Anda di halaman 1dari 39

TEXT BOOK READING

DIGITAL SUBTRACTION ANGIOGRAPHY (DSA) PADA


ANEURISMA SEREBRAL

Oleh :
Jehan Arinda Pridiabdhy
G4A016123

Pembimbing :
dr. Hernawan, Sp. S

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS TEXT BOOK READING


KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF

DIGITAL SUBTRACTION ANGIOGRAPHY (DSA) PADA


ANEURISMA SEREBRAL

Oleh:
Jehan Arinda Pridiabdhy
G4A016123

Disusun dan diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan


untuk mengikuti ujian di Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Saraf
Jurusan Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Telah diterima dan disahkan pada


Purwokerto, November 2018

Pembimbing

dr. Hernawan, Sp. S

ii
I. Pendahuluan

Sejarah dan perkembangan subspesialisasi neuro intervensi secara umum


dan pemeriksaan cerebral DSA pada khususnya,1 tidak terlepas dari upaya dan kerja
keras dari beberapa orang neurologist di daratan Eropa, seperti Egaz Moniz dan
Peirre Lasjaunias yang merupakan pionir dari neuro intervensi.2
Laporan pertama tentang visualisasi dari anatomi pembuluh darah otak telah
ada sejak tahun 1934, di mana dilakukan penyuntikan kontras ke pembuluh darah
karotis yang kemudian divisualisasikan oleh seorang Neurologist (menteri luar
negeri Portugal dan pemenang nobel untuk bidang kedokteran) yang bernama Egaz
Moniz, disertai dengan perkembangan yang pesat dari teknologi mesin DSA
dan Road Map Fluoroscopy yang hingga saat ini sudah memasuki
generasi biplane dan 3 dimensi.2 Pemeriksaan C-DSA guna membantu
menegakkan diagnosis atau merencanakan terapi selanjutnya.
Cerebral DSA sendiri merupakan modifikasi dari cerebral angiografi
dimana cerebral angiografi merupakan suatu upaya diagnostik dengan cara
menginjeksikan kontras kearah pembuluh darah otak / yang menuju otak yang akan
diperiksa melalui kateter. C-DSA dapat membantu banyak bagi para neurologist,
karena sebenarnya banyak sekali penyakit dalam bidang neurologi khususnya yang
disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darah, misalnya di daerah ekstra maupun
intrakranial bila kita dihadapkan pada keadaan-keadaan trans ischaemic
attact (TIA) dan atau stroke iskemik yang berulang, perdarahan sub-araknoid
spontan, aneurisma, arteri vena malformasi, vasospasme intrakranial, tumor-tumor
yang berada di daerah kepala, fistula yang berbentuk dural
arteriovenous maupun carotid cavernous, dan keadaan-keadaan lainnya untuk
melihat bentuk anatomi ataupun kolateral yang ada pada pembuluh darah ekstra
maupun intrakranial .2-3

Peran C-DSA di bidang Neurology


Dokter akan membutuhkan pemeriksaan C-DSA agar mereka dapat melihat
secara lebih jelas dan rinci mengenai bentuk anatomi dari pembuluh darah ekstra
dan intrakranial beserta anastomosis dan kolateralnya, sehingga dapat mendeteksi
ketidaknormalan yang ada, seperti adanya stenosis, oklusi, aneurisma, vasospasme,

3
AVM, ataupun fistula sehingga para neurolog bisa merencanakan strategi terapi
selanjutnya.
Memang benar bahwa sejak adanya Computerized Tomography (CT) dan
Magnetic Resonance (MR) Angiography, maka kedua pemeriksaan itu menjadi
pilihan utama bagi para neurologist (karena non invasif). Namun keduanya hanya
mampu menurunkan (tidak mengeliminasi) kebutuhan akan DSA, karena DSA
tetap memiliki superioritas dan keunggulan dalam mendeteksi suatu abnormalitas
pada pembuluh darah ekstra dan intrakranial, terlebih untuk pembuluh darah yang
berukuran kecil dan letaknya distal .

Manfaat pemeriksaan DSA bagi para neurologist 2-4


DSA memiliki arti yang sangat penting bagi para neurologist pada saat
menghadapi keadaan-keadaan yang disebabkan oleh kemungkinan gangguan
pembuluh darah pada otak maupun medula spinalis.
Beberapa manfaat dari pemeriksaan DSA antara lain :
1. Pemeriksaan DSA merupakan pemeriksaan “gold standard” untuk
mengetahui adanya aneurisma yang menyebabkan perdarahan subaraknoid
spontan ataupun malformasi pembuluh darah ekstra dan intrakranial.
2. Pemeriksaan DSA memberikan efektivitas dan keoptimalan dalam hal
waktu bila kita ingin melakukan sekaligus pemeriksaan pada
keadaan stroke iskemik (setelah CT scan kepala) dan sekaligus tindakan
terapi trombolisis.
3. Dengan pemeriksaan DSA dapat mengetahui hasil yang lebih akurat bila
kita dihadapkan dengan suatu keadaan stenosis ataupun oklusi dibanding
dengan pemeriksaan lainnya.
DSA bisa lebih memastikan berapa persen stenosis yang terjadi?
Apakah benar terjadi stenosis atau hanya hipoplasi? Bagaiman sifat dari
plak yang ada? Ulseratif atau non ulseratif ?. Bila terdapat stenosis
walaupun tidak memenuhi kriteria indikasi stenting, namun kita dapat
melihat dan memikirkan apakah perlu dilakukan stenting dengan melihat
kompensasi atau pola aliran darah sisi kontralateralnya, apakah cukup
adekuat, sehingga kita bisa memutuskan untuk melakukan stenting atau

4
tidak? Kemudian bila ingin melakukan stenting maka dari hasil DSA yang
didapatkan sudah tergambar jelas rute dari perjalanan mikrokateter
dan microguidewire, apakah rute perjalanannya akan “lancar”, atau banyak
“kelokan-kelokan” dari pembuluh darah yang cukup menyulitkan kita bila
akan melakukan tindakan stenting.
4. Dengan DSA bisa melihat adakah kolateral-kolateral dari cabang-cabang
pembuluh darah distal bila kita ingin melakukan oklusi pada salah satu
cabang pembuluh darah tertentu, agar suplai aliran darah ke daerah yang
oklusi tersebut dapat terjamin.
5. Pada kasus pascatrauma kepala (khususnya sedang dan berat), DSA dapat
digunakan untuk menyingkirkan adanya pseudo-aneurisma yang seringkali
timbul pascatrauma kepala khususnya pada pasien-pasien yang seringkali
mengeluh nyeri kepala yang tidak kunjung hilang (membaik setelah minum
obat namun kambuh lagi bila pengaruh obat habis) hingga beberapa bulan
setelah kejadian .
6. DSA dapat menunjukan secara lebih jelas dan terperinci, pembuluh darah
mana yang menjadi “feeder” suatu tumor intrakranial berikut peta
perjalanan ke tumor tersebut, sehingga memudahkan bila ingin melakukan
embolisasi guna membantu ahli bedah saraf sebelum mereka melakukan
reseksi .

