Anda di halaman 1dari 29

JURNAL SAMPAH KOTA MAKASSAR

ANALISIS SISTIM PENGELOLAAN SAMPAH DI PERUMAHAN BUMI


TAMALANREA PERMAI (BTP) KOTA MAKASSAR

Oleh: Syahriar Tato

ABSTRAK

Pertambahan penduduk yang cepat seringkali menimbulkan masalah-masalah baru


dalam menata perkotaan terutama yang berkaitan dengan penyediaan sarana dan
prasarana, salah satunya

adalah masalah persampahan. Prasarana persampahan merupakan suatu sistem


pembuangan sampah dari penduduk perkotaan. Sampah adalah barang yang harus
dibuang, sehingga diperlukan pengelolaan (manajemen) agar dalam pengumpulan,
perwadahan, pemindahan dan

pembuangan akhir memenuhi syarat-syarat kesehatan.

Perkembangan suatu daerah sebagai kawasan permukiman tentu akan diikuti oleh
permintaan penyediaan akan sarana prasarana yang mendukung aktivitas
permukiman. Hal ini juga terjadi di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), di
mana permintaan akan sarana dan prasarana permukiman sangat tinggi. Salah satu
pengelolaan sarana dan prasarana yang diminta oleh masyarakat adalah pengelolaan
persampahan. Masyarakat meminta pemerintah untuk menyediakan pengelolaan
persampahan, karena mereka menganggap pengelolaan persampahan merupakan
tanggung jawab pemerintah. Di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP),
pengelolaan persampahan menjadi isu yang melibatkan kedua pemerintahan yang
berbatasan, yakni pemerintah Kota Makassar. Isu tersebut dapat menjadi sinyal positif
dari pemerintahan, yakni timbulnya kerja sama untuk mengelola persampahan di
kawasan perumahan.

Kata Kunci : Optimalisasi Pelayanan, Operasional Pengelolaan Sampah.


1. A. Pendahuluan

Pertumbuhan penduduk kota yang tinggi serta meningkatnya kegiatan pembangunan


diberbagai sektor menimbulkan berbagai masalah di wilayah-wilayah perkotaan yang
antara lain urbanisasi, permukiman kumuh, persampahan dan sebagainya.
Permasalahan yang dialami hampir di seluruh kota di Indonesia adalah persampahan.

Penanganan sampah yang selama ini dilakukan belum sampai pada tahap memikirkan
proses daur ulang atau menggunakan ulang sampah tersebut, penanganan sampah yang
selama ini dilakukan hanya mengangkutnya dari tempat sampah di permukiman kota
dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah akhir atau membakarnya, Cara
seperti ini kurang bisa mengatasi masalah sampah karena masih dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan.

Khususnya Kota Makassar sebagai kota pemerintahan, perdagangan, pelayanan jasa


dan kota pendidikan sangat sulit untuk menanggulangi masalah sampah. Masalah yang
dihadapi pemerintah dan masyarakat Kota Makassar dalam upaya menjadi kota yang
“bersinar” adalah persampahan

Pada tahun 1990, Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP) mulai berkembang
dengan luas lahan ± 265 Ha yang disediakan dalam berbagai ukuran yang dilengkapi
dengan prasarana jalan. Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP) merupakan salah
satu perumahan terbesar di Kota Makassar bahkan di Sulawesi Selatan yang terletak di
Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea, jarak Kelurahan Tamalanrea ± 12 km
dari pusat kota Makassar. Lokasi Perumahan Bumi Tamalanrea Permai ( BTP) pada
awalnya merupakan Catchment area, sehingga pada musim hujan sering terjadi
genangan air secara periodik.

Secara umum, kondisi persampahan di Perumahan BTP dapat dikatakan sangat


memprihatinkan, karena dari pengamatan yang telah dilakukan, masih banyak terdapat
timbulan sampah yang berada di bahu jalan atau di lahan kosong tanpa wadah. Kondisi
tersebut dapat menyebabkan lingkungan di sekitarnya menjadi tidak nyaman dan tidak
sehat seperti menyebarkan bau yang tidak sehat, rentan terhadap penyakit, serta
pemandangan yang tidak indah.

Sistem pengangkutan yang dilakukan petugas kebersihan masih perlu dikaji kembali,
dimana masih terjadinya keterlambatan dalam waktu pengangkutan sampah sehingga
mengakibatkan banyak masyarakat yang membuang sampah di sembarang tempat yang
disebabkan terlalu banyaknya sampah yang bertumpuk, belum lagi ditambah dengan
bau sampah itu sendiri. Hal ini apabila terus dilakukan, maka semakin lama akan terjadi
pencemaran lingkungan.

Bila timbunan sampah ini tidak dikelola dengan baik, maka masalah sampah ini telah
membawa akibat berantai bagi pencemaran lingkungan…. berupa : bau busuk yang
mengganggu warga yang berada di dekat pembuangan sampah, mempercepat atau
menjadi sumber penularan penyakit, tersumbatnya saluran Drinase dan aliran sungai.
Tidak seimbangnya sarana persampahan serta pengelolaan yang baik menjadikan
tingkat layanan tidak optimal (Marban, 1998).

Untuk menciptakan lingkungan yang bersih tidak terlepas dari kehidupan manusia,
sehingga peran serta masyarakat dan dari semua pihak terkait sangat dibutuhkan untuk
mendukung kondisi tersebut.

1. B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang dapat dirumuskan:

1. Bagaimana kondisi operasional pengelolaan sampah di perumahan btp saat ini?


2. Bagaimana mengoptimalkan pelayanan pengelolaan sampah perumahan btp
ditinjau dari aspek teknik operasional ?
3. C. TUJUAN DAN KEGUNAAN

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui kondisi operasional persampahan di perumahan BTP.


2. Untuk mengoptimalkan pelayanan pengelolaan persampahan khususnya teknik
operasional di Perumahan BTP.

Sejalan dengan rumusan tersebut di atas, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan masukan yang bermanfaat dan berguna sebagai:

1. 1. Menciptakan lingkungan yang bersih di Perumahan BTP.


2. 2. Menjadi acuan bagi pemerintah setempat dan menjadi perhatian yang
serius dalam menangani masalah persampahan di Perumahan BTP.
1. D. METODE PENELITIAN
1. 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Lokasi Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP)
Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. Pemilihan lokasi ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa sistem pengelolaan sampah di BTP tidak berjalan
secara optimal sedangkan pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan.

