Tugas 11
Tugas 11
Tujuan Percobaan
1. menentukan tanggapan periodik keluaran alat kendali Integral (I) untuk harga-harga
masukan tertentu.
4. menjelaskan kecenderungan alat kendali I untuk berosilasi pada suatu sistem kendali
otomatis menyebutkan kriteria pengesetan suatu alat kendali I.
Dasar teori
Pada sistem kendali dengan menggunakan alat kendali proporsional (P) telah kita ketahui
bahwa untuk memperoleh suatu keluaran pada suatu harga tertentu (selain harga awal U
(0)), diperlukan sinyal error. Akibatnya, akan menimbulkan adanya kesalahan statis atau
offset, yaitu adanya perbedaan antara harga yang diinginkan (setpoint) dan harga keluaran
sistem yang dikontrol pada kondisi tunak (steady state). Deviasi ini tidak dapat dihilangkan
sama sekali hanya bisa diminimalkan dengan memperbesar penguatan alat kendali. Namun,
perlu diingat bahwa perbesaran penguatan alat kendali tidak bisa dilakukan secara
berlebihan karena akan mempengaruhi kestabilan sistem.
Atas dasar alasan inilah membuat alat kendali proporsional hanya cocok untuk sistem yang
variabelnya tidak memerlukan perubahan besar atau relatif tetap.
Alat kendali integral (I) merupakan pengembangan alat kendali proporsional dan juga alat
kendali multi posisi. Dibandingkan alat kendali P, alat kendali ini mampu menghilangkan
1|Page
kesalahan statis. Dibandingkan alat kendali multi posisi, alat kendali ini mempunyai sifat,
yang antara keluaran dan masukkannya mempunyai hubungan kontinyu. Tidak seperti pada
alat kendali dua posisi atau multi posisi yang mempunyai histerisis (daerah netral) yaitu
daerah dimana perubahan sinyal masukan (error) tidak mempengaruhi sinyal keluaran.
Pada alat kendali integral, laju perubahan keluaran alat kendali adalah berbanding lurus
terhadap sinyal error. Secara matematis alat kendali ini dinyatakan sebagai :
du (t)
= K I e(t) atau
dt
t
u (t) = K I ∫0 e(t) ..........(2.1)
Dengan :
Bila keluaran pada saat t = 0 adalah nol, maka transformasi Laplace persamaan (2-
1) adalah :
KI
U (s) = E (s) ..........(2.2)
s
U (s) KI
= ..........(2.3)
E (s) s
U(s) dan E(s) adalah transformasi Laplace dari u(t) dan e(t) secara berurutan. Agar
lebih komunikatif, persamaan kendali ini diubah ke dalam bentuk persentase
sebagai :
dU t
= K I atau U = K r ∫0 E(dt) ..........(2.5)
dt
1
Lazim pada alat kendali integral adalah waktu integral atau TI = K (detik).
I
2|Page
Hubungan antara masukan dan keluaran alat kendali
K2>K
(%) K2
K1
E(%)
du
dt
[+]
[-]
[-] 0 [+] E
3|Page
Gambar 2.2 Laju perubahan keluaran fungsi masukan alat kendali integral
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa untuk sinyal error positif dan konstan, keluaran
alat kendali akan naik terus. Kenaikan sinyal kendali akan tetap berlangsung sampai
batas maksimum yang telah ditetapkan atau sesuai dengan kapasitas perangkat
kerasnya.
Laju kenaikan keluaran kendali, disamping ditentukan oleh error juga akan
ditentukan oleh penguatan integrasinyaakan semakin tinggi pula laju kenaikan
sinyal keluaran kontrolnya. Dengan lain, perkataan bahwa kecuraman kenaikan
keluaran kendali akan semakin tajam bila penguatan integrasinya semakin besar.
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa alat kendali ini mampu meniadakan
kesalahan statis seperti yang dimiliki pada alat kendali proporsional. Hal ini akan
menjadi jelas bila kita perhatikan Gambar 2.2.
