Anda di halaman 1dari 12

KONTRIBUSI PANGAN JAJANAN DALAM

PEMENUHAN ASUPAN ENERGI DAN ZAT


GIZI ANAK SEKOLAH
Oleh:
Anak Agung Ngurah Kusumajaya, SP.,MPH.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar
Disampaikan pada “Seminar Nasional Tinjauan Penggunaan Monosodium Glutamat (MSG)
pada Pangan Jajanan Anak Sekolah”, Kerjasama Jurusan Gizi Poltekkes Denpasar dengan
Poltekkes Jakarta II dan DPD PERSAGI Bali, tanggal 3 Pebruari 2018 di Aula Poltekkes
Kemenkes Denpasar.

Pendahuluan
Anak sekolah merupakan kelompok yang rentan mengalami masalah
gizi. Tingginya kasus kependekan (stunting) pada anak sekolah, memberikan
cerminan kurang optimalnya asupan zat gizi dalam jangka panjang
khususnya asupan energi dan protein sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan. Data Riskesdas (2013) secara nasional prevalensi pendek pada
anak umur 5-12 tahun adalah 30,7 persen (12,3% sangat pendek dan 18,4%
pendek) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI, 2013 ).
Konsumsi penduduk di Indonesia yang mengkonsumsi energi dibawah
kebutuhan minimal (lebih rendah dari 70 % dari angka kecukupan gizi bagi
orang Indonesia (tahun 2004) adalah sebanyak 40,6 %. Sementara proporsi
defisit energi < 70 % pada anak sekolah sebesar 41,2% (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2010)
Pengaturan makanan yang baik bagi anak sekolah perlu dipahami oleh
semua orang tua. Pemenuhan zat gizi yang adekuat akan lebih menjamin
seorang anak untuk tumbuh secara optimal sesuai dengan umurnya. Sarapan
pagi memberi kontribusi penting terhadap asupan zat gizi yang diperlukan.
Anak sekolah menghabiskan waktu di sekolah rata-rata 6-8 jam. Jika anak
tidak sarapan pagi tentu perut akan terasa sangat kosong saat di sekolah.
Seorang anak seharusnya mendapat asupan zat gizi dari makanan setiap 2-3
jam, sebagai contoh jika anak sebelum berangkat sekolah jam 7 pagi sudah
sarapan, maka diperlukan asupan makanan selingan sekitar jam 10 pagi

1
(waktu istirahat pertama) di sekolah dan selanjutnya harus makan siang
sekitar jam 13 siang.
Pangan jajanan sering menjadi alternatif untuk dikonsumsi guna
mencegah rasa lapar karena rentang waktu antara makan pagi dan makan
siang yang relatif panjang. Anak sekolah memerlukan asupan gizi tambahan
di antara waktu makan tersebut. Namun makanan jajanan seringkali lebih
banyak mengandung unsur karbohidrat dan hanya sedikit mengandung
protein, vitamin, mineral. Akibat ketidaklengkapan gizi dalam makanan
jajanan, maka pada dasarnya makanan jajanan tidak dapat mengganti
sarapan pagi atau makan siang. Anak-anak yang banyak mengkonsumsi
makanan jajanan perutnya akan merasa kenyang karena padatnya kalori yang
masuk ke dalam tubuhnya. Sementara gizi seperti protein, vitamin, dan
mineral masih sangat kurang (Khomsan 2004).
Makalah ini mencoba mengangkat isu berkaitan dengan kontribusi
pangan jajanan terhadap pemenuhan asupan zat gizi anak sekolah dan
memahami makanan jajanan anak sekolah serta anjuran yang perlu
dilakukan untuk meningkatkan asupan zat gizi pada anak sekolah.

Pangan Jajanan Anak Sekolah


Pangan jajanan menurut FAO (1991 & 2000) adalah makanan atau
minuman yang disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di pinggir jalan,
tempat umum atau tempat lain, yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan
atau dimasak di tempat produksi atau di rumah atau di tempat berjualan.
Makanan tersebut langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau
persiapan lebih lanjut.
Beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis
makanan lain yaitu: a) Makanan selingan adalah istilah bagi makanan yang
bukan merupakan menu utama (makan pagi, makan siang atau makan
malam); b) Makanan yang dianggap makanan ringan adalah sesuatu yang
dimaksudkan untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu,
memberi sedikit pasokan tenaga ke tubuh, atau sesuatu yang dimakan untuk
dinikmati rasanya; c) Makanan kudapan merupakan makanan selingan di luar

