Kasus
Seorang penderita gawat darurat dirawat di suatu rumah sakit dan ternyata memerlukan
pembedahan segera. Ternyata pembedahan tertunda-tunda, sehingga penderita
meninggal dunia.
Pelanggaran etik dan hukum kasus ini ada 2 kemungkinan:
a. Jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan kelalaian dokter, maka sikap dokter
tersebut bertentangan dengan lafal sumpah dokter, KODEKI Bab II pasal 10 dan KUHP
pasal 304 dan 306.
Lafal sumpah dokter:
Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita.
KODEKI Bab II pasal 10
Seorang dokter wajib
kemanusiaan.
melakukan
pertolongan
darurat
sebagai
suatu
tugas
Karena norma moral disini adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya
menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan
pada umumnya. Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia
sedangkan kebaikan pada umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu
segi saja, misalnya sebagai dokter. Oleh karena itu secara langsung dokter tersebut
telah melakukan pelanggaran moral sebagai seorang dokter.
c. Pelanggaran hukum
Sudah jelas bahwa disini dokter atau rumah sakit telah melakukan pelanggaran hukum
karena dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan seseorang dalam
kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi kehidupan, perawatan dan pemeliharaan.
d. Pelanggaran agama
Dokter tersebut telah melanggar sumpah yang telah dilafalkan sebagai seorang dokter,
yang dilihat dari sisi agama bahwa melanggar sumpah adalah sebagai suatu
pelanggaran terhadap nilai-nilai agama yang telah diajarkan.
bidang farmasi dipisahkan secara resmi dari bidang kedokteran sejak tahun 1240 dengan
dikeluarkannya dekrit Two Sicilies oleh raja Jerman Frederick II. Dekrit itu antara lain
menyatakan bahwa seorang tabib tidak boleh menguasai tempat penyimpanan obat atau
melakukan bentuk eksploitasi apapun terhadap penderita melalui hubungan bisnis penjualan
obat. Kini sebagaimana berlaku di berbagai negara di dunia, pekerjaan kefarmasian
dipisahkan dari pekerjaan kedokteran.
Peraturan Pemerintah no. 1 tahun 1988 Tentang Masa Bakti dan Praktek Dokter dan Dokter
Gigi, Bab V mengenai Pembinan dan Pengawasan pasal 12. Dalam pasal ini, disebutkan
bahwa dokter dapat melakukan dispensing hanya dalam keadaan darurat dan jika tak
tersedia sarana kesehatan atau untuk tujuan menolong. UU Tentang Praktik Kedokteran No.
29 Tahun 2004, pasal 35 Ayat (i) UUPK, dokter mempunyai wewenang menyimpan obat
dalam "jumlah dan jenis yang diizinkan"; dan bahkan melalui pasal yang sama, Ayat (j),
dokter mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien di daerah
terpencil yang tidak ada apotik. Artinya apabila dokter boleh menyimpan obat, maka dokter
boleh juga membagikan obat langsung kepada pasien.
Copy
Dokter