Anda di halaman 1dari 80

ENTOMOLOGI

Definisi : Ilmu yang mempelajari tentang


vektor, kelainan dan penyakit yang
disebabkan oleh arthropoda.
Siklus Hidup :
 Penting dipelajari dalam rangka intervensi
pencegahan
 Mengalami metamorfosis :
– Metamorfosis sempurna : telur – larva – pupa –
dewasa.
– Metamorfosis tdk sempurna : telur – (larva) –
nimfa – dewasa.
PERAN ARTHROPODA
1. Vektor dan hospes sementara
(menularkan penyakit)
• Vektor penyakit protozoa : Malaria,
Tripanosomiasis, Leismaniasis.
• Vektor penyakit cacing : Filariasis (Filariasis
limfatik & Non limfatik).
• Vektor penyakit virus, riketsia & bakteri.
• Vektor mekanik : Musca domestika,
Periplaneta.
1. Parasit :
• Menyebabkan penyakit : skabies,
dermodiosis, pedikulosis, ftiriasis, miasis.

2. Menghasilkan toksin :
• Menimbulkan kelaianan pd tubuh manusia.
• Kontak : kupu-kupu, tungau debu.
• Sengatan : lebah, kalajengking.
• Gigitan : kelabang, laba-laba, tarantula,
sengkenit.
CARA PENULARAN

1. Penularan secara mekanik


2. Penularan secara biologik
3. Penularan transovarian
Arthropoda sebagai Vektor
 Penularan secara biologik :
– Propagatif : parasit hanya membelah diri
(Versinia pestis dalam pinjal Xenopsylla
cheopis).
– Sikliko propagatif : parasit berubah bentuk
dan membelah diri (Plasmodium dalam
nyamuk Anopheles).
– Sikliko developmental : parasit hanya berubah
bentuk (Wuchereria bancrofti dalam nyamuk
Culex quinquefasiatus).
 Penularan Mekanik (lalat & kecoa)
 Penularan secara transovarian (lalat)
Arthropoda sebagai Parasit
 Endoparasit : arthropoda hidup dalam
jaringan tubuh host (larva lalat miasis)
 Ekstoparasit : arthropoda hidup pada
permukaan tubuh host (serangga-
serangga penyebab kelainan pada
permukaan tubuh host)
 Parasit permanen : tungau kudis, tuma.
 Parasit periodik : nyamuk, sengkenit lunak
(dari host satu ke host lain).
Arthropoda pengandung Toksin

 Kontak langsung : Ulat


 Gigitan : Kelabang
 Sengatan : Kalajengking
 Tusukan : Triatoma
MORFOLOGI NYAMUK
VEKTOR MALARIA
Anophelini
 Stadium telur
diletakkan satu persatu terpisah diatas
permukaan air
berbentuk seperti perahu, bagian bawah
konveks dan bagian atas konkaf dengan
sepasang pelampung
 Stadium Larva
mengapung sejajar permukaan air
bagian badan yang khas : spirakel, tergal plate,
bulu palma
 Stadium Pupa
tabung pernapasan yang lebar dan pendek
 Stadium Dewasa
Palpus sama panjang dengan probosis
Palpus jantan : ujung berbentuk gada
Sisik sayap membentuk gambaran hitam putih ;
ujung sisik tumpul
Posterior abdomen melancip
VEKTOR FILARIASIS
Anophelini
Non Anophelini Culcini : Aedes, Culex,
Mansonia, Coquilettidia, Armigeres
 Stadium Telur (Non Anophelini)
- Diletakkan satu persatu di tepi pemukaan air (Aedes)
- Diletakkan berkelompok membentuk rakit:
• Diatas permukaan air (Culex)
• Dibalik permukaan daun tanaman air (Mansonia)
- Bentuk lonjong dengan ujung lancip dengan dinding
seperti anyaman kain kasa (Aedes)
- Bentuk seperti peluru senapan
- Bentuk seperti duri/sasaran bowling (mansonia)
 Stadium Larva (Non Anophelini)
- Menggantung pada permukaan air
- Bagian badan yang khas :
• Sifon dengan bulu-bulu sifon dan
pekten
• Sisir dengan dengan gigi-gigi sisir
• Segmen anal dengan pelana

 Stadium Pupa (Culicini) :


- Tabung pernapasan yang sempit
dan panjang
 Stadium dewasa ( Culicini)

- Betina : Palpus lebih pendek daripada probosis


- Jantan : Palpus lebih panjang daripada probosis
- Sisik sayap lebar asimetris (Mansonia)
- Sisik sayap sempit dan panjang (Aedes, Culex)
- Pada Aedes, sisik sayap membentuk kelompok
sisik yang sewarna sehingga tampak bintik-
bintik putih-kuning/putih-coklat/putih-hitam
- Ujung abdomen Aedes lancip
- Ujung abdomen Mansonia tumpul dan
terpancung
VEKTOR PENYAKIT PROTOZOA