2
makan besar, baik yang diperoleh dari penjaja makanan maupun yang dibuat
oleh ibu rumah tangga (Winarno, 1984).
Makanan selingan dapat berupa makanan jajanan. Jajanan yang
dikonsumsi oleh anak sangatlah beragam baik berupa jajanan tradisional
maupun modern. Jajanan tradisional dicirikan dengan wujud tanpa kemasan
atau bila dikemas pada umumnya terbuat dari keras ataup plastik bening
tanpa warna-warni. Jajanan modern sebagian besar dikemas dalam kemasan
aneka warna yang cukup mencolok sehingga sangat menarik bagi anak-anak.
Jajanan banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah seperti
pedagang jajanan kaki lima, telah menjadi alternatif pilihan jajanan yang
terjangkau bagi anak sekolah. Ketersediaan jajanan sekolah tersebut sangat
penting disebabkan siswa hampir ¼ waktunya dihabiskan di sekolah. Mereka
akan membeli jajanan yang dijual disekitar sekolah terutama bagi siswa yang
tidak membawa bekal makanan ke sekolah. Dengan kata lain jajanan yang
disediakan di sekitar sekolah dapat menjadi sumber asupan zat gizi bagi anak
sekolah, akan tetapi perlu diwaspadai jajanan anak sekolah dapat saja
memiliki masalah higienis, rendahnya nilai gizi, menggunakan bahan
berbahaya seperti pewarna buatan atau pengawet kimia dan lainnya yang
bisa membahayakan jika dikonsumsi.
Makanan juga merupakan sumber penularan penyakit jika kebersihan
dalam penyelenggaraan makanan tersebut tidak dipelihara sebagaimana
mestinya. Makanan yang memenuhi syarat tidak hanya sekedar memenuhi
syarat gizi, menarik, rasanya enak, kelunakan sesuai, namun makanan
higienis juga harus bebas dari berbagai mikro organisme yang dapat
membuat makanan menjadi rusak, busuk, ataupun dapat menghasilkan zat
yang berbahaya bagi kesehatan. Untuk mencegah hal tersebut maka haruslah,
dilakukan pengawasan yang baik sejak bahan makanan diterima, waktu
penyimpanan, waktu pengolahan, waktu memasak sampai makanan
didistribusikan (Moehji, 2009).
Sering kali anak sekolah dasar membeli pangan jajanan baik makanan
dan minuman karena tertarik pada tampilan warna yang cerah, rasa yang
menggugah, dan tentu harga murah disertai sekaligus bisa dapat hadiah.
Makanan jajanan lokal yang sering ditemukan disekitar lingkungan sekolah

3
seperti bakso, mie ayam, minuman sirup, cendol, gulali, jelly atau jajanan
modern seperti sosis, wafer, es krim dan lainnya. Tak heran banyak anak
sekolah menghabiskan bekal sekolah mereka untuk membeli makanan yang
kurang memenuhi standar gizi karena ketidaktahuan atau ikut teman
mereka.
Makanan selingan produk kemasan seperti chiki, taro, jetz dan lain-
lain juga merupakan jenis makanan jajanan yang sering dikonsumsi oleh
anak sekolah. Pada umumnya kandungan gizi makanan kudapan produk
kemasan rendah, dalam arti tidak memiliki komposisi gizi yang baik.
Komposisi gizi makanan kudapan produk pabrik kemasan terdiri atas
karbohidrat (60,46 – 97,24%), protein (1-7%), lemak (20-37%) dan mineral
dalam jumlah yang sangat sedikit (Nurtama, 1997).
Porsi makanan jajanan perlu diatur untuk memberikan kontribusi
terhadap asupan gizi. Makanan selingan perlu diberikan kepada anak
terutama jika porsi makan utama yang dikonsumsi belum mencukupi.
Pemberian makanan jajanan tidak boleh berlebihan karena akan
mengakibatkan berkurangnya nafsu makan akibat terlalu kenyang makan
makanan selingan. Pemilihan makanan jajanan hendaknya dapat digunakan
untuk: a) mencukupi asupan nutrisi yang mungkin kurang pada saat
pemberian makan pagi, siang, malam; b) memperkenalkan aneka ragam jenis
makanan yang terdapat dalam makanan jajanan; c) mengatasi masalah anak
yang sulit makan nasi; d) mencukupi kebutuhan kalori terutama pada anak
yang banyak melakukan aktivitas.

