Anda di halaman 1dari 19

1. A.

Jelaskan langkah-langkah penegakan diagnosis amenorrhea primer


B. Jelaskan penanganan hiperprolaktinemia
C.Jelaskan penanganan hyperplasia endometrium
D.jelaskan penanganan PCOS

Jawaban
1.a
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
MEDIS

PANDUAN PRAKTIK KLINIS MEDIS


SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP DR. HASAN SADIKIN

AMENORE
Batasan Amenore adalah keadaan :
a. Tidak terjadi haid sampai usia 14 tahun tanpa adanya tumbuh
kembang seks sekunder
b. Tidak terjadi haid sampai usia 16 tahun, tetapi telah terdapat tanda-
tanda seks sekunder
c. Telah terjadi haid kemudian haid terhenti untuk masa 3 daur atau 6
bulan, atau lebih
Etiologi 1. Kelainan uterus
2. Kelainan indung telur
3. Kelainan hipofise anterior
4. Kelainan hipotalamus
5. Kombinasi
Klinis Amenore

Anamnesis 1. Kemungkinan kehamilan


2. Riwayat tumbuh kembang organ tubuh
3. Perkembangan masa remaja/pubertas
4. Pemakaian obat-obatan/radiasi/alkohol
5. Keadaan gizi/nutrisi, perubahan berat badan
6. Stres
7. Keluar air susu atau tanda-tanda hirsutisme
8. Riwayat keluarga mengenai: kelainan haid, kesuburan, penyakit
metabolisme, penyakit sistemik
9. Adanya sindrom menopause
Pemeriksaan fisik 1. Pemeriksaan menyeluruh disertai dengan pemeriksaan ginekologis
lengkap
2. Pemeriksaan kemungkinan adanya kelainan aktivitas hormon
steroid seperti: terhadap tumbuh kembang payudara bulu-
bulu/rambut, akromegali, bentuk tubuh
3. Perkembangan kelenjar tiroid
4. Keadaan lendir serviks dan vagina.
Pemeriksaan  Pemeriksaan hormon sistem reproduksi
penunjang  USG
 HSG
 Foto tengkorak
 Laparoskopi
 Histeroskopi
 CT-scan/MRI
1 B. Jelaskan penanganan hiperprolaktinemia

HIPERPROLAKTINEMIA

ETIOLOGI

Banyak penyebab hiperprolaktinemia yang perlu dipertimbangkan sebelum mendiagnosa


hiperprolaktinemia sebagai suatu gangguan hipofisis. Penyebab tersering hiperprolaktinemia adalah
kehamilan, hipotiroidisme, pemakaian obat antagonis dopamin (termasuk fenotiazin dan
metoklopramid). Hiperprolaktinemia juga merupakan manifestasi utama dari sindrom ovarium
polikistik. Penyebab tersering hiperprolaktinemia yang berasal dari hipofisis adalah mikroadenoma
dan hiperprolaktinemia idiopatik.4

Penyebab terjadinya hiperprolaktinemia adalah :

1. Gangguan pada hypothalamus, misalnya hipotiroid primer, dan insufisiensi adrenal.


Mekanisme terjadinya hiperprolaktinemia dalam hal ini adalah oleh karena terjadinya
peningkatan thyrotropin releasing hormone (TRH) di hipotalamus dan penurunan
metabolismenya.3,5

Tiroksin mempunyai efek hambatan terhadap sekresi prolaktin. Kekurangan hormone tiroid
(hipotiroid), khususnya hipotiroid primer menyebabkan kadar TRH endogen dan TSH
meningkat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya kepekaan hipofisis pada keadaan hipotiroid.
TRH merangsang laktotrof untuk mensintesis prolaktin yang berlebihan, sedangkan biosintesis
Prolaktin Inhibiting Factor (PIF) menurun, sehingga wanita dengan hipotiroid akan
mengalami hiperprolaktinemia.5

