Anda di halaman 1dari 8

Makalah Persepsi dan Pembuatan Keputusan Individual

Filed under: Uncategorized


April 30, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang mempunyai pengertian akan suatu peristiwa atau masalah yang terjadi pada dirinya
atau pengalaman. Pengertian ini akan berbeda pada setiap individu walaupun melihat hal yang
sama.
Salah satu contoh yang terjadi pada perstiwa 11 September 2001, kehidupan masyarakat
Amerika sebagian besar berubah. Perubahan ini disebabkan oleh berbagai stereotip yang dimiliki
oleh masyarakat Amerika tentang orang-orang Muslim.

Serangan teroris 11 September juga menyadarkan berjuta-juta orang Muslim yang hidup di
Amerika tentang kekuatan yang menyakitkan dari stereotip. Stereotip yang ada ini merupakan
bagian dari persepsi dan membentuk berbagai penilaian yang kita buat tentang individu
lain. Persepsi yang timbul dalam masyarakat dapat berhubungan dengan pembuatan keputusan
pada individu-individu.

Menurut Stephen P. Robbins persepsi (perception) adalah proses di mana individu mengatur dan
menginterprestasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan
mereka. Riset tentang persepsi secara konsisten menunjukkan bahwa individu yang berbeda
dapat melihat hal yang sama tetapi memahaminya secara berbeda. Kenyataannya adalah bahwa
tak seorang pun dari kita melihat realitas. Yang kita lakukan adalah menginterprestasikan apa
yang kita lihat dan menyebutnya sebagai realitas.
Akibat dari serangan yang terjadi di Amerika, pada umumnya masyarakat USA mempunyai
persepsi bahwa orang Muslim identik dengan teroris. Karena masyarakat Amerika
menginterprestasikan apa yang dilihatnya pada saat itu. Tetapi saat ini ada beberapa masyarakat
yang mempunyai persepsi bahwa tidak semua orang Muslim adalah teroris.
B. Pembatasan Masalah
Penulisan makalah sederhana ini hanya dibatasi berkaitan dengan “Persepsi dan Pembuatan
Keputusan Individual”.
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai pemenuhan tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi tambahan bagi pihak-pihak yang membutuhkan untuk
berbagai keperluan.
D. Metode Penulisan
Dalam proses penyusunan makalah ini kami menggunakan pendekatan motode studi literature.
Yaitu dengan melakukan proses pencarian dan pengumpulan dokumen sebagai sumber-sumber
data dan informasi. Metode ini dipilih karena pada hakekatnya sesuai dengan kegiatan
penyusunan dan penulisan yang hendak dilakukan.
E. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun memaparkan beberapa Pokok permasalahan
awal yang berhubungan erat dengan permasalah utama. Pada bagian pendahuluan ini di paparkan
tentang latar belakang masalah batasan, dan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode
penulisan dan sistematika penulisan makalah.
Bab II Pembahasan Persepsi dan Pembuatan Keputusan Individual . Pada bagian ini merupakan
bagian utama yang hendak dikaji dalam proses penyusunan makalah. Penyusun berusaha untuk
mendeskripsikan berbagai temuan yang berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber/bahan.
Bab III Kesimpulan. Pada bagian ini penyusun berusaha untuk mengemukakan terhadap semua
permasalahan-permasalahan yang dikemukakan oleh penyusun dalam perumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang
merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena perilaku
orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka
persepsi sangat penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi.
Persepsi menurut Robbins adalah suatu proses yang ditempuh oleh setiap individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada
lingkungan mereka.
Menurut Manahan, persepsi adalah gambaran seseorang tentang sesuatu obyek yang menjadi
fokus permasalahan yang sedang dihadapi.
Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :
1. Pelaku persepsi : penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat
dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau
minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan
akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka.
2. Target : Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita
memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang oleh
orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama
pula.
3. Situasi : Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang
berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh laki-laki bila ia berada di mall,
namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan
memandangnya.
Dari pendapat di atas yang dimaksud dengan persepsi adalah proses gambaran yang ada pada
individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan yang diterima oleh indera sehingga
memberikan makna kepada lingkungan.
Ketika seorang individu melihat suatu sasaran atau mengobservasi dan berusaha
menginterprestasikan apa yang ia lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari
pribadi individu yang melihat. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi terdiri dari
sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan.
