dari tabung oksigen kepada
pasien tanpa memeriksa isi tabung tersebut. karena umumnya memang tabung
4http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51d592cf9865d/adakah-ukuran-kelalaian-
dalam-hukum-pidana? Diakses pada 27 September 2018
kesalahan pemberian nafas bantuan dari tabung gas tersebut. Sehingga apabila
dokter bisa lebih berhati-hati lagi tidak akan terulang kejadian yang menimpa
2. Kesalahan pihak manajemen rumah sakit pun dapat dijadikan faktor penyebab
ulang pesanan tabung gas tersebut apakah sesuai pesanan dari isi dan lain-
bisa dicegah. Atau pun apabila memang pihak rumah sakit memesan tabung
gas yang berisikan CO2, pihak rumah sakit tidak boleh sembarangan
menyimpan gas tersebut. Apalagi tabung gas tersebut letaknya di dalam ruang
operasi. Menurut penulis, hal tersebut tidaklah lazim mengingat tabung gas
yang seharusnya diletakan di dalam ruang operasi adalah tabung gas berisikan
pihak penyedia tabung gas oksigen. Menurut pendapat penulis, apabila pihak
rumah sakit telah sesuai memesan tabung gas oksigen berisikan O2 sedangkan
tabung gas yang diberikan kepada pihak rumah sakit tidak sesuai dengan
pesanan (berisikan gas CO2), maka kesalahan murni pada pihak penyedia
bertanggungjawab. Sekali lagi penulis tekankan, kurangnya data mengenai karya tulis
ini membuat penulis memberikan 3 kesimpulan yang disesuaikan dengan fakta-fakta
hukum yang ada. Sehingga penulis tidak dapat menyimpulkan 1 jawaban mengenai