Mengapa kebutuhan gizi anak sekolah perlu diperhatikan?


Usia sekolah 7-12 tahun merupakan masa pertumbuhan paling pesat
kedua setlah balita. Perhatian terhadap kesehatan anak pada usia ini penting
untuk pertumbuhan uang optimal serta perkembangan mental yang baik.
Asupan gizi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental anak.
Makanan yang kaya zat gizi sangat mempengaruhi tumbuh kembang otak dan
organ-organ lain yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan dan
perkembangannya yang optimal.

4
Anak usia sekolah merupakan usia aktif dimana mereka senang
bermain dan menghabiskan waktu untuk beraktifitas di lingkungan sekolah
atau dirumah. Sudah tentu diperlukan asupan gizi dan energy yang cukup
untuk menunjang aktifitas fisik yang begitu aktif. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi sikap anak sekolah terhadap makanan. Selera makan anak
sekolah sulit ditebak, terkadang makan dengan lahap atau mungkin
melakukan diit yang berlebih akibat pangaruh lingkungan sekitar, misalnya
berdiit karena takut terlihat gemuk, atau takut diejek gemuk oleh teman-
teman sekolahnya (body image).
Pilihan makanan kesukaan pada anak sekolah terkadang kurang
bergizi. Mereka lebih suka makanan yang disukai kelompoknya atau makanan
yang banyak mengandung gula, makanan berwarna cerah yang tampak
menarik untuk dikonsumsi. Tak jarang hal ini menyebabkan rendahnya
asupan zat gizi yang diperlukan pada usia mereka.
Semakin baiknya status ekonomi akan lebih mudah bagi keluarga
untuk menyediakan makanan jajanan untuk asupan zat gizi anak sekolah.
Hasil kajian pada negara maju, tampaknya konsumsi makanan jajanan
(kebiasaan ngemil) dapat menyebabkan asupan energi berlebih dan
penambahan berat badan melalui berbagai cara, misalnya: konteks /
lingkungan makan, frekuensi konsumsi dan kualitas pilihan makanan. Sebuah
study literatur yang membahas kontribusi makanan ringan terhadap energi
harian dan asupan nutrisi menghadirkan dua gambaran yang kontras. Dalam
banyak laporan, mengonsumsi pangan jajanan tampaknya memberikan
kontribusi asupan energi dengan kebutuhan, kontribusi karbohidrat, bukan
lemak, pada makanan, selain nutrisi mikronutrien yang berharga. Hasil
tersebut biasanya dilaporkan pada anak sehat dan normal. Sebaliknya,
makanan jajanan sering muncul untuk memberi kontribusi energi tapi sedikit
nutrisi dalam makanan konsumen lain, terutama anak obesitas dan orang
dewasa. Selain memilih makanan padat energi, makan dengan tidak adanya
rasa lapar sebagai respons terhadap isyarat nonfisiologis eksternal, secara
tidak teratur, dalam konteks (misalnya saat menonton televisi) yang tidak
menyukai tindakan makan, mungkin juga seseorang tetap mengonsumsi
pangan jajanan (Bellisle,2014).

5
Pangan jajanan berupa konsumsi minuman manis (gula pasir) seperti
sirup, minuman ringan berkarbonasi, mungkin merupakan kontributor
utama epidemi kegemukan dan obesitas, berdasarkan kandungan gula tinggi
minuman tersebut, rasa kenyang rendah, dan kompensasi yang tidak lengkap
untuk energi total. Temuan dari penelitian cross-sectional besar, bersamaan
dengan penelitian kohort prospektif menunjukkan hubungan positif antara
intake konsumsi minuman manis yang lebih besar dan penambahan berat
badan dan obesitas pada anak-anak dan orang dewasa (Malik, Schulze & Hu,
2006). Tren ini mungkin juga banyak ditemukan di Indonesia terutama di
kota-kota besar, dimana semakin banyak masyarakat memiliki status
ekonomi yang lebih baik.