Berdasarkan gambar tersebut jelas terlihat bahwa laju perubahan keluaran dU/dt
akan tergantung pada sinyal error E dan penguatan integrasi KI. Untuk error yang
sama. Laju perubahan keluaran akan semakin tinggi bila penguatan integrasinya
semakin tinggi. Untuk penguatan integrasi yang sama, laju perubahan keluaran
akan semakin tinggi bila sinyal errornya semakin besar. Laju perubahan ini akan
positif jika errornya adalah positif dan sebaliknya, laju perubahannya akan negatif
jika sinyal errornya negatif.
Keadaan istimewa adalah ketika E = 0, yaitu laju perubahan dU/dt adalah sama
dengan nol. Ini berarti bahwa pada kondisi ini keluaran U akan tetap dipertahankan
4|Page
walaupun E = 0. Sifat inilah yang membuat alat kendali ini berbeda dengan alat
kendali proporsional yang mempunyai kesalahan statis (offset). Dengan alat kendali
integral, keluaran bisa divariasikan (diubah-ubah) secara luas tanpa adanya offset.
VE -
Vout
R
+ R1
5|Page
Alat kendali integral dalam diagram kotak digambarkan kedalam tiga bentuk.
Bentuk pertama, didalam kotak dituliskan simbol integral seperti terlihat pada
Gambar 2.4a; kedua menggunakan tulisan fungsi alih alat kendali seperti
ditunjukkan oleh Gambar 2.4b dan yang ketiga di dalam kotak digambarkan
tanggapan “step” alat kendali seperti pada Gambar 2.4c.
(a) (b)
E U U
(c)
Diagram rangkaian
Potensiometer set-point
ploter Y(t)
Jaringan tunda
Alat ukur
6|Page
Daftar alat dan bahan
Penjumlah 1 buah
“Plotter” 1 buah
Avometer 1 buah
Langkah percobaan
b. Matikan alat kendali dengan meletakkan saklar AB(I) pada posisi “Off”
3. fungsikan alat kendali dengan saklar AB(I) pada posisi “On” dan hubungkan
tegangan acuan melalui saklar “S”. Bersamaan dengan penghubung tegangan
acuan, operasikan alat perekam untuk merekam keluaran kendali.
7|Page
5. ulangi langkah percobaan 3 dengan penguatan integrasi KI = 0,1 s-1. Ketika
melakukan pengukuran, hubungkan dan putuskan tegangan referensi secara
berulang-ulang.
6. buat konfigurasi sistem kendali secara lengkap dan lakukan pengesetan awal
sebagai berikut :
a. KI = 0,1 s-1
b. TI = T2 = 5 s
c. w = 5 V
1. T1 – T2 = 5 s ; w = 5 V
8|Page
Δx(V) 5,4 V 5,4 V 5,2 V
1
=T(s) 0,18 s 0,18 s 0,19 s
𝐾
𝑉
η=𝑉𝑜100% 92% 92% 96%
2. T1 = T2 = 0,5 s ; w = 5 V
1
=T(s) 0,18 s 0,18 s 0,18 s
𝐾
𝑉
η=𝑉𝑜100% 92% 92% 92%
3. T1 = T2 = 10 s ; w = 5 V
9|Page
1. Berdasarkan hasil percobaan terhadap keluaran alat kendali pada langkah 3 dan
langkah 4, jelaskan bagaimana pengaruh perubahan penguatan integrasi K I
terhadap gradien keluaran alat kendali.
2. Apa yang terjadi bila sinyal masukan (error) alat pengendalian nol (off) dan
apa yang terjadi bila diberi sinyal masukan (E tidak sama dengan 0) pada
langkah 5 ? jelaskan !
Jawaban pertanyaan :
2. Kurva keluaran yang ditampilkan ketika pengendalian nol (Off) hanya berupa
garis datar dan ketika diberi sinyal masukan E≠ 0 Kurva yang ditampilkan
mulai menunjukkan kenaikan terhadap E%.
10 | P a g e
Gambar kurva yang dihasilkan :
11 | P a g e
SISTEM KENDALI OTOMATIS DENGAN ALAT KENDALI
PROPORSIONAL (P) PADA JARINGAN SIMULATOR
Tujuan Percobaan
Dasar teori
12 | P a g e
Alat kendali P mempunyai keluaran yang lebih halus dan antara masukan dan
keluarannya mempunyai hubungan linier yang berarti bahwa simpangan yang
terjadi pada keluaran alat kendali mengikuti simpangan sinyal errornya.