1. VEKTOR MALARIA
Nyamuk Anopheles : dari 2000 spesies
Anopheles, terdapat 60 spesies yang
merupakan vektor malaria
DAUR HIDUP
Mengalami metamorfosis sempurna
selama 2-5 mg bergantung pada spesies,
makanan yang tersedia, suhu udara
TEMPAT PERINDUKAN

Bergantung pada spesies, terdiri atas


tiga kawasan :

• Pantai : An.sundaicus, An.subpictus


• Pedalaman : An. aconitus, An. Barbirostris
• Kaki gunung & gunung : An. Balabacencis,
An maculatus
PERILAKU
 Aktivitas dipengaruhi oleh kelembaban udara
dan suhu
 Umumnya aktif mengisap darah pada malam
hari atau sejak senja sampai dini hari ( =
night-biters)
 Jarak terbang 0,5 – 3 km, dipengaruhi oleh
transportasibdan kecepatan angin
 Kesukaan bervariasi : zoofilik, antropofilik, dst
 Tempat istirahat bervariasi : eksofilik,
endofilik
 Aktivitas menggigit bervariasi : eksofilik,
endofagik
EPIDEMIOLOGI
 Penentuan vektor malaria didasarkan atas
penemuan sporozoid malaria di kelenjar liur nyamuk
yang hidup di alam bebas ( dengan membedah
nyamuk betina)
 Faktor yang perlu diketahui dalam menentukan
vektor di suatu daerah endemi malaria :
 Kebiasaan nyamuk mengisap darah manusia
 Lama hidup nyamuk betina dewasa yang lebih dari 10 hari
 Nyamuk Anopheles dengan kepadatan yang tinggi &
dominan
 Hasil infeksi percobaan di Lab yang menunjukkan
kemampuan untuk mengembangkan Plasmodium menjadi
stadium sporozoid
 Prevalens kasus malaria tidak sama di
antara daerah endemi malaria,
bergantung pada perilaku spesies nyamuk
yang menjadi vektor, misalnya :

Di daerah Cilacap (vektor malaria:


An.sundacus) kasus malaria di temukan lebih
banyak pada musim kemarau, karena
pembentukan tempat perindukan di muara
sungai untuk nyamuk tsb meningkat
Di daerah jawa barat (vektor malaria: An.
Aconitus) kasus malaria lebih banyak pada
musim hujan, karena di sawah banyak
terbentuk perindukan untuk nyamuk tsb.
Pemberantasan Malaria :
Pengobatan Penderita
Pencegahan kontak antara
nyamuk & manusia
Penyuluhan sanitasi
2. VEKTOR PENYAKIT CACING (FILARIASIS)

2.1. VEKTOR FILARIASIS LIMFATIK (NYAMUK)


 Nyamuk Anophelini (Tribus Anopheles) dan
Non Anophelini (TribusCulicini, terdiri atas
genus Culex, Aedes,Mansonia,Coquilettidia;
dan Tribus Taxorhytini, terdiri atas genus
Taxorhynchites)
 DiIndonesia ditemukan 3 jenis parasit
nematoda penyebab filariasis limfatik pada
manusia, yaitu Wucheria bancrofti, Brugia
malayi, dan Brugia timori
 Parasit-parasit tersebut disebarkan di seluruh
kepulauan Indonesia oleh berbagai spesies nyamuk
Aedes, Anopheles, Culex, Mansonia, Coquilettida
dan Armigeres
 Vektor utama filariasis bancrofti di perkotaan adalah
Culex quinquefasciatus, sedangkan di pedesaan
adalah berbagai spesies Anopheles, Aedes kochi,
Cx. Bitaeniorrhynchuss, Cx. Annulirostris dan
Armigeres obsturbans
 Vektor utama filariasis malayi adalah berbagai
spesies Anopheles, Mansonia dan Coquilettidia
 Vektor utama filariasis timori adalah Anopheles
barbirotris
DAUR HIDUP
 Metamorfosis sempurna selama 1–2
minggu

 Tempat perindukan :
Nyamuk Anophelini : kawasan pantai,
pedalaman, kaki gunung dan gunung
Nyamuk Non anophelini : Tempat ber air
jernih ataupun keruh (polluted):
Permukaan air dapat ditumbuhi
bermacam-macam tanaman air
PERILAKU
 Nyamuk Non Anophelini mempunyai kebiasaan
mengisap darah hospes yang berbeda-beda, yaitu
:
Culex : malam hari saja
Mansonia : Siang dan malam hari
Aedes : Siang hari saja
 Jarak terbang bervariasi :
Culicini : biasanya pendek (rata-rata beberapa
puluh meter)
Aedes vexans +/- 30 km
 Umur Nyamuk dewasa (di alam/di Lab):+/- 2 mg
EPIDEMIOLOGI
 Faktor-faktor yang menentukan penyebarluasan
filariasis dan timbulnya daerah-daeah endemi
filariasis, yaitu :
 Derajat infeksi alami hasil pembedahan nyamuk alam/liar
yang tinggi
 Sifat antropofilik dan zoofilik yang meningkatkan jumlah
sumber infeksi
 Umur nyamuk yang panjang sehingga mampu
mengembangkan pertumbuhan larva mencapai stadium
infektif untuk disebarkan/ditularkan
 Dominasi terhadap spesies nyamuk lainnya yang
ditunjukkan dengan kepadatan yang tinggi di daerah
endemi
 Mudahnya menggunakan tempat-tempat penampung air
sebagai tempat perindukan yang sesuai
EPIDEMIOLOGI (Lanjutan)
 Pemberantasan :
Pengobatan semua penderita filariasis
Upaya pengendalian vektor dengan cara
yang mudah dan biaya rendah
Perlindungan/pencegahan terhadap
gigitan vektor
Meningkatkan pengetahuan penduduk
mengenai filariasis dan penularannya
partisipasi dalam pemberantasan
2.2. VEKTOR FILARIASIS NON LIMFATIK (LALAT)
 Lalat dari genus simulium (Black fly) dan Chrysops
(Horse Flyl Deer fly)

