Pendahuluan
Anak sekolah merupakan kelompok yang rentan mengalami masalah
gizi. Tingginya kasus kependekan (stunting) pada anak sekolah, memberikan
cerminan kurang optimalnya asupan zat gizi dalam jangka panjang
khususnya asupan energi dan protein sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan. Data Riskesdas (2013) secara nasional prevalensi pendek pada
anak umur 5-12 tahun adalah 30,7 persen (12,3% sangat pendek dan 18,4%
pendek) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI, 2013 ).
Konsumsi penduduk di Indonesia yang mengkonsumsi energi dibawah
kebutuhan minimal (lebih rendah dari 70 % dari angka kecukupan gizi bagi
orang Indonesia (tahun 2004) adalah sebanyak 40,6 %. Sementara proporsi
defisit energi < 70 % pada anak sekolah sebesar 41,2% (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2010)
Pengaturan makanan yang baik bagi anak sekolah perlu dipahami oleh
semua orang tua. Pemenuhan zat gizi yang adekuat akan lebih menjamin
seorang anak untuk tumbuh secara optimal sesuai dengan umurnya. Sarapan
pagi memberi kontribusi penting terhadap asupan zat gizi yang diperlukan.
Anak sekolah menghabiskan waktu di sekolah rata-rata 6-8 jam. Jika anak
tidak sarapan pagi tentu perut akan terasa sangat kosong saat di sekolah.
Seorang anak seharusnya mendapat asupan zat gizi dari makanan setiap 2-3
jam, sebagai contoh jika anak sebelum berangkat sekolah jam 7 pagi sudah
sarapan, maka diperlukan asupan makanan selingan sekitar jam 10 pagi
1
(waktu istirahat pertama) di sekolah dan selanjutnya harus makan siang
sekitar jam 13 siang.
Pangan jajanan sering menjadi alternatif untuk dikonsumsi guna
mencegah rasa lapar karena rentang waktu antara makan pagi dan makan
siang yang relatif panjang. Anak sekolah memerlukan asupan gizi tambahan
di antara waktu makan tersebut. Namun makanan jajanan seringkali lebih
banyak mengandung unsur karbohidrat dan hanya sedikit mengandung
protein, vitamin, mineral. Akibat ketidaklengkapan gizi dalam makanan
jajanan, maka pada dasarnya makanan jajanan tidak dapat mengganti
sarapan pagi atau makan siang. Anak-anak yang banyak mengkonsumsi
makanan jajanan perutnya akan merasa kenyang karena padatnya kalori yang
masuk ke dalam tubuhnya. Sementara gizi seperti protein, vitamin, dan
mineral masih sangat kurang (Khomsan 2004).
Makalah ini mencoba mengangkat isu berkaitan dengan kontribusi
pangan jajanan terhadap pemenuhan asupan zat gizi anak sekolah dan
memahami makanan jajanan anak sekolah serta anjuran yang perlu
dilakukan untuk meningkatkan asupan zat gizi pada anak sekolah.
2
makan besar, baik yang diperoleh dari penjaja makanan maupun yang dibuat
oleh ibu rumah tangga (Winarno, 1984).
Makanan selingan dapat berupa makanan jajanan. Jajanan yang
dikonsumsi oleh anak sangatlah beragam baik berupa jajanan tradisional
maupun modern. Jajanan tradisional dicirikan dengan wujud tanpa kemasan
atau bila dikemas pada umumnya terbuat dari keras ataup plastik bening
tanpa warna-warni. Jajanan modern sebagian besar dikemas dalam kemasan
aneka warna yang cukup mencolok sehingga sangat menarik bagi anak-anak.
Jajanan banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah seperti
pedagang jajanan kaki lima, telah menjadi alternatif pilihan jajanan yang
terjangkau bagi anak sekolah. Ketersediaan jajanan sekolah tersebut sangat
penting disebabkan siswa hampir ¼ waktunya dihabiskan di sekolah. Mereka
akan membeli jajanan yang dijual disekitar sekolah terutama bagi siswa yang
tidak membawa bekal makanan ke sekolah. Dengan kata lain jajanan yang
disediakan di sekitar sekolah dapat menjadi sumber asupan zat gizi bagi anak
sekolah, akan tetapi perlu diwaspadai jajanan anak sekolah dapat saja
memiliki masalah higienis, rendahnya nilai gizi, menggunakan bahan
berbahaya seperti pewarna buatan atau pengawet kimia dan lainnya yang
bisa membahayakan jika dikonsumsi.
Makanan juga merupakan sumber penularan penyakit jika kebersihan
dalam penyelenggaraan makanan tersebut tidak dipelihara sebagaimana
mestinya. Makanan yang memenuhi syarat tidak hanya sekedar memenuhi
syarat gizi, menarik, rasanya enak, kelunakan sesuai, namun makanan
higienis juga harus bebas dari berbagai mikro organisme yang dapat
membuat makanan menjadi rusak, busuk, ataupun dapat menghasilkan zat
yang berbahaya bagi kesehatan. Untuk mencegah hal tersebut maka haruslah,
dilakukan pengawasan yang baik sejak bahan makanan diterima, waktu
penyimpanan, waktu pengolahan, waktu memasak sampai makanan
didistribusikan (Moehji, 2009).
