2
Kerjakan soal-soal di bawah dengan cermat, teliti dan urut!
1. Spiritual Journey
a. Berikan penjelasan arti spiritual journey dan tujuannya!
b. Berikan penjelasan mengenai 3 daya (Tubuh, Jiwa, Roh)!
c. Sebutkan 3 langkah mengembangkan spiritual journey!
3
Jawab:
1. Spiritual Journey
a) Spiritual Journey adalah perjalanan hidup untuk mencari makna hidup itu sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat, bahkan mengalami pergumulan
untuk pencarian jati diri, yang lebih umum dikenal dengan pencarian makna hidup,
atau singkat kata, kebahagiaan. Maka, hanya jika kita sampai kepada Tuhan, barulah
kita menemukan damai dan pemenuhan makna hidup. tujuan akhir dari Spiritual
Journey adalah kemuliaan Tuhan, yang diwujudkan oleh kasih kepada Tuhan dan
sesama. Untuk mencapai hal ini, bukan kesuksesan yang menjadi tolok ukurnya
melainkan kesetiaan untuk bergantung pada Kristus, sebab tanpa Dia kita tidak bisa
berbuah (bdk. Yoh 15:15).
b) Tubuh : Dengan “tubuh” yang dimaksudkan adalah seluruh bidang kehidupan
manusia yang fisik-material, segala sesuatu yang menyangkut segi jasmani atau badan
hidup manusia. Misalnya makan dan minum kesehatan, kenyamanan, dan
kesejahteraan pada umumnya; juga seluruh bidang ekonomi, pekerjaan, jaminan
hidup, dan lingkungan social.
Jiwa : Jiwa meliputi segala sesuatu yang khas manusiawi. Manusia memiliki hati dan
budi. Semua yang bersangkutan dengan hati atau budi termasuk bidang “jiwa”.
Karena itu, bidang jiwa tersebut mencakup segala sesuatu yang menjamin atau
mengusahakan kebebasan manusia.
Roh : “Roh” mencakup bidang iman dan kepercayaan. Roh merupakan tempat
pertemuan manusia dengan Allah. Maka roh sebetulnya bukan lagi kemampuan
manusia. Allah sendirilah yang memberikan roh kepada manusia, yang memampukan
dia menyambut Allah.
c) Langkah untuk mengembangkan Spiritualitas Journey : mensyukuri setiap pemberian
dari Allah, mendalami kitab suci, serta mengikuti perayaan ibadah setiap minggu.
4
2. Sejarah panggilan Abraham dan bangsa Israel
a) Empat dasar Tuhan memilih Abraham
Atas perkenanan-Nya sendiri
Kenapa bukan Nahor atau Haran tetapi Abraham yang dipilih? jawabannya sederhana
karena Allah memilih orang-orang yang “mendapat perkenanan-Nya. Pemilihan Allah
atas Abraham tidak didasarkan oleh bakat, kemampuan dan kehebatannya, tetapi
dengan suka rela, menurut kedaulatan, kehendak dan pertimbangan-Nya sendiri.
Karena Abraham seorang yang taat
Rela meninggalkan usahanya, teman-temannya dan kesenangannya di Ur-Kasdim
hanya untuk mengikuti tuntunan Tuhan yang belum jelas arah atau tempat tujuannya,
dia hanya taat tanpa ada keraguan dan mulai bertindak (Ibrani 11:8). Launce C.
Wibbels dalam bukunya berkata: “Bagaimana Terah dibujuk untuk meninggalkan
tanah pilihannya dan tanah diman anaknya dikuburkan, kita tidak bisa mengatakan”.
5
kaum mendapat berkat dari Allah karena perjanjianNya dengan Abraham digenapi.
Abraham bukanlah pahlawan, bukanlah seorang yang gagah berani, bukanlah juara,
melainkan seorang yang terpanggil oleh Allah kepada suatu kehidupan baru yang
direncanakan oleh Allah untuk semua manusia.
c) Penjelasan singkat tentang kisah keluarnya bangsa israel dari mesir menuju ke kanaan
6
Dari Sinai berangkatlah orang Israel dibawah pimpinan Hobab (seorang ipar Musa,
bangsa Keni), malintasi padang gurun Paran, melalui Kibrot-Taawa dan Hezerot ke Kadesy-
Barnea. Dalam perjanjian itu bangsa Israel diuji oleh Tuhan. Mereka bersungut-sungut,
setelah itu mereka dihukum oleh Tuhan.