 Yang mengisap darah biasanya hanya lalat betina,


aktif pada pagi dan sore hari

 Simulium damnosum adalah vektor Onchocerca


volvulus di Afrika : Simulium metalicum,
S.ochraceum dan S. callidium adalah vektor
Onchocerca volvulus di Amerika

 Chrysops silacea dan C. dimidiata adalah vektor


Loa-loa di Afrika
HOSPES PERANTARA
Adalah jasad tempat parasit tumbuh
menjadi bentuk infektif yang dapat
ditularkan kepada hospesnya (misalnya
manusia)

1) Cyclops dan Diaptomus


Adalah hospes perantara cacing
Diphyllobathrium latum
3) Potamon dan Combarus
Adalah hospes perantara cacing paragonimus
westermani
3. VEKTOR PENYAKIT VIRUS, RIKETSIA, DAN
BAKTERI
3.1. VEKTOR PENYAKIT VIRUS

3.1.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue


(DHF= Dengue Hemorrhagic Fever)
 Merupakan penyakit virus yang sangat
berbahaya
 Sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat
 Vektor utama adalah nyamuk kebun (Aedes
aegypti), vektor potensial adalah Aedes
albapictus
DAUR HIDUP

 Metamorfosis sempurna selama 9 hari


 Tempat perindukan : tempat-tempat
berisi air bersih yang letaknya
berdekatan dengan rumah penduduk
(tidak lebih dari 500 m), meliputi
tempat perindukan buatan manusia
dan tempat perindukan alamiah
PERILAKU
 Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia
pada siang hari (dari pagi hingga petang) dengan
waktu puncak setelah matahari terbit(8.00-10.00)
dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00)
 Pengisapan darah dilakukan didalam dan diluar
rumah
 Tempat istirahat :
 Semak-semak/tanaman rendah dan rerumputan di
halaman rumah atau kebun
 Benda-benda yang tergantung didalam rumah
 Umur Nyamuk betina dewasa dialam: 10 hari ,di
Lab: 2 bln
 Jarak terbang +/- 40 m ; mampu terbang 2 km
EPIDEMIOLOGI
 Ae aegypti tersebar luas di seluruh
Indonesia
 Ae aegypti ditemukan di kota-kota
pelabuhan padat penduduk, juga di
temukan di pedesaan sekitar kota
pelabuhan
 Penyebarab Ae. Aegypti dari pelabuhan ke
desa dikarenakan larva yang terbawa
melalui transportasi yang mengangkut
benda-benda berisi air hujan
EPIDEMIOLOGI (Lanjutan)
 Pengendalian
 Perlindungan perorangan dari gigitan nyamuk (kawat kasa,
kelambu, penyemprotan dinding rumah dengan insektisida,
penggunaan repellent saat berkebun)
 Pembuangan atau mengubur benda-benda yang dapat menampung
air hujan
 Mengganti air atau membersihkan tempat-tempat air seminggu
sekali
 Abatisasi
 Fogging dengan malathion minimal dua kali dengan jarak 10 hari di
daerah yang terkena wabah
 Pendidikan Kesehatan Masyarakat
 Memonitor kepadatan populasi Ae aegypti penting dalam upaya
mengevaluasi adanya ancaman DHF dan untuk meningkatkan
tindakan pengendalian vektor
 Pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa :
memeriksa tempat-tempat perindukan di dalam dan di luar rumah
(sebanyak 100 rumah di daerah pemeriksaan)
EPIDEMIOLOGI (Lanjutan)

 Angka indeks yang perlu diketahui :


Angka rumah (house index): persentase
rumah yang positif larva Ae. Aegypti
Angka tempat perindukan (container
Index): persentase tempat perindukan
yang positif larva Ae. Aegypti
Angka Breteau (Breteau Index): jumlah
tempat perindukan yang positif larva Ae.
Aegypti dalam tiap 100 rumah
3.1.2 PENYAKIT JAPANESE B. ENCEPHALITIS