1. 2. Jenis Data

Jenis data atau informasi yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer adalah Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi langsung di lapangan/pengamatan dan wawancara, menyangkut hal-hal yang
relevan dengan rumusan masalah. Sedangkan data sekunder adalah data data ini
diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti : Kantor Statistik, Dinas Kebersihan,
Kantor Kelurahan serta kantor Perumnas.

1. 3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Masyarakat yang bermukim di Perumahan
BTP Kota Makassar.

Sedangkan Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi. karena populasi
cukup besar yakni 3.534 KK yang tersebar di 16 Blok perumahan.

Sampel merupakan kumpulan sebagian dari obyek atau individu yang akan diteliti yang
dapat mewakili populasi. Berdasarkan populasi, maka teknik pengambilan sampel
diambil secara acak (Sampel Random) pada 16 blok perumahan tersebut. Sampel ini
diambil karena populasinya dianggap homogen tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi dengan jumlah 5 % dari seluruh jumlah populasi, maka sampelnya
adalah 177 KK ( Sugiyono,2005). Jadi sampel yang di peroleh mempunyai
tingkat kepercayaan 95 % terhadap populasi.
Tabel 1

Jumlah Penarikan Sampel

∑ sampel
No BLOK ∑ KK
5%
1 A 267 13

2 B 231 12

3 C 212 11

4 D 202 10

5 E 180 9

6 F 234 12

7 G 228 11

8 H 297 15

9 I 214 11

10 J 290 15

11 K 242 12

12 L 223 11

13 M 272 14

14 H baru 125 6
15 AA,AC,AD 173 9

16 AB,AE,AF 144 7
Total 3.534 177

Sumber : Hasil Perhitungan.

1. 4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Analisis kualitatif deskriptif yaitu dilakukan secara deskriptif sebagai prosedur


pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan subjek/objek
penelitian.
2. Analisis kuantitatif digunakan analisis komparasi dengan uji tabel statistik
nonparametris yang dapat digunakan untuk menguji atau menganalisis dampak
dengan menggunakan perhitungan matematis Chi Kuadrat (X2) satu sample
(Sugiyono. 2005), yaitu:

Dimana:

X2 = Nilai chi-kuadrat

fo = frekuensi obyektif

fe = frekuensi teoritis atau ekspektasi

(harapan)

Kriteria pengambilan keputusan yaitu :

 H0 ditolak apabila nilai X2 hitung > X2 tabel (diterima H1), artinya terdapat
pengaruh signifikan variabel bebas terhadap variabel terikat.
 H0 diterima apabila nilai X2 hitung < X2 tabel ( di tolak H1), artinya tidak ada
pengaruh signifikan variabel bebas terhadap variabel terikat.

1. Untuk menjawab rumusan masalah kedua menggunakan Analisis Kuantitatif


dengan menggunakan Standar Pelayanan Persampahan :
Standar Timbunan Sampah.

∑ Penduduk x 2 Liter / hari /orang

Standar Kebutuhan Kontainer

Analisis Sarana Pengangkutan

Dimana:

K = Kemampuan Gerobak

V = Volume Gerobak

R = Jumlah Ritasi

Kp = Angka Kompaksi :

 Angka Kompaksi Gerobak = 1,1


 Angka Kompaksi Truk sampah = 1,2

1. E. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


2. 1. Analisis Operasional Pengelolaan Sampah

Hal – hal yang ditinjau dalam menganalisa pola pelayanan teknis operasional
pengelolaan sampah di Perumahan Bumi Tamalanrea (BTP) mencakup kegiatan
pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan sampah dan kegiatan
pembuangan sampah.

1. a. Analisis Pewadahan Sampah

1) Analisis Pewadahan Individual (Rumah Tangga)

Kondisi pewadahan sampah individual di Perumahan BTP yang digunakan untuk


mewadahi sampah antara lain dengan menggunakan bak sampah yang di tembok
(permanen), tong sampah dan sebagian menggunakan karung, kantong plastik dan
kardus. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan bahwa sebagian Kondisi
pewadahan yang sifatnya permanen sering tidak mampu menampung jumlah timbunan
sampah yang dihasilkan sehingga kerap terjadi penumpukan dan berserakan pada pada
wadah individual disamping itu juga ada sebagian masyarakat yang tidak memiliki
wadah individual sehingga mereka memilih membuang sampahnya di tepi jalan dan
dilahan kosong. Hal ini menunjukan bahwa jumlah penduduk di perumahan BTP
semakin bertambah dan tidak diiringi perkembangan pengelolaan sampah yang efektif
serta minimnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan.

Untuk mendukung terciptanya pelayanan persampahan yang efektif, diperlukan adanya


penyuluhan menyangkut syarat – syarat teknik pewadahan individual di Perumahan
BTP. Berdasarkan karakteristik sampah yang ada di Perumahan BTP, maka salah satu
teknik perwadahan yang perlu di kembangkan adalah pewadahan yang kedap air, tidak
mudah rusak dan mudah di peroleh. Adapun wadah yang dimaksud dapat berupa wadah
permanen yaitu ditembok dan tong sampah yang dilengkapi dengan penutup wadah
sehingga tidak menimbulkan bau, Sebaiknya tempat sampah yang disediakan harus
berbeda untuk tiap jenis sampah. Idealnya sampah basah hendaknya dikumpulkan
bersama sampah basah, demikian pula dengan sampah kering, sampah yang mudah
terbakar dan sampah yang tidak mudah terbakar, hendaknya ditempatkan pada tempat
yang terpisah.

Hal ini untuk memudahkan dalam pengolahan dan pemusnahannya kelak. Perwadahan
ini dilakukan pada setiap sumber sampah. Perwadahan individual dimaksudkan untuk
menampung sampah dari tiap sumber sampah. Biasanya dilakukan oleh setiap unit
rumah tangga.

Untuk pewadahan individual di Perumahan BTP sebaiknya dilakukan pemisahan


sampah yang biasanya dilakukan dengan sistem berikut :

a) Sistem dua pewadahan, artinya di sediakan dua tempat sampah yang satu untuk
sampah basah dan yang lainnya untuk sampah kering.

b) Sistem 3 pewadahan, yakni disediakan tiga bak sampah, yang pertama untuk
sampah basah, kedua untuk sampah kering yang mudah dibakar serta yang ke tiga
untuk sampah kering yang tidak mudah terbakar (kaca, kaleng dan sebagainya).

