Anda di halaman 1dari 30

TUGAS PENGAUDITAN II

KASUS : “PT. Telkom & PT KAI”

OLEH :

NAMA : NI KOMANG KARMILA DEWI

NIM : 01031081823217

PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2018
Kronologis Singkat Kasus PT. Telkom pada Tahun 2002

Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (”Perseroan”) merupakan suatu


badanusaha mandiri yang berstatus sebagai perusahaan publik. Dengan status tersebut, Perseroan
berkewajiban untuk setiap tahunnya menerbitkan laporan tahunan yang memuat informasi mengenai
keadaan dan jalannya kegiatan usaha Perseroan untuk tahun yang bersangkutan. Sebagaimana tahun-
tahun sebelumnya, pada bulan April 2003 yang lalu Perseroan telah menerbitkan laporan tahunan untuk
tahun buku 2002. Laporan tahunan tersebut memuat antara lain neraca konsolidasi dan perhitungan laba-
rugi konsolidasi Perseroan untuk tahun buku 2002.

Untuk pertama kalinya di Indonesia terjadi kasus perselisihan auditor.KAP Eddy Pianto partner Grant
Thornton (GT) adalah auditor laporan keuangan tahun 2002 PT Telkom, sementara KAP Hadi Sutanto
merupakan auditor anak perusahaan PT Telkom, yakni PT Telkomsel. Hadi Sutanto yang merupakan
partner Pricewaterhouse Coopers (PwC) kemudian ditunjuk Telkom untuk melakukan audit ulang laporan
keuangan 2002 Telkom setelah laporan itu ditolak komisi pengawas pasar modal Amerika Serikat (US
Securities and Exchanges-SEC). Telkom berkewajiban menyampaikan laporan keuangan tahunan ke US
SEC karena saham Telkom diperdagangkan juga di bursa saham New York.

Inti persoalan dari kasus ini adalah Eddy Pianto Simon dari KAP Eddy Pianto merasa dirugikan KAP Hadi
Sutanto karena dinilai menghambat karier dan kerja penggugat. Itu karena KAP Hadi Sutanto tidak
mengizinkan KAP Eddy Pianto untuk menggunakan pendapat KAP Hadi Sutanto dalam hasil auditnya
terhadap PT Telkomsel (anak perusahaan) ke dalam laporan audit (konsolidasi) PT Telkom. Hal inilah yang
dianggap Eddy Pianto sebagai salah satu alasan SEC menolak laporan keuangan tahun 2002 Telkom
auditan KAP Eddy Pianto.

Pada tanggal 16 Juli 2008, Eddy mengirim surat ke Ketua IAI, Achmadi Hadibroto. Surat itu perihal
“Pengaduan atas perlakuan tidak sehat yang diterima KAP Drs Eddy Pianto (EP) dari KAP Drs Hadi Sutanto
(HS)”. Dalam surat setebal lima halaman itu, Eddy menjelaskan kronologi kasus yang membuat namanya
tercemar. EP merasa sebagai pihak yang mengalami kerugian, baik moril maupun materiil yang
diakibatkan, baik langsung maupun tidak langsung akibat penolakan LK Telkom 2002 oleh US SEC
tersebut. Beberapa pihak juga menilai bahwa kasus Telkom ini merupakan pertarungan antara dua KAP
besar. Yang dimaksud KAP besar adalah GT dengan PwC. GT adalah auditor firm masuk dalam jajaran
nomor tujuh dunia. Sedangkan, PwC masuk dalam jajaran the big four.
Awalnya, ketika menerima penugasan sebagai auditor PT Telkom (2002), tak ada persoalan yang dialami
EP.Termasuk dengan HS, yang pada saat bersamaan menjadi auditor PT Tekomsel.Pada Januari dan
Februari 2003, kedua belah pihak saling komunikasi, dan tukar-menukar dokumen.EP mengirimkan Audit
Instructions kepada HS.Sebaliknya, HS mengirimkan laporan-laporan yang diminta EP sesuai Audit
Instructions.HS juga mengirim dokumen yang menyatakan, sebagai auditor Telkomsel, HS independen.

Pada 17 Maret 2003, EP memberi tahu HS bahwa laporan audit Telkom akan dikeluarkan pada 25 Maret
2003. EP menyatakan akan melakukan reference terhadap hasil audit Telkomsel. Disinilah, hubungan EP
dan HS kelihatan tidak sehat. Menjawab surat EP itu, HS menyatakan, tidak memberi izin kepada EP
untuk merefer hasil auditnya atas Telkomsel. Anehnya, pada 25 Maret 2003, HS mengirimkan copy audit
report Telkomsel untuk dikonsolidasikan ke LK Telkom. Dalam surat pengantarnya, HS sama sekali tidak
menyebut kata-kata yang tidak mengizinkan EP menggunakan hasil auditnya atas Telkomsel sebagai
acuan dalam LK Telkom konsolidasi.

Namun, pada tanggal 31 Maret, HS kembali menegaskan surat tanggal 24 Maret. HS juga mengirim surat
yang bernada sama kepada Presiden Komisaris dan Ketua Komite Audit Telkomsel, pada 9 April. “AU
543 menurut penafsiran HS adalah EP harus mendapatkan izin dari HS sebelum me-refer hasil audit PT
Telkomsel ke dalam hasil audit PT Telkom. Sedangkan menurut EP AU 543 sebenarnya memperbolehkan
EP untuk mengacu kepada opini HS tanpa perlu izin. EP mempunyai keyakinan bahwa HS telah
menginterpretasikan AU 543 secara keliru, yang mengakibatkan keputusan SEC yang merugikan Telkom.
AU 543, seperti halnya Standar Pemeriksaan Akuntan Publik (PSA 543), tidak mengharuskan EP minta
izin, melainkan cukup mengkomunikasikannya saja. Izin dari auditor perusahaan anak dibutuhkan,
bilamana nama auditor dicantumkan dalam LK konsolidasi.

Kedua, HS dalam suratnya tanggal 31 Maret, mencampuradukkan antara “izin agar EP dapat mengacu
pekerjaan HS” dengan “izin agar Telkom dapat memasukkan opini HS di dalam laporan 20-F”. Dalam
surat tanggal 31 Maret, HS menyatakan, izin tersebut berhubungan dengan laporan Form 20-F. Padahal,
akuntan tahu, izin untuk Form 20-F seharusnya ditujukan kepada manajemen Telkom, bukan kepada
auditornya, EP. Tetapi, karena surat HS tanggal 24 Maret yang menolak memberi izin, pada 5 Juni, SEC
mengirim surat kepada manajemen Telkom. Isinya, antara lain menyatakan, karena tidak ada izin dari HS,
seharusnya EP melakukan qualifikasi atau disclaimer terhadap LK Telkom 2002.SEC juga menyatakan,
EP tidak mendemonstrasikan kompetensinya dalam menerapkan US GAAS. Karena alasan itu, SEC
menolak laporan Form 20-F.
Keputusan SEC itu membuat Eddy dan partnernya Grant Thornton Indonesia bingung. Karena, sebelum
mengirim surat ke manajemen Telkom itu, SEC sudah minta dilakukan credentialling review terhadap EP,
pada 22 Mei. Heinz & Associates LLP dari Denver, Colorado, AS ditunjuk sebagai pelaksana.

Inilah yang kemudian menyiratkan ada konspirasi tingkat tinggi dalam kasus Telkom ini, yang melibatkan
pejabat SEC dan pejabat PwC. Apalagi, kemudian diketahui, Telkom akhirnya menunjuk PwC untuk
melakukan review atas audit yang dilakukan EP. Pejabat SEC yang menangani Telkom adalah Craig C.
Olinger, Deputy Chief Accountant SEC. Dia adalah bekas anak buah Wayne Carnall, yang kini menjadi
Senior Executive PwC.

Pada 21 Juni 2003, Eddy mengirim surat ke SEC untuk menjelaskan interpretasi yang benar atas AU 543.
Pada 25 Juni, Eddy melanjutkan teleconference dengan SEC. Dalam teleconference itu, tidak ada
sanggahan dari SEC mengenai interpretasi Eddy atas AU 543. Tetapi SEC kadung menolak laporan Form
20-F Telkom, dan manajemen Telkom sudah terlanjur menyatakan, (pada 11 Juni) LK Telkom 2002
sebagai unaudited, serta menunjuk PwC (HS) sebagai auditor untuk me-review LK Telkom 2002.

Bagi Eddy, perlakuan tidak sehat dari KAP Hadi Sutanto (HS) bukan hanya merugikan Telkom dan
namanya, tetapi juga menyangkut kelangsungan usahanya, KAP Eddy Pianto (EP). Ini pula yang dituntut
Eddy kepada organisasi profesi, IAI. Yakni, demi membersihkan namanya, bukan hanya kepada
Bapepam, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dan perusahaan yang bakal menggunakan jasa
auditnya, tetapi kepada masyarakat luas.

Korespondensi Antar KAP

20 Januari 2003 : EP mengirim Audit Instructions kepada HS, yang mencakup ketentuan-ketentuan AU
543 atau PSA 543. HS memberi konfirmasi tertulis bahwa Audit Instructions telah diterima.

19 Februari 2003 : HS mengirimkan laporan yang diminta EP sesuai Audit Instructions, termasuk
dokumen yang menyatakan bahwa HS independen.

17 Maret 2003 : EP mengirim surat ke HS akan melakukan reference terhadap audit yang dilakukan HS di
Telkomsel. Laporan audit (Telkom) direncanakan keluar pada tanggal 25 Maret 2003.

24 Maret 2003 : HS membalas surat ke EP 17 Maret 2003. HS menyatakan, tidak memberi izin kepada EP
untuk menggunakan opininya atas LK 2002 (audited) Telkomsel untuk dijadikan acuan dalam LK 2002
(audited) Telkom.
25 Maret 2003 : HS mengirimkan copy dari audit report Telkomsel untuk dikonsolidasikan ke Telkom.
Dalam surat pengantarnya, HS menyatakan, “At the date of this letter, we fully stand behind our opinion
as far as they relate to the financial statements of Telkomsel for the year ended December 31, 2002.”