 Di temukan di Asia Tenggara (Filipina,


Kamboja, Muangthai, Malaysia, Singapura)
 Di Indonesia penyakit tersebut belum
banyak di pelajari, tetapi kemungkinan
besar penyakit tsb juga ada di Indonesia
karena :
 Banyak kasus meninggal dengan gejala klinis
yang sama dengan Jap. B. encephalitis
 Kepadatan nyamuk vektor cukup tinggi dan
telah dapat di isolasi virus Jap.B.encephalitis
dari tubuh nyamuk yang di tangkap di sekitar
Jakarta
 Gejala Klinis : demam, sakit kepala, mual,
muntah, lemas, malaise, mental
disorientation. Kematian terjadi 2-4 hari
setelah terinfeksi virus
 Vektor : Culex tritaeniorhynchus & Cx.
Gelidus
 Tempat peristirahatan : dekat kandang
ternak (kerbau, sapi, babi)
 Mengisap darah manusia dan darah
binatang (kerbau, sapi,babi,burung, bebek)
pada malam hari di dalam atau luar rumah
3.1.3. PENYAKIT CHIKUNGUYA

 Belumbanyak dipelajari di indonesia,


namun kemungkinan besar ditemukan
penyakit tsb di Indonesia, karena virus
Chikunguya telah dapat diisolasi dari
nyamuk liar Ae. Aegypti di Jakarta
 Gejala klinis mirip Jap. B. encephalitis
 Vektor : Ae aegypti
3.1.4. PENYAKIT DEMAM KUNING
 Vektor : Ae aegypti
 Belum pernah dilaporkan di Indonesia
walaupun vektornya tersebar di seluruh
Indonesia
 Di Amerika Selatan dan Afrika Selatan
penyakit tsb dilaporkan ada sejak puluhan
tahun
 Gejala Klinis : pusing, sakit punggung,
demam, muntah. Kematian terjadi 5-8 hari
setelah terinfeksi
3.2. VEKTOR PENYAKIT RIKETSIA
3.2.1. Penyakit Demam Semak

 Demam semak = Scrub typhus, tsutsugamushi


disease, Delikoorts
 Di temukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
Irja
 Penyebab penyakit : Rikettsia tsutsugamushi
 Gejala klinis : kepala pusing, apati, malaise,
limfodenitis, adanya escar.
 Angka kematian berkisar 1 - 60%
 Vektor : Leptotrombidium akamusi, L. deliensis, L.
fletsheri
DAUR HIDUP
 Metamorfosis tak sempurna (telur-larva-
nimfa-dewasa)
selama 1 – 2 bulan
 Stadium larva mengisap darah manusia dan
binatang mamalia
 Penularan transovarian : sejak larva
Leptotrombidium
 mendapatkan infeksi Rickettsia sampai
menjadi larva generasi berikutnya masih
tetap infektif
EPIDEMIOLOGI
 R. tsutsugamushi biasanya hidup sebagai
parasit tikus ladang
 Pencegahan Penularan :
Menghindari kontak dengan tungau saat
bekerja di ladang/hutan di daerah endemi,
yaitu membedaki kaos kaki dan sepatu yang
dipakai dengan serbuk DDT 10%
Menelan kloramfenikol 500 mg sehari selama
10 hari selama bertugas di ladang/hutan
3.3. VEKTOR PENYAKIT BAKTERI
3.3.1. Vektor Penyakit Sampar
 Pernah di temukan secara endemi di Jawa Tengah Tahun 1968
terjadi epidemi di Boyolali dengan banyak kematian
 Di sebabkan oleh bakteri Yersinia pestis
 Vektor : Pinjal Xenopsylla cheopis, Stivalius cognatus, Neopsylla
sondaica
 Manusia terinfeksi melalui gigitan pinjal atau tinja pinjal yang
mengandung Y. pestis
 Gejala Klinis : peradangan dan pembesaran kelenjar limfe
terbentuk benjolan/bubo (disebut pes bubo/bubonic plague)
Y. pestis masuk ke dalam peredaran darah (disebut pes
septikimia/septichemic plague) masuk kedalam paru
(disebut pes paru/pulmonic plague). Penderita dapat meninggal
dalam 2-3 hari setelah terinfeksi
 Cara penularan : Propagatif
DAUR HIDUP

