ABSTRAK
Perkembangan suatu daerah sebagai kawasan permukiman tentu akan diikuti oleh
permintaan penyediaan akan sarana prasarana yang mendukung aktivitas
permukiman. Hal ini juga terjadi di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), di
mana permintaan akan sarana dan prasarana permukiman sangat tinggi. Salah satu
pengelolaan sarana dan prasarana yang diminta oleh masyarakat adalah pengelolaan
persampahan. Masyarakat meminta pemerintah untuk menyediakan pengelolaan
persampahan, karena mereka menganggap pengelolaan persampahan merupakan
tanggung jawab pemerintah. Di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP),
pengelolaan persampahan menjadi isu yang melibatkan kedua pemerintahan yang
berbatasan, yakni pemerintah Kota Makassar. Isu tersebut dapat menjadi sinyal positif
dari pemerintahan, yakni timbulnya kerja sama untuk mengelola persampahan di
kawasan perumahan.
Penanganan sampah yang selama ini dilakukan belum sampai pada tahap memikirkan
proses daur ulang atau menggunakan ulang sampah tersebut, penanganan sampah yang
selama ini dilakukan hanya mengangkutnya dari tempat sampah di permukiman kota
dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah akhir atau membakarnya, Cara
seperti ini kurang bisa mengatasi masalah sampah karena masih dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan.
Pada tahun 1990, Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP) mulai berkembang
dengan luas lahan ± 265 Ha yang disediakan dalam berbagai ukuran yang dilengkapi
dengan prasarana jalan. Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP) merupakan salah
satu perumahan terbesar di Kota Makassar bahkan di Sulawesi Selatan yang terletak di
Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea, jarak Kelurahan Tamalanrea ± 12 km
dari pusat kota Makassar. Lokasi Perumahan Bumi Tamalanrea Permai ( BTP) pada
awalnya merupakan Catchment area, sehingga pada musim hujan sering terjadi
genangan air secara periodik.
Sistem pengangkutan yang dilakukan petugas kebersihan masih perlu dikaji kembali,
dimana masih terjadinya keterlambatan dalam waktu pengangkutan sampah sehingga
mengakibatkan banyak masyarakat yang membuang sampah di sembarang tempat yang
disebabkan terlalu banyaknya sampah yang bertumpuk, belum lagi ditambah dengan
bau sampah itu sendiri. Hal ini apabila terus dilakukan, maka semakin lama akan terjadi
pencemaran lingkungan.
Bila timbunan sampah ini tidak dikelola dengan baik, maka masalah sampah ini telah
membawa akibat berantai bagi pencemaran lingkungan…. berupa : bau busuk yang
mengganggu warga yang berada di dekat pembuangan sampah, mempercepat atau
menjadi sumber penularan penyakit, tersumbatnya saluran Drinase dan aliran sungai.
Tidak seimbangnya sarana persampahan serta pengelolaan yang baik menjadikan
tingkat layanan tidak optimal (Marban, 1998).
Untuk menciptakan lingkungan yang bersih tidak terlepas dari kehidupan manusia,
sehingga peran serta masyarakat dan dari semua pihak terkait sangat dibutuhkan untuk
mendukung kondisi tersebut.
1. B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang dapat dirumuskan:
Sejalan dengan rumusan tersebut di atas, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan masukan yang bermanfaat dan berguna sebagai:
Penelitian ini dilakukan pada Lokasi Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP)
Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar. Pemilihan lokasi ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa sistem pengelolaan sampah di BTP tidak berjalan
secara optimal sedangkan pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan.
1. 2. Jenis Data
Jenis data atau informasi yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer adalah Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi langsung di lapangan/pengamatan dan wawancara, menyangkut hal-hal yang
relevan dengan rumusan masalah. Sedangkan data sekunder adalah data data ini
diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti : Kantor Statistik, Dinas Kebersihan,
Kantor Kelurahan serta kantor Perumnas.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Masyarakat yang bermukim di Perumahan
BTP Kota Makassar.