Kontribusi Gizi Pangan Jajanan


Pemberian zat gizi dengan kualitas dan kuantitas yang benar akan
mengoptimalkan tumbuh kembang anak sekolah. Banyak masalah gizi yang
timbul jika pemberian makan tidak benar dan menyimpang. Kelompok anak
sekolah (7-12 tahun) merupakan kelompok yang rentan gizi, atau kelompok
yang paling mudah menderita kekurangan gizi. Pada umumnya kelompok ini
berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relatif pesat karena pada
usia sekolah anak memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang relatif besar.
Peran pangan jajanan anak sekolah sebagai sumber asupan zat gizi
bagi anak sekolah sangat penting untuk diperhatikan. Secara rata-rata
sumbangan makanan jajanan terhadap total konsumsi energi sehari berkisar
antara 5,5 – 24,7%, sedangkan sumbangannya terhadap total konsumsi
protein pada anak sekolah berkisar antara 4,2 – 22,9%. Jika dibandingkan
dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk usia anak sekolah
didapat kontribusi makanan jajanan berkisar antara 10,8 – 15,7% untuk
energi dan sebesar 11,1 – 13,2% untuk kecukupan protein (Tabel 1).
Berdasarkan Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat,
Serat dan Air yang dianjurkan untuk orang Indonesia (perorang perhari)
direkomendasikan konsumsi energi untuk anak usia 7-9 tahun sebesar 1850
kkal dan 49 gr protein. Sedangkan anak laki-laki usia 10-12 tahun sebesar
2100 kkal untuk energi dan 56 gram protein. Anak perempuan 10-12 tahun

6
kebutuhan energi dan proteinnya masing-masing sebesar 2000 kkal dan 60
gram (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Jika dilihat
asupan rata-rata energi dari pangan jajanan sebesar 13,2% maka asupan
energi dari pangan jajanan tersebut untuk anak umur 7-9 tahun secara rata-
rata sebesar 244,2 kkal (terendah 199,8 kkal dan tertinggi 290,5 kkal).
Sedangkan untuk asupan protein dari makanan jajanan berkisar 5,4 – 6,3
gram protein. Namun perlu menjadi catatan dalam penggunaan perkiraan ini
oleh karena umur sampel penelitian yang diambil tidak sama.

TABEL 1
KONTRIBUSI MAKANAN JAJANAN TERHADAP KONSUMSI SEHARI DAN
TINGKAT KECUKUPAN GIZI

Penelitian %KE %KP %AKE %AKP


Manik (2001) 5,5 4,2
Ulya (2003) 17,4 12,4
Sihadi (2004) 24,7 22,9
Rahmi,dkk (2005) 22,9 15,9
Hapsari (2013) 12,5 12,9 13,2 13,2
Sulistyanto & Sulchan 15,7 11,1
(2010) 10,8 12,8
Rata-rata*) 16,6 13,7 13,2 13,2
Keterangan:
%KE : persen terhadap total konsumsi energi sehari
%KP : persen terhadap total konsumsi protein sehari
%AKE : persen terhadap angka kecukupan gizi (energi)
%AKP : persen terhadap angka kecukupan gizi (protein)
*) agar digunakan secara selektif sehubungan metode penelitian masing-
masing berbeda

Hasil yang ditemukan perlu digunakan secara selektif, karena cukup


beragam disebabkan oleh penggunaan metodologi penelitian yang berbeda
terhadap penggolongan makanan jajanan. Makanan jajanan dilihat dari
makanan jajanan yang didapat disekitar lingkungan sekolah dan ada juga
yang memasukkan makanan jajanan yang didapat dari buatan keluarga di
rumah. Terdapat juga penelitian dengan sampel mendapatkan PMT-AS
sehingga persentasi kontribusi terhadap asupan zat gizi lebih tinggi.

7
Anjuran Konsumsi Gizi Anak Usia Sekolah

Penuhi zat gizi yang dibutuhkan


Energi dan protein dapat diperoleh dari makanan pokok, seperti nasi,
mie, roti dan biskuit. Sedangkan protein dapat diperoleh dari lauk-pauk,
seperti ikan, daging, ayam, telur, tahu, temped an kacang-kacangan.
Terpenuhinya energi dan protein sesuai kebutuhan dapat mencegah
terjadinya gizi kurang dan kegemukan pada anak.
Sayuran, buah dan kacang-kacangan merupakan sumber vitamin A, C
dan B1 yang baik, yang diperlukan untuk daya tahan terhadap infeksi,
mencegah kebutaan dan meningkatkan konsentrasi belajar. Selain itu anak
sekolah perlu kalsium (susu, ikan, kacang-kacangan), zat besi (ikan, ayam,
daging, tempe, oncom, kacang-kacangan, sayur hijau yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan mencegah anemia pada anak.