Sering kali anak sekolah dasar membeli pangan jajanan baik makanan
dan minuman karena tertarik pada tampilan warna yang cerah, rasa yang
menggugah, dan tentu harga murah disertai sekaligus bisa dapat hadiah.
Makanan jajanan lokal yang sering ditemukan disekitar lingkungan sekolah
3
seperti bakso, mie ayam, minuman sirup, cendol, gulali, jelly atau jajanan
modern seperti sosis, wafer, es krim dan lainnya. Tak heran banyak anak
sekolah menghabiskan bekal sekolah mereka untuk membeli makanan yang
kurang memenuhi standar gizi karena ketidaktahuan atau ikut teman
mereka.
Makanan selingan produk kemasan seperti chiki, taro, jetz dan lain-
lain juga merupakan jenis makanan jajanan yang sering dikonsumsi oleh
anak sekolah. Pada umumnya kandungan gizi makanan kudapan produk
kemasan rendah, dalam arti tidak memiliki komposisi gizi yang baik.
Komposisi gizi makanan kudapan produk pabrik kemasan terdiri atas
karbohidrat (60,46 – 97,24%), protein (1-7%), lemak (20-37%) dan mineral
dalam jumlah yang sangat sedikit (Nurtama, 1997).
Porsi makanan jajanan perlu diatur untuk memberikan kontribusi
terhadap asupan gizi. Makanan selingan perlu diberikan kepada anak
terutama jika porsi makan utama yang dikonsumsi belum mencukupi.
Pemberian makanan jajanan tidak boleh berlebihan karena akan
mengakibatkan berkurangnya nafsu makan akibat terlalu kenyang makan
makanan selingan. Pemilihan makanan jajanan hendaknya dapat digunakan
untuk: a) mencukupi asupan nutrisi yang mungkin kurang pada saat
pemberian makan pagi, siang, malam; b) memperkenalkan aneka ragam jenis
makanan yang terdapat dalam makanan jajanan; c) mengatasi masalah anak
yang sulit makan nasi; d) mencukupi kebutuhan kalori terutama pada anak
yang banyak melakukan aktivitas.
4
Anak usia sekolah merupakan usia aktif dimana mereka senang
bermain dan menghabiskan waktu untuk beraktifitas di lingkungan sekolah
atau dirumah. Sudah tentu diperlukan asupan gizi dan energy yang cukup
untuk menunjang aktifitas fisik yang begitu aktif. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi sikap anak sekolah terhadap makanan. Selera makan anak
sekolah sulit ditebak, terkadang makan dengan lahap atau mungkin
melakukan diit yang berlebih akibat pangaruh lingkungan sekitar, misalnya
berdiit karena takut terlihat gemuk, atau takut diejek gemuk oleh teman-
teman sekolahnya (body image).
Pilihan makanan kesukaan pada anak sekolah terkadang kurang
bergizi. Mereka lebih suka makanan yang disukai kelompoknya atau makanan
yang banyak mengandung gula, makanan berwarna cerah yang tampak
menarik untuk dikonsumsi. Tak jarang hal ini menyebabkan rendahnya
asupan zat gizi yang diperlukan pada usia mereka.
Semakin baiknya status ekonomi akan lebih mudah bagi keluarga
untuk menyediakan makanan jajanan untuk asupan zat gizi anak sekolah.
Hasil kajian pada negara maju, tampaknya konsumsi makanan jajanan
(kebiasaan ngemil) dapat menyebabkan asupan energi berlebih dan
penambahan berat badan melalui berbagai cara, misalnya: konteks /
lingkungan makan, frekuensi konsumsi dan kualitas pilihan makanan. Sebuah
study literatur yang membahas kontribusi makanan ringan terhadap energi
harian dan asupan nutrisi menghadirkan dua gambaran yang kontras. Dalam
banyak laporan, mengonsumsi pangan jajanan tampaknya memberikan
kontribusi asupan energi dengan kebutuhan, kontribusi karbohidrat, bukan
lemak, pada makanan, selain nutrisi mikronutrien yang berharga. Hasil
tersebut biasanya dilaporkan pada anak sehat dan normal. Sebaliknya,
makanan jajanan sering muncul untuk memberi kontribusi energi tapi sedikit
nutrisi dalam makanan konsumen lain, terutama anak obesitas dan orang
dewasa. Selain memilih makanan padat energi, makan dengan tidak adanya
rasa lapar sebagai respons terhadap isyarat nonfisiologis eksternal, secara
tidak teratur, dalam konteks (misalnya saat menonton televisi) yang tidak
menyukai tindakan makan, mungkin juga seseorang tetap mengonsumsi
pangan jajanan (Bellisle,2014).