Kontraindikasi dan komplikasi DSA 5-9


Selain pasien alergi terhadap kontras, menurut pengamatan sangat jarang
ditemukan bila kita menggunakan kontras non ionik, maka dari itu tidak ada
kontraindikasi mutlak dari tindakan pemeriksaan DSA.
Sementara angka komplikasi yang timbul amatlah bervariasi, dari
rangkuman beberapa jurnal yang terbit pada tahun 2000 – 2010, angka
komplikasi keseluruhan berkisar antara 0,05% - 4,5%; di mana 85%-90% dari
angka-angka tersebut bersifat reversibel. Komplikasi yang paling berat (selain
kematian) adalah terjadinya stroke (iskemik/perdarahan), transient ischemik
attack, gangguan orientasi, lalu disusul hematoma, luka pada bidang tindakan

5
yang tidak kunjung sembuh, dan nyeri pada lokasi bekas tindakan. Demikian
pula pada anak-anak, tindakan DSA akan aman untuk dilakukan.

Komplikasi yang terjadi secara detail diklasifikasikan menjadi :


1. Sifat komplikasi :
a. Neurologi :
- Penurunan kesadaran
- Defisit neurologi ( gangguan bicara,penglihatan kabur,
gangguan memori )
- Nyeri kepala
- Gangguan keseimbangan
- TIA
- Stroke lengkap
b. Non neurologi :
- Hematoma
- Urtikaria
- Indeksi
- Transient hipotensi
- Transient disritmia
2. Lama terjadinya komplikasi :
a. Transient : durasi komplikasi berlangsung hingga 24 jam
b. Temporer : durasi komplikasi berlangsung antara 24 jam hingga 7 hari
c. Permanen : durasi komplikasi berlangsung hingga lebih dari 7 hari

II. Anatomi Pembuluh Darah 10-11


Manusia memiliki empat tipe pembuluh darah yaitu arteri, arteriole, kapiler,
venule dan vena. Arteri merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari
jantung ke seluruh tubuh, kemudian darah melewati arteriole (cabang dari arteri)
kemudian melewati percabangan dari arteriole yaitu kapiler. Didalam kapiler terjadi
pertukaran substansi dengan jaringan yang diperdarahi. Kemudian darah yang
sudah bercampur dengan substansi dari jaringan kembali ke jantung dengan
melewati venule (cabang dari vena), kemudian melewati vena dan menuju ke
jantung. Secara histologi dinding pembuluh darah terdiri atas tunika intima, tunika

6
media dan tunika adventitia, namun modifikasi dari tiga lapisan dasar tersebut
berbeda, sesuai dengan fungsi dari masing-masing pembuluh darah.
Arteri merupakan pembuluh darah tersering untuk terjadi aneurisma. Secara
histologis, dinding arteri terdiri dari 3 lapisan yaitu tunika interna (intima), tunika
media, dan tunika eksterna (adventia). Arteri memiliki tunika media yang tebal, dan
kaya akan jaringan elastis sehingga membuat arteri mudah mengikuti tekanan dari
lumen. Apabila tekanan tinggi dari lumen, arteri tidak akan mudah robek.
Lapisan dinding pembuluh darah arteri dari dalam ke luar meliputi:
• Tunika intima merupakan lapisan pembuluh darah yang paling dalam
dimana berhubungan langsung dengan darah, terdiri dari: Selapis endotel +
subendotel dan lamina elastika interna
• Tunika media merupakan lapisan yang berada ditengah yaitu diantara tunika
intima dan adventitia, terdiri dari: Pilinan otot polos dan lamina elastika
eksterna. Otot polos pada tunika media berfungsi untuk mengatur diameter
pada pembuluh darah. Apabila stimulus simpatetik meningkat, maka otot
polos akan terstimulasi untuk vasokonstrik dan sebaliknya apabila stimulus
parasimpatetik meningkat maka akan terjadi vasodilatasi. Lamina elastika
eksterna sebagai pembatas antara tunika media dengan adventia
• Tunika adventia merupakan lapisan terluar dari dinding pembuluh darah
dimana terdiri dari sel otot polos, fibroblast, berbagai ujung saraf otonom
dan vasa vasorum. Vasa vasorum merupakan pembuluh darah kecil yang
mensuplay darah untuk jaringan pada dinding pembuluh darah. Vasa
vasorum biasa terlihat pada dinding pembuluh darah yang besar seperti
aorta.

7
Pada pembuluh darah arteri, oksigen dan nutrisi diperoleh dari darah
didalam lumen (direct difusi) sedangkan dua pertiga dari dinding terluar
mendapatkan oksigen dan nutrisi dari vasa vasorum.
Secara histologi, dinding arteri dan vena sama-sama terdiri atas tunika
intima, media dan adventitia, namun memiliki modifikasi yang berbeda. Tidak
seperti arteri, vena memiliki dinding yang sangat tipis yaitu kurang lebih
sepersepuluh dari total diameter vena. Tunika intima pada vena lebih tipis, tunika
media jauh lebih tipis dibanding arteri yaitu dengan sedikit otot polos dan sedikit
serat elastis, tunika adventitia vena merupakan lapisan yang paling tebal yaitu
terdiri atas kolagen dan serat elastis. Pada vena, tidak memiliki lamina elastika
interna dan eksterna seperti pada arteri, karena vena tidak dirancang untuk menahan
tekanan tinggi pada lumennya.