Di Kadesy ternyata pula bahwa bangsa Israel tidaklah setia kepada Allah. Pada hemat
mereka, mustahillah mereka sampai ke Kanaan, bahkan mereka lebih suka kembali ke Mesir.
Sebagai hukuman atas hal itu, maka tidak ada orang dewasapun yang dapat menginjakkan
kakinya diKanaan. Hukuman itu tidak membawa mereka kepada pertobatan. Dengan
kenyataannya bangsa Israel menentang Musa dan Harun sebagai pemimpin yang diberikan
Allah kepada mereka. Baik Musa maupun Harun dibenarkan oleh Tuhan.
Tiga puluh delapan tahun lamanya orang Israel mengembara dipadang gurun di
semenanjung Sinai. Selama waktu itu persekutuan dengan Tuhan dihentikan: sunat tidak
dilakukan. Akhirnya orang Israel kembali ke Kadessy. Setibanya disana, mereka bersungut-
sungut lagi. Pada saat itu Musa lupa diri. Untuk kesekian kalinya Tuhan menguji bangsa
Israel: Mereka harus berjalan mengelilingi Edom. Disinipun timbul sungut-sungut juga.
Dalam perjanjian ini Harun mati. Empat puluh tahun setelah keberangkatan dari Mesir,
tibalah mereka dibatas selatan Kanaan, kemudian dapatlah mereka masuk ke tanah yang
dijanjikan oleh Tuhan itu.
a) Arti hidup berkaitan dengan arti dunia, yaitu manusia bersatu dengan alam semesta.
Manusia bukan hanya penghuni dunia dan alam semesta. Manusia mengolahnya,
hidup darinya, dan bertanggung jawab atasnya. Oleh Tuhan manusia diberi
kepercayaan untuk ikut “menciptakan” dunia, maka dunia harus senantiasa baru dan
semakin sesuai dengan tujuan hidup manusia.
b) Tujuan manusia dalam hidup adalah :
Membangun Solidaritas dengan Sesama
Artinya adalah manusia hidup tidak secara sendiri - sendiri melainkan hidup bersama
dengan manusia lain. Oleh karena itu, diperlukanlah suatu hubungan saling membantu
antar manusia. Dengan adanya hubungan antar manusia ini, hidup manusia akan
menjadi lebih mudah dan lebih baik.
Mengelolah dan memelihara dunia ini dan alam semesta
Sesuai dengan perkataan Allah "Baiklah Kita menjadikan manusia gambar dan rupa
Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di
7
Bumi" (Kej 1:26), maka menusia hendaknya dapat mengelola dan merawat segala
ciptaan Allah dengan baik.
c) Dalam menyikapi hidup hak Allah dan hak manusia dibagi dalam sepuluh perintah
allah yakni 5 perintah pertama adalah hak allah sedangkan 5 berikutnya adalah hak
manusia. Berikut adalah penjabarannya.
Hak Allah
Jangan ada padamu Allah lain di hadapanmu. (Allah yang Mahaesa)
Jangan membuat bagimu patung; jangan sujud menyembah kepadanya. (Allah yang
Mahakudus)
Jangan menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. (Allah yang Mahaagung)
Ingatlah dan kuduskanlah hari Tuhan. (Allah Sang Penebus)
Hormatilah ayahmu dan ibu-mu. (Allah Mahasetia)
Hak manusia
Jangan membunuh. (Hak hidup)
Jangan berzinah. (Hak perkawinan/ keluarga)
Jangan mencuri (manusia). (Hak kemerdekaan/ kebebasan)
Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. (Hak nama baik)
Jangan mengingini rumah sesama atau apa pun yang dipunyai sesamamu. (Hak milik)
Ajaran Sosial Gereja adalah ajaran gereja mengenai hak dan kewajiban berbagai
anggota masyarakat dalam hubungannya dalam kebaikan beresama baik dalam
lingkup nasional maupun internasional. Ajaran Sosial gereja merupakan tanggapan
gereja terhadap fenomena atau persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat manusia
dalam bentuk himbauan, kritik atau dukungan. Ajaran Sosial Gereja bersifat lunak,
bila di bandingkan dengan ajaran gereja dalam arti ketat, yaitu Dogma. Dengan kata
lain ajaran social Gereja merupakan bentuk keprihatinan Gereja terhadap dunia dan
umat manusia dalam wujud dokumen yang perlu disosialisasikan.