Biasakan Sarapan Pagi


Makan pagi atau sarapan merupakan salah satu yang sangat
dianjurkan para ahli gizi untuk kesehatan seseorang (PUGS), juga bermanfaat
untuk meningkatkan konsentrasi belajar. Sarapan dapat menyumbang
seperempat dari kebutuhan gizi sehari yaitu sekitar 450—500 kalori dengan
8-9 gram protein. Anak yang tidak sarapan pagi cenderung mengonsumsi
energi dan zat gizi lebih sedikit daripada anak yang sarapan pagi.
Namun sangat disayangkan banyak ditemukan anak sekolah tidak
sarapan pagi disebabkan alasan tidak lapar, bangun kesiangan, tidak ada yang
menyiapkan, tidak suka menu sarapan yang disediakan, tidak ada makanan di
pagi hari (ibu tidak sempat masak) dan sebagainya. Ibu yang memiliki
komitmen yang kuat untuk menjaga kesehatan anaknya tentu akan
meluangkan waktunya untuk menyiapkan sarapan yang baik buat anak
mereka dan keluarga lainnya.

8
Bawa Bekal Sekolah
Bekal sekolah dapat menjadi alternatif menambah asupan zat gizi
yang diperlukan anak sekolah terutama jika anak tidak sarapan. Kandungan
gizi bekal sekolah sebaiknya sekitar 300 kkal, dan 5-7 gram protein, ini sesuai
dengan program pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS).
Namun hasil penelitian menunjukkan frekuensi membawa bekal ke
sekolah sebagian besar digolongkan kategori kadang-kadang (1-3
kali/minggu yaitu sebesar 69,9%. Frekuensi membawa bekal makanan ke
sekolah merupakan variable yang paling berhubungan dengan pemilihan
makanan jajanan anak sekolah (Aprillia, B.A. & F.F.Dieny, 2011).

Pilih Jajanan yang Sehat di Sekolah


Banyak orang tua memberikan uang saku untuk digunakan anak
membeli makanan jajanan di sekolah. Kebiasaan jajanan di sekolah sering
menjadi masalah akibat ketidaktahuan memilih makanan jajanan yang sehat.
Tak jarang anak sekolah memilih makanan fast food yang memiliki
kandungan energy dan lemak berlebih sehingga berpotensi membuat anak
menjadi gemuk (obese). Atau sebaliknya, anak sekolah hanya memilih
membeli makanan jajanan yang miskin gizi (junk food) atau juga mereka
terpapar dengan makanan kaki lima yang bisa saja kurang bersih, diolah
kurang higienis sehingga dapat meyebabkan penyakit.
Pola makan seorang anak pada dasarnya dibentuk oleh keluarganya.
Peranan orang tua sangat penting untuk memberikan informasi pilihan
makanan jajanan yang beragam, bergizi, berimbang dan aman untuk
dikonsumsi. Kalau orang tua dapat memperhatikan pola makan anaknya,
maka mereka bisa mengontrol dan menasehati makanan apa yang baik untuk
dikonsumsi atau makanan yang perlu dibatasi. Pihak sekolah (kepala
sekolah/guru) juga bisa merekomendasi kantin sekolah untuk menyediakan
makanan jajanan yang sehat dan bergizi, seperti anjuran dalam Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) menyediakan jajanan olahan dari buah
dan sayur, contoh pudding buah/sayur, salad buah, cake berbahan dasar
buah/sayur.

9
Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) untuk Anak Sekolah dan
Remaja
1. Mengonsumsi aneka ragam makanan
2. Mengonsumsi makanan untuk memenuhi kecukupan energy
3. Mengonsumsi makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan
energi
4. Membatasi konsumsi lemak dan minyak (1/4 kecukupan energi)
5. Memggunakan garam beryodium
6. Mengonsumsi makanan sumber zat besi
7. Membiasakan makan pagi
8. Minum air bersih yang aman dalam jumlah yang cukup
9. Melakukan aktifitas fisik secara teratur
10. Mengonsumsi makanan yang aman
11. Membaca label pada makanan yang dikemas

Kesimpulan
Anak sekolah merupakan kelompok yang rentan mengalami masalah
gizi. Pengaturan makanan yang baik bagi anak sekolah perlu dipahami oleh
semua orang tua. Pemenuhan zat gizi yang adekuat akan lebih menjamin
seorang anak untuk tumbuh secara optimal sesuai dengan umurnya.
Peran pangan jajanan anak sekolah sebagai sumber asupan zat gizi
bagi anak sekolah sangat penting untuk diperhatikan. Secara nyata kontribusi
sumbangan makanan jajanan terhadap total konsumsi zat gizi sangat penting
untuk diperhatikan. Perlu pemahaman pangaturan dan pilihan pangan
jajanan untuk asupan zat gizi bagi anak sekolah yang lebih optimal.