8
Perbedaan lapisan dinding arteri dengan vena

Vaskularisasi Otak
Suplai darah serebral berasal dari dua arteri carotid interna dan dua arteri vertebral,
dimana keempat arteri ini terletak didalam subarachnoid space. Hubungan keempat
arteri ini disebut dengan Sirkulus Arteriosus Willisi yang berfungsi sebagai
pemasok darah di otak. Arteri karotis interna bercabang menjadi Medial Cereberal
Arteri dan Anterior Cereberal Arteri (sirkulasi anterior), sedangkan arteri
vertebralis kanan dan kiri bergabung menjadi arteri basilaris (sirkulasi posterior).
Sirkulasi anterior dan posterior berhubungan satu dengan yang lainnya melalui
Sirkulus Arteriosus Willisi.

9
Regio otak yang diperdarahi oleh Anterior Cerebral Arteri, Middle cerebral Artery
dan Posterior Cerebral Artery:

Masing-masing arteri serebralis memiliki fungsi yaitu:


• Optalmic artery  menyuplai isi orbita, sinus sfenoidalis, selulae
etmoidales, mukosa nasal, dura mater fosa kranialis anterior, kulit dahi,
pangkal hidung, dan kelopak mata.
• Posterior Comunicating Arteri (PCA)
• Choroidal Artery  menyuplai plexus khoroideus kornus temporale
ventrikuli lateralis dan traktus piramidalis
• Anterior Cerebral Arteri (ACA)  berjalan kearah rostromedial sampai tepi
medial gyrus rektus dan kemudian berlanjut ditepi korpus kalosum. ACA
bercabang untuk mempersarafi lobus frontalis medius dan lobus parietalis
• Medial Cerebral Arteri (MCA): memperdarahi korteks motoric, sensory
primer (kecuali bagian parasagittal dan medial), area Broca, Wernicke,
korteks auditori primer, dan korteks gustatorik primer
• Psterior Cerebral Artery (PCA)  menyuplai visual cortex pada occipital
lobe dan inferomedial dari temporal lobe.
• Pontine artery  memperdarahi pons
• Basilar artery  memperdarahi serebellum, brainstem dan lobus occipital.

10
III. Definisi Aneurisma 11-19

Kata Aneurisma berasal dari bahasa latin yaitu Aneurysma yang artinya
dilatasi. Aneurisma merupakan kondisi yang abnormal dimana terjadi dilatasi
secara lokal pada dinding pembuluh darah yaitu lebih dari 50% dari diameter
semula. Apabila dilatasinya kurang dari 50% maka disebut ectasia. Aneurisma
lebih sering terjadi pada arteri, terutama arteri besar dan percabangan arteri. Hal ini
dapat terjadi karena kongenital maupun didapat.
Aneurisma serebral atau intrakranial adalah suatu kantong yang terbentuk
akibat dilatasi lokal pada dinding pembuluh darah di otak akibat melemahnya
lapisan pembuluh darah. Aneurisma intrakranial pertama kali diperkenalkan oleh
Morgagni (1761) dan Biumi (1778) dan dengan semakin berkembangnya metode
radiodiagnostik, Egaz Moniz (1933) mampu memperlihatkan aneurisma melalui
angiografi serebral.
Terdapat dua jenis aneurisma sereberal yang paling sering terjadi yaitu
saccular atau sering disebut dengan “berry aneurysm”, dan fusiform, tergantung
pada lokasi pembuluh darah yang mengalami aneurisma.

Epidemiologi
Meskipun belum ada pendataan yang jelas mengenai epidemiologi
aneurisma di Indonesia, menurut suatu studi diperkirakan 6 juta orang di Amerika
Serikat memiliki aneurisma tidak pecah (unrupture aneurysm) yaitu sekitar 1 dari
50 orang. Sedangkan tingkat kejadian pecahnya aneurisma (rupture aneurysm)
sehingga mengakibatkan subarachnoid hemorrhage (SAH) yaitu sekitar 8-10 dari
100.000 orang per tahun, sehingga kira-kira terdapat 30.000 penderita rupture
aneurysm per tahun. Terdapat rupture aneurisma setiap 18 menit, dan kurang lebih
40% dari kasus rupture aneurisma bersifat fatal. Dari mereka yang bertahan hidup,
sekitar 66% mengalami defisit neurologis permanen. Dan sekitar 15% pasien yang
berkembang menjadi SAH(Subarachnoud Haemorhage) meninggal sebelum
mencapai rumah sakit.
Sebagian besar aneurisma berukuran kecil, dan diperkirakan 50-80 persen
dari semua aneurisma tidak pecah selama seumur hidup seseorang. Namun pada

11
aneurisma yang lebih dari 1 inci (giant aneurisma) dapat menimbulkan risiko yang
berbahaya.
Aneurisma serebral dapat terjadi pada semua usia namun paling sering
terjadi pada usia 35 - 60 tahun. Wanita berisiko lebih besar untuk terjadi pecahnya
aneurisma dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3: 2.

Etiologi
Penyebab dari terbentuknya aneurisma serebral masih kontroversial.
Berbeda dengan arteri ekstrakranial, arteri serebral memiliki tunika media yang
terdiri atas sedikit serat elastis dan sedikit otot polos, tunika adventitia yang tipis
dan sedikit serat elastis, namun memiliki lamina elastika interna yang lebih tebal.
Dan fakta bahwa sebagian besar pembuluh darah serebral terletak di ruang
subarachnoid dengan sedikit jaringan penyokong merupakan predisposisi dari
perkembangan aneurisma.
Aneurisma cenderung muncul pada daerah dimana ada percabangan baik
pada arteri besar maupun cabang arteri. Etiologi aneurisma meliputi:

 Kongenital yaitu adanya kecacatan pada lapisan dinding pembuluh


darah
 Atherosclerosis dan hipertensi
 Emboli, seperti pada atrial myxoma
 Infeksi, yang disebut dengan "mycotic aneurysms"
Mycotic aneurysm merupakan aneurisma yang terjadi akibat adanya
infeksi baik bakteri maupun jamur. Sebagian besar, Mycotic
aneurisma diawali dengan bekteri yang menginfeksi tunika
adventitia lalu menyebar ke bagian intima. Biasanya terjadi pada
orang dengan riwayat subacute bacterial endocarditis (SBE). Dan
prevalensi meningkat pada penderita immunocompromised.
 Traumatik