5
Pangan jajanan berupa konsumsi minuman manis (gula pasir) seperti
sirup, minuman ringan berkarbonasi, mungkin merupakan kontributor
utama epidemi kegemukan dan obesitas, berdasarkan kandungan gula tinggi
minuman tersebut, rasa kenyang rendah, dan kompensasi yang tidak lengkap
untuk energi total. Temuan dari penelitian cross-sectional besar, bersamaan
dengan penelitian kohort prospektif menunjukkan hubungan positif antara
intake konsumsi minuman manis yang lebih besar dan penambahan berat
badan dan obesitas pada anak-anak dan orang dewasa (Malik, Schulze & Hu,
2006). Tren ini mungkin juga banyak ditemukan di Indonesia terutama di
kota-kota besar, dimana semakin banyak masyarakat memiliki status
ekonomi yang lebih baik.
6
kebutuhan energi dan proteinnya masing-masing sebesar 2000 kkal dan 60
gram (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Jika dilihat
asupan rata-rata energi dari pangan jajanan sebesar 13,2% maka asupan
energi dari pangan jajanan tersebut untuk anak umur 7-9 tahun secara rata-
rata sebesar 244,2 kkal (terendah 199,8 kkal dan tertinggi 290,5 kkal).
Sedangkan untuk asupan protein dari makanan jajanan berkisar 5,4 – 6,3
gram protein. Namun perlu menjadi catatan dalam penggunaan perkiraan ini
oleh karena umur sampel penelitian yang diambil tidak sama.
TABEL 1
KONTRIBUSI MAKANAN JAJANAN TERHADAP KONSUMSI SEHARI DAN
TINGKAT KECUKUPAN GIZI
7
Anjuran Konsumsi Gizi Anak Usia Sekolah
8
Bawa Bekal Sekolah
Bekal sekolah dapat menjadi alternatif menambah asupan zat gizi
yang diperlukan anak sekolah terutama jika anak tidak sarapan. Kandungan
gizi bekal sekolah sebaiknya sekitar 300 kkal, dan 5-7 gram protein, ini sesuai
dengan program pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS).
Namun hasil penelitian menunjukkan frekuensi membawa bekal ke
sekolah sebagian besar digolongkan kategori kadang-kadang (1-3
kali/minggu yaitu sebesar 69,9%. Frekuensi membawa bekal makanan ke
sekolah merupakan variable yang paling berhubungan dengan pemilihan
makanan jajanan anak sekolah (Aprillia, B.A. & F.F.Dieny, 2011).
9
Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) untuk Anak Sekolah dan
Remaja
1. Mengonsumsi aneka ragam makanan
2. Mengonsumsi makanan untuk memenuhi kecukupan energy
3. Mengonsumsi makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan
energi
4. Membatasi konsumsi lemak dan minyak (1/4 kecukupan energi)
5. Memggunakan garam beryodium
6. Mengonsumsi makanan sumber zat besi
7. Membiasakan makan pagi
8. Minum air bersih yang aman dalam jumlah yang cukup
9. Melakukan aktifitas fisik secara teratur
10. Mengonsumsi makanan yang aman
11. Membaca label pada makanan yang dikemas
Kesimpulan
Anak sekolah merupakan kelompok yang rentan mengalami masalah
gizi. Pengaturan makanan yang baik bagi anak sekolah perlu dipahami oleh
semua orang tua. Pemenuhan zat gizi yang adekuat akan lebih menjamin
seorang anak untuk tumbuh secara optimal sesuai dengan umurnya.
Peran pangan jajanan anak sekolah sebagai sumber asupan zat gizi
bagi anak sekolah sangat penting untuk diperhatikan. Secara nyata kontribusi
sumbangan makanan jajanan terhadap total konsumsi zat gizi sangat penting
untuk diperhatikan. Perlu pemahaman pangaturan dan pilihan pangan
jajanan untuk asupan zat gizi bagi anak sekolah yang lebih optimal.
10
DAFTAR PUSTAKA
11
Rahmi AA, Muis SF. Kontribusi makanan jajanan terhadap tingkat kecukupan energi
dan protein serta status gizi anak Sekolah Dasar Siliwangi Semarang. Media
Medika Muda 2005;1: 55-59.
Sihadi. 2004. Makanan Jajanan Bagi Anak Sekolah. Jurnal Kesehatan YARSI
Sulistyanto, J. & M. Sulchan. Kontribusi Makanan Jajanan Terhadap Tingkat
Kecukupan Energi dan Protein serta Status Gizi dalam Kaitannya dengan
Prestasi Belajar. Studi Kasus di SD H.Isriati dan SDN Bendungan Semarang.
Media Medika Muda, 2010;4: 31- 38.
Susilowati & Kuspriyanto, 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan. PT Refika Aditama,
Bandung
Ulya, N. 2003. Analisis Deskriptif Pola Jajan dan Kontribusi Zat Gizi Makanan Jajanan
Terhadap Konsumsi Sehari dan Status Gizi Anak Kelas IV, V, dan VI SD
Negeri Cawang 05 Pagi Jakarta Timur Tahun 2003. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. UI. Depok
Winarno, F.G.1984. Street Foods Study in Bogor Area. Food Agriculuture
Organization of The United Nation and Food Technology Developmen
Center, Bogor Agricultural University.
************************************
12