 Pinjal
hidup sebagai parasit tikus
ladang dan bersarang di antara bulu
tikus

 Mengalamimetamorfosis sempurna
selama 18 hari
EPIDEMIOLOGI
 Penyakit pes sebenarnya adalah penyakit tikus (zoonosis)
 Pemberantasan:
 Menangkap tikus dengan perangkap dan membunuhnya
 Memberantas tikus dengan insektisida DDT dan BHC (bensin
heksaklorida)
 Upaya pemberantasan tsb berbahaya, yaitu bila pinjal
kehilangan hospesnya (tikus), pinjal mencari hospes baru.
 Jalan keluar:
 Tikus yang tertangkap dibersihkan pinjalnya kemudian dilepas dan
ditangkap kembali pada penangkapan berikutnya
 Mempertahan populasi tikus di daerah endemi pada jumlah
minimal ttt dan di pantau dengan indeks pinjal
4. VEKTOR MEKANIK
4.1. MUSCA
 Musca domestika (lalat rumah) berperan sebagai vektor
mekanik amebiasis, disentri basilaris dan penyakit
cacing usus di Indonesia
 Mudah berkembang biak
 Tempat perindukan : timbunan sampah sekitar rumah,
tinja manusia dan binatang
 Jarak terbang : 10 km
 Umur lalat dewasa: 2-4 minggu
 Mengurangi populasi lalat:
 Membersihkan rumah dan pekarangan dari sampah
 Memasang kawat kasa
 Menutup makanan
 Mengadakan samijaga
PENGENDALIAN VEKTOR
Pengendalian vektor terdiri atas :
 Pengendalian secara alami : yang berperan adalah
faktor-faktor ekologi yang bukan merupakan
tindakan manusia, yaitu topografi, ketinggian, iklim,
musuh alami vektor
 Pengendalian secara buatan : dilakukan atas usaha
manusia, yaitu :
s Pengendalian lingkungan (enviromental control) terdiri
atas :
 Modifikasi lingkungan (environmental modification)
 Manipulasi lingkungan (environmental manipulation)
PENGENDALIAN VEKTOR (Lanjutan)
1) Pengendalian Kimiawi : menggunakan bahan kimia pembunuh
serangga (insektisida) ataupun penghalau serangga (repellent)
2) Pengendalian Mekanik
Menggunakan alat yang langsung dapat membunuh, menangkap
atau menghalau, menyisir, mengeluarkan serangga dari jaringan
tubuh
4) Pengendalian Fisik
Meliputi pemanasan, pembekuan, hembusan angin,penyinaran
Tujuan: mengganggukehidupan serangga
 Pengendalian Biologik
Menggunakan pemangsa dan parasit sebagai musuh alami serangga
9) Pengendalian Genetika
Bertujuan mengganti populasi serangga yang berbahaya dengan
populasi baru yang tidak merugikan, melalui pengubahan
kemampuan reproduksi dengan cara memandulkan serangga jantan
11) Pengendalian Legislatif
Tujuan mencagah tersebarnya serangga berbahaya dari satu daerah
lain atau dari luar negeri ke Indonesia
ANTROPODA PENYEBAB ALERGI DAN REAKSI TOKSIK

1. KONTAK

1.1. Kupu-kupu
 Larva kupu-kupu (ulat bulu) mengandung
toksin, bila kontak dengan manusia
kelainan erusisme (urtikaria, nyeri,gatal)
 Kontak dengan bulu pada abdomen kupukupu
dewasa Lepidopterisme (dermatitis mirip
giant urticaria)
 Epidemiologi : Terdapatnya kasus di suatu
daerah dipengaruhi oleh spesies kupu-kupu,
keadaan daerah dan kebiasaan masyarakat
sebagai petani/pekerja kebun
1.2. Tungau Debu (Dematophagoides pteronyssimus)
 Ditemukan pada debu rumah di tempat
tidur,karpet,lantai dan luar rumah seperti sarang
burung dan permukaan kulit binatang
 Penyebab asma alergi karena seluruh tubuh tungau
mengandung alergen
 Epidemiologi : Populasi tungau debu dalam rumah
tergantung pada :
• Ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut
• Iklim
• Binatang yang ada dalam rumah
• Sanitasi
• Suhu dan kelembaban udara
2. SENGATAN
2.1. Lebah
Memiliki alat penyengat yang mengeluarkan
toksin
Akibat sengatan : ringan (nyeri,gatal) dan berat
(mual,demam,sesak napas,kolaps)

2.2. Kalajengking
Memiliki alat penyengat yang mengeluarkan
toksin
Akibat sengatan:nyeri, dapat menimbulkan
keracunan sistemik kematian karna syok
dan paralisis pernapasan
3. GIGITAN
3.1. Kelabang
 Menimbulkan nyeri dan eritema karena toksin yang
keluar
3.2. Laba-laba
 Menyebabkan kelainan yang disebut araknidisme
(arachnidisme) ; menurut sifat toksinnya terdiri atas
araknidisme nekrotik dan araknidisme sistemik
3.3. Sengkenit
 Mengandung toksin yang dapat menyebabkan paralisis
 Epidemiologi : Di Indonesia, terutama di Nusa
Tenggara, banyak terdapat peternakan sapi dapat
ditemukan kasus paralisis karena sengkenit
ANTROPODA PENYEBAB PENYAKIT
1. SKABIES
 Adalah penyakit kudis, yaitu penyakit kulit yang
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis
 Gejala klinis; gatal-gatal terutama pada malam hari
(pruritus nokturna) didahului dengan timbulnya bintik-
bintik merah (rash)
 Tungau hidup dalam terowongan kulit (berwarna putih
abu) di jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian
luar, pada bayi menyerang telapak tangan dan kaki
 Epidemiologi : Penyakit ini dapat terjadi pada satu
keluarga, tetangga yang berdekatan, bahkan bisa
terjadi di seluruh kampung
2. DEMODIASIS
 Infestasi oleh tungau folikel rambut
(Demodex follicularum)
 Hidup di folikel rambut dan kelenjar
keringat terutama disekitar hidung dan
kelopak mata sebagai parasit permanen,
kadang-kadang ditemukan dikulit kepala
 Menyebabkan kelainan:blefaritis,akne
rosasea,impetigo kontangiosa disertai gatal
dan dapat terjadi infeksi sekunder
 Epidemiologi: bersifat kosmopolit dan tidak
berbahaya
3. PEDIKULOSIS
 Adalah gangguan yang disebabkan infestasi
tuma, misalnya gangguan pada rambut kepala
disebabkan oleh tuma kepala (pediculus humanus
var.capitis)
 Menimbulkan papula merah dan rasa gatal karena
air liur tuma
 Epidemiologi :
 Infestasi mudah terjadi dengan kontak langsung
 Pencegahan : Menjaga kebersihan kulit kepala
 Pemberantasan : Menggunakan tangan,sisir serit,
insektisida golongan klorin (benzen heksa klorida)
4. FTIARIASIS
 Ftiariasis (pedikulosis pubis) adalah gangguan
pada daerah pubis disebabkan oleh infestasi
tuma phtirus pubis

