Mini Project TB Paru Panimbang
Mini Project TB Paru Panimbang
BAB I
PENDAHULUAN
Penurunan jumlah kasus baru TB di Indonesia untuk tahun 2007 dan 2008 sangat penting
dalam mencapai angka yang lebih kecil lagi untuk tahun-tahun selanjutnya. Indonesia dituntut
untuk membuktikan komitmennya dalam mengatasi masalah TB. Hal ini sejalan dengan tujuan
ke-6 dari millennium development goals yang telah ditandatangani Indonesia bersama 188
negara lainnya pada September 2000 yakni memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit
menular lainnya termasuk TB. Untuk mewujudkannya di tahun 2015, maka ada 3 indikator
penting yang perlu diperhatikan yaitu prevalensi tuberculosis dan angka kematian penderita
tuberculosis dengan sebab apapun selama pengobatan OAT, angka penemuan penderita
tuberkulosis BTA positif baru, dan angka kesembuhan penderita tuberkulosis.
Penanggulangan penyakit Tuberkulosis di Indonesia sudah berlangsung sejak lama.
Sejak tahun 1909, penanggulangan penyakit Tuberculosis dilakukan secara nasional melalui
Puskesmas dengan penyediaan obat secara gratis. Program ini dinilai kurang berhasil akibat
kurangnya kesadaran pasien untuk melakukan pengobatan secara teratur. Sedang pengobatan
yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap diduga dapat menimbulkan
kekebalan ganda kuman Tuberkulosis terhadap obat anti Tuberkulosis (Depkes, 2007).
Menurut Leavell (1953), terdapat lima tahapan dalam pencegahan penyakit menular,
yaitu promosi kesehatan, proteksi khusus, diagnosis dini dan pengobatan yang cepat, pembatasan
disabilitas, dan rehabilitasi. Berkaitan dengan upaya penurunan angka kasus baru TB di
Indonesia, maka tahapan ke-3 sangat penting guna memutuskan rantai penularan dari penderita
ke orang yang sehat.
Di Banten, angka penemuan kasus TB Paru tahun 2012 sebesar 39,4 % dengan angka
kesembuhan 90,76%. Dan selanjutnya tahun 2013 penemuan kasus TB Paru 52,4 % dengan
angka kesembuhan 88,87 %. Di kecamatan Panimbang, angka kesakitan Tuberculosis lebih
tinggi dari angka perkiraan nasional. Secara kasar, diperkirakan setiap 700.000 penduduk
terdapat 1469 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif. Prevalensi tuberkulosis di
Kecamatan Panimbang Tahun 2012 dilaporkan jumlah penderita tuberkulosis dengan BTA
positif 430 penderita. Hasil pencapaian program di Kecamatan Panimbang tahun 2013 yaitu
1.259 kasus suspek terdapat 449 kasus baru BTA positif, 7 kasus kambuh, 57 kasus baru BTA
negatif, hasil roentgen positif ekstra paru 3 dan kasus lain-lain 1 orang. Dengan demikian
perubahan perilaku pandangan masyarakat mengenai TB Paru merupakan kunci keberhasilan
pengobatan TB Paru.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk merubah perilaku dan pandangan masyarakat mengenai TB Paru di Kecamatan
Panimbang.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi instansi (Puskesmas):
Sebagai bahan informasi bagi Puskesmas untuk meningkatkan CDR di Wilayah kerja puskesmas
Panimbang
1.4.2 Manfaat bagi pasien:
Bagi pasien diharapkan dapat membuka wawasan dan pandangan masyarakat mengenai TB
Paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh basil aerob
yang tahan asam, Mycobacterium tuberculosis atau spesies lain yang dekat seperti M.
bovisdan M. africanum. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat pula
menyerang susunan saraf pusat, sistem limfatik, sistem pernapasan, sistem genitourinaria, tulang,
persendian, bahkan kulit.1
2.1.2 Etiologi
Bakteri utama penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis.
Berikut ini adalah taksonomi dari M. tuberculosis:
Gambar 2.1 Basil tuberkel (merah) di bawah mikroskop dengan pewarnaan tahan asam13
Pada umumnya, genus mycobacterium kaya akan lipid, mencakup asam mikolat (asam
lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfatida. Lipid dalam batas-batas tertentu
bertanggung jawab terhadap sifat tahan-asam bakteri. Selain lipid, mycobacterium juga
mengandung beberapa protein yang dapat memicu reaksi tuberkulin, dan mengandung berbagai
polisakarida.13
Mycobacterium tidak menghasilkan toksin, tetapi termasuk organisme yang virulen
sehingga bila masuk dan menetap dalam jaringan tubuh manusia dapat menimbulkan penyakit.
