Anda di halaman 1dari 10

BAB 1.

PEMBAHASAN

Silek Minangkabau atau silat Minangkabau merupakan seni olahraga bela


diri yang tumbuh dan berkembang di wilayah Minangkabau sejak dahulu
kala. Silek dalam kebudayaan masyarakat Minang merupakan jati diri,
yang melekat dalam keseharian mereka, terutama bagi kaum lelakinya.
Tetapi bukan tabu bagi kaum perempuan, karena banyak perempuan
Minang yang menguasai seni bela diri tersebut.
Dulu, seorang anak yang akan pergi merantau,terlebih dahulu
mempelajari silek sampai matang. Hal itu dimaksudkan agar mereka bisa
membela diri dari serangan para penyamun, atau melindungi kaum
kerabatnya dari angkara murka.
Karena sifatnya untuk membela diri, maka ada aturan dalam silek untuk
tidak menyerang bagian berbahaya dari tubuh lawan. Silek juga
mengandung hikmah, kalau mereka yang menguasai silek dengan baik,
mestinya memiliki kesabaran yang tinggi.
Hal itu tercermain dalam langkah yang dimiliki pesilat, yaitu 3 langkah
mundur, dan hanya 1 langkah maju. Artinya, seorang pesilat mesti banyak
mengalah, bersabar, dan tidak melayani serangan lawan dalam tahap
awal. Tiga langkah mundur memberi kesempatan kepada lawan untuk
mengurungkan niatnya melanjutkan serangan.
Silek juga dipelajari anak nagari di Minangkabau untuk mempertahankan
nagari dari serangan musuh, misalnya perampok, dan sejenis. Anak lelaki
Minang sejak kecil sudah belajar di surau. Biasanya mereka dilatih guru
mengaji, yang menguasai ilmu silek. Latihan silek dilakukan biasanya usai
belajar mengaji pada malam hari.
Kata pencak silat berasal dari dua kata, yaitu “mancak” dan “silek”.
Mancak merupakan bunga gerakan silek. Mamancak berarti
memperagakan gerakanbunga silat, berupa gerakan-gerakan tarian silat
yang dipamerkan di dalam acara-acara adat atau acara-acara seremoni

1
lainnya. Gerakan-gerakan untuk mancak diupayakan seindah dan
sebagus mungkin dimaksudkan sebagai pertunjukan.
Kata silek merupakan gerakan seni pertempuran yang dipergunakan
untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-
gerakan diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dengan maksud
melumpuhkan lawan.

1.1 Silek Minang


Para tuo silek mengatakan jiko mamancak di galanggang, kalau basilek di
muko musuah (jika melakukan tarian pencak di gelanggang, sedangkan
jika bersilat untuk menghadapi musuh). Oleh sebab itu para tuo silek (guru
besar) jarang ada yang mau mempertontonkan keahlian mereka di depan
umum bagaimana langkah-langkah mereka melumpuhkan musuh.
Oleh sebab itu, pada acara festival silat tradisi Minangkabau, maka
penonton akan kecewa jika mengharapkan dua guru besar (tuo silek)
turun ke gelanggang memperlihatkan bagaimana mereka saling serang
dan saling mempertahankan diri dengan gerakan yang mematikan.
Kedua tuo silek itu hanya melakukan mancak dan berupaya untuk tidak
saling menyakiti lawan main mereka, karena menjatuhkan tuo silek lain di
dalam acara akan memiliki dampak kurang bagus bagi tuo silek yang

