Anda di halaman 1dari 11

Kista torsi ovarium

Anamnesis
 Nyeri perut bawah?
 Sejak kapan?
 Benjolan diperut?
 Mual dan muntah?
 Semakin membesar?
 Demam ?
 Perdarahan dari jalan lahir?
 Keputihan?
 Menstruasi teratur? Nyeri haid?
 HPHT? Telat haid?
 Menarche?
 Pernah periksa sebelumnya?USG?
Pemeriksaan Fisik
 Abdomen : - nyeri tekan?
- Defans muscular?
- Asites?
- massa? Mobile? Kistik / padat? Ukuran?
Inspekulo : fluor, Fluxus?
 Pemeriksaan dalam : - vulva/vagina ?
- Portio nyeri goyang, bentuk konsistensi
- corpus uteri membesar?
- Adnexa massa?
- cavum douglas menonjol?
Pemeriksaan penunjang?
Darah rutin ?
USG :

- USG awal menunjukkan ovarium dengan massa, edema, stroma hiperekogenik atau memberikan
gambaran kista hiperekhogenik, dan edema stroma serta batas ovarium kurang jelas

- menunjukkan gambaran edema ovarium dan tidak adanya vaskularisasi pada ovarium meskipun
pada 60% kasus torsi tidak didapatkan kelainan pada doppler ultrasonografi memiliki 87,5%
positive predictive value dengan spesifitas 93% dalam mendiagnosis torsi.
- Gambaran ultrasonografi yang khas pada torsi kista adalah tidak adanya aliran darah pada ovarium,
ligamen dan arteri yang terpuntir atau tanda whirlpool(gambaran vasa hipoekoik disekitar aksis
sentral pembuluh darah) yang dapat digunakan untuk melihat viabilitas jaringan ovarium.

Diagnosis : kista ovarium terpuntir

Plan :

- Laparatomi (saslpingoovarektomi)

Edukasi :

Resiko Infertilitas

Pencegahan rekurensi torsi kista ovarium sangat penting untuk menekan morbiditas dari kasus ini
terutama pertimbangan fungsi fertilitas dan reproduksi. Risiko torsi ulangan tetap tinggi hingga
mencapai 11% pada dengan riwayat torsi sebelumnya1. Pilihan metode pencegahan rekurensi kista
ovarium diantaranya penggunaan kontrasepsi oral untuk menekan folikulogenesis ovum meskipun
cara ini dianggap kurang efektif serta oophoropeksi. Oophoropeksi direkomendasikan untuk
dilakukan pada kasus pasca oophorektomi pada anak dan remaja terutama jika ditemukan ligamen
dan tuba yang terlalu panjang serta maupun torsi kista pada pasien yang sedang hamil 5. Teknik
oophoropeksi dikerjakan dengan menjahit ovarium pada dinding pelvis, di bagian posterior uterus
atau ligamentum uterosakral. Penjahitan bisa dilakukan dengan benang atau menggunakan surgical
clips. Komplikasi yang dikhawatirkan dari prosedur ini diantaranya menurunnya fertilitas karena
mempengaruhi viabilitas tuba dan koneksi ovarium dan tuba falopii

Teori :

Torsi kista ovarium adalah terpuntirnya ovarium pada ligamen infundibulopelvikum atau
ligamentum ovarii propium yang menyebabkan kompresi vaskuler1. Insidensinya mencapai lima
terbanyak operasi kedaruratan di bidang ginekologi. Torsi ovarium dapat terjadi pada wanita semua
umur namun wanita pada usia reproduksi memiliki insidensi paling sering dan sekitar 17-20%
terjadi pada wanita hamil. Gejala torsi ovarium tidak spesifik sehingga sukar dibedakan dengan
penyebab akut abdomen lain dan berakibat keterlambatan diagnosis2. Identifikasi awal dan restorasi
aliran darah sangat penting untuk mempertahankan viabilitas ovarium oleh karena itu penegakkan
diagnosis torsi kista ovarium masih menjadi tantangan bagi ginekolog