12
Tipe-tipe Aneurisma
Secara garis besar, ada 2 tipe aneurisma :
1) True aneurima
Merupakan aneurisma yang terjadi akibat melemahnya tiga lapisan
dinding pembuluh darah secara keseluruhan yaitu tunika intima, media dan
adventitia. True aneurisma juga dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu saccular,
dan fusiform.
Lokasi tersering dari aneurisma fusiform adalah aorta, arteri abdominalis,
ateri carotid dll, sedangkan aneurisma saccular lebih sering terjadi pada
daerah intracranial.
Pathogenesis
Secara garis besar, aneurisma disebabkan karena degenerasi pada
dinding arteri sebagai akibat dari gangguan metabolism pada elastin dan
kolagen. Enzim yang berpengaruh dalam terjadinya aneurisma adalah
matrix metalloproteinases (MMPs), dimana mendegradasi enxtraselular
matrix secara berlebih. Secara histopatologi, aneurisma juga dapat
disebabkan oleh adanya infiltrasi inflamasi kronik pada dinding pembuluh
darah.
Dengan adanya MMP yang mendegradasi protein pada arterial
media, yang mungkin dapat menghasilkan respon inflamasi, kemudian
diperparah dengan adanya tekanan hemodinamik lokal yang meningkat
maka dapat terbentuk aneurisma. Faktor risiko yang dapat meperparah
terjadinya aneurisma adalah merokok, hipertensi dan
hypercholesterolaemia.
2) False aneurisma adalah aneurisma yang terjadi akibat adanya hematoma
ekstravaskuler yang berhubungan dengan ruang intravaskuler. Aneurisma
ini biasanya terjadi akibat iatrogenik seperti : angiografi

13
14
Tipe Aneurisma Berdasarkan Presentasinya:
 Unrupture Aneurisma
Aneurisma tipe ini biasanya asimptomatik sehingga sering
ditemukan secara kebetulan atau tidak disengaja. Berdasarkan penelitian,
pecahnya aneurisma sangat berhubungan erat dengan besarnya ukuran.
Semakin besar maka akan semakin mudah pecah. Risiko pecahnya
aneurisma dengan ukuran >7 mm lebih tinggi dibandingkan ukuran <5 mm.
Oleh karena itu, aneurisma kecil (<5mm) biasanya jarang diobati terutama
pada pasien dengan usia dibawah 60 tahun. Pada aneurisma dengan ukuran
>10 mm, akan langsung ditangani meskipun pada pasien usia <60 th.
Pertumbuhan aneurisma susah untuk dideteksi meskipun menggunakan
CTA atau MRA.
Pada aneurisma yang tidak pecah, biasanya akan membesar sehingga dapat
menekan jaringan otak disekitarnya sehingga dapat timbul gejala seperti
diplopia, sakit dibelakang mata, gangguan saraf cranial. Seperti pada
aneurisma posterior communicating artery yang dapat menimbulkan gejala
kelemahan pada saraf kranial 3 secara tiba-tiba.
Gejala yang dapat timbul karena efek massa unrupture aneurisma:
– Pada giant aneurisma, akan menekan jaringan sekitar aneurisma,
sehingga dapat menimbulkan sesuai dengan lokasi penekanan.
Apabila penekanan terjadi di brain stem, maka dapat menimbulkan
hemiparesis dan cranial neuropathies.
Cranial neuropathies (kira-kira muncul 110 hari setelah gejala
SAH), meliputi:
(a) Oculomotor palsy: terjadi pada aneurisma p-comm: ptosis,
extraocular muscle palsy (eye deviates “down and out”,
diplopia), dilatasi pupil.
(b) Kehilangan penglihatan karena: arteri ophthalmic menekan optic
nerve sehingga timbul gejala khas yaitu nasal quadrantanopsia.
(c) Chiasmal syndrome karena adanya aneurisma pada arteri
ophthalmic, a-comm dan apex basilar
– Facial pain syndrome pada saraf ophthalmic atau maxillary.

15
– Intra atau suprasellar aneurisma yang dapat mengganggu produksi
endokrin, karena adanya kompresi pada kelenjar pituitary atau stalk.
 Rupture Aneurisma
Kondisi dimana aneurisma menjadi pecah dan darah dari aneurisma
biasanya mengisi ruangan di sekitarnya yaitu ruangan subarachnoid. Tipe
perdarahan seperti ini biasa dikenal dengan perdarahan subarachnoid. Dapat
juga menyebabkan perdarahan intraventrikular apabila arteri terletak di
ventrikel.
IVH (intraventricular Haemorhage) sering terjadi pada 13-28% dari
pecahnya aneurisma.
– Rupture aneurisma pada distal PICA, dapat menyebabkan
perdarahan pada ventrikel empat kemudian foramen
Luschka
– Ruptur aneurisma pada a-comm dapat menyebabkan
perdarahan pada ventrikel tiga dan ventrikel lateral.
– Ruptur pada distal basilar arteri dapat menyebabkan
perdarahan pada ventrikel tiga (jarang terjadi)
Pecahnya aneurisma biasanya menyebabkan sakit kepala berat yang tiba-
tiba, mual, muntah, kekakuan pada leher dan bahkan kehilangan kesadaran.
Perdarahan ini juga dapat merusak sel-sel otak, menyebabkan peningkatan
tekanan di otak dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang
disebut dengan vasospasm. Vasospasm dapat menyebabkan stroke apabila
penyempitan arteri terjadi sampai darah tidak dapat mencapai jaringan otak.
Apabila terdapat banyak darah bercampur dengan cairan serebrospinal,
maka dapat menghambat jalannya cairan serebrospinal sehingga tekanan di
dalam otak meningkat, kondisi ini disebut dengan hidrosefalus.