2) Analisis Pewadahan (TPS)

Tempat pembuangan sampah sementara yang terdapat di perumahan BTP saat ini
disediakan oleh Pengelola Kebersihan hanya 1 unit dalam bentuk container dengan
kapasitas 6M3, Berdasarkan hasil survey dilapangan, sering terjadi penumpukan
sampah dan menimbulkan bau di sekitar TPS. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan
hanya 1 unit kontainer TPS tidak mampu menampung jumlah timbunan sampah di
perumahan BTP khususnya pada lokasi pelayanan individual tidak langsung sehingga
diperlukan penambahan TPS untuk memudahkan pelayanan persampahan di
perumahan BTP.

1. b. Analisis Pengumpulan Sampah

Pola pengumpulan sampah saat ini di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP)
yaitu petugas pengumpulan sampah mendatangi tiap-tiap rumah. Proses pengumpulan
sampah di Perumahan BTP dilakukan secara individual langsung dan individual tidak
langsung.

Dengan kondisi dan jumlah kendaraan pengangkut yang terbatas, maka proses
pengumpulan secara langsung tersebut tidak efisien karena selain minimnya peralatan
juga kegiatan pengumpulan yang dilakukan harus mendatangi setiap sumber timbunan
sampah, dan tentunya hal ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Sistem
pengumpulan secara langsung seperti ini sangat mempengaruhi kelambatan dalam
proses pengangkutan sampah, sehingga memungkinkan adanya sumber sampah yang
tidak terlayani (sampahnya tidak terangkut).

Berdasarkan hasil observasi di lokasi perumahan BTP diketahui bahwa bak/tong


sampah skala rumah tangga belum tersedia secara memadai, selain itu pengumpulan
dengan menggunakan gerobak sampah tidak berfungsi secara baik, sehingga kegiatan
pengumpulan sampah menjadi terhambat. sering terjadi penumpukan sampah pada
wadah individual, sehingga banyak warga yang memilih membuang sampah pada
pinggiran badan jalan dan di lahan kosong, Sedangkan untuk perwadahan TPS yang
tersedia belum memadai yakni hanya mampu menampung sampah sebesar 6 M3,
sehingga banyak sampah yang tidak tertampung dan berserakan di sekitar TPS atau
tempat-tempat terbuka.

Pengumpulan sampah yang dilakukan oleh masyarakat ditempuh dengan beberapa cara
seperti meletakan dalam bak sampah yang terbuat dari batu bata/tong/kayu,
menggunakan gardus,kantung plastik,karung, yang diletakan sementara ditepi jalan
atau di tempat yang mudah di jangkau pada saat pengumpulan, akan tetapi Cara seperti
ini memperlambat kegiatan pengumpulan sampah yang dilakukan oleh petugas karena
memerlukan banyak waktu untuk memindahkan sampah kedalam sarana
Pengangkutan.

Selain itu, masyarakat dalam mengumpulkan sampahnya belum memisahkan antara


sampah kering dan sampah basah sehingga pengangkutannya disatukan saja antara
sampah basah dengan sampah kering dibawa ke TPS/TPA. Hal ini sangat
mempengaruhi proses pengangkutan, pemusnahan maupun pengolahan sampah
selanjutnya. Untuk lebih mengoptimalkan proses pengumpulan sampah maka harus
diadakan penambahan perwadahan (TPS) karena TPS yang tersedia belum memadai
serta mengoptimalkan pengumpulan sampah rumah tangga diperlukan penambahan
sarana pengangkutan, sehinga mempermudah petugas dalam pengangkutan sampah.

1. c. Analisis Pengangkutan Sampah

1) Analisis Pengangkutan Langsung

Pengangkutan langsung saat ini dilakukan pada tiga Blok perumahan yang memiliki
kondisi jalan lingkungan yang cukup lebar yakni ± 4 Meter. Proses pengangkutan ini
dilakukan dengan cara sampah diangkut langsung oleh petugas kebersihan yang
mendatangi setiap sumber sampah yang terdapat pada wadah rumah tangga, pertokoan
maupun wadah perkontaran dengan menggunakan truk sampah dengan kapasitas 6 M3
yang kemudian sampah tersebut diangkut langsung menuju ke tempat pemusnahan
akhir / TPA tanpa harus melalui proses pemindahan ke pembuangan sementara dengan
frekuensi pengangkutan 4 hari sekali yaitu pada hari senin dan kamis. Berdasarkan
hasil pengamatan lapangan diketahui bahwa ada beberapa sumber sampah pada wadah
rumah tangga yang tidak terlayani dengan baik atau tidak terangkut semua. Hal ini
mengindikasikan bahwa truk sampah yang hanya berkapasitas 6 M3 tidak mampu
membendung laju timbulan sampah selain itu juga frekuensi pengangkutan yang
menyebabkan laju timbulan sampah semakin meningkat.

Dari jumlah dan kapasitas sarana pengangkutan langsung di atas berarti sampah yang
di angkut dari wadah individual langsung ke TPA sebanyak ± 6 M3/4 hari.

2) Analisis Pengangkutan Tidak Langsung

Pengangkutan tidak langsung adalah sampah yang ada pada wadah individual diangkut
menuju ke tempat pemindahan / TPS yang selanjutnya diangkut ke tempat pemusnahan
akhir / TPA dengan menggunakan truk amroll.

Proses pengangkutan saat ini diberlakukan di 13 Blok perumahan, yang mana Petugas
pengumpul mendatangi setiap sumber sampah (door to door) dan kemudian sampah di
angkut ke tempat pembuangan sementara (TPS) dengan menggunakan sarana
pengangkutan gerobak sampah dengan frekuensi pengangkutan 3 hari sekali,
selanjutnya sampah yang ada di TPS diangkut menuju ke pemusnahan akhir / TPA
dengan menggunakan amroll tuk ( Truk container) yang berkapasitas 6 M3 dengan
frekuensi pengangkutan 2 kali seminggu.

Sarana pengangkutan tidak langsung saat ini di perumahan BTP disediakan oleh
pengelola kebersihan sebanyak 8 unit gerobak sampah dengan kapasitas masing –
masingnya mampu mengangkut 1 – 1,5 1M3 yang melayani 13 blok perumahan dan 1
unit amroll truck untuk melayani pengangkutan dari TPS menuju ke pemusnahan akhir.

Berdasarkan jumlah dan kapasitas sarana pengangkutan di atas maka sampah yang di
angkut dari wadah individual menuju ke tempat pembuangan sementara (TPS)
diperkirakan sebesar 8 – 12 M3 / 3 hari, sedangkan pengangkutan sampah dari TPS ke
tempat pemusnahan akhir TPA sebanyak ± 12 M3 / minggu.