Varian torsi, yang mempengaruhi wanita dari segala usia, adalah adarurat ginekologis [1-3]. Ini
mengacu pada rotasi lengkap atau sebagian dari organ pendukung adneksa, menghasilkan
perubahan iskemik pada ovarium. Torsi lebih sering melibatkan ovarium dan tuba fallopi, dan ada
lebih sedikit kasus torsi terisolasi yang melibatkan salah satu (satu dari 1,5 juta wanita) [4-6]. Torsi
yang melibatkan kista paratubal atau paraovarian juga telah ditemukan [2,7,8]. Diagnosis dan
pembedahan dini sangat penting untuk melindungi fungsi ovarium dan tuba dan mencegah
morbiditas parah [9,10].

Patogenesis

Torsi ovarium terjadi ketika kista atau massa ovarium menunjukkan dan memutar ligamentum
infundibulopelvic dan ligamentum UO. Kista atau massa biasanya lesi jinak dengan diameter lebih
dari 5 cm [12-15]. Torsi juga dapat terjadi di ovarium normal, bagaimanapun, khususnya pada gadis
premenarkis yang memiliki ligamen infundibulopelvic memanjang [16-18]. Namun, terjadinya torsi
ovarium dapat menurun setelah itu karena ligamen memendek ketika gadis-gadis premenarkis
matang hingga pubertas.

Mekanisme terjadinya torsi ovarium masih belum diketahui secara pasti. Mobilitas
yang tinggi karena tuba falopii atau ligamentum yang panjang, spasme tuba dan perubahan
tekanan intraabdomen secara mendadak seperti olahraga berat dan mengedan diduga
menjadi penyebab torsi kista3. Faktor risiko yang sering dikaitkan dengan torsi adalah
perubahan patologi ovarium meski ovarium normal bisa mengalami torsi4.
Kista ovarium meningkatkan 3 kali lipat risiko torsi dibanding populasi umum. Jenis
teratoma kistik matur diikuti kista korpus luteum dan kista folikuler sering menjadi
penyebab torsi4. Patologi ovarium lainnya seperti kista theca lutein ditemukan sebagai
penyebab torsi pada wanita infertil yang menjalani induksi ovulasi. Kondisi hamil diketahui
tidak hanya meningkatkan 18% risiko torsi tapi juga rekurensi torsi sebesar 19,5% dibanding
9,1% pada wanita yang tidak hamil 1. Perubahan fisiologi hormonal selama masa reproduksi
mengakibatkan kelompok usia ini rentang mengalami torsi kista1,5.

Kondisi anomali pada tuba dan ovarium seperti dijelaskan sebelumnya berisiko menyebabkan torsi.
Struktur ovarium yang irreguler diduga menjadi fulcrum/tumpuan pada pangkal adneksa yang
mendesak posisi tuba falopii sehingga mengakibatkan torsi. Torsi ovarium yang normal pada
kelompok anak-anak diduga karena perkembangan tuba yang cenderung lebih panjang dan lentur1.
Torsi pada ligamentum infundibulopelvikum mengakibatkan venous return turun, sirkulasi limfatik
dan arteri pada ovarium berkurang. Torsi jangka lama akan menekan pasokan arteri sehingga terjadi
edema difus yang meningkatkan tekanan didalam ovarium dan berakhir dengan iskemi dan
nekrosisFaktor risiko

Lebih dari 80% pasien dengan torsi ovarium memiliki massa ovarium 5 cm atau lebih besar,
menunjukkan bahwa risiko utama dalam torsi ovarium adalah massa ovarium [12,15,22]. Ukuran
massa ovarium berkorelasi dengan risiko torsi. Torsi ovarium telah dilaporkan terjadi dengan massa
dari 1 hingga 30 cm (rata-rata 9,5 cm) [15], tetapi itu dapat terjadi dengan ukuran massa apa pun.
Induksi ovulasi untuk pengobatan infertilitas dapat menyebabkan banyak kista folikular ovarium
yang besar; kista besar membawa peningkatan risiko torsi [23].