Aneurisma serebral dapat dibedakan berdasarkan bentuk, ukuran dan lokasi, yaitu:
1) Berdasarkan bentuk
a) Aneurisma saccular (sac-like)
Aneurisma saccular sering dikenal dengan “berry aneurisma” karena
bentuknya seperti buah arbei yang menggelembung seperti balon, dan
memiliki leher yang menghubungkan antara aneurisma dengan pembuluh

16
darah utama. Namun terdapat juga aneurisma saccular yang tidak
memiliki leher. Ini merupakan jenis aneurisma serebral yang sering pecah
atau mengalami perdarahan pada pasien dengan umur 20-50 tahun, dan
jarang terjadi pada usia anak-anak. Aneurisma saccular dapat terjadi
akibat adanya defek pada tunika muskularis pada arteri. Lamina elastika
interna mengalami kelemahan atau bahkan hilang sehingga membuat
dinding arteri menjadi kurang tahan menghadapi perubahan tekanan
intralumen.
Aneurisma saccular pada umumnya terletak pada ujung dari
percabangan arteri besar, dimana dilalui tekanan intraluminal yang tinggi.
Lokasi tersering:
 85-95 % terletak di system Carotid:
– 30% pada ACoA dan ACA (lebih sering terjadi pada
pria)
– 25% pada p-comm
– 20% pada MCA
 5-15% terletak pada sirkulasi posterior yaitu vertebra-basilar
– 10% pada basilar arteri
– 5% pada vertebral arteri : paling sering terletak pada
pertemuan antara vertebral arteri dengan PICA
 20-30% orang memiliki aneurisma multiple

17
b) Aneurisma Fusiform (giant aneurisma)
Berdasarkan definisi, ini merupakan jenis aneurisma dengan
diameter >25mm. 5 % dari pasien aneurisma adalah pasien dengan jenis
aneurisma fusiform. Terjadi akibat adanya perubahan aterosclerotik yang
sering terjadi pada arteri basilar dan bagian ujung dari arteri carotid
internal. Aneurisma fusiform sering disebut dengan atherosclerotic
aneurysm.
Lokasi tersering terbentuknya aneurisma fusiform adalah pada arteri
vertebrobasilar.

18
c) Dissecting
Merupakan aneurisma yang disebabkan oleh adanya akumulasi
darah yang diakibatkan oleh trauma atau sobeknya tunika dan lamina
elastika interna. Jika terjadi robekan pada lamina elastika interna, maka
akumulasi darah terdapat di subintima sehingga akan mengakibatkan
penyempitan lumen pembuluh darah dan bahkan bisa menjadi oklusi.
Namun apabila robekan terjadi pada subadventitial, maka akan terbentuk
benjolan seperti kantong pada pembuluh darah (pseudoaneurism).
Aneurisma Dissecting lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat
trauma, post operasi otak atau pasien yang setelah melakukan
pemeriksaan angiografi. Pengobatan yang dilakukan bisa dengan
antikoagulan dan apabila sudah pecah dan menjadi SAH maka dapat
dilakukan oprasi.

19
2) Berdasarkan ukuran
 Small aneurysms ukurannya kurang dari 5 mm (1/4 inch)
 Medium aneurysms ukurannya 6–15 mm (1/4 to 3/4 inch).
 Large aneurysms ukurannya 16–25 mm (3/4 to 1 1/4 inch).
 Giant aneurysms ukurannya lebih dari 25 mm (1 1/4 inch).
3) Berdasarkan lokasi
Sebagian besar aneurisma sereberal terletak pada cabang utama arteri di otak,
sedangkan aneurisma yang terletak pada perifer pada umumnya disebabkan
oleh infeksi atau trauma.
Terdapat 7 lokasi tersering terjadinya aneurisma serebral, meliputi 10:
 Anterior Communicating Artery Aneurysms
Merupakan lokasi tersering terjadinya aneurisma dimana sering
berkembang menjadi SAH dan disertai tanda-tanda Diabetes Insipidus dan
gangguan hypothalamus lainnya.
SAH merupakan kondisi yang paling sering timbul. Pada CT scan akan
tampak perdarahan pada interhemispheric anterior
 Middle Cerebral Artery Aneurysms
 Posterior Communicating Artery Aneurysms
Aneurisma jenis ini terjadi pada bagian terahir dari p-comm yaitu
percabangan antara p-comm dengan PCA atau lebih sering terjadi pada
percabangannya dengan carotid. Aneurisma ini sering menyebabkan
gangguan pada saraf cranial 3(ptosis, mydriasis)
 Ophthalmic Artery Aneurysms
 Pericallosal Artery Aneurysms
 Basilar Artery Bifurcation Aneurysms
 Posterior Inferior Cerebellar Artery Aneurysms .

20
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya aneurisma dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
genetic maupun didapat. Aneurisma dapat terjadi karena adanya lapisan pembuluh
darah yang tidak normal seperti menipisnya lapisan endotel, lapisan lamina elastika
yang menipis atau menhilang menyebabkan lapisan pembuluh darah menjadi tipis
sehingga kurang kuat untuk menahan perubahan tekanan pada intralumen sehingga
terbentuklah aneurisma.
Selain itu aneurisma juga dapat disebabkan oleh perubahan aterosklerotik,
stress hemodinamik yang diperburuk dengan adanya riwayat hipertensi. Pada
pasien hipertensi kronik, aneurisma dapat terjadi akibat perubahan arteriosklerotik
pembuluh darah terutama cabang-cabang dari arteri serebri media yang mensuplai
ke dalam bangsal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh darah ini menjadi lemah
sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan
media dan ahirnya terbentuk aneurisma kecil yang biasa dikenal dengan Charcot-
Bouchard.

Lokasi Aneurisma Serebral


Lokasi tersering aneurisma sereberal terjadi adalah pada circle of willis
yaitu pada percabangan dari pembuluh darah utama seperti percabangan arteri

21
carotid interna, atau berasal dari pembuluh darah kecil seperti posterior
communicating arteri atau ophthalmic arteri.

Sekitar 85% aneurisma sereberal berasal dari sirkulasi anterior dari otak
(carotid) dan 15% berasal dari sirkulasi posterior otak (vertebrobasilar).
Arteri yang sering mengalami aneurisma adalah terletak di ruang
subarachnoid, dimana didalam ruang subarachnoid terdapat cairan serebrospinal
(CSF) sehingga apabila pecah maka darah akan bercampur dengan CSF, kondisi ini
disebut dengan Subarachnoid Haemorhage (SAH). Terdapatnya darah pada CSF
atau dipermukaan otak, akan mengenai parenchyme otak sehingga membentuk
gumpalan darah. Karena lapisan meningeal sangat sensitive, maka SAH biasanya
terjadi secara cepat, tiba-tiba, sakit kepala hebat “thunderclap headache”, dan
pasien dapat coma sampai meninggal tiba-tiba.

