Anda di halaman 1dari 4

Merokok adalah suatu aktivitas yang kini tidak asing lagi kita dengar atau lihat.

Di mana pun, khususnya


di Indonesia, merokok menjadi suatu aktivitas yang lumrah bahkan biasa.

Penggunanya pun tak memandang gender. Menurut healthkompas.com, angka pengguna rokok di
Indonesia sejumlah 58.750.592 orang yaitu sejumlah 10 kali lipat penduduk Singapura. Dalam angka lain
diungkap bahwa 56.860.457 perokok laki-laki dan 1.890.135 perokok perempuan.

Hasil penelitian pun menunjukkan, setiap hari ada 616.881.205 batang di Indonesia atau
225.161.640.007 batang rokok dibakar setiap tahunnya. Jika harga 1 batang rokok Rp 1.000, maka uang
yang dikeluarkan lebih dari Rp225 triliun. Bayangkan bagaimana besarnya pengguna rokok dan
perputaran uang oleh sebatang rokok.

Bahkan penelitian menurut antaranews.com, Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok
terbanyak se-Asia Tenggara dengan jumlah perokok 51,1 persen dari total penduduknya.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi perokok menurut pendapatan, yakni
pendapatan termiskin sebesar 43, 8 persen, sedangkan pendapatan terkaya sebesar 29,4 persen.

Bayangkan betapa banyaknya hingga setengah dari masyarakat Republik Indonesia merupakan perokok.
Apakah ini sebuah prestasi? Sebetulnya hal ini adalah hal aib yang harus segera ditanggulangi mengingat
merokok adalah aktivitas yang menyebabkan keburukan baik bagi kesehatan pengguna dan non-
pengguna, bahkan lingkungan global.

Lalu bagaimana posisi anak muda dalam kaitannya hal ini?

Lembaga swadaya masyarakat Lentera Anak Indonesia mengemukakan jumlah anak dan remaja yang
menjadi perokok di Tanah Air jumlahnya terus meningkat akibat gencarnya iklan rokok menyasar segmen
anak dan remaja. Berdasarkan survei anak perokok jumlahnya terus naik, 45 persen remaja berusia 13-
19 adalah perokok.
"Sementara data Global Youth Tobacco Survey menyebutkan Indonesia merupakan negara dengan
jumlah remaja perokok terbesar di Asia," kata Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia Herry
Chariansyah di Jakarta, baru-baru ini.

Umur tersebut adalah umur di mana seseorang sedang mengalami masa remaja dan transisi menuju
kedewasaan. Dari kacamata seorang dewasa yang berpikiran kompleks, apakah merokok itu baik?
Namun apabila kita melihat banyak orang dewasa di luar sana, tentu akan banyak melihat mereka
merokok.

Masyarakat kampus adalah masyarakat tertinggi dalam menempuh pendidikannya. Di kampus,


mahasiswa dituntut untuk dapat menunjukkan sikapnya sebagai mahasiswa, tentunya mahasiswa yang
dewasa, yang mengerti mana yang baik mana yang tidak. Bagaimana dengan merokok?

Sebelum kita membahas mengenai berbagai faktor mahasiswa untuk merokok, ada baiknya kita
membahas mengenai faktor apa saja yang membuat seseorang ingin merokok. Leventhal & Cleary (1980)
menyatakan bahwa perilaku merokok terbentuk melalui empat tahap, yaitu: tahap preparation,
initiation, becoming a smoker, dan maintenance of smoking.

Preparation

Pada tahap ini, seorang individu mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok. Anak-
anak mengembangkan sikap terhadap rokok dan sebelum mencobanya mereka sudah mempunyai
gambaran seperti apa merokok itu. Sikap ini merupakan sesuatu yang penting dalam perkembangan
kebiasaan merokok nantinya. Sebelum menjadi perokok tetunya, seseorang akan diberikan gambaran
atau bahkan dicekoki oleh rokok. Mengenai enaknya merokok bahkan melalui doktrin bahwasanya
merokok adalah hal yang keren. Hal ini kadang menjadi alasan pertama kali mengapa seseorang ingin
melakukan merokok untuk pertama kalinya sehingga membuatnya ketagihan.