Tumor jinak dan ganas pada torsi ovarium


Torsi ovarium lebih mungkin terjadi dengan tumor jinak daripada pada keganasan. Insiden
torsi ovarium dengan keganasan ovarium adalah <2% dalam seri kasus yang dilaporkan
[13,22,24,25].

Torsi ovarium pada populasi premenarki

Dibandingkan dengan wanita yang lebih tua, gadis-gadis premenarchal dengan torsi
ovarium lebih sering ditemukan memiliki ovarium normal [26]. Lebih dari 50% pasien di bawah 15
tahun dengan torsi memiliki ovarium normal [24,27]. Torsi lebih banyak terjadi pada pasien dengan
adnexa normal (7/11) dibandingkan dengan adnexa abnormal (4/46) [14].

Torsi ovarium dalam kehamilan

Sekitar 10% -22% dari torsi ovarium terjadi pada kehamilan [15,22,24,28]. Insiden lebih
tinggi pada usia kehamilan 10-17 minggu dengan massa ovarium lebih dari 4 cm [29,30]. Wanita
hamil dengan massa adneksa 4 cm atau lebih besar memiliki insiden torsi 1% -6% lebih rendah
dibandingkan dengan wanita tidak hamil [31,32].

Ringkasan epidemiologi dan faktor risiko

Insidensi torsi ovarium berkisar dari 2% hingga 15% pada pasien yang memiliki perawatan
bedah massa adneksa. Tumor ovarium yang lebih besar dari 5 cm memiliki risiko torsi ovarium.
Sekitar 10% -22% torsi ovarium terjadi pada wanita hamil.

Presentasi klinis

Torsi ovarium karena massa adneksa menyebabkan berbagai gejala dan tanda pada
presentasi klinis. Gejala yang paling umum adalah timbulnya nyeri perut bagian bawah yang akut,
diikuti oleh mual dan muntah [15,22,24,33-35]. Beberapa pasien mengalami gelombang mual
dengan atau tanpa muntah [15,22,24,33]. Nyeri perut biasanya mati dan terus menerus. Sebagian
besar pasien yang dilaporkan datang untuk evaluasi 1 hari atau lebih hingga 210 hari setelah onset
nyeri [15,22,36,37]. Pasien premenarchal cenderung menyebutkan nyeri difus karena sulit bagi
mereka untuk melokalisasi rasa sakit [38]. Gejala dan tanda yang tidak nyaman dianggap
disebabkan oleh torsi adneksa. Torsi ovarium tanpa penyakit infeksi yang mengakibatkan demam
ringan telah ditemukan pada beberapa pasien [15,22,24,33].

Evaluasi dan diagnosis

Pada presentasi klinis, pendekatan pertama kepada pasien adalah riwayat medis dan pemeriksaan
fisik. Riwayat medis harus mencakup diagnosis massa adneksa, nyeri perut berulang, dan demam
ringan. Pemeriksaan fisik harus mencakup pencarian massa atau nyeri panggul. Evaluasi
laboratorium harus mencakup serum human chorionic gonadotropin, hematokrit, jumlah sel darah
putih, dan panel elektrolit.

Tidak ada penanda serum untuk diagnosis torsi adneksa. Beberapa penanda serum dapat
mengisyaratkan jenis tumor adneksa. Gonadotropin kronis manusia dalam serum dapat
mengungkap kehamilan atau tumor sel germinal ovarium. CA-125 dapat mengindikasikan tumor
ovarium ganas atau endometrioma. Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara
peningkatan level serum interleukin-6 dan torsi ovarium [39,40], meskipun penelitian lebih lanjut
seperti stres oksidatif selama torsi ovarium diperlukan [41].