Bakteri ini terutama akan tinggal secara intrasel dalam monosit, sel retikuloendotelial, dan sel-sel
raksasa.13
2.1.3 Epidemiologi
TB merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia, terutama di kawasan Asia dan
Afrika. Sekitar 55% dari seluruh kasus global TB terdapat pada negara-negara di benua Asia,
31% di benua Afrika, dan sisanya yang dalam proporsi kecil tersebar di berbagai negara di benua
lainnya.2 Secara global, pada tahun 2008 tercatat 9,4 juta kasus baru TB, dengan prevalensi 11,1
juta, dan angka kematian berkisar 1,3 juta pada kasus TB dengan HIV negatif dan 0,52 juta pada
kasus TB dengan HIV positif. Sementara itu, hingga tahun 2007, Indonesiaberada di urutan
ketiga penyumbang kasus tuberkulosis di dunia, dan termasuk ke dalam 22 high-burden
countries dalam penanggulangan TB.1 Tabel 2.1 berikut ini menunjukkan kedudukan Indonesia
dalam beban TB yang ditanggung di antara 22 negara lainnya di tahun 2007.
Tabel 2.1 Insiden, Prevalensi, dan Mortalitas kasus TB di 22 negara yang termasuk sebagaihigh-
burden countries2
Kasus konfirmasi TB berdasarkan umur di Amerika Serikat pada tahun 2002
menunjukkan bahwa tingkat insidensi kasus TB lebih tinggi pada mereka yang berumur di atas
65 tahun, sebagaimana yang ditunjukkan pada grafik 2.1.14
Grafik 2.1 Grafik kasus tuberkulosis berdasarkan kelompok usia di Amerika Serikat tahun 2002
Sementara di Eropa, sekitar 80% orang yang terinfeksi TB ternyata berumur di atas 50
tahun. Peningkatan insiden TB pada orang yang berusia lanjut juga terjadi di daerah lain di
dunia, seperti di kawasan Asia Tenggara.Di Indonesia, angka insidensi TB secara perlahan
bergerak ke arah kelompok usia lanjut (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini
sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun.15,16
2.1.4 Patofisiologi
Terdapat 4 stadium infeksi TB saat mikroba tersebut mulai masuk ke dalam alveolus.
Stadium 1
Makrofag akan memfagosit basil tuberkel dan membawanya ke kelenjar limfe regional (hilus dan
mediastinum). Basil ini kemudian akan berkembang biak, dihambat atau dihancurkan, tergantung
tingkat virulensi organisme dan pertahanan alamiah dalam hal ini kemampuan mikrobisidal
makrofag. Makrofag yang terinfeksi mengeluarkan komplemen C5a, yang memanggil monosit
ke area infeksi. Makrofag yang mengandung basil yang bermultiplikasi dapat mati dan
memanggil lebih banyak monosit.15
Stadium 2
Terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-21, basil tetap akan memperbanyak diri sementara sistem
imun spesifik belum teraktivasi dan monosit masih terus bermigrasi ke area infeksi.15
Stadium 3
Terjadi setelah 3 minggu, ditandai oleh permulaan imunitas selular dan respon Tdth. Makrofag
alveolar, yang pada saat itu telah menjadi limfokin yang diaktivasi oleh limfosit T, menunjukkan
peningkatan kemampuan untuk membunuh basil tuberkel intraselular. Proses ini menghasilkan
kompleks ghon dan nekrosis kaseosa yang dapat terbentuk.15
Stadium 4
Menunjukkan reaktivasi (sekunder atau post primer) stadium TB. Pada stadium terakhir ini, basil
akan lebih memperbanyak diri secara ekstraselular. Basil tuberkel akan menyebar ke peredaran
darah secara hematogen. Basil tuberkel biasanya tetap dalam kondisi stabil sebagai dorman,
sepanjang sistem imun penjamu masih intak.
Sekitar 10% individu yang terinfeksi berkembang menjadi penyakit TB pada waktu tertentu
dalam hidupnya, tetapi risiko ini lebih tinggi pada individu dengan penyakit defisiensi imun
seperti HIV/AIDS, sering mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan usialanjut. Faktor lainnya
seperti kurang gizi, kemiskinan, individu alkoholik, juga dapat meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit TB.15
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis, radiologi, dan
laboratorium.