Sedangkan Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi. karena populasi
cukup besar yakni 3.534 KK yang tersebar di 16 Blok perumahan.
Sampel merupakan kumpulan sebagian dari obyek atau individu yang akan diteliti yang
dapat mewakili populasi. Berdasarkan populasi, maka teknik pengambilan sampel
diambil secara acak (Sampel Random) pada 16 blok perumahan tersebut. Sampel ini
diambil karena populasinya dianggap homogen tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi dengan jumlah 5 % dari seluruh jumlah populasi, maka sampelnya
adalah 177 KK ( Sugiyono,2005). Jadi sampel yang di peroleh mempunyai
tingkat kepercayaan 95 % terhadap populasi.
Tabel 1
∑ sampel
No BLOK ∑ KK
5%
1 A 267 13
2 B 231 12
3 C 212 11
4 D 202 10
5 E 180 9
6 F 234 12
7 G 228 11
8 H 297 15
9 I 214 11
10 J 290 15
11 K 242 12
12 L 223 11
13 M 272 14
14 H baru 125 6
15 AA,AC,AD 173 9
16 AB,AE,AF 144 7
Total 3.534 177
Teknik analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
Dimana:
X2 = Nilai chi-kuadrat
fo = frekuensi obyektif
(harapan)
H0 ditolak apabila nilai X2 hitung > X2 tabel (diterima H1), artinya terdapat
pengaruh signifikan variabel bebas terhadap variabel terikat.
H0 diterima apabila nilai X2 hitung < X2 tabel ( di tolak H1), artinya tidak ada
pengaruh signifikan variabel bebas terhadap variabel terikat.
Dimana:
K = Kemampuan Gerobak
V = Volume Gerobak
R = Jumlah Ritasi
Kp = Angka Kompaksi :
Hal – hal yang ditinjau dalam menganalisa pola pelayanan teknis operasional
pengelolaan sampah di Perumahan Bumi Tamalanrea (BTP) mencakup kegiatan
pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan sampah dan kegiatan
pembuangan sampah.
Hal ini untuk memudahkan dalam pengolahan dan pemusnahannya kelak. Perwadahan
ini dilakukan pada setiap sumber sampah. Perwadahan individual dimaksudkan untuk
menampung sampah dari tiap sumber sampah. Biasanya dilakukan oleh setiap unit
rumah tangga.
a) Sistem dua pewadahan, artinya di sediakan dua tempat sampah yang satu untuk
sampah basah dan yang lainnya untuk sampah kering.
b) Sistem 3 pewadahan, yakni disediakan tiga bak sampah, yang pertama untuk
sampah basah, kedua untuk sampah kering yang mudah dibakar serta yang ke tiga
untuk sampah kering yang tidak mudah terbakar (kaca, kaleng dan sebagainya).
Tempat pembuangan sampah sementara yang terdapat di perumahan BTP saat ini
disediakan oleh Pengelola Kebersihan hanya 1 unit dalam bentuk container dengan
kapasitas 6M3, Berdasarkan hasil survey dilapangan, sering terjadi penumpukan
sampah dan menimbulkan bau di sekitar TPS. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan
hanya 1 unit kontainer TPS tidak mampu menampung jumlah timbunan sampah di
perumahan BTP khususnya pada lokasi pelayanan individual tidak langsung sehingga
diperlukan penambahan TPS untuk memudahkan pelayanan persampahan di
perumahan BTP.
Pola pengumpulan sampah saat ini di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP)
yaitu petugas pengumpulan sampah mendatangi tiap-tiap rumah. Proses pengumpulan
sampah di Perumahan BTP dilakukan secara individual langsung dan individual tidak
langsung.