Gambar 5.3 Etiologi massa daerah pelvis pada wanita usia reproduksi4

Gambar 5.4 Contoh gambaran USG pada torsi kista ovarium7


Two cases of adnexal torsion associated with simple ovarian cysts. Contralateral ovaries are normal (left). Torted ovaries are enlarged,
oedematous and less well defined (right)
Gambar 5.5 Contoh gambaran USG dengan coiling vaskuler pada subakut torsi7

Coiling of the ovarian vessels in a case of subacute torsio

Studi pencitraan adalah yang paling penting ketika mengevaluasi massa panggul [42].
Ultrasonografi adalah penilaian diagnostik pertama. Ovarium berorsen dapat membulat dan
membesar dibandingkan dengan ovarium kontralateral, karena edema atau pembengkakan
pembuluh darah dan limfatik [43,44]. Ultrasonografi dapat dengan mudah membedakan massa
ovarium dengan komponen, lokasi, kepadatan, aliran Doppler, dan ukurannya. Dapat terjadi
penurunan atau absennya aliran Doppler di dalam pembuluh ovarium [45-47]. Satu studi prospektif
melaporkan bahwa aliran Doppler memiliki sensitivitas dan kota yang tinggi [48]; studi retrospektif
lain menunjukkan sensitivitas rendah dan spesifisitas tinggi dalam diagnosis torsi ovarium [26]. Ini
bukan standar emas untuk diagnosis, tetapi itu adalah alat yang baik. Dua penelitian lain
menunjukkan bahwa tanda pusaran sangat sensitif untuk torsi ovarium [49,50]. Tanda pusaran air
menunjukkan pedikel pembuluh darah bengkok, dan sonogram Doppler mengungkapkan pembuluh
melingkar dalam massa. Namun, studi lebih lanjut tentang diagnosis torsi ovarium diperlukan untuk
menentukan kegunaan tanda ini dalam torsi ovarium.

Magnetic resonance imaging (MRI) mahal tetapi membantu dalam mendiagnosis torsi
ovarium jika temuan pada ultrasonografi samar-samar [51-57]. MRI dapat menunjukkan
komponen-komponen suatu massa dengan lebih detail daripada ultrasonografi. Computed
tomography (CT), bagaimanapun, tidak biasanya digunakan dalam torsi ovarium karena radiasi dan
kepadatan, tetapi pasien dengan nyeri perut atau panggul akut perlu menjalani CT untuk
mengecualikan diagnosis seperti appendicitis, diverticulitis, dan lain-lain.

Akhirnya, visualisasi langsung diperlukan untuk diagnosis torsi ovarium yang pasti. Oleh
karena itu, diagnosis perlu dibuktikan dengan pembedahan untuk penyelamatan dini fungsi ovarium