31 Maret 2003 : HS kembali mengingatkan EP bahwa HS tidak mengizinkan EP menggunakan opini atas
LK 2002 (audited) Telkomsel dalam Form 20 F dari LK Telkom 2002.

9 April 2003 : HS mengirim surat ke Preskom dan Ketua Komite Audit Telkomsel, menjelaskan
keputusannya tidak memberi izin kepada EP menggunakan opini audit LK 2002 Telkomsel. Bahwa
tindakan itu telah sesuai dengan AU 543.

22 Mei 2003 : SEC menyetujui dilakukannya credentialling review terhadap EP sehubungan pelaksanaan
AU 543. Heinz & Associates LLP dari Denver, Colorado, AS ditunjuk sebagai pelaksana.. Kesimpulan
Heinz & Associates LLP adalah: “We found the firm’s (KAP Eddy Pianto) conclusion in connection with
this matter (US GAAS AU Section 543) to have merit and generally consistent with practices we have
observed by other auditing firm.”

5 Juni 2003 : SEC mengirim surat kepada Telkom. SEC menyatakan, EP tidak mendemonstrasikan
kompetensinya dalam menerapkan US GAAS, dan karenanya SEC menolak laporan 20-F Telkom.

21 Juni 2003 : EP mengirim surat ke SEC untuk menjelaskan mengenai interpretasi yang benar atas AU
543.

25 Juni 2003 : EP melakukan teleconference dengan SEC, juga untuk menjelaskan mengenai interpretasi
yang benar atas AU 543. Dalam diskusi itu, tidak ada sanggahan dari SEC mengenai interpretasi yang
disampaikan Eddy Pianto.

HS Sudah Klarifikasi ke BP2AP

Adalah sikap bodoh, bila mempercayai akuntan dari luar negeri sebagai yang nomor satu kualifkasinya.
Sebab, mereka juga tidak bersih dari tindakan merekayasa laporan keuangan.

Begitulah, kira-kira kalimat yang diucapkan Presiden Megawati Soekarnoputri saat membuka Kongres IX
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Jakarta, September, tahun lalu. Semua tahu, skandal laporan keuangan
paling spektakuler terjadi di Amerika Serikat (AS), negara yang dikenal sangat menjunjung tinggi
keterbukaan, mengagungkan transparansi, dan memosisikan diri sebagai kampiun good corporate
governance. Sebut saja kasus Enron, Tyco, Dynegy, WorldCom, Xerox, Merck, dan beberapa kasus
lainnya.
Erry Riyana Hardjapamekas, pengurus teras IAI, dalam sebuah tulisannya di Majalah Tempo, beberapa
waktu lalu, berpendapat: “sulit dipercaya bahwa kejadian (di AS, red) itu merupakan kealpaan prosedur
audit, apalagi kekeliruan teknis pembukuan. Sangat kuat persepsi publik bahwa skandal itu merupakan
buah dari sebuah desain yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang cerdas dengan pengetahuan dan
ketrampilan tingkat tinggi, tentu dengan semangat kolusi berjamaah.”

Singkat cerita, kata Erry, skandal (yang terjadi di AS, dan mungkin yang terjadi di Indonesia) itu bukan
lagi sebuah kecelakaan bisnis, melainkan salah satu perwujudan keserakahan.

Kasus Telkom, tentu tidak sama dengan Enron dan skandal akuntansi di AS lainnya. Dari surat pengaduan
KAP Eddy Pianto kepada IAI tentang perlakuan tidak sehat dari KAP Hadi Sutanto (PwC), bukanlah
skandal rekayasa laporan keuangan. Yang jelas, bagi Eddy, perlakuan tidak sehat dari KAP Hadi Sutanto
(HS) bukan hanya merugikan Telkom dan namanya, tetapi juga menyangkut kelangsungan usahanya,
KAP Eddy Pianto (EP). Ini pula yang dituntut Eddy kepada organisasi profesi, IAI.Yakni, demi
membersihkan namanya, bukan hanya kepada Bapepam, DJLK dan perusahaan yang bakal menggunakan
jasa auditnya, tetapi kepada masyarakat luas.

Menunggu BP2AP

Sudah hampir dua bulan, Eddy Pianto mengirimkan surat pengaduan ke organisasi yang membawahi
profesi akuntan, IAI, itu. Achmadi Hadibroto, Ketua Umum IAI menyerahkan penyelesaian masalah
pengaduan KAP Eddy Pianto (EP) sepenuhnya kepada BP2AP (Badan Peradilan dan Pemeriksaan
Akuntan Publik). “Kalau ada perselisihan profesi menjadi wewenang BP2AP,” kata Achmadi, yang
sebelum menjadi ketua umum IAI sempat memimpin BP2AP.

Rusdi Daryono, ketua BP2AP, mengatakan, lembaganya tengah menangani pengaduan EP tersebut.
Pihaknya kini masih mempelajari, dan mengumumpulkan informasi, untuk kemudian
membahasnya.“Pihak KAP Hadi Sutanto (PwC) sudah memberikan klarifikasi kepada kita,” kata Rusdi,
yang juga akuntan dari KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (partner Deloitte Touche Tohmatsu).

Sayangnya Rusdi tidak menjelaskan isi klarifikasi dari HS itu.Ia juga belum bisa memberikan gambaran
yang lengkap tentang kasus perseteruan antara dua KAP, yang menjadi anggota IAI itu.Karena itu, kata
Rusdi, penanganan masalah tersebut kemungkinan agak lambat.Bukan hanya soal kasusnya, tetapi juga
perlu memanggil kedua belah pihak yang berseteru, untuk kemudian dilakukan pengkajian.

Hariyanto Sahari, Senior Partner HS, setelah berkali-kali dihubungi dan ditemui Investor Indonesia
akhirnya mau juga buka suara. “Kita sudah berikan klarifikasi mengenai pengaduan tersebut kepada
BP2AP,” kata Hariyanto. Sayangnya, Hariyanto yang memang menangani laporan keuangan Telkomsel,
anak perusahaan Telkom, dan tugas me-review laporan keuangan Telkom 2002, tidak menyebutkan,
klarifikasi macam apa yang diberikan kepada BP2AP. Sehingga tidak diperoleh jawaban dari HS tentang
semua tuduhan Eddy dalam surat pengaduannya kepada IAI pada 16 Juli lalu (tulisan pertama).

Menurut Hariyanto, pengaduan sesama anggota IAI sebagai hal yang lumrah. “Hal tersebut boleh saja
dilakukan antara sesama akuntan anggota IAI,” katanya. Dan penyelesaiannya kini sudah di tangan
BP2AP. “Saat ini, kita masih menunggu tanggapan IAI (BP2AP, red) mengenai klarifikasi yang sudah
diberikan,” katanya.

Namun, Rusdi Daryono, ketua BP2AP belum bisa memastikan dan belum memiliki gambaran, kapan
kasus ini bakal selesai. Yang jelas, lanjut Rusdi, BP2AP berusaha untuk sesegera mungkin menyelesaikan
kasus ini. Kemudian, hasilnya diserahkan ke kompartemen Akuntan Publik di IAI. “Nanti, hasilnya akan
diumumkan di kompartemen IAI,” katanya.

Sementara itu, Ketua Majelis Kehormatan IAI, Kanaka Puradiredja masih menunggu hasil pemeriksaan
BP2AP terkait pengaduan EP. Ia belum tahu secara persis isi pengaduan salah satu anggotanya itu.

Hasil pemeriksaan BP2AP, menurut Kanaka, sangat penting, karena akan menjadi acuan bagi lembaga
lain, seperti Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dan Direktorat Pembinaan Akuntan Publik dan
Jasa Penilai, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK), Departemen Keuangan (Depkeu)
mengambil keputusan. Kedua lembaga itu memang berwenang mengawasi akuntan publik. “Sebaiknya
kedua lembaga itu menunggu hasil pemeriksaan organisasi profesi, agar tidak terjadi tumpang tindih,”
kata Kanaka.

BAPEPAM Terus Periksa

Abraham Bastari, Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan (PP) Bapepam berpendapat, antara IAI,
DJLK Depkeu serta Bapepam tidak saling terkait. “Kalau etika antar profesi tentu arahnya ke IAI,” kata
Abraham. DJLK adalah lembaga yang bertugas melakukan pembinaan terhadap akuntan publik yang
beroperasi di Indonesia. DJLK-lah yang akan mencermati proses audit yang dilakukan kantor akuntan
publik yang sudah terdaftar, seperti EP. Sementara Bapepam melakukan pengawasan, khususnya yang
berkaitan dengan pelanggaran di bidang pasar modal.

“Jadi pemeriksaan terhadap KAP Eddy Pianto jalan terus, meski ada surat Eddy Pianto yang mengadukan
PwC kepada IAI,” kata Abraham. Seperti diketahui, ketika kasus laporan keuangan Telkom ditolak SEC,
Bapepam langsung menghentikan sementara kegiatan KAP Eddy Pianto --yang sudah terdaftar di
Bapepam-- untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan publik di Indonesia. Setelah disuspen,
Bapepam baru melakukan pemeriksaan.

Menurut Abraham, langkah EP mengadukan HP (partner PwC) ke IAI tidak terkait dengan pelaksanaan
atau pelanggaran di bidang pasar modal. “Pengaduan itu adalah masalah (kode etik) profesi,” tegasnya.
Sedangkan yang sedang diteliti dan diperiksa Bapepam adalah berkaitan dengan kompetensi EP
mengaudit Telkom, perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta.

Meski begitu, masih kata Abraham, Bapepam akan mengakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait,
termasuk dengan IAI dan DJLK. Biro PP sudah menyurati DJLK dan IAI dalam upaya mengumpulkan
informasi. “Kita kumpulkan semua informasi yang terkait dengan Eddy Pianto,” jelasnya.