2. Beberapa Isu Mengenai Persepsi Orang
o Teori persepsi; persepsi yang diberikan terhadap orang akan berbeda dengan persepsi terhadap
objek mati, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan cara
membuat penilaian mengenai orang lain atau persepsi orang adalah teori atribusi : teori yang
mengarahkan bagaimana kita mengamati perilaku individu dan mencoba menentukan apakah
masalah tersebut ditimbulkan secara internal atau eksternal
o Teori Atribusi menurut Manahan adalah proses pembentukan persepsi dimulai dengan jalan
obsevasi tentang sesuatu obyek atau subyek, yang kemudian diinterpretasikan menjadi persepsi
dengna melengkapi gambaran-gambaran penyebab dan yang akan mengakibatkan sesuai akan
terjadi secara berlanjut.
Sedangkan menurut Robbins adalah pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu
mengamati perilaku, mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor internal atau
eksternal. Misalnya saja persepsi kita terhadap orang akan dipengaruhi oleh penyebab-penyebab
internal karena sebagai manusia mereka mempunyai keyakinan, maksud, dan motof-motif
didalam dirinya. Namun persepsi kita terhadap benda mati seperti gedung, api, air, dan lain
sebagainya, akan berbeda karena mereka adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya
sendiri (eksternal). Penentuan apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal
bergantung pada tiga faktor :
– Kekhususan : apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam situasi
yang berlainan.
– Konsensus : yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi dengan cara yang
sama.
– Konsistensi : apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu.
Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka
(bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi. Bukti
mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar dan melebih-
lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan seorang salesman akan
lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada akibat kalah saing dari produk pesaing.
Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang
lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan.
Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitankarena tidak ‘foolproof’. Karena
itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini
menghasilkan distorsi.
• Persepsi selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan
berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak
dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita.
• Efek halo : yaitu menarik eksan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu
karakteristik tunggal.
• Efek kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh
pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang berperingkat
lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama.
• Proyeksi : Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja orang
yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama dengannya.
• Berstereotipe : yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok
seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita akan
mempersepsikan semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini dapat
menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan konsistensi,
namun sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak
relevan.
3. Penerapan Khusus dalam Organisasi
Penilaian memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang selalu saling
menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :
1. Wawancara karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara sering membuat penilaian
perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan
dalam diri seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting
dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual
mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja
suatu organisasi.
2. Pengharapan kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya untuk mensahihkan
persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita
mengenai seseorang/sekelompok orang akan menentukan perilaku kita. Misalnya manager
memperkirakan orang akan berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian
untuk memenuhi ekspektasi rendah ini.
3. Evaluasi kinerja : penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung pada proses
perseptual. Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif.
Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum
mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil penilaian tersebut.
4. Upaya karyawan : Dalam banyak organisasi, tingkat upaya seorang karyawan dinilai sangat
penting, jadi bukan hanya kinerja saja. Namun penilaian terhadap upaya ini sering merupakan
suatu pertimbangan subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias)
perseptual.
5. Kesetiaan karyawan : pertimbangan lain yang sering dilakukan manager terhadap karyawan
adalah apakah karyawan tersebut setia atau tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari
penilaian kesetiaan tersebut bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu yang melaporkan
tindakan tak etis dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak demi kesetiaan kepada organisasi
ataupun sebagai pengacau.
4. Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual
Pengambilan kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian
yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam organisasi mengambil
keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu
penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang diinginkan, yang
menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya, seorang manager suatu divisi menilai
penurunan penjualan sebesar 2% sangat tidak memuaskan, namun didivisi lain penurunan
sebesar itu dianggap memuaskan oelh managernya.
Perlu diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi.
Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan. Misalnya, data mana
yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi dari pengambil keputusan akan ikut
menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Dalam kenyataannya pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang tidak sistematis
seperti proses yang dikemukakan sebelumnya. Keputusan individu dalam organisasi biasanya
dilakukan untuk permasalahan-permasalahan yang tidak kompleks. Dalam pengambilan suatu
keputusan individu dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian,
kecenderungan dalam pengambilan resiko dan kemungkinan ketidakcocokan.
Persepsi merupakan fungsi penting bagi individu dalam membuat keputusan (decission making)
karena persepsi mejadi landasan bagi individu untuk meyusun identifikasi, analisa, serta
menyimpulkan suatu objek atau subjek yang dipersepsikan.