2
"kalah". Dalam praktik sehari-hari, jika seorang guru silat ditanya apakah
mereka bisa bersilat, mereka biasanya menjawab dengan halus, dan
mengatakan bahwa mereka hanya bisa mancak (pencak), padahal
sebenarnya mereka itu mengajarkan silek (silat).
Inilah sifat rendah hati ala masyarakat Nusantara, mereka berkata tidak
meninggikan diri sendiri, biarlah kenyataan saja yang bicara. Jadi kata
pencak dan silat akhirnya susah dibedakan. Saat ini
setelah silek Minangkabau itu dipelajari oleh orang asing, mereka
memperlihatkan kepada kita bagaimana serangan-serangan mematikan
itu mereka lakukan.
Keengganan tuo silek ini dapat dipahami karena Indonesia telah dijajah
oleh bangsa Belanda selama ratusan tahun, dan memperlihatkan
kemampuan bertempur tentu saja tidak akan bisa diterima oleh bangsa
penjajah pada masa dahulu, jelas ini membahayakan buat posisi mereka.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa silat itu berasal dari kata silek.
Kata silek pun ada yang menganggap berasal dari siliek, atau si liat,
karena demikian hebatnya berkelit dan licin seperti belut. Setiap nagari di
Minangkabau memiliki tempat belajar silat atau dinamakan juga
sasaran silek, dipimpin oleh guru yang dinamakan Tuo Silek. Tuo silek ini
memiliki tangan kanan yang bertugas membantu beliau mengajari para
pemula.
Orang yang mahir bermain silat dinamakan pandeka (pendekar). Gelar
Pandeka pada zaman dahulunya dilewakan (dikukuhkan) secara adat oleh
ninik mamak dari nagari yang bersangkutan. Namun pada zaman
penjajahan, gelar itu dibekukan oleh pemerintah Belanda.
Setelah lebih dari seratus tahun dibekukan, masyarakat adat Koto
Tangah, Kota Padang akhirnya mengukuhkan kembali gelar Pandeka
pada tahun 2000-an. Pandeka ini memiliki peranan sebagai parik paga
dalam nagari (penjaga keamanan negeri), sehingga mereka dibutuhkan
dalam menciptakan negeri yang aman dan tentram.

3
Pada 7 Januari 2009, H. Fauzi Bahar (kala itu menjabat Walikota
Padang) digelari Pandeka Rajo Nan Sati oleh Niniak Mamak (Pemuka
Adat) Koto Tangah, Kota Padang. Gelar itu diberikan sebagai
penghormatan atas upaya beliau menggiatkan kembali
aktivitas silek tradisional di kawasan Kota Padang, ia juga seorang pesilat
handal pada masa mudanya, sehingga gelar itu layak diberikan.
Tidak ada bukti tertulis yang menyatakan silek berasal dari mana, dan
bagaimana sejarahnya sampai ke Minangkabau. Namun menurut buku
berjudul Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau karangan Mid
Djamal (1986), maka dapat diketahui bahwa para pendiri silek (Silat) di
Minangkabau adalah Datuak Suri Dirajo, dan 4 pengawal kerajaan
Minangkabau berjuluk Kambiang Utan, Harimau Campo, Kuciang Siam,
dan Anjiang Mualim.

4
BAB 2. SEJARAH SILEK
Datuak Suri Dirajo diperkirakan mendirikan sasaran silek pada tahun 1119
Masehi di daerah Pariangan, Padangpanjang, Sumatera Barat. Kambiang
Utan diperkirakan berasal dari Kamboja. Harimau Campo berasal dari
daerah Negeri Champa, Kuciang Siam diyakini datang dari Siam atau
Thailand, dan Anjiang Mualim datang dari Persia.
Di masa Datuak Suri Dirajo inilah silek Minangkabau pertama kali diramu,
dan gerakan-gerakan beladiri dari pengawal yang empat orang tersebut
turut mewarnai silek itu sendiri. Nama-nama mereka memang seperti
nama hewan (Kambing, Harimau, Kucing dan Anjing), namun tentu saja
mereka adalah manusia, bukan hewan menurut persangkaan beberapa
orang.
Asal muasal Kambiang Hutan dan Anjiang Mualim memang sampai
sekarang membutuhkan kajian lebih dalam dari mana sebenarnya mereka
berasal karena nama mereka tidak menunjukkan tempat secara khas.
Mengingat hubungan perdagangan yang berumur ratusan sampai ribuan
tahun antara pesisir pantai barat kawasan Minangkabau (Tiku, Pariaman,
Air Bangis, Bandar Sepuluh dan Kerajaan Indrapura) dengan Gujarat
(India), Persia (Iran dan sekitarnya), Hadhramaut (Yaman), Mesir, Campa
(Vietnam sekarang), dan bahkan sampai ke Madagaskar di masa lalu,
bukan tidak mungkin silat Minangkabau memiliki pengaruh dari beladiri
yang mereka miliki.
Sementara itu, dari pantai timur Sumatera melalui sungai dari Provinsi
Riau yang memiliki hulu ke wilayah Sumatera Barat (Minangkabau)
sekarang, maka hubungan beladiri Minangkabau dengan beladiri dari
Cina, Siam dan Champa bisa terjadi karena jalur perdagangan, agama,
ekonomi, dan politik. Beladiri adalah produk budaya yang terus
berkembang berdasarkan kebutuhan di masa itu. Perpaduan dan
pembauran antar beladiri sangat mungkin terjadi.
Bagaimana perpaduan ini terjadi membutuhkan kajian lebih jauh. Awal
dari penelitian itu bisa saja diawali dari hubungan genetik antara

