Anda di halaman 1dari 13

JURNAL READING

Serum Bilirubin dan Lipoprotein-a: bagaimana hubungannya


dengan viskositas darah ?

Warsito
NIM 1214108106

PEMBIMBING
dr. D.A.M Shintya Dewi, Sp.An

PROGRAM STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
Serum Bilirubin dan Lipoprotein-a: bagaimana hubungannya

dengan viskositas darah ?

Latar Belakang : stres oksidatif dapat menginduksi rigiditas sel darah merah dan hemolisis,

yang selanjutnya masing-masing akan menyebabkan hiperviskositas dan hiperbilirubinemia.

Namun, hemolisis bisa berhubungan dengan level hemoglobin yang rendah, yang akan

menurunkan viskositas darah. Bilirubin bisa bersifat antioksidan atau antioksidan, dan satu

bagian yang tidak diketahui yaitu bagaimana bilirubinemia dan viskositas bisa dihubungkan.

Selanjutnya, stres oksidatif sekarang ini dinilai dengan menggunakan lipoprotein-a ( Lp(a)),

apakah berhubungan dengan viskositas darah belum dipublikasikan.

Tujuan : studi ini menginvestigasi hubungan dan korelasi antara level hemoglobin dan

viskositas darah dengan serum Lp(a) dan level bilirubin pada pasien populasi umum.

Material dan metode : enam puluh delapan kasus yang dites Lp(a), secara bersamaan

dengan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi liver, dalam arsip database patologi klinik

kami digunakan pada studi ini. Viskositas darah ditentukan dengan menggunakan formula

tervalidasi. Analisis multivariat dan univariat serta korelasi dilakukan.

Hasil : viskositas darah ditemukan secara signifikan berhubungan dengan bilirubin ( p< 0,02 )

namun tidak dengan Lp(a). Konsentrasi hemoglobin berhubungan secara inversi dengan Lp(a)

( P< 0,04 ), namun tidak dengan bilirubinemia.

Kesimpulan : studi pilot ini menyimpulkan bahwa hiperbilirubinemia dan hiperviskositas

adalah berhubungan dan berkorelasi secara positif. Pertimbangan serum bilirubin ( sevagai

indeks indirek stres oksidatif ) untuk menilai kerusakan oksidatif direkomendasikan.

Kata Kunci : penilai klinikal, diagnostik patologi, hemolisis, hiperbilirubinemia,

hipervikositas, stres oksidatif.


Pendahuluan

Dalam praktis klinikal, pemeriksaan bilirubin merupakan komponen penting dalam

tes fungsi liver. Total bilirubin umumnya digunakan untuk monitoring pasien dengan anemia

yang dicurigai mengalami gangguan yang berhubungan dengan hemolisis.

Hiperbilirubinemia berhubungan dengan ritme siklus biologis dan stres oksidatif. Ritem

siklus biologis dihubungkan dengan beberpa proses fisiologis meliputi aktivitas antioksidan

versus stres oksidatif dan viskositas darah. Hal yang menarik, dan properti berlawanan dari

antioksidan, bilirubin bisa bersifat sebagai antioksidan atau oksidan tergantung

konsentrasinya. Terutama pada konsentrasi rendah bilirubin merupakan antioksidan pada

jaundice neonatal, namun selama hemolisis kemungkinan radikal bebas bilirubin seperti

lumirubin dihasilkan, sehingga mennyebabkan properti oksidan pada bilirubin.

Konsep bilirubin dihubungkan dengan stres oksidatif adalah menarik dengan potensial

dalam penggunaan diagnosis laboratorium kedokteran, oleh karena pemeriksaan ini sudah

dalam indeks laboratorium rutin. Dengan adanya stres oksidatif yang berhubungan dengan

level bilirubin pada satu sisi, perburukan viskositas darah pada sisi lain, ini layak

diinvestigasikan apakah bilirubinemia bisa berhubungan dengan viskositas. Selanjutnya,

bukti Stres oksidatif dan setiap kejadian vaskular yang terjadi bersamaan termasuk

peningkatan viskositas darah diperlukan menentukan kerusakan oksidatif. Jika bilirubinemia

berhubungan dengan viskositas darah; ini layak diinvestigasi bagaimana dua parameter

berhubungan, properti antioksidan dan prooksidan dari bilirubin. Penentuan hubungan dan

korelasi bisa berati kemungkinan bahwa dua parameter bisa digunakan untuk menilai

kerusakan oksidatif.

