Anda di halaman 1dari 8

B.

Hubungan Kemitraan dengan Stakeholders Pendidikan

Lembaga pendidikan formal (sekolah) merupakan tempat penyelenggaraan


sistem pendidikan dalam upaya membantu peserta didik mencapai tujuan
pendidikannya. Dalam penyelengaraan sistem pendidikan tersebut, seolah tidak
menutup diri terhadap sub sistem laiinya. Sekolah adalah bagian masyarakat, yang
datang dari, oleh, dan untuk masyarakat (stakeholders). Oleh karena sekolah harus
mampu menjadi mitra yang harmonis dengan stakeholders.

1. Stakeholders Pendidikan
Stakeholders terdiri atas dua kata : stake dan holder. Stake berarti to give
support to sedangkan holder berarti pemegang. Jadi stakeholder pendidikan dapat
diartikan sebagai orang yang menjadi pemegang dan sekaligus pemberi support
terhadap pendidikan atau lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan itu berupa
sekolah maka stakeholderya adalah : Birokrasi Pendidikan (Dinas Pendidikan ),
Pengawas, Kepala Sekolah, Guru-Guru, Orang Tua, Komite Sekolah, Dewan
Sekolah, Masyarakat, Dunia Usaha Dan Dunia Dunia Industri. Dengan kata lain
stakeholder adalah orang-orang adalah orang-orang, atau badan yang
berkepentingan langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan pendidikan di
sekolah.
Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai
pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang penting
dikemukakan seperti :
1. Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau
individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu
pencapaian tujuan tertentu.
2. Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang
dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder
ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana
dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan
relatif stakeholder terhadap issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi
posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka.
3. Stakeholder adalah kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan, dan
komite sekolah.

Dalam konteks penyelenggaraan sekolah bermutu sebagai penerapan


Manajemen Mutu Terpadu dalam bidang pendidikan sebagaimana dikembangkan
oleh Rinehart maupun Cornesky oleh Tampubolon (2000) dirumuskan ada
beberapa prinsip yang diperkenalkan antara lain :
a) Bahwa sekolah pada dasarnya adalah suatu industri , yaitu industri jasa.
b) Produk dari sekolah adalah jasa kependidikan , yang dapat diperinci atas :
1. Jasa kurikuler, meliputi kurikulum, silabus umum (GBPP), rancangan
bahan pembelajaran , penyajian bahan pembelajaran , evaluasi dan lain
– lain.
2. Jasa penelitian, berupa berbagai kegiatan penelitian dan hasilnya, atau
pengembangan kemampuan guru dalam meneliti dan membaca hasil
penelitian.
3. Jasa ekstra kurikuler, meliputi berbagai kegiatan pelayanan di luar jasa
kurikuler, seperti kegiatan kesenian, olahraga, prakarya, dan lain – lain.
4. Jasa pengembangan kehidupan bermasyarakat, meliputi layanan untuk
mengembangkan kemampuan para peserta didik untuk hidup
bermasyarakat seperti mengobservasi kehidupan petani, pengusaha/
perusahaan industri, mengunjungi rumah sakit, mengunjungi rumah –
rumah ibadah, panti asuhan dan memberi bantuan, dan lain – lain.
5. Jasa ketatausahaan, berupa layanan berbagai surat keterangan, surat
pengantar bagi peserta didik , laporan hasil belajar dan sebagainya dan
dapat ditambahkan.
6. Jasa layanan khusus, berupa layanan bimbingan dan konseling, layana
perpustakaan , layanan usaha kesehatan sekolah , layanan kantin dan
layanan transportasi atau bus.
c) Mutu pendidikan adalah kesesuain paduan sifat – sifat produk dengan
kebutuhan para pelanggan.
d) Pelanggan pendidikan adalah pihak yang dipengaruhi oleh produk
pendidikan dan proses pendidikan yang terjadi dalam produk dan
penyajian produk itu.
e) Berdasarkan langsung tidaknya pengaruh dan atau kepentingan pada
produk pendidikan, pelanggan pendidikan dikategorikan atas :
1. Pelanggan primer, ialah pihak yang langsung membutuhkan dan
dipengaruhi oleh serta langsung berkepentingan pada produk
pendidikan, dalam arti proses pelayanan (jasa) kependidikan.
2. Pelanggan sekunder, terdiri atas pengelola pendidikan (kepala sekolah,
guru, pegawai tatausaha, tenaga penunjang pendidikan), orang tua
siswa, masyarakat, pemerintah, organisasi sponsor/ penyelenggara, dan
lingkungan. Inilah yang disebut sebagai stakeholders.
3. Pelanggan Tertier, adalah dunia usaha/ dunia industri, lembaga studi
lanjutan. Inilah pihak – pihak yang langsung membutuhkan dan
berkepentingan pada produk pendidikan.
Berdasarkan posisi dalam lembaga pendidikan, pelanggan tersebut terdiri
dari :
1. Pelanggan Internal, Pengelola pendidikan (pimpinan, guru, pegawai
tatausaha, dan tenaga penunjang). Merekalah yang langsung melayani.
2. Pelanggan Ekstrnal, yaitu peserta didik, orang tua, masyarakat,
pemerintah, organisasi sponsor/ penyelenggara, dunia usaha dan dunia
industri, lembaga studi lanjutan, dan lingkungan.
f) Pendidikan sebagai jasa pada dasarnya adalah proses – proses yang
bersifat sirkuler (Wau, 2018).

Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan oleh tenaga kependidikan dengan


stakeholder antara lain berupa :
1. Kerjasama dalam penggalangan dana pendidikan baik untuk kepentingan
proses pembelajaran, pengadaan bahan bacaan (buku), perbaikan mebeuler
sekolah, alat administrasi sekolah, rehabilitasi bengunan sekolah maupun
peningkatan kualitas guru itu sendiri.
2. Kerjasama penyelenggaraan kegiatan pada momen hari – hari besar
nasional dan keagamaan.

2. Hubungan Sekolah dan Masyarakat


Hubungan sekolah dengan masyarakat termasuk instasi pemerintah
maupun swasta adalah suatu proses komunikasi dengan masyarakat dengan
maksud dapat meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan
pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama warganya dalam usaha
memperbaiki masalah. Apabila sekolah dipandang sebagai suatu organisasi sosial,
maka organisasi tersebut mempunyai lingkungan dimana ia memperoleh pengaruh
dan membutuhkan hubungan. Di Indonesia sekolah – sekolah bernaung di bawah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (Kemendikbudnas), baik
tingkat Pusat maupun tingkat Provinsi. Sekolah tersebut secara riil berdiri,
ditengah – tengah masyarakat sekitar, yang berisi anggota masyarakat berupa
keluarga, organisasi resmi pemerintah non sekolah maupun organisasi informal.
Dalam pelaksanaan aktivitas pendidikan dan pengajaran disekolah, setiap
personal sekolah terutama jajaran manejer harus mampu melibatkan seluruh unsur
sistem pendidikan, termasuk elemen masyarakat dalam proses perencanaan dan
pengendalian program – program pemberhasilan kegiatan pembelajaran di
sekolah.

a. Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat


Hubungan sekolah dengan masyarakat dibangun dengan tujuan popularitas
sekolah di mata masyarakat. Popularitas sekolah akan tinggi jika mampu
menciptakan program-program sekolah yang bermutu dan relevan dengan
kebutuhan dan cita-cita bersama dan dari program tersebut mampu melahirkan
sosok–sosok individu yang mapan secara intelektual dan spiritual. Dengan
popularitas ini sekolah eksis dan semakin maju. Tujuan hubungan sekolah dengan
masyarakat diantaranya sebagai berikut:
1. Memberi penjelasan tentang kebijaksanaan penyelenggaraan sekolah
situasi dan perkembangannya.
2. Menampung sarana-sarana dan pendapat-pendapat dari warga sekolah
dalam hubungannya dengan pembinaan dan pengembangan sekolah.
3. Dapat memelihara hubungan yang harmonis dan terciptanya kerja sama
antar warga sekolah sendiri.

b. Manfaat hubungan sekolah dengan masyarakat


Manfaat hubungan sekolah dengan masyarakat dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Bagi masyarakat
a) Tahu hal-hal persekolahan dan inovasi-inovasinya.
b) Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tentang pendidikan lebih mudah
diwujudkan.
c) Menyalurkan kebutuhan berpartisipasi dalam pendidikan.
d) Melakukan tekanan/tuntutan terhadap sekolah.
2. Bagi sekolah
a) Memperbesar dorongan, mawas diri.
b) Memudahkan memperbaiki pendidikan.
c) Memperbesar usaha meningkatkan profesi staf.
d) Konsep masyarakat tentang guru menjadi benar.
e) Mendapatkan koreksi dari kelompok penuntut.
f) Mendapat dukungan moral dari masyarakat.
g) Memudahkan meminta bantuan dan material dari masyarakat.
h) Memudahkan pemakaian media pendidikan di masyarakat.
i) Memudahkan pemanfaatan narasumber.

c. Prinsip-prinsip pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat


Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam
pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Integrity
Prinsip ini mengandung makna bahwa semua kegiatan hubungan sekolah
dengan masyarakat harus terpadu, dalam arti apa yang dijelaskan, disampaikan
dan disuguhkan kepada masyarakat harus informasi yang terpadu antara informasi
kegiatan akademik maupun informasi kegiatan yang bersifat non akademik.

2. Continuity
Prinsip ini berarti bahwa pelaksanaan hubungan sekolah dengan
masyarakat, harus dilakukan secara terus menerus. Jadi pelaksanaan hubungan
sekolah dengan masyarakat tidak hanya dilakukan secara insedental atau sewaktu-
waktu.