1. d. Analisis Pembuangan Sampah

Metode pembuangan sampah yang diterapkan di perumahan BTP saat ini masih
difokuskan pada lokasi pembuangan akhir yang berlokasi diKelurahan Tamangapa
Kecamatan Manggala. TPA Tamangapa merupakan tempat pembuangan sampah
utama bagi penduduk kota Makassar. Namun demikian, sangat diperlukan adanya
pengaturan yang baik dalam proses pembuangan sampah, agar bisa efektif
dimanfaatkan sebagai lokasi pembuangan sampah tanpa adanya pihak yang dirugikan.

Saat ini masyarakat di perumahan BTP belum memikirkan bagaimana mengurangi


jumlah timbunan sampah, sehingga sangat dibutuhkan penyuluhan atau
mempromosikan metode pemilahan sampah skala lingkungan dengan harapan dapat
mengurangi masalah sampah dan juga menurunkan volume pembuangan sampah ke
TPA.

1. 2. Analisis Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Persampahan di


Perumahan BTP
1. a. Tingkat Pendidikan.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai indikator analisis yaitu dalam
hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) yaitu; apabila semakin tinggi
tingkat pendidikan masyarakat maka kesadaran dan kesediaan untuk berperan serta
akan semakin tinggi pula Kesadaran dan kesediaan masyarakat:

1) Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Masyarakat dalam


Pengelolaan Sampah.

Presentase korelasi antara tingkat pendidikan masyarakat (X) dengan Perilaku


Masyarakat dalam pengelolaan sampah(Y) dapat dilihat pada tabel berikut;
Tabel 1. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Masyarakat dalam
Pengelolaan Persampahan

Tingkat Pendidikan
Perilaku Jumlah
No
Masyarakat SD/SLTP SLTA P. Tinggi
F % F % F % F %
Membuang di
1. Tempat yang
16 48,48 22 68,75 84 75 122 68,93
disediakan
Memusnahkan
Sendiri
2. 10 30,30 6 18,75 26 23,21 42 23,73
(menimbun /
membakar )
Menumpuk/
membuang ke
3. semabarang 7 21,21 4 12,50 2 1,79 13 7,34
tempat

Jumlah 33 100 32 100,00112 100 177 100

Sumber : Hasil Analisis 2012

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, maka diperoleh


X hitung 18,06 atau lebih besar dari X tabel 9,488 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada
derajat bebas (Db) 4 (X2 hitung > X tabel) yang menyatakan Ho ditolak. Hal ini berarti
bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan
dengan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah.

2) Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Kepedulian Sosial


dalam Pengelolaan Sampah.

Presentase korelasi antara tingkat pendidikan masyarakat (X) dengan kepedulian sosial
dalam pengelolaan sampah(Y) dapat dilihat pada tabel 2 berikut;
Tabel 2. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kepedulian sosial
Masyarakat dalam Pengelolaan Persampahan

Tingkat Pendidikan
Kepedulian Jumlah
No SD/SLTP SLTA P. Tinggi
Sosial
F % F % F % F %
Melapor
1 Kepada yang0 0,00 0 0,00 3 2,68 3 1,69
berwenang
Menegur secara
2 22 66,67 28 87,50 103 91,96 153 86,44
halus
3 Mendiamkan 11 33,33 4 12,50 6 5,36 21 11,86
Jumlah 33 100,0032 100,00112 100,00177 100,00

Sumber : Hasil Analisis 2012

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, maka diperoleh


X hitung 18,12 atau lebih besar dari X tabel 9,488 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada
derajat bebas (Db) 4 (X2 hitung < X tabel). Hal ini berarti bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan masyarakat dengan
kepedulian sosial dalam pengelolaan sampah.

3) Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Keinginan Masyarakat


dalam Pengelolaan Sampah

Presentase korelasi antara tingkat pendidikan masyarakat (X) dengan Keinginan


Masyarakat dalam pengelolaan sampah(Y) dapat dilihat pada tabel 3 berikut;

Tabel 3. Hubungan Pendidikan dengan Keinginan Masyarakat dalam


Pengelolaan Persampahan

Tingkat Pendidikan
Keinginan Jumlah
No SD/SLTP SLTA P. Tinggi
Masyarakat
F % F % F % F %
1 Ya 24 72,73 25 78,13 109 97,32 158 89,27
2 Tidak 9 27,27 7 21,88 3 2,68 19 10,73
Jumlah 33 100,00 32 100,00 112 100,00177 100,00

Sumber : Hasil Analisis 2012

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, maka diperoleh


X hitung 19,40 atau lebih besar dari X tabel 5,991 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada
derajat bebas (Db) 2 (X2 hitung > X tabel) yang menyatakan Ho ditolak. Hal ini berarti
bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan
dengan Keinginan masyarakat dalam pengelolaan sampah.

1. b. Tingkat Pendapatan.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai indikator analisis yaitu dalam
hubungan variable bebas (X) dengan variabel terikat (Y) yaitu apabila semakin tinggi
tingkat pendapatan maka kesadaran dan kesediaan untuk berperan serta akan semakin
tinggi pula kesadaran dan kesediaan masyarakat.

1) Hubungan Tingkat Pendapatan Terhadap Perilaku Masyarakat dalam


Pengelolaan Sampah.

Presentase korelasi antara tingkat pendapatan masyarakat (X) dengan Perilaku


Masyarakat dalam pengelolaan sampah(Y) dapat dilihat pada tabel 4 berikut;

Tabel 4. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Masyarakat


dalam Pengelolaan Persampahan

Pendapatan
Perilaku > 1.000.000 Jumlah
No < > Rp.
Masyarakat – Rp
1.000.000 2.500.000
2.500.000
F % F % F % F %
Membuang di
1. Tempat yang7 63,6444 69,84 71 68,93 122 68,93
disediakan
Memusnahkan
2. Sendiri (menimbun1 9,09 14 22,22 27 26,21 42 23,73
/ membakar )
Menumpuk/
3. membuang ke3 27,275 7,94 5 4,85 13 7,34
sembarang tempat
Jumlah 11 100 63 100,00103 100,00177 100

Sumber : Hasil Analisis 2012

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, maka diperoleh


X hitung 10,50 atau lebih besar dari X tabel 9,488 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada
derajat bebas (Db) 4 (X2 hitung < X tabel). Hal ini berarti bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% terdapat pengaruh antara tingkat pendapatan masyarakat dengan
Perilaku dalam pengelolaan sampah.

2) Hubungan Tingkat Pendapatan Terhadap Kepedulian Masyarakat


dalam Pengelolaan Sampah.