Lipoprotein-a atau Lp(a) merupakan marker laboratorium yang timbul sebagai

kemungkinan faktor resiko penyakit kardiovaskuler. Studi telah memberikan dukungan untuk

hipotesis bahwa Lp(a) menurunkan fibrolisis dan memperkuat koagulasi, sehingga


menegaskan gagasan bahwa level tinggi Lp(a) merupakan faktor resiko untuk penyakit

kardiovaskuler. Lp(a) dianggap memiliki peranan sebagai suatu reaktan fase akut inflamasi

dan dihubungkan dengan stres oksidatif. Ini dipercaya level plasma Lp(a) tinggi tidak

diterjemahkan sebagai sebab akibat dari penyakit kardiovaskuler. Sebagai gantinya, ini

dipertimbangkan sebagai resiko tambahan hanya dalam keadaan adanya faktor tradisional.

Walaupun demikian, hemolisis, Lp(a) dan stres oksidatif membentuk marker metabolisme

lipoprotein. Salah satu masalah dalam diagnostik patologi adalah bahwa pengukuran Lp(a)

dalam standarisasi kebutuhan darurat. Lp(a) belum digunakan sebagai biomarker, dan hanya

beberapa klinikus yang minta tes ini. Perhatian dalam studi ini untuk menginvestigasi

bagaimana Lp(a) berhubungan dengan anemia, bilirubinemia, dan viskositas.

Teori stres oksidatif merupakan faktor kontribusi mayor terhadap viskositas darah

sudah ada lebih dari empat dekade. Estimasi viskositas darah sekarang bisa ditentukan dari

hematokrit ( HCT ) dan serum protein total ( TP ).

Dimana HCT : hematokrit (%), dan TP = serum protein total ( g/l ).

Viskositas darah rendah yang berhubungan dengan anemia mengkomplikasikan low

shear rate dan menyebabkan kelainan yang berhubungan dengan penurunan respon

vasodilatasi terhadap rangsangan mekanikal endotelial. Walaupun demikian, level viskositas

darah yang meningkat dengan HCT dan memperkuat prinsip pengobatan hiperviskositas

dalam pasien dengan polisitemia. Sebaliknya, anemia jika disebabkan hemolisis,

dihubungkan dengan level bilirubin serum tinggi dan viskositas rendah.


Hipotesa

Stres oksidatif bisa menginduksi rigiditas sel darah merah dan hemolisis, masing-

masing yang selanjutnya bisa menyebabkan peningkatan viskositas darah dan serum bilirubin.

Bilirubin bisa sebagai antioksidan dan prooksidan, hal ini akan ada faktor predominan.

Prooksidant bilirubinemia dan viskositas darah bisa berhubungan dan berkorelasi secara

positif; atau penurunan viskositas darah akibat anemia yang disebabkan hemolisis dan

peningkatan antioksidan bilirubin bisa menyebabkan korelasi negatif. Stres oksidatif bisa

dinilai dengan menggunakan Lp(a), namun hubungan dengan viskositas darah belum

ditetapkan. Sehingga, kami membuat hipotesa bahwa peningkatan level plasma Lp(a)

merupakan indeks indirek stres oksidatif yang berhubungan dan berkorelasi secara positif.

Objektif

Studi ini menginvestigasikan apakah penurunan level hemoglobin atau peningkatan

viskositas darah berhubungan dengan peningkatan bilirubinemia dan atau konsentrasi Lp(a)

plasma pada populasi umum pasien. Hal ini menarik terutama apakah bilirubinemia dan atau

level Lp(a) harus diinvestigasikan untuk penggunaan sebagai indeks indirek stres oksidatif

dalam praktek klinis.

Asumsi

Terdapat masalah mengenai variasi nilai referensi Lp(a), terutama akibat perbedaan

ras. Ini diasumsikan bahwa variasi ini dalam nilai referensi pada populasi yang berbeda tidak

mempengaruhi studi. Penggunaan hiperbilirubinemia dan atau Lp(a) sebagai indeks indirek

stres oksidatif belum ditentukan.


Material dan metode

Pekerjaan ini merupakan bagian dari laboratorium klinis berdasarkan Biomedical

Science Research didukung secara material oleh Albury South West Pathology ,suatu unit

dari Western Pathology Cluster of NSW Health, Australia. Komite etik dari Area Health

Service telah menyetujui penggunaan data diambil dari patologi klinik mulai dari Januari

1999 sampai December 2008. Semua tes dilakukan di Albury laboratory of South West

Pathology, kecuali Lp(a) yang dikirim ke Newcastle Hunter Area Pathology Service,

Newcastle. Pengukuran bilirubin pada studi ini menunjuk pada total bilirubin dan bilirubin

yang tidak terkonjungasi. Uji Lp(a) yang dihasilkan dalam periode 10 tahun diambil dari

sistem dan audit laboratorium. Enam puluh delapan kasus terdiri hanya orang dewasa, yang

memiliki data tes darah lengkap dan fungsi liver dipilih.