22
Prevalensi sereberal aneurisma berdasarkan lokasi :

Prevalensi Lokasi Aneurisma


Sirkulasi anterior (85%) 30% Anterior Communicating Artery (A-comm)
25% Posterior Communicating Artery (P-
comm)
20% Middle Cerebral Artery Bifurcation
10 % Other
Sirkulasi posterior (15%) 10% Basilar artery
5 % vertebral artery, biasanya pada Posterior
Inferior Cerebellara Artery

Tanda dan Gejala


Aneurisma sering tidak menimbulkan gejala atau asimptomatik pada
awalnya, biasanya pada aneurisma yang berukuran kecil. Pada aneurisma yang
berukuran besar, dapat menekan jaringan otak sekitar sehingga muncul gejala-
gejala neurologi. Beberapa gejala yang timbul tidak spesifik, seperti sakit kepala,
dilatasi pupil, penglihatan kabur atau ganda (diplopia), nyeri diatas atau dibelakang
mata, kelemahan pada anggota tubuh (parese).
Pada aneurisma serebral yang pecah, biasanya akan menyebabkan
perdarahan subarachnoid (SAH), yaitu darah memenuhi ruangan subarachnoid
sehingga dapat menimbulkan gejala yang tiba-tiba, seperti:
 Sakit kepala hebat (thunderclap headache)
 Penurunan kesadaran
 Mual/ muntah
 Kaku pada leher
 Penglihatan kabur secara tiba-tiba
 Nyeri tiba-tiba di atas atau dibelakang mata
 Gangguan motoric
 Photophobia
Karena gejala aneurisma asimptomatik dan apabila timbul gejala tidak spesifik
maka diperlukan alat untuk mendiagnosis aneurisma secara pasti.

23
Diagnosis
Cara untuk mendiagnosis aneurisma ada beberapa cara :
 CT (computerized tomography) scan kepala
Dilakukan apabila curiga terjadi pecahnya aneurisma. CT scan akan
memperlihatkan letak terjadinya perdarahan pada kepala.
 CTA (computerized tomography angiography).
Merupakan tehnik dimana menyuntikkan contras kedalam pembuluh
darah, sehingga pembuluh darah di otak yang dilalui oleh contras akan
terlihat lebih jelas didalam foto. Tehnik ini bagus untuk mendiagnosis
pecahnya aneurisma.
 Angiogram (arteriogram)
Cara ini masih merupakan gold standar dalam pemeriksaan diagnostik
pembuluh darah karena merupakan pemeriksaan yang paling
komprehensif, standar dan sensitif. Namun merupakan prosedur yang
cukup mahal dan invasif. Angiogram merupakan tes pencitraan
menggunakan film X-ray untuk studi aliran darah secara waktu nyata.
Pasien di tempatkan diantara sinar X yang terus menerus yang di tembakan
dan layar fluoresen. Sinar x dan layar fluoresen ini merupakan suatu
kamera spesial yang di sebut fluoroskope yang memungkinkan untuk di
lakukan foro xray secara kontinuitas. Hal ini memungkin kan untuk
melihat dan merekam dalam pola aliran darah. Kontras yang di gunakan di
masukan ke dalam pembuluh darah untuk meningkatkan intensitas gambar
aliran darah di foto X. Penyuntikan kontras untuk pembuluh darah di otak
menggunakan kateter yang di masukan k arteri di kaki, lalu mengikuti
pembuluh darah untuk mencapai pembuluh darah di otak. Foto akan di
ambil sementara kateter di jalankan menunju ke otak dan melihat
bagaimana profil arteri yang akan di nilai. Saat kateter berada di posisi
yang di inginkan, kontras di injeksi ke dalam pembuluh darah dan foto X
di ambil menggunakan fluoroskop. Kontras yang di gunakan dalam
angiografi serebral menggunakan :
- Renografin (meglumin diatrizoate)

24
- Conray 60 (meglumin iothalamate)
- Urografin
- Angiografin
Penggunaan kontras ini juga memiliki kriteria tertentu :
- Puasa minimal 12 jam baik makan dan cairan sebelum di lakukan
tes
- Memastikan tidak alergi terhadap obat obatan kontras dan tidak
ada interaksi antara obat kontras dan obat yang sedang di
konsumsi.
- Karena sekresi kontras berada di ginjal sebagai tempat akhir maka
harus di pastikan fungsi ginjal baik sebelum di lakukan tes.
Ada beberapa kemungkinan komplikasi akibat di lakukan pemasangan
kateter untuk kontras yaitu kerusakan pembuluh darah , pelelepasan darah
beku atau trombus dari dinding pembuluh darah yang dapat menyumbat
pembuluh darah di otak sehingga menyebabkan penyakit tambahan.

Pengambilan foto terdiri dari 3 fase penting dalam penilaian angiografi :


1. Fase arteri : dilakukan 1-3 detik stelah penyuntikan kontras
2. Fase kapiler : dilakukan 3-4 detik setelah penyuntikan kontras
3. Fase vena : dilakukan 4-12 detik setelah penyuntikan kontras.
 Magnetic resonance imaging (MRI) dan magnetic resonance angiography
(MRA)
Teknik ini biasa dipake untuk melihat aneurisma yang belum pecah.
Teknik ini memiliki kelebihan karena menggunakan magnetic sehingga
pasien tidak berisiko terkena radiasi.