8
b) 10 pokok Ajaran Sosial Gereja
9
Dalam usaha membangun dunia yang lebih adil dan lebih sesuai dengan martabat
manusla semua agama dan semua fihak diajak berusaha bersama.
a) Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi (laki-laki
dan perempuan) yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu
pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang
biasanya intim dan seksual.
Pernikahan adalah adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau
dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara
norma agama, norma hukum, dan norma sosial.
Perkawinan katolik bersifat monogami, artinya bahwa perkawinan itu dilakukan oleh
seorang laki-laki dan seorang perempuan. Perempuan dicipta dari tulang rusuk laki-laki,
untuk menunjukkan kesetaraan dan kesederajatan, seperti yang telah kita bahas sebelumnya.
Kenapa tulang rusuk? Itu untuk pertanda kesederajatan, dari tengah, biar tidak merendahi dan
direndahi: sejajar biar tidak dikuasai maupun menguasai. Agar mereka berdua saling
memiliki, saling memberi dan menerima secara adil dan seimbang. Karena sehakekat dan
semartabat itulah perkawinan yang satu “lawan” satu itu menjadi sudah lengkap, penuh dan
sempurna. Itu sesuai kehendak Allah sendiri, ‘Laki-laki meninggalkan ayah dan ibunya dan
bersatu dengan istrinya dankeduanya menjadi satu daging’, dalam tingkat yang sama-sama
seimbang; menjadi satu daging berarti kedua pribadi itu akan menyatu secara mesra dan intim
dalam cinta yang sejati dan benar. ”.
10
Menurut St. Paulus persatuan perkawinan suami istri ini menggambarkan persatuan ilahi
antara Anak Domba Allah dengan mempelai-Nya, atau antara Kristus dan Gereja-Nya, dan
bukan sebaliknya. Oleh karena itu persatuan Ilahi itulah yg mendasari perkawinan katolik,
sehingga martabat perkawinan katolik diangkat ke dalam martabat ilahi dan sakramental,
sebagai persatuan yang menyelamatkan, sebagaimana Kristus menyelamatkan Gereja-
Nya.Perkawinan yang bersifat monogami tentunya dikehendaki Allah sendiri. Allah ingin
agar pilihan hidup manusia untuk menikah dan membentuk keluarga membawa mereka
kepada kebahagiaan yang utuh dan lengkap. Oleh karena itu hendaknya pasangan benar-
benar mengerti apa artinya sifat monogami ini dan menghayatinya dengan sungguh.
Keinginan-keinginan untuk membiarkan diri jatuh pada godaan-godaan hadirnya pihak lain
dalam keluarga, relasi-relasi rahasia dengan orang lain menjadi sesuatu yang amat
bertentangan dengan sifat monogami ini. Maka sudah selayaknya dihindari. Karena
perkawinan adalah sarana keselamatan (sakramen) maka penodaan terhadapnya tentulah
merupakan dosa.
tak terceraikan
Sebetulnya ini berkaitan erat dengan sifat monogami dari perkawinan katolik tadi.
Sebab, kalau perjanjiannya itu sah, hanya maut yang bisa memisahkan. Jadi tidak ada kuasa
apapun yang boleh dan dapat memisahkan atau memutuskan ikatan perkawinan itu. Di dalam
ikatan Perkawinan ini, kesepakatan suami dan istri yang telah dibaptis untuk saling memberi
dan saling menerima,telah dimetiraikan oleh Allah sendiri. Atas dasar inilah, maka
Perkawinan Katolik yang sudah diresmikan dan dilaksanakan melalui perjanjian yang layak
dan legitim tidak dapat diceraikan. Ikatan perkawinan yang diperoleh dari keputusan bebas
suami istri, dan telah dilaksanakan, tidak dapat ditarik kembali. Gereja tidak berkuasa untuk
mengubah penetapan kebijaksanaan Allah ini.
Perkawinan yang bersifat tak dapat diceraikan ini mengisyaratkan bahwa idealnya tak
ada alasan apapun yang bisa menceraikan perkawinan setelah perkawinan itu disahkan. Sebab
perkawinan yang bersyarat tak akan pernah terjadi atau dilangsungkan. Sesuatu yang
bersyarat tidak memiliki kepastian dan tidak berasal dari keputusan bebas. Idealnya lagi tidak
akan ada perkawinan katolik yang mengandaikan kesetiaan pasangannya, pada sesuatu yang
belum terjadi. Entah itu peristiwa buruk, ataupun ketidakcocokan. Mengatakan begitu berarti
membuka peluang untuk mencari alasan-alasan yang egoistis. Maka juga idealnya
ketidakcocokan atau kecocokannya sudah diketemukan sebelum perkawinan. Kalau pada
kenyataannya ada ketidakcocokan pasti itu soal sedang tumbuhnya benih-benih egoisme.