Dengan kondisi dan jumlah kendaraan pengangkut yang terbatas, maka proses
pengumpulan secara langsung tersebut tidak efisien karena selain minimnya peralatan
juga kegiatan pengumpulan yang dilakukan harus mendatangi setiap sumber timbunan
sampah, dan tentunya hal ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Sistem
pengumpulan secara langsung seperti ini sangat mempengaruhi kelambatan dalam
proses pengangkutan sampah, sehingga memungkinkan adanya sumber sampah yang
tidak terlayani (sampahnya tidak terangkut).
Pengumpulan sampah yang dilakukan oleh masyarakat ditempuh dengan beberapa cara
seperti meletakan dalam bak sampah yang terbuat dari batu bata/tong/kayu,
menggunakan gardus,kantung plastik,karung, yang diletakan sementara ditepi jalan
atau di tempat yang mudah di jangkau pada saat pengumpulan, akan tetapi Cara seperti
ini memperlambat kegiatan pengumpulan sampah yang dilakukan oleh petugas karena
memerlukan banyak waktu untuk memindahkan sampah kedalam sarana
Pengangkutan.
Pengangkutan langsung saat ini dilakukan pada tiga Blok perumahan yang memiliki
kondisi jalan lingkungan yang cukup lebar yakni ± 4 Meter. Proses pengangkutan ini
dilakukan dengan cara sampah diangkut langsung oleh petugas kebersihan yang
mendatangi setiap sumber sampah yang terdapat pada wadah rumah tangga, pertokoan
maupun wadah perkontaran dengan menggunakan truk sampah dengan kapasitas 6 M3
yang kemudian sampah tersebut diangkut langsung menuju ke tempat pemusnahan
akhir / TPA tanpa harus melalui proses pemindahan ke pembuangan sementara dengan
frekuensi pengangkutan 4 hari sekali yaitu pada hari senin dan kamis. Berdasarkan
hasil pengamatan lapangan diketahui bahwa ada beberapa sumber sampah pada wadah
rumah tangga yang tidak terlayani dengan baik atau tidak terangkut semua. Hal ini
mengindikasikan bahwa truk sampah yang hanya berkapasitas 6 M3 tidak mampu
membendung laju timbulan sampah selain itu juga frekuensi pengangkutan yang
menyebabkan laju timbulan sampah semakin meningkat.
Dari jumlah dan kapasitas sarana pengangkutan langsung di atas berarti sampah yang
di angkut dari wadah individual langsung ke TPA sebanyak ± 6 M3/4 hari.
Pengangkutan tidak langsung adalah sampah yang ada pada wadah individual diangkut
menuju ke tempat pemindahan / TPS yang selanjutnya diangkut ke tempat pemusnahan
akhir / TPA dengan menggunakan truk amroll.
Proses pengangkutan saat ini diberlakukan di 13 Blok perumahan, yang mana Petugas
pengumpul mendatangi setiap sumber sampah (door to door) dan kemudian sampah di
angkut ke tempat pembuangan sementara (TPS) dengan menggunakan sarana
pengangkutan gerobak sampah dengan frekuensi pengangkutan 3 hari sekali,
selanjutnya sampah yang ada di TPS diangkut menuju ke pemusnahan akhir / TPA
dengan menggunakan amroll tuk ( Truk container) yang berkapasitas 6 M3 dengan
frekuensi pengangkutan 2 kali seminggu.
Sarana pengangkutan tidak langsung saat ini di perumahan BTP disediakan oleh
pengelola kebersihan sebanyak 8 unit gerobak sampah dengan kapasitas masing –
masingnya mampu mengangkut 1 – 1,5 1M3 yang melayani 13 blok perumahan dan 1
unit amroll truck untuk melayani pengangkutan dari TPS menuju ke pemusnahan akhir.
Berdasarkan jumlah dan kapasitas sarana pengangkutan di atas maka sampah yang di
angkut dari wadah individual menuju ke tempat pembuangan sementara (TPS)
diperkirakan sebesar 8 – 12 M3 / 3 hari, sedangkan pengangkutan sampah dari TPS ke
tempat pemusnahan akhir TPA sebanyak ± 12 M3 / minggu.