Eddy Pianto sangat berharap kasusnya segera diselesaikan, baik di Bapepam maupun di IAI, karena
menyangkut kelangsungan usaha bisnisnya. Publik juga berharap, IAI dan Bapepam bisa menuntaskan
kasus ini segera. Bukan hanya menyangkut KAP Eddy Pianto dan KAP Hadi Sutanto, melainkan profesi
akuntan, yang –kata Erry Riyana Hardjapamekas dalam kolomnya di Majalah Tempo beberapa waktu lalu
— nyawanya adalah kepercayaan publik.

Bermodal kepercayaan publik itulah, akuntan publik diberi “hak istimewa” untuk melakukan fungsi
atestasi (pengecekan). Atas nama kepercayaan publik pula, mereka berhak menerima bayaran, sebagai
imbalan atas independensi, obyektivitas, dan kompetensi profesionalnya. Maka hak hidup akuntan publik
harus hilang, dan hak atas imbalan itu menjadi haram, ketika mereka kehilangan independensi,
obyektivitas, apalagi profesionalismenya.

Kasus LK Telkom 2002, Kelalaian Manajemen?

RUPS Luar Biasa TLKM pada Juli 2002, para pemegang saham meminta manajemen baru TLKM yang
dipimpin Kristiono memilih salah satu auditor the big five dunia. Yakni, Earnst & Young (E&Y),
PricewaterHouseCoopers (PwC), Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), dan Delloite & Touche.
Arthur Anderson sudah keburu tutup akibat kasus Enron Corporation, sehingga tinggal big four.

Sumber Investor Indonesia di TLKM menyebutkan, Komite Audit yang dipimpin Arief Arryman,
Komisaris Independen TLKM, langsung menyiapkan proses tender. Tahap pertama adalah mengirim surat
ke empat auditor terbesar dunia itu untuk menanyakan kesediaan mereka mengikuti tender, sekaligus
mengkonfirmasi apakah ada conflict of interest. “KPMG langsung membalas, dan mengatakan pihaknya
ada conflict,” katanya.
Waktu itu, ada masalah dalam penanganan KSO (Kerjasama Operasi) III Telkom dengan PT Aria West.
Sehingga kasusnya dibawa ke arbitrase internasional. Masingmasing lawyer yang ditujuk kedua belah
pihak menunjuk financial expert. Pihak Aria West menujuk PwC, sedangkan pihak TLKM menunjuk
KPMG. Disini conflict of interst itu. “Baik KPMG maupun PwC ada conflict,” katanya.

Tinggal dua Delloite dan E&Y. Manajemen Telkom ternyata tak bisa memilih Delloite & Touche, yang di
Indonesia berpartner dengan Hans Tuanakota & Mustofa (HTM). Karena HTM (yang baru saja
menggandeng partner baru, Halim), saat itu sedang mendapat perhatian serius dari pemerintah, khususnya
kantor Meneg BUMN, berkaitan dengan kasus PT Kimia Farma Tbk (KAEF). “Kita tidak bisa memilih
HTM Delloite,” katanya.

E&Y Mundur

Akhirnya manajemen menjatuhkan pilihan pada E&Y. Keputusan itu keluar pada September 2002. E&Y
langsung menyiapkan tenaganya untuk ditempatkan di TLKM. Tetapi, pada November 2002, E&Y tiba-
tiba mengundurkan diri, karena menyadari ada potensi conflict di TLKM. “Sebuah keputusan yang sulit,
yang mau tidak mau harus diterima manajemen,” katanya.

Mundurnya E&Y itu berkaitan dengan keputusan US SEC, yang mensyaratkan agar auditor sebuah
emiten yang tercatat di NYSE tidak melakukan pekerjaan non auditor pada perusahaan yang diauditnya.
Misalnya, auditor yang ditunjuk mengaudit LK TLKM, tidak diperkenankan melakukan perhitungan
pajak atau melakukan valuasi dalam sebuah transaksi di dalam tubuh TLKM. “Itu berarti auditor tersebut
tidak independen. Inilah yang membuat E&Y mundur,” katanya.

Saat itu November 2002. Waktu semakin sempit bagi TLKM untuk menunjuk auditor. Auditor the big
four yang diminta para pemegang saham dalam RUPS jelas tidak bisa dipenuhi. “Manajemen akhirnya
memutuskan untuk mencari auditor yang masuk enam atau tujuh besar dunia. Yakni BDO Seidman
(Belanda) dan Grant Thornton GT),” katanya.

Manajemen langsung mencari tahu auditor firm nomor enam dan tujuh dunia itu. “BDO Seidman
mengatakan tidak bisa, karena ada conflict. Saat itu BDO Seidman sedang melakukan pekerjaan valuasi
di Telkom. Sehingga pilihan tinggal satu, yakni Grant Thornton,” katanya. Tetapi manajemen tidak
langsung memutuskan untuk memilih GT, karena pada waktu itu partner lokal GT di Indonesia ada dua,
yakni GT Hendrawinata dan PT Grant Thornton Indonesia (GTI), yang memiliki afiliasi dengan KAP
Eddy Pianto Simon.
“Kita tanya GT Hendrawinata, apakah bersedia mengaudit laporan keuangan Telkom. Seketika itu juga
dapat jawaban, tidak bersedia. Kita tak bisa memaksakan seseorang mau kerja dengan kita,” katanya.
Pada waktu itu, Departemen Keuangan mengeluarkan rilis, yang mengumumkan Hendrawinata kena
suspend. “Ini semakin membuat kita tak bisa memilih KAP GT Hendrawinata,” katanya. Investor
Indonesia juga memiliki copy Salinan Keputusan Menkeu No.KEP-259/KM.6/2002 tentang Pembekuan
Izin Akuntan Publik Drs Arief Hendra Winata selama enam bulan, yang ditetapkan pada 4 November
2002.

Mengenai SK Menkeu tentang pembekuan ijin akuntan publik tersebut, Arief Hendra Winata
membenarkan. Ia juga membenarkan, telah dihubungi pihak TLKM untuk diminta menjadi auditor
TLKM. “Saya dihubungi per telepon, dan saya langsung bilang, tidak bersedia,” kata Arief Hendra
Winata kepada Investor Indonesia di Jakarta, pekan lalu.

Akhirnya pilihannya tinggal satu, yakni partner GT lain yang ada di Indonesia. Yakni KAP Eddy Pianto.
Sebelum memutuskan KAP Eddy Pianto sebagai auditor yang akan mengaudit LK TLKM, manajemen
tetap mencari tahu apakah KAP Eddy Pianto memiliki kompentensi untuk mengaudit LK TLKM.
Khususnya yang berkaitan dengan posisi TLKM yang sudah listing di NYSE. “Kita kirim surat ke GT
International yang bermarkas di AS. Dan langsung ada jawaban bahwa benar KAP Eddy Pianto adalah
afiliasi PT GTI, dan PT GTI adalah partner GT International,” katanya.

GT International Comfirm

Keputusan memilih KAP Eddy Pianto sangat cepat. Yakni pada November juga, tidak berselang lama dari
E&Y mundur. Itu pun dilakukan setelah mendapat klarifikasi dari GT International tentang kedudukan
KAP Eddy Pianto Grant Thornton. Investor Indonesia juga mendapat copy surat dari GT International
yang ditujukan kepada Mirza Mochtar, direktur Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Direktorat Jenderal
Lembaga Keuangan Departemen Keuangan.

Dalam surat tertanggal 8 Oktober 2001 itu, David McDonnell, Chief Executive Worldwide GT
International menulis, “we confirm that PT Grant Thornton Indonesia is a full member firm of Grant
Thornton International. Eddie Pianto, Public Accounting Firm, is in association with PT Grant Thornton
Indonesa and, through this association, is audhotised to carry out audit work on behalf of Grant Thornton,
in accordance with Grant Thornton standards and procedures.”

Itu berarti orang nomor satu di GT International mengkonfirmasi bahwa PT GTI adalah anggota penuh
GT International. KAP Eddy Pianto adalah mitra PT GTI, yang karenanya diijinkan melakukan kerja
audit atas nama GT, asal sesuai dengan standar dan prosedur GT. Lagi, dalam pengumuman GT
International di salah satu media ibukota, lewat Gabriel Azedo, GT International lagi-lagi menyebut
adanya hubungan kemitraannya dengan KAP Eddy Pianto.

“Grant Thornton International and PT Grant Thornton Indonesia & Eddy Pianto, Registered Public
Accountants, have announced a mutual separation effective at the close of business on 31 March 2003.
Grant Thornton International will, effective upon the close of business on 31 March 2003, be represented
in Indonesia onlu bu Grant Thornton Hendrawinata which, since 1995, has been one of its current
member firms in Indonesia...”

Tapi kenapa GT kemudian mencabut dukungannya kepada KAP Eddy Pianto, pada saat KAP itu
mengaudit LK TLKM? Inilah pertanyaan utama dari munculnya kasus LK TLKM. Karena pencabutan
dukungan dari GT International itu pula, LK TLKM akhirnya ditolak oleh US SEC.

Terlebih lagi, setelah keluar press realese dari GT International pekan lalu melalui partner lokalnya GT
Hendrawinata. Dalam rilis tersebut, GT International tak berpartisipasi dalam mengaudit LK TLKM
2002. Dan karena itu GT International tak bertanggung jawab terhadap hasil audit KAP Eddy Pianto
terhadap LK TLKM 2002. Pasalnya, GT International pada Desember 2002 sudah menginformasikan
kepada PT GTI, KAP Eddy Pianto, dan Komite Audit TLKM bahwa hubungan kemitraan GT
International dengan PT GTI sudah berakhir, dan efektif pada tanggal 31 Maret 2003.

Tak Bertanggung jawab

Kristiono, Dirut TLKM, seperti sudah diberitakan harian ini beberapa waktu lalu, mengaku heran dengan
rilis GT International itu. “Kenapa dia (GT International) mencabut dukungan setelah proses audit
berjalan, tidak sebelum penunjukan?” kata Kristiono.