 Gangguan utama adalah rasa gatal didaerah


pubis

 Epidemiologi : Penularan dapat terjadi bila ada


kontak langsung, terutama pada waktu
hubungan seksual
5. MIASIS
 Adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan
atau alat tubuh manusia
 Merupakan penyakit yang biasanya dianggap
sebagai kontaminasi larva lalat ke dalam luka
 Secara klinis miasis dibagi menjadi :
a Miasis Kulit/subkutis: larva diletakkan pada kulit utuh
atau luka dan membuat terowongan berkelok-kelok
sehingga terbentuk ulkus yang luas
u Miasis Nasofaring: Terjadi pada anak dan bayi,
khususnya yang mengeluarkan sekret dari hidungnya
dan yang tidur tanpa kelambu larva yang
diletakkan mampu menembus kulit lunak bayi dan
membuat ulkus
5. MIASIS (Lanjutan)
u Miasis Intestinal ; terjadi secara kebetulan karena
menelan makanan yang terkontaminasi telur atau larva
lalat, Lalat menetas di lambung dan menyebabkan
mual, muntah, diare, spasme abdomen, dapat pula
menimbulkan luka pada dinding usus
Miasis Urogenital ; Larva lalat ditemukan pada vagina
dan urine. Menyebabkan piuria, uretritis, sistitis
b Miasis Mata (oftalmomiasis) : Belum banyak di temukan
di Indonesia

 Pencegahan : menghindari kontak dengan lalat;


memusnahkan tempat perindukan lalat; menutup makanan
dengan baik
MORFOLOGI UMUM ANTROPODA
Antopoda mempunyai 4 tanda morfologi yang jelas :
2) Badan beruas-ruas
3) Umbai-umbai; beruas-ruas; tumbuh menurut
fungsinya,
- Pada kepala antena dan mandibula
- Pada Toraks kaki dan sayap
- Pada abdomen kaki pengayuh
7) Eksoskelet : sebagai penguat tubuh, pelindung
alat dalam, tempat melekat otot, pengatur
penguapan air, penerus rangsang yang berasal
dari luar badan
8) Bentuk badan simetris bilateral
NYAMUK
Morfologi
 Berukuran kecil (4-13 mm) dan rapuh
 Kepala memiliki probosis halus dan panjang: pada betina
berfungsi sebagai alat penghisap darah, pada jantan sebagai
alat penghisap bahan-bahan cair seperti cairan tumbuh-
tumbuhan, buah-buahan dan keringat
 Di kiri kanan probosis terdapat palpus (5ruas) dan antena
(15 ruas)
 Antena pada nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan
pada betina berambut jarang (pilose)
 Sebagian besar toraks yang tampak (mesonatum) dilputi
bulu halus, berwarna putih/kuning dan membentuk
gambaran yang khas untuk masing-masing spesies
 Memiliki 3 pasang kaki (hexapoda) yang melekat pada
toraks
Daur Hidup
 Mengalami metamorfosis sempurna: telur – larva –
pupa – dewasa; stadium telu-larva-pupa hidup
dalam air, stadium dewasa hidup beterbangan
 Nyamuk dewasa mengisap darah manusia dan
binatang untuk pembentukan telur
 Telur diletakkan diatas permukaan air
(Anopheles,Aedes,Culex) atau dibalik permukaan
daun tumbuh-tmbuhan air (Mansonia)
 Tempat perindukan (breeding place); tempat
nyamuk meletakkan telur-telurnya untuk kemudian
telur-telur tsb menetas menjadi larva pupa
dewasa
 Tempat perindukan untuk masing-masing spesies
berlainan
Perilaku
 Umur nyamuk tidak sama; betina hidup lebih lama daripada
jantan. Biasanya umur nyamuk sekitar 2 minggu, namun
ada yang dapat hidup hingga 2-3 bulan (Anopheles
punctipennis)

 Hospes yang disukai nyamuk berbeda-beda :