Torsi kista ovarium membutuhkan intervensi bedah. Pilihan manajemen operatif


yang diambil didasarkan pada keterampilan klinis operator dan karakteristik kandidat pasien.
Faktor tampilan makroskopis ovarium, umur, status menopause, kondisi patologi ovarium
dan preservasi fertilitas menjadi pertimbangan operator untuk menentukan jenis terapi bedah
yang dipilih1. Laparotomi merupakan teknik bedah yang umum digunakan dalam
manajemen torsi kista ovarium. Trend manajemen saat ini telah beralih pada laparoskopi.
Penelitian yang dilakukan Cohen menyimpulkan bahwa laparoskopi diketahui memiliki
outcome yang sama dengan laparotomi disertai keunggulan karena length of stay yang lebih
singkat, prosedur yang lebih nyaman bagi pasien dan masa pemulihan yang lebih cepat2,6.
Penelitian tersebut diperkuat oleh RCOG bahwa manajemen terbaik torsi kista ovarium pada
wanita muda usia reproduktif dengan bukti klinis level 3 adalah bedah laparoskopi dengan
detorsi terutama untuk pasien dengan preservasi fungsi normal ovarium dan reproduksi.
Pasien dengan diagnosis pasti dan kecurigaan mengarah ke torsi ovarium sebaiknya
diobservasi dan dioperasi oleh ginekolog. Laparoskopi dapat digunakan untuk diagnosis
sekaligus terapi sebagai bukti klinis level 4.
Laparoskopi dengan detorsi merupakan manajemen konservatif pilihan untuk
preservasi fertilitas1,2. Gambaran ultrasonografi pasca detorsi menunjukkan penampakan
ovarium kembali normal dengan kembalinya pertumbuhan folikel pada 88% kasus detorsi 10.
Tindakan tambahan pasca detorsi yang kadang diperlukan adalah kistektomi jika dalam
follow up 6 minggu kemudian kista menetap serta teknik bivalving yang efektif untuk
mengembalikan perfusi arteri serta mengurangi tekanan intrakapsular ovarium 2. Manajemen
ini bisa dipertimbangkan pada kasus ini mengingat pasien belum menikah dan fungsi
reproduksi ovarium masih diperlukan.
Pada kasus ini terapi tersebut perlu disertai informed consent pada pasien terlebih dahulu
termasuk risiko rekurensi dan pentingnya follow up post laparoskopi detorsi, ketersediaan
alat laparoskopi serta ketrampilan klinis operator untuk melakukan laparoskopi. Tindakan ini
masih sukar dikerjakan karena keterbatasan alat termasuk doppler ultrasonografi, set
laparoskopi serta sukarnya memberikan informed consent tentang komplikasi tindakan
konservatif, risiko jika seandainya tindakan konservatif gagal maka diperlukan tindakan
operatif lain sehingga dibutuhkan kepatuhan dari pasien untuk follow up pasca tindakan.
Hal yang perlu dipastikan dalam preservasi ovarium pada torsi kista adalah ovarium
tersebut masih viabel sehingga pemilahan ovarium sebelum manajemen bedah dilakukan
harus dilakukan secara teliti. Pemilahan viabilitas ovarium bisa dilakukan sebelum operasi
dan selama operasi. Deteksi sebelum operasi bisa menggunakan doppler ultrasonografi
untuk melihat status vaskularisasi dan evaluasi intraoperasi. Evaluasi intraoperasi dapat
menggunakan scanning injeksi fluorescein dilanjutkan pengamatan dengan sinar UV atau
visualisasi langsung setelah teknik bivalving dikerjakan10. Teknik bivalving dapat berfungsi
sebagai diagnosis sekaligus terapi dengan cara melepas torsi(untwisted) dilanjutkan insisi
korteks ovarium untuk mengurangi tekanan limfe dan kongesti vena intrakapsular 2. Teknik
ini telah berhasil pada 4 dari 5 kasus yang diamati menunjukkan fungsi folikuler ovarium
kembali normal.
Penampakan makroskopis pada torsi kista ternyata tidak selalu berhubungan dengan
viabilitas ovarium sehingga mendorong berkembangnya tindakan konservatif laparoskopi
detorsi ini5,6. Data penelitian menyebut tampilan torsi kista dengan jaringan biru kehitaman
yang mungkin menandakan iskemik nekrosis tidak berarti jaringan ovarium sudah mati.
Total dari 141 kasus torsi kista yang dilakukan detorsi, pada follow up 92 kasus ditemukan
93,4% menunjukkan viabilitas ovarium baik10. Kesimpulan tersebut dapat menjadi dasar
pertimbangan bahwa tampilan biru kehitaman seperti yang didapati pada kasus ini tidak
selalu menjadi alasan untuk melakukan salpingoovarektomi 6. Tata laksana yang cepat pada
torsi kista akan
meningkatkan viabilitas ovarium, studi menyebut delay >36 jam dari onset torsi akan