3. Simplicity
Prinsip ini menghendaki agar dalam proses hubungan sekolah dengan
masyarakat yang dilakukan baik komunikasi personal maupun komunikasi
kelompok pihak pemberi informasi (sekolah) dapat menyederhanakan berbagai
informasi yang disajikan kepada masyarakat. Informasi yang disajikan kepada
masyarakat melalui pertemuan langsung maupun melalui media hendaknya
disajikan dalam bentuk sederhana sesuai dengan kondisi dan karakteristik
pendengar (masyarakat setempat).

4. Coverage
Kegiatan pemberian informasi hendaknya menyeluruh dan mencakup
semua aspek, faktor atau substansi yang perlu disampaikan dan diketahui oleh
masyarakat, misalnya program ekstra kurikuler, kegiatan kurikuler, remedial
teaching dan lain-lain kegiatan. Prinsip ini juga mengandung makna bahwa segala
informasi hendaknya:
a) Lengkap, artinya tidak satu informasipun yang harus ditutupi atau
disimpan, padahal masyarakat atau orang tua murid mempunyai hak
untuk mengetahui keberadaan dan kemajuan sekolah dimana anaknya
belajar. Oleh sebab itu informasi kemajuan sekolah, masalah yang
dihadapi sekolah serta prestasi yang dapat dicapai sekolah harus
dinformasikan kepada masyarakat.
b) Akurat, artinya informasi yang diberikan memang tepat dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, dalam kaitannya ini juga berarti bahwa informasi
yang diberikan jangan dibuat-buat atau informasi yang obyektif.
c) Up to date, berarti informasi yang diberikan adalah informasi
perkembangan, kemajuan, masalah dan prestasi sekolah terakhir.
Dengan demikian masyarakat dapat memberikan penilaian sejauh mana
sekolah dapat mencapai misi dan visi yang disusunnya.

5. Constructiveness
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya konstruktif
dalam arti sekolah memberikan informasi yang konstruktif kepada masyarakat.
Dengan demikian masyarakat akan memberikan respon hal-hal positif tentang
sekolah serta mengerti dan memahami secara detail berbagai masalah yang
dihadapi sekolah. Apabila hal tersebut dapat mereka mengerti, akan merupakan
salah satu faktor yang dapat mendorong mereka untuk memberikan bantuan
kepada sekolah sesuai dengan permasalahan sekolah yang perlu mendapat
perhatian dan pemecahan bersama. Hal ini menuntut sekolah untuk membuat
daftar masalah yang perlu dikomunikasikan secara terus menerus kepada sasaran
masyarakat tertentu.

6. Adaptability
Program hubungan sekolah dengan masyarakat hendaknya disesuaikan
dengan keadaan di dalam lingkungan masyarakat tersebut. Penyesuaian dalam hal
ini termasuk penyesuaian terhadap aktivitas, kebiasaan, budaya (culture) dan
bahan informasi yang ada dan berlaku di dalam kehidupan masyarakat. Bahkan
pelaksanaan kegiatan hubungan dengan masyarakat pun harus disesuaikan dengan
kondisi masyarakat (Pidarta, 1992).

d. Jenis - jenis hubungan sekolah dan masyarakat


Jenis hubungan sekolah dan masyarakat itu dapat digolongkan menjadi 3
jenis, yaitu:
1. Hubungan edukatif, ialah hubungan kerja sama dalam hal mendidik murid,
antara guru di sekolah dan orang tua di dalam keluarga. Adanya hubungan
ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan prinsip atau bahkan
pertentangan yang dapat mengakibatkan keragu-raguan pendirian dan
sikap pada diri anak.
2. Hubungan kultural, yaitu usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat
yang memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan
kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada. Untuk itu diperlukan
hubungan kerja sama antara kehidupan di sekolah dan kehidupan dalam
masyarakat. Kegiatan kurikulum sekolah disesuaikan dengan kebutuhan
dan tuntutan perkembangan masyarakat. Demikian pula tentang pemilihan
bahan pengajaran dan metode-metode pengajarannya.
3. Hubungan institusional, yaitu hubungan kerja sama antara sekolah dengan
lembaga-lembaga atau instansi resmi lain, baik swasta maupun
pemerintah, seperti hubungan kerja sama antara sekolah satu dengan
sekolah-sekolah lainnya, kepala pemerintah setempat, ataupun perusahaan-
perusahaan Negara, yang berkaitan dengan perbaikan dan perkembangan
pendidikan pada umumnya (Purwanto, 1990).
Daftar Pustaka
Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Purwanto, M. Ngalim. 1990. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Wau, Yasaratodo. 2018. Profesi Kependidikan. Medan: UNIMED.

Anda mungkin juga menyukai