a. Anamnesis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula
pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.17
b. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan demam (subfebris), badan kurus atau berat badan
menurun, dan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia. Pada tuberkulosis paru
lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal.18
c. Pemeriksaan radiologi
Radiografi dada merupakan alat yang penting untuk diagnosis dan evaluasi tuberkulosis.Akan
tetapi, tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis. Foto toraks penderita TB dapat memberikan gambaran berupa kompleks
Ghon yang membentuk nodul perifer bersama dengan kelenjar limfe hilus yang mengalami
kalsifikasi. Infiltrasi multinodular pada segmen apikal posterior lobus atas dan segmen superior
lobus bawah merupakan lesi yang paling khas pada tuberkulosis paru.17,18
d. Pemeriksaan laboratorium:
Tes tuberkulin/PPD yang paling sering digunakan adalah tes Mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purifed Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 TU
(intermediate strength).18
Pada pemeriksaan darah saat tuberkulosis baru mulai (aktif) ditemukan jumlah leukosit sedikit
meninggi, limfosit dibawah normal, dan peningkatan laju endap darah.18
Pada pemeriksaan sputum, kriteria sputum BTA (Bakteri Tahan Asam) positif adalah bila
ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Semua suspek TB
diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis
TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program
TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis
utama.17,18
Pemeriksaan biakan sangat berperan dalam mengidentifikasi M.tuberkulosis pada
penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka
terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman
serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1) Pasien TB
yang masuk tipe pasien kronis, 2) Pasien TB ekstra paru dan pasien TB anak, dan 3) Petugas
kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.17
Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat mendeteksi DNA bakterituberkulosis dalam
waktu yang lebih cepat atau mendeteksi bakteri yang tidak tumbuh pada sediaan biakan.18
Secara singkat, alur diagnosis TB paru dapat digambarkan pada skema 2.1 berikut ini.
Skema2.1 Alur Diagnosis TB Paru17
2.1.6 Terapi
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.17,19 Jenis, sifat, dan dosis OAT lini-1 dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Jenis dan sifat obat anti tuberkulosis (OAT) dan dosis yang direkomendasikan sesuai
dengan berat badan17
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:17
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, dan OAT tidak dapat digunakan secara tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
=Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.17
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:17
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru TB paru BTA
positif, pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif, atau pasien TB ekstra paru.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA
positif yang telah diobati sebelumnya, yakni pasien yang kambuh, pasien gagal OAT, dan pasien
dengan pengobatan setelah putus berobat (default).
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
Kategori Anak: 2HRZ/4HR.
Terdapat beberapa tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu:15
Baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT < 4
minggu.
Kambuh (Relaps): penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan
BTA positif (apusan atau kultur).
Putus berobat (Default): penderita yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
Gagal (Failure): penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kronik: penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.
BAB III
METODE
3.5 Evaluasi
Dibahas pada Bab Diskusi
I. PEMILIHAN INTERVENSI
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di masyarakat maka harus ditingkatkan
partisipasi puskesmas untuk melakukan penyuluhan penyakit Tuberkulosis secara bertahap dan
menyeluruh di setiap dusun, dan kelurahan di Kecamatan Panimbang. Hal penting yang harus
disampaikan dalam penyuluhan yaitu bagaimana gambaran penyakit TB, bagaimana penularan
penyait dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana mencegah agar hidup kita terbebas
dari infeksi TB paru.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah mengkomunikasikan hak-hak pasien TB (TB
Patient Charter) kepada kelompok-kelompok masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi
keagamaan, penyedia pelayanan dan pihak lainnya yang terkait. Intervensi yang dilakukan
mencakup kampanye TB (Stop TB Campaign) untuk meningkatkan pengetahuan dan dukungan
untuk Stop TB secara nasional, mengurangi stigma TB dengan cara meningkatkan jumlah
tersangka TB yang memeriksakan ke fasilitas pelayanan kesehatan, mempromosikan obat TB
program yang berkualitas dan tanpa biaya serta pengobatan pasien TB di setiap fasilitas
kesehatan.
Intervensi kedua yang dilakukan adalah proteksi dini bagi pasien yang memiliki riwayat
keluarga dan lingkungan tempat tinggal dengan kasus TB paru yang cukup tinggi. Misalnya
untuk setiap individu yang memiliki faktor risiko terinfeksi Tuberkulosis Paru diberikan INH
dengan dosis yang telah ditentukan.
Intervensi ketiga yaitu dengan menegakkan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang
cepat terhadap penderita TB Paru guna memutuskan rantai penularan dari penderita ke orang
sehat.
Intervensi keempat adalah melakukan monitoring pengobatan TB dengan memantau setiap
minggu kepatuhan pasien untuk minum obat TB dan melakukan pemeriksaan sputum bulan ke-2,
3,4,5/6, 7/8 dan akhir pengobatan.
II. PELAKSANAAN
Deteksi dini kasus TB dilakukan melalui skrining pasien TB di poliklinik Puskesmas
Panimbang pada tanggal 15 Maret – 21 Maret 2014. Ditemukan 8 penderita TB klinis, masing-
masing 3 pasien dengan sputum BTA positive, dan 5 pasien yang tidak mempunyai hasil sputum
BTA. Untuk ketiga pasien dilakukan pengobatan TB Kategori 1 dengan tahap Intensif selama 2
bulan dengan jumlah dosis 4 KDT (FDC) 3 tablet setiap hari. Selanjutnya untuk kelima pasien
tersebut akan dilakukan kunjungan secara aktif ke rumah pasien untuk melakukan pengambilan
sputum dan penyuluhan kecil dalam keluarga pasien.