- Nyamuk hanya mengisap darah manusia = antropofilik
- Nyamuk hanya mengisap darah binatang = zoofilik
- Nyamuk lebih suka mengisap darah binatang daripada manusia=
Antropopozoofilik

 Nyamuk istirahat setelah mengisap darah :


- Nyamuk lebih suka beristirahat di dalam rumah =
endofilik
- Nyamuklebih suka beristirahat diluar rumah = eksofilik
Perilaku (Lanjutan)
 Aktivitas menggigit berbeda-beda :
 Nyamuk menghisap darah pada malam hari : Night-
biters
 Nyamuk menghisap darah pada siang hari : Day-biters
 Nyamuk menghisap darah didalam rumah : Endofagik
 Nyamuk menghisap darah diluar rumah : Eksofagik

 Jarak terbang nyamuk berbeda-beda menurut


spesies:
 Jarak terbang nyamuk betina lebih jauh daripada
jantan
 Aedes aegypti jarak terbangnya pendek : Anopheles
dapat terbang sampai 1,6 km, Aedes vexans dapat
mencapai 30 km
1.2. VEKTOR TRIPANOSOMIASIS AFRIKA
 Tripanosomiasis Afrika : Penyakit tidur afrika atau African
sleeping sickness
 Vektor : lalat tse tse (Glossina)
 Terdapat 2 spesies yang berperan sbg vektor biologik
tripanosomiasis ; Glossina morsitans (menularkan
Tripanosoma rhodesiense si Afrika bag timur) & Glossina
palpalis (menularkan trypanosoma gambiense di Afrika
bagian barat)
 Mengalami metamorfosis sempurna
 Jantan dan betina menghisap darah terutama pada pagi hari
 Habitat :
 Glossina morsitans; daerah terbuka dengan tanah yang keras
 Glossina palpalis : daerah berpasir atau tanah disekitar sungai/danau
yang banyak ditumbuhi pohon
1.3. VEKTOR TRIPANOSOMIASIS AMERIKA
 Tripanosomiasis Amerika (penyakit Chagas)
disebabkan oleh Tripanosoma cruzi

 Vektor : Triatoma rubrofasciata & Rhodnius


prolixus
(vektor biologik

 Mengalami metamorfosis tidak sempurna (telur-


nimfa-dewasa)

 Stadium telur, nimfa, dewasa berada pada satu


habitat yaitu celah-celah dinding rumah yang
retak
1.4. VEKTOR LEISMANIASIS
 Leismaniasis disebabkan oleh Leishmania
donovani, Leishmania tropika & Leismania
brasiliense

 Vektor : Phlebotamus longipalpis (lalat pasir=


sand fly)

 Mengalami metamorfosis sempurna

 Jantan dan betina mengisap darah


PENGENDALIAN VEKTOR
TUJUAN
 Mengurangi/menekan populasi vektor serendah-
rendahnya
 Menghindarkan terjadinya kontak antara vektor
dan manusia

TERDIRI ATAS :
 Pengendalian secara alami : yang berperan
adalah faktor-faktor ekologi yang bukan
merupakan tindakan manusia, yaitu topografi,
ketinggian, iklim, musuh alami vektor
 Pengendalian secara buatan :
dilakukan atas usaha manusia yaitu :
 Pengendalian lingkungan
(environmental control)
 Pengendalian kimiawi
 Pengendalian Fisik
 Pengendalian Biologik
 Pengendalian Genetik
 Pengendalian Legislatif
PENGENDALIAN SECARA ALAMI
 Rintangan penyebaran serangga : gunung, lautan,
danau, sungai yang luas
 Daerah ketinggian : ketidakmampuan
mempertahankan hidup didaerah ketinggian
tertentu
 Pengaruh cuaca dan iklim :
 Perubahan musim gangguan pada serangga
 Iklim panas, udara kering, tanah tandus atau iklim dingin
tidak memungkinkan
perkembangbiakanserangga
 Angin besar dan curah hujan yang tinggi
mengurangi jumlah populasi serangga
 Pemangsa serangga : burung, katak, cicak
 Penyakit serangga
PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Mengelola lingkungan sehingga terbentuk lingkungan
yang tidak
cocok yang dapat mencegah/membatasi
perkembangan vektor

D. Modification Lingkungan
Tidak merusak keseimbangan alam, tidak
mencemari lingkungan, harus dilakukan terus
menerus
 Pengaturan sistem irigasi
 Penaganan sampah
 Pengaliran air tergenang hingga kering
B. Manipulasi Lingkungan
Pembersihan/pemeliharaan sarana fisik
yang telah ada
Agar tidak terbentuk perindukan atau
peristirahatan
Serangga
Membersihkan tanaman air
Melestarikan tanaman bakau
Melancarkan aliran air got
PENGENDALIAN KIMIAWI
 Menggunakan bahan kimia untuk membunuh (insektisida)
atau
mengusir serangga (repellent).
 Keuntungan :
Dapat dilakukan segera, meliputi daerah luas, hasil
diperoleh
dalam waktu singkat
 Kerugian:
 Hasil bersifat sementara
 Potensi mencemari lingkungan
 Potensi menimbulkan resistensi serangga
 Dapat membunuh pemangsa serangga
 Penolakan oleh penduduk
 Menuangkan solar/minyak tanah pada permukaan tempat
perindukan
 Penggunaan larvisida untuk larva nyamuk; herbisida untuk
tanaman air tempat berlindungnya larva nyamuk, insektisida untuk
nyamuk dewasa
PENGENDALIAN MEKANIK

