Morfologi Jamur Benang
Morfologi Jamur Benang
Oleh:
170410010
FAKULTAS PERTANIAN
MEDAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Waktu : 14.00-selesai
TINJAUAN PUSTAKA
dengan adanya dinding sel. Dinding sel jamur benang sangat kokoh dan resisten
terhadap serangan enzim, suatu hal yang menguntungkan bagi jamur benang
karena hifa-hifa harus menembus tanah dan aneka substrat lainnya. Dinding spora
jamur benang kurang lebih tujuh kali lebih tebal daripada dinding hifa (Moore-
Landecker, 1996). Di bawah dinding yang kuat terdapat lapisan yang melindungi
isi sel, yaitu membran sel. Komposisi kimia membran sel jamur benang diduga
amorf), serta senyawa-senyawa fosfolipid. Komponen isi sel jamur benang sama
dengan organisme ekaryotik pada umumnya yaitu nukleus, mitokondria, retikulum
endoplasma, ribosom, apparatus Golgi, mikrobodi (peroksisom, glioksisom,
hidrogenesom, lisosom dan liposom)
METODOLOGI PRAKTIKUM
Alat
Bahan
Dibersihkan gelas benda dan penutup sampai bebas lemak dan debu dengan
alcohol,kemudian panaskan diatas lampu spiritus.
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Hasil morfologi Aspergillus sp. jamur pada iwel yaitu terdapat vesikula,
konidiofor, sel kaki dan miselium. Warna yang tampak pada jamur Aspergillus sp
yang ada pada hasil pengamatan yaitu kecoklatan. Menurut Nazaruddin (2014)
morfologi dari Aspergillus sp. yaitu konidia, sterigmata, vesikula, konidiofor, sel
kaki, dan miselium. Morfologi yang nampak pada hasil pengamatan tidak sama
dengan literarur, kemungkinan hal ini disebabkan pada saat pengambilan jamur pada
medium terjadi kesalahan yaitu biakan yang diambil terlalu sedikit atau pada saat
difiksasi terlalu panas. Karakteristik iwel yaitu iwel terbuat dari beras ketan dimana
ketan mengandung banyak nutrisi yaitu energi yang terkandung sebesar 362
kilokalori, protein 6,7 gram, karbohidrat 79,4 gram. Kadar air yang sesuai untuk
ketan untuk pengembangan yaitu antara 8-9%. Kerenyahan suatu produk dipengaruhi
oleh Aw (aktivitas air). Makin kecil Aw maka produk akan semakin kering. Dalam
bidang pangan, Aspergillus sp. sangat bermanfaat yaitu banyak digunakan dalam
fermentasi kedelai untuk kecap, dalam produksi asam sitrat (pengawet makanan) dan
produksi enzim amiloglukoside. Aspergillus sp. dapat menghasilkan mitoksin,
dimana mitoksin ini didefinisikan sebagai zat yang diproduksi oleh jamur dalam
bahan makanan, dan bersifat tahan terhadap panas sehingga dengan pengolahan,
pemanasan tidak menjamin berkurangnya aktifitas toksin tersebut. Pada pengamatan
iwel dengan menggunakan mikroskop elektron ditemukan jamur Aspergillus sp.
dengan warna dasar putih kekuningan dan kondiospora berwarna coklat. Pengamatan
ini dilakukan dengan perbesaran 10x0,25.
Pengamatan pada sampel permen susu ditemukan jamur yaitu Rhizopus oligosporus.
Jamur ini termasuk ke dalam ordo Mucorales dari fillum Zygomycota, mempunyai
hifa tidak bersekat, berinti banyak dan melakukan reproduksi secara aseksual dan
seksual. Koloni jamur ini berwarna abu kecoklatan. Sporangifor tunggal dengan
dinding halus atau agak sedikit kasar. Sporangia globosa pada saat masak berwarna
hitam kecoklatan. Jamur ini dapat tumbuh optimum pada suhu 30-35oC dan banyak
ditemukan ditanah, buah dan sayuran yang membusuk serta roti yang sudah lama.