25
Tatalaksana
Penanganan aneurisma dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu
observasi dengan mengontrol faktor risiko, teknik endovascular dan teknik operasi
terbuka. Untuk menentukan metode mana yang akan dipakai, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan sebelum melakukan tindakan yaitu :

 Usia pasien
 Ukuran aneurisma
 Lokasi aneurisma
 Bentuk dan jenis aneurisma
 Ada dan tidaknya kondisi defisit neurologis
 Riwayat penyakit lain
 Riwayat SAH dan aneurisma sebelumnya
Apabila aneurism belum pecah, ada pilihan untuk tetap observasi atau dapat juga
melakukan oprasi. Pada aneurisma yang sudah pecah, tatalaksana terbaik adalah
dengan melakukan oprasi, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya perdarahan
berulang.
Beberapa cara atau metode yang dipakai sebagai pengobatan aneurisma
1. Observasi dengan mengontrol faktor risiko
Manajemen konservatif merupakan pilihan yang masuk akal untuk beberapa
pasien aneurisma - terutama pasien yang lanjut usia atau memiliki kondisi

26
lemah (memiliki banyak riwayat penyakit) dan pasien yang memiliki
aneurisma kecil ( <7 mm). Hal-hal yang dijaga pada manajemen konservatif
meliputi:
 Menghentikan atau menghindari merokok
 Menjaga tekanan darah di bawah kontrol yang sangat baik
 Menghindari alcohol.
Hal-hal tersebut cenderung mengurangi risiko perkembangan aneurisma
atau pecahnya aneurisma. Beberapa dokter juga merekomendasikan
pencitraan otak yang berulang melalui CT angiography (CTA), MR
angiography (MRA), atau kateter angiography. Jika aneurisma berkembang
menjadi besar maka dapat melakukan tidakan operasi dan endovascular.
2. Teknik Endovaskular 7,11
– Thrombosing aneurisma dengan coiling dan Onyx HD 500
 Coiling
Proses coiling ini dilakukan secara microsurgery dengan
menggunakan teknik radiografi yaitu menggunakan x-ray
visualitation. Teknik ini dilakukan ketika angiogram sedang
dilakukan. Dengan memasukkan kateter melalui arteri femoralis,
kemudin dimasukkan hingga mencapai lokasi aneurisma.
Kemudian platinum coil dilepaskan pada lokasi aneurisma
sampai mengisi seluruh ruangan. Tiap kateter berisi satu
platinum coil, sehingga mungkin dibutuhkan beberapa coil
untuk mengisi seluruh ruangan pada aneurisma. Kemudian
kontras disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk melihat
secara jelas kondisi aneurisma yang berisi platinum coil.
Terdapat beberapa jenis coil yang dipakai untuk proses ini, yang
paling sering digunakan adalah berasal dari platinum, namun
beberapa ada yang terbuat dari gel-like dan suture-like. Coil
yang dipakai fleksibel, lembut, dan bentuknya akan melingkar-
lingkar sesuai dengan bentuk aneurisma.

27
 Onyx HD 500
Merupakan zat cair (ethylene vinyl alcholol copolymer yang
dilarutkan dalam dimethyl sulfoxide) yang dapat digunakan
dalam tatalaksana aneurisma. Onyx HD 500 adalah cairan yang
akan membeku ketika kontak dengan darah, dengan demikian,
dalam pengobatan aneurisma otak, Onyx HD 500 disuntikkan
melalui microcatheter di dalam kantung aneurisma, dan
membeku di dalam kantung aneurisma. Kemudian Sebuah balon

28
ditempatkan pada leher aneurisma kemudian dikembangkan
untuk sementara dengan tujuan mencegah Onyx HD 500 keluar
dari kantung aneurisma.
Cara pemasangan:
Sebuah microcatheter dan kawat dimasukkan kedalam
pembuluhdarah (biasanya pada arteri femoralis di paha) dengan
menggunakan visualisasi x-ray, cateter dimasukkan hingga
mencapai lokasi aneurisma. Kemudian balon dikembangkan
sehingga mencakup leher aneurisma sehingga memblokir leher
aneurisma. Kemudian dimetil sulfoksida disuntikkan untuk
mengisi bagian dalam microcatheter, diikuti oleh Onyx HD 500
yang mendorong campuran keluar ke kantung aneurisma.
Setelah kontak dengan darah, campuran ini membeku dan
mengisi kantung aneurisma. Balon mengempis berkala untuk
memungkinkan pemulihan aliran darah di arteri induk. Setelah
aneurisma diisi dengan Onyx HD 500, prosedur ini selesai.

– Proximal Ligation
Digunakan untuk giant aneurisma, apabila dipakai pada aneurisma kecil
dapat menyebabkan tromboemboli.
3. Teknik Operasi terbuka (clipping)
 Kliping
Kliping merupakan teknik yang sering dipakai dalam penanganan
aneurisma serebral. Tujuan dari kliping adalah menempatkan klip

29
logam kecil pada leher aneurisma, sehingga darah tidak dapat masuk
kedalam kantung aneurisma sehingga tidak dapat lagi menimbulkan
risiko perdarahan. Setelah aneurism dipasang klip, klip tersebut
tetap dipasang seumur hidup. Aneurisma akan menyusust dan
bekas luka akan hilang setelah kliping.
Pemasangan kliping dapat dilakukan dengan membuka tulang
cranium yang berdekatan dengan lokasi aneurisma, kemudian
memasang klip pada leher aneurisma, biasanya pada aneurisma tipe
saccular.

Kapan kita harus memakai coiling dan kapan harus memakai klipping
adalah tergantung pada beberapa faktor.
 Kliping lebih dipilih apabila:
– Aneurisma pada usia muda
– MCA bifurcatio aneurysm
– Giant aneurisma
– Terdapat gejala karena efek adanya massa (giant aneurisma)
pada otak
– Aneurisma berukuran kecil (<1,5 – 2 mm).
– Aneurisma dengan leher luas (wide neck)
 Coiling lebih dipilih apabila:
– Pasien berumur tua ( >75 tahun ).
– Aneurisma dengan luas leher < 5 mm
– Aneurisma yang terletak di sirkulasi posterior
– Pasien yang mengkonsumsi plavix (pengencer darah)

30
– Aneurisma yang letaknya susah dicapai dengan kliping .