Sudah tentu, simpangan keluaran alat kendali, dalam praktiknya, selalu dibatasi
oleh kondisi saturasi minimum dan maksimum yang telah ditetapkan atau oleh
keterbatasan kemampuan perangkat keras yang digunakan. Pembatasan keluaran
alat kendali disesuaikan dengan kondisi saturasi aktuator yang digerakkannya.
Persamaan dasar yang menyatakan hubungan antara masukan dan keluaran alat
kendali proporsional dituliskan sebagai :
Kp = penguatan
U (s)
= KP ;
E (s)
U (s) = keluaran
E (s) = error
U(s) dan E(s) adalah transformasi dari u(t) dan e(t) secara berurut dan fungsi alih
U (s)
adalah Kp. Berdasarkan kenyataan ini, alat kendali P digambarkan dengan
E (s)
13 | P a g e
Rumusan-rumusan kendali diatas biasanya dipergunakan untuk keperluan analisis
secara teoritis. Untuk keperluan dilapangan, persamaan-persamaan kendali
biasanya dinyatakan dalam bentuk yang lebih sederhana namun lebih komunikatif,
yaitu dalam bentuk presentase. Dalam bentuk persentase alat kendali ini
diekspresikan sebagai :
u = KpE ; ..........(1.3)
U = keluaran (0-100%)
Alat kendali ini digambarkan kotak seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.1, isi
kotak yang menggambarkan aksi alat kendali, biasa dituliskan fungsi alih alat
kendali (Gambar 1a), namun tak jarang pula diberi gambar tanggapan alat kendali
terhadap masukan step seperti terlihat pada gambar 1.1. KP
E U
E(s)
U(s)
KP (b)
(a)
14 | P a g e
Untuk terapan tertentu seperti yang banyak terdapat pada kendali proses, yaitu
dikehendaki agar katup tidak tertutup 100% pada saat E = 0, maka perlu adanya
modifikasi persamaan kendali (1.3) menjadi
Proportional band
Sebagai contoh, bila PB = 100%, maka Kp = 1, berarti agar keluaran alat kendali
0-100% memerlukan sinyal error 0-100%. Jika PB = 50%, maka Kp = 2 dan
diperlukan sinyal error 0-50% untuk mendapatkan keluaran alat kendali 0-100%.
(Fasilitas yang disediakan pada alat praktikum ini yang digunakan untuk mengatur
penguatan alat kendali adalah Kp bukan PB!).
U(%)
Kp1 < Kp
100
Kp2 Kp1
0 100
E(%)
Kesalahan sisa
Percobaan ini akan memberikan gambaran tentang kesalahan sisa yang dikaitkan
dengan penguatan alat kendali (Kp) dan setpoint (w). Dari hasil percobaan ini, anda
diharapkan mengetahui pengaruh penguatan Kp dan w terhadap kesalahan sisa
sistem dan mengetahui metode yang dipakai guna meminimalkan kesalahan sisa.
16 | P a g e
R2
R
R1
E
R
VOUT
Diagram rangkaian
ploter Y(t)
Jaringan tunda
Alat ukur
17 | P a g e
Daftar alat dan bahan
Penjumlah 1 buah
Avometer 1 buah
“Plotter” 1 buah
Langkah percobaan
18 | P a g e
2. aturlah set-point potensiometer sehingga diperoleh tegangan acuan 5V (tepat),
sebelum melakukan pengukuran pada sistem secara keseluruhan.
4. putuskan tegangan acuan dengan saklar “S”, dan sambung kembali umpan balik
pada masukan negatif penjumlah.
5. masukkan tegangan step dengan jalan menutup saklar “S”, dan rekam (dengan
plotter) reaksi variabel terkontrol.
9. set penguatan alat kendali pada “1” dan ukur variabel terkendali untuk harga-
harga tegangan acuan berikut ini w = 1 V; 2,5 V; 7,5 V; dan 10 V. Hitunglah
deviasi kendali sisa untuk masing-masing tegangan acuan diatas.
Data percobaan
X = 5,01 V pada w = 5 V
w=5V
20 | P a g e
X(V) 4,86 5,02 5,01 4,99 4,98 4,98 4,99
4. untuk langkah 9
Kp = I
2. jelaskan hubungan antara penguatan alat kendali Kp dan deviasi sisa pada
langkah 8.
