Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

‘PENYAKIT HIPERTENSI’

Di Susun Oleh :

Muh. Alfatrah Butuuni

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
A. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan
hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan
tekanan darah (Mansjoer, 2000 : 144).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah
dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode. Hipertensi
juga didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi pada seorang klien pada tiga kejadian terpisah
(ignatavicius,1994).

Hipertensi atau yang dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu
120/80 mmHg. Menurut WHO (Word Health Organization), batas tekanan darah yang
dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari
140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batas tersebut untuk orang dewasa di atas 18
tahun) (Adib, 2009).

B. Epidemiologi
Berdasarkan WHO (2012), negara yang memiliki penghasilan tinggi memiliki
prevalensi hipertensi lebih kecil dari negara berkembang atau negara yang memiliki
penghasilan yang rendah. Dari 927 juta penderita hipertensi di dunia, sebanyak 333 juta
penderita berada di negara maju dan 639 juta penderita sisanya terdapat di negara
berkembang. Hipertensi merupakan faktor penting yang memengaruhi hampir satu
miliar orang di seluruh dunia dan menyebabkan sekitar 7,1 juta kematian per tahun pada
usia dewasa (Osamor & Owumi, 2011).
Prevalensi hipertensi di dunia sebesar 26,4% yang terdiri dari populasi usia
dewasa (Huang, Chen, Zhou, dan Wang, 2014). Susilo, Ari, & Wuldanari (2011)
menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara dengan peringkat kelima dalam hal
kejadian hipertensi di kawasan Asia Tenggara yaitu sebanyak yaitu 15% dari seluruh
penduduk.
Kementerian Kesehatan (2013) menyatakan bahwa di Indonesia terjadi
peningkatan prevalensi hipertensi dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013.
Di Indonesia penyakit hipertensi dan komplikasinya merupakan peringkat kelima dari
sepuluh besar penyebab kematian tertinggi terhitung dari 41.590 kematian dari Januari
sampai Desember 2014 (Balitbangkes, 2014).
Kurangnya pengetahuan tentang faktor risiko terjadinya hipertensi serta akibat
yang ditimbulkan menyebabkan tingkat kepedulian untuk melakukan pengobatan dan
kontrol tekanan darah menjadi rendah, hal ini memberi sumbangan dalam
meningkatkan prevalensi hipertensi.

C. Etiologi
Etiologi yang pasti dari hipertensi esensial belum diketahui. Namun, sejumlah
interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait. Defek awal diperkirakan pada
mekanisme pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh ginjal. Faktor hereditas berperan
penting bilamana ketidakmampuan genetik dalam mengelola kadar natrium normal.
Kelebihan intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah
jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan aliran darah melalui
kontriksi atau peningkatan tahanan perifer.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan:


1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer. Merupakan 90% dari seluruh kasus
hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor
diduga berkaitan dengan berkembanhnya hipertensi esensial seperti berikut ini.
a. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
b. Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca
menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
c. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi.
d. Berat badan: obesitas (> 25% di atas BB ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi.
e. Gaya hidup: merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan
daarah, bila gaya hidup menetap.

2. Hipertensi sekunder.
a. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme renin-aldosteron-mediated volume expansion. Dengan
penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah mulai kembali setelah beberapa
bulan.
b. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar
yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal
pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous
displasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal
terkait dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur, serta fungsi ginjal.
c. Gangguan endokrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-mediated-hypertension adisebabkan kelebihan
primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada aldosteronisme primer,
kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan hipokalemia.
Aldosteronisme primer biasanya timbul dari benign adenoma korteks adrenal.
Pheochromocytomas pada medula adrenal yang paling umum dan
meningkatkan sekresi katekolamin yang berlebihan. Pada sindrom cushing,
kelebihan glukokortikoid yang diekskresi dari korteks adrenal. Sindrom
cushing’s mungkin di sebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau adenoma
adrenokortikal.
d. Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan
menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan
peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi.
e. Neurogenik: Tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatrik.
f. Kehamilan
g. Luka bakar
h. Peningkatan volume intravaskular.
i. Merokok

Nikotin dan rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan


katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung, dan
menyebabkan vasokonstriksi, yang mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah.

D. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output (Curah jantung) diperoleh dari
perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan
perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon.
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah
antara lain sistem baro reseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin
angiotensin dan autoregulasi vaskuler.
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta
dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem
baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melelui mekanisme perlambatan
jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan
tonus otot simpatis. Oleh karena itu, refleks kontrol sirkulasi meningkatkan arteri
sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila
tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada
hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan resetting sensitivitas
baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun penurunan
tekanan tidak ada.
Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh
mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan
peningkatan curah jantung. Bila gunjal berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan
arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan tekanan darah. kondisi patologis yang
mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam dan air akan
meningkatkan tekanan arteri sistemik.
Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah.
Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak sebagai substrat protein
plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah oleh converting enzym
dalam paru menjadi bentuk angiotensin II kemudian menjadi angiotensin III.
Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah
dan merupakan makanisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat
bermakna dalam hipertensi terutama pada aldosteronisme primer. Melalui peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting
atau penghambatan ekskresi garam (Natrium) dengan akibat peningkatan tekanan
darah.
Sekresi renin tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan
periver vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus
tinggi diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal mungkin menghambat
sekresi renin. Namun demikian, sebagian orang dengan hipertensi esensial mempunyai
kadar renin normal.
Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial akan
mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi esensial
mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-arteriole. Karena pembuluh
darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ
tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard, stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Auteregulasi vaskular merupakan mekanisme lain lain yang terlibat dalam
hipertensi. Auteregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi
jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-proses autoregulasi
akan menurunkan tahanan vaskular dan mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya
akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari peningkatan aliran.
Auteregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting dalam menimbulkan
hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air.
Hipertensi maligna adalah tipe hipertensi berat yang berkembang secara
progresif. Seseorang dengan hipertensi maligna biasanya memiliki sebagai gejala-
gejala morning headaches, penglihatan kabur, dan sesak napas dan dispnea, dan/ atau
gejala uremia. Tekanan darah diastolik >115 mmHg, dengan rentang tekanan diastolik
antara 130-170 mmHg. Hipertensi maligna meningkatkan risiko gagal ginjal, gagal
jantung kiri, dan stroke.

E. Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang
timbul dapat berbeda-beda. Biasanya tanpa gejala atau tanda-tanda peringatan untuk
hipertensi dan sering disebut “Silent Killer”.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat berlahan. Penderita hipertensi mungkin
tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat
gejala biasanya hanya bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain
yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat
di tungkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui
dan dirawat, dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium,
stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat
menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas. Jika hipertensinya berat atau menahun
dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti Sakit kepala (rasa berat di tengkuk),
Palpitasi, Kelelahan, Nausea, Vomiting, Ansietas, Keringat berlebihan, Tremor otot,
Nyeri dada, Epistaksis, Pandangan kabur atau ganda, Tinitus (telinga berdengung), dan
Kesulitan tidur.

F. Klasifikasi
Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu hipertensi primer atau
esensial (90% kasus hipertensi) yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi
sekunder (10%) yang disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit
jantung dan gangguan ginjal. Menurut JNC VII Report 2003, diagnosis hipertensi
ditegakkan apabila didapatkan tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran dalam waktu
yang berbeda (Indrayani, 2009).

G. Komplikasi
Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat menyebabkan
berbagai macam komplikasi antara lain :
1. Stroke
2. Gagal jantung
3. Gagal Ginjal
4. Gangguan pada Mata