Kristiono bingung. James S. Kallman, Presdir PT Moores Rowland Indonesia (d/h PT Grant Thornton
Indonesia) lebih bingung lagi. Sebab, perjanjian kemitraan antara GT International dengan PT GTI jelas
disebutkan, PT GTI dan afiliasinya, KAP Eddy Pianto bisa menggunakan letter head GT International.
“Tetapi kenapa dia (GT International) tidak mau memberi support, ketika KAP Eddy Pianto sedang
menyelesaikan tugasnya? Aneh kan?” kata Kallman,

Kallman mengaku, GT International mencabut dukungannya pada Desember 2002. Karena itu, PT GTI
langsung minta bantuan dari mitra GT yang ada di Austra. Waktu itu, sekitar dua orang GT Austria datang
ke Jakarta untuk memberikan support kepada KAP Eddy Pianto. “Kalau tidak salah pada Januari 2003.
Orang GT Austria-lah yang memberi masukan tentang SEC rules dan telecomunication business rules
kepada kita,” kata Kallman.
Informasi yang diterima Investor Indonesia menyebutkan, pernyataan GT International tersebut sebagai
pernyataan tak bertanggung jawab dan mis-leading. Tak bertanggung jawab, karena pada saat manajemen
TLKM meminta klarifikasi tentang status KAP Eddy Pianto, GT International sudah memberikan
klarifikasi persis seperti surat yang disampaikan kepada Mirza Mochtar, direktur Pembinaan Akuntan dan
Jasa Penilai, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan.

Sedangkan, mis-leading, menurut Kallman, adalah karena memang begitulah adanya. GT International
tidak bisa bertanggung jawab terhadap hasil audit orang lain, termasuk partnernya atau afiliasinya. Dalam
kasus TLKM, GT International memang tak bisa bertanggung jawab terhadap hasil audit yang dilakukan
KAP Eddy Pianto. “KAP Eddy Pianto-lah yang harus bertanggung jawab. Tapi GT International harusnya
men-support terhadap KAP Eddy Pinato, yang menjadi afiliasi dari mitranya di Indonesia, yakni PT Grant
Thornton Indonesia. Kalau tidak, buat apa ada kemitraan,” kata Kallman. Buat apa bayar fee kemitraan,
juga mengikuti standar dan prosedur GT International.

Manajemen Telkom Kurang Hati-hati

Eddy Pianto Simon. Di kalangan auditor, namanya belum seterkenal Hans Tuanakota, Hendrawinata, atau
Hadi Sutanto. Sejak awal Juni lalu, nama Eddy Pianto mencuat bersamaan dengan penolakan SEC
(Securities and Exchange Commission), Bapepam Amerika Serikat terhadap Laporan Keuangan (LK)
2002 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).

“Saya sering dengar namanya, tetapi saya belum pernah bertemu. Saya tidak kenal dia. Teman-teman, saat
saya tanya juga, mengaku tidak kenal,” kata seorang auditor senior yang sudah malang-melintang dalam
bisnis audit di Indonesia selama 30 tahun lebih.

Eddy Pianto memiliki KAP yang bermarkas di Muara Karang, Jakarta. Salah seorang stafnya
mengatakan, jumlah karyawan KAP Eddy Pianto ada cuma 15 orang. “Semuanya auditor,” katanya.
Dengan jumlah tenaga audit segitu, KAP ini memiliki banyak pekerjaan audit. Diantaranya adalah PT
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk. (TKIM), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, (INKP). Kedua perusahaan ini
listing di Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Tetapi TLKM adalah perusahaan yang dual listing, baik di BEJ maupun di New York Stock Exchange
(NYSE), yang aturannya jauh lebih rumit ketimbang aturan di bursa Indonesia. Selain itu, BUMN
telekomunikasi itu termasuk besar dari segi aset dan market capitalization, memiliki kantor yang tersebar
di seluruh Indonesia, dengan pendapatan utama berasal dari pulsa yang dicatat secara computerize.
“Hebat. KAP Eddy Pianto bisa menerima pekerjaan mengaudit Telkom. Saya saja, yang memiliki 100
karyawan, tidak berani mengambil kerjaan itu. Karena pasti separo karyawan saya akan tersedot ke
Telkom. Saya dengar, Earnst & Young dan HTM (Hans Tuanakota & Mustofa) saja menerjunkan tidak
kurang dari 40 orang,” katanya.

Menurut auditor senior yang enggan disebut namanya, 90 persen pendapatan TLKM berasal dari pulsa.
Seluruh pendapatan tersebut dicatat secara computerize, yang kantornya tersebar di seluruh tanah air.
Selain membutuhkan tenaga besar, juga membutuhkan tenaga ahli kumputer. “Saya bisa mengerjakannya,
tetapi sayang kalau harus mengabaikan kerja audit yang lain. Fee-nya, saya dengar, lumayan besar,”
katanya. Menurut informasi yang diterima Investor Indonesia, fee untuk KAP Eddy Pianto mencapai Rp3
miliar.

Tidak Hati-hati

Itu baru dari segi besar dan rumitnya pekerjaan mengaudit LK TLKM, belum termasuk kompetensi KAP
Eddy Pianto untuk mengaudit LK emiten yang tercatat di Bursa New York. Di pasar modal Indonesia,
KAP Eddy Pianto yang sudah terdaftar di Bapepam dan Depkeu, hasil auditnya tak bermasalah. Tapi
Bapepam AS (US SEC) memiliki aturan dan kriteria tersendiri bagi auditor yang bisa mengaudit LK
emiten yang tercatat di NYSE.

Seorang akuntan senior tidak percaya KAP Eddy Pianto yang hanya memiliki tenaga kurang dari 20 orang
bisa mengaudit LK TLKM 2002. “Dibantu oleh PT GTI adalah salah. Karena PT GTI bukan auditor firm,
melainkan consulting firm. Auditor firm tidak menggunakan PT, tapi KAP,” katanya. Ada juga yang
curiga, ada apa-apanya antara James S. Kallman, Eddy Pianto dengan Arief Arryman, ketua komite audit
TLKM?

Seorang sumber lain menunjukkan, betapa Eddy Pianto dan manajemen TLKM tidak hati-hati dalam
masalah ini. Dia menduga, manajemen TLKM sedang sibuk dengan lobi-lobi berkaitan dengan tarif dan
lain sebagainya. “Betul awalnya, KAP Eddy Pianto adalah mitra GT International. Tetapi, ketika
mendapat pemberitahuan dari GT International pada Desember bahwa kemitraan antara GT International
dengan GT Indonesia dan Eddy Pianto akan putus dan efektif pada 31 Maret 2003, seharusnya
manajemen Telkom bersikap: putus dengan Eddy Pianto. Lalu, lapor ke US SEC,” katanya.

Nyatanya, manajemen TLKM tetap kekeh melanjutkan KAP Eddy Pianto sebagai auditor dan Eddy
Pianto juga tenang-tenang saja bekerja. Kalau Eddy Pianto dan PT GT Indonesia bertanggung jawab,
harusnya mereka tahu diri. Itu pertama. Kedua pada sekitar Januari sampai Maret 2003, staf US SEC
berencana datang ke Jakarta untuk memverifikasi KAP Eddy Pianto. “Sayang, selama kurun waktu
Januari sampai Maret itu ada wabah SARS. Orang SEC tidak diperkenankan datang ke Jakarta,” katanya.
Diingatkan, auditor firm yang akan mengaudit LK emiten yang listed di NYSE harus mengikuti proses
internal control yang dilakukan oleh SEC.

Ketiga adalah, manajemen TLKM dua kali melakukan filing ke US SEC. “Pertama pada 15 April 2003
dengan letter head GT International. Lalu, ketika US SEC me-reject, manajemen TLKM menyusulkan
filing kedua pada Juni 2003, dengan menyatakan, LK TLKM 2002 sebagai unaudited,” katanya. Untuk
apa, manajemen TLKM melakukan filing kedua, kalau filing pertama sudah ditolak? Kenapa pula
manajemen TLKM menyatakan, LK TLKM 2002 sebagai unaudited. “Mending tidak usah melakukan
filing kedua itu,” katanya.

31 Orang, 30.000 Jam

Sayang manajemen TLKM dan komite audit TLKM tidak bersedia memberi keterangan. Eddy Pianto
juga masih di Australia, dan belum kembali sejak kasus ini muncul. Namun, James S. Kallman, presiden
direktur PT Moores Rowland Indonesia (d/h PT Grant Thornton Indonesia), membantah keras dugaan
yang tidak berdasar, bahwa ada kongkalikong antara James Kallman, Eddy Pianto dengan Arief Arryman,
ketua Komite Audit TLKM. “Saya memang dekat dengan Bapak Arief Arryman. Tetapi kedekatan kami
terjadi setelah kami menerima kerja audit Telkom. Sebelum kami dipercaya Telkom, saya tidak kenal
dengan Bapak Arief Arryman,” katanya.

Mengenai kompetensi, Kallman juga tidak bosan-bosan menyakinkan bahwa KAP Eddy Pianto memiliki
kompetensi untuk mengaudit laporan keuangan emiten yang listed di NYSE. Karena, seperti sudah
dimuat dalam tulisan pertama, KAP Eddy Pianto adalah afiliasi PT GTI, sehingga GT International
mengijinkan KAP itu untuk menggunakan letter head GT International.

Ketika menuntaskan kerja audit LK TLKM 2002, KAP Eddy Pianto dibantu oleh KAP Jimmy Budi
sebagai pelaksana di lapangan. Menurut Kallman, pihaknya bahumembahu merampungkan kerja audit
TLKM sebelum pemutusan hubungan kemitraan dengan GT International yang berakhir efektif pada 31
Maret 2003. “Tiga puluh satu orang auditor diterjunkan. Kami bekerja selama 30.000 jam non stop
selama empat bulan waktu yang diberikan kepada kami,” kata Kallman.