Komplikasi
Perdarahan Subaraknoid Nontraumatik Akut
Biasanya disebabkan oleh adanya rupture spontan aneurisma sakuler,
dengan aliran darah ke dalam ruang subarachnoid.
Gejala:
- Sakit kepala tiba-tiba yang sangat hebat
- Iritasi meningeal oleh darah subarachnoid (kaku kuduk)
- Gangguan kesadaran
- Gangguan saraf kranial (tergantung pada lokasi)
Evaluasi:
- CT scan merupakan alat yang sensitive mendeteksi perdarahan
subaraknoid akut, namun semakin lama interval antara kejadian
akut dengan CT scan, semakin mungkin temuan CT scan
menjadi negative
- Lumbal pungsi
- Digital substraction angiography
Perdarahan subarachnoid biasanya berhenti secara spontan, kemungkinan
karena terbendung oleh peningkatan tekanan intracranial. Hanya pasien
dengan aneurisma yang telah berhenti berdarah yang dapat selamat dirujuk
ke rumah sakit, kematian pra-rumah sakit sering terjadi (35%).
Setelah kejadian akut, pasien menghadapi tiga risiko komplikasi yang dapat
berakibat fatal:
- Hidrosefalus
Apabila terdapat banyak darah bercampur dengan cairan
serebrospinal, maka dapat menghambat jalannya cairan
serebrospinal (gangguan resorbsi LCS) sehingga tekanan di
dalam otak meningkat, kondisi ini disebut dengan hidrosefalus.
- Vasospasm
Vasospasm terjadi setelah beberapa hari kemudian (6-8 hari post
SAH)yaitu melalui efek zat vasoaktif yang terkandung didalam

31
darah subarachnoid, menyebabkan kerusakan sel-sel otak,
menyebabkan peningkatan tekanan di otak dan menyebabkan
penyempitan pembuluh darah yang disebut dengan vasospasm.
Vasospasm dapat menyebabkan stroke apabila penyempitan
arteri terjadi sampai darah tidak dapat mencapai jaringan otak.
- Perdarahan berulang
Risiko terjadinya perdarahan berulang sekitar 20% pada 14 hari
pertama setelah SAH, 50% setelah 6 bulan pertama apabila
aneurisma belum ditangani. Tidak seperti SAH awal,
perdarahan berulang sering menimbulkan hematoma
intraparenkimal yang besar, karena ruang subarachnoid
disekitar aneurisma sebagian tertutup oleh adhesi yang
disebabkan oleh perdarahan awal.

IV. Digital Subtraction Angography (DSA) pada Aneurisma 20-21

Angiogram: DSA diagnostic angiogram of the previous case showing a successfully


coiled aneurysm.
pictures are taken with the fluoroscope.

32
Angiogram done under fluoroscopy. These images are used in angiosuite
during a diagnostic or interventional procedure.
Courtesy of Dr. Kieran Murphy, Johns Hopkins University, Department of
Radiology

33
34
35
36
37
Daftar Pustaka

1. Liu AY. Update on interventional neuroradiology. Usman FS (ed). The


Permanente journals, springs 2006/vol.10 no.1
2. Usman FS . Neuroradiology. Neurona 2007 vol 24 (1)
3. Usman FS . Interventional neuroradiology dan perannya saat ini . Majalah
Farmacia 2007;vol. 7 (1):88
4. Stewart P. Introduction to cerebral digital substraction angiography.
Available at :
http://www.Southernhealth.org.au/imaging/publications/cerebral_dsa.pdf
5. Kaufmann TJ,Huston J,Mandrekar JN et al. Complications of diagnostic
cerebral angiography : evaluation of 19.826 consecutive patients. Radiology
2007;243:812-9
6. Burger IM et al . Safety of cerebral digital substraction angiography in
children. Complication rate analysis in 241 consecutive diagnostic
angiogams. Stroke 2006;37:2535.
7. Leffers AM, Wagner A. Neurologic complications of cerebral angiography.
A retrospective study of complication rate and patient risk factors. Acta
Radiol. 2000 May;41(3):204-10.
8. Dawkins AA et al . Complications of cerebral angiography: a prospective
analysis of 2,924 consecutive procedures. Neuroradiology. 2007
Sep;49(9):753-9.
9. Thiex R, Norbash AM, Frerichs KU. The safety of dedicated-team catheter-
based diagnostic cerebral angiography in the era of advanced noninvasive
imaging. AJNR Am J Neuroradiol. 2010 Feb;31(2):230-4
10. Frosch MP, Anthony DC, Girolami UD. The Central Nervous System. In:
Kumar V, Abbas A, Fausto N [ed.]. Robbins and Cotran’s Pathologic Basis
of Disease. 7th ed. Philadeplhia: Saunders.
11. Ropper AH, Brown RH. The Cerebrovascular Diseases; Adams and
Victor’s Principles of Neurology. 9th ed. New York: McGraw Hill: 718-22.
12. Vega C, Kwoon JV, Lavine SD. Intracranial Aneurysms: Current Evidence
and Clinical Practice. American Family Physician, 2002; 66(4): 601-8.
13. Molyneux A, Kerr R, Stratton I, Sandercock P, Clarke M, Shrimpton J,
Holman R. International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) of
neurosurgical clipping versus endovascular coiling in 2143 patients with
ruptured intracranial aneurysms: a randomised trial. Lancet. 2002: 360:
1267-74.
14. Johnston SC, et. al. Surgical and Endovascular Treatment of Unruptured
Cerebral Aneurysms at University Hospitals. Neurology. 1999; 52:1799-
1805
15. Johnston SC, et.al. Endovascular and Surgical Treatment of Unruptured
Cerebral Aneurysms: Comparison of Risks. Ann Neurology. 2000; 48:11-
19
16. The International Study of Unruptured Intracranial Aneurysm Investigators.
Unruptured intracranial aneurysms —risk of rupture and risks of surgical
intervention. N Engl J Med 1998;339:1725-33. [Erratum, N Engl J Med
1999;340:744.]

38
17. Wiebers DO, Whisnant JP, Huston J III, et al. Unruptured intracranial
aneurysms:
18. natural history, clinical outcome, and risks of surgical and endovascular
treatment. Lancet 2003;362:103-10.Schievink WI.
19. Intracranial aneurysms.N Engl J Med 1997;336:28-40. [Erratum,N Engl J
Med 1997;336:1267.]
20. The Magnetic Resonance Angiography in Relatives of Patients with
Subarachnoid Hemorrhage Study Group. Risks and benefits of screening for
intracranial aneurysms in first-degree relatives of patients with sporadic
subarachnoid hemorrhage. N Engl J Med 1999;341:1344-50.
21. Stafa A. and M Leonardi. Role of Neuroradilogy in Evaluating Cerebral
Aneurysm. Interventional Neuroradiology, University of Bologna 14: 23-
37, 2008.

39

Anda mungkin juga menyukai