Presentase korelasi antara tingkat pendapatan masyarakat (X) dengan kepedulian sosial
Masyarakat dalam pengelolaan sampah(Y) dapat dilihat pada tabel 5 berikut;

Tabel 5. Hubungan Pendapatan dengan Kepedulian sosial Masyarakat dalam


Pengelolaan Persampahan

Pendapatan
>
Kepedulian 1.000.000 > Rp.Jumlah
No <1.000.000
sosial – Rp2.500.000
2.500.000
F % F % F % F %
Melapor Kepada
1 0 0,00 1 1,59 2 1,94 3 1,69
yang berwenang
Menegur secara
2 5 45,45 53 84,13 95 92,23 153 86,44
halus
3 Mendiamkan 6 54,55 9 14,29 6 5,83 21 11,86
Jumlah 11 100,00 63 100,00103 100,00177 100,00

Sumber : Hasil Analisis 2012

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, maka diperoleh


X hitung 23,22 atau lebih besar dari X tabel 9,488 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada
derajat bebas (Db) 4 (X2 hitung > X tabel) yang menyatakan Ho ditolak. Hal ini berarti
bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat pengaruh antara tingkat pendapatan
dengan kepedulian sosial masyarakat dalam pengelolaan sampah.

3) Hubungan Tingkat Pendapatan Terhadap Keinginan Masyarakat


dalam Pengelolaan Sampah.

Presentase korelasi antara tingkat pendapatan masyarakat (X) dengan Keinginan


Masyarakat dalam pengelolaan sampah(Y). Setelah dilakukan analisis dengan
menggunakan rumus Chi-kuadrat, maka diperoleh X hitung 7,25 atau lebih kecil dari
X tabel 5,991 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada derajat bebas (Db) 2 (X2 hitung >
X tabel). Hal ini berarti bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat pengaruh antara
tingkat pendapatan masyarakat dengan keinginan dalam pengelolaan sampah.

1. c. Pekerjaan.

Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas seseorang dalam


kehidupannya, faktor pekerjaan juga di jadikan indikator dalam penelitian ini,
asumsinya bahwa tingkat golongan pekerjaan juga dapat mempengaruhi tingkat
pemahamannya dalam dalam mengelola sampah.

1) Hubungan pekerjaan Terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan


Sampah.

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, maka diperoleh


X hitung 5,81 atau lebih kecil dari X tabel 9,488 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada
derajat bebas (Db) 4 (X2 hitung > X tabel) yang menyatakan Ho diterima. Hal ini berarti
bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tidak terdapat pengaruh antara tingkat pekerjaan
dengan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah.

2) Hubungan pekerjaan Terhadap Kepedulian Sosial dalam Pengelolaan


Sampah

Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, maka diperoleh


X hitung 8,90 atau lebih kecil dari X tabel 9,488 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada
derajat bebas (Db) 4 (X2 hitung < X tabel) yang menyatakan Ho diterima. Hal ini berarti
bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tidak terdapat pengaruh antara tingkat pekerjaan
dengan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah.

3) Hubungan pekerjaan Terhadap Keinginan Masyarakat dalam Pengelolaan


Sampah.

dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, maka diperoleh X hitung 10,82 atau lebih
besar dari X tabel 5,991 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada derajat bebas (Db) 2 (X2
hitung > X tabel) yang menyatakan Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% terdapat pengaruh antara tingkat pekerjaan dengan perilaku
masyarakat dalam pengelolaan sampah.

1. d. Type Rumah

Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas seseorang dalam


kehidupannya, type rumah juga menjadi salah satu prioritas dalam meneliti tingkat
peran serta masyarakat khususnya terhadap pengelolaan sampah.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai indikator analisis yaitu dalam
hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) yaitu; apabila semakin besar
atau semakin mewah kondisi rumah maka kesadaran dan kesediaan untuk berperan
serta akan semakin tinggi pula.

1) Hubungan Type Rumah Terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan


Sampah, maka diperoleh X hitung 13,48 atau lebih besar dari X tabel yakni 9,488
dengan taraf kepercayaan 0,05 pada derajat bebas (Db) 4 (X2 hitung > X tabel) yang
menyatakan Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat
pengaruh antara type rumah dengan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah.

2) Hubungan Type Rumah Terhadap Kepedulian sosial Masyarakat


dalam Pengelolaan Sampah, maka diperoleh X hitung 59,01 atau lebih besar dari X
tabel yakni 9,488 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada derajat bebas (Db) 4 (X2 hitung
> X tabel) yang menyatakan Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa pada tingkat kepercayaan
95% terdapat pengaruh antara type rumah dengan kepedulian sosial masyarakat dalam
pengelolaan sampah.

3) Hubungan Type Rumah Terhadap Keinginan Masyarakat dalam Pengelolaan


Sampah, maka diperoleh X hitung 4,19 atau lebih besar dari X tabel 5,991 dengan
taraf kepercayaan 0,05 pada derajat bebas (Db) 2 (X2 hitung > X tabel) yang
menyatakan Ho diterima. Hal ini berarti bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tidak
terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan dengan Keinginan masyarakat dalam
pengelolaan sampah.

1. e. Lokasi Rumah

Faktor yang mempengaruhi aktivitas seseorang dalam kehidupannya, Lokasi rumah


juga menjadi prioritas dalam meneliti tingkat peran serta masyarakat khususnya
terhadap pengelolaan sampah.

Persentasi korelasi antara lokasi rumah dengan tingkat partisipasinya dalam


pengelolaan sampah akan disajikan secara berurutan, mulai dari perilaku dalam
membuang sampah, kepedulian social serta keinginan masyarakat dalam mengelola
sampah.

1) Hubungan Lokasi Rumah Terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan


Sampah, maka diperoleh X hitung 0,60 atau lebih Kecil dari X tabel 5,991 dengan
taraf kepercayaan 0,05 pada derajat bebas (Db) 2 (X2 hitung < X tabel) yang
menyatakan Ho diterima. Hal ini berarti bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tidak
terdapat pengaruh antara lokasi rumah dengan perilaku masyarakat dalam pengelolaan
sampah.

2) Hubungan Lokasi Rumah Terhadap Kepedulian sosial Masyarakat


dalam Pengelolaan Sampah, maka diperoleh X hitung 3,20 atau lebih kecil dari X
tabel 5,991 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada derajat bebas (Db) 2 (X2 hitung < X
tabel) yang menyatakan Ho diterima. Hal ini berarti bahwa pada tingkat kepercayaan
95% tidak terdapat pengaruh antara lokasi rumah dengan perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sampah.