Apalagi kalau sampai pada keputusan tak sanggup lagi hidup bersama terus mau berpisah. Itu
sudah jelas lari jauh dari hakikat perkawinan itu sendiri, apalagi kalau sebetulnya sudah
punya anak. Kalau pasangan sudah punya anak, lalu mengatakan mau bercerai demi anak, ini
sebuah pernyataan yang aneh. Kalau sudah demi anak, mustinya mereka kembali bersatu,
meninggalkan ego mereka.
11
c) 12 larangan yang melarang dan menghalang perkawinan Katolik
Syarat umur yang dituntut oleh kodeks 1983 adalah laki-laki berumur 16 tahun dan
perempuan berumur 14 tahun dan bukan kematangan badaniah. Tetapi hukum kodrati
menuntut kemampuan menggunakan akalbudi dan mengadakan penilaian secukupnya dan
“corpus suo tempore habile ad matrimonium”. Hukum sipil sering mempunyai tuntutan umur
lebih tinggi untuk perkawinan dari pada yang dituntut hukum Gereja. Jika salah satu pihak
belum mencapai umur yang ditentukan hukum sipil, Ordinaris wilayah harus diminta
nasehatnya dan izinnya diperlukan sebelum perkawinan itu bisa dilaksanakan secara sah (bdk
kan. 1071, §1, no.3). Izin semacam itu juga harus diperoleh dari Ordinaris wilayah dalam
kasus di mana orang tua calon mempelai yang belum cukup umur itu tidak mengetahui atau
secara masuk akal tidak menyetujui perkawinan itu (bdk. kan 1071, §1, no.6).
Impotensi itu adalah halangan yang menggagalkan, demi hukum kodrati, dalam
perkawinan. Sebab impotensi itu mencegah suami dan istri mewujudkan kepenuhan
persatuan hetero seksual dari seluruh hidup, badan dan jiwa yang menjadi ciri khas
perkawinan. Yang membuat khas persatuan hidup suami istri adalah penyempurnaan
hubungan itu lewat tindakan mengadakan hubungan seksual dalam cara yang wajar.
Impotensi yang menggagalkan perkawinan, haruslah sudah ada sebelum perkawinan dan
bersifat tetap. Pada waktu perkawinan sudah ada, bersifat tetap maksudnya impotensi itu
terus menerus dan bukan berkala, serta tidak dapat diobati kecuali dengan operasi tidak
berbahaya. Impotensi ada dua jenis: bersifat absolut dan relatif. Impotensi absolut jika laki-
laki atau perempuan sama sekali impotens. Impotensi relatif jika laki-laki atau perempuan
tertentu ini tidak dapat melaksanakan hubungan seksual. Dalam hal absolut orang itu tidak
dapat menikah sama sekali, dalam impotensi relatif pasangan tertentu juga tidak dapat
menikah secara sah.
Perkawinan antara dua orang yang diantaranya satu telah dibaptis dalam Gereja
Katolik atau diterima di dalamnya dan tidak meninggalkannya dengan tindakan formal,
sedangkan yang lain tidak dibaptis, adalah tidak sah. Perlu dicermati ungkapan
“meninggalkan Gereja secara formal” berarti melakukan suatu tindakan yang jelas
menunjukkan etikat untuk tidak menjadi anggota Gereja lagi. Tindakan itu seperti menjadi
warga Gereja bukan Katolik atau agama Kristen, membuat suatu pernyataan di hadapan
negara bahwa dia bukan lagi Katolik. Namun demikian janganlah disamakan tindakan itu
dengan orang yang tidak pergi ke Gereja Katolik lagi tidak berarti meninggalkan Gereja. Ada
12
dua alasan tentang norma ini: pertama karena tujuan halangan ini adalah untuk menjaga iman
katolik, tidak ada alasan mengapa orang yang sudah meninggalkan Gereja harus diikat
dengan halangan itu. Kedua, Gereja tidak mau membatasi hak orang untuk menikah.