10
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. & B. Wijatmadi, 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana Prenada


Media Group, Jakarta.
Adriani, M. & B. Wijatmadi, 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.
Aprillia, B.A. & F.F.Dieny, 2011. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan
Makanan Jajanan pada Anak Sekolah Dasar. Dapat diakses pada:
http://eprints.undip.ac.id/32606/1/403_Bondika_Ariandani_aprillia_G2C0
07016.pdf
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2010. Laporan Nasional
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. Dapat diakses pada:
http://www.diskes.baliprov.go.id/files/subdomain/diskes/Januari
%202015/RISKESDAS%202010.pdf
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI, 2013. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013). Dapat diakses pada:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas%202013.pdf
Bellisle, F 2014, 'Meals and snacking, diet quality and energy balance', Physiol Behav,
vol. 134, pp. 38-43.
Hapsari,R.N., 2013. Kontribusi Makanan Jajanan Terhadap Tingkat Kecukupan
Asupan Energi dan Protein pada Anak Sekolah yang Mendapat PMT-AS di
SD Negeri Plalan 1 Kota Surakarta. Dapat diakses pada:
http://eprints.ums.ac.id/27111/1/COVER-INTISARI.pdf
Khomsan, A., 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT. Rajagrafindo Persada,
Jakarta.
Malik, VS, Schulze, MB & Hu, FB 2006, 'Intake of sugar-sweetened beverages and
weight gain: a systematic review', Am J Clin Nutr, vol. 84, no. 2, pp. 274-88.
Manik, L. 2001. Identifikasi Kelayakan Makanan Kudapan Sekolah sebagai Makanan
PMT-AS Menurut Aspek Gizi, Biaya, dan Keamanan Pangan. Skripsi Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Mutumanikam, R., 2013. Kontribusi Asupan Makanan Selingan Terhadap Persentase
Angka Kecukupan Gizi Pada Anak Usia Prasekolah Di Kelurahan Semanggi
Dan Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta. Tugas Akhir thesis,
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dapat diakses pada:
http://eprints.ums.ac.id/27225/
Nurtama,B dan Sulisyani.1997.Suplementasi Ikan pada Makanan Ringan Produk
Ekstruksi dengan Bahan Dasar Beras. Buletin Teknologi dan Industri
Pangan,8(2),hlm 32 -38.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Angka Kecukupan Gizi Yang
Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2013. Dapat diakses pada:
http://gizi.depkes.go.id/download/Kebijakan%20Gizi/Tabel%20AKG.pdf

11
Rahmi AA, Muis SF. Kontribusi makanan jajanan terhadap tingkat kecukupan energi
dan protein serta status gizi anak Sekolah Dasar Siliwangi Semarang. Media
Medika Muda 2005;1: 55-59.
Sihadi. 2004. Makanan Jajanan Bagi Anak Sekolah. Jurnal Kesehatan YARSI
Sulistyanto, J. & M. Sulchan. Kontribusi Makanan Jajanan Terhadap Tingkat
Kecukupan Energi dan Protein serta Status Gizi dalam Kaitannya dengan
Prestasi Belajar. Studi Kasus di SD H.Isriati dan SDN Bendungan Semarang.
Media Medika Muda, 2010;4: 31- 38.
Susilowati & Kuspriyanto, 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan. PT Refika Aditama,
Bandung
Ulya, N. 2003. Analisis Deskriptif Pola Jajan dan Kontribusi Zat Gizi Makanan Jajanan
Terhadap Konsumsi Sehari dan Status Gizi Anak Kelas IV, V, dan VI SD
Negeri Cawang 05 Pagi Jakarta Timur Tahun 2003. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. UI. Depok
Winarno, F.G.1984. Street Foods Study in Bogor Area. Food Agriculuture
Organization of The United Nation and Food Technology Developmen
Center, Bogor Agricultural University.

************************************

12

Anda mungkin juga menyukai