5
masyarakat di Minangkabau dengan bangsa-bangsa yang disebutkan di
atas.Jadi boleh dikatakan bahwa silat di Minangkabau adalah kombinasi
dari ilmu beladiri lokal, ditambah dengan beladiri yang datang dari luar
kawasan Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa langkah
silat di Minangkabau yang khas itu adalah buah karya mereka.
Langkah silat Minangkabau sederhana saja, namun di balik langkah
sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggagas
ratusan tahun yang lampau. Mereka telah membuat langkah itu
sedemikian rupa sehingga silek menjadi plastis untuk dikembangkan
menjadi lebih rumit.
Guru-guru silek atau pandeka yang lihai adalah orang yang benar-benar
paham rahasia dari langkah silat yang sederhana itu, sehingga mereka
bisa mengolahnya menjadi bentuk-bentuk gerakan silat sampai tidak
terhingga jumlahnya.
Kiat yang demikian tergambar di dalam pepatah jiko dibalun sagadang bijo
labu, jiko dikambang saleba alam (jika disimpulkan hanya sebesar biji
labu, jika diuraikan akan menjadi selebar alam).
Secara garis besar, Silek Minang memiliki beberapa aliran,
seperti Silek Tuo (Silat Tua), Silek Sitaralak (Silat Sitaralak, Silek Lintau
(Silat Lintau), Silek Luncua (Silat Luncur), Silek Kumango (Silat
Kumango), Silek Harimau (Silat Harimau), Silek Pauah (Silat
Pauh), Silek Gulo-Gulo Tareh (Silat Gulo-Gulo Tareh), Silek Ulu Ambek
(Silat Ulu Ambek), Silek Sungai Patai (Silat Sungai Patai),
dan Silek Baruah (Silat Baruh).
Silek Ulu Ambek menurut beliau tidak tergolong ke dalam aliran silek,
karena lebih menekankan kekuatan batin daripada kontak
fisik. Silek sitaralak, Lintau, Kumango, Luncua terkenal sampai ke
Malaysia. Silek sitaralak merupakan silat yang beraliran keras dan kuat.
Ada beberapa nama aliran silat lain yang punya nama, yakni Silek Tiang
Ampek, Silek Balubuih, Silek Pangian (berkembang di Kabupaten Kuantan