Perkawinan yang melibatkan disparitas cultus (beda agama) ini, sesungguhnya tetap
dapat dianggap sah, asalkan: 1) sebelumnya pasangan memohon dispensasi kepada pihak
Ordinaris wilayah/ keuskupan di mana perkawinan akan diteguhkan. Dengan dispensasi ini,
maka perkawinan pasangan yang satu Katolik dan yang lainnya bukan Katolik dan bukan
Kristen tersebut tetap dapat dikatakan sah dan tak terceraikan; setelah pihak yang Katolik
berjanji untuk tetap setia dalam iman Katolik dan mendidik anak-anak secara Katolik; dan
janji ini harus diketahui oleh pihak yang non- Katolik (lih. kan 1125). 2) Atau, jika pada saat
sebelum menikah pasangan tidak mengetahui bahwa harus memohon dispensasi ke pihak
Ordinaris, maka sesudah menikah, pasangan dapat melakukan Convalidatio (lih. kann. 1156-
1160) di hadapan imam, agar kemudian perkawinan menjadi sah di mata Gereja Katolik.
Adalah tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh mereka yang telah
menerima tahbisan suci.
Kaul kekal kemurnian secara publik yang dilaksanakan dalam suatu tarekat religius
dapat menggagalkan perkawinan yang mereka lakukan.
Antara laki-laki dan perempuan yang diculik atau sekurang-kurangnya ditahan dengan
maksud untuk dinikahi, tidak dapat ada perkawinan, kecuali bila kemudian setelah
perempuan itu dipisahkan dari penculiknya serta berada di tempat yang aman dan merdeka,
dengan kemauannya sendiri memilih perkawinan itu. Bahkan jika perempuan sepakat
menikah, perkawinan itu tetap tidak sah, bukan karena kesepakatannya tetapi karena
keadaannya yakni diculik dan tidak dipisahkan dari si penculik atau ditahan bertentangan
dengan kehendaknya.
Tidak sahlah perkawinan yang dicoba dilangsungkan oleh orang yang dengan maksud
untuk menikahi orang tertentu melakukan pembunuhan terhadap pasangan orang itu atau
terhadap pasangannya sendiri.
Alasan untuk halangan ini adalah bahwa perkawinan antara mereka yang
berhubungan dalam tingkat ke satu garis lurus bertentangan dengan hukum kodrati. Hukum
Gereja merang perkawinan di tingkat lain dalam garis menyamping, sebab melakukan
perkawinan di antara mereka yang mempunyai hubungan darah itu bertentangan dengan
kebahagiaan sosial dan moral suami-isteri itu sendiri dan kesehatan fisik dan mental anak-
anak mereka.
13
Hubungan semenda (bdk. kan. 1092):
Halangan ini muncul dari perkawinan tidak sah yakni perkawinan yang dilaksanakan
menurut tata peneguhan yang dituntut hukum, tetapi menjadi tidak sah karena alasan tertentu,
misalanya cacat dalam tata peneguhan. Halangan ini muncul juga dari konkubinat yang
diketahui publik. Konkubinat adalah seorang laki-laki dan perempuan hidup bersama tanpa
perkawinan atau sekurang-kurangnya memiliki hubungan tetap untuk melakukan
persetubuhan kendati tidak hidup bersama dalam satu rumah. Konkubinat dikatakan publik
kalau dengan mudah diketahui banyak orang.
Tidak dapat menikah satu sama lain dengan sah mereka yang mempunyai pertalian
hukum yang timbul dari adopsi dalam garis lurus atau garis menyamping tingkat kedua.
Menurut norma ini pihak yang mengadopsi dihalangi untuk menikah dengan anak yang
diadopsi, dan anak yang diadopsi dihalangi untuk menikah dengan anak-anak yang dilahirkan
dari orang tua yang mengadopsi dia. Alasannya karena adopsi mereka menjadi saudara-
saudari se keturunan.
Meski tidak ideal, Gereja memberi kemungkinan adanya pernikahan campur, dengan
segala persyaratannya. Meski dispensasi untuk pernikahan campur beda agama ini sudah
cukup lama dipraktekkan, kemungkinan itu makin bisa dipertanggungjawabkan secara
teologis terutama sejak Konsili Vatikan II dan juga mengingat situasi sosiologis masyarakat.