 Menggunakan alat yang langsung


dapat membunuh, menangkap,
menghalau atau mengeluarkan
serangga dari jaringan tubuh

 Baju pelindung, kawat kasa, sisir


serit, ovitrap
PENGENDALIAN FISIK
 Pemanasan (suhu 60°C dapat
membnuh serangga)
 Pembekuan (membunuh serangga)
 Pengadaan hembusan angin keras
(mengganggu aktivitas serangga)
 Penyinaran (membunu atau
mengganggu kehidupan serangga;
sinar lampu kuning dapat menghalau
nyamuk)
PENGENDALIAN BIOLOGIK
 Mengembangbiakkan dan memanfaatkan
pemangsa dan parasit sebagai musuh secara alami
serangga
 Pengendali larva nyamuk :
 Nematoda: Ramanomermis iyengari & Ramanomermis culiciforax
menembus tubuh larva dan hidup sebagai parasit sehingga larva
mati
 Bakteri : Bacillus thuringiensis untuk Anopheles
Bacillus sphaerincus untuk Cx. quinquefasciatus
 Protozoa : Pleistophora culicis dan Nosema algerae
 Jamur : Langenidium giganticum dan Coelomyces
stegomydae untuk larva nyamuk
Tolypocladium cylindrosporum utk larva nyamuk & larva
lalat
 Virus : Cytoplasmic polyhidrosis untuk larva kupu-kupu
PENGENDALIAN BIOLOGIK (Lanjutan)
 Pengendali nyamuk dewasa :
Antropoda Arrenurus madarazzi ( Parasit
nyamuk dewasa

 Predator/pemangsa larva nyamuk:


 Ikan : Panchax panchax (ikan kepala timah)
Lebistus reticularis (Guppy/water ceto)
Gambusia affinitis (ikan gabus)
Larva nyamuk yang lebih besar :
Toxorrhynchites amboinensis, Culex fuscanus
Larva capung
Crustaceae (udang-udangan) : mesocyclops
PENGENDALIAN GENETIKA
 Tujuan: Mengganti populasi serangga yang
berbahaya dengan populasi baru yang tidak
merugikan
 Cara :
 Memandulkan serangga jantan dengan bahan kimia atau
radiasi
 Mengawinkan antara strain nyamuk sehingga sitoplasma
telur tidak dapat ditembus sperma
 Mengawinkan serangga antar spesies terdekat sehingga
di dapatkan keturunan jantan yang steril
 Kekurangan : Pengendalian genetika baru dalam
skala laboratorium, belum berhasil baik di lapangan
PENGENDALIAN LEGISLATIF
 Tujuan : Mencegah tersebarnya serangga
berbahaya dari satu daerah ke daerah lain
atau dari luar negeri ke Indonesia
 Cara : Menegakkan peraturan dengan sanksi
pelanggaran oleh pemerintah
 Contoh :
Karantina di pelabuhan laut dan udara untuk
mencegah masuknya hama tanaman dan vektor
penyakit
Penyemprotan insektisida di kapal yang berlabuh
atau pesawat yang mendarat
INSEKTISIDA
 Bahan yang mengandung persenyawaan kimia
untuk membunuh serangga

 Syarat inektisida yang baik :


 Daya bunuh besar dan cepat, namun tidak
membahayakan
 Hewan vertebrata dan manusia
 Murah dan mudah di dapat
 Susunan kimia stabil dan tidak mudah terbakar
 Mdah digunakan dan dapat dicampurkan dengan
berbagai pelarut
 Tidak berwarna dan tidak berbau menyengat
 Efektivitas insektisida bergantung pada :
 Bentuk insektisida
 Cara masuk kedalam badan serangga
 Jenis kandungan bahan kimia
 Konsentrasi dan dosis insektisida

 Faktor yang harus diperhatikan untuk


mengendalikan serangga dengan insektisida :
 Species serangga
 Ukuran dan susunan badan serangga
 Stadium serangga
 Sistem pernapasan dan bentuk mulut
 Habitat serangga
 Perilaku serangga termasuk kebiasaan makannya
VEKTOR & HOSPES PERANTARA

 VEKTOR : Suatu jasad (biasanya serangga)


yang dapat menularkan parasit pada manusia
dan hewan. Vektor harus selalu ada dalam
rantai penularan penyakit-penyakit tertentu.
 HOSPES PERANTARA : Hospes tempat
parasit tumbuh menjadi bentuk infektif yang
siap ditularkan kepada manusia (hospes).
 HOSPES : Species yang dihinggapi parasit,
yang mungkin menderita berbagai kelainan
fungsi organ sehingga menjadi sakit.

Anda mungkin juga menyukai