6
Singingi), dan Buah Tarok dari Bayang, Pesisir Selatan. Asal usul dari
aliran silat juga rumit dan penuh kontroversi.
Contoh Silek Tuo dan Sitaralak. Silek Tuo ada yang menganggap itu
adalah versi silek paling tua, namun pendapat lain mengatakan bahwa
silat itu berasal dari Tuanku Nan Tuo dari Kabupaten Agam. Tuanku Nan
Tuo adalah anggota dari Harimau Nan Salapan, sebutan lain dari Kaum
Paderi yang berjuang melawan Belanda di Sumatera Barat. Hubungan
sitaralak dan silek tuo adalah kajian yang menarik untuk dikupas lebih
dalam.
Gerakan silek itu diambil dari berbagai macam hewan yang ada di
Minangkabau, contohnya Silek Harimau, Kucing dan Silek Buayo (Buaya).
Namun dalam perkembangannya, ada sasaran silek, umumnya silek yang
berasal dari kalangan tarekat atau ulama menghilangkan unsur-unsur
gerakan hewan di dalam gerakan silek mereka, karena dianggap
bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Orang Minang menganut falsafah Alam takambang jadi guru . Falsafah itu
merupakan konsep universal dari budaya alam Minangkabau. Kata "alam",
berasal dari bahasa Sanskerta artinya sama dengan lingkungan
kehidupan atau daerah. Konsep ini juga diterjemahkan oleh para pendiri
silat pada masa dahulunya menjadi gerakan-gerakan silat. Antara silat
dan produk budaya lain di Minangkabau adalah satu kesatuan filosofis,
jadi untuk menerangkan silat, pepatah-pepatah yang biasa diucapkan
dalam upacara adat bisa digunakan.
Setiap nagari memiliki sasaran silek, ini adalah suatu keharusan. Ibarat
sebuah negara, tidak mungkin tidak memiliki angkatan perang. Konsep
nagari itu sama dengan konsep sebuah negara. Hubungan antara nagari
dengan nagari lainnya sama halnya dengan hubungan antar negara.
Alam Minangkabau adalah kesatuan pengikat antar nagari bahwa mereka
merupakan satu konsep budaya. Secara budaya, yang dinamakan
masyarakat Minangkabau mengaku berasal dari Gunung Marapi, tepatnya
dari Nagari Pariangan, Sumatera Barat, yakni suatu tempat yang disebut

7
sebagai sawah gadang satampang baniah (sawah luas, setampang
benih).
Dari nagari itulah benih kebudayaan yang setampang digagas, disusun
dan kemudian dikembangkan ke wilayah sekitarnya (luhak nan tigo). Oleh
karena nagari di Minangkabau tidak ubahnya seperti sebuah republik mini,
semuanya lengkap dari wilayah, aparat pemerintah, pertahanan, sampai
penduduknya, maka hampir semua nagari memiliki sasaran silek,
sehingga variasi dari gerakan-gerakan silat tidak dapat dihindari sama
sekali.
Variasi dari gerakan silek terjadi karena rentang waktu yang sedemikan
lama dari awal silek itu dirumuskan; Pancarian surang-surang (penemuan
baru oleh guru baik disengaja atau tidak); Perbedaan minat; Hasil adu
pandapek (hasil diskusi sesama pendekar); dan pengaruh dari beladiri lain
Meskipun demikian ada kesamaan konsep dari gerakan silat di
Minangkabau. Oleh sebab itu dapat dibedakan antara silat dari
Minangkabau dan silat dari daerah lain di kawasan Nusantara.
Beberapa konsep dari silek Minangkabau itu adalah Tagak jo Langkah
(Berdiri dan Langkah). Ciri khas dari permainan silek adalah pola berdiri
dan melangkah. Tagak artinya tegak atau berdiri, di mana pesilat berdiri?
Dia berdiri di jalan yang benar (tagak di nan bana), dia bukanlah seorang
yang suka mencari rusuh dan merusak tatanan alam, dan kehidupan
bermasyarakat.
Di dalam mantera sering juga diungkapkan sebagai tegak alif, pitunggua
adam, langkah muhammad. Di dalam permainan silat, posisi berdiri
adalah pelajaran pertama diberikan, yang dinamakan sebagai bukak
langkah (sikap pasang) seorang pemain silat Minangkabau adalah tagak
runciang(berdiri runcing atau berdiri serong) dengan posisinya selalu
melindungi alat vital.
Kuda-kuda pemain silat harus kokoh, untuk latihan ini dahulunya mereka
berjalan menentang arus sungai.