Dalam pandangan teologis, Gereja Katolik tidak lagi mau memonopoli kebenaran iman dan
keselamatan seperti terungkap dalam jargon lama yang berbunyi ”Extra ecclesiam nulla
salus” yang berarti di luar Gereja (Katolik) tidak ada keselamatan. Sejak Konsili Vatikan II
ada pandangan yang berubah dari Gereja Katolik terhadap gereja-gereja Kristen lain. Mereka
dipandang sebagai saudara, eukomenisme. Sementara itu, Gereja Katolik juga mengakui
bahwa ada juga keselamatan dalam agama lain.
14
6. Masalah keadilan sosial
a) Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan
tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi,
ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan
standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum
sosial (hukum adat) yang berlaku.
Keadilan sosial berarti keadilan merupakan milik setiap individu yang ada di
masyarakat. Keadilan sosial yaitu adil yang menyeluruh yang berlaku untuk seluruh
rakyat Indonesia. Tidak ada diskriminasi atau merugikan satu diantara banyak pihak
yang terlibat. Serta tidak melibatkan status sosial, agama, ras, adat, warna kulit
ataupun keanekaragaman yang ada di Indonesia yang artinya hitam tetap hitam putih
tetap putih, benar tetap benar dan salah tetap salah.
b) Mat 5 : 37 “hendaklah kita mau menghormati janji dan senantiasa menepatinya. Jika
ya, katakanlah ya. Jika tidak, katakan tidak. Diluar itu adalah kebohongan yang
datang dari iblis” Ketika mengatakan ya, peganglah itu dengan sungguh-sungguh,
jangan biasakan untuk memberi janji-janji palsu dengan alasan apapun. Hendaklah
kita selalu mengutamakan kejujuran agar tidak membuka peluang bagi iblis untuk
mengacak-acak hidup kita. Ingatlah bahwa janji yang dibuat asal-asalan dan tidak
ditepati akan mengakibatkan ketidakpercayaan orang pada kita, dan juga sebuah dosa
menjijikkan di hadapan Tuhan.
15
Ketidakadilan dalam pendidikan di Indonesia, kurang meratanya pendidikan di
Indonesia yang menyebabkan masyarakat daerah terpencil kurang mendapat
pendidikan yang memadai. Solusinya adalah Perolehan pendidikan tidak hanya
terpusat di kota-kota melainkan juga di daerah-daerah terpencil. Ini tidak hanya
fokus pada sarana dan prasarana yang tersedia melainkan lebih kepada
kemampuan intelektual dan emosional tenaga pengajar yang ada. Sehingga para
guru tidak hanya mengajar dengan kata-katanya di depan kelas melainkan juga
menjadi contoh yang baik bagi para siswa-siswinya. Pemerataan skill tenanga
pengajar adalah jalan cepat demi kesetaraan pendidikan di seluruh negeri.
Ketidakadilan dalam kesehatan masyarakat di Indonesia. Masyarakat Indonesia
kurang mendapat fasilitas kesehatan yang memadai. Banyak rumah sakit yang
tidak mau melayani pasien yang kurang mampu. Solusi dari permasalahan ini
adalah dengan keikutsertaan pemerintah dalam menangani pihak-pihak yang
terlibat dalam masalah kesehatan. Pemerintah juga dapat memberikan bantuan
berupa subsidi bagi rumah sakit dan masyarakat yang kurang mampu agar
terciptanya keadilan dalam bidang kesehatan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab
http://www.katolisitas.org/apakah-spiritualitas-katolik/
http://pendalamanimankatolik.com/category/hidup-dan-pandangan-hidup/misteri-dan-makna-hidup/
http://moseschristiant.blogspot.co.id/2013/05/atas-dasar-apakah-tuhan-memilih-abraham.html
http://www.katolisitas.org/tentang-bangsa-israel/
http://pendalamanimankatolik.com/category/hidup-dan-pandangan-hidup/pembagian-sepuluh-firman-
allah/
https://dokasg.wordpress.com/2008/08/19/pokok-pokok-ajaran-sosial-gereja/
https://www.academia.edu/8627139/AJARAN_SOSIAL_GEREJA
http://algonz.org/front/artikel/katekese/perkawinan/619-apa-saja-halangan-halangan-perkawinan-
katolik-yang-sah
http://www.st-stefanus.or.id/artikel/artikel-bebas/pernikahan-campur-beda-agama-dalam-pandangan-
katolik/
http://alkitab.sabda.org/commentary.php?book=mat&chapter=5&verse=37
http://www.renunganharianonline.com/2009/05/jika-ya-katakan-ya.html
17