Itu berarti dengan waktu yang diberikan selama empat bulan, dan setiap bulan ada 25 hari kerja, maka
setiap orang bekerja full selama 9,6 jam sehari. “Coba Anda bayangkan. Kami sangat serius mengerjakan
tugas yang dipercayakan Telkom kepada kami,” katanya. Itu dilakukan untuk memenuhi tenggal waktu
sampai 31 Maret 2003. Yakni, deadline penyampaian laporan keuangan audit. Tanggal itu, adalah batas
waktu efektif putusnya hubungan kemitraan antara PT GTI dengan GT International. “Dan, kami bisa
menyelesaikan audit itu pada 25 Maret 2003, sebelum kemitraan dengan GT International berakhir.”

Tentang press realese GT International, lanjut Kallman, PT GTI mencari bantuan dari GT Austria. “Pada
sekitar bulan Januari 2003, GT Austria mengirimkan dua orang stafnya untuk membantu dan
membimbing kami, terutama dalam hal US SEC rules dan telecomunication rules,” kata Kallman. Pria AS
yang sudah 13 tahun tinggal di Indonesia ini tetap mendasarkan diri pada surat David McDonnell, Chief
Executive Worldwide GT International yang dikirimkan kepada Mirza Mochtar (baca tulisan kemarin,
red). Kenapa dalam press realese GT International pada 1 Juli lalu, GT International menyatakan tidak
bertanggung jawab terhadap hasil audit KAP Eddy Pianto atas LK TLKM 2002?

Seorang sumber Investor Indonesia lain menyebutkan, ketika GT International memutus hubungan
dengan PT GTI pada Desember 2002 dan efektif pada 31 Maret 2003, terjadi pertarungan seru di
Pengadilan AS. “PT GTI habis-habisan disitu demi mempertahankan diri. Tapi akhirnya kalah, dan mitra
GT International akhirnya jatuh kepada KAP Hendrawinata,” katanya.

Mengapa Telkom tidak bisa memilih big four?

Penunjukkan Auditor Telkom Tahun Buku 2002

1. Bahwa PT. Telkom adalah perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang sahamnya
tercatat di beberapa bursa, diantaranya Bursa Efek Jakarta dan New York Stock Exchange.

2. Bahwa berdasarkan ketentuan pasar modal di Amerika Serikat, PT. Telkom memiliki kewajiban untuk
menyampaikan Form 20-F yang berisi laporan manajemen dan laporan keuangan kepada SEC setiap
tahunnya

3. Bahwa sebagai perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa, PT. Telkom memiliki kewajiban untuk
menyampaikan Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen secara berkala

4. Bahwa untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud diatas pada tanggal 21 Juni 2002 Rapat
Umum Pemegang Saham PT. Telkom memutuskan untuk menyetujui pelimpahan kewenangan kepada
komisaris perseroan untuk menunjuk Kantor Akuntan Publik yang akan memeriksa Perhitungan Tahunan
Perseroan tahun buku 2002 melalui mekanisme tender, dengan ketentuan bahwa Kantor Akuntan Publik
yang terpilih tersebut haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut

o Kualitas audit yang optimal

o Ketepatan waktu penyelesaian audit


o Harga jasa yang wajar

o Merupakan akuntan publik Indonesia yang mempunyai afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik
Internasional yang masuk dalam 5 (lima) besar dunia

o Mempunyai rencana untuk peningkatan internal control dari Perseroan guna mendukung kualitas
laporan keuangan Perseroan tanpa mengurangi kualitas dan independensi audit

5. Bahwa dalam rangka melaksanakan kewenangan yang telah dilimpahkan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham tersebut, Dewan Komisaris PT. Telkom telah menyusun Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
dan Terms of Reference (TOR) Pengadaan Jasa Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi Tahun Buku
2002 PT. Telkom tanggal 30 Juli 2002

6. Bahwa dalam pasal 4 ayat (1) huruf a dan i RKS dan TOR tersebut disebutkan bahwa persyaratan
administrasi bagi Kantor Akuntan Publik yang akan mengikuti tender harus memiliki surat keterangan
terdaftar di Bapepam dan di SEC untuk afiliasinya, serta surat penunjukkan afiliasi dari Kantor Akuntan
Publik Internasional

7. Bahwa berdasarkan surat No. 0256/SRT/DK/2002/RHSPRIB tanggal 17 September 2002 perihal


penetapan pemenang dari Dewan Komisaris PT. Telkom kepada KAP Ernst & Young telah menetapkan
KAP Ernst & Young sebagai pemenang tender pengadaan jasa konsultan akuntan publik dan review tahun
buku 2002 untuk melakukan audit laporan keuangan PT. Telkom

8. Bahwa berdasarkan surat tanggal 5 November 2002 dari Iman Sarwoko, Managing Partner KAP
Prasetio, Sarwoko, Sandjaja-Ernst & Young, kepada Dewan Komisaris PT. Telkom menyatakan bahwa
KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja - Ernst & Young berada dalam kondisi benturan kepentingan sehingga
tidak dapat memberikan jasa audit kepada PT. Telkom untuk tahun buku 2002

9. Bahwa PT. Telkom kemudian melaksanakan seleksi ulang untuk memilih auditor untuk tahun buku
2002

10. Bahwa PT. Telkom menemukan KAP Indonesia lain yang mempunyai afiliasi dengan Kantor Akuntan
Publik Internasional yang masuk dalam 4 (empat) besar dalam keadaan benturan kepentingan/conflict of
interest dengan PT. Telkom sehingga tidak dapat menjadi auditor PT. Telkom untuk tahun buku 2002

11. Bahwa dalam seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada angka 10, PT. Telkom menemukan 3 KAP,
yang berafiliasi dengan KAPA second layer, yang dapat dipertimbangkan sebagai calon auditor PT.
Telkom
12. Bahwa 3 (tiga) KAP yang dimaksud pada angka 11. adalah KAP Drs. RB. Tanubrata & Rekan, yang
berafiliasi dengan BDO Seidman LLP, dan KAP Eddy Pianto serta KAP Hendrawinata, yang berafiliasi
dengan Grant Thornton LLP

13. Bahwa setelah melalui proses penelaahan atas eligibility ketiga KAP sebagaimana tersebut pada
angka 12, PT. Telkom menyimpulkan hanya KAP Eddy Pianto yang pada saat itu dinilai paling eligible
untuk menjadi auditor PT. Telkom, karena :

o KAP Drs. RB. Tanubrata & Rekan mengalami benturan kepentingan, karena yang bersangkutan tengah
terlibat dalam pemberian jasa fairness of opinion di lingkungan PT. Telkom;

o KAP Hendrawinata & Rekan menyatakan tidak bersedia untuk ditunjuk dan selain itu yang
bersangkutan sedang mendapatkan sanksi dari Menteri Keuangan dan dilarang menjalankan praktek
selama 6 (enam) bulan

14. Bahwa berdasarkan Keputusan Dewan Komisaris No. 013/Kep/DK/2002 tanggal 29 November 2002
Tentang Penggantian Auditor PT. Telkom Tahun Buku 2002 menyetujui dan mengesahkan penunjukan
KAP Eddy Pianto, sebagai auditor utama PT. Telkom tahun buku 2002

15. .Bahwa penunjukan sebagaimana dimaksud pada angka 14 diberitahukan kepada KAP Eddy Pianto
melalui surat No. 0337 / SRT / DK / 2002 / RHSPRIB tanggal 29 November 2002 perihal penunjukkan
auditor independen tahun buku 2002 dari Dewan Komisaris PT. Telkom kepada KAP Eddy Pianto

16. Bahwa KAP Eddy Pianto memiliki izin usaha berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.
718/KM.17/1998, dan terdaftar di Bapepam berdasarkan Surat Tanda Terdaftar Profesi Penunjang Pasar
Modal No. 282/PM/STTD-Ap/2000

17. Bahwa Drs. Eddy Pianto Simon adalah akuntan publik yang memiliki ijin praktek berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan No. 404/KM.17/1998 tertanggal 29 Juli 1998

Mengapa Hasil Audit KAP Eddy Pianto ditolak di SEC ?

Pelaksanaan Audit
Dalam melaksanakan audit Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom, KAP Eddy Pianto memilih untuk
mengacu kepada hasil audit dari auditor anak perusahaan PT. Telkom yang telah ditunjuk oleh masing-
masing anak perusahaan seperti dijelaskan dalam Audit Instruction tertanggal 31 Desember 2002 yang
diserahkan kepada 4 (empat) auditor anak perusahaan PT. Telkom, salah satu diantaranya adalah KAP
Hadi Sutanto sebagai auditor PT. Telkomsel. KAP Hadi Sutanto telah menerima Audit Instruction tersebut
pada tanggal 15 Januari 2003. KAP Hadi Sutanto telah mengeluarkan Acknowledgment Letter kepada
KAP Eddy Pianto tanggal 20 Januari 2003 yang pada pokoknya menyatakan hal sebagai berikut:

a. KAP Hadi Sutanto sanggup untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Audit Instruction.

b. KAP Hadi Sutanto menyadari bahwa Laporan Keuangan PT. Telkomsel Tahun Buku 2002 beserta
Laporan Auditnya akan dikonsolidasikan/digunakan oleh KAP Eddy Pianto dalam rangka menerapkan
metode ekuitas investasi PT. Telkom pada PT. Telkomsel.

c. KAP Hadi Sutanto sepenuhnya memahami Generally Accepted Accounting Standard (GAAS) dan
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) di Indonesia dan Amerika Serikat

Selanjutnya, KAP Hadi Sutanto telah menyerahkan Laporan Audit atas PT. Telkomsel kepada KAP Eddy
Pianto tertanggal 18 Februari 2003. KAP Eddy Pianto menandatangani dan menyerahkan Laporan Audit
atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom Tahun Buku 2002 kepada PT. Telkom pada tanggal 25
Maret 2003 sesuai dengan perjanjian pengadaan jasa audit.