Metode pembuangan sampah yang diterapkan di perumahan BTP saat ini masih
difokuskan pada lokasi pembuangan akhir yang berlokasi diKelurahan Tamangapa
Kecamatan Manggala. TPA Tamangapa merupakan tempat pembuangan sampah
utama bagi penduduk kota Makassar. Namun demikian, sangat diperlukan adanya
pengaturan yang baik dalam proses pembuangan sampah, agar bisa efektif
dimanfaatkan sebagai lokasi pembuangan sampah tanpa adanya pihak yang dirugikan.
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai indikator analisis yaitu dalam
hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) yaitu; apabila semakin tinggi
tingkat pendidikan masyarakat maka kesadaran dan kesediaan untuk berperan serta
akan semakin tinggi pula Kesadaran dan kesediaan masyarakat:
Tingkat Pendidikan
Perilaku Jumlah
No
Masyarakat SD/SLTP SLTA P. Tinggi
F % F % F % F %
Membuang di
1. Tempat yang
16 48,48 22 68,75 84 75 122 68,93
disediakan
Memusnahkan
Sendiri
2. 10 30,30 6 18,75 26 23,21 42 23,73
(menimbun /
membakar )
Menumpuk/
membuang ke
3. semabarang 7 21,21 4 12,50 2 1,79 13 7,34
tempat
Presentase korelasi antara tingkat pendidikan masyarakat (X) dengan kepedulian sosial
dalam pengelolaan sampah(Y) dapat dilihat pada tabel 2 berikut;
Tabel 2. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kepedulian sosial
Masyarakat dalam Pengelolaan Persampahan
Tingkat Pendidikan
Kepedulian Jumlah
No SD/SLTP SLTA P. Tinggi
Sosial
F % F % F % F %
Melapor
1 Kepada yang0 0,00 0 0,00 3 2,68 3 1,69
berwenang
Menegur secara
2 22 66,67 28 87,50 103 91,96 153 86,44
halus
3 Mendiamkan 11 33,33 4 12,50 6 5,36 21 11,86
Jumlah 33 100,0032 100,00112 100,00177 100,00
Tingkat Pendidikan
Keinginan Jumlah
No SD/SLTP SLTA P. Tinggi
Masyarakat
F % F % F % F %
1 Ya 24 72,73 25 78,13 109 97,32 158 89,27
2 Tidak 9 27,27 7 21,88 3 2,68 19 10,73
Jumlah 33 100,00 32 100,00 112 100,00177 100,00
1. b. Tingkat Pendapatan.
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai indikator analisis yaitu dalam
hubungan variable bebas (X) dengan variabel terikat (Y) yaitu apabila semakin tinggi
tingkat pendapatan maka kesadaran dan kesediaan untuk berperan serta akan semakin
tinggi pula kesadaran dan kesediaan masyarakat.
Pendapatan
Perilaku > 1.000.000 Jumlah
No < > Rp.
Masyarakat – Rp
1.000.000 2.500.000
2.500.000
F % F % F % F %
Membuang di
1. Tempat yang7 63,6444 69,84 71 68,93 122 68,93
disediakan
Memusnahkan
2. Sendiri (menimbun1 9,09 14 22,22 27 26,21 42 23,73
/ membakar )
Menumpuk/
3. membuang ke3 27,275 7,94 5 4,85 13 7,34
sembarang tempat
Jumlah 11 100 63 100,00103 100,00177 100
Presentase korelasi antara tingkat pendapatan masyarakat (X) dengan kepedulian sosial
Masyarakat dalam pengelolaan sampah(Y) dapat dilihat pada tabel 5 berikut;
Pendapatan
>
Kepedulian 1.000.000 > Rp.Jumlah
No <1.000.000
sosial – Rp2.500.000
2.500.000
F % F % F % F %
Melapor Kepada
1 0 0,00 1 1,59 2 1,94 3 1,69
yang berwenang
Menegur secara
2 5 45,45 53 84,13 95 92,23 153 86,44
halus
3 Mendiamkan 6 54,55 9 14,29 6 5,83 21 11,86
Jumlah 11 100,00 63 100,00103 100,00177 100,00
1. c. Pekerjaan.
dengan menggunakan rumus Chi-kuadrat, maka diperoleh X hitung 10,82 atau lebih
besar dari X tabel 5,991 dengan taraf kepercayaan 0,05 pada derajat bebas (Db) 2 (X2
hitung > X tabel) yang menyatakan Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% terdapat pengaruh antara tingkat pekerjaan dengan perilaku
masyarakat dalam pengelolaan sampah.