5. Proses Pengambilan Keputusan Rasional
Pengambil keputusan harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-
batas tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang rasional, yaitu :
menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan, mengalokasikan bobot pada kriteria,
mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif, dan memilih alternatif terbaik.
Model pengambilan keputusan yang rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
 Kejelasan masalah : pengambil keputusan memiliki informasi lengkap sehubungan dengan
situasi keputusan.
 Pilihan-pilihan diketahui : pengambil keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang
relevan dan dapat mendaftarkan semua alternatif yang dilihat.
 Pilihan yang jelas : kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan sesuai pentingnya.
 Pilihan yang konstan : kriteria keputusan konstan dan beban yang ditugaskan pada mereka
stabil sepanjang waktu.
 Tidak ada batasan waktu dan biaya : sehingga informasi lengkap dapat diperoleh tentang
kriteria dan alternatif.
 Pelunasan maksimum : alternatif yang dirasakan paling tinggi akan dipilih.
6. Meningkatkan Kreativitas dalam Pengambilan Keputusan
Dengan adanya kreativitas pengambil keputusan dapat memproduksi gagasan-gagasan baru yang
bermanfaat. Selain itu, juga memungkinkan untuk lebih menghargai dan memahami masalah,
termasuk masalah yang tidak dapat dilihat orang lain.
1. Potensial kreatif : yaitu potensi yang dimiliki kebanyakan orang, namun untuk
mengeluarkannya orang harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebanyakan dari kita
terlibat didalamnya dan belajar bagaimana berpikir tentang satu masalah dengan cara yang
berlainan.
2. Model kreativitas tiga komponen : suatu badan riset menunjukkan bahwa kreativitas
individual pada hakikatnya menuntut keahlian, ketrampilan berpikir kreatif, dan motivasi tugas
intrinsik. Semakin tinggi tingkat dari masing-masing komponen ini, maka semakin tinggi pula
kreativitas seseorang.
Dalam suatu organisasi mengambil keputusan merupakan solusi dari suatu masalah yang
disepakati bersama dan sesuai dengan tujuan dari oragansasi itu sendiri. Kebanyakan keputusan
dalam organisasi biasanya diambil seperti dibawah ini :
1. Rasionalitas terbatas : para individu mengambil keputusan dengan merancang bangun model-
model yang disederhanakan yang menyuling ciri-ciri hakiki dari masalah tanpa menangkap
semua kerumitannya. Bila berhadapan pada masalah yang kompleks, kebanyakan orang
menanggapi dengan mengurangi masalah pada level amna masalah itu dapat dipahami. Ini
disebabkan karena kemampuan manusia mengolah informasi terbatas, membuatnya tidak
mungkin mengasimilasi dan memahami semua informasi yang perlu untuk optimisasi. Dengan
demikian, mereka mencari pemecahan yang memuaskan.
2, Intuisi : penggunaan intuisi untuk mengambil keputusan tidak lagi diangap tak rasional atau
tak efektif. Ada pengakuan yang makin berkembang bahwa analisis rasional terlalu ditekankan
dan bahwa dalam kasus-kasus tertentu mengandalkan pada intuisi dapat memperbaiki
pengambilan keputusan. Namun perlu dilihat bahwa definisi intuitif dari para ahli adalah suatu
proses tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang tersaring. Intuisi ini juga saling
melengkapi dengan analisi rasional. Ada 8 kondisi dimana orang paling mungkin menggunakan
intuisi didalam pengambilan keputusan, yaitu : bila ada ketakpastian dalam tingkat yang tinggi,
bila hanya sedikit preseden untuk diikuti, bila variabel-variabel kurang dapat diramalkan secara
ilmiah, bila ‘fakta’ terbatas, bila fakta tidak menunjukkan dengan jelas jalan utnuk dituruti, bila
data analitis kurang berguna, bila ada beberapa penyelesaian alternatif untuk dipilih dengan
argumen yang baik, dan bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera diambil keputusan
yang tepat.
3. Identifikasi masalah : masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih lebih
tinggi dibanding masalah-masalah yang penting. Ada dua alasan atas hal tersebut : mudah untuk
mengenal masalah-masalah yang tampak, dan karena kita prihatin dengan pengambilan
keputusan dalam organisasi sehingga para pengambil keputusan ingin tampil kompeten dan
‘berada pada puncak masalah’.