Pada pengamatan permen susu ditemukan Rhizopus oligosporus dengan perbesaran
40x10 berwarna coklat pada sporangium, orange pada sporangiofor dan berbentuk
spiral.
Pengamatan pada sampel sawut ditemukan jamur yaitu Penicillium sp. Jamur ini
adalah genus fungi dari ordo Hypomycetes, filum Ascomycta. Memiliki ciri hifa
bersepta dan membentuk badan spora yang disebut konidium. Konidium tidak
memiliki selubung pelindung sehingga berbeda dari sporangium. Spora yang
dihasilkan konidium disebut konidia, sedangkan tangkainya disebut konidiofor.
Tempat pembentukan dan pematangan spora disebut dengan sterigma. Jamur ini
banyak ditemukan pada zat organik biodegredable. Pada pengamatan sawut dengan
perbesaran 40x10 berwarna kuning atau oranye. Bagian yang terlihat hanya sterigma,
metula dan brachia.
Neurospora sp. ini tumbuh pada olahan pangan yaitu dendeng. Morfologi jamur
Neurospora sp. berdasarkan hasil pengamatan yaitu hifa dan konidia. Sedangkan
menurut Ellin (2013) morfologi jamur Neurospora sp. adalah konidia, hifa, dan
konidiofor. Dendeng mengandung 410 kalori; 25,6 gram lemak; 11 gram karbohidrat
dan 33,2 gram protein setiap 100 gram dendeng. Jamur Neurospora sp. hidup pada
suhu rendah atau tempat lembab. Jadi aktivitas air pada jamur ini sendiri sangat
tinggi. Neurospora sp. ini biasa digunakan pada pembuatan oncom. Neurospora sp ini
berwarna orange dan sering tumbuh di kayu yang telah dibakar.
Jamur Aspergillus sp., Rhizopus oligosporus, Penicillium sp., dan Neurospora sp.,
merupakan jamur yang menguntungkan. Aspergillus sp., dimanfaatkan dalam
pembuatan kecap dan tauco yang terbuat dari kacang kedelai. Rhizopus oligosporus
dimanfaatkan dalam pembuatan tempe. Penicillium sp., dapat dimanfaatkan sebagai
antibiotik (Penicillium nutatum) dan pembuatan keju (Penicillium camembertil). Dan
Neurospora sp., digunakan dalam pembuatan oncom.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
2.Jamur yang digunakan dalam praktikum ini adalah Aspergillus sp., Neurospora sp.,
Rhizopus oligosporus dan Penicillium sp.
3.Pada makanan iwel ditemukan jamur Aspergillus sp., pada permen susu ditemukan
jamur Rhizopus oligosporus, pada swut yaitu Penicillium sp., dan pada dendeng yaitu
Neurospora sp.
4.Jamur Aspergillus sp., Rhizopus oligosporus, Penicillium sp., dan Neurospora sp.
termasuk kedalam jamur yang menguntungkan.
5.Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah substrat, kelembapan, suhu,
derajat keasaman substrat (pH) dan senyawa-senyawa kimia dilingkungannya.
Divakaran, S. 2000. Studies on the toxicity of shrimp (Penaeus vannamei) fed diets
dased with aflatoxin B1 to humans. Journal of Aquatic Food Product Technology
9(3): 115-120.
W.C. and D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. 4th ed. New York: Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited. Ganjar, I., R.A. Samson, K. van den
Tweel-Vermeulen, A. Oetari, dan I. Santosa. 1999. Pengenalan Kapang Tropik.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Kurtzman, C.P., B.W. Horn, and C.W. Hesseltine. 1987. Aspergillus nomius, a new
aflatoxin-producing species related to Aspergillus flavus and Aspergillus tamarii.
Antonie van Leeuwenhoek 53 (3):147-158.
Lanyasunya, T.P., L.W. Wamae, H.H. Musa, O. Olowofeso, and I.K. Lokwaleput.
2005. The risk of mycotoxins contamination of dairy feed and milk on smallholder
dairy farms in Kenya. Pakistan Journal of Nutrition 4 (3): 162-169. Malloch