H. Pencegahan
Pencegahan hipertensi dilakukan melalui dua pendekatan : i) intervensi untuk
menurunkan tekanan darah di populasi dengan tujuan menggeser distribusi tekanan
darah kea rah yang lebih rendah. Penurunan TDS sebanyak 2 mmHg di populasi mampu
menurunkan kematian akibat stroke, PJK, dan sebabsebab lain masing-masing sebesar
6%, 4% dan 3%. Penurunan TDS 3 mmHg ternyata dapat menurunkan kematian
masingmasing sebesar 8%, 5% dan 4%.(2) ii) strategi penurunan tekanan darah
ditujukan pada mereka yang mempunyai kecenderungan meningginya tekanan darah,
kelompok masyarakat ini termasuk mereka yang mengalami tekanan darah normal
dalam kisaran yang tinggi (TDS 130-139 mmHg atau TDD 85-89 mmHg), riwayat
keluarga ada yang menderita hipertensi, obsitas, tidak aktif secara fisik, atau banyak
minum alcohol dan garam.
Berbagai cara yang terbukti mampu untuk mencegah terjadinya hipertensi, yaitu
pengendalian berat badan, pengurangan asupan natrium kloride, aktifitas alcohol,
pengendalian stress, suplementasi fish oil dan serat The 5-year primary prevention of
hypertension meneliti berbagai faktor intervensi terdiri dari pengurangan kalori, asupan
natrium kloride dan alcohol serta peningkatan aktifitas fisik. Hasil penelitian
menunjukkan penurunan berat badan sebesar 5,9 pounds berkaitan dengan penurunan
TDS dan TDD sebesar 1,3 mmHg dan 1,2 mmHg.(7) Penelitian yang mengikut sertakan
sebanyak 47.000 individu menunjukan perbedaan asupan sodium sebanyak 100
mmo1/hari berhubungan dengan perbedaan TDS sebesar 5 mmHg pada usia 15-19
tahun dan 10 mmHg pada usia 60-69 tahun.(7)
I. Penatalaksanaan
Pengobatan pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam dua
kategori pengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi dan pengobatan
penyakit jantung hipertensi. Tekanan darah ideal adalah kurang dari 140/90 pada pasien
tanpa penyakit diabetes dan penyakit ginjal kronik dan kurang dari 130/90 pada pasien
dengan penyakit diatas. Berbagai macam strategi pengobatan penyakit jantung
hipertensi :
1. Pengaturan diet
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat dan atau
dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan bisa
memperbaiki keadaan LVH.
Beberapa diet yang dianjurkan:
a. Rendah garam
b. Diet tinggi potassium
c. Diet kaya buah dan sayur
d. Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner
e. Tidak mengkonsumsi alkohol
2. Olahraga teratur
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat
untuk menurunkan tekanan darah dan dapat memperbaiki keadaan jantung.
Olaharaga isotonik dapat juga bisa meningkatkan fungsi endotel,
vasodilatasi perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur
selama 30 menit sebanyak 34 kali dalam satu minggu sangat dinjurkan
untuk menurunkan tekanan darah.
3. Penurunan berat badan
Pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan
kejadian hipertensi dan LVH. Jadi penurunan berat badan adalah hal yang
sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan
(1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat badan dengan
menggunakan obatobatan perlu menjadi perhatian khusus karena umumnya
obat penurun berat badan yang terjual bebas mengandung
simpatomimetik,sehingga dapat meningkatan tekanan darah, memperburuk
angina atau gejala gagal jantung dan terjainya eksaserbasi aritmia.
Menghindari obat-obatan seperti NSAID, simpatomimetik, dan MAO yang
dapat meningkatkan tekanan darah atau menggunakannya dengan obat
antihipertesni.
4. Farmakoterapi
Pengobatan hipertensi atau penyakit jantung hipertensi dapat
menggunakan berbagai kelompok obat antihipertensi seperti thiazide, beta-
blocker dan kombinasi alpha dan beta blocker, calcium channel blockers,
ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker dan vasodilator seperti
hydralazine. Hampir pada semua pasien memerlukan dua atau lebih obat
antihipertensi untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan.
Daftar Pustaka

Firmansyah, R, S, Lukman, M & Mambangsari, C, W 2017, ‘Faktor-Faktor yang berhubungan


dengan dukungan keluarga dalam pencegahan primer hipertensi’, JKP, vol. 5, no. 2, hh. 197-
213.
Pradono, J, Suparmi & Sihombing, N 2013, ‘Prevalensi dan determinan hipertensi kelompok
umur 15-60 tahun di kota bogor, prov. Jawa barat’, Jurnal Ekologi Kesehatan, vol. 12, no. 3,
hh. 171-179.
Tarigan, A, R, Lubis, Z & Syarifah 2018, ‘Pengaruh pengetahuan, sikap dan dukungan
keluarga terhadap diet hipertensi di desa hulu kecamatan pancur batu tahun 2016’, Jurnal
Kesehatan, vol. 11, no. 1, hh. 9-17.

Anda mungkin juga menyukai