Penyusunan Form 20-F

Setelah KAP Hadi Sutanto mengetahui pekerjaan auditnya atas Laporan Keuangan PT. Telkomsel Tahun
Buku 2002 akan diacu oleh KAP Eddy Pianto, KAP Hadi Sutanto melakukan beberapa kali pertemuan
dengan KAP Eddy Pianto dalam rangka membahas permasalahan seputar filing Form 20-F ke US SEC.
Dalam rangka filing Form 20-F, pada bulan Desember 2002 KAP Eddy Pianto telah memulai proses
credential review agar diakui eligibilitasnya oleh US SEC. Untuk memahami US GAAS dan GAAP
dalam rangka filing Form 20-F, KAP Eddy Pianto meminta bantuan dari Mark Iwan, Certified Public
Accountant independen yang bukan merupakan partner dari Grant Thornton, LL.P, untuk memberi
pelatihan dan konsultasi. Pada tanggal 17 Februari 2003 Grant Thornton International menerbitkan iklan
di harian Jakarta Post yang pada pokoknya menyatakan hubungan afiliasi/membership antara Grant
Thornton International dengan PT. Grant Thornton Indonesia dan KAP Eddy Pianto berakhir pada tanggal
31 Maret 2003. Selanjutnya, PT. Telkom melakukan serangkaian klarifikasi dan konfirmasi serta
permintaan jaminan dari KAP Eddy Pianto mengenai kejelasan status Mark Iwan dan kelancaran filing
Form 20-F antara 17 Februari sampai dengan pertengahan Maret 2003. PT. Telkom mendapatkan
klarifikasi dari KAP Eddy Pianto melalui surat tanggal 18 Februari, 20 Februari, dan 11 Maret 2003, yang
pada pokoknya menyatakan:

a. KAP Eddy Pianto akan tetap menjadi member firm dari Grant Thornton International sampai dengan 31
Maret 2003, dan dalam kaitannya dengan audit PT. Telkom tahun buku 2002 akan tetap menggunakan
nama Grant Thornton, menggunakan audit methodology, policy, dan procedures Grant Thornton
International.

b. KAP Eddy Pianto akan memenuhi segala ketentuan yang berlaku baik Bapepam maupun US SEC dan
menjamin penyelesaian audit dan filing Form 20-F ke US SEC.

c. KAP Eddy Pianto memberikan keyakinan dan jaminan bahwa US SEC reviewer yang terlibat memiliki
kualifikasi dan kompetensi profesional serta memenuhi persyaratan US SEC. Disamping itu sebagai KAP
non Amerika Serikat, KAP Eddy Pianto dengan dukungan US SEC reviewer yang mereka kontrak akan
memenuhi ketentuan yang berlaku di US SEC khususnya regulasi S-X yang mengatur kualifikasi auditor
asing (non-US). Berdasarkan klarifikasi tersebut, KAP Eddy Pianto melanjutkan pekerjaan audit atas
Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom. KAP Eddy Pianto dalam suratnya kepada KAP Hadi Sutanto
tanggal 17 Maret 2003, pada pokoknya menyatakan:

d. Meminta kepada KAP Hadi Sutanto untuk menyerahkan opini audit KAP Hadi Sutanto dan Laporan
Keuangan PT. Telkomsel Tahun Buku 2002.

e. Meminta semua ijin yang diperlukan dalam rangka filing Form 20-F ke US SEC. Selanjutnya, KAP
Hadi Sutanto telah menjawab surat tanggal 17 Maret 2003 tersebut melalui surat tanggal 24 Maret 2003
yang pada pokoknya menyatakan tidak dapat memberikan ijin kepada KAP Eddy Pianto untuk mengacu
pada hasil audit KAP Hadi Sutanto berkaitan dengan beberapa permasalahan yang belum selesai. Pada
tanggal 21 Maret 2003 KAP Hadi Sutanto mengirim email kepada PT. Telkom untuk meminta diberikan
kesempatan untuk membaca Form 20-F secara keseluruhan dan PT. Telkom menolak permintaan tersebut
tersebut. Keberatan PT. Telkom untuk memberikan full access terhadap Form 20-F didasarkan atas tidak
adanya hubungan antara PT. Telkom dengan KAP Hadi Sutanto, serta permintaan full access adalah tidak
proporsional karena permintaan KAP Hadi Sutanto seharusnya hanya untuk bagian yang terkait dengan
laporan PT. Telkomsel. KAP Hadi Sutanto melalui surat tanggal 25 Maret 2003 kepada PT. Telkom,
menyatakan pada pokoknya tidak dapat memberikan ijin hasil auditnya atas Laporan Keuangan PT.
Telkomsel Tahun Buku 2002 diacu dalam rangka filing Form 20- F. Alasan penolakan tersebut adalah
berkaitan dengan KAP Hadi Sutanto belum mendapatkan klarifikasi mengenai kualifikasi KAP Eddy
Pianto dan belum diberikannya kesempatan untuk membaca Form 20-F secara keseluruhan. KAP Hadi
Sutanto tetap tidak memberikan ijin hasil auditnya diacu oleh KAP Eddy Pianto sesuai dengan yang
dinyatakan dalam surat KAP Hadi Sutanto kepada KAP Eddy Pianto tanggal 31 Maret 2003. Selanjutnya,
PT. Telkomsel melalui surat tanggal 8 April 2003 meminta KAP Hadi Sutanto untuk mencabut penolakan
ijin hasil auditnya atas Laporan Keuangan PT. Telkomsel Tahun Buku 2002 diacu oleh KAP Eddy Pianto
dalam rangka filing Form 20-F. KAP Hadi Sutanto melalui surat tanggal 9 April 2003 kepada PT.
Telkomsel menyatakan pada pokoknya KAP Hadi Sutanto tetap tidak bersedia memberikan ijin hasil
auditnya diacu sampai ada penyelesaian/pemenuhan beberapa hal yang berkaitan dengan hak KAP Eddy
Pianto untuk berpraktek di hadapan US SEC dan kesempatan untuk membaca secara keseluruhan Form
20-F PT. Telkom. KAP Eddy Pianto dalam suratnya tanggal 16 April 2003 mengingatkan PT. Telkom
untuk memperoleh ijin tertulis dari KAP Hadi Sutanto dalam rangka filing Form 20- Meskipun KAP
Eddy Pianto telah mengingatkan, PT. Telkom berpendapat tidak memerlukan ijin (consent ataupun
permission) dari KAP Hadi Sutanto untuk melampirkan opini dari KAP Hadi Sutanto atas hasil audit PT.
Telkomsel tahun buku 2002.

Penyampaian (filing) Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom ke Bapepam dan US SEC

Berdasarkan hasil audit KAP Eddy Pianto, PT. Telkom menyampaikan laporan Keuangan Konsolidasi PT.
Telkom Tahun Buku 2002 kepada Bapepam pada tanggal 31 Maret 2003. Sampai dengan diterimanya
surat penolakan dari US SEC, Bapepam tidak memberikan catatan atau pertanyaan berkaitan dengan
penyampaian Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom Tahun Buku 2002. PT. Telkom menyampaikan
Form 20-F kepada US SEC pada tanggal 17 April 2003. Berdasarkan e-mail, tanggal 25 Maret 2003, PwC
Amerika Serikat/Wayne Carnall meminta kepada Grant Thornton Amerika Serikat/Carol Riehl untuk
menginformasikan kepada US SEC bahwa Grant Thornton Amerika Serikat tidak berasosiasi dengan
pekerjaan audit Grant Thornton Indonesia/KAP Eddy Pianto. Selanjutnya, Karin French, Partner in
Charge of US SEC Regulation, Grant Thornton Amerika Serikat mengirimkan surat kepada Jackson Day,
Acting Chief Accountant, US SEC tanggal 31 Maret 2003 mengenai posisi Grant Thornton Amerika
Serikat tidak terasosiasi dengan pekerjaan audit Grant Thornton Indonesia/KAP Eddy Pianto.
Berdasarkan surat US SEC kepada PT. Telkom tertanggal 29 April 2003, US SEC menyatakan tidak dapat
menerima Form 20-F yang disampaikan oleh PT. Telkom dengan alasan:

a. Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom Tahun Buku 2002 belum mendapatkan quality control dari
Grant Thornton LL,P., selaku US Affiliate KAP Eddy Pianto,

b. KAP Hadi Sutanto tidak memberikan ijin untuk dimasukkannya Laporan Audit KAP Hadi Sutanto atas
Laporan Keuangan PT. Telkomsel Tahun Buku 2002 dalam Form 20-F PT. Telkom, dan
c. Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom Tahun Buku 2002 yang dimasukkan dalam Form 20-F PT.
Telkom tidak disertai dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan anak perusahaan PT. Telkom
lainnya yang juga diacu oleh KAP Eddy Pianto.

Surat US SEC tertanggal 29 April 2003 tersebut juga ditembuskan kepada Karin French (Grant Thornton
Amerika Serikat) dan Wayne Carnall (PwC Amerika Serikat). Setelah diterbitkannya surat penolakan oleh
US SEC tersebut, PT. Telkom melakukan upaya klarifikasi terhadap US SEC melalui surat tanggal 2 Juni
2003. Terhadap klarifikasi PT. Telkom, US SEC melalui surat 5 Juni 2003 memberikan tanggapan yang
pada pokoknya sama dengan isi surat US SEC kepada PT. Telkom tanggal 29 April 2003.

Dari sisi komite audit, apakah PT. Telkom salah memilih KAP Eddy Pianto ?

Permasalahan : KAP HS dan Rekan yang ditunjuk sebagai auditor PT.Telkomsel mengundurkan diri
untuk mengaudit. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kerugian di kemudian hari bila berafiliasi
dengan KAP EP dan rekan. KAP HS tidak mau berasosiasi dengan pekerjaan KAP EP

Alasan pengunduran diri KAP HS dan rekan meragukan kelayakan hak praktek KAP EP dan rekan
dihadapan Bapepam AS

Akibat penolakan Harga saham PT.Telkom turun secara signifikan

Pelanggaran KAP HS dan rekan mencoba merusak dan menyesatkan KAP HS dan rekan dan KAP EP dan
rekan melanggar peraturan BAPEPPAM karena persaingan tidak sehat.