4. Pengembangan alternatif : bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan adalah
inkremental, bukan komprehensif. Artinya pengambil keputusan mengindari tugas-tugas sulit
yang mempertimbangkan semua faktor penting, menimbang relatif untung dan ruginya, serta
mengkalkulasi nilai untuk masing-masing alternatif. Sebagai gantinya, mereka membuat suatu
perbandingan terbatas yang bersifat suksesif. Akibatnya pilihan keputusanpun disederhanakan
dengan hanya membandingkan alternatif-alternatif yang berbeda dalam tingkat yang relatif kecil
dari pilihan terbaru.
5. Membuat pilihan : untuk menghindari keputusan yang terlalu sarat, para pengambil keputusan
mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan. Ada dua
kategori umum heuristik dan satu bias lainnya, yaitu :
1. Heuristik ketersediaan : kecenderungan pada orang untuk mendasarkan penilaian pada
informasi yang sudah ada ditangan mereka. Ini menjelaskan mengapa para manager lebih
mempertimbangkan kinerja terakhir karyawan daripada kinerjanya setengah tahun yang lalu.
Sama halnya dengan pikiran orang bahwa naik pesawat lebih berbahaya daripada mobil.
2. Heuristik representatif : menilai kemungkinan dari suatu kejadian dengan menarik analogi dan
melihat situasi identik dimana sebenarnya tidak identik. Contohnya adalah manager yang sering
menghubungkan keberhasilan suatu produk baru dengan keberhasilan produk sebelumnya, anak-
anak yang menonton film Superman dan merasa dirinya seperti Superman, dan lain sebagainya.
3. Peningkatan komitmen : suatu peningkatan komitmen pada keputusan sebelumnya meskipun
ada informasi negatif. Individu meningkatkan komitmen terhadap suatu arah tindakan yang gagal
ketika mereka memandang diri mereka sebagai orang yang bertanggung jawab atas kegagalan
tersebut, dengan tujuan untuk memperlihatkan bahwa keputusan awal mereka tidak keliru dan
menghindari keharusan untuk mengakui kekeliruan itu. Banyak organisasi menderita kerugian
karena seorang manager bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar dengan terus
mengorbankan sumber daya kepada apa yang merupakan kerugian sejak awal.
7. Perbedaan individual-gaya pengambilan keputusan
Dari hasil riset mengidentikasikan empat pendekatan individual yang berbeda dalam
pengambilan keputusan, yaitu :
– Analitis : memiliki toleransi jauh lebih besar terhadap ambiguitas, cermat, mampu
menyesuaikan diri dengan situasi baru.
– Direktif : memiliki toleransi rendah atas ambiguitas, mencari rasionalitas, efisien, logis,
mengambil keputusan cepat, dan berorientasi jangka pendek.
– Konseptual : berpandangan sangat luas, mempertimbangkan banyak alternatif, orientasi jangka
panjang, dan anagt baik untuk menemukan solusi yang kreatif.
– Perilaku : bisa bekerja baik dengan yang lain, memperhatikan kinerja rekan kerja dan usulan-
usulan mereka, mengandalkan pertemuan untuk berkomunikasi, mencoba menghindari konflik,
dan mengupayakan penerimaan.
8. Hambatan dari organisasi
Hambatan dari organisas mengakibatkan para manager akan membentuk keputusan sesuai
dibawah ini :
– Evaluasi kinerja : manager dipengaruhi oleh kriteria yang mereka gunakan untuk
mengevaluasi. Mereka akan bertindak sesuai apa yang dijadikan penilaian/tolok ukur.
– Sistem imbalan : yaitu dengan mengemukakan kepada karyawan pilihan apa yang lebih disukai
terhadap upah. Umumnya organisasi membuat peraturan formal untuk membakukan perilaku
anggotanya. Dengan memprogramkan keputusan, organisasi mampu membuat individu
mencapai level kinerja tinggi, namun membatasi pilihan pengambilan keputusan.
– Pembatasan waktu yang menentukan sistem : batas waktu yang eksplisit dalam pengambilan
keputusan menciptakan tekanan waktu pada pengambil keputusan dan sering mempersulit untuk
mengumpulkan semua informasi yang ingin merka dapatkan.
– Reseden historis : keputusan yang diambil dimasa lalu akan terus membayangi keputusan saat
ini.