1. d. Type Rumah
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai indikator analisis yaitu dalam
hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) yaitu; apabila semakin besar
atau semakin mewah kondisi rumah maka kesadaran dan kesediaan untuk berperan
serta akan semakin tinggi pula.
1. e. Lokasi Rumah
Kuantitas sampah yang dihasilkan suatu kota sangat tergantung dari jumlah penduduk
dan aktifitas masyarakat yang ada di daerah tersebut, Kuantitas sampah untuk daerah
komersil tergantung dari luas bangunan dan jenis komoditi yang dijual.
Untuk mengetahui jumlah timbunan sampah di perumahan BTP setiap hari, maka di
perlukan standar timbunan sampah seperti yang dijelaskan pada metode analisis diatas,
sehingga hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
= 6 unit
Kapasitas kontainer
Timbunan sampah (M3)
6 M3 8 M3 10 M3
33,35 33,35 / 6 33,35 / 8 33,35 /10
Jumlah kebutuhan
6 4 3
Kontainer
Dari hasil analisis diatas maka, dapat diketahui jumlah kebutuhan kontainer di
perumahan BTP berdasarkan jumlah timbunan sampah per hari yaitu apabila container
yang memiliki kapasitas 6 M3 dibutuhkan sebanyak 6 unit container, untuk kapasitas
container 8 M3 dibutuhkan sebanyak 4 unit dan untuk yang berkapasitas 10 M3 maka
dibutuhkan sebanyak 3 unit container untuk mewadahi lokasi pelayanan individual
tidak langsung.
Analisis kebutuhan kontainer diatas yaitu dibutuhkan sebanyak 6 unit container yang
berkapasitas 6 M3, sehingga untuk mengoptimalisasi pelayanan sampah dengan
mengantisipasi laju timbulan sampah yang semakin meningkat dalam setiap harinya
maka dibutuhkan arahan penempatan lokasi container yang bertujuan untuk
memudahkan pelayanan sampah di BTP.
Lokasi Perumahan yang menerapkan pelayanan individual langsung dapat dilihat pada
tabel berikut:
A XII 1.283
M XXII 1.632
Jumlah 4.515
Berdasarkan tabel 4.14 diatas maka dapat di hitung jumlah kebutuhan sarana
pengangkutan sampah jenis truk dengan mengetahui jumlah timbunan sampah yang
dihasilkan dan standar kebutuhan kendaraan sebagai berikut:
= 4.515 jiwa X 2
= 9.030 liter
= 9,3 M3/hari
Untuk menentukan berapa jumlah truk sampah yang dibutuhkan dalam pengumpulan
dan pengangkutan langsung dengan jangka waktu empat hari sekali, adapun cara yang
dilakukan sebagai berikut:
= 9,3 X 4
= 37,2 M3
Jadi Jumlah timbunan sampah adalah 37,2 M3 / 4 hari, sehingga sehingga jumlah truk
sampah yang dibutuhkan untuk mengumpulkan dan mengangkut jumlah timbunan
sampah adalah:
= 37,2 / 7,2
Dari hasil analisis diatas maka, dapat diketahui jumlah kebutuhan armada
pengangkutan sampah di perumahan BTP berdasarkan jumlah timbunan sampah
dengan frekuensi pengangkutan 4 hari sekali yaitu apabila truk sampah yang
berkapasitas 6 M3 dibutuhkan sebanyak 5 unit truk sampah, untuk kapasitas truk
sampah 8 M3 dibutuhkan sebanyak 4 unit dan sebaliknya yang berkapasitas 10 M3 maka
dibutuhkan sebanyak 3 unit armada pengangkutan.