menyebabkan nekrosis yang signifikan pada torsi kista1.
Teknik lain untuk torsi kista yang dahulu rutin dilakukan adalah salpingoovarektomi.
Salpingoovarektomi dahulu dikerjakan tanpa detorsi karena dikhawatirkan adanya migrasi
emboli dari torsi. Beberapa studi kasus menyebut bahwa torsi dan tindakan detorsi tidak
berkaitan dengan peningkatan insidensi tromboemboli karenanya dengan atau tanpa detorsi
oovarektomi ini dapat dikerjakan secara aman2,10. Komplikasi emboli pulmoner yang
dikhawatirkan dari detorsi ternyata sangat jarang terjadi hanya sekitar 0,2% dari keseluruhan
kasus torsi kista9. Studi retrospektif menyebutkan dari total 102 kasus pasca detorsi
laparotomi dan laparoskopi, dilaporkan 91.3% pasien dengan ovarium biru kehitaman akan
kembali normal baik penampakan makroskopis maupun perkembangan folikel serta tidak
terjadi peningkatan kejadian tromboemboli pada kedua kelompok intervensi10-12. Kembalinya
tampilan ovarium yang diduga iskemik menjadi normal diduga karena adanya preservasi
vaskularisasi dari arteri ovarika11. Bukti penelitian ini mendorong manajemen torsi dengan
laparoskopi detorsi meskipun pada ovarium nekrosis serta terapi lanjutan seperti kistektomi
jika diperlukan serta oophoropeksi13.
Follow up yang dilakukan pada wanita pasca detorsi menunjukkan fungsi
ovarium(berdasar pada aktivitas folikular pada USG, insidensi kehamilan pasca tindakan,
respon induksi ovulasi atau visualisasi pada laparoskopi ulangan) dapat dipertahankan 1,12.
Pada kasus kista ovarium non fungsional, tindakan kistektomi bisa dipertimbangkan 2-3
minggu kemudian untuk menunggu pemulihan jaringan dari edema dan kongesti yang
cenderung menyebabkan jaringan lebih rapuh1. Analisa jangka panjang ovarium pasca
detorsi dengan mempertahankannya pada 25 ovarium berwarna biru kehitaman dan 10
ovarium kebiruan menunjukkan bahwa prosedur tersebut aman. Kejadian komplikasi yang
dikhawatirkan seperti peritonitis dan tromboemboli tidak terbukti14. Suatu laporan kasus
pada gadis 18 tahun yang menjalani laparoskopi kedua pasca detorsi menyebut tampilan
dusky pink pada
laparoskopi awal nantinya akan memiliki tampilan ovarium normal pada laparoskopi
kedua8.
Bedah laparotomi dengan pilihan oovarektomi dipilih jika ditemukan beberapa
hal yaitu2: adanya jaringan ovarium yang dicurigai kuat non viabel, pertimbangan
bahwa detorsi saja akan memicu reaksi tromboemboli sehingga diperlukan tindakan
oovarektomi, serta pertimbangan bahwa jaringan ovarium yang ditemukan merupakan
lesi ganas. Studi pada beberapa kasus menyebut tromboemboli tidak terbukti
berhubungan dengan detorsi. Kecurigaan keganasan pada massa di ovarium terutama
jika ditemukan pada kelompok umur 1-8 tahun, adanya massa abdomen disertai tanda
seks sekunder prekoks serta makroskopis kista berukuran >8cm disertai penampakan
sebagian padat4. Keganasan kista dapat dideteksi dengan pemeriksaan kadar βhCG,
AFP dan CA-125 tergantung subtipe tumor yang dicurigai 12. Manajemen oovarektomi
direkomendasikan pada wanita post menopause atau fungsi reproduksi sudah tidak
lagi diharapkan sehingga dapat mencegah risiko torsi ulangan8.

Pencegahan rekurensi torsi kista ovarium sangat penting untuk menekan morbiditas dari
kasus ini terutama pertimbangan fungsi fertilitas dan reproduksi. Risiko torsi ulangan tetap
tinggi hingga mencapai 11% pada dengan riwayat torsi sebelumnya1. Pilihan metode
pencegahan rekurensi kista ovarium diantaranya penggunaan kontrasepsi oral untuk menekan
folikulogenesis ovum meskipun cara ini dianggap kurang efektif serta oophoropeksi.
Oophoropeksi direkomendasikan untuk dilakukan pada kasus pasca oophorektomi pada anak
dan remaja terutama jika ditemukan ligamen dan tuba yang terlalu panjang serta maupun torsi
kista pada pasien yang sedang hamil 5. Teknik oophoropeksi dikerjakan dengan menjahit
ovarium pada dinding pelvis, di bagian posterior uterus atau ligamentum uterosakral.
Penjahitan bisa dilakukan dengan benang atau menggunakan surgical clips. Komplikasi yang
dikhawatirkan dari prosedur ini diantaranya menurunnya fertilitas karena mempengaruhi
viabilitas tuba dan koneksi ovarium dan tuba falopii 3

Anda mungkin juga menyukai