3. jelaskan hubungan antara tegangan referensi w dan deviasi sisa pada langkah
9.
21 | P a g e
5. apa pengaruh perubahan fasa pada tegangan referensi dan umpan balik
terhadap variabel terkontrol seperti yang ada pada langkah 10?
Jawaban Pertanyaan :
1. Ketika saklar “s” ditutup, terlihat pada plotter, kurva yang dihasilkan
mengalamai kenaikan secara signifikan terhadap keluaran dengan masukan atau
error steady statenya.
3. Hubungan tegangan referensi W dan deviasi sisa sama seperti pernyataan diatas
yaitu untuk mempertahankan variabel terkendali pada suatu harga yang
dikehendaki set-point memerlukan sinyal error.
4. Pengaruh perubahan fasa pada tegangan referensi dan umpan balik terhadap
variabel terkontrol terlihat paa kurva yang digambarkan plotter menunjukkan
gambar yang tidak beraturan ketika dibalik, dan menunjukkan gambar masukan
error (E) terhadap keluuarnya negatif.
22 | P a g e
PRINSIP DASAR ALAT PENGENDALIAN PI DI DALAM SISTEM
PENGENDALIAN OTOMATIS PADA SUATU SIMULATOR
JARINGAN
Tujuan percobaan
Dasar teori
23 | P a g e
Dalam suatu industri yang termasuk kompleks, kebutuhan akan pengendalian
sistem biasanya tidak bisa dipenuhi oleh alat pengendalian individual seperti alat
pengendalian proporsional, integral (alat pengendalian derivatif (D) tidak bisa
berdiri sendiri) saja. Untuk memenuhi kebutuhan ini, biasanya, dilakukan dengan
mengkombinasi beberapa alat pengendalian seperti PI, PD, dan PID. Penggabungan
beberapa alat pengendalian yang mempunyai aksi berlainan ini diharapkan akan
dapat saling melengkapi; kelemahan (keterbatasan) yang satu bisa ditutupi oleh
kelebihan yang lain dan dimungkinkan juga adanya penambahan keuntungan dari
kelebihan masing-masing alat pengendalian invidu. Pada petunjuk praktikum ini
akan dibahas alat pengendalian campuran, PI (proportional integral).
t
KP
u(t) = K P e(t) + ∫ e(t)dt
TI
0
jika harga awal dianggap nol, maka transformasi Laplace persamaan di atas adalah
:
K
U(s) = KpE(s) + T Ps E(s)
I
U(s) KP
= K P (1 + )
E(s) TI s
24 | P a g e
pengendalian, yakni bagian proporsional dan bagian integral. Dalam alat
pengendalian integral, parameter pengendaliannya biasa juga dinyatakan dengan
laju reset (reset rate) atau KI yang merupakan kebalikan dari waktu integral TI. Laju
reset ini adalah berapa kali per menit aksi bagian pengendalian proporsional
menjadi dua kali lipat. Untuk memperjelas pengertian tentang waktu integral dapat
dilihat dalam penjelasan tanggapan step alat pengendalian.
Tanggapan step
Apabila pada masukan alat pengendalian diinjeksikan sinyal dengan fungsi step,
maka tanggapan yang terjadi pada keluaran alat pengendalian dapat digambarkan
seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Penting untuk diperhatikan adalah waktu integral Ti. Berdasarkan gambar 3.1
terlihat jelas apa yang dimaksud dengan waktu integral. Yaitu waktu yang
diperlukan, sehingga keluaran alat pengendalian menjadi dua kali lipat keluaran
bagian proporsional. Di dalam gambar dinyatakan bahwa Ti adalah waku yang
diperlukan oleh alat pengendalian integral agar keluaran bagian pengendalian
integral sama dengan keluaran yang dihasilkan oleh bagian pengendalian
proporsional (dari Kp ke 2Kp).
L U
masukan PI keluaran
25 | P a g e
integral
u
2kp
kp
TI
Diagram kotak
Diagram kotak alat pengendalian PI, antara lain, dinyatakan dengan penulisan
persamaan fungsi alihnya (gambar 3.2a) atau tanggapan step alat pengendalian
(gambar 3.2b)di dalam kotak.