PT.Telkom

Komite Audit menjalankan tugas berdasarkan mandat Audit Committee Charter yang ditetapkan dengan
Keputusan Dewan Komisaris. Audit Committee Charter dievaluasi secara berkala dan apabila diperlukan
dilakukan amandemen untuk memastikan kepatuhan Perusahaan terhadap peraturan OJK dan SEC serta
peraturan terkait lainnya. Sampai dengan bulan Agustus 2013, kami memiliki Komite Audit yang terdiri
dari enam anggota: dua Komisaris Independen, satu Komisaris dan tiga anggota eksternal independen
yang tidak terafiliasi dengan Telkom.

Pada tahun 2013 terdapat perubahan komposisi keanggotaan Komite Audit. Sampai dengan bulan Agustus
2013, susunan Komite Audit terdiri dari; (i) Johnny Swandi Sjam (Komisaris Independen – ketua); (ii)
Salam (Sekretaris); (iii) Virano Gazi Nasution (Komisaris Independen); (iv) Parikesit Suprapto
(Komisaris), tidak mempunyai hak voting karena afiliasi dengan Pemerintah; (v) Sahat Pardede; dan (vi)
Agus Yulianto. Salam, Sahat Pardede, dan Agus Yulianto adalah anggota eksternal independen yang tidak
terafiliasi dengan Telkom. Masa tugas Salam sebagai anggota/sekretaris Komite Audit berakhir pada
bulan Agustus 2013.

Susunan Komite Audit per 31 Desember 2013 dan sampai saat ini terdiri dari:

 Tugas dan Tanggung Jawab Komite Audit Committee Charter secara garis besar memuat tujuan,
fungsi dan tanggung jawab Komite Audit. Berdasarkan Charter ini Komite Audit bertanggung
jawab untuk:
 Mengawasi proses audit dan proses pelaporan keuangan Perusahaan atas nama Dewan Komisaris.
 Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai penunjukan auditor eksternal.
 Mendiskusikan dengan auditor internal dan eksternal semua lingkup pekerjaan, baik pekerjaan
audit dan non-audit serta rencana audit mereka.
 Menelaah laporan keuangan konsolidasian Telkom serta efektivitas pengendalian internal atas
pelaporan keuangan (”ICOFR”).
 Menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan
Perusahaan.
 Mengadakan rapat secara berkala dengan auditor internal dan eksternal, tanpa kehadiran
manajemen, masing-masing untuk membahas hasil evaluasi dan hasil audit mereka atas
pengendalian internal Telkom serta kualitas laporan keuangan Telkom secara keseluruhan.
 Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisaris, khususnya dalam bidang
yang terkait dengan akuntansi dan keuangan, serta kewajiban lain yang diharuskan oleh SOA.

Selain itu, Komite Audit juga bertugas untuk menerima dan menangani pengaduan. Untuk membantu
tugas-tugasnya, Komite Audit dapat menunjuk konsultan independen atau penasihat profesional.

Independensi Komite Audit

Peraturan OJK tentang Komite Audit mensyaratkan bahwa Komite Audit sedikitnya terdiri dari tiga orang
anggota, satu diantaranya adalah Komisaris Independen yang bertindak sebagai ketua, sementara dua
anggota lainnya harus merupakan pihak yang independen, minimal salah satu diantaranya harus memiliki
keahlian (dalam konteksItem 16A dari Form 20 F) dalam bidang akuntansi dan/atau keuangan. Agar
memenuhi syarat independensi sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, anggota eksternal
Komite Audit:

 Bukan pejabat eksekutif Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa audit dan/atau jasa non-
audit kepada Perusahaan dalam jangka waktu enam bulan terakhir sebelum penunjukannya
sebagai anggota Komite Audit;
 Bukan sebagai pejabat eksekutif kami dalam jangka waktu enam bulan terakhir sebelum
penunjukannya sebagai anggota Komite Audit; Tidak boleh terafiliasi dengan pemegang saham
mayoritas;
 Tidak boleh mempunyai hubungan keluarga dengan Dewan Komisaris atau Direksi;
 Tidak boleh memiliki, secara langsung maupun tidak langsung, saham Perusahaan; dan
 Tidak boleh memiliki hubungan bisnis apapun yang terkait dengan bisnis Perusahaan.

Ahli Keuangan Komite Audit

Dewan Komisaris telah menetapkan Sahat Pardede, anggota Komite Audit, memenuhi kualifikasi sebagai
Ahli Keuangan dan Akuntansi Komite Audit seperti yang diuraikan pada Item 16A Form 20-F, dan
sebagai anggota ”independen” sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan 10A-3 dari Exchange Act. Sahat
Perdede telah menjadi anggota Komite Audit sejak Februari 2004. Sebelum penunjukannya sebagai
anggota Komite Audit, dan sampai saat ini, beliau berpraktik sebagai Akuntan Publik Bersertifikat di
Indonesia yang menyediakan jasa audit dan jasa keuangan lainnya kepada sejumlah perusahaan swasta
dan lembaga-lembaga publik. Beliau juga adalah anggota Institut Akuntan Publik Indonesia.

Alasan PwC menolak memberikan persetujuan kepada KAP EP

PwC adalah auditor anak perusahaan Telkom yaitu Telkomsel. Laporan keuangan Telkomsel harus
dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Telkom, hal tersebut dilakukan oleh Telkom dalam menyusun
laporan Keuangannya.

Sewaktu membuat laporan hasil audit, EP sebagai auditor Telkom dapat melakukan 1 dari 2 hal, yaitu :
apabila EP merefer ke hasil audit PwC, maka berlaku ketentuan AU 543 bahwa untuk itu EP harus
mendapatkan izin berupa persetujuan dari PwC. Apabila EP tidak merefer ke hasil audit PwC maka ia
dapat melakukan pengambilan tanggung jawab yaitu dengan melakukan review sendiri terhadap laporan
keuangan Telkomsel. Namun kedua hal tersebut tidak dilakukan oleh EP. EP merefer hasil audit PwC di
dalam laporan hasil audit Telkom tanpa mendapat persetujuan dari PwC.

PwC tidak bersedia memberikan surat Persetujuan karena mereka menganggap bahwa EP tidak layak
untuk praktik di SEC dan mereka harus mereview draft Form 20-F Telkom untuk meyakini bahwa
laporan keuangan Telkomsel yang dikutip oleh Telkom di dalam Form 20-F adalah benar, Sedangkan
Telkom berpendapat bahwa PwC sebagai auditor anak perusahaan tidak berhak mereview laporan
perusahaan induk, dan Telkom tidak memerlukan izin dari PwC apabila mengutip laporan keuangan
Telkomsel karena Telkom telah menerima seluruh laporan keuangan tersebut langsung dari telkomsel
sebagai anak perusahaan Telkom, sedangkan masalah surat persetujuan untuk melakukan Reference
adalah masalah antar auditor bukan merupakan urusan Telkom.
Telkom menyerahkan masalah itu kepada EP selaku auditornya dengan alasan bahwa apabila EP telah
menyerahkan laporan keuangan Telkom yang menjadi tugasnya, maka laporan keuangan tersebut telah
lengkap dengan semua lampiran yang diperlukan termasuk persetujuan dari semua auditor anak
perusahaan yang di refernya.

Sedangkan mengenai persetujuan kepada Telkom, PwC dalam berapa kali pertemuan dengan pihak
Telkom menyatakan bahwa mereka tidak keberatan untuk mengizinkan Telkom untuk melampirkan hasil
audit mereka atas Telkomsel.Bagi Telkom hal itu tidak ada gunanya karena meskipun PwC mengizinkan
Telkom untuk melampirkan hasil audit tesebut. Selama PwC tidak memberi persetujuan bagi EP untuk
merefer kepada hasil audit tersebut, bagi Telkom akan tetap menjadi masalah.

Surat penolakan dari US-SEC yang menyangkut surat persetujuan tidak menyebut surat persetujuan untuk
auditor, dalam hal ini EP.tetapi menyatakan bahwa Telkom melampirkan hasil audit PwC atas Telkomsel
tanpa izin dari PwC. Yang menjadi petanyaan dari mana SEC mengetahui bahwa Telkom tidak
mendapatkan persetujuan dari PwC, karena dalam praktik tidak pernah persetujuan tersebut dilampirkan
di dalam Form 20-F. Sehingga juga tidak jelas dan terjadi keraguan apakah yang dimaksud adalah izin
untuk melampirkan laporan hasil audit dari auditor anak perusahaan, ataukah pesetujuan yang harus
didapat oleh auditor Telkom untuk merefer hasil audit dari auditor anak perusahaan, pada waktu
penyusunan laporan tersebut yang menjadi masalah yang pelik justru ketidaksediaan PwC untuk memberi
persetujuan kepada EP untuk merefer hasil auditnya berdasarkan AU 543.

Kelalaian Telkom dalam Form 20-F adalah bahwa di dalam Form 20-F tersebut,Telkom tidak
melampirkan laporan hasil audit anak-anak perusahaan yang lain tetapi hanya melampirkan hasil audit
telkomsel. Telkom telah berkeyakinan bahwa ia telah mendapatkan izin dari PwC, jadi tidak jelas
mengapa PwC selama ini mempermasalahkan surat persetujuan untuk EP, sedangkan US-SEC
mempermasalahkan izin bagi Telkom . dalam kenyataannya sejak tahun 1995 sampai tahun 2001 Telkom
tidak pernah mengalami masalah surat persetujuan ini baik mengenaik reissuance laporan audit tahun
sebelumnya maupun laporan hasil audit anak perusahaannya dan tidak pernah mendapat teguran dari US-
SEC maupun dari auditor.

Kenapa Banyak Adjustment yang dilakukan

Telkom diwajibkan untuk memberikan pertanggungjawaban terhadap perubahan yang terjadi dari hasil
audit sebelumnya. Hadi Sutanto yang merupakan partner Pricewaterhouse Coopers (PwC) kemudian
ditunjuk Telkom untuk melakukan audit ulang laporan keuangan 2002 Telkom setelah laporan itu ditolak
komisi pengawas pasar modal Amerika Serikat (US Securities and Exchanges-SEC). Telkom
berkewajiban menyampaikan laporan keuangan tahunan ke US SEC karena saham Telkom
diperdagangkan juga di bursa saham New York.