Berdasarkan data hasil observasi lapangan di ketahui bahwa dengan hanya 1 unit truk
sampah berkapasitas 6 M3 dengan frekuensi 4 hari sekali yang diberlakukan di
perumahan BTP saat ini maka, proses pengangkutan sampah tidak terlayani secara
keseluruhan khususnya pada lokasi pelayanan individual langsung, sehingga
dibutuhkan arahan pola pengangkutan dengan merubah frekuensi pengangkutan dan
kapasitas truk sampah yang ditentukan.
Berikut ini di sajikan tabel analisis frekuensi pengangkutan dan kebutuhan armada
pengangkutan jenis truk sampah berdasarkan jumlah timbunan sampah yang dihasilkan
setiap harinya.
∑ timbunan X
Kemampuan
Jumlah Volume frekuensi Jumlah
Frekuensi angkut truk
timbunan ( M3) Kemampuan Unit
(K)
truk
3 3
9,3 M/ 3 hari 7,2 M 9,3 X 3 / 7,2 4
hari
6 2 hari 7,2 M3 9,3 X 2 / 7,2 3
Sarana pengangkutan sampah yang disediakan pada lokasi pelayanan individual tidak
langsung yaitu sarana pengangkutan jenis gerobak sampah dengan mekanisme
pengangkutan yakni, sampah yang berada di pewadahan individual diangkut dengan
gerobak menuju ke tempat pembuangan sampah TPS.
= 33,35 X 3
= 100 M3
Jadi Jumlah timbunan sampah di 13 blok perumahan yang memakai jasa pengangkutan
gerobak sampah adalah 100 M3 / 3 hari, sehingga untuk memaksimalkan pelayanan
pengangkutan dengan menggunakan gerobak sampah dapat dilihat pada hasil hitungan
berikut ini:
kemampuan Gerobak
= 100 / 8,8
Dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa jumlah gerobak sampah yang
dibutuhkan untuk mengangkut jumlah timbunan sampah yang dihasilkan pada lokasi
pelayanan pengangkutan sampah ke TPS ( individual tidak langsung) di 13 blok
perumahan tersebut sebanyak 11 unit. Sedangkan dari hasil observasi lapangan di
ketahui bahwa jadwal pengoperasian atau frekuensi pengangkutan yang dilakukan 3
hari sekali dengan jumlah gerobak sampah yang tersedia saat ini di perumahan BTP
hanya sebanyak 8 unit gerobak sampah. Sehingga dengan kondisi tersebut maka secara
tidak langsung proses pengangkutan juga tidak terlayani dengan baik. , hal ini di
karenakan minimnya jumlah gerobak sampah yang disediakan.
Berikut disajikan peran dan fungsi Pemerintah yang melibatkan masyarakat Dalam
pelaksanaan pengelolaan sampah di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP):
e) Penentuan rute pengangkutan sampah didasarkan atas kondisi dan lebar jalan yang
memungkinkan untuk keluar masuknya kendaraan.
1. F. PENUTUP
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis pada bab sebelumnya maka kesimpulan
yang dapat dikemukakan disini adalah :
Dengan melihat kesimpulan diatas maka dapat penulis memberikan beberapa saran,
yaitu diantaranya :
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1986), Materi training untuk tingkat staf teknis proyek PLP sektor
persampahan. Direktorat Jenderal Cipta Karya: Jakarta.
Anonim, (1991). Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, (SNI 19-2454-
1991). Departemen Pekerjaan Umum: Jakarta.
Anonim, (1995). Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi
sampah perkotaan (SNI 19-3964-1995). Badan Standar Nasional: Jakarta.
Said , E.G, (1986). Sampah Masalah Kita Bersama. Media Tama Perkasa: Jakarta.