3) Hubungan Lokasi Rumah Terhadap Keinginan Masyarakat dalam Pengelolaan


Sampah, maka diperoleh X hitung 2,85 atau lebih kecil dari X tabel 3,841 dengan
taraf kepercayaan 0,05 pada derajat bebas (Db) 1 (X2 hitung < X tabel) yang
menyatakan Ho diterima. Hal ini berarti bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tidak
terdapat pengaruh antara lokasi rumah dengan perilaku masyarakat dalam pengelolaan
sampah.
1. 3. Optimalisasi Pengelolaan Persampahan di Perumahan BTP

Kuantitas sampah yang dihasilkan suatu kota sangat tergantung dari jumlah penduduk
dan aktifitas masyarakat yang ada di daerah tersebut, Kuantitas sampah untuk daerah
komersil tergantung dari luas bangunan dan jenis komoditi yang dijual.

Pertambahan jumlah Penduduk di Perumahan BTP telah mengakibatkan meningkatnya


jumlah timbunan sampah, akan tetapi hal itu tidak diikuti dengan peningkatan
pelayanan sampah. untuk mengoptimalisasi dan meningkatkan kualitas pelayanan
persampahan di butuhkan analisis Kebutuhan pelayanan sebagai berikut:

1. a. Analisis Jumlah Timbunan sampah :

Untuk mengetahui jumlah timbunan sampah di perumahan BTP setiap hari, maka di
perlukan standar timbunan sampah seperti yang dijelaskan pada metode analisis diatas,
sehingga hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1) Jumlah Timbunan Sampah Pada Lokasi Pelayanan Individual Langsung mencapai


9,3 M3/ hari.

2) Jumlah Timbunan Sampah Pada Lokasi Pelayanan Individual Tidak Langsung


mencapai 33,35 M3/ hari

1. b. Analisis Kebutuhan dan Arahan Penempatan Kontainer

1) Analisis Kebutuhan Kontainer

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan kontainer di


Perumahan BTP berdasarkan besarnya timbunan sampah yang dihasilkan pada lokasi
pelayanan individual tidak langsung.

 Jumlah timbunan sampah 33,35 M3 / hari


 Kapasitas Kontainer 6 M3

= 6 unit

Berikut disajikan jumlah kebutuhan kontainer di lokasi pelayanan individual tidak


langsung berdasarkan jumlah timbunan sampah dan kapasitas kontainer.
Tabel 6. Analisis Kebutuhan Kontainer Berdasarkan Jumlah Timbunan
Sampah di Perumahan BTP

Kapasitas kontainer
Timbunan sampah (M3)
6 M3 8 M3 10 M3
33,35 33,35 / 6 33,35 / 8 33,35 /10
Jumlah kebutuhan
6 4 3
Kontainer

Sumber : Hasil Analisis 2012

Dari hasil analisis diatas maka, dapat diketahui jumlah kebutuhan kontainer di
perumahan BTP berdasarkan jumlah timbunan sampah per hari yaitu apabila container
yang memiliki kapasitas 6 M3 dibutuhkan sebanyak 6 unit container, untuk kapasitas
container 8 M3 dibutuhkan sebanyak 4 unit dan untuk yang berkapasitas 10 M3 maka
dibutuhkan sebanyak 3 unit container untuk mewadahi lokasi pelayanan individual
tidak langsung.

2) Arahan Penempatan Kontainer

Analisis kebutuhan kontainer diatas yaitu dibutuhkan sebanyak 6 unit container yang
berkapasitas 6 M3, sehingga untuk mengoptimalisasi pelayanan sampah dengan
mengantisipasi laju timbulan sampah yang semakin meningkat dalam setiap harinya
maka dibutuhkan arahan penempatan lokasi container yang bertujuan untuk
memudahkan pelayanan sampah di BTP.

1. c. Analisis Kebutuhan Sarana Pengangkutan

1) Kebutuhan sarana pelayanan individual langsung (Truk Sampah)

Lokasi Perumahan yang menerapkan pelayanan individual langsung dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 7. lokasi pelayanan individual langsung di perumahan BTP.


Jumlah
BLOK RW
Penduduk
I VII 1.600

A XII 1.283

M XXII 1.632
Jumlah 4.515

Sumber : Data Primer 2012

Berdasarkan tabel 4.14 diatas maka dapat di hitung jumlah kebutuhan sarana
pengangkutan sampah jenis truk dengan mengetahui jumlah timbunan sampah yang
dihasilkan dan standar kebutuhan kendaraan sebagai berikut:

Jumlah timbunan sampah di 3 Blok Perumahan:

= jumlah timbunan X 2 liter / jiwa

= 4.515 jiwa X 2

= 9.030 liter

= 9,3 M3/hari

Sedangkan jumlah kebutuhan sarana pengumpulan dan pengangkutan jenis truk


sampah berdasarkan hasil analisis adalah 7,2 M3 / hari.

Untuk menentukan berapa jumlah truk sampah yang dibutuhkan dalam pengumpulan
dan pengangkutan langsung dengan jangka waktu empat hari sekali, adapun cara yang
dilakukan sebagai berikut:

= jumlah timbunan X frekuensi pengangkutan 4 hari sekali

= 9,3 X 4

= 37,2 M3
Jadi Jumlah timbunan sampah adalah 37,2 M3 / 4 hari, sehingga sehingga jumlah truk
sampah yang dibutuhkan untuk mengumpulkan dan mengangkut jumlah timbunan
sampah adalah:

= jumlah timbunan dalam 4 hari / kemampuan Truk

= 37,2 / 7,2

= 5 unit truk sampah

Dari hasil analisis diatas maka, dapat diketahui jumlah kebutuhan armada
pengangkutan sampah di perumahan BTP berdasarkan jumlah timbunan sampah
dengan frekuensi pengangkutan 4 hari sekali yaitu apabila truk sampah yang
berkapasitas 6 M3 dibutuhkan sebanyak 5 unit truk sampah, untuk kapasitas truk
sampah 8 M3 dibutuhkan sebanyak 4 unit dan sebaliknya yang berkapasitas 10 M3 maka
dibutuhkan sebanyak 3 unit armada pengangkutan.

Berdasarkan data hasil observasi lapangan di ketahui bahwa dengan hanya 1 unit truk
sampah berkapasitas 6 M3 dengan frekuensi 4 hari sekali yang diberlakukan di
perumahan BTP saat ini maka, proses pengangkutan sampah tidak terlayani secara
keseluruhan khususnya pada lokasi pelayanan individual langsung, sehingga
dibutuhkan arahan pola pengangkutan dengan merubah frekuensi pengangkutan dan
kapasitas truk sampah yang ditentukan.