Dalam revisi audit 2002 terdapat beberapa penyesuaian seperti adanya penurunan laba bersih tahun 2002
sebesar 3,7 persen. ikhtisar neraca dan laporan laba rugi konsolidasi Telkom tahun 2000, 2001, dan 2002
juga mengalami beberapa penyesuaian lain, antara lain pada poin penghargaan masa kerja, tunjangan
perumahan, dan transportasi.

Pada laporan sebelumnya PT Telkom tidak membuat pencadangan atas kewajiban tersebut. Dampak dari
penyesuaian itu menyebabkan laba bersih setelah pajak konsolidasi berkurang masing-masing Rp151,7
miliar pada 2002, Rp65,6 miliar pada 2001, dan Rp19,12 miliar pada 2000.

Perubahan lain terdapat pada poin jaminan kesehatan masa pensiun, pajak penghasilan tangguhan, dan
akuntansi akuisisi dan konsolidasi mitra KSO Dayamitra Telekomunikasi dan Pramindo Ikat Nusantara.

Penyesuaian yang dilakukan adalah untuk mencerminkan 100% konsolidasi Pramindo meskipun secara
hukum kepemilikan Telkom atas Pramindo sebanyak 30%. Penyesuaian tersebut dilakukan sehubungan
dengan adanya perjanjian pembelian 100% saham Pramindo oleh Telkom.

Berdasarkan perjanjian tersebut, Telkom memiliki hak pengendalian atas Pramindo dan hak atas semua
manfaat ekonomis di masa depan dari kepemilikan tersebut seolah-olah perusahaan memiliki 100%
saham Pramindo.

Perubahan lain yang terjadi pada laporan audit ulang tersebut terdapat pada pendapaan usaha, utang
usaha, koreksi saldo pinjaman, dan transaksi ekuitas Telkomsel.

Penyesuaian koreksi saldo pinjaman menyebabkan laba bersih setelah pajak konsolidasi pada 2002 dan
ekuitas pada periode yang sama bertambah masingmasing Rp75,79 miliar.

Masalah lainnya adalah apabila laporan tersebut diaudit oleh auditor yang berbeda maka sudah dapat
dipastikan akan terjadi perbedaan karena adanya perbedaan perlakuan akuntansi

Ternyata setelah PWC melakukan audit ulang terhadap laporan keuangan Telkom tahun 2002, banyak
perbedaan yang terjadi, baik perbedaan angka maupun perbedaan perlakuan oleh EP dengan yang diaudit
oleh PWC

Perbedaan tersebut bukan hanya pada laporan keuangan tahun 2002, akan tetapi juga meliputi laporan
tahunan sebelumnya yaitu tahun 2001, yang diaudit oleh HTM-DTT.
Karena terjadinya hal tersebut Telkomdianggap tidak memasukkan laporan Form 20-F pada waktunya,
sehingga Telkom mendapat teguran dari NYSE, dan dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang
terlambat menyampaikan laporan keuangan dengan ancaman akan di delist (dihapus dari pencatatandi
NYSE).

Setelah audit ulang selesai dilakukan Telkom memasukkan kembali From 20-F yang baru ke US-SEC,
dan menyelenggarakan RUPS luar biasa untuk mendapatkan persetujuan RUPS atas laporan keuangan
yang di audit ulang tersebut.

Perbedaan yang terjadi pada laporankeuangan yang disajikan kembali juga menyangkut dividen tahun
2002 dan tahun-tahun sebelumnya yang sudah dibagikan sehingga untuk mengatasi hal tersebut Telkom
meminta RUPS untukmenyetujui perubahan persentase saja dari dividen yang dibagi tersebut sehingga
jumlah nominalnya tidak berubah dan tidak ada pemegang saham yang harus mengembalikan dividen
yang telah diterimanya

Yang menjadi pertanyaan di sini adalah apabila manajemen perusahaan dapat melakukan rekayasa angka
atau persentasidividen atau angka-angka laporan keuangan lainnya meski tidak merugikan pemegang
saham, apakah tidak mungkin akan melakukanhal yang sama yang akan dapat merugikan pemegang
saham? Hal ini lebih menyangkutmasalah moral daripada masalah hukum formal.

Tindakan yang mungkin diajukan oleh US-SEC adalah mempertanyakan adanya restatement laporan
keuangan 2000 dan 2001, karena Telkom telah mencabut kembali laporan tersebut dan dianggap tidak ada
oleh SEC.Yang menjadi pertanyaan adalah mengenai certification yang ditandatangai oleh direksipada
Form 20-F yang lama.

Apakah certificate ini merupakan suatu dokumen yang ikut di tarik kembali oleh Telkom atau tidak ditarik
kembali oleh telkom, apabila tururt ditarik kembali maka direksi tidak dapat dipersalahkan membuat
pernyataan palsu. Akan tetapi apabila tidak ditarik kembali maka akan, banyak perbedaan yang terjadi,
baik dapat dikenakan pernyataan palsu menurut Sarbanes Oxley Act Section 906.

LAPORAN TAHUNAN DALAM FORM 20-F

Laporan Tahunan perusahaan Non-US yang terdaftar di US-SEC harus disampaikan dalam Form 20-F.
Dengan ketentuan sebagai berikut:
• Laporan tahunan dalam Form 20-F harus disampaikan dalam format elektronik. Laporan tahunan dalam
Form 20-F harus disusun dalam bahasa Inggris sebagaimana diharuskan menurut Regulation S-T Rule
306. Penandatanganan Laporan tahunan Form 20-F dilakukan menurut ketentuan Regulation S-TRule
302.

• Laporan tahunan Form 20-F dapat pula disampaikan dalam bentuk cetakan berdasarkan pengecualian
yang diberikan oleh Rule 201 atau Rule 202 Regulation S-T, yang melakukan dual/global listing laporan
tahunan harus disampaikan kepada SEC (i) tiga salinan lengkap, termasuk laporan keuangan, lampiran
dan dokumen lainnya yang menjadi bagian laporan tahunan, dan (ii) lima salinan tambahan, tanpa
lampiran. Baik disampaikan secara elektronik atau tercatat di Amerika Serikat laporan disampaikan dalam
bentuk cetakan, setidak-tidaknya satu salinan lengkap laporan tahunan, termasuk laporan keuangan,
lampiran dan dokumen lainnya yang menjadi bagian laporan tahunan Stock harus disampaikan ke setiap
bursa efek di mana

International Disclosure Standard

Berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam International Disclosure Standard, laporan tahunan
perusahaan harus disampaikan selambat-lambatnya enam bulan setelah berakhirnya tahun buku
perusahaan. Laporan Tahunan disusun sesuai dengan Form 20-F,disertai Laporan Keuangan Auditan tiga
tahun terakhir, apabila auditor menolak untukmemberikan laporan hasil auditnya atau hasil audit tersebut
berisikan opini yang terkualifikasi kualifikasi ataupun disclaimer tersebut harusdiungkapkan beserta
semua alasan-alasannya.

Daftar Pustaka

Harian Investor Indonesia, 7 September 2003

Harian Investor Indonesia, 8 September 2003


http://www.telkom.co.id/download/File/LaporanKeuangan/id/2002/LapTahunan_2 002.pdf

http://apbusinessethic.blogspot.com/2009/04/daftarkan-telaah-kasus-disini.html

Kasus PT KAI

Menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam suatu perusahaan bukan suatu proses yang
mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang jelas dari seluruh stakeholders
perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses tersebut dijalankan. Namun dari kasus-kasus yang
terjadi di BUMN ataupun Perusahaan Publik dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa penerapan proses
GCG belum dipahami dan diterapkan sepenuhnya. Pembedahan kasus-kasus yang telah terjadi di
perusahaan atas proses pengawasan yang efektif akan menjadi pembelajaran yang menarik dan kiranya
dapat kita hindari apabila kita dihadapkan pada situasi yang sama. Salah satu contohnya adalah kasus
audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana
proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu perusahaan, dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ
pengawas dalam memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan
keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya. Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara
Manajemen dan Komisaris, khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan
menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan Komisaris meminta
untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan
fakta yang ada. Perbedaan tersebut bersumber pada perbedaan mengenai : 1. Masalah piutang PPN.
Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus dicadangkan
penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh
manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor. 2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari
penurunan nilai persediaan. Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar
yang merupakan penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit
harus dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha. 3. Masalah persediaan dalam
perjalanan. Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu
unit kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai pr akuntansinya per 31
Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005. 4. Masalah uang
muka gaji. Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan
seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan
sebagai uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005. 5.
Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan Penyertaan Modal
Negara (PMN). BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan
audit digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus
direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005. Terlepas dari pihak mana yang
benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh tidak berjalannya fungsi check and balances yang
merupakan fungsi substantif dalam perusahaan. Yang terpenting adalah mengidentifikasi kelemahan yang
ada sehingga dapat dilakukan penyempurnaan untuk menghindari munculnya permasalahan yang sama di
masa yang akan datang. Berikut ini beberapa solusi yang disarankan kepada PT KAI untuk memperbaiki
kondisi yang telah terjadi : Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal,
karena opini sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal. Harus ada upaya untuk
membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan.
Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan
Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris.
Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada
pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat
dalam laporan tahunan perusahaan. Managemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat
dan full disclosure. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk
membangun budaya pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi.

Sumber:

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/245620254-Kasus-Telkom-1.pdf

https://www.scribd.com/doc/31927626/Kasus-Audit-Umum-Pt-KAI

https://www.scribd.com/doc/288444985/Analisis-Kasus-Satyam-Dalam-Perspektif-Audit-Manajemen-
Non-M

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/329876092-Analisis-Kasus-Audit-PT-KAI.pdf

Anda mungkin juga menyukai