HCT dan TP digunakan untuk menentukan viskositas pada high shear rate dengan

metode ektrapolasi, sebagai berikut :

Dimana HCT = hematokrit (%), dan TP = serum total protein ( g/l ).

Data ( n=68 ) diperingkatkan dan dikategorikan dalam quartilesberdasarkan

hemoglobin, dan dikategorikan ulang berdasarkan viskositas darah. Untuk mengevaluasi


kemungkinan hubungan Lp(a) dan bilirubin, analisis multivariat ( MANOVA ) dan univariat

( ANOVA ) dilakukan untuk menentukan perbedaan antara subgrup dengan S-Plus.

Korelasi analisis dilakukan dengan menggunakan fungsi CORREL pada microsof Excel. Para

meter tes fungsi liver dan hematologi dimasukkan. Perhatian untuk memastikan apakah

parameter berhubungan dan atau secara statistik signifikan berhubungan. Dalam visualisasi

kemungkinan perubahan dalam level hemoglobin dan viskositas darah yang berhubungan

dengan serum bilirubin dan Lp(a) pada setiap individu, tiga kasus yang memiliki dua set hasil

ditunjukkan.

Hasil

Deskripsi data dipresentasikan pada tabel 1. Diantara empat parameter yang menarik,

distribusi yang diterima untuk normal ( kurtosis <3 ), namun konsentrasi Lp(a) sangat luas

distribusinya. Sehingga, nilai Lp(a) diubah ke dalam log inverse untuk analisis.

Dalam evaluasi perubahan berbagai parameter dengan perubahan bertahap pada level

hemoglobin, MANOVA menunjukkan statistik signifikan antara subpopulasi pada quartile

pertama versus keempat ( p=0). Analisis univariat ( ANOVA faktor tetap ) dari Lp(a) dan

serum bilirubin menunjukkan signifikan secara statistik berbeda pada yang dulu, namun tidak

pada belakangan.

Dalam eveluasi perubahan variasi parameter dengan perubahan bertahap viskositas

darah, MANOVA menunjukkan statistik signifikan ( P=0 ). Analisis univariat ( ANOVA

( ANOVA faktor tetap ) memberikan perbedaan signifikan secara statistik dalam serum

bilirubin ( P<0,02 ), namun tidak dengan Lp(a).

Keluaran korelasi analisis menunjukkan korelasi sedang positif antara viskositas

darah dan bilirubinemia, namun tidak dengan Lp(a); sementara hemoglobin menunjukkan

korelasi negatif dengan Lp(a), namun tidak dengan bilirubinemia ( Tabel 2 ).


Evaluasi kasus

Tiga kasus menujukkan bahwa Lp(a) lebih tinggi, ketiga pasien memiliki serum

bilirubin lebih rendah, dua per tiga kasus viskositas lebih tinggi dengan Hemoglobin lebih

rendah ( tabel 3 ).
Diskusi

Telah diketahui bahwa stres oksidatif berhubungan dengan peningkatan

hiperviskositas, namun tidak dengan HCT/hemoglobin yang rendah. Kami menginvestigasi

bagaimana serum level Lp(a) dan bilirubinemia, sebagai potensial indikator indirek stres

oksidatif, akan dihubungkan dan atau berkorelasi dengan viskositas darah dan hemoglobin.

Hasil kami menunjukkan bahwa hiperbilirubuniemia, namun tidak dengan Lp(a),

berhubungan dan berkorelasi positif dengan viskositas darah. Dan juga sebaliknya Lp(a)

berhubungan dan berkorelasi secara negatif dengan konsentrasi hemoglobin.

Ini diperkirakan stres oksidatif lebih berhubungan dengan peningkatan viskositas

darah dan bukan dengan penurunan hemotokrit/hemoglobin, dan juga bilirubinemia.

Selanjutnya, hasil menunjukkan bahwa semua komponen tes fungsi liver, bilirubinemia

merupakan yang paling berkorelasi dan secara statistik signifikan berhubungan dengan

visositas darah. Harus diingat potensi antioksidan bilirubin, korelasi positif dengan viskositas

darah juga dipertimbangkan kemungkinan suatu prooksidan bilirubin melebihi kemampuan

antioksidan.

Aspek menarik lain pada studi adalah apakah Lp(a) sebagai indeks indirek stres

oksidatif lebih berhubungan dengan anemia atau viskositas darah. Observasi berkaitan

menunjukkan secara statistik signifikan hubungan terbalik antara hemoglobin dan Lp(a). Hal

ini diduga bahwa hubungan negatif secara statistik sebagai akibat stres oksidatif bersamaan

dengan induksi metabolisme membran lipoprotein yang menyebabkan peningkatan Lp(a);


dan hemolisis menyebabkan suatu penurnan level hemoglobin. Walaupun demikian, kami

mencatat bahwa hipotesis korelasi antara Lp(a) dan viskositas darah dalah gagal.