9. Perbedaan budaya
Latar belakang budaya dari pengambil keputusan dapat mempengaruhi seleksi masalah,
kedalaman analisis, arti penting yang ditempatkan pada logika dan rasionalitas, atau apakah
keputusan organisasional hendaknya diambil secara otokratis atau secara kolektif.
Menurut Robbins lebih lanjut mengemukakan kultur berbeda-beda berdasarkan orientasi waktu,
kepentingan rasionalitas, keyakinan terhadap kemampuan individu untuk menyelesaikan
masalah, dan pilihan untuk membuat keputusan kolektif.
Bagian terakhir adalah mengenai keetisan dalam pengambilan keputusan. Ada tiga kriteria
keputusan yang etis, yaitu : kriteria utilitarian (dimana keputusan diambil semata-mata atas dasar
hasil/konsekuensi mereka), menekankan pada hak dasar individu sesuai dengan Piagam Hak
Asasi, dan menekankan pada keadilan. Kepedulian yang meningkat dalam masyarakat mengenai
hak individu dan keadilan sosial menyarankan perlunya bagi manager untuk mengembangkan
standar-standar etika yang didasarkan pada kriteria non-utiliter. Tentu saja ini adalah sebuah
tantangan yang besar bagi manager, karena dengan demikian akan melibatkan jauh lebih banyak
ambiguitas. Ini membantu menjelaskan mengapa para manager makin banyak dikritik karena
tindakan-tindakannya. Kini, keputusan seperti menaikkan harga, menutup pabrik,
memberhentikan karyawan secara massal, memindahkan produksi keluar negeri untuk
mengurangi biaya, hanya dapat dibenarkan dalam makna utiliter, sedangkan keputusan tidak
dapat lagi dinilai hanya dari kriteria tunggal tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh oleh setiap individu untuk mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka.
Ketika seorang individu melihat suatu sasaran dan berusaha menginterprestasikan apa yang ia
lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi individu yang melihat.
Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi terdiri dari sikap, kepribadian, motif,
kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan.
Teori persepsi; persepsi yang diberikan terhadap orang akan berbeda dengan persepsi terhadap
objek mati, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan cara
membuat penilaian mengenai orang lain atau persepsi orang adalah teori atribusi : teori yang
mengarahkan bagaimana kita mengamati perilaku individu dan mencoba menentukan apakah
masalah tersebut ditimbulkan secara internal atau eksternal.
Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka
(bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi. Bukti
mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar dan melebih-
lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan seorang salesman akan
lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada akibat kalah saing dari produk pesaing.
Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang
lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan.
Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitankarena tidak ‘foolproof’. Karena
itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini
menghasilkan distorsi.
Pengambilan kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian
yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam organisasi mengambil
keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Dari hasil riset setiap indivdu berbeda dalam mengambil keputusan melalui pendekatan yaitu;
analitis, direktif, konseptual dan perilaku.
Selain dari empat pendekatan tersebut, terdapat juga latar belakang budaya yang mempengaruhi
persepsi individu dalam membuat keputusan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. blog.indonesia.com/blog_archieve_12920_9.html
2. C. M. Judd dan B. Park. Definition and Assessment of Accuracy in Social Stereotypes,
Psycological Review, Januar 1993.
3. http.//filsafatkita.fzg.net/
4. http;//search.localcolorart.com/search/encyclopeda/List_of_terors_incidents/.
5. J. S. Bruner dan R. Tagiuri. The Perception of People. in E. Lindzey (ed.) Addison-Wesley.
1954
6. kuliahpsikologi.dekrzky.com/teori_atribusi
7. Robbins. Stephen P. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Penerbit; Erlangga, Jakarta. 2002
8. Robbns. Stephen P. and Judge. Timothy A. Perilaku Organisasi. Buku I. Penerbit; Salemba
Empat, Jakarta, 2009
9. Suryabrata. S. Psikologi Pendidikan. Penerbit; RajaGrafindo Persada. Jakarta.2005
10.Theme:Blix by Sebastian Schmieg.blog at WordPress.com. Faktor Individu dalam
Pengambilan Keputusan.
11.Tampubolon. Manahan P. Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior) Perspektif
Organisasi Bisnis. Edisi Kedua.Penerbit; Ghalia Indonesia, Bogor.2008.
Semoga bermanfaat,.,.,,.,
Diposkan oleh Tetep Lukman Coroners
Label: Perilaku Organisasi

Anda mungkin juga menyukai