Anda di halaman 1dari 6

Resume

VISI dan MISI INDONESIA SEHAT


Sesuai dengan NAWACITA PRESIDEN RI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Kebijkan Kesehatan Masyarakat
diampu oleh :Fitri Alfiani, S.Farm., M.KM., Apt

Oleh :
Rizka Rahma Solika
( 160711052 )
Kelas B

JURUSAN S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2018
Visi dan Misi Indonesia Sehat menurut NAWACITA Presiden RI

Terdapat Sembilan point Nawacita Joko Widodo saat terpilih sebagai


Presiden Republik Indonesia di tahun 2014 lalu, dari kesembilan tersebut tidak ada
yang secara spesifik berkaitan dengan bidang kesehatan. Tetapi selama aksi politik
berlangsung Presiden menyuarakan agenda-agenda kesehatan yang dinilai
spektakuler karena telah mampu menyedot perhatian politik dari public. Paket
kesehatan yang ditawarkan tersebut adalah Kartu Indonesia Sehat.
Dalam konteks ini Nawacita merupakan dokumen politik pemerintahan
Presiden Jokowi sekaligus merupakan cerminan idiologi kebangsaan. Dalam
spectrum ideology, Nawacita mempunyai dasar sosialisme dan peran negara yang
besar (welfare-state). Dalam Nawacita ke- tiga, dinyatakan bahwa pembangunan
dari pinggiran Indonesia menunjukkan keberpihakan Presiden Jokowi pada manusia-
manusia Indonesia di pinggiran, kata pinggiran bisa bermakna geografis maupun
demografi.

Kesehatan merupakan cita-cita bangsa,kongritisasi keberhasilan


pembangunan kesehatan dibuktikan dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan
masyarakat menjaga kesehatannya masing-masing. Kemauan artinya, anggota
masyarakat tidak permisif terhadap berbagai hal yang menyehatkan. Sebagian besar
dari masyarakat Indonesia berperilaku tradisional, tidak terbiasa dengan cara hidup
sehat, hal tersebut karena kietidak tahuannya tentang standar hidup sehat. Maka
yang pertama kali perlu diperkuat adalah kesadaran masyarakat untuk
membiasakan diri hidup sehat. Indonesia sedang mengalami pembangunan yang
terus berkembang terutama dalam sector kesehatan. Saat ini Indonesia tengah
menghadapi pencapaian Target Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun
2015.
Pemerintah Indonesia membuat kebijakan untuk merespon cita-cita

tersebut, yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (PKN), yang selanjutnya dibentuk

badan khusus yang akan menjalankan tugas penjaminan tersebut. Ada dua

faktor utama yang menyebabkan diperlukan percepatan penarapan Sistem

Jaminan Sosial, terutama Jaminan Kesehatan Nasional, yaitu :

1. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia


Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan
kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya
status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian
penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4)
meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu
Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya
kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan
responsivitas sistem kesehatan.
2. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma
sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional : 1)
pilar paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan
dalam pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan
masyarakat; 2) penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi
peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum
of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan .
Program Indonesia sehat memiliki 3 komponen yaitu: 1) Revolusi mental
masyarakat agar memiliki paradigma sehat; 2) Penguatan Pelayanan Kesehatan; dan
3) Mewujudkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) .

Pilar Pertama: Paradigma Sehat


Kenaikan penduduk menjadi tantangan bukan hanya untuk Indonesia tapi juga
untuk seluruh negara di dunia. Indonesia harus memanfaatkan Bonus Demografi yang
diprediksi akan terjadi pada tahun 2035 mendatang. Populasi usia produktif pada
tahun tersebut tidak lain adalah anak-anak saat ini yang harus dipelihara
kesehatannya. Kita tanamkan paradigma sehat dalam diri sejak dini. Dengan
mempersiapkan sejak dini, diharapkan pada saat puncak bonus demografi, Indonesia
dapat melaju kencang menuju kemakmuran bangsa, bukan malah menjadi negara
yang tingkat dependensi tinggi karena penyakit kronis yang menimpa sebagian besar
penduduk yang seharusnya produktif, sehingga menurunkan daya saing kita di MEA
dan global, ungkap Menkes.
Dalam dua tahun kerja nyata untuk mewujudkan Indonesia Sehat pada pilar
pertama, terdapat beberapa capaian yang telah dicapai, antara lain: Angka Kematian
Ibu turun dari 5.019 orang pada tahun 2013 menjadi 4.809 orang pada tahun 2015.
Angka Kematian Bayi turun dari 23.703 anak pada tahun 2013 menjadi 22.267 anak
pada tahun 2015 Angka Balita yang mengalami Stunting turun dari 37,2% pada tahun
2013 menjadi 29,6% pada tahun 2015. Sampai dengan akhir tahun 2016, program
pemberian makanan tambahan (PMT) akan membagikan: 6.122 ton PMT bagi
696.715 Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK); 7.376 ton PMT bagi 738.883
Balita; dan 856,2 ton PMT bagi 158.550 anak sekolah.

Pilar Kedua: Penguatan Layanan Kesehatan


Fasilitas kesehatan primer menjadi soko guru dari pelayanan kesehatan, bukan
saja menjadi gate keeper untuk rujukan tetapi juga membina masyarakat umum untuk
mempunyai kemampuan untuk hidup sehat.
Penguatan layanan kesehatan dengan semangat membangun dari pinggiran,
menjadikan sebuah terobosan untuk pemerataan tenaga kesehataan (Nakes) di Daerah
Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK). Sejak mulai diberangkatkan pada
April 2015, telah ditempatkan sebanyak 838 orang dalam Tim Nusantara Sehat di 158
Puskesmas di DTPK.
Pengembangan RS rujukan juga menjadi bagian dari penguatan layanan
kesehatan. Tujuannya adalah agar terjadi pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan menurut kompetensi Faskes tersebut. Target sasaran s/d 2019 adalah 14 RS
rujukan nasional, 20 RS rujukan Propinsi dan 110 RS rujukan regional.
Pilar Ketiga : Jaminan Kesehatan Nasional
Pelaksanaan JKN cukup menggembirakan. Berdasarkan data dari BPJS
Kesehatan, sampai dengan bulan Oktober 2016 tercatat jumlah peserta JKN sebesar
169,574.010 juta jiwa atau kurang lebih 66,11% dari total penduduk tahun 2016
sebesar 256.511.495 jiwa. Tentunya penambahan cakupan kepesertaan ini harus
diikuti dengan pemenuhan supply side baik sarana prasarana maupun SDM
kesehatan.
Perkembangan lain yang cukup menggembirakan semakin banyak fasilitas
kesehatan yang ikut dalam program JKN. Data dari BPJS Kesehatan sampai dengan
Oktober 2016, jumlah fasilitas kesehatan yang telah bekersama dengan BPJS
kesehatan untuk melayanani peserta JKN berjumlah 25.828 fasilitas kesehatan, yang
terdiri dari 20.531 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 2.001 Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), 2.047 Apotik, 956 Optika dan 256
Laboratorium
Sampai dengan bulan Januari 2016, pelayanan Penyakit katastrofik di era JKN
menghabiskan biaya klaim sebesar Rp 74,3 Milyar dengan pemanfaatan tertinggi
pada penderita penyakit Jantung yaitu 905.223 penderita dan biaya klaim sebesar 6,9
T. Berikutnya diikuti oleh kasus kanker sebesar 1,8 T dan kasus stroke sebesar 1,548
T.

Anda mungkin juga menyukai