8
Langkah dalam permainan silek Minangkabau mirip dengan langkah
berjalan, namun posisinya pada umumnya merendah. Posisi melangkah
melingkar yang terdiri dari gelek, balabek, simpai dan baliak.
Pola langkah yang dipergunakan pesilat Minang antara lain langkah tigo
(langkah tiga, pola langkah yang membentuk segitiga). Langkah ampek
(langkah empat, pola langkah yang membentuk segi empat).Langkah
sambilan (langkah sembilan), yang biasanya untuk mancak (pencak)
Di dalam bersilat perlu sekali memahami garak dan garik. Garak artinya
insting, kemampuan membaca sesuatu akan terjadi, contoh seorang
pesilat bisa merasakan ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya.
Garik adalah gerakan yang dihasilkan oleh pesilat itu sebagai antisipasi
dari serangan yang datang. Jika kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, ia menjadi kurang pas, karena di dalam bahasa Indonesia,
gerak itu adalah gerakan dan gerik adalah kata pelengkap dari gerakan
itu. Sedangkan di dalam bahasa Minangkabau garak (gerak) itu adalah
kemampuan mencium bahaya (insting), dan garik (gerik) adalah gerakan
yang dihasilkan (tindakan).
Seorang pesilat sejatinya memiliki Raso jo Pareso (Rasa dan Periksa).
Raso (rasa) bisa diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu
gerakan yang tepat tanpa harus dipikirkan dulu, seperti seorang yang
mahir membawakan kendaraaan, dia pasti tidak berpikir berapa
centimeter harus memijak rem supaya berhenti dengan tepat tanpa
goncangan, tapi dengan merasakan pijakan rem itu dia dapat berhenti
dengan mulus.
Pareso (periksa) adalah kemampuan analisis dalam waktu yang singkat
atau nalar. Di dalam pertempuran ungkapan pareso ini adalah
kemampuan memanfaatkan sesuatu di dalam berbagai situasi
pertempuran, dalam upaya untuk memperoleh kemenangan. Misalkan,
jika kita bertempur waktu sore, upayakan posisi jangan menghadap ke
barat, karena akan silau oleh cahaya matahari.

9
Jadi antara raso dan pareso itu jalannya berpasangan, tidak boleh jalan
sendiri-sendiri. Kita tidak boleh terlalu mengandalkan perasaan tanpa
menggunakan pikiran, namun tidak boleh pula berpikir tanpa
menggunakan perasaan. Ada pepatah yang mengatakan raso dibao
naiak, pareso dibao turun (rasa di baik naik ke alam pikiran, periksa
dibawa turun ke alam rasa). Demikianlah kira-kira maksud dari raso jo
pareso yang diungkapkan oleh para guru silek.
Alam fikiran Orang Minangkabau memiliki konsep berpasangan. Hal itu
dibuktikan dengan banyaknya pepatah yang memiliki isi kalimat
berpasangan, contohnya: mancari nan baik manulak nan buruak (mencari
hal-hal yang baik dan menolak hal-hal yang buruk), manitiak dari ateh,
mambasuik dari bumi (menitik dari atas, membersit dari bumi), tiok kunci
ado pambukaknyo (tiap kunci ada pembukanya) dan tiok kabek bisa
diungkai (tiap ikatan bisa dilepas).
Hal yang sama berlaku pada silek, setiap gerakan silat ada pemusnahnya,
setiap kuncian ada teknik untuk melepaskannya. Oleh sebab itu sepasang
pemain silat yang mahir mampu bersilat terus menerus tanpa putus
dengan mengalir begitu saja. Mereka baru berhenti kalau sudah letih atau
capek.

KESIMPULAN
Silek minangkabau merupakan kebudayaan hasil karya para leluhur
minangkabau yang telah ada ratusan tahun lalu.Yang mana beladiri ini
merupakan perpaduan antara budaya lokal dengan budaya
asing,mengingat bahwa dahulu padang juga berperan sebagai pelabuhan
laut dari berbagai negara untuk berdagang dan mencari rempah-
rempah.Silek merupakan beladiri yang sudah menjadi tradisi bagi para
masyarakat khususnya pemuda minangkabau.

10

Anda mungkin juga menyukai