Berikut ini di sajikan tabel analisis frekuensi pengangkutan dan kebutuhan armada
pengangkutan jenis truk sampah berdasarkan jumlah timbunan sampah yang dihasilkan
setiap harinya.

Tabel 8. Analisis frekuensi dan Kebutuhan armada pengangkutan


berdasarkan Jumlah Timbunan Sampah di Perumahan BTP

∑ timbunan X
Kemampuan
Jumlah Volume frekuensi Jumlah
Frekuensi angkut truk
timbunan ( M3) Kemampuan Unit
(K)
truk
3 3
9,3 M/ 3 hari 7,2 M 9,3 X 3 / 7,2 4
hari
6 2 hari 7,2 M3 9,3 X 2 / 7,2 3

1 hari 7,2 M3 9,3 X 1 / 7,2 1


3 hari 9,6 M3 9,3 X 3 / 9,6 3
9,3 M3 /
8 2 hari 9,6 M3 9,3 X 2 / 9,6 2
hari
1 hari 9,6 M3 9,3 X 1 / 9,6 1
3 hari 12 M3 9,3 X 3 / 12 2
9,3 M3 /
10 2 hari 12 M3 9,3 X 2 / 12 2
hari
1 hari 12 M3 9,3 X 1 / 12 1

Sumber : Hasil Analisis 2012

2) Kebutuhan sarana pelayanan individual tidak langsung ( Gerobak Sampah )

Sarana pengangkutan sampah yang disediakan pada lokasi pelayanan individual tidak
langsung yaitu sarana pengangkutan jenis gerobak sampah dengan mekanisme
pengangkutan yakni, sampah yang berada di pewadahan individual diangkut dengan
gerobak menuju ke tempat pembuangan sampah TPS.

Berdasarkan pembagian lokasi pelayanan individual tidak langsung di perumahan


BTP, maka dibutuhkan sarana pengangkutan jenis gerobak sampah. Sehingga untuk
mengetahui berapa jumlah gerobak sampah yang dubutuhkan dalam pengumpulan dan
pengangkutan tidak langsung maka diketahui jumlah timbunan sampah yang
dihasilkan adalah 33,35 M3/hari.

Proses Pengumpulan dan pengangkutan sampah ke tempat pembuangan sementara


(TPS) di perumahan BTP dilakukan setiap 3 hari sekali dengan gerobak sampah yang
disediakan saat ini berjumlah 8 unit, sehingga untuk menghitung jumlah kebutuhan
gerobak sampah secara keseluruhan yang melayani di 13 blok perumahan tersebut
dapat dilihat pada hitungan berikut:

= jumlah timbunan sampah X 3 hari

= 33,35 X 3
= 100 M3

Jadi Jumlah timbunan sampah di 13 blok perumahan yang memakai jasa pengangkutan
gerobak sampah adalah 100 M3 / 3 hari, sehingga untuk memaksimalkan pelayanan
pengangkutan dengan menggunakan gerobak sampah dapat dilihat pada hasil hitungan
berikut ini:

= jumlah timbunan dalam 3 hari /

kemampuan Gerobak

= 100 / 8,8

= 11 unit gerobak sampah

Dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa jumlah gerobak sampah yang
dibutuhkan untuk mengangkut jumlah timbunan sampah yang dihasilkan pada lokasi
pelayanan pengangkutan sampah ke TPS ( individual tidak langsung) di 13 blok
perumahan tersebut sebanyak 11 unit. Sedangkan dari hasil observasi lapangan di
ketahui bahwa jadwal pengoperasian atau frekuensi pengangkutan yang dilakukan 3
hari sekali dengan jumlah gerobak sampah yang tersedia saat ini di perumahan BTP
hanya sebanyak 8 unit gerobak sampah. Sehingga dengan kondisi tersebut maka secara
tidak langsung proses pengangkutan juga tidak terlayani dengan baik. , hal ini di
karenakan minimnya jumlah gerobak sampah yang disediakan.

untuk mengoptimalisasi pengangkutan timbunan sampah agar berjalan dengan efektif


dan efisien maka dibutuhkan penambahan 3 unit gerobak untuk memaksimalkan
pengangkutan sampah di 13 blok perumahan tersebut.

1. 4. Peran Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Di


BTP

Dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Kebijakan pengelolaan sampah harus


dilakukan oleh Pemerintah Pusat karena mempunyai cakupan nasional.

Kebijakan pengelolaan sampah ini meliputi :

a) penetapan aturan kebijakan (beleidregels), undang-undang dan hukum yang jelas


tentang sampah dan perusakan lingkungan.
b) penetapan instrumen ekonomi untuk mengurangi beban penanganan akhir sampah
(sistem insentif dan disinsentif) dan pemberlakuan pajak bagi perusahaan yang
menghasilkan sampah, serta melakukan uji dampak lingkungan.

Dari perkembangan kehidupan masyarakat dapat disimpulkan bahwa penanganan


masalah sampah tidak dapat semata-mata ditangani oleh Pemerintah. Pada tingkat
perkembangan kehidupan masyarakat juga memerlukan pergeseran pendekatan ke
pendekatan sumber dan perubahan paradigma yang pada gilirannya memerlukan
adanya campur tangan dari Pemerintah.

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat yang berada di


Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP) khususnya yang menyangkut masalah tata
kelola sampah, maka dibentuklah organisasi dan tata kerja dalam pengelolaan sampah
yang dalam hal ini di kordinir langsung oleh Dinas Kebersihan Kota Makassar.

Berikut disajikan peran dan fungsi Pemerintah yang melibatkan masyarakat Dalam
pelaksanaan pengelolaan sampah di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP):

a) Dinas Kebersihan memiliki kewenangan penuh dalam hal penanganan pengelolaan


sampah di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP).

b) Dalam pelaksanan dan pengoperasian tata kelola persampahan maka dapat


melibatkan masyarakat dalam hal pengumpulan dari sampah dari sumber dan
masyarakat yang di tunjuk langsung oleh Dinas khususnya dalam hal pengumpulan &
pengangkutan.

c) Pelaksanaan koordinasi dengan semua unit organisasi di lingkungan dinas dalam


rangka penyusunan perencanaan dan program kerja dinas.

d) Penyusunan bahan evaluasi dan pelaporan dinas.

e) Pelaksanaan pendidikan dan tenaga operasional kebersihan dan pemadam


kebakaran.

f) Pelaksanaan penyuluhan kepada masyarakat di bidang kebersihan dan pemadam


kebakaran.

g) Pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan tugas.

h) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan.