Kp(1+T1s) U(s) E U
E(s)
T1 s
R2 C
R
R
Vin -
-
Vout
R1 + +
26 | P a g e
𝑅2 𝑅2 1 𝑅2 1
Vout=(𝑅1) 𝑉𝑖𝑛 + (𝑅1) 𝑅2 𝐶 ∫ 𝑉𝑖𝑛 𝐾𝑝 = 𝑅1 ; 𝐾𝑖 = 𝑅2 𝐶
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa pada alat pengendalian PI, alat
pengendalian proporsional akan mengatasi kelambatan aksi pengendalian integral
dan dengan adanya aksi pengendalian integral akan menghilangkan adanya
kesalahan statis (offset) yang dimiliki alat pengendalian proporsional.
Walaupun begitu, untuk memperoleh keadaan sistem yang optimal perlu dilakukan
pengesetan parameter-parameter pengendalian (Kp dan TI) secara tepat sesuai
dengan obyek yang akan dikontrol (plant). Untuk memperoleh ketepatan dalam
pengesetan ini diperlukan metode tertentu. Namun, pengesetan parameter bukanlah
menjadi obyektif (tujuan) percobaan ini. Disini yang dipentingkan adalah cara alat
pengendalian berfungsi dan untuk melihat beberapa fenomena akibat pengesetan
parameter pengendalian yang ekstrim.
Diagram rangkaian
27 | P a g e
P
ploter Y(t)
Jaringan tunda
Alat ukur
penjumlah 2 buah
avometer 1 buah
28 | P a g e
Langkah percobaan
b. Kp = 1
c. KI = 1 s-1
b. Kp = 0,1; KI = 1 s-1
c. Kp = 5; KI = 0,1 s-1
d. Kp = 5; KI = 1 s-1
a. T1 = T2 = 0,5 s, w = 5 V
29 | P a g e
Kp = 10; KI = 0,1 s-1; 10 s-1; dan 100 s-1
b. T1 = T2 = 5 s, w = 5 V
Data percobaan
1. untuk 2
TI = ..........s
2. untuk 3
3. untuk 4
TI = ..........s Kp = 5; KI = 1 s-1
4. untuk 5
1. T1 = T2 = 0,5 s; e=5V
30 | P a g e
Ti(s) 1 0,1 0,01
2. T1 = T2 = 5 s; e=5V
31 | P a g e
Tanggapan 0,23 0,21 0,21
1. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada langkah 3 dan 4, jelaskan mana yang
lebih dominan antara alat pengendalian P dan I ketika Kp rendah (1&2) dan
ketika Kp lebih tinggi (3&4). Jelaskan pula, hubungan antara penguatan
proporsional (Kp) dan kecepatan responnya.
2. Setelah anda ketahui tanggapan step, kecepatan respon sistem, dan deviasi
varibel terkontrol (X) dari tegangan acuan (w), “Xwb”, jelaskan saat kapan
sistem mempunyai tanggapan yang baik untuk sistem “plant” yang mempunyai
waktu tunda pendek (5.5.1) dan plant yang mempunyai waktu tunda panjang
(5.2) (lihat overshoot(bila ada), deviasi pengendalian (Xwb), dan kecepatan
respon (TI).
Jawaban pertanyaan :
1. Ketika KP rendah (1 & 2) alat kendali yang lebih dominan adalah proporsional
karena pengendali proporsional lebih dahulu bereaksi daripada kendali integral.
Dan untuk sebaliknya ketika KP (3 & 4) lebih tinggi alat kendali yang lebih
dominan adalah kendali integral karena respon alat ini bekerja ketika KP tinggi
terlihat pada kurva yang dihasilkan. Kemudian unntuk hubungan antara
penguatan Proporsional (KP) dan kecepatan responnya yaitu ketika
32 | P a g e
menggunakan nilai KP yang lebih rendah maka respon kecepatannyapun pelan,
dan sebaliknya untuk nilai KP yang lebih tinggi.
2. Sistem mempunyai tanggapan yang baik untuk waktu tunda pendek (5.5.1)
yaitu pada niilai KP = 1 dan untuk waktu tunda panjang ketika nilai KP = 100.
33 | P a g e