Initiation

Tahap initiation adalah tahap ketika seseorang benar-benar merokok untuk pertama kalinya. Tahap ini
merupakan tahap kritis bagi seseorang untuk menuju tahap becoming a smoker. Pada tahap ini, seorang
individu akan memutuskan untuk melanjutkan percobaannya atau tidak.
Meskipun rasa serak yang timbul ketika pertama kali mencoba rokok merupakan faktor penting yang
mendasari keputusan ini, tampaknya tidak mungkin bahwa perbedaan individu dalam hal respon
fisiologis terhadap rokok dan terhadap rasa panas dapat dipandang sebagai alasan utama bagi mereka
yang ingin berhenti dan tidak menginginkannya.

Dalam tahap ini, seseorang telah memutuskan untuk merokok atau tidak. Setelah mencoba merokok
untuk pertama kalinya, mereka pun akan memutuskan apakah aktivitas ini cocok dan layak untuk
dilanjutkan, karena tidak semua orang dapat mentoleransi asap rokok. Menurut penelitian, setidaknya
80-90 persen pemuda mencoba untuk merokok setidaknya sekali seumur hidup.

Becoming a Smoker

Salber dkk dalam Leventhal dan Cleary (1980) menyatakan bahwa merokok empat batang rokok sudah
cukup membuat orang untuk merokok pada masa dewasa dan dapat membuat mereka jadi tergantung
melalui percobaan berulang dan pemakaian secara teratur.

Data menunjukkan bahwa 85-90 persen orang yang merokok empat batang rokok akan merokok secara
teratur yang secara tidak langsung berarti bahwa percobaan merokok pada masa remaja akan
mendorong mereka untuk merokok ketika dewasa, baik ketika usia muda mereka ingin atau tidak ingin
menjadi perokok.

Dalam tahap ini seseorang dapat dikatakan bahwa ia adalah perokok. Apabila seseorang melanjutkan
untuk merokok saat di tahap initiation, seseorang cenderung untuk meneruskan merokoknya hingga
ketagihan. Persentase pelajar yang merokok bertambah secara bertahap (7 persen pada kelas 7 menjadi
46 persen pada kelas 11) dan jumlah rokok yang dikonsumsi juga meningkat secara bertahap (1 batang
seminggu 20 batang sehari), dengan peningkatan yang cukup tinggi pada kelas 10, perempuan merokok
5-9 batang per hari dan pria merokok 10-19 batang per hari.

Maintenance of Smoking

Pada tahap ini merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating) seseorang dalam
berbagai situasi dan kesempatan. Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang
menyenangkan (Leventhal & Cleary, 1980). Efek dari perilaku merokok terutama berkaitan dengan
relaksasi dan kenikmatan sensoris.
Dalam tahap ini seseorang sudah mengangap bahwa merokok adalah bagia dari hidupnya sehingga
tanpa adanya rokok, mereka akan stres. Daniel Horn, Direktur The National Clearing House for Smoking
and Health yang melakukan survei atas 5000 orang untuk mengetahui alasan-alasan mereka merokok
menemukan bahwa sebagian besar perokok (40-50 persen) merokok untuk meringankan kecemasan dan
ketegangan, sedangkan lainnya karena ingin memunculkan efek stimulan (perangsang), iseng-iseng, dan
merasa santai (Psikologi Indonesia Forum, 2006).

Biasanya bagi yang merokok khususnya mahasiswa mengapa merokok dalam lingkungan kampus, yaitu
karena sudah ketagihan dan susah untuk tidak merokok. Itu membuktikan bahwa para perokok sudah
memasuki tahap maintenance of smoking. Mahasiswa pun mengeluh bahwa tanpa merokok akan
merasa pusing dan stres, yang membuat seseorang bisa merokok hingga berbatang-batang di kampus
setelah belajar di kelas. Adapun alasan lainnya karena agar terlihat keren. Tidak jarang mahasiswa yang
terang-terangan mengungkapkan bahwa merokok adalah sesuatu yang kekinian dan keren, yang
membuat banyak orang juga akhirnya terjerumus ke dalam pergaulan merokok. (ded/ded)

Anda mungkin juga menyukai