Selanjutnya, visual kritikal menunjukkan terdapat level bilirubin yang meningkat

berhubungan dengan peningkatan konsentrasi hemoglobin, namun ini tidak signifikan.

Observasi ini dalah dalam segaris dengan hasil apoptosis eritroid yang tidak berhubungan

dengan bilirubinemia. Dalam dua dari tiga kasus, dimana kami menunjukkan asumsi bahwa

perbedaan ras pada level normal Lp(a) mungkin tidak mempengaruhi perubahan yang

diobservasi pada individu yang diteliti, terlihat bahwa viskositas darah lebih tinggi dan

konsentrasi hemoglobin lebih rendah ketika serum konsentrasi Lp(a) meningkat. Sehingga,

mengindikasikan bahwa peningkatan Lp(a) mungkin berhubungan dengan peningkatan

viskositas darah, namun analisis korelasi pada populasi umum tidak dikonfirmasikan.

Korelasi tidak selalu mengimplikasikan penyebab dan beberapa studi telah

menunjukkan bahwa hemolisis mungkin berkontribusi secara signifikan terhadap

patofisiologi lain yang berhubungan dengan stres oksidatif. Sebaliknya, korelasi

nonsignifikan tidak selalu mengimplikasikan kurang berhubungan. Dalam studi ini, level

Lp(a) menunjukkan korelasi negatif dengan hemoglobin, namun tidak signifikan

berhubungan dengan bilirubin atau viskositas darah. Walaupun demikian, kecenderungan

stres oksidatif terhadap penyebab hiperbilirubinemia yang disebabkan hemolisis dan

hiperviskositas ditunjukkan dengan hubungan positif dan juga korelasi antara bilirubin dan

viskositas darah. Selanjuntnya, secara statistik korelasi inversi antara hemoglobin dan Lp(a)

pada studi cenderung mempengaruhi. Oleh karena itu, setiap empat variabel yang dtunjukkan

suatu korelasi yang mampu menjelaskan paling sedikit satu dari tiga lainnya.
Batasan studi

Terdapat beberapa batasan pada studi ini. Pertama, partisipan tidak diidentifikasi.

Sebagai outcome dari studi ini memberikan merak tanpa keuntungan langsung atau segera,

kontak dengan pasien atau dokter mereka tidak dilakukan. Informasi pada kondisi penyakit,

penangana medis, obat-obatan, atau gangguan koagulasi tidak dinilai. Kedua, serum bilirubin

yang diukur pada studi ini merupakan total fraksi bilirubin tanpa membedakan bilirubin yang

terkonjungasi atau tidak terkonjungasi. Data tidak meliputi neonatus yang umumnya tidak

dites Lp(a) dan kita tahu ini sebagai batasan terutama, karena bilirubin yang tidak

terkonjungasi menembus sawar darah otak dan mempengaruhi integrasi sel monolayer

endotelial mikrovaskuler melalui stres oksidatif, dan hiperbilirubinemia vs anemia yang

dianggap sebagai akibatnya. Bilirubin yang tinggi akibat hemolitik, proses prehepatik

memiliki bilirubin yang tidak konjungasi tinggi dan bilirubin akibat proses post hepatik atau

gangguan jalur pemindahan bilirubin akan memiliki bilirubin yng terkonjungasi tinggi. Ini

menjadi pengacau ketika terdapat hemolisis dari anemia dengan penyakit hepatik bersamaan.

Studi ini memiliki batasan lain dimana tanpa kasus anemia nyata atau hiperviskositas dalam

studi populasi. Selanjutnya, fraksi perempuan yang diuji sedikit, dan hemoglobin mereka

umumnya rendah dibandingkan laki-laki.

Kesimpulan

Studi ini telah menentukan bilirubinemia dan viskositas darah berhubungan dan

berkorelasi secara positif, sementara hemoglobin dan Lp(a) berhubungan dan berkorelasi

secara negatif. Implikasi bahwa kemampuan poroksidan serum bilirubin ( sebagai indeks

indirek dari stres oksidatif ) bisa digunakan dalam kombinasi dengan viskositas darah

( sebagai suatu indeks efek konkomitan makrovaskular dari stres oksidatif ) untuk menilai
kerusakan oksidatif. Investigasi selanjutnya untuk mengkonfirmasikan laporan ini

direkomendasikan.

Anda mungkin juga menyukai