Pengelolaan sampah di perumahan BTP yang meliputi kegiatan pewadahan/
pemilahan, pengumpulan serta pengangkutan. Adapun teknik pengelolaan sampah
yang diberlakukan di BTP saat ini:

a) Proses pengumpulan melibatkan seluruh lapisan masyarakat

b) Kegiatan pengangkutan melibatkan sebagian masyarakat yang ditunjuk oleh Dinas


Kebersihan.

c) Frekuensi pengangkutan yang diberlakukan saat ini adalah:

1) Pengangkutan Langsung ke TPA dengan Frekuensi 4 hari sekali.

2) Pengangkutan Langsung ke TPS dengan Frekuensi 3 hari sekali.

d) Penentuan retribusi sampah sebesar Rp. 5000 – 10.000

e) Penentuan rute pengangkutan sampah didasarkan atas kondisi dan lebar jalan yang
memungkinkan untuk keluar masuknya kendaraan.

1. F. PENUTUP

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis pada bab sebelumnya maka kesimpulan
yang dapat dikemukakan disini adalah :

1. Bahwa kondisi pengelolaan persampahan di perumahan BTP di tinjau dari


aspek pelayanan operasional yang meliputi pewadahan, pengumpulan,
pengangkutan dan pembuangan belum dilakukan secara optimal sehingga
masih terjadi penumpukan sampah pada wadah individual maupun wadah
kontainer, selain itu juga sering terjadi keterlambatan dalam pengangkutan
sampah.
2. Berdasarkan hasil analisis chi – square dengan taraf kasalahan 5% maka, dapat
disimpulkan bahwa variabel pendidikan memilki pengaruh terhadap prilaku
masyarakat dalam membuang sampah, yakni(18,06 > 9,488), kepedulian sosial
dalam mengelola sampah (18,12 > 9,488) dan pengaruh terhadap keinginan
dalam mengelola sampah (19,40 > 5,991). Variabel pendapatan memiliki
pengaruh terhadap prilaku dalam membuang sampah (10,50 < 9,488 ) dan
pengaruh terhadap kepedulian sosial dalam mengelola sampah (23,22 > 9,488)
dan berpengaruh terhadap keinginan dalam pengelolaan sampah (7,25 < 5,991).
variabel pekerjaan tidak memiliki pengaruh terhadap prilaku dalam membuang
sampah (5,81 < 9,488), tidak pengaruh terhadap kepedulian sosial dalam
mengelola sampah (8,90 < 9,488) akan tetapi berpengaruh terhadap keiniginan
masyarakat dalam mengelola sampah (10,82 > 5,991). Variabel Type Rumah
memiliki pengaruh terhadap prilaku dalam membuang sampah (13,48 < 9,488
), pengaruh terhadap kepedulian sosial dalam mengelola sampah (59,01 >
9,488) dan tidak berpengaruh terhadap keinginan dalam pengelolaan sampah
(4,19 < 5,991). untuk variabel lokasi rumah tidak memiliki pengaruh terhadap
prilaku dalam membuang sampah (0,60 < 5,991), tidak berpengaruh terhadap
kepedulian dalam mengelola sampah (3,20 < 5,991) dan tidak berpengaruh
terhadap keinginan dalam pengelolaan persampahan (2,85 < 3,841).
3. Berdasarkan hasil Analisis jumlah timbulan sampah dan jumlah sarana
pengangkutan sampah yang ada di BTP saat ini tidak mampu membendung laju
timbulan sampah. sehingga untuk mengoptimalisasi pelayanan persampahan
maka diperlukan penambahan fasilitas pengelolaan sampah yaitu penambahan
5 unit kontainer(6M3), 5 truk sampah (6M3) dan gerobak sampah kapasitas
(1M3) sebanyak 3 unit.

Dengan melihat kesimpulan diatas maka dapat penulis memberikan beberapa saran,
yaitu diantaranya :

1. Perlunya sosialisasi atau penyuluhan – penyuluhan pada masyarakat mengenai


pengelolaan persampahan untuk mewujudkan perumahan BTP yang bersih dan
nyaman diantaranya adalah penyuluhan tentang pengolahan sampah dengan
sistem 4R selain itu juga pola pengangkutan perlu di kaji kembali khususnya
dalam hal jumlah dan frekuensi pengangkutan.
2. Upaya inovatif selalu dilakukan dalam meningkatkan kesadaran dari segenap
unsur yang terkait dalam pengelolaan sampah seperti pihak Pemda, swasta serta
masyarakat pada umumnya agar pengelolaan sampah di perumahan BTP dapat
dilakukan dengan maksimal.
3. Perlunya penambahan fasilitas persampahan berupa kontainer, truk sampah dan
gerobak sampah sehingga memudahkan sistem pelayanan persampahan di
Perumahan BTP.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1986), Materi training untuk tingkat staf teknis proyek PLP sektor
persampahan. Direktorat Jenderal Cipta Karya: Jakarta.

Anonim, (1991). Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, (SNI 19-2454-
1991). Departemen Pekerjaan Umum: Jakarta.

Anonim, (1995). Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi
sampah perkotaan (SNI 19-3964-1995). Badan Standar Nasional: Jakarta.

Anonim,(2002),Tata cara pengelolaan sampah di permukiman (revisi SNI 03-3242-


1994). Departemen Pekerjaan Umum :Jakarta

Lya Taufik,(2009). Konsepsi penanganan sampah dengan pendekatan 4R: www.


Google. Com.

Arisal, (1997), Studi Pengelolaan Sampah di Kota Watansoppeng, Universitas “45”:


Makassar

Azwar. A. (1989), Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya:


Jakarta.

Damanhuri. E. & Tri. P, (2004). Diktat Kuliah Teknik Lingkungan Pengelolaan


Sampah. Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

Hadiwiyoto, (1983). Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu: Jakarta.

Kamase, Gustam. (1998). Studi Pengelolaan Sampah di Kotamadya Palu, Universitas


Hasanuddin : Makassar.

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum, (1990).

Madelan, (1997). Sistem Pengelolaan Sampah. Instalasi Penerbitan PAM-SKL:


Makassar.

Said , E.G, (1986). Sampah Masalah Kita Bersama. Media Tama Perkasa: Jakarta.

Sugiyono, (2005). Statisitk Untuk Penelitian, CV Alvabeta: Bandung.

Tchobanoglous. G. Theisen. H & Vigil. S.A,(1993). Integrated Solid Waste


Management Engineering Principles and Management Issues. Mc Graw- Hill:
Singapore.
Yamin,(1991). Analisis Pengelolaan Sampah di Kotamadya Ujung pandang,
Universitas Hasanuddin: Makassar.

Anda mungkin juga menyukai