Meningkatnya kadar prolaktin plasma menyebabkan wanita dengan hipotiroid akan


mengalami gangguan fertilitas yang berat. Hal ini akan menyebabkan gangguan siklus haid,
dari oligomenore sampai amenore dan anovulasi. Pada hipotiroidisme pula, jaringan payudara
akan menjadi lebih peka terhadap prolaktin, meski pada kadar yang normal sekalipun.
Sehingga hiperprolaktinemia pada keadaan hipotiroidisme hampir selalu menampilkan
galaktore. Pada keadaan ini sering dijumpai hingga sella tursika melebar. Selain itu pada
keadaan-keadaan seperti nyeri prahaid, galaktore atau kadar PRL yang tinggi harus dipikirkan
adanya tiroid.5
Hubungan tingginya kadar prolaktin dengan hipotiroid dapat dijelaskan sebagai berikut.
Akibat tidak adanya reaksi umpan balik negative dari T3 dan T4 terhadap hipofisis anterior,
maka hipofisis tersebut akan melepaskan hormone pelepas tiroid dalam jumlah yang banyak,
dan ini akan memicu T3 dan T4 dan juga sekresi prolaktin. Dengan demikian hipotiroid hampir
selalu menimbulkan hiperprolaktinemia, yang akhirnya akan mengganggu fungsi ovarium.
Kadar prolaktin yang tinggi akan menekan FSH dan LH sehingga menyebabkan gangguan
pematangan folikel. Di samping itu prolaktin yang tinggi juga menyebabkan peningkatan
sekresi androgen dari kelenjar adrenal yaitu dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAs). Kadar
androgen yang tinggi ini selanjutnya akan menghambat pematangan folikel.5

2. Gangguan pada hipofisis, misalnya tumor pada hipofisis baik berupa mikro ataupun
makroprolaktinoma, infiltrasi penyakit lain terhadap hipofisis seperti tuberculosis, dan
sarcoidosis, hypothalamic stalk Interruption6. Hal ini dapat terjadi karena adanya gangguan
atau hambatan dari transport dopamine di hypothalamus dan atau terjadinya sekresi growth
hormone dan prolaktin. Suplai pendarahan abnormal pada tumor hipofisis atau tangkainya,
dapat mengganggu sirkulasi hipotalamus ke tangkai hipofisis dan ke sel laktotrof.3

3. Obat-obatan. Misalnya Dopamine-receptor antagonists (phenothiazines, butyrophenones,


thioxanthenes, risperidone, metoclopramide, sulpiride, pimozide), Dopamine-depleting agents
(methyldopa, reserpine), Anti histamin2 (AH2) seperti cimetidine, anti hypertensi (verapamil),
dan anti depresan golongan trisiklik, estrogen dan opiate. Estrogen dapat menyebabkan
hiperprolaktinemia oleh karena estrogen memiliki sifat positif terhadap laktotrof. Dan obat-
obat opiate menyebabkan hiperprolaktinemia karena dapat menstimulasi reseptor opiod pada
hipotalamus.2

4. Neurogenik, seperti adanya luka pada dinding dada misalnya luka operasi, luka bakar, dan
herpes zoster. hal ini adalah akibat refleks abnormal dari stimulasi cedera tersebut sehingga
terjadi peningkatan prolaktin. Refleks tersebut berawal pada saraf intercostalis yang menjalar
ke spinal cord lalu menuju mesensefalon hingga sampai pada hipotalamus yang pada akhirnya
mengurangi pelepaskan dopamine.3

5. Penurunan eliminasi prolaktin dalam tubuh. Misalnya pada gagal ginjal, dan insufisiensi hepar.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya bersihan prolaktin dalam sirkulasi sistemik tubuh dan
stimulasi prolaktin langsung pada pusat.
6. Molekul abnormal, misalnya makroprolaktinemia. Molekul abnormal ini merupakan bentuk
polimerik prolaktin yang berikatan dengan IgG sehingga prolaktin tidak dapat berikatan
dengan reseptornya dan tidak dapat dieliminasi

7. Idiopatik

Anamnesis terarah mengenai riwayat pemakaian obat-obatan juga sebaiknya dilakukan karena
banyak obat dapat mengakibatkan hiperprolaktinemia, dengan kadar prolaktin kurang dari 100
ng/mL.5,6 Obat-obat tersebut antara lain adalah: 2

• Antagonis reseptor dopamin (fenotiazin, butirofenon, risperidon, metoklopramid, sulpiride)

• Dopamine-depleting agents (metildopa, reserpin)

• Lain-lain (isoniazid, antidepresan trisiklik, verapamil, estrogen, opiat)

Setelah menyingkirkan kemungkinan tersebut di atas dan menyingkirkan suat lesi


hipotalamus, tiga kemungkinan diagnosis harus dipertimbangkan: mikroadenom (lebih sering pada
wanita premenopause), makro-adenoma (lebih serin wanita postmenopause), atau tidak ada tumor
sama sekali. Jika tidak dapat ditegakka adanya suatu lesi tumor, maka didiagnosis sebagai
hiperprolaktinemia idiopatik Dikatakan suatu mikoradenoma adalah bila diameter terbesar tumor
kurang dari 10 mm (diameter maksimal suatu kelenjar hipofisis yang normal adalah 10 mm) dan
dikatakan makroadenoma jika ukurannya lebih atau sama dengan 10 mm. Kadar normal prolaktin
adalah di bawah nilai 18 ng/mL (360 mU/L).2,3,7 Prolaktinom biasanya disertai dengan kadar prolaktin
lebih dari 250 ng/mL, kecil kemungkina terjadi prolaktinoma bila kadar prolaktin kurang dari 100
ng/mL.2 Nilai prolakti serum pada pasien mikroadenoma biasanya kurang dari 200 ng/mL dan pada
pasie makroadenoma biasanya nilainya lebih dari 200 ng/mL. Jika kadar prolaktin adalah lebih dari
100 ng/mL atau kurang dari 250 ng/mL, harus dilakukan pemeriksaan radiologi, khususnya MRI. Jika
dengan MRI, diagnosis adenoma masih tidak dapat ditegakkan, maka didiagnosis sebagai
hiperprolaktinemia idiopatik.2,3

Derajat peningkatan prolaktin serum dapat membantu membedakan penyebabnya: minimal


(hingga 1000 mU/l) mungkin terkait dengan stress, hipotirodisme dan sindrom ovarium polikistik;
sedang (hingga 5000 mU/l) terkait dengan mikroprolaktinoma dan sindrom gangguan tangkai
hipofisis, peningkatan di atas 10000 mU/l umumnya indikasi akan suatu makroadenoma hipofisis.4
Secara umum, hiperprolaktinemia ditemukan pada pasien dengan keluhan utama seperti
amenorea, galaktorea, dan infertilitas. Kadang dibutuhkan pengukuran kadar prolaktin puasa. Untuk
mendeteksi hipotiroid, dilakukan pengukuran hormone TSH. Perlu dilakukan pengukuran kadar
ureum kreatinin untuk mendeteksi gagal ginjal. Tes kehamilan perlu dilakukan, kecuali pada pasien
yang telah menopause atau pada pasien yang telah dilakukan histerektomi. Pasien dengan
makroadenoma perlu dievaluasi untuk mencari suatu hipohipofisisme.3

Gambar 3. Alur diagnosis hiperprolaktinemia

MRI merupakan pemeriksaan penunjang gold standard bagi penderita hiperprolaktinemia


yang telah dipastikan penyebabnya bukan proses fisiologis, kehamilan, obat obatan atau
hipotiroidisme. MRI dapat mendeteksi adenoma sampai ukuran sekecil 3-5 mm.2,8,9

Anatomi kelenjar hipofisis paling baik dilihat dengan pemeriksaan MRI. Dengan MRI dapat
dilihat kiasma optik, sinus kavernosus, dan hipofisis itu sendiri (baik kelenjar normal atau suatu
tumor), dan tangkainya. Maka dapat diketahui hubungan antara struktur-struktur tersebut.3 Jika tidak
ada fasilitas MRI, dapat dipakai CT scan namun resolusinya kurang bagus dibanding MRI sendiri, CT
scan tidak dapat mendeteksi mikroadenoma.3,8,9

Pengukuran tunggal kadar prolaktin dalam satu sampel darah cukup untuk menunjukkan suatu
hiperprolaktinemia. Namun karena sifat alami sekresi prolaktin yang pulsatil dan sekresi prolaktin
dapat dipengaruhi stress, maka hasil 25-40 μg/L perlu diulang sebelum ditegakkan diagnosis
hiperprolaktinemia. Kebanyakan penyebab hiperprolaktinemia dapat disingkirkan dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisis, tes kehamilan, penilaian fungsi tiroid dan fungsi ginjal. Dalam kasus
prolaktinoma, diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan MRI atau CT scan sebagai alternatif.10

PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi adalah untuk meredakan gejala hiperprolaktinemia atau mengurangi ukuran tumor.
Penatalaksanaan sebaiknya memperhatikan penyebab terjadinya hiperprolaktinemia, seperti dengan
menghentikan obat obatan yang mengakibatkan hiperprolaktinemia dan pada penderita dengan
hipotiroidisme dengan memberikan terapi hormone replacement.1

Medikamentosa

Dopamine agonist, bromocriptine mesylate merupakan obat pilihan utama. Bromocriptine dapat
menurunkan kadar prolaktin sebanyak 70-100%, dan memulihkan proses ovulasi pada wanita usia
premenopause. Pada pasien dengan intoleransi bromocriptine atau resisten terhadap obat tersebut,
dapat diberikan cabergoline. Terapi diberikan selama 12-24 bulan dan dihentikan jika kadar
prolaktin telah kembali ke nilai normal. Bromocriptine juga dapat digunakan untuk mengecilkan
ukuran makroadenoma. Jika pengobatan medikamentosa gagal, maka indikasi untuk dilakukan
operasi.1,6

Operasi

Indikasi untuk suatu operasi hipofisis antara lain adalah pasien dengan intoleransi obat, tumor
yang resisten terhadap terapi medikamentosa, atau pada pasien dengan gangguan lapangan pandang
yang persisten meskipun telah diberikan terapi medikamentosa (manifestasi akibat penekanan
tumor).1,6

Pasien dengan hiperprolaktinemia dan tumor hipofisis kecil dapat diobati dengan operasi Samada,
atau dengan pendekatan transfenoidal.2
KOMPLIKASI

Gambar 5. Penanganan Hiperprolaktinemia

Komplikasi tergantung dari ukuran tumor dan efek fisiologik dari kondisi tersebut; komplikasi
hiperprolaktinemia antara lain adalah kebutaan, pendarahan, osteoporosis, dan infertilitas.1

15
PROGNOSIS 

Sebanyak 90–95 % pasien dengan mikroadenoma mengalami penurunan sekresi prolaktin secara
gradual, jika konsisten dengan pengobatan minimal selama 7 tahun.1
Sepertiga pasien dengan hiperprolaktinemia dapat mengalami resolusi tanpa pengobatan.1,2
Angka rekurensi hiperprolaktinemia adalah 80%, dan bila terjadi maka pasien memerlukan terapi
medis jangka panjang.1

1C.Jelaskan penanganan hyperplasia endometrium

II.1 Penatalaksanaan
Tujuan pemberian terapi pada pasien dengan simple atau complex hyperplasia tanpa
sel-sel atipik adalah untuk mengatasi perdarahan uterus yang abnormal dan
mencegah agar tidak berkembang menjadi kanker endometrium, walaupun resikonya
sangat rendah (< 1% - 3% ) dan hal ini pun masih kontroversi. Hiperplasia
endometrium dengan sel-sel atipik perlu diterapi, oleh karena tingginya resiko menjadi
kanker endometrium (17% - 53% ), dimana tindakan pembedahan berupa
histerektomi merupakan salah satu terapinya.5,8 Untuk Endometrial Intraepithelial
Neoplasia ( EIN ) pada dasarnya tindakan pengobatannya serupa dengan hiperplasia
endometrium dengan sel – sel atipik.12

Pada wanita premenopause


 Tanpa sel-sel atipik
Pada wanita premenopause dengan hiperplasia endometrium tanpa sel-sel atipik
dapat diberikan medroxyprogesterone acetate ( MPA) 10 mg per hari selama 12
hingga 14 hari setiap bulan selama tiga sampai enam bulan. Dapat pula dilakukan
induksi ovulasi pada wanita muda yang menginginkan anak. Pemakaian
kontrasepsi intrauterin yang mengandung levonorgestrel juga efektif, terutama
pada wanita yang menginginkan kontrasepsi jenis tersebut. 5,8

Setelah pemberian terapi, jika siklus menstruasi belum kembali normal, dapat
diberikan terapi pencegahan seperti MPA 5 -10 mg perhari selama 12 sampai 14
hari setiap bulan. Dan apabila dijumpai perdarahan uterus yang abnormal ,
dilakukan biopsi ulang.5

 Dengan sel-sel atipik


Pada hiperplasia endometrium dengan sel-sel atipik, perlu evaluasi lebih lanjut
yaitu dengan dilakukannya dilatasi dan kuretase. Bila diagnosa telah dikonfirmasi
dan tidak dijumpai koeksistensi dengan adenokarsinoma, dapat diberikan
megestrol acetate oral secara kontinu dengan dosis 40 mg dua kali sehari pada
wanita yang masih menginginkan anak, dan dosis tersebut dapat
ditingkatkan hingga empat kali sehari. Selain itu dapat pula diterapi dengan
pemakaian kontrasepsi intrauterin yang mengandung levonorgestrel atau dapat
pula diberikan MPA 600 mg per hari dengan aspirin dosis rendah. 5,8

Setelah pemberian terapi selama tiga bulan, harus dilakukan biopsi endometrium
ulang. Apabila pada pemeriksaan histopatologi hasil kuret keadaan tersebut
menetap selama tujuh hingga sembilan bulan, dapat dikatakan bahwa terapi
tersebut gagal, dan dianjurkan dilakukan tindakan histerektomi.5

Bila terjadi regresi pada endometrium setelah biopsi ulang, pemberian terapi
tergantung pada keinginan pasien tentang fungsi reproduksinya. Jika belum
menginginkan anak, dapat diberikan terapi progestin seperti megestrol acetate,
MPA, pil kontrasepsi oral, depot medroxyprogesterone acetate, atau kontrasepsi
intrauterin yang mengandung progestin. 5

Dianjurkan dilakukan biopsi endometrium ulang setiap enam hingga dua belas
bulan.5

Tindakan histerektomi dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak


menginginkan anak lagi atau pada pasien yang tidak dapat mematuhi terapi
medikal dan tidak dapat melakukan follow up sampling endometrium.5

Pada wanita postmenopause


 Tanpa sel-sel atipik
Pada wanita postmenopause dengan hiperplasia atipik harus disingkirkan
kemungkinan adanya tumor ovarium/adrenal atau pemakaian terapi hormon
pengganti terlebih dahulu. Jika kedua faktor diatas tidak dijumpai, pasien dapat
diberi medroxyprogesterone acetate ( MPA ) 10 mg per hari selama 3 bulan.
Setelah 3 bulan, dilakukan biopsi endometrium ulang. Jika telah terjadi regresi
pada endometrium, terapi dapat dihentikan, dengan catatan dilakukan evaluasi
diagnostik ulang bila terjadi perdarahan lagi. Jika hiperplasia menetap setelah
pemberian terapi selama 3 bulan, dan perdarahan tetap berlangsung, dapat
dianjurkan histerektomi atau terapi dapat dilanjutkan dengan evaluasi tiap 6 hingga
12 bulan lagi. 5

Apabila pada saat ditegakkan diagnosa hiperplasia endometrium pasien sedang


menggunakan terapi hormon, maka terapi hormon tersebut harus dihentikan
terlebih dahulu dan pasien diberi terapi dengan MPA. Jika terapi MPA berhasil,
dan wanita tersebut tetap menginginkan terapi hormon pengganti, maka dapat
diberikan bersama-sama dengan progestin dosis tinggi dan jangka panjang , dan
dilakukan evaluasi dengan melakukan biopsi endometrium ulangan dalam 3
hingga 6 bulan.5

Wanita postmenopause dengan hiperplasia endometrium yang tidak berhubungan


dengan tumor ovarium/adrenal maupun terapi hormon pengganti, biasanya
ditandai dengan adanya obesitas, karena itu terhadap wanita tersebut dapat
dianjurkan menurunkan berat badannya dan tetap diberi terapi MPA seperti
tersebut diatas.5

 Dengan sel-sel atipik


Hiperplasia endometrium atipik diduga merupakan kondisi premalignan, karena itu
sebaiknya diterapi dengan histerektomi. 5,8

Jika pasien menolak dilakukan histerektomi, dapat diberikan terapi dengan


megestrol acetate oral secara kontinu dengan dosis 40 mg dua hingga empat kali
sehari atau MPA 10 mg per hari. Terapi tersebut boleh diberikan jika koeksistensi
kanker endometrium telah dapat disingkirkan melalui biopsi dengan histeroskopi.
Selanjutnya harus dilakukan biopsi endometrium ulang setelah tiga bulan
pemberian terapi. Jika terjadi regresi pada endometrium, terapi dapat dilanjutkan,
dengan tetap melakukan follow up biopsi endometrium tiap 6 sampai 12 bulan.
Apabila hiperplasia menetap, dianjurkan untuk dilakukan histerektomi.5
Adapun penatalaksanaan hiperplasia endometrium menurut Hacker adalah seperti
skema di bawah ini :

Dilakukan dilatasi & kuretase (D&C)

untuk menyingkirkan kanker

endometrium pada pasien-pasien

Ingin Tidak ingin

mempertahankan mempertahankan

Ulangi biopsi Histerektomi

endometrium

Hiperplasia menetap
Normal atau

Provera 10-20 mg/ hari selama

10-14 hari sebulan jika


Lanjutkan Provera 5 mg/hari selam
premenopause, atau Provera
10 hari tiap bulan selama 12 bulan

Lakukan biopsi endometrium tiap


Dapat dicoba progestin

dosis tinggi ( misal Provera

Hiperplasia

menetap

Histerektomi
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GINEKOLOGI
PANDUAN PRAKTIK KLINIS MEDIS
SMF : OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUP DR. HASAN SADIKIN

SINDROM OVARIUM POLIKISTIK


Batasan Sindrom ovarium polikistik (SOPk) adalah :
kumpulan gejala dan manifestasi klinis yang secara bersamaan membentuk kelainan, mulai
dari ringan hingga berat, yaitu gangguan reproduksi, endokrin dan metabolik
Etiologi 6. Hiperandrogen
7. Resistensi insulin
8. Genetik
Diagnosis Ditemukan dua dari kriteria berikut: (i) oligo dan/atau anovulasi; (ii) hiperandrogenisme
(klinis dan/atau biokimia); (iii) ovarium yang polikistik.
Dengan menyingkirkan etiologi lain, yang menyebabkan haid tidak teratur dan
hiperandrogen, seperti disfungsi tiroid, kongenital hiperplasia adrenal, andogen-secreting
tumor,dan sindrom cushing.
Anamnesis 10. Gangguan haid
11. Penambahan berat badan/obesitas
12. Infertilitas
Pemeriksaan fisik 5. Akne
6. Obes
7. Hirsutisme
8. Akantosis nigrikans
9. Alopesia
Pemeriksaan  Pemeriksaan hormon insulin puasa, FSH,LH,PRL,DHEA-S, testosterone bebas, tes fungsi
penunjang tiroid
 Gula darah puasa
 Pemeriksaan kolesterol total, HDL,LDL
 USG
Pengelolaan 1. Perubahan gaya hidup : diit dan olah raga, penurunan berat badan 5-10%, meningkatkan
pemulihan fungsi ovarium.
2. Induksi ovulasi, obat lini pertama adalah klomifen sitrat. Dosis awal 1 kali 50 mg sehari,
selama 5 hari. Mulai hari ke 2 – 5 haid, dengan syarat tebal endometrium < 6 mm, tidak
ada kista ovarium berukuran > 2 cm.
3. Obat sensitasi insulin, bila didapatkan adanya resistensi insulin. Metformin diberikan
dengan dosis 3 kali 500 mg sehari atau 2 kali 850 mg sehari, selama 3-6 bulan.
4. Bila klomifen sitrat resisten, dapat diberikan gonaditropin atau drilling ovarium.
5. Gonadotropin diberikan dosis rendah, FSH 75 IU mulai hari ke 2-5, dengan syarat tebal
endometrium < 6 mm dan tidak didapatkan kista ovarium > 2 cm. Diberikan setiap hari
sampai hari ke 12 haid. Dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai adanya folikel
dominan.
6. Drilling ovarium dilakukan bila kadar